Anda di halaman 1dari 13

Nama : SITI RIZKI AMALLIA

NIM : 857038331
Mata Kuliah : Perkembangan Peserta Didik
Kode Mata Kuliah : PDGK4002
Program Studi : S1 PGSD / BI.2
Tugas : II (Modul 3 & Modul 4)
Modul 03 Tahap Perkembangan Bahasa dan Kemampuan Berpikir Matematika
Kegiatan Belajar 1 Tahap Perkembangan Bahasa
A. Bahasa dan Komponen Penyusunnya
Menuru KBBI, bahasa sebuah sistem kata, simbol atau lambang bunyi yang arbitrer yang
digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan
mengidentifikasikan diri. Bahasa tidak hanya sebatas kata-kata, juga mencakup sesuatu
yang abstrak, tetapi mengandung pesan sehingga seseorang dapat menerjemahkan dan
menangkap pesan tersebut. Bahasa juga mencakup simbol yang memiliki pesan,
contohnya adalah simbol emoji yang sering muncul diaplikasi pesan di gawai kita.

1. Komponen Penyusun Bahasa


Terdapat lima buah komponen bahasa yang akan dibahas pada modul ini, yaitu:
a. Fonologi, adalah cabang dari liungistik atau ilmu bahasa yang mengkaji bunyi ujar
dalam bahasa tertentu. Dalam fonologi, terdapat dua pandangan dalam
mempelajari bunyi, yaitu fonetik dan fonemik.
Fonetik adalah cabang fonologi yang membahas bunyi ujar tanpa memperhatikan
fungsi bunyi tersebut, contohnya kata “bebek” (unggas) dan kata “bebek” (rujak
yang ditumbuk). Fonemik adalah cabang fonologi yang membahas bunyi dengan
memperhatikan fungsi bunyi tersebut sebagai pembeda makna, contohnya
penggunaan bunyi “s” pada kata “sari”, dan bunyi “d” pada kata “dari”. Perbedaan
1 bunyi akan membedakan arti.

b. Morfologi, adalah cabang dari linguistik atau ilmu bahasa yang mengkaji
pembentukan kata atau morfem-morfem dalam suatu bahasa. Dalam
pembentukan kata, terdapat unsur terkecil yang disebut dengan morfem.
Morfem dapat ditemukan pada kata yang menggunakan imbuhan, seperti
membaca maka morfem dalam kata tersebut adalah “meN”; pada kata
mempelajari, maka morfem imbuhannya adalah awalan “meN” dan akhiran “i”.

c. Semantik, adalah cabang dari linguistik atau ilmu bahasa yang mengkaji makna
yang terkandung dalam bahasa, kode, atau jenis lain dari representasi. Semantik
akan memiliki hubungan yang erat kaitannya dengan sintax dan pragmatik.

d. Sintax, adalah aturan dalam pembentukan kalimat agar mampu dimengerti


dengan benar. Sebagai contoh, Ani berkata kepada ibunya, “Aku sedang buah dan
sayur makan”. Kalimat tersebut tidak dituliskan/diucapkan dengan tata kata yang
baik sehingga maka yang akan disampaikan tidak ditangkap oleh orang lain. Maka
dari itu, sintax berfungsi dalam menata kata hingga membentuk kalimat yang
utuh.

e. Pragmatik, adalah cabang dari linguistik atau ilmu bahasa yang mengkaji
penggunaan bahasa yang dikaitkan dengan konteks pemahamannya. Perhatikan
gambar berikut.
Haikal berkata “Lihat, itu anjing.”
Secara tata kata, anak tersebut sudah mengatakannya dengan benar. Namun, jika
ditinjau dari konteks, kalimat tersebut salah karena ia seharusnya mengatakan
bahwa hewan digambar itu adalah sapi, bukan anjing.
2. Teori Perkembangan Bahasa
a. Teori empiris, atau yang biasa dikenal dengan teori belajar menunjukan bahwa
ketika bayi dilahirkan, mereka dikelilingi oleh bahasa. Ketika seseorang mengajak
bayi berbicara, itu merupakan salah satu cara bagaimana bayi belajar
memproduksi bahasa. Pada tahap awal, bayi akan mengikuti suara yang sering
mereka dengar, kemudian mereka belajar untuk menangkap makna kata dan
meniru peraturan tata bahasa berdasarkan apa yang mereka dengar.

