Anda di halaman 1dari 43

PROPOSAL SKRIPSI

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN


MOTIVASI KERJA PERAWAT DI
RUMAH SAKIT PALEMMAI

FAKTORS RELATED TO THE WORK MOTIVATION OF


NURSES IN HOSPITAL

OLEH :

GABRIEL ELA
SK. 18.01.009

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)


BHAKTI PERTIWI LUWU RAYA PALOPO
PROGRAM STUDI S 1 KEPERAWATAN
TAHUN 2022
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit merupakan bagian integral dari keseluruhan

sistem pelayanan kesehatan yang melayani pasien dengan berbagai

jenis pelayanan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia telah

menggariskan bahwa rumah sakit umum mempunyai tugas

melaksanakan upaya kesehatan secara berdayaguna dan berhasil

guna dengan mengutamakan upaya kuratif dan rehabilitative yang

dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya promotif dan

preventif serta melaksanakan upaya rujukan.

Rumah sakit seyogyanya mempertimbangkan bahwa asuhan di

rumah sakit merupakan bagian dari suatu sistem pelayanan yang

terintegrasi dengan para professional di bidang pelayanan kesehatan

dan tingkat pelayanan yang akan membangun suatu kontinuitas

pelayanan. Maksud dan tujuannya adalah menyelaraskan kebutuhan

asuhan pasien dengan pelayanan yang tersedia di rumah sakit,

mengkoordinasikan pelayanan, kemudian merencanakan pemulangan

dan tindakan selanjutnya. Hasilnya adalah meningkatkan mutu

asuhan pasien dan efisiensi penggunaan sumber daya yang tersedia

di rumah sakit ( Kemenkes : 2011:1).

Upaya penyelenggaraan menjaga kualitas pelayanan

kesehatan di rumah sakit tidak terlepas dari peran penting profesi

1
2

keperawatan. Di unit rawat inap tenaga keperawatan berada di

tatanan pelayanan kesehatan terdepan dengan kontak pertama dan

terlama dengan pasien, yaitu selama 24 jam perhari dan 7 hari

perminggu karenanya perawat memegang posisi kunci dalam

membangun citra rumah sakit.

Motivasi adalah karakteristik psikologi manusia yang

memberikan kontribusi pada tingkat komitmen seseorang. Hal ini

termasuk faktor faktor yang menyebabkan, menyalurkan dan

mempertahankan tingkah laku manusia dalam arah tekad tertentu

( Sahlan ,Anwar ; 2002 ).

Motivasi menurut Purwanto (2000 ;46) adalah segala sesuatu

yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi

adalah perasaan atau pikiran yang mendorong seseorang melakukan

pekerjaan atau menjalankan kekuasaan terutama dalam berprilaku

( Sbortell,Kaluzny ; 1995 ; 45).

Kemampuan melaksanakan tugas merupakan unsur utama

dalam menilai kinerja seseorang tetapi tanpa didukung oleh adanya

suatu kemampuan dan motivasi maka tugas yang diberikan tidak akan

dapat diselesaikan. Jika seseorang telah melaksanakan tugas dengan

baik maka dia akan mendapat kepuasan, kepuasan tersebut dapat

tercipta dengan strategi memberikan suatu penghargaan yang dicapai

baik berupa fisik maupun psikis dan peningkatan motivasi.


3

Rumah Sakit Palemmai Kota Palopo yang dalam

perkembangannya mampu meraih akreditasi tipe C non pendidikan

dengan status Badan Layanan Umum (BLU), diharapkam mampu

memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, sesuai kaidah

kaidah yang berlaku. Rumah sakit tersebut memberikan pelayanan

kuratif, rehabilitatif, preventif, dan promotive serta menjadi rumah sakit

rujukan dan penelitian dalam pengembangan ilmu dan teknologi

kesehatan.

Rumah Sakit Umum Palemmai Kota Palopo memiliki Sumber

daya manusia, tenaga perawat sebanyak 153 orang dimana

berdasarkan strata pendidikan Ners 30 orang, Sarjana Keperawatan

32 orang D III keperawatan 78 orang, tamat SPK, 13 orang.

Dari hasil wawancara dengan seorang kepala ruang

keperawatan didapatkan bahwa masih ada keterlambatan kehadiran

perawat saat operan harus dilakukan, permintaan pindah karena tidak

mendapatkan jabatan sesuai dengan kompetensinya setelah lulus dari

pendidikan lanjutan, masih kurangnya minat untuk melengkapi

dokumentasi asuhan keperawatan, SOP yang ada belum

dilaksanakan secara optimal.

Maka untuk dapat mengoptimalkan kemampuan seluruh

sumber daya manusia yang ada sangat terkait dengan peningkatan

kualitas pelayanan keperawatan sehingga perlu adanya upaya


4

perbaikan motivasi kerja perawat yang memadai dan sesuai

kebutuhan agar tercipta suatu kinerja yang optimal.

Berdasarkan Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Faktor-Faktor Yang

Berhubungan Dengan Motivasi Kerja Perawat Di Rumah Sakit

Palemmai “.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan

masalah penelitian ini adalah “ Faktor-faktor apakah Yang Berhubungan

Dengan Motivasi Kerja Perawat Di Rumah Sakit Palemmai”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Secara umum tujuan penelitian yang ingin di capai adalah untuk

mengetahui faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Motivasi

Kerja Perawat di Rumah Sakit Palemmai.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui apakah faktor Umur berhubungan dengan

Motivasi kerja perawat di Rumah Sakit Palemmai.

b. Untuk mengetahui apakah faktor massa kerja berhubungan

dengan Motivasi kerja perawat di Rumah Sakit Palemmai.

c. Untuk mengetahui apakah faktor status perkawinan

berhubungan dengan Motivasi kerja perawat di Rumah Sakit

Palemmai.
5

d. Untuk mengetahui apakah faktor prestasi berhubungan

dengan Motivasi kerja perawat di Rumah Sakit Palemmai.

e. Untuk mengetahui apakah faktor pengetahuan berhubungan

dengan Motivasi kerja perawat di Rumah Sakit Palemmai.

f. Untuk mengetahui apakah faktor pekerjaan tertentu

berhubungan dengan Motivasi kerja perawat di Rumah Sakit

Palemmai.

