Anda di halaman 1dari 23

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT SNH


(STROKE NON HEMORAGIK) PADA NY.A DI RUANG FLAMBOYAN RUMAH
SAKIT KABUPATEN KEDIRI

Untuk Memenuhi Tugas Praktik Profesi

Departemen Keperawatan Medikal Bedah

Oleh :

Jamingatun

NIM. 202206044

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

STIKES KARYA HUSADA KEDIRI

2022
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan pada Ny. A dengan kasus SNH (Stroke Non Hemoragik) disusun
untuk memenuhi tugas Praktik Profesi departemen Keperawatan Medikal Bedah Prodi
Profesi Ners STIKES Karya Husada Kediri yang dilakukan oleh :
NAMA : Jamingatun
NIM : 202206044
JUDUL : Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Penyakit SNH (Stroke Non
Hemoragik) di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Kabupaten Kediri
Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas praktik profesi ners departemen
Keperawatan Medikal Bedah yang dilaksanakan pada tanggal 10 - 22 Oktober 2022.

Mengetahui,
Mahasiswa

Jamingatun
NIM. 202206044

Pembimbing Akademik CI

Laviana Nita Ludyanti, S.Kep.Ns.,M.Kep Arni Hayati, S.Kep.,Ns


NIDN. 0703058402 NIP.
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan pada Ny.A dengan kasus SNH (Stroke Non Hemoragik) disusun untuk
memenuhi tugas Praktik Profesi departemen Keperawatan Medikal Bedah Prodi Profesi Ners
STIKES Karya Husada Kediri yang dilakukan oleh :
NAMA : Jamingatun
NIM : 202206044
JUDUL : Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Penyakit SNH (Stroke Non
Hemoragik) di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Kabupaten Kediri
Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas praktik profesi ners departemen
Keperawatan Medikal Bedah yang dilaksanakan pada tanggal 10 - 22 Oktober 2022.

Mengetahui,
Mahasiswa

Jamingatun
NIM. 202206044

Pembimbing Akademik CI

Didit Damayanti, S.Kep.Ns.,M.Kep Arni Hayati, S.Kep.,Ns


NIDN. 0723108401 NIP.
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan pada Ny. A dengan kasus SNH (Stroke Non Hemoragik) disusun
untuk memenuhi tugas Praktik Profesi departemen Keperawatan Medikal Bedah Prodi
Profesi Ners STIKES Karya Husada Kediri yang dilakukan oleh :
NAMA : Jamingatun
NIM : 202206044
JUDUL : Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Penyakit SNH (Stroke Non
Hemoragik) di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Kabupaten Kediri
Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas praktik profesi ners departemen
Keperawatan Medikal Bedah yang dilaksanakan pada tanggal 10 - 22 Oktober 2022.

Mengetahui,
Mahasiswa

Jamingatun
NIM. 202206044

Pembimbing Akademik CI

Laviana Nita Ludyanti, S.Kep.Ns.,M.Kep Arni Hayati, S.Kep.,Ns


NIDN. 0703058402 NIP.

Kepala Ruang Flamboyan

Sujinah, S.Kep.,Ns
NIP.
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan pada Ny.A dengan kasus SNH (Stroke Non Hemoragik) disusun untuk
memenuhi tugas Praktik Profesi departemen Keperawatan Medikal Bedah Prodi Profesi Ners
STIKES Karya Husada Kediri yang dilakukan oleh :
NAMA : Jamingatun
NIM : 202206044
JUDUL : Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Penyakit SNH (Stroke Non
Hemoragik) di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Kabupaten Kediri
Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas praktik profesi ners departemen
Keperawatan Medikal Bedah yang dilaksanakan pada tanggal 10 - 22 Oktober 2022.

Mengetahui,
Mahasiswa

Jamingatun
NIM. 202206044

Pembimbing Akademik CI

Didit Damayanti, S.Kep.Ns.,M.Kep Arni Hayati, S.Kep.,Ns


NIDN. 0723108401 NIP.