b. Teori nativisme, Noam Chomsky adalah ahli bahasa terkemuka yang mengatakan
bahwa manusia terlahir dengan perangkat akuisisi bahasa atau language
acquistion device (LAD). Dalam mengembangkan bahasa, terdapat tiga bagian
otak yang digunakan, yaitu broca, motor context, dan wernicke. Pada bagian broca,
seseorang akan memproduksi kemampuan berbahasa atau dikenal dengan pusat
bahasa. Sementara itu, motor context berfungsi untuk mengatur gerakan sadar.
Bagian wernicke berfungsi untuk memahami bahasa yang kemudian digabungkan
ke otak bagian broca melalu syaraf.

c. Teori interaksi, menjelaskan interaksi antara perkembangan bahasa,


perkembangan kognitif, dan kemampuan berfikir secara umum. Teori ini banyak
terkait mengenai teori kognitivitas. Perkembangan kognitif adalah sebuah proses
genetik yan didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf.
Dengan smakin bertambahnya umur sesorang semakin kompleks susunan sel
syarafnya dan semakin meningkat pula kemampuannya.

B. Tahap Perkembangan Bahasa


1. Periode Pralinguistik
Tahap perkembangan bahasa sudah terjadi sejak bayi. Walaupun belum dapat bicara
atau mengatakan apa yang mereka mau, mereka mengirimkan pesan
denganberbagai cara, seperti ekspresi wajah dan suara (menangis, berteriak, tertawa
dan sebagainya).

2. Periode Holophrase
Tahap ini dikenal dengan one-word period atau tahap satu kata. Pada tahap ini, anak
belm memulai mengombinasikan kata-kata, tetapi mereka sedang belajar untuk
mengangkap makna yang lebih sulit dari pada tahap sebelumnya. Contohnya, pada
tahap prangualistik anak akan menangis jika ia haus. Namun, pada tahap ini anak
akan mulai membentuk makna dari saru kata, seperti susu. Maka kemungkinan anak
ingin munum susu walaupun ia tidak mengatakan dengan kalimat yang lengkap, “Aku
mau susu.”

3. Periode Telegrafis
Jika pada tahap holophrase, anak mencoba menyampaikan pesan melalui satu kata,
pada tahap telegrafi, anak mencoba membentuk makna dengan mengombinasikan
dua kata. Contohnya, anak mengatakan “mam nasi” yang sebenarnya anak itu ingin
sampaikan adalah ia sedang makan nasi atau ia ingin makan nasi. Namun,
kemampuannya masih terbatas sehingga ia hanya mengatakan dua kata
4. Perkembangan Bahasa Usia Dini, Kanak-Kanak dan Remaja
Sebagai contoh, anak dengan keterlambatan berbicara atau speech delay dengan
kondisi yang serius dapat menunjukkan adanya gangguan pendengaran. Mereka sulit
berkomunikasi dan mengekspresikan keinginannya. Oleh karena itu, penting untuk
mengetahui tahapan perkembangan bahasa pada anak. Menurut Benner (dalam
Palupi, 2002), perkembangan bahas dibagi menjadi empat tahap.
No. Tingkatan Usia Kemampuan
1. Prabicara Lahir s.d. 1. Perkembangan suara (persepsi dan hasil)
10 bulan 2. Perkembangan isyarat
3. Penambahan persepsi suara; bicara bayi merupakan hasil
menangis dan keributan; bermain dengan suara termasuk
mengulang bicara dengan orang lain yang dimulai usia 3 bulan;
antara enam sampai sepuluh buan dapat menggunakna
konsonan dan huruf vokal terbatas
2. Kata-kata 10 s.d. 1. Pengertian kata tunggal
pertama 13 bulan 2. Menghasilkan kata tunggal
pemunculan 3. Perbedaan individual dalam penggunaan kata tunggal
nama 4. Fungsi isyarat sebagai kata
5. Perhatian dapat diarahkan dengan nama objek (lihat anjing,
Ami, anjing), mulai 13 bukan menerima kosakata dari 17
sampai dengan 97 kata
3. Kombinasi 18 s.d. 1. Pengunaan satu kata tunggal dengan ati kompleks untuk
kata 24 bulan ungkapan multikata. Contoh: “susu” (artinya dapat minta susu
atau meminta ASI)
2. Penggunaan kombinasi kata untuk kalimat, contoh: mama kue
(maksudnya mama minta kue)
4. Tata bahasa 20 s.d. 1. Kecepatan memperoleh morfem
30 bulan 2. Perkembangan bahasa yang unik pada usia dini, seperti mulai
menggunakan kata ganti saya, kita, dia, kamu
3. Penggunaan kalimat dalam pola dan aturan yang teratur