g. Untuk mengetahui apakah faktor tanggung jawab

berhubungan dengan Motivasi kerja perawat di Rumah Sakit

Palemmai.

h. Untuk mengetahui apakah faktor pengembangan potensi

individu berhubungan dengan Motivasi kerja perawat di

Rumah Sakit Palemmai.

i. Untuk mengetahui apakah faktor persevsi gaji berhubungan

dengan Motivasi kerja perawat di Rumah Sakit Palemmai.

j. Untuk mengetahui apakah faktor Umur berhubungan dengan

Motivasi kerja perawat di Rumah Sakit Palemmai.

k. Untuk mengetahui apakah faktor kondisi kerja berhubungan

dengan Motivasi kerja perawat di Rumah Sakit Palemmai.

l. Untuk mengetahui apakah faktor kebijakan dan administrasi

berhubungan dengan Motivasi kerja perawat di Rumah Sakit

Palemmai.
6

m. Untuk mengetahui apakah faktor hubungan antar pribadi

berhubungan dengan Motivasi kerja perawat di Rumah Sakit

Palemmai.

n. Untuk mengetahui apakah faktor supervise berhubungan

dengan Motivasi kerja perawat di Rumah Sakit Palemmai.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan (sumber

informasi) serta dasar pengetahuan bagi para mahasiswa

keperawatan dan dapat dijadikan sebagai suatu materi dalam

meningkatkan motivasi kepada perawat.

2. Bagi Lahan Peneliti

Penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi dan bahan untuk

permasalahan dalam pelaksanaan manajemen keperawatan dan

penigkatan motivasi kerja, agar perawat semakin termotivasi dan

meningkatkan kinerja dalam bekerja.

3. Bagi Peneliti

Penelitian ini menjadi inspirasi untuk penelitian lain serta dapat

memunculkan berbagai ide-ide kreatif lainnya dalam

mengembangkan penelitian yang serupa.

4. Bagi Responden
7

Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan kepada

responden mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan

peningkatan motivasi kerja perawat.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Faktor-Faktor Motivasi Kerja

1. Faktor Umur/usia

a. Pengertian Usia

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) usia

merupakan lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau

diadakan). Usia dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu (Eka

Candra Nadialis. 203 : 491):

1) Usia kronologis, adalah perhitungan usia yang dimulai dari

satu kelahiran seseorang sampai dengan waktu

penghitungan usia.

2) Usia mental, adalah perhitungan usia yang didapatkan dari

taraf kemampuan mental seseorang

3) Usia biologis, adalah perhitungan usia berdasarkan

kematangan biologis yang dimiliki seseorang

b. Usia Kerja

Hubungan antara usia dengan kinerja menjadi isu

penting yang semakin banyak dibicarakan dalam dekade yang

akan datang. Ada tiga alasan yang mendasari pernyataan itu,

yakni pertama adanya kepercayaan bahwa kinerja menurun

dengan bertambahnya usia. Kedua, adanya realitas bahwa

pekerja berumur itu semakin banyak. Ketiga, peraturan di


7
8

suatu nrgara untuk berbagai maksud dan tujuan, umumnya

mengatur batas usia pension.

Usia kerja adalah seseorang yang berumur 15-64 tahun

(usia produktif) atau seseorang yang diharapkan sudah

mampu memperolah penghasilan.Umur seseroang dalam

bekerja cukup menentukan keberhasilan dalam melakukan

suatu pekerjaan, baik sifatnya fisik maupun non fisik. Pada

umumnya, tenaga kerja yang berumur tua mempunyai tenaga

fisik yang lemah dan terbatas, sebaliknya tenaga kerja yang

berumur muda mempunyai kemampuan fisik yang kuat. (Adya

Dwi Mahendra. 2014.

Pekerja lebih muda cenderung mengalami

ketidakberdayaan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan

pekerja yang lebih tua. Hal ini dapat terjadi dikarenakan

pekerja yang lebih muda cenderung rendah pengalaman

kerjanya jika dibandingkan dengan pekerja yang lebih tua,

ataupun disebabkan karena faktor lain seperti pekerja yang

lebih tua lebih stabil, lebih matang, mempunyai pandangan

yang lebih seimbang terhadap kehidupan sehingga tidak

mudah mengalami tekanan mental atau ketidakberdayaan

dalam pekerjaan. (Fajar Fahlevi Almutahar, dkk, 2015 : 2)

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Usia dapat dikatakan

sebagai Usia Produktif


9

Menurut UU No.13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan

bahwa penggolongan batas usia kerja atau usia produktif yang

berlaku di Indonesia adalah sebagai berikut:

1) Usia 0-14 tahun, tergolong sebagai usia belum produktif

karena masih tergolong usia anak-anak atau remaja.

2) Usia 15-64 tahun tergolong sebagai usia produktif karena

merupakan usia dewasa dan siap bekerja.

3) Usia 65 tahun keatas, tergolong sebagai usia tidak produktif

karena merupakan usia senja yang tidak lagi produktif

untuk bekerja.

2. Faktor Masa Kerja

a. Pengertian Masa Kerja

Menurut Siagian (2001) menyatakan bahwa masa kerja

merupakan keseluruhan pelajaran yang diperoleh oleh

seseorang dari peristiwa-peristiwa yang dilalui dalam

perjalanan hidupnya. Masa kerja adalah jangka waktu atau

lamanya seseorang bekerja pada instansi, kantor, dan

sebagainya.

Masa kerja seseorang dapat diakaitkan dengan

pengalaman yang didapatkan di tempat kerja. Semakin lama

seseorang bekerja semakin banyak pengalaman dan semakin

tinggi pengetahuan dan keterampilannya (Simanjuntak, 1985).

Menurut Tulus (1992) masa kerja merupakan kurun


10

waktu atau lamanya tenaga kerja bekerja di suatu tempat.

Masa kerja dapat memberikan pengaruh positif pada kinerja

apabila dengan semakin lamanya masa kerja personal

semakin berpengalaman dalam melaksanakan tugasnya.