Kepala Ruang Flamboyan

Sujinah, S.Kep.,Ns
NIP.
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP STROKE NON HEMORAGIK


1. DEFINISI
Stroke non hemoragik atau infark dalah cidera otak yang berkaitan dengan obstruksi
aliran darah otak terjadi akibat pembentukan trombus di arteri cerebrum atau embolis
yang mengalir ke otak dan tempat lain tubuh (Padila,2012). Stroke non hemoragik
merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan trombosis serebral biasanya
terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi
perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat
timbul edema sekunder (Muttaqin,2008). Stroke Iskemik atau Non-Hemoragik
merupakan stroke yang disebabkan oleh suatu gangguan peredaran darah otak berupa
obstruksi atau sumbatan yang menyebabkan hipoksia pada otak dan tidak terjadi
perdarahan (AHA, 2015).
2. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer (2008) penyebab stroke non hemoragik yaitu:
1. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)
Stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah, menghentikan aliran darah
ke jaringan otak yang disediakan oleh pembuluh dan menyebabkan kongesti dan
radang. Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema
dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang
tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis
dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemia serebral. Tanda
dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
2. Embolisme cerebral
Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian
tubuh yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah,
lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang
terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat
dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik
3. Iskemia
Suplai darah ke jaringan tubuh berkurang karena penyempitan atau penyumbatan
pembuluh darah.
3. KLASIFIKASI
Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila, (2012) adalah :
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak sepintas
dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebih dari 24 jam.
2. Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)
RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak
berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 1-3 minggu
3. Stroke in Evolution (Progressing Stroke)
Stroke in evolution adalah defisit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran
darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai maksimal dalam beberapa
jam sampai beberapa hari.
4. MANIFESTASI KLINIS
Menurut (Padila, 2012), tanda dan gejala terjadinya stroke :
1. Jika terjadi peningkatan TIK dapat ditemukan beberapa tanda dan gejala:
a) Perubahan tingkat kesadaran : penurunan orientasi dan respons
terhadap stimulus
b) Perubahan kemampuan gerak ekstrimitas : kelemahan sampai
Paralysi
c) Perubahan ukuran pupil : bilateral atau uliteral dilastasi, uliteral tanda
dari perdarahan cerebra
d) Perubahan tanda vital : nadi rendah, tekanan nadi melebar, nafas
irreguler, peningkatan suhu tubuh
e) Keluhan kepala pusing
2. Muntah projectile (tanpa adanya rangsangan)
3. Kelumpuhan dan kelemahan
4. Penurunan pengelihatan
5. Deficit kognitif dan bahasa (komunikasi)
6. Pelo atau disartria
7. Kerusakan nervus kranialis
8. Inkontinensia alvi dan urin
5. PATOFISIOLOGI
Adanya stenosis arteri dapatmenyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah. Energi
yang diperlukan untuk menjalankankegiatan neuronal berasal dari metabolisme glukosa
dan disimpan di otak dalam bentukglukosa atau glikogen untuk persediaan pemakaian
selama 1 menit. Bila tidak ada alirandarah lebih dari 30 detik gambaran EEG akan
mendatar, bila lebih dari 2 menit aktifitasjaringan otak berhenti, bila lebih dari 5 menit
maka kerusakan jaringan otak dimulai, dan bilalebih dari 9 menit manusia dapat
meninggal.
Bila aliran darah jaringan otak berhenti maka oksigen dan glukosa yang
diperlukanuntuk pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi penurunan Na+ K+
ATP-ase, sehinggamembran potensial akan menurun.13 K+ berpindah ke ruang