Shaffer dan Kipp (2014) juga mengkategorikan kemampua berbahasa berdasarkan


komponen penyusunannya
Usia Fonologi Semantik Morfologi/Sintax Pragmatik
0-1 Menerima suara Mengisyaratkan Menekankan pola Memperhatikan
ucapan dan mulai ucapan orang asli bahasa keadaan sekitar,
bubbling seperti objek di
sekeliling
1-2 Menyederhanakan Muncul kata-kata Mulai Menggunakan
pengucapan kata pertama memproduksi dua isyarat dan
kata gerakan untuk
memperjelas
pesan yang akan
disampaikan
3-5 Peningkatan dalam Kosakata Menyadari aturan Menyesuaikan saat
pengucapan berkembang tata bahasa berbicara dengan
orang yang
berbeda
6-remaja Pengucapan Pengembangan Mengoreksi tata Mampu
menjadi seperti kosakata, bahkan bahasa yang salah mendeteksi dan
orang dewasa kata abstrak memperbaiki
pesan yang dikirim
serta menerima
C. Bilingualisme
Bahasa kedua dapat di miliki oleh seseorang jika ia telah mengerti bahasa ibunya.
Pemerolehan bahasa kedua, dilakukan setelah seseorang sudah menguasai bahasa
pertamanya. Berbeda dengan proses pemerolehan bahasa perama, bahasa kedua pada
umumnya diproselh dari proses sadar melalui pembelajaran.

Kegiatan Belajar 2 Kemampuan Berfikir Matematis


A. Pandangan Terhadap Kemampuan Berpikir Matematis
1. Definisi Berfikir Matematis
Menurut Fajri (2017), dalam proses berpikir matematis, pembelajaran yang
dilaksanakan harus melalui proses dua arah, yaitu antara sesama siswa, siswa dengan
guru, serta siswa dengan lingkungan dan sumber belajar.
Menurut Stoltz (2022: 14) dalam Widyastuti, Usodo, dan Riyadi (2015), terdapat tiga
macam cara manusia dalam memecahkan masalah:
a. Climbers, merupakan sekelompok orang yang selalu berupaya mencapai puncak
kesuksesan, siap menghadapi rintangan yang ada, dan selalu membangkitkan
dirinya pada kesuksesan.
b. Gampers, merupakan sekelompok orang yang masih ada keinginan untuk
menanggapi tantangan yang ada, tetapi tidak mencapai puncak kesuksesan dan
mudah puas dengan apa yang suah dicapai.
c. QuitersI, merupakan sekelompok orang yang lebih memilih menghindar dan
menolak kesempatan yang ada, mudah putus asa, mudah menyerah, cenderung
pasif, dan tidak bergairah untuk mencapai puncak keberhasilan.
Dengan mengetahui macam-macam cara manusia dalam memecahkan masalah,
diharapkan dapat mengidentifikasi siswa berdasarkan cara mereka memecahkan
masalah, kali ini dalam konteks berpikir matematis.

2. Memahami Konsep Bilangan


a. Memahami konsep bilangan kardinal
Bilangan kardinal adalah bilangan yang menunjukkan sebuah kuantitas. Contoh:
1,2,3,4,5, dan seterusnya.
Gelman dan Gallistel (1978), mengatakan bahwa anak dikatakan paham tentang
pengetahuan angka ketika mereka dapat menggunakan semua label nomor
dengan urutan yang benar; semuaa label nomor dalam dengan objek yang
mereka hitung; angka akhir dalam urutan perhitungan untuk mengatakan berapa
banyak benda dalam satu himpunan.
Namun, Piaget (1952an), mengatakan kita dapat mengecek kepahaman anak
mengenai konsep bilangan dengan mengetes kemampuan kesetaraan antar
himpunan. Contohnya, Sandra memili tiga buah pensil dan Heni memiliki 3 buah
permen. Kemudian, ibu meminta Sandra dan Heni untuk salng bertukar barang
yang mereka miliki. Pada akhirnya, kita mengekspetasikan Sandra untuk
mengetahi bahwa jumlah pensil dan permen sama tanpa menghitungnya.