Sebaliknya dapat memberikan pengaruh negatif apabila

dengan semakin lama masa kerja akan timbul perasaan

3. Faktor status perkawinan

4. Faktor prestasi kerja

Dalam suatu pernyataan Maier (1965) memberi batasan,

bahwa secara umum prestasi kerja atau kinerja diartikan sebagai

suatu keberhasilan dari suatu individu dalam suatu tugas dalam

pekerjaannya. Selanjutnya, Porter dan Lawler (1967) mengatakan

prestasi kerja sebagai berikut:

“successful role achievement” yang diperoleh dari hasil

pekerjaan yang dikerjakan oleh individu. Atas dasar ini dapat

disimpulkan bahwa prestasi kerja merupakan hasil yang dicapai

oleh seorang individu untuk ukuran yang telah ditetapkan dalam

suatu pekerjaan”. (Wijono, 2010: 77).

Guion (1965) mengatakan bahwa prestasi kerja mempunyai dua

hal, yaitu: pertama, secara kuantitas mengacu pada “hasil”, dari suatu

kerja yang dilakukan seperti jumlah pengeluaran barang oleh individu

perjam. Kedua, dari sudut kualitas, juga prestasi kerja mengacu pada
11

“bagaimana sempurna” seseorang itu melakukan pekerjaan. Misalnya,

barang yang dikerjakannya harus berkualitas (Wijono,2010: 78).

Menurut Sim dan Szilagy (1976) dikatakan bahwa prestasi kerja

dinilai dari segi dimensi kualitas kerja, kuantitas kerja, keterikatan,

keahlian merencanakan, daya usaha dalam pekerjaan dan prestasi

secara keseluruhan (Wijono, 2010: 78).

Robbins (1978) menjelaskan juga bahwa prestasi kerja sebagai

usaha seorang karyawan dalam mencapai objektif atau tujuan

organisasi tersebut. Lagece (1988) juga melihat prestasi sebagai usaha

seseorang dalam menjalankan atau menyempurnakan suatu tugas

dengan efektif (Wijono, 2010: 79).

Dari uraian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa prestasi

kerja suatu keberhasilan individu dalam mengerjakan tugasnya

yang bisa terlihat dari segi dimensi keterikatan, keahlian

merencanakan, daya usaha dalam pekerjaan dan prestasi secara

keseluruan.

5. Faktor pengetahuan

pengetahuan berasal dari kata “tahu”, dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia (2008) kata tahu memiliki arti antara lain

mengerti sesudah melihat (menyaksikan, mengalami, dan

sebagainya), mengenal dan mengerti. Mubarak (2011),

pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui

berdasarkan pengalaman manusia itu sendiri dan pengetahuan


12

akan bertambah sesuai dengan proses pengalaman yang

dialaminya.

Sedangkan menurut Notoatmodjo (2012), pengetahuan

adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek. Penginderaan terjadi melalui

pancaindera manusia yakni, indera pendengaran, penglihatan,

penciuman, perasaan dan perabaan. Sebagian pengetahuan

manusia didapat melalui mata dan telinga.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan

pengetahuan merupakan segala sesuatu yang dilihat, dikenal,

dimengerti terhadap suatu objek tertentu yang ditangkap melalui

pancaindera yakni, indera pendengaran, penglihatan, penciuman,

perasaan dan perabaan.

6. Faktor pekerjaan tertentu

7. Faktor tanggung jawab

Menurut Abu dan Munawar (2007) tanggung jawab

merupakan perbedaan antara benar dan yang salah, yang boleh

dan yang di larang, yang dianjurkan dan yang di cegah, yang baik

dan yang buruk, dan sadar bahwa harus menjauhi segala yang

bersifat negatif dan mencoba membina diri untuk selalu

menggunakan hal-hal yang positif. Jadi sejak itu mulai dapat

melakukan apa yang dimengertikannya. Tidak lagi tergoda untuk

berbuat sama dengan orang lain, sekalipun orang lain itu


13

berjumlah banyak, bersikeras untuk dianut, dan ditantang dengan

ancaman ataupun hukuman.

Wiyoto (2001) menjelaskan tanggung jawab adalah

kemampuan untuk membuat keputusan yang pantas dan efektif.

Pantas berarti merupakan menetapkan pilihan yang terbaik dalam

batas-batas normal sosial dan harapan yang umum diberikan,

untuk meningkatkan hubungan antar manusia yang positif,

keselamatan, keberhasilan, dan kesejahteraan mereka sendiri,

misalnya menanggapi sapaan dengan senyuman. Sedangkan

tanggapan yang efektif berarti tanggapan yang memampukan

anak mencapai tujuan-tujuan yang hasil akhirnya adalah makin

kuatnya harga diri mereka, misalnya bila akan belajar kelompok

harus mendapat izin dari orang tua. Mampu bertanggung jawab

jika melakukan tugas rutin tanpa diberi tahu, dapat menjelaskan

apa yang dilakukannya, tidak menyalahkan orang lain yang

berlebihan, mampu menentukkan pilihan dari beberapa alternatif,

dapat berkonsentrasi pada belajar yang rumit, bisa membuat

keputusan yang berbeda dari keputusan orang lain dalam

kelompoknya, mempunyi minat yang kuat untuk menekuni dalam

belajar, menjalin komunikasi dengan sesama anggota kelompok,

menghormati dan menghargai aturan, bersedia dan siap

mempresentasikan hasil kerja kelompok, memiliki kemampuan


14

dalam mengemukakan pendapat, mengakui kesalahan tanpa

mengajukan alasan yang dibuat-buat.

Menurut Schiller & Bryan (2002) tanggung jawab adalah

perilaku yang menentukan bagaimana bereaksi terhadap situasi

setiap hari, yang memerlukan beberapa jenis keputusan yang

bersifat moral. Mudjiono (2012) menyatakan bahwa, tanggung

jawab adalah sikap yang berkaitan dengan janji atau tuntutan

terhadap hak, tugas, kewajiban sesuai dengan aturan, nilai,

norma, adat-istiadat yang dianut warga masyarakat. Burhanudin

(2000) menjelaskan bahwa tanggung jawab adalah kesanggupan

untuk menetapkan sikap terhadap suatu perbuatan yang diemban

dan kesanggupan untuk memikul resiko dari sesuatu perbuatan

yang dilakukan. Sedangkan menurut Britnes(dalam Mardiyah &

Setiawati, 2014) tanggung jawab berarti tidak boleh mengelak, bila

diminta penjelasan tentang perbuatannya. Bertanggung jawab

berarti dapat diminta penjelasan tentang tingkah lakunya dan

bukan saja bisa menjawab melainkan juga harus menjawab.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa

tanggung jawab merupakan kemampuan untuk memahami

mengenai apa yang bersifat positif dan negatif, berusaha untuk

mencoba untuk tidak melakukan hal yang negatif dan berusaha

melakukan hal yang postif. Tanggung jawab merupakan

mengambil keputusan yang patut dan efektif, merupakan pilihan


15

yang terbaik dalam batas-batas norma sosial, kesanggupan untuk

menentukan suatu sikap dan memikul resiko terhadap apa yang

telah dilakukannya.

