Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

TAFSIR AYAT-AYAT MUNAKAHAH


Diajukan untuk memnuhi tugas mata kuliah

KAJIAN TAFSIR BIL MA’TSUR 1

Dosen Pengampu:

KH. Muhson, M. Sy

KH. Moh. Minanurrochim Ali

Disusun oleh:

Dina Maudina Ni’matul Ulya IAT A (20229002011)

Jawahirul Aulia Nur IAT A (20229002017)

Nur Faizah IAT B (20229002033)

Wahyu Widya Astuti IAT B (20229002042)

SEMESTER 2

PROGRAM STUDI ILMU AL QUR’AN DAN TAFSIR

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM KH. MUHAMMAD ALI SHODIQ

TULUNGAGUNG

2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kita semua
rahmatNya yang tiada tara agungnya, sehingga kami dapat merampungkan tugas
makalah ini. Sholawat serta salam kepada insanul karim Nabi Muhammad SAW,
yang mengajari kita ilmu agung untuk keselamatan umat manusia dari kesesatan
sehingga tidak akan ditimpakan adzab oleh-Nya.

Tidak lupa ungkapan hormat kepada beliau Bapak Dosen pengampu mata
kuliah ”KAJIAN TAFSIR BIL MA’TSUR 1” Abah KH. Muhson, M. Sy dan Abi
KH. MOH. Minanurrochim Ali yang membimbing kita semua untuk menuju
kefahaman dari materi yang akan kita bahas bersama. Juga tidak lupa rekan
mahasiswa STAI MAS, yang selalu memberikan apresiasi dari pembelajaran kita .

Semoga dengan di buatnya makalah ini dapat menambah wawasan kita


mengenai pengantar kesuksesan prodi IAT dan membawa manfaat serta barokah
di kemudian hari.

Tulungagung, 2 Juni 2023

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................ii

DAFTAR ISI................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................1
C. Tujuan Penulisan.............................................................................1
BAB II PEMBAHASAN

A. Biografi............................................................................................2
B. Ayat-Ayat Munakahah Dalam Al-Qur’an.......................................7
C. Ayat-Ayat Munakahah Dalam Tafsir............................................10
D. Persamaan Dan Perbedaan Penafsiran..........................................12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................................18
B. Saran..............................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ketika al-Qur’an diturunkan, kemudian Rasulullah SAW,
memberikan penjelasan kepada para sahabat tentang arti dan
kandungannya, khususnya menyangkut ayatayat yang tidak dipahami atau
ayat yang samar-samar artinya. Hal ini berlangsung sampai wafatnya
Rasullah Saw.
Setelah wafat Rasulullah, para sahabat, mereka terpaksa
melakukan ijtihad, khususnya mereka yang mempunyai kemampuan
seperti ‘Ali bin Abi Thalib, Ibnu Abbas, Ubay bin Ka’ab, dan Ibnu
Mas'ud. Sementara sahabat ada pula menanyakan beberapa masalah.
Kususnya sejarah Nabi atau kisah-kisah yang tercantum kedalam al-
Qur’an, kepada tokoh-tokoh ahlul kitab yang telah memeluk agama Islam,
seperti ‘Abdullah bin Salam, Ka’ab al-Ahbar, dan lain-lain. Inilah yang
merupakan benih lahirnya Isra’Iliyyat.
Disamping itu para tokoh tafsir, dari golongan sahabat yang
disebutkan, mempunyai murid-murid dari para tabi’in, khususnya di kota-
kota tempat mereka tinggal. Sehingga lahirlah tokoh-tokoh tafsir baru dari
kalangan tabi’in di kota-kota tersbut. Gabungan dari tiga sumber diatas,
yaitu penafsiran Rasullah Saw, penafsiran sahabat-sahabat serta penafsiran
tabi’in, dikelompokkan menjadi satu kelompok yang dinamai Tafsir bil -
Ma’tsur.
Mengingat pada zaman modern ini perkembangan IPTEK semakin
pesat dan globalisasi tidak dapat dihindarkan, maka sangat perlu adanya
berbagai macam metode penafsiran yang bisa dijadikan alternatif untuk
memahami al-Qur’an secara kontekstual. Oleh karena itulah, sangat perlu
kiranya dipahami salah satu corak penafsiran yang bersandar pada riwayat
dengan nama Tafsir bil-Ma’tsur ini
B. Rumusan Masalah
1. Apa Saja Ayat-Ayat Yang Menerangkan Tentang Munakahah
Dalam Al-Qur’an?
2. Bagaimana Penjelasan Ayat-Ayat Munakahah Dari Ketiga Kitab
Tafsir?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk Memaparkan Ayat-Ayat Yang Menerangkan Tentang
Munakahah Dalam Al-Qur’an
2. Untuk Memaparkan Ayat-Ayat Munakahah Dari Ketiga Kitab
Tafsir
BAB II