b. Memahami konsep bilangan ordinal (asli)


Seorang anak harus mengenal terlebih dahulu sistem numerik. Sistem numerik
adalah simbol atau kumpulan dari simbol yang merepresentasikan sebuah
bilangan, Anak dapat mencapai titik memahami sistem numerik, bukan berarti
mereka sudah dikatakan bisa berpikir secara matematis, perlu memahami konsep
bilangan ordinal. Bilangan ordinal atau yang biasa dikenal dengan bilangan asli
adalah bilangan yang digunakan untuk mengindikasikan aturan dalam satu
hubungan dengan hubungan yang lain. Contoh: Lima permen lebih besar dari tiga
permen. Maka sebuah himpunan dengan lima buah permen atau lebih
didalamnya akan selalu lebih besar dari sebeuah himpunan dengan tiga buah
permen.

B. Pandangan Teori Kemampuan Matematika


1. Pandangan Teori Interaksi
Teori interaksi berpandangan tentang kemampuan matematika. Seseorang dikatakan
paham numerik ketika ia dapat menyamakan antara angka dan jumlah. Contoh,
seorang ibu memberikan angka lima maka anaknya akan memberikan lima buah jeruk

2. Pandangan Teori Nativisme


Teori nativisme mengungkapkan bahwa setiap manusia memiliki sistem bawaan yang
memberi kita kemampuan untuk membuat perkiraan penilaian tentang jumlah angka.
Sistem ini memungkinkan kita untuk memetakan label nomor agar digunakan dalam
menghitung dengan jumlah yang sesuai. Contohnya, penggunaan angka pada jam.

3. Pandangan Teori Empirisme


Teori empirisme berpendapat bahwa hal yang harus diketahui oleh anak dalam
belajar matematika adalah membedakan antara anak dan jumlah. Angka bisa saja
digunakan untuk mewakili jumlah, tetapi ini tidak disampaikan dengan jelas kepada
anak-anak sejak mereka dapat menghitung. Perhatikan contoh berikut, 5 = angka;
❶❷❸❹❺ = jumlah.

C. Penalaran dan Penyelesaian Masalah Secara Matematis


1. Penalaran Aditif
Penalaran yang biasa digunakan untuk memecahkan masalah dalam operasi
penjumlahan dan pengurangan pada matematika.
a. Cara memecahkan masalah matematis
Jika dilihat, pada usia 1-2 tahun, anak belajar dengan menggunakan benda
konkret yang melalui itu anak akan melihat atau bahkan memegang secara
langsung benda tersebut. Namun, pada usia 3-4 tahun, mereka mulai melepas
benda-benda tersebut dan berganti menjadi imajinasi, tetapi tetap
membandingkan dengan benda sekitar.

Semakin lama anak akan semakin berpikir untuk menyelesaikan masalah dengan
cara yang lebih abstrak, tidak lagi belajar menggunakan benda konkret atau
berimajinasi untuk menyelesaikan masalaj. Akan tetapi, anakna akan mulai
belajar memecahkan masalah yang lebih abstrak, seperti menyelesaikan soal
aljabar dan sebagainya.

b. Proses berpikir penyelesaian masalah


Dalam penalaran aditif, terdapat tiga proses penyelesaian masalah yaitu
pengubahan, kombinasi, dan perbandingan.
2. Penalaran Multiplikatif
Penalaran yang biasa digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dalam operasi
perkalian atau pembagian. Jika penalaran aditif menggunakan satu varibel, tetapi ini
tidak terjadi pada penalaran multiplikatif. Pada penalaran multiplikatif juga terdapat
tiga proses penyelesaian masalah, yaitu mengelompokkan, membagikan, dan
pemahaman produk.
Modul 04 Pengenalan Teori dan Tahapan Perkembangan Sosial dan Emosional
Kegiatan Belajar 1 Perkembangan Emosi, Temperamen, dan Keterikatan (Attachment)
A. Definisi Emosi
Emosi adalah perasaan atau efek yang terjadi ketika seseorang berada dalam interaksi
yang penting baginya dengan ditandai oleh perilaku yang mencerminkan
(mengekspresikan) rasa senang atau tidak senang dari seseorang yang sedang berada
dalam suatu kondisi atau transaksi (Santrock, 2012).