8. Faktor pengembangan potensi individu

Chayyi Fanani (2003) menyatakan pengembangan potensi

diri adalah pengembangan segala potensi yang ada pada diri

sendiri, dalam usaha meningkatkan potensi berfikir dan

berprakarsa serta meningkatkan kapasitas intelektual yang

diperoleh dengan jalan melakukan berbagai aktivitas. Marmawi

(2009), pengembangan diri adalah suatu proses meningkatkan

kemampuan atau potensi, dan kepribadian, serta sosial-emosional

seseorang agar terus tumbuh dan berkembang.

Menurut Tarmudji (1997) pengembangan potensi diri berarti

mengembangkan bakat yang dimiliki, mewujudkan impian-impian,

meningkatkan rasa percaya diri, menjadi kuat dalam menghadapi

percobaan, dan menjalani hbngan yang baik dengan sesamanya.

Hal ini dapat dicapai melalui upaya belajar darii pengalaman,

menerima umpan balik dari orang lain, melatih kepekaan terhadap

diri sendiri maupun orang lain, mendalam kesadaran, dan

mempercayai usaha hati.

Pengembangan diri adalah suatu proses pembentukan

potensi, bakat, sikap, perilaku dan kepribadian seseorang melalui

pembelajaran dan pengalaman yang dilakukan berulang-ulang


16

sehingga meningkatkan kapasitas atau kemampuan diri sampai

pada tahap otonomi (kemandirian). Pengembangan diri

merupakan proses yang utuh dari awal keputusan sampai puncak

sukses dalam mencapai kemandirian serta menuju pada

aktualisasi diri. Perubahan dan perkembangan bertujuan untuk

memungkinkan orang menyesuaikan diri dengan lingkungan di

mana dia hidup. Menurut Amri (2013)

9. Faktor persepsi gaji

a) Pengertin gaji

10. Faktor kondisi kerja

Menurut Stewart and Stewart, 1983: 53 : Kondisi Kerja

adalah Working condition can be defined as series of conditions of

the working environment in which become the working place of the

employee who works there. yang kurang lebih dapat diartikan

kondisikerjasebagai serangkaian kondisi atau keadaan lingkungan

kerja dari suatu perusahaan yang menjadi tempat bekerja dari

para karyawan yang bekerja didalam lingkungan tersebut. Yang

dimaksud disini adalah kondisi kerja yang baik yaitu nyaman dan

mendukung pekerja untuk dapat menjalankan aktivitasnya dengan

baik. Meliputi segala sesuatu yang ada di lingkungan karyawan

yang dapat mempengaruhi kinerja, serta keselamatan dan

keamanan kerja, temperatur, kelambapan, ventilasi, penerangan,

kebersihan dan lain–lain.


17

Menurut Newstrom (1996:469) Work condition relates to the

scheduling of work-the length of work days and the time of day (or

night) during which people work. yang kurang lebih berarti bahwa

kondisi kerja berhubungan dengan penjadwalan dari pekerjaan,

lamanya bekerja dalam hari dan dalam waktu sehari atau malam

selamaorang-orangbekerja.

Oleh sebab itu kondisi kerja yang terdiri dari faktor-faktor seperti

kondisi fisik, kondisi psikologis, dan kondisi sementara dari

lingkungan kerja, harus diperhatikan agar para pekerja dapat

merasa nyaman dalam bekerja sehingga dapat

meningkatkan produktivitas kerja.

11. Faktor kebijakan administrassi

12. Faktor hubungan antar pribadi

13. Faktor supervise

Secara etimologi “supervisi” berasal dari kata “super” dan

“vision” yang masing-masing kata itu berarti atas dan penglihatan.

Jadi secara etimologis supervisi berarti penglihatan dari atas.

Pengertian semacam itu merupakan arti kiasan yang

menggambarkan suatu posisi yang melihat berkedudukan lebih

tinggi daripada yang dilihat.

Dalam pendidikan istilah supervisi sering ditafsirkan sebagai

“supervision of instruction”, dalam bahasa Indonesia supervisi

pengajaran. Bila disebut istilah supervisi, sering asosiasi pembaca


18

atau pendengar lari kepada bidang pengajaran, padahal supervisi

itu ada pada tiap kegiatan dalam pendidikan.1 Secara lebih

khusus, para pakar telah memberikan argumentasi yang berbeda-

beda, diantaranya:

Ary H. Gunawan mengemukakan bahwa supervisi diadopsi

dari bahasa Inggris “supervision” yang berarti

pengawasan/kepengawasan. Orang yang melaksanakan

pekerjaan supervisi disebut supervisorv

M. Daryanto yang mengutip beberapa pendapat,

mengemukakan bahwa supervisi itu adalah:

1) Dalam Dictionary of Education, Carter V. Good memberikan

batasan supervisi pendidikan sebagai berikut: “Supervisi

adalah usaha dari petugas-petugas sekolah dalam upaya

memimpin guru-guru dan petugas lainnya, dalam

memperbaiki pengajaran, termasuk menstimulir, seleksi,

pertumbuhan jabatan, pengembangan guru, dan

memperbaiki tujuantujuan pendidikan, bahan-bahan

pengajaran, metode dan evaluasi pengajaran”.

2) Mc. Nerney, dalam bukunya Educational Supervision secara

singkat mengungkapkan bahwa supervisi adalah prosedur

memberi pengarahan atau petunjuk, dan mengadakan

penilaian terhadap proses pengajaran.


19

3) Alexander dan Saylor mengemukakan supervisi adalah

suatu program inservice education dan usaha

memperkembangkan kelompok (group) secara bersama-

sama.