PEMBAHASAN

A. Ayat-Ayat Munakahah Dalam Al-Qur’an


terdapat beberapa ayat yang menjelaskan mengenai Nikah. Ayat-ayat
tersebut diantaranya yaitu:
1. QS Al-Qiyamah Ayat 39
2. QS An Nisa Ayat 1
3. QS Az-Zariyat Ayat 49
4. QS Ar Rum Ayat 21
5. QS. An Nur Ayat 32
6. QS. An Nahl Ayat 72
7. QS. Al Fathir ayat 11
8. QS. Al-Baqoroh Ayat 223
9. QS An-Nisa: 21
10. QS Al-Hujurat: 13

B. Ayat-Ayat Munakahah Dalam Tafsir


1. Perintah Untuk Menikah Yang Terdapat Dalam Surat An-Nur Ayat
32
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
ُ ‫صلِ ِحي َْن مِنْ عِ َبا ِد ُك ْم َو ِا َم ۤا ِٕى ُك ۗ ْم اِنْ َّي ُك ْو ُن ْوا فُ َق َر ۤا َء ي ُْغن ِِه ُم ُ مِنْ َفضْ ل ۗ ِٖه َو‬
ّ ٰ ‫َواَ ْن ِكحُوا ااْل َ َي ٰامى ِم ْن ُك ْم َوال‬
‫َواسِ ٌع َعلِ ْي ٌم‬
Artinya:“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara
kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba
sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan.
Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-
Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”.
(QS. An-Nur Ayat 32)
Rincian nya:
۟ ‫َوَأن ِكح‬
‫ُوا‬ dan nikahkanlah
‫ٱَأْل ٰيَ َم ٰى‬ orang-orang yang sendirian
‫ِمن ُك ْم‬ diantara kamu
َّ ٰ ‫َوٱل‬
َ‫صلِ ِحين‬ dan orang-orang yang layak
‫ِعبَا ِد ُك ْم‬ budak-budak lelakimu
‫َوِإ َمٓاِئ ُك ۚ ْم‬ dan budak-budak perempuan
۟ ُ‫نيَ ُكون‬
‫وا‬ mereka adalah
‫ِإ‬
‫فُقَ َرٓا َء‬ fakir
‫يُ ْغنِ ِه ُم‬ memberi kekayaan/kemampuan pada mereka
‫ٰ َو ِس ٌع‬ Maha Luas

‫َعلِي ٌم‬ Maha Mengetahui


a. Kandugan Surat An-Nur Ayat 32 Menurut Ibnu katsir
Segolongan ulama berpendapat bahwa setiap orang yang
mampu kawin diwajibkan melakukanya. Mereka berpegang kepada
makna lahiriah hadis Nabi Muhammad yang berbunyi: “Hai para
pemuda, barang siapa di antara kalian yang mampu menanggung
biaya perkawinan, maka hendaklah ia kawin.”
Karena sesungguhnya kawin itu lebih menundukkan
pandangan mata dan lebih memelihara kemaluan. Dan barang siapa
yang tidak mampu, hendaknyalah ia berpuasa, karena
sesungguhnya puasa itu dapat dijadikan peredam (berahi)
baginya.Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam
Muslim di dalam kitab sahihnya masing-masing melalui hadis Ibnu
Mas’ud. Di dalam kitab sunan telah disebutkan hadis berikut
melalui berbagai jalur, bahwa Rasulullah pernah bersabda:
“Nikahilah oleh kalian wanita-wanita yang subur peranakannya,
niscaya kalian mempunyai keturunan, karena sesungguhnya aku
merasa bangga dengan (banyaknya) kalian terhadap umat-umat lain
kelak di hari kiamat.” Menurut riwayat lain disebutkan, “Sekalipun
dengan bayi yang keguguran.”
Al-Ayama adalah bentuk jamak dari ayyimun. Kata ini
dapat ditujukan kepada pria dan wanita yang tidak punya pasangan
hidup, baik ia pernah kawin ataupun belum. Demikianlah menurut
pendapat Al-Jauhari yang ia nukil dari ahli lugah (bahasa).
Dikatakan rajulun ayyimun dan imra-tun ayyimun, artinya pria
yang tidak beristri dan wanita yang tidak bersuami. Firman Allah
“Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan
karunia-Nya.” (An Nuur:32), hingga akhir ayat. Ali ibnu Abu
Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna ayat ini
mengandung anjuran kepada mereka untuk menikah. Allah
memerintahkan orang-orang yang merdeka dan budak-budak untuk
kawin, dan Dia menjanjikan kepada mereka untuk memberikan
kecukupan. Untuk itu Allah berfirman:” Jika mereka miskin, Allah
akan memampukan mereka dengan karunia-Nya”. (An Nuur:32)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada
kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Mahmud ibnu
Khalid Al-Azraq, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu
Abdul Wahid, dari Sa’id ibnu Abdul Aziz yang mengatakan bahwa
telah sampai suatu berita kepadanya bahwa Abu Bakar As-Siddiq
r.a. pernah mengatakan, “Bertakwalah kalian kepada Allah dalam
menjalankan apa yang Dia perintahkan kepada kalian dalam hal
nikah, niscaya Dia akan memenuhi bagi kalian apa yang telah Dia
janjikan kepada kalian, yaitu kecukupan.” Allah telah berfirman:
Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan
karunia-Nya. (An Nuur:32)
Hadis riwayat imam Ahmad, Imam Turmuzi, Imam Nasai,
dan Imam Ibnu Majah. Nabi pernah mengawinkan lelaki yang tidak
mempunyai apa-apa selain sehelai kain sarung yang dikenakannya
dan tidak mampu membayar maskawin cincin dari besi sekalipun.