B. Tahap Perkembangan Emosi


Gambaran tahap perkembangan emosi yang dapat diekspresikan sesuai dengan usia
pada Tabel berikut.
Usia Gambaran Emosi Kategori Emosi
Lahir Kepuasan, kesusahan, ketertarikan Basic emotions
2-7 bulan Marah, takut, gembira, sedih, terkejut
1-2 tahun Malu, iri, menyesal, bangga Complex emotions
3 tahun Malu, iri, menyesal, bangga, baik, buruk Self-conscious
4-5 tahun Malu, gugup, self-taoucing, enggan, sombong, merasa bersalah Self-evaluation
6-13 tahun Malu, gugup, self-taoucing, enggan, sombong, merasa bersalah,
Remaja- baik, buruk, dan lain-lain
dewasa

Terdapat dua kategori emosi dalam tahap perkembangan emosi, yaitu basic emotions
dan complex emotions. Basic emotions adalah sekumpulan emosi yang muncul saat bayi
terlahir atau tahun pertama tumbuh kembangnya. Complex emotions adalah tahap sadar
diri atau dapat mengevaluasi diri yang muncul pada than ke-1 ke atas dan sebagian
bergantung pada perkembangan kognitif, kemampuan diri, selft-evaluation, serta
stimulus lingkungan sekitar.

C. Faktor Yang Memengaruhi Perkembangan Emosi


Terdapat dua faktor yang memengaruhi perkembangan emosi, yaitu faktor kematangan
dan dan faktor belajar dari lingkungan sekitar. Faktor kematangan, perilaku emosional
yang matang dapat terjadi jika perkembangan kelenjar endokrin sudah matang. Itulah
sebabnya bayi belum matang secara emosional. Faktor belajar dari lingkungan sekitar,
Trial and Error; Meniru; Mengidentifikasi; Mengkondisikan; Berlatih.

1. Definisi Temperamen
Temperamen adalah kecenderungan seseorang unutk merespons dengan cara yang
dapat diprediksi terhadap peristiwa lingkungan, termasuk merespons tingkat
aktivitas, lekas marah, ketakutan, dan kemampuan bersosialisasi (Shaffer & Kipp,
2014). Gillibrand dkk (2016) menungkapkan bahwa temperamen merupakan
kecenderungan yang menjadi dasar umum untuk berperilaku dengan cara tertentu.
Hal ini menunjukkan stabilitas, keberlanjutan, kebergantungan, dan kemunculan dini.
Klasifikasi temperamen pada anak terdiri dari tiga, yaitu:
a. Temperamen anak yang mudah (easy child), mudah sekali bersosialisai dengan
orang lain, mudah diatur dalam aktivitasnya, dan mudah menyesuaikan diri
dengan lingkungannya.
b. Temperamen anak yang susah diatur (difficult child), sulit dalam melakukan
aktivitasnya. Dalam bersosialisai dengan orang baru, mereka takut dan sering
menangis bahkan ketika mereka tidur pun gelisah.
c. Temperamen anak yang berada di tengah-tengah (slow to warm up to child),
memiliki respon yang lambat. Dalam mencoba sesuatu yang baru, mereka
cenderung bersikap pasif, tetapi ketika hal baru tersebut diulangi, mereka
menjadi tidak tertekan.

2. Faktor yang Memengaruhi Temperamen


Terdapat dua faktor yang memengaruhi temperamen, yaitu faktor lingkugan dan
biologis. Faktor lingkungan sangat berperan penting karena faktor inilah yang
menstimulus atau memengaruhi anak. Lingkungan sekitar yang kurang baik dapar
menyebabkan anak memiliki temperamen difficult child. Kemudian, faktor biologis,
atau yang sering di sebut faktor keturunan, tentunya menjadikan kondisi
temperamen tersebut telah dibawa sejak lahir.

D. Definisi Keterikatan (Attachment)


Keterikatan (attachment) adalah ikatan kuat, abadi, dan kasih sayang yang dibagikan oleh
seorang anak terhadap orang yang signifikan dekat dengannya, biasanya soerang ibu atau
orang yang tahu dan dapat memenuhi kebutuhan sang anak (Gillibrand dkk, 2016).

E. Teori-Teori Terkait Keterikatan (Attachment)


Teori-teori yang berhubungan dengan keterikatan (attachment), yaitu:
1. Teori Psikoanalisis, merupakan teori yang mengasumsikan bahwa kepribadian
berkembang ketika terjadi konflik-konfilk dari aspek-aspek prikologis tersebut yang
pada umumnya terjadi pada anak-anak atau usia dini.