ekstraselular, sementara ion Nadan Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan
permukaan sel menjadi lebih negatif sehingga terjadi membran depolarisasi.7 Saat awal
depolarisasi membran sel masih reversibel,tetapi bila menetap terjadi perubahan
struktural ruang menyebabkan kematian jaringan otak. Keadaan ini terjadi segera
apabila perfusi menurun dibawah ambang batas kematian jaringan,yaitu bila aliran
darah berkurang hingga dibawah 10 ml / 100 gram / menit.
Pengurangan aliran darah yang disebabkan oleh sumbatan akan menyebabkan iskemia
disuatu daerah otak. Terdapatnya kolateral di sekitarnya disertai mekanisme
kompensasi fokalberupa vasodilatasi, memungkinkan terjadinya beberapa keadaan
berikut ini (Wijaya, 2013):
1. Pada sumbatan kecil, terjadi daerah iskemia yang dalam waktu singkat
dikompensasidengan mekanisme kolateral dan vasodilatasi lokal. Secara klinis
gejala yang timbuladalah transient ischemic attack (TIA) yang timbul dapat
berupa hemiparesis yangmenghilang sebelum 24 jam atau amnesia umum
sepintas.
2. Bila sumbatan agak besar, daerah iskemia lebih luas. Penurunan CBF regional
lebihbesar, tetapi dengan mekanisme kompensasi masih mampu memulihkan
fungsineurologik dalam waktu beberapa hari sampai dengan 2 minggu.
Mungkin padapemeriksaan klinik ada sedikit gangguan. Keadaan ini secara
klinis disebut RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit).
3. Sumbatan yang cukup besar menyebabkan daerah iskemia yang luas
sehinggamekanisme kolateral dan kompensasi tak dapat mengatasinya. Dalam
keadaan ini timbuldefisit neurologi yang berlanjut.
6. WOC
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut padila (2012), pemeriksaan diagnostik untuk pasien stroke :
1. Angiografi serebral
Angiografi serebral pemrikasan yang digunakan utuk membantu
menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan,
obstriuksi arteri dan oklusi atau ruptur.
2. EEG (Electro Ensefalography)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi masalah dengan melihat
gelombang pada otak.
3. Fungsi lumbal
Fungsi lumbal atau lumbal puncture digunakan untuk mengidentifikasi
adanya tekanan normal hemoragik.
4. MRI
Pemeriksaan yang dilakukan dengan menggunakan gelombang magnetik
untuk menentukan posisi dan besar atau luasnya pendarahan otak.
5. Scan kepala atau CT-Scan
Pemeriksaan yang dilakukan untuk memperlihatkan adanya edema, hematoma,
iskemia, dan adanya infark.
6. X-ray tengkorak
Pemeriksaan yang bertujuan untuk menggambarkan kelenjar lempeng puncal
yang berlawanan dari masa yang luas, klasifikasi karotis internal
terdapat pada trobus serebral, klasifikasi persial dinding aneurisma pada
perdarahan sub arrachnoid.
8. PENATALAKSANAAN
Menurut penelitian (Setyopranoto, 2016) penatalaksanaan pada pasien stroke
non hemoragik adalah sebagai berikut:
a. Pentalaksanaan umum
1) Pada fase akut
a) letakkan kepala pasien pada posisi 30°, kepala dan dada pada satu bidang; ubah
posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah
stabil.
b) Bebaskan jalan nafas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil
analisa gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi.
c) Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari
penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan
kateterintermiten)
d) Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, stroke berisiko terjadinya dehidrasi
karena penurunan kesadaran atau mengalami disfagia. Terapi cairan ini
penting untuk mempertahankan sirkulasi darah dan tekanan darah. kristaloid
atau koloid 1500-2000 ml dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan
mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi melalui oral hanya
dilakukan jika fungsi menelan baik, dianjurkan menggunakan nasogastriktube.
e) Pantau juga kadar gula darah >150mg% harus dikoreksi sampai batas gula
darah sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari
pertama.
f) Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistol >220
mmHg, diastol >120 mmHg, Mean Arteri Blood Plessure (MAP) >130 mmHg
(pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan
infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal.
g) Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20% dan obat yang
direkomendasikan yaitu natrium nitropusid, penyekat reseptor alfa- beta,
penyekat ACE, atau antagonis kalsium.
h) Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistol <90 mmHg, diastol <70
mmHg,diberikan NaVL 0.9% 250 ml selama 1 jam, dilanjutkan 500 ml selama
4 jam dan 500 ml selama 8 jam atau sampai tekanan hipotensi dapat teratasi.
Jika belum teratasi, dapat diberikan dopamine 2-2µg/kg/menit sampai tekanan
darah sistolik 110 mmHg.
i) Jika kejang, diberikan diazepam 5-20mg iv pelan-pelan selama 3 menit
maksimal 100mg/hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin,
karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan
peroral jangka panjang.
j) Jika didapat tekanan intrakranial meningkat, diberikan manitol bolus intravena
0,25-1 g/ kgBB per 30 menit dan jika dicurigai fenomena rebound atau
keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setelah 6 jam
selama 3-5 hari
2) Fase rehabilitasi
a) Pertahankan nutrisi yang adekuat.
b) Program manajemen Bladder dan bowel.
c) Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi range of
motion (ROM).
d) Pertahankan integritas kulit.
e) Pertahankan komunikasi yang efektif.
f) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
g) Persiapan pasien pulang.
3) Pembedahan dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3cm atau
volume lebih dari 50ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan ventrikulo
peritoneal bila ada hidrosefalus obstruksi akut.
b. Penatalaksanaan medis terapi farmakologi
Terapi farmakologi yang digunakan pada pasien stroke non hemoragik yaitu:
1) Antikoagulan Terapi antikoagulan ini untuk mengurangi pembentukkan bekuan
darah dan mengurangi emboli, misalnya Heparin 5cc, 1cc heparin =5000 unit,
kebutuhan 15000 unit/24 jam via syring pump. 15.000 unit = 3 cc diencerkan 50
cc. 50 cc/24 jam= 2,1 cc/jam.
2) Antiplatelet Golongan obat ini sering digunakan pada pasien stroke untuk
pencegahan stroke ulangan Aspirin 160- 325 mg diberikan dalam 48 jam
3) Antihipertensi
a) Pasien dapat menerima rtPA namun tekanan darah >185/110 mmHg, maka
pilihan terapi yaitu labetalol 10-20 mg IV selama 1-2 menit, dapat diulang 1
kali atau nikardipin 5 mg/jam IV, titrasi sampai 2,5 mg/jam tiap 5-15 menit
maksimal 15 mg/jam; setelah tercapai target maka dapat disesuaikan dengan
nilai tekanan darah. Apabila tekanan darah tidak tercapai<185/110 mmHg,
maka jangan berikan rtPA.
b) Pasien sudah mendapat rtPA, namun tekanan darah sistolik >180-230 mmHg
atau diastol >105-120 mmHg, maka pilihan terapi yaitu labetalol 10 mg IV,
kemudian infus IV kontinu 2-8 mg/menit atau nikardipin 5 mg/jam IV, titrasi
sampai 2,5 mg/jam tiap 5-15 menit, maksimal 15 mg/jam. Tekanan darah
selama dan setelah rtPA <180/105 mmHg, monitor tiap 15 menit selama 2 jam
dari dimulainya rtPA, lalu tiap 30 menit selama 6 jam dan kemudian tiap jam
selama 16 jam.
9. KOMPLIKASI
Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah (Firdayanti, 2014):
1. Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada daerah
tertekan, konstipasi.
2. Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi, deformitas,
terjatuh.
3. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala.
4. Hidrosefalus
Sedangkan komplikasi yang paling umum dan penting dari stroke non hemoragik
meliputi edema serebral, transformasi hemoragik, dan kejang (Jauch, 2016).
1. Edema serebral yang signifikan setelah stroke non hemoragi kini terjadi
meskipun agak jarang (10-20%).
2. Indikator awal stroke non hemoragik yang tampak pada CT scan tanpa kontras
adalah intrakranin dependen untuk potensi pembengkakan dan kerusakan.
Manitol dan terapi lain untuk mengurangi tekanan intracranial dapat
dimanfaatkan dalam situasi darurat, meskipun kegunaannya dalam
pembengkakan sekunder stroke non hemoragik lebih lanjut belum diketahui.
Beberapa pasien mengalami transformasi hemoragik pada infark mereka. Hal