Dari definisi di atas, dapat digarisbawahi beberapa

pokok pikiran tentang supervisi pendidikan, yakni bahwa

supervisi pendidikan pada hakikatnya merupakan segenap

bantuan yang ditujukan pada perbaikan- perbaikan dan

pembinaan aspek pengajaran. Melalui kegiatan supervisi,

segala faktor yang berpengaruh terhadap proses pengajaran

dianalisis, dinilai dan ditentukan jalan pemecahannya,

sehingga proses belajar mengajar di sekolah dapat berjalan

sesuai dengan yang diharapkan. Kemampuan pemimpin,

dalam hal ini kepala sekolah sangat membantu bagi

kelancaran program pembinaan di lingkungan sekolah.

Terutama dalam membekali kepemimpinan para guru dan

karyawan sekolah, memberikan pengarahan, semangat dan

dorongan kepada mereka untuk meningkatkan proses

belajar mengajar.

B. Tinjauan Umum Tentang Motivasi Kerja Perawat

1. Pengertian Motivasi Kerja

Tori motivasi ini bertujuan untuk menentukan apa yang memotivasi

orang- orang dalam pekerjaan mereka. Pada mulanya banyak ahli


20

yang berpendapat bahwa hanya uang yang memotivasi mereka,

dan kemudian juga dianggap kondisi kerja, keamanan dan gaya

supervise demokratis ikut memotivasi seseorang (Keenan, 1996).

Motivasi menggunakan konsep yang digunakan untuk

mendeskripsikan baik kondisi-kondisi extrinsic maupun intrinsic yang

merangsang timbulnya suatu perilaku tertentu maupun respon-

respon intrinsic yang menunjukkan perilaku seseorang manusia.

Respon intrinsic didukung oleh sumber-sumber energi, yang dinamai

motif. Motif sering digambarkan sebagai kebutuhan, keinginan atau

tuntutan, semua manusia yang hidup mempunyai motif.

Motivasi diukur dari perilaku yang dapat diobservasi dan

dicatat. Defisiensi dalam kebutuhan merangsang orang untuk

mencari dan mencapai tujuan untuk memenuh kebutuhan mereka.

Teori-teori isi motivasi berfokus pada faktor-faktor atau kebutuhan

dalam diri seseorang untuk menimbulkan semangat, mengarahkan,

mempertahankan, dan menghentikan perilaku. (Martunis, 2002)

melakukan penelitian pada teori isi yang dinakmakan teori motivasi

dua faktor. Satu faktor dinamai kondisi intrinsic, hal ini termasuk:

1. Prestasi yaitu kepuasan pribadi karena telah mampu

mnyelesaikan suatu tugas, memecahkan masalah atau karena

hasil-hasil yang sukses.

2. Penghargaan (pengakuan) yaitu, pengakuan atau pujian oleh

atasan pada bawahan atas pekerjaan yang terselesaikan


21

pekerjaan dengan baik.

3. Pekerjaan yaitu kesempatan untuk menggunakan keterampilan

dan kemampuan mereka dan mewarkan beragam tugas,

kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baiknya mereka

bekerja.

4. Tanggung jawab yaitu derajat kontrol terhadap pekerjaan, variasi

kerja dan kesempatan untuk menggunakan prakarsa pribadi.

Tanggung jawab adalah suatu kewajiban atau tugas. tanggung

jawab merupakan penyelesaian suatu pekerjaan, sebagai contoh

tanggung jawab perawat yang sudah umum seperti penyusunan

unit tugas merawat klien sehari-hari.

5. Pertumbuhan (perkembangan), yaitu tumbuh dan berkembang

guna meningkatkan kemampuan dengan cara memberikan

kesempatan kepada setiap staf keperawatan untuk meneruskan

pendidikan atau pelatihan.

Kemampuan yaitu: kesempatan untuk promosi dalam

organisasi

Dari rangkaian faktor-faktor lain adalah kondisi-kondisi

intrinsic dan hal ini termasuk:

a. Gaji

Gaji atau upah adalah imbalan yang diterima oleh seseorang dari

organisasi atas jasa yang diberikannya, baik berupa waktu,

tenaga, keahlian atau keterampilan.


22

b. Kondisi kerja

Yang dimaksud dengan kondisi kerja, tidak terbatas hanya pada

kondisi kerja ditempat pekerjaan masing-masing seperti

nyamannya tempat kerja, ventilasi yang cukup, penerapan lampu

yang memadai, kebersihan tempat pekerjaan, keamanan dan hal-

hal lain yang sejenis, misalnya lokasi tempat kerja dikaitkan

dengan lokasi tempat tinggal seseorang. Kondisi kerja yang

mndukung antara lain, tersedianya sarana dan prasaran kerja

yang memadai dengan sifat tugas yang harus diselesaikan

c. Supervise

Supervise yaitu melakukan pengamatan secara langsung dan

berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan oleh

bawahan untuk kemudian apabila ditemukan masalah, segera

diberikan petunjuk atau bantuan yang bersifat langsung guna

mengatasinya, dalam melaksanakan supervise ada dua hal yang

perlu diperhatikan yaitu:

1) Pengamatan langsung

Pengamatan langsung adalah observasi yang dilakukan atasan

dalam mengawasi pekerjaan staf dibawah tanggung jawabnya

yang dilakukan secara rutin.

2) Kerja sama

Untuk keberhasilannya kegiatan supervise, perlu terjalin kerja

sama antara pelaksana supervise dengan yang disupervisikan.


23

Kerja sama seperti ini akan terwujud jika berlangsung

komunikasi yang baik antara pelaksana supervise dengan yang

disupervisikan, selain itu mereka akan disupervisikan

merasakan masalah tersebut juga masalah mereka sendiri.

d. Hubungan interpersonal, dengan atasan dan sejawat

Keharusan melakukan interaksi itu timbul karena adanya saling

ketergantungan dan keterkaitan antara satu tugas dengan tugas

lain.

e. Kebijakan perusahaan

Mengakomodasi kebutuhan individu, jadwal kerja, liburan serta

cuti sakit dan pembiayaannya, menghargai staf tentang agama

dan latar belakangnya, adil dan konsisten.

f. Keamanan kerja

Beberapa pendapat yang memperkuat teori motivasi dua faktor

yang dikemukakan oleh Herzberg, antara lain:

1) Monica (2001), juga mengatakan bahwa pengakuan dan

penghargaan dari atasan sangat penting dalam meningkatkan

motivasi kerja staf, pengakuan dari seseorang manajer dapat

mencakup pujian di depan umum, pernyataan tentang

pekerjaan yang telah dikerjakan dengan baik, atau berupa

perhatian khusus dari atasan.