Firman Allah “Dan orang-orang yang tidak mampu kawin,


hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah
memampukan mereka dengan karunia-Nya”. (An Nuur:33)
Ini adalah perintah dari Allah , lelaki yang tidak mampu kawin,
hendaknyalah mereka memelihara dirinya dari hal yang
diharamkan, seperti yang disebutkan dalam sabda Rasulullah Saw:
Hai para pemuda, barang siapa di antara kalian yang mempunyai
kemampuan untuk kawin, kawinlah kalian, karena sesungguhnya
kawin itu lebih menundukkan pandangan mata dan lebih
memelihara kemaluan. Dan barang siapa yang tidak mampu,
hendaklah ia mengerjakan puasa, karena sesungguhnya puasa
merupakan peredam baginya. (An Nuur:33) Yakni berkenaan
dengan seorang lelaki yang melihat wanita lain hingga ia bernafsu
kepadanya. Maka jika ia mempunyai istri, hendaklah ia pulang
kepada istrinya dan tunaikanlah hajatnya itu kepadanya. Jika ia
tidak beristri, hendaklah mengalihkan pandangannya kepada
kerajaan langit dan bumi hingga Allah memberikan kecukupan
kepadanya.
b. Kandungan Surat An-Nur Ayat 32 Menurut Ibnu Abbas
‫هللا من فضله وهللا وسع عليم إن يكونوا فقراء يغنيهم‬
“ orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang
yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki
dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin
Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah
Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui."
Ibnu abbas dalam tafsirnya berkata, "Allah SWT
memerintahkan mereka untuk menikah dan memotivasi mereka
untuk melakukannya. Dia menyuruh mereka agar menikahkan
keluarga mereka yang statusnya manusia merdeka, dan menikahkan
hamba-hamba sahaya laki-laki mereka. Allah telah menjanjikan
kecukupan kepada mereka setelah mereka menikah.
c. Kandugan Surat An-Nur Ayat 32 Menurut Rowai’ul Bayan