ini diperkirakan terjadi pada 5% dari stroke non hemoragik yang tidak rumit,
tanpa adanya trombolitik. Transformasi hemoragik tidak selalu dikaitkan
dengan penurunan neurologis dan berkisar dari peteki kecil sampai perdarahan
hematoma yang memerlukan evakuasi.
3. Insiden kejang berkisar 2-23% pada pasca-stroke periode pemulihan. Post-
stroke non hemoragik biasanya bersifat fokal tetapi menyebar. Beberapa pasien
yang mengalami serangan stroke berkembang menjadi chronic seizure
disorders. Kejang sekunder dari stroke stroke non hemoragik harus dikelola
dengan cara yang sama seperti gangguan kejang lain yang timbul sebagai akibat
neurologis injury.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan teknik pengumpulan data selama proses keperawatan dalam
memperoleh informasi yang menunjang pelaksanaan pendokumentasian asuhan
keperawatan (Sekunda & Tokan, 2020).
1 Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, perkerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal dan jam MRS (masuk rumah sakit), nomor register dan diagnosa medis.
2 Riwayat Keperawatan :
a. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan keluhan yang dirasakan oleh klien , keluhan tersebut
yang menyebabkan klien membutuhkan pertolongan tenaga kesehatan, hal yang
sering terjadi pada pasien stoke sehingga di bawa ke rumah sakit yaitu ketika
anggota badan susah untuk digerkan, bicara pelo, dan penurunan tingkat kesadaran.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan keadaan yang dirasakan oleh klien pada saat ini misalnya gangguan
persepsi, kehilangan komunikasi, kesulitan dalam melakukan aktifitas, dan
kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia)
c. Riwayat kesehatan dahulu
1) Riwayat hipertensi
2) Riwayat penyakit kardiovaskuler
3) Riwayat kolestrol tinggi
4) Obesitas
5) Riwayat diabetes militus
6) Riwayat aterosklerosis
7) Kebiasaan merokok
8) Riwayat konsumsi alkohol.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat penyakit degeneratif dalam keluarga seperti hipertensi, diabetes
militus dll.
3 Pengkajian Pola Kesehatan Fungsional :
a. Pola persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Menggambarkan persepsi terhadap kesehatan, upaya-upaya pencegahan yang telah
dilakukan oleh pasien .
b. Pola Eliminasi
Pola fungsi ekskresi fees, urin dan kulit.
c. Pola Nutrisi
Masalah keseimbangan nutrisi pasien
d. Pola Istirahat Tidur
Pola tidur dan aktivitas pasien, masalah-masalah terkait dengan istirahat tidur.
e. Pola Aktivitas dan Latihan
Pasien stroke sering kali mengalami gangguan pola aktivitas dan latihan, seperti
tidak bisa bergerak bebas karena mengalami hemiparesis. Pasien stroke yang
mengalami hemaparesis dibagian tangan dapat diberikan latihan genggam bola
agar otot-otot ditangan yang mengalami kelemahan dapat meningkat kekuatan
ototnya.
f. Pola Konsep Diri
Pasien memandang bahwa dirinya akan selalu menjadi beban dan merepotkan
orang-orang sekitarnya karena penyakit yang dialaminya.
g. Pola Kognitif Perseptual
Pasien stroke biasanya mengeluh pengelihatan kabur, pasien juga mengeluh mati
rasa pada bagian tubuh yang mengalami hemiparesis.
h. Pola Hubungan Peran
Peran dan hubungan pasien dengan orang disekitar dengan masalah masalah
kesehatan yang dialami.
i. Pola Seksualitas
Dapak dari sakit terhadap seksualitas, riwayat penyakit yang berhubungan dengan
seksualitas.
j. Pola Mekanisme Koping
Cara pasien dalam penyelesaian masalah dan mengatasi perubahan yang terjadi.
k. Pola Nilai dan Kepercayaan
Nilai keyakinan dan pelaksanaan ibadah yang dilakukan pasien.
4 Pemeriksaan neurologis
a. Status mental
Tingkat kesadaran, pemeriksaan kemampuan berbicara, orientasi (tempat, waktu,
orang), penilaian daya pertimbangan, penilaian daya obstruksi, penilaian kosakata,
daya ingat, berhitung dan mengenal benda.
b. Nervus kranialis
Olfaktorius (penciuman), optikus (pengelihatan), okulomotoris (gerak mata,
kontraksi pupil, troklear (gerak mata), trigeminus ( sensasi pada wajah, kulit
kepala, gigi, mengunyah), abducen (gerak mata), fasialis (pengecapan),
vestibulokoklearisis (pendengaran dan keseimbangan), aksesoris spinal (fonasi,