2) Swanburg (2000), menekankan bahwa seseorang pekerja

profesional akan termotivasi untuk bekerja, didalam pekerjaan


24

disamping mendapatkan penghasilan yang layak, juga

mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan diri melalui

pendidikan lanjutan dan pelatihan- pelatihan yang terkait

dengan pekerjaannya.

3) Siagian (2005), memfokuskan faktor utama yang dapat

meningkatkan motivasi seseorang dalam bekerja adalah gaji

atau upah yang sesuai. Biasanya seseorang melihat upah atau

gaji itu dengan “kaca mata” perbandingan yang dikaitkan

dengan harapan seseorang berdasarkan tingkat pendidikan,

pengalaman, masa kerja, jumlah tanggungan, status sosial dan

kebutuhan ekonomisnya.

4) Marquis (2000), mengatakan pengamatan atau supervise

langsung oleh atasan sangat berperan dalam meningkatkan

motivasi kerja staf karena kan membuat staf lebih giat dan

bertanggung jawab dalam pekerjaannya. Memang pengamatan

langsung sering menimbulkan berbagai dampak dan kesan

negatif, tidak senang atau kesan mengganggu kelancaran

pekerjaan. Untuk mencegah keadaan yang seperti ini

dianjurkan pendekatan pengamatan tersebut dilakukan secara

mendidik dan sportif, bukan dengan kekuasaan otoriter.

5) Azwar (1998), mengatakan kerja sama tim yang baik antara

atasan dengan staf dan antara staf dengan staf lainnya akan

menciptaan iklim kerja yang harmonis. Semakin harminisnya


25

suasana kerja, biasanya semangat kerja masing-masing

anggota tim semakin meningkat.

2. Proses terjadinya motivasi

Motivasi itu ada atau terjadi karena adanya kebutuhan seseorang

yang harus segera dipenuhi untuk segera beraktivitas untuk

mencapai tujuan. Kebutuhan yang tidak terpuaskan menciptakan

tegangan yang merangsang dorongan-dorongan di dalam diri

individu itu (Marquis, 2000). Dorongan ini menimbulkan suatu

perilaku untuk menentukan tujuan tertentu, yang jika tercapai, akan

memenuhi kebutuhan itu dan mendorong pengurangan

ketegangan. Makin besar ketegangan, makin tinggi tingkat upaya

itu. Jika upaya ini berhasil menghantar pemenuhan kebutuhan itu,

tegangan itu akan dikurangi (Robbins, 2006).

3. Kerja tenaga perawat

Kata kerja dalam konteks tugas, sama dengan prestasi kerja.

Para pakar banyak memberikan definisi tentang kerja secara umum.

1. Achmad S. Ruky, (2001) bahwa kerja adalah catatan tentang hasil

yang diperoleh dari fungsi pekerjaan atau kegiatan selama kurun

waktu tertentu.

2. Kemudian WHO (2000) bahwa kerja adalah keberhasilan

seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan.

Kerja menjadi isu dunia saat ini. Hal tersebut menjadi

konsekuensi tuntutan masyarakat terhadap kebutuhan akan


26

pelayanan prima atau pelayanan yang bermutu tinggi. Mutu tidak

terpisah dari standar, karena kinerja di ukur berdasarkan standar.

Melalui kinerja klinis perawat dan bidan, diharapkan dapat

menunjukan kontribusi profesionalnya secara nyata untuk

meningkatkan mutu pelayanan keperawatan atau kebidanan, yang

berdampak terhadap pelayanan kesehatan secara umum pada

organisasi tempatnya bekerja, dan dampak akhir bermuara pada

kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat.

4. Faktor-faktor motivasi kerja perawat (motivision)

Motivasi di artikan suatu sikap (Attitude) pimpinan dan karyawan

terhadap situasi kerja (Situasion) dilingkungan organisasinya.

Mereka yang bersifat positif (Pro) terhadap situasi kerjanya akan

menunjukan motivasi kerja tinggi dan sebaliknya jika mereka

bersikap negatif (kontra) terhadap situasi kerjanya akan menunjukan

motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mengcakup

antara lain hubungan kerja, SDM, fasilitas kerja, iklim kerja,

keebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja,

(Mangkunegara, 2005)

Secara ilmiah setiap orang selalu diliputi kebutuhan dan

sebahagian besar kebutuhan itu tidak cukup kuat untuk mendorong

perawat berbuat sesuatu pada suatu waktu tertentu. Kebutuhan

menjadi suatu dorongan bila kebutuhan itu munculhingga mencapai

taraf intensitas yang cukup. Pemenuhan kebutuhan selalu diwarnai


27

oleh motif untuk memenuhi, atau dengan kata lain motivasi dipakai

untuk menunjukan suatu keadaan dalam diri seseorang yang berasal

dari akibat suatu kebutuhan ( Minardi, 2001).

Istilah yang digunakan untuk menyebut motivasi atau motif

antara lain kebutuhan (Need), keinginan (Drive). Demikian pula

dengan pengertian motivasi banyak ditafsirkan secara berbeda-beda

oleh para ahli sesuai dengan tempat dan keadaan dari masing-

masing ahli tersebut. Mendefinisikan motivasi yaitu sebagai daya

pendorong yang mengakibatkan seorang perawat mau dan rela

untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung

jawab dan menunaikan kewajiban-kewajibannya, (Siagian, 1998).

Tiori tentang motivasi kerja perawat yang diyakini dengan

harapan agarr dapat membangun komitmen yang tinggi bagi

perawat, karena bagaimanapun juga tidak ada seorang perawat

yang dapat berhasil dengan baik tanpa adanya komitmen yang

tinggi. Pemikiran tentang motivasi kerja telah berkembang mulai dari

pendekatan baik itu dari pihak pemerintah ataupun atasan sampai

kependekatan yang kontenporer, dengan menyadari bahwa motivasi

tumbuh dari timbal balik dari faktor pimpinan dan faktor lingkungan

(Wahjosamijdo, 1984).