2. Teori Belajar, merupakan teori yang mengasumsikan bahwa seseorang bayi akan
memiliki keterikatan terhadap orang yang memberikan makan dan juga memenuhi
kebutuhan mereka.

3. Teori Kognitif, merupakan teori yang mengingatkan kepada kita bahwa terjadinya
sebuah keterikatan juga bergantung pada tingkat kemampuan perkembangan
kognitif yang dimiliki oleh seorang anak.

4. Teori Etologikal, juga dikenal dengan istilah sosiobiologi, yaitu bidang studi ilmiah
yang didasarkan pada asumsi bahwa perilaku sosial telah dihasilkan dari evolusi dan
upaya untuk menjelaskan dan memeriksa perilaku sosial dalam konteks tersebut.

F. Fase Perkembangan Keterikatan (Attachment)


Perkembangan keterikatan terbagi dalam empat fase, yaitu fase preattachment
(indiscriminate socialibilty) pada usia 0-2 bulan; fase early preattachment (attachment is
the making) pada usia 2-7 bulan; fase separation protest (spesific, clear-cut attachment)
pada usia 7-9 bulan sampai 2 tahun; dan fase goal corrected (goal coordinated
partnerships) pada usia 2-3 tahun dan 3 tahun keatas.
G. Faktor Yang Memengaruhi Keterikatan (Attachment)
Menurut Erikson, faktor yang dapat memengaruhi keterikatan yaitu, perpisahan yang
tiba-tiba antara anak dan sosok yang lekat dengannya; penyiksaan emosional atau
penyiksaan fisik; pengasuh yang tidak stabil; sering berpindah domisili; pola asuh yang
tidak konsisten; figur lekat yang mengalami masalah psikologis.

H. Keterikatan Pada Usia Dini, Kanak-Kanak, dan Remaja


Pada dasarnya keterikatan yang terbentuk tidak berubah dan bersifat stabil dari masa
kecil hingga dewasa sekalipun ditujukan pada figur keterikatan yang berbeda. Ada
beberapa hal yang membedakan hubungan keterikatan pada masa dewasa dengan yang
terjadi pada masa kanak-kanak. Pertama, figur keterikatan pada masa dewasa berubah.
Kedua, orang dewasa lebih bisa menoleransi perpisahan dengan figur dibandingkan masa
kanak-kanak.

Kegiatan Belajar 2 Konsep Diri vs Hasil Belajar


A. Konsep Diri
Konsep diri adalah pandangan diri sendiri terhadap diri mengenai siapa diri ini, apa, dan
bagaimana diri ini. Pandangan tersebut dapat dimulai dari identitas diri, cita-cita, harga
diri, operan diri, dan idealnya diri yang diperoleh melalui pengalaman-pengalaman hidup
sendiri dan lingkungan sekitar. Komponen-komponen konsep diri yaitu, citra tubuh; idel
diri; harga diri; peran diri; dan identitas diri.

B. Harga Diri (Self-Esteem)


Harga diri adalah keseluruhan cara yang digunakan untuk mengevaluasi diri, yaitu harga
diri tersebut juga perbandingan antara ideal-self dan real-self. Harga diri ini pun
cenderung sering dikatakan baik atau buruk, tinggi atau rendah. Harga diri terdiri atas
beberapa aspek yaitu:
1. Kekuatan (Power)
Kekuatan yang menunjukkan bahwa seseorang memiliki kemampuan untuk
mengontrol tingkah laku serta mendapatkan pengakuan orang lain atas tingkah laku
tersebut.

2. Keberartian (Significant)
Merupakan sebuah kepedulian, perhatian, afeksi dan ekspresi kasih sayang yang
diterima oleh seseorang dari orang lain yang menjadi tanda bahwa seseorang
tersebut diterima keberadaannya.

3. Kebajikan (Virtue)
Menunjukkan suatu ketaatan mengikuti dan bertingkah laku sesuai dengan etika,
moral, dan agama. Kemudian menjauhi larangan moral, etika dan agama.