gerak kepala, leher, bahu), hipolagus (gerak lidah).
c. Fungsi motorik
Masa otot, kekuatan dan tonus otot, fleksi dan ekstensi lengan , abduksi lengan dan
adduksi lengan, fleksi dan ekstensi pergelangan tangan, adduksi dan abduksi jari.
5 Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan tanda-tanda Vital :
1) Tekanan darah : Pemeriksaan ini bertujuan untuk memamtau tekanan darah
pasien, karena hipertensi merupakan salah satu faktor penyebab stroke.
2) Tekanan respirasi : Pemeriksaan ini bertujuan untuk memantau pola respirasi
pasien karena pada pasien stroke sangat sensitif sekali terhadap oksigen.
b. Status Gizi : BB (Berat Badan) dan TB (Tinggi Badan)
c. Pemeriksaan Heat to toe
1) Kepala
Rambut : kebersihan dan warna rambut
Mata : konjungtiva dan ada atau tidakya penggunaan alat bantu
Hidung : kebersihan dan fungsi pembau
Mulut : kebersihan dan kelengkapan gigi
Telinga : kebersihan dan fungsi pendengaran
Leher : ada atau tidaknya pembesaran kelenjar tiroid
2) Dada
Inpeksi : ada tidaknya kesimetrisan
Palpasi : ada tidaknya nyeri dan massa
Perkusi : batas paru normal
Auskultasi : ada tidaknya bunyi suara tambahan.
3) Abdomen
Inspeksi : ada tidaknya jaringan parut, kesimetrisan dan benjolan
Auskultasi : peristaltik perut dan bising usus
Perkusi : ada tidaknya nyeri tekan dan nyeri perut
Palpasi : ada tidaknya pembesaran hati
4) Pemeriksaan ektremitas untuk memeriksa kekuatan otot :
Dengan tabel MMT (Manual Muscle Testing) yang berikan sebelum
dilakukannya tindakan dan sebelum dilakukannya tindakan .
5) Pemeriksaan penunjang seperti :
 Hasil CT-Scan (Computerized Tomografi Scaning)
Hasil dari pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui area infrark,
edema, hematoma, struktur dan sistem ventrikel otak.
 Hasil pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Image)
Hasil pemeriksaan ini bertujuan untuk menunjukkan daerah yang
mengalami infark, hemoragik, malformasi arteriovena.
 Hasil pemeriksaan labolatorium darah
Hasil pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada ketidak
normalan pada darah dan diharapkan mendapatkan nilai normal seperti
Hb: permempuan (12,0-14,0 g/dL), laki-laki (13,0-16,0 g/dL), leukosit :
(5,0-10,0 103/ ul), trombosit (150 – 400 103/ul) dan eritrosit : perempuan
(4,0-5,0 juta/ul), laki-laki (4,5-5,5 juta/ul) (Tarwoto,2013)
2. ANALISA DATA
Menurut Setiawan (2012), Analisis data merupakan metode yang dilakukan perawat untuk
mengkaitkan data klien serta menghubungkan data tersebut dengan konsep teori dan prinsip
yang relevan keperawatan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah
kesehatan pasien dan keperawatan pasien. Dalam analisis data perawat juga menggunakan
keterampilan berpikir kritis untuk memeriksa setiap potong informasi dan menentukan
relevansinya terhadap masalah kesehatan klien dan hubungannya dengan potongan
informasi lain. Keterampilan berpikir kritis untuk mempertimbangkan pertanyaan lain yang
mungkin penting atau mengembangkan gambaran visual mengenai apa yang klien katakana
kepeda perawat (Rosdahl, 2014).
3. DIAGNOSA
Merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon pasien terhadap masalah kesehatan
yang dialami baik secara aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk
dapat mengidentifikasi berbagai respon pasien baik individu, keluarga, dan komunitas,
terhafap situasi yang berkaitan dengan kesehatan ( Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
Diagnosa keperawatan pada kasus ini adalah:
1. Gangguan mobilitas fisik (D.0054)
2. Nyeri akut (D.0077)
3. Risiko perfusi serebral tidak efektif (D.0017)
4. Defisit nutrisi (D.0019)
5. Gangguan persepsi sensori (D.0085)
6. Gangguan integritas kulit/jaringan (D.0129)
7. Risiko jatuh (D.0143)
8. Gangguan komunikasi verbal (D.0119)
4. INTERVENSI
Intervensi atau tindakan keperawatan merupakan tindakan perawat dalam menetapkan
tujuan, menentukan kriteria hasil dan menentukan rencana keperawatan. Kurang
lengkapnya pengisian pada intervensi dapat berdampak pada penetapan implementasi
(Sekunda & Tokan, 2020).
Diagnosa
No SLKI SIKI
Keperawatan