Pengertian motivasi kerja dalam manajemen sering

digunakan untuk menerangkan motivasi yang ada kaitannya dengan

pekerjaan. Motivasi kerja merupakan kegiatan yang mengakibatkan,


28

menyalurkan dan memelihara perilaku manusia, cerminan yan paling

sederhana tentang motivasi kerja dapat dilihat dari aspek perilaku

ini. Motivasi kerja merupakan masalah yang sangat penting dalam

setiap usaha perawat yang bekerja sama dalam pencapaian

kesehatan, (Zainun, 1994).

Pendapat diatas dapat disimpulkan, bahwa motivasi

merupakan bagian integral dari kegiatan organisasi atau perusahaan

dari dalam proses pembinaan, pengembangan dan pengarahan

tenaga kerja manusia. Karyawan akan bekerja dengan lebih baik

dalam lingkungan dimana mereka merasa dihargai dan program

pemberian insentif dapat membantu karyawan merasa bahwa

perusahaan memperhatikan kesejahteraan mereka dan mengakui

prestasi yang telah dicapai.


29

C. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi

hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang

lainnya, atau antara variabel yang satu dengan variabel yang lain

dari masalah yang diteliti (Notoatmojo, 2010).

Kerangka konsep pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

Independen Dependen

Faktor Umur/usia (X1)

Faktor Masa Kerja (X2)

Faktor status
perkawinan (X3)

Faktor prestasi kerja

(X4)

Faktor pengetahuan (X5)

Faktor pekerjaan
tertentu (X6)
Meningkatkan
Faktor tanggung jawab Motivasi Kerja
(X7) Perawat (Y)

Faktor pengembangan
potensi individu (X8)

Faktor persepsi gaji (X9)

Faktor kondisi kerja


(X10)

Faktor kebijakan
administrasi (X11)
30

Faktor hubungan antar


pribadi (X12)

Faktor supervise (X13)

Bagan 2.1 kerangka konsep

Keterangan :

: Variabel Independen

: Variabel Dependen

: Variabel yang diteliti

D. Defenisi Operasionaldan Kriteria Objektif

No Variabel Defenisi Kriteria Cara ukur Skala


Operasional Operasion Objektif dan Alat
al Ukur

Variabel Dependen

1. Pemberian Reward Baik : Cara ukur : Linkert


Reward merupakan jika tinggi cheklist ( √ )
sebagai total skor pada kolom
bentuk jawaban yang
apresiasi ≥50% menurut
usaha Kurang : pendapat
untuk jika total anda paling
mendapatk skor sesuai
an tenaga jawaban dengan
kerja yang < 50% pertanyaan
profession tersebut
31

al sesuai Alat ukur :


dengan Kuesioner
tuntutan
jabatan
diperlukan
suatu
pembinaan
yang
berkesina
mbungan
yaitu suatu
usaha
kegiatan
perencana
an,dan
pemelihara
an tenaga
kerja agar
mampu
melaksana
kan tugas
dengan
efektif dan
efisien.

Variabel Independen

1. Kompetensi Kompeten Baik : Cara ukur : Linkert


si adalah jika tinggi cheklist ( √ )
seperangk total skor pada kolom
at jawaban yang
tindakan ≥50% menurut
cerdas, Kurang : pendapat
penuh jika total anda paling
tanggung skor sesuai
jawab jawaban dengan
yang < 50% pertanyaan
dimiliki tersebut
seseorang Alat ukur :
sebagai Kuesioner
syarat
32

untuk
dianggap
mampu
oleh
masyarak
at dalam
melaksan
akan
tugas-
tugas
dibidang
pekerjaan
tertentu.

2. Motivasi Motivasi Tinggi : Cara ukur : Linkert


merupaka jika total checklist ( √
n akar skor ) pada
kata dari jawaban pertanyaan
bahasa ≥50% berikut yang
latin Rendah : sesuai
movore, jika total dengan
yang skor keadaan
berarti jawaban yang
gerak < 50% sesungguhn
atau ya pada
dorongan kolom yang
untuk tersedia.
bergerak.
Alat ukur :
kuesioner

3. Kompensasi Semua Baik : Cara ukur : Linkert


pendapat jika dapat memberi
an yang skor tanda
berbentuk jawaban centang (√ )
uang atau ≥ 50% pada
barang Kurang : pertanyaan
langsung jika tidak yang
atau tidak dapat dianggap
langsung skor sesuai
yang jawaban dengan
33

diterima < 50 % pendapat


sebagai responden.
imbalan
atau jasa
Alat ukur :
yang
Kuesioner
diberikan.

Tabel 2.1 : Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

E. Hipotesis Penelitian

1. Hipotesis Alternatif (Ha)

a. Ada hubungan antara kompetensi dengan pemberian reward

kepada perawat di Puskesmas Wara Kota PalopoTahun

2021.

b. Ada hubungan antara motivasi dengan pemberian reward

kepada perawat di Puskesmas Wara Kota Palopo Tahun

2021.

c. Ada hubungan antara kompensasi dengan pemberian

reward kepada perawat di Puskesmas Wara Kota Palopo

Tahun 2021.

2. Hipotesis Nol (Ho)

a. Tidak ada hubungan antara kompetensi dengan pemberian

reward kepada perawat di Puskesmas Wara Kota

PalopoTahun 2021.
34

b. Tidak ada hubungan antara motivasi dengan pemberian

reward kepada perawat di Puskesmas Wara Kota Palopo

Tahun 2021.

c. Tidak ada hubungan antara kompetensi dengan pemberian

reward kepada Perawat di Puskesmas Wara Kota Palopo

Tahun 2021.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan deskriptif analitik dan

menggunakan pendekatan cross sectional. Dimana variabel-variabel

yang termasuk variabel dependen dan variabel independen yang

dikumpulkan dalam waktu bersamaan. (Notoadmojo, 2010).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah sakit Palemmai Kota Palopo

Tahun 2022

2. Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah sakit Palemmai. Sedangkan

waktu penelitian di rencanakan bulan Juni 2022

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dari penelitian ini yaitu seluruh perawat yang ada di

Rumah Sakit Palemmai kota palopo sebanyak 30 orang

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang

dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2016).