4. Kemampuan (Competence)
Yang dimaksud disini adalah kemampuan dalam menunjukkan performa yang tinggi
dalam memenuhi kebutuhan dan mencapai prestasi.
C. Perkembangan Konsep Diri
Lingkungan, pengalaman dan polah asuh orang tua merupakan faktor yang signifikan
memengaruhi terbentuknya konsep diri seseorang. Perkembangan konsep diri anak
selama tahun-tahun sekolah dasar terbagi menjadi tiga yaitu,
1. Karakteristik Internal
2. Karakteristik Aspek Sosial
3. Karakteristik Perbandingan Sosial

Karakteristik perkembangan konsep diri remaja yaitu, abstract and idealistic,


differentiated, contradictions within the self, the fluctuating self, real and ideal, live and
flase selves, social comparison, self-conscious, self-protective, unconscious, self-
integration.

D. Faktor Yang Memengaruhi Konsep Diri dan Harga Diri


Faktor-faktor yang memengaruhi konsep diri dan harga doiri adalah
1. Orang Lain
2. Kelompok Sosial
3. Pengaruh Kelas Sosial
4. Pengaruh Usia

E. Konsep Diri dan Motivasi Belajar


Motivasi belajar adalah keseluruhan energi penggerak, pengarah dan memperkuat
tingkah laku seseorang, baik dari dalam diri (intrinsik) maupun dari luar (ekstrinsik), yang
menjamin kelangsungan dan memberikan arah untu mencapai tujuan kegiatan
pembelajaran. Motivasi intrinsik, adalah motivasi yang timbul dari dalam diri sendiri
untuk melakukan sesuatu. Sementara, motivasi ekstrinsik, adalah motivasi yang berasal
dari luar individu itu sendiri.

F. Motivasi Belajar Untuk Siswa di Jenjang Sekolah Yang Berbeda


1. Cara Meningkatkan Motivasi Belajar Anak Usia Sekolah Dasar
a. Berikan pujian dengan bijak
b. Membentuk kebiasaan belajar yang baik
c. Ciptakan persaingan atau kompetisi yang sehat
d. Menulis nama siswa di papan tulis dengan reward-nya
e. Gunakan media belajar yang baik dan sesuai dengan pembelajaran
f. Menjelaskan tujuan belajar
g. Memberikan poin kelompok
h. Memberikan ulangan atau ujian secara berkala
i. Menumbuhkan kesadaran siswa
j. Memberikan dorongan kepada siswa untuk belajar

2. Cara Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa SMP dan SMA


a. Memiliki impian
b. Menguasai skill belajar
c. Cara pandang yang benar mengenai sekolah
d. Relevansi pelajaran dengan kehidupan
3. Cara Meningkatkan Motivasi Belajar Mahasiswa
a. Bertemanlah dengan orang yang memiliki semangat belajar tinggi
b. Buatlah target pencapaian
c. Buktikan bahwa Anda cerdas
d. Belajarlah dalam suasana yang baik
e. Membentuk kelompok belajar
f. Jangan lupa bersenang-senang

G. Pengaruh Teman Sebaya dan Budaya Terhadap Konsep Diri dan Capaian Akademik
Teman sebaya dan budaya yang baik akan membangun konsep diri yang positif. Konsep
diri yang positif akan membangun motivasi belajar yang tinggi. Motivasi belajar yang
tinggi akan mempermudah seseorang untuk mencapai pencapaian akademik terbaiknya,
oleh karena itu, teman sebaya dan budaya memengaruhi konsep diir dan pencapaian
akademik.

Kegiatan Belajar 3 Perkembangan Identitas Diri, Moral, dan Prososial


A. Pembentukan dan Tempaan Identitas Sosial
Identitas diri merupakan kesadaran seorang individu untuk menempatkan diri dan
memberikan arti pada dirinya sendiri sebagai seorang pribadi yang memiliki ciri-ciri
tertentu yang berbeda dengan individu lain dalam kelompoknya, memiliki keyakinan
yang relatif stabil, serta memiliki peran dalam kehidupan bermasyarakat.
1. Bagaimana Identitas Diri Terbentuk ?
Pembentukan identitas diri memerlukan dua elemen penting yaitu, eksplorasi (krisis)
dan komitmen. Kemudian untuk menentukan identitas diri, seseorang perlu
menentukan kedudukan status identitasnya, yang terbagi menjadi empat yaitu:
a. Identity diffusion, merupakan suatu kemunduran dalam perspektif waktu, inisiatif
dan kemampuan untuk mengoordinasikan perilaku pada masa kini dengan tujuan
pada masa depan.
b. Identity forelocure, adalah remaja yang telah membuat komitmen, tetapi belum
pernah mengalami krisis atau mengekplorasi alternatif-alternatif yang berarti.
c. Identity moratorium, merupakan fase ketika remaja sedang mengeksplorasi
alternatif-alternatif yang ada, tetapi tidak memiliki komitmen atau memiliki
komitmen, tetapi tidak jelas.
d. Identity achievment, suatu identitas ketika remaja telah melewati masa krisis atau
masa mengekplorasi dan telah membuat komitmen.