1 Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Mobilisasi


mobilitas fisik intervensi maka Observasi:
(D.0054) mobilitas fisik 1. Monitor kondisi umum selama
meningkat dengan melakukan mobilisasi
kriteria hasil : Terapeutik :

1. Pergerakan 1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi


ekstremitas dengan alat bantu (mis.pagar
meningkat (5) tempat tidur)
2. Kekuatan otot 2. Fasilitasi melakukan pergerakan
meningkat (5) 3. Libatkan keluarga untuk
3. Rentang gerak membantu
ROM meningkat Edukasi :
(5)
4. Gerakan terbatas 1. Jelaskan prosedur dan tujuan
menurun (5) mobilisasi
Ajarkan mobilisasi sederhana yang
dilakukan

Kolaborasi

1. Kolaborasi dengan tim


Fisioterapi jika diperlukan
2 Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri
(D.0077) intervensi maka Observasi
tingkat nyeri menurun 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
dengan kriteria hasil: durasi, frekuensi, intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri 2. Identifikasi skala nyeri
menurun (5) 3. Indentifikasi respon nyeri non
2. Tekanan darah verbal
membaik (5) 4. Identifikasi faktor yang
3. Gelisah menurun memperberat dan memperingan
(5) nyeri
4. Meringis menurun Terapeutik
(5) 1. Berikan teknik nonfarmakologis
5. Diaphoresis untuk mengurangi rasa nyeri
menurun (5) (mis. kompres hangat dingin,)
6. Frekuensi nadi 2. Kontrol lingkungan yang
membaik (5) memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruang, pencahayaan,
kebisingan)
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
2. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
(relaksasi napas dalam)

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgesik
jika diperlukan
3 Risiko perfusi Setelah dilakukan Manajemen Peningkatan
serebral tidak intervensi keperawatan Intrakranial
efektif (D.0017) maka perfusi serebral
meningkat dengan Observasi
kriteria hasil:
1. Sakit kepala 1. Identifikasi penyebab naiknya
menurun (5) tekanan intrakranial
2. Gelisah menurun (5) 2. Monitor tanda gejala naiknya
3. Tekanan darah intra kranial
membaik (5) 3. Monitor MAP (mean arterial
4. Reflek saraf pressure)
membaik (5) 4. Monitor intake dan output cairan
Terapeutik
1. Minimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang
tenang
2. Berikan posisi berbaring lurus
agar suplai darah ke otak lancar
Edukasi :

1. Jelaskan tujuan dan prosedur


pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu
Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian sedasi dan


anti kolvusan, jika perlu
4 Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen nutrisi
(D.0019) intervensi keperawatan
maka status nutrisi
( Observasi
membaik dengan(
kriteria hasil:
1. Identifikasi status nutrisi
D 2. Identifikasi alergi dan intoleransi
1. Porsi makanan yang
. pada makanan
dihabiskan
meningkat (5)
0 3. Identifikasi makanan yang
2. Nafsu makan 0 disukai
membaik (5) 1 4. Monitor asupan makanan
9 5. Monitor berat badan
) Terapeutik

1. Sajikan makanan yang menarik


dan suhu yang sesuai
2. Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
Edukasi

1. Anjurkan posisi duduk


2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi

1. Kolaborasi dengan ahli gizi


untuk menentukan jumlah kalori
5 Gangguan Setelah dilakukan Manajemen halusinasi
persepsi sensori intervensi maka Observasi
(D.0085) gangguan persepsi 1. Monitor perilaku yang
sensori membaik dan mengidentifikasi halusinasi
jaringan meningkat 2. Monitor dan sesuaikan tingkat
dengan kriteria hasil: aktivitas dan stimulasi
1. Verbalisasi lingkungan
mendengar bisikan 3. Monitor halusinasi
menurun (mis.kekerasan atau
2. Verbalisasi melihat membahayakan diri)
bayangan menurun Terapeutik
3. Verbilisasi 1. Pertahankan lingkungan yang
merasakan sesuatu aman
melalau indra 2. Lakukan tindakan keselamatan
penciuman ketika tidak dapat mengontrol
menurun perilaku
4. Verbalisasi Edukasi
merasakan sesuatu 1. Amjurkam memonitor sendiri
melalui indra situasi terjadinya halusinasi
perabaan menurun 2. Anjurkan bicara pada orang
5. Verbalisasi yang dipercaya untuk memberi
merasakan sesuatu dukungan dan umpan balik
melalui indra korektif terhadap halusinasi
pengecapan 3. Ajarkan pasien dan keluarga
menurun cara mengontrol halusinasi
6. Distrosi sensori Kolaborasi
menurun 1. Kolaborasi pemberian obat
7. Perilaku antipsikotik dan antiansietas
halusinasimenurun jika perlu
6. Gangguan Setelah dilakukan Perawatan Luka
integritas intervensi maka Observasi
kulit/jaringan gangguan integritas 1. Monitor karakteristik luka (mis.
(D.0129) kulit dan jaringan Drainase, warna, ukuran, bau)
meningkat dengan 2. Monitor tanda-tanda infeksi
kriteria hasil: Terapeutik
8. Kerusakan jaringan
menurun 1. Lepaskan balutan dan plaster
9. Kerusakan lapisan secara perlahan
kulit menurun 2. Bersihkan denga cairan Nacl
10. Suhu kulit atau pembersih nontoksik
membaik 3. Berikan salep yang sesuai ke
kulit/lesi
4. Pasang balutan sesuai jenis luka
5. Pertahankan teknik steril saat
melakukan perawatan luka
6. Jadwalkan perubahan posisi
setiap 2 jam atau sesuai kondisi
pasien
Edukasi