73
Sampel dalam penelitian adalah seluruh perawat yang berada di

Rumah Sakit Palemmai kota palopo yaitu sebanyak 30

responden.

3. Teknik total sampling

Menurut Sugiyono (2014), mengatakan bahwa total

sampling adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota

populasi digunakan sebagai sampel.

D. Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data

a. Data primer

Menurut Notoatmojo (2010), untuk memperoleh data

primer dilakukan dengan cara menyebarkan atau membagikan

kuesioner kepada responden dengan langkah-langkah

sebagai berikut:

1) Sebelum kuesioner diserahkan kepada responden,

peneliti memberikan penjelasan tentang tujuan penelitian.

2) Setelah responden memahami tujuan penelitian, maka

responden diminta kesediaannya untuk mengisi

kuesioner.

3) Jika responden telah menyatakan bersedia, maka

kuesioner diberikan dan responden diminta untuk

mempelajari terlebih dahulu tentang cara pengisian

kuesioner
4) Setelah kuesioner selesai diisi oleh responden,

selanjutnya dikumpulkan dan dipersiapkan untuk diolah

dan dianalisa.

b. Data Sekunder

Menurut Notoatmojo (2010), data sekunder adalah

data yang diperoleh dari instansi terkait yang ada

hubungannya dengan penelitian ini. Data yang diperoleh dari

Rumah Sakit Palemmai Kota Palopo rmenjadi informasi

utama yang dapat mendukung bagi penelitian yang

dilakukan.

2. Pengolahan Data

Menurut Setiadi (2013), pengolahan data pada penelitian ini

meliputi tahapan sebagai berikut :

a. Editing, yaitu mengkaji dan meneliti data yang telah terkumpul

pada kuisioner.

b. Coding, yaitu memberikan kode pada data untuk

memudahkan dalam memasukkan data ke program komputer.

c. Entry, yaitu memasukkan data dalam program computer untuk

dilakukan analisis lanjut.

d. Tabulating, yaitu setelah data tersebut masuk kemudian

direkap dan disusun dalam bentuk table agar dapat dibaca

dengan mudah.
E. Analisa Data

Menurut Arikunto (2010), setelah dilakukan editing, coding, entry

dan tabulasi maka selanjutnya dilakukan analisis dengan beberapa

cara :

1. Analisa Univariat

Analisa Univariat dilakukan terhadap tiap variabel dan hasil

penelitian. Disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi. Analisa ini

menghasilkan distribusi dan presentasi dari tiap variabel yang

diteliti.

2. Analisa bivariat

Analisa bivariat yang digunakan adalahFisher’s Exact Test

untuk mengetahui hubungan variabel independen terhadap

variable dependen melalui program komputer SPSS 20. Jika

analisis yang diperoleh nilai p<0,05 maka terdapat hubungan yang

bermakna antara dua variabel dan jika nilai p>0,05 berarti tidak

ada hubungan yang bermakna antara dua variabel.

F. Etika Penelitian

Menurut Polit & Beck (2012), prinsip etika yang harus di

perhatikan dalam melakukan penelitian adalah :

1. Kebebasan (Autonomy)

Peneliti memberikan kebebasan untuk menentukan apakah

responden bersedia atau tidak mengikuti kegiatan penelitian

secara suka rela dengan memberikan tanda tangan pada


lembar (Informed cousent). Tujuan, manfaat dan resiko yang

mungkin terjadi akan dijelaskan kepada responden sebelum

responden memberikan persetujuan. Responden juga diberi

kebebasan untuk mengundurkan diri pada saat penelitian jika

responden tidak menghendakinya.

2. Tanpa Nama (Anonymity)

Peneliti menjaga kerahasian identitas responden dengan

tidak menuliskan nama sebenarnya, tetapi dengan kode

responden sehingga responden merasa aman dan tenang.

3. Kerahasiaan (Confidentially)

Peneliti menjaga kerahasian identitas responden dan

informasi yang diberikan. Semua catatan dan data responden

disimpan sebagai dokumentasi penelitian.

4. Keadilan (Justice)

Penelitian ini tidak melakukan diskriminasi pada kriteria yang

tidakrelevansaat memlilih subjek penelitian, namun

berdasarkan alasan yang berhubungan langsung dengan

masalah penelitian.
DAFTAR PUSTAKA

Eka Candra Nadialis,Hubungan Usia dan Masa Kerja dan Beban Kerja
dengan Stress Kerja Karyawan,…,hal. 491.

Adya Dwi Mahendra,SkripsiAnalisisPengaruh Pendidikan, Upah Jenis


Kelamin, Usia dan Pengalaman Kerja Terhadap Produktivitas Tenaga
Kerja, (Semarang: Universitas Diponegoro,2014) hal .45.

Fajar Fahlevi Almutahar, dkk, Pengaruh usia, pengalaman kerja,disiplin


kerja dan motivasi kerja terhadap produktivitas pekerja, (Kalimantan
Barat,2015) vol 2 no 2 hal. 2.

http://repository.unimus.ac.id/2569/3/BAB%20II.pdf

Abd. Chayyi Fanani, Studi tentang Metode Belajar Mahasiswa Pendidikan


Agama Islam dalam Upaya Pengembangan Diri di Fakultas Tarbiyah IAIN
Sunan Ampel Surabaya Periode 2000- 2002 (skripsi, fakultas tarbiyah UIN
Sunan Ampel Surabaya, 2003) h. 31.

Marmawi, Persamaan Gender dalam Pengembangan Diri, Jurnal Visi


Pendidikan, h. 176. Tarsis Tarmudji, Pen gembangan Diri, (Yogyakarta:
Liberty Yogyakarta, 1998), h.29. Amri. Sofan 2013. Pengembangan &
Model Pembelajaran Dalam Kurikulum 2013. Jakarta:

http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/09/kondisi-kerja-definisi-dan-
jenis.html

1Baharuddin Harahap, Supervisi Pendidikan, (Jakarta:Damai Jaya, 1983), hlm: 3. 2Ary H.


Gunawan, Administrasi Sekolah: Administrasi Pendidikan Mikro, (Jakarta: Rineka Cipta,
1996), hlm: 193

Anda mungkin juga menyukai