‫ اَأْليَا َمى‬: merupakan jama dari kata ‫أيّم‬  yang berarti orang yang
belum beristri atau belum bersuami, baik statusnya itu
perawan/perjaka maupun sudah janda/duda. Dalam bahasanya
orang Arab
 ‫اَأْليَا َمى‬: mereka yang tidak berpasanganan, baik dari laki-
laki maupun perempuan.
‫ ِعبَا ِد ُك ْم‬ : berarti budak
‫اس ٌع‬
ِ ‫و‬ 
َ : Dzat yang memiliki kekayaan luas yangmana Allah
memberikan rezeki tersebut kepada orang yang Dia kehendaki dari
hamba-Nya.  
‫ َعلِي ٌم‬ : Maha mengetahui segala kebutuhan manusia dan
sesuatu yang baik bagi mereka. Maka Dialah yang melimpahkan
rezeki serta membagikan kepada mereka.
Nikahkanlah orang-orang yang belum bersuami atau belum
beristri. Tegasnya, berikanlah pertolongan kepada mereka sehingga
mereka dapat melaksanakan pernikahan.
Nikahkanlah juga budak-budakmu, baik laki-laki maupun
perempuan yang sanggup berumah tangga, sanggup memenuhi
haknya, sehat badan, bekecukupan serta dapa melaksanakan hak-
hak agama yang wajib bagi mereka. Janganlah kamu melihat
kemiskinan orang yang meminang atau kemiskinan orang yang
akan kamu nikahi. Karena Allah mempunyai keluasan dan
kekayaan. Tidak ada penghabisan bagi keutamaan-Nya dan tidak
ada batasan bagi kodratnya. Dia bisa memberi rezeki yang cukup
kepada suami istri tersebut. Serta Allah juga Maha mengetahui.
Dia memberi rezeki yang lapang kepada siapa yang Dia
kehendaki dan Dia menyempitkan rezeki kepada siapa yang Dia
kehendaki.
Bagi mereka yang tidak memperoleh jalan yang
memungkinkan untuk menikah, hendaklah mengguhkan niatnya
sampai mempunayi kemampuan untuk itu.
Apabila budakmu yang ingin memerdekakan diri
secara mukatabah, dengan cara membayar uang tebusan sesuai
perjanjian, maka penuhilah keinginan mereka dan jadikanlah
mereka orang yang merdeka setelah mereka memenuhi apa yang
telah diperjanjikan. Serta Allah juga mendorong para tuan
(pemilik) budak yang bersangkutan untuk memberikan sebagian
hartanya kepada budak yang dimilikinya untuk dapat
dipergunakan membayar tebusan atas dirinya.
Janganlah memaksa budak perempuanmu supaya mereka
melacurkan diri untuk mencari kekayaan, sedangkan mereka
sesungguhnya tidak mau malakukannya. Perempuan yang dipaksa
melacur akan diampuni dosanya oleh Allah dan dosa itu dipikul
oleh orang yang memaksanya.
 Kami (Allah) telah menurunkan kepadamu ayat-ayat al-
Qur’an yang nyata, yang menjelaskan segala apa yang kamu
perlukan. Sebagaimana Allah telah menurunkan kisah-kisah umat
terdahulu dan berbagai macam pelajaran yang menjadi ibarat atau
contoh bagi semua orang yang bertaqwa.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut tafsir Ibnu Katsir berpendapat terdapat pada Al Qur'an surat An
Nur ayat 32 bahwa setiap orang yang mampu kawin diwajibkan
melakukannya. Karena sesungguhnya kawin itu lebih menundukkan
pandangan mata dan lebih memelihara kemaluan. Dan barang siapa yang
tidak mampu, hendaknyalah ia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu
dapat dijadikan peredam (berahi) baginya. Ibnu Abbas dalam tafsirnya surat
An-Nur ayat 32 Allah menganjurkan pernikahan dan menggalakkannya, serta
menyuruh manusia supaya menikahkan orang-orang yang merdeka dan
hamba sahaya, dan Allah menjanjikan akan memberikan kecukupan kepada
mereka yang telah berkeluarga. Sedangkan menurut tafsir Rowai’ul Bayan,
yaitu Nikahkanlah orang-orang yang belum bersuami atau belum beristri.
Tegasnya, berikanlah pertolongan kepada mereka sehingga mereka dapat
melaksanakan pernikahan.
Janganlah kamu melihat kemiskinan orang yang meminang atau kemiskinan
orang yang akan kamu nikahi. Karena Allah mempunyai keluasan dan
kekayaan. Tidak ada penghabisan bagi keutamaan-Nya dan tidak ada batasan
bagi kodratnya. Dia bisa memberi rezeki yang cukup kepada suami istri
tersebut. Serta Allah juga Maha mengetahui. Dia memberi rezeki yang lapang
kepada siapa yang Dia kehendaki dan Dia menyempitkan rezeki kepada siapa
yang Dia kehendaki.
B. Saran
Kami menyadari sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kata sempurnaan serta banyak kekurangnya, baik dari segi tata bahasa
maupun dalam hal pengkonsolidasian kepada dosen serta teman-teman
sekalian yang kadangkala hanya menturuti egoisme pribadi. Untuk itu besar
harapan kami kritik dan saran yang membangun untuk lebih
menyempurnakan makalah kami.

Anda mungkin juga menyukai