B. Faktor yang Memengaruhi Perkembanan Identitas


Faktor-faktor yang dapat memengaruhi identitas yaitu:
1. Keluarga
2. Interaksi dengan Teman Sebaya
3. Sekolah dan Komunitas
4. Kebudayaan
5. Kognitif

C. Persepsi Tentang Orang/Kelompok Lain


Persepsi adalah tanggapan lansung dari suatu serapan atau proses seseorang
mengetahui beberapa hal melalui pengindraan sehingga ia menjadi sadar akan segala
sesuatu yang ada di lingkungannya. Proses perspesi yang berkembang dari masa kanak-
kanak hingga remaja yaitu anak-anak dibawah 7 atau 8 tahun umumnya menggambarkan
teman dan kenalan dalam istilah nyata yang sama yang mereka gunakan untuk
menggambarkan diri. Anak-anak sekolah dasar menjadi lebih terbiasa dengan
keteraturan dalam perilaku mereka sendiri dan orang lain serta kemudian mengandalkan
konstruksi psikologis yang stabil atau ciri ciri untuk menggambarkan pola-pola ini. Kesan
remaja muda terhadap orang lain menjadi lebih abstrak ketika mereka mulai membuat
perbandingan psikologis antara teman dan kenalan mereka. Pada usia 14 hingga 16 tahun,
remaja tahu bahwa pengaruh situasional dapoat menyebabkan seseorang bertindak
keluar dari karakter.

D. Teori Perkembangan Kognisi Sosial


Kognisi sosial merupakan kemampuan untuk berpikir secara kritis mengenai isu-isu dalam
hubungan inerpersonal, yang berkembang sejalan dengan usia dan pengalaman, serta
berguna untuk memahami orang lain dan menentukan bagaimana melakukan interaksi
dengan mereka. Teori-teori yang berhubungan dengan perkembangan kognisi sosial, dua
diantaranya adalah
1. Teori Perkembangan Kognitif (Piaget)
2. Roberts Selman’s Role-Taking Analysis

E. Altruisme
Merupakan kepedulian tanpa pamrih untuk kesejahteraan orang lain yang di ekspresikan
melalui tindakan prososial, seperti berbagi, bekerja sama, dan membantu. Komponen
altruisme yaitu:
1. Prososial Moral Reasoning
Merupakan pemikiran yang ditampilkan orang ketika memutuskan apakah akan
membantu, berbagi atau menghibur orang lain ketika tindakan ini bisa terbukti mahal
untuk diri mereka sendiri.
2. Simpati Empatik Gairah
Merupakan perasaan atau simpati atau kasih sayang yang dapat ditimbulkan ketika
kita mengalami emosi orang lain yang tertekan: dianggap menjadi mediator penting
altruisme.

F. Komponen Perkembangan Moral: Afektif, Kognitif dan Perilaku


Moral merupakan seperangkat prinsip atau cita-cita yang membantu individu untuk
membedakan yang benar dari yang salah, unutk bertindak atas perbedaan ini, serta unutk
merasa bangga dalam perilaku berbudi luhur dan rasa bersalah atas perilaku yang
melanggar standar seseorang. Perkembangan moral ini memiliki dua dimensi yaitu:
1. Dimensi Interpersonal, mencakup aturan atau nilai dasar dan penilaian diri individu
sendiri. Mengatur atau mengarahkan aktivitas orang tersebut saat tidak terlibat
dalam interaksi sosial.
2. Dimensi Intrapersonal, yaitu titik perhatiannya ada pada apa yang seharusnya
dilakukan individu saat berinteraksi dengan orang lain. Mengatur interaksi sosial
individu dengan orang lain dan akan menengahi sebuah konfilk yang muncul.
Perkembangan moral ini dikembangkan melalui tiga komponen yaitu, afektif, kognitif,
dan perilaku. Terdapat dua teori yang terkemuka tentang komponen kognitif dalam
perkembangan moral yaitu, teori yang dikemukakan oleh Piaget dan Kohlberg.

Anda mungkin juga menyukai