1. Jelaskan tanda gejala infeksi


2. Anjurkan mengkonsumsi
makanan tinggi kalori dan
protein
3. Ajarkan prosedur perawatan luka
secara mandiri

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian antibiotik,


jika perlu

7. Risiko jatuh Setelah dilakukan Pencegahan Jatuh


(D.0143) intervensi, maka
tingkat jatuh menurun Observasi :
dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi faktir resiko jatuh
1. Jatuh dari tempat (usia >65 tahun, oenurunan
tidur menurun (5) tingkat kesadaran, gangguan
2. Jatuh saat duduk keseimbangan, neuropati)
menurun (5) 2. Identifikasi faktor lingkungan
3. Jatuh saat yang meningkatkan risiko jatuh
dipindahkan (lantai licin)
menurun (5) 3. Hitung resiko jatuh dengan
4. Jatuh saat dikamar menggunakam skala (Fall morse
mandi menurun (5) scale, Humpty Dumpty scale)
4. Monitor kemampuan berpindah
dari tempat tidur ke kursi rosa
dan sebaliknya
Terapeutik :

1. Pasang handrail tempat tidur


2. Atur tempat tidur mekanis pada
posisi terendah
3. Gunakan alat bantu berjalan
(kursi roda,walker)
Edukasi :

Anjurkan berkonsentrasi untuk


menjaga keseimbangan tubuh
8. Gangguan Setelah dilakukan Promosi komunikasi defisit
komunikasi intervensi keperawatan
verbal (D.0119) maka komunikasi verbal Observasi
meningkat dengan
kriteria hasil:
1. Monitor kecepatan, tekanan,
1. Kemampuan kuantitas, volume, dan diksi
berbicara meningkat bicara
(5) Terapeutik
2. Afasia mennurun (5)
3. Disfasia menurun(5) 1. Gunakan metode komunikasi
alternatif
2. Sesuaikan gaya komunikasi
dengan kebutuhan
3. Ulangi apa yang disampaikan
kepada pasien
Edukasi

1. Anjurkan berbicara perlahan


Kolaborasi

1. Rujuk ke ahli patologi bicara

5. IMPLEMENTASI
Setelah rencana keperawatan disusun, selanjutnya menerapkan rencana keperawatan dalam
suatu tindakan keperawatan dalam bentuk nyata agar hasil yang diharapkan dapat tercapai,
sehingga terjalin interaksi yang baik antara perawat, klien dan keluarga.
Implementasi keperawatan merupakan langkah tindakan dari proses keperawatan ,dimana
perawat menggunakan beragam pendekatan atau intervensi untuk memecah masalah
kesehatan klien (Sekunda & Tokan, 2020).
6. EVALUASI
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan
yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil
yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan dengan
melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukkan
tercapainya tujuan dan kriteria hasil, klien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. Jika
sebaliknya, klien akan masuk kembali kedalam siklus tersebut mulai dari pengkajian ulang
(Reassessment).
Hasil dari evaluasi dalam asuhan keperawatan adalah : tujuan tercapai/masalah
teratasi : jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Tujuan tercapai sebagian/masalah teratasi sebagian : jika klien menunjukkan perubahan
sebagian dari standar dan kriteria yang telah ditetapkan. Dan tujuan tidak tercapai/masalah
tidak teratasi: jika klien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama sekali dan
bahkan timbul masalah baru.
Penentuan masalah teratasi, teratasi sebagian atau tidak teratasi adalah dengan cara
membandingkan antara SOAP/SOAPIER dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah
ditetapkan.
S (Subjective) : adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah tindakan
diberikan.
O (Objective) : adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,
penilaian,pengukuran yang dilakukan oleh perawat
setelah tindakan dilakukan.
A (Analisis ) : adalah membandingkan antara informasi subjective dan objective dengan
tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah
teratasi, teratasi sebagian atau tidak teratasi.
P (Planning) : adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil
Analisa

Anda mungkin juga menyukai