Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

“ARBITRASE”
Disusun Guna Mememuhi Tugas Kuliah Alternatif Penyelesaian Sengketa
Dosen pengampu : Ana Ramadhona, S.H., M.H.

DISUSUN OLEH :

MARLINAS NASUTION 21100020


MUHAMMAD HARIS 21100014

PROGRAM STUDI PENDIDIKKAN AGAMA ISLAM


SEMESTER 4
SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM PUTRI MAHARAJA
PAYUKUMBUH
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya hantarkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
karunia serta rahmat-Nya, sehingga dalam kesempatan yang luar biasa ini, saya dapat
menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul “ARBITRASE”
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas dari Mata Kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan yang dibimbing langsung oleh Ibu Ana Ramadhona, S.H., M.H.
Didalam makalah ini saya akan menjelaskan beberapa sub materi dan melampirkan
beberapa sumber lainnya.
Semoga makalah yang saya buat bisa bermanfaat bagi diri sendiri dan memberikan
kesan yang baik bagi orang-orang yang membacanya.

Akhir kata saya sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini.

Payakumbuh, 4 Mei 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................i


DAFTAR ISI .............................................................................................................ii
BAB I PENDHULUAN ............................................................................................1
A. Latar Belakang .............................................................................................1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................1
C. Tujuan ...........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................3


A. Dasar Hukum Arbitrase ..............................................................................3
B. Pengertian Arbitrase ....................................................................................3
C. Unsur-Unsur Dari Arbitrase .......................................................................5
D. Asas-Asas Arbitrase .....................................................................................5
E. Keuntungan Arbitrase .................................................................................6
F. Kekurangan Arbitrase .................................................................................7
G. Kewenangan Arbitrase ................................................................................7
H. Jenis-Jenis Arbitrase ....................................................................................8
I. Syarat Dan Prosedur Arbitrase ..................................................................9
J. Objek Sengketadalam Arbitrase.................................................................12
K. Pemeriksaaan Dan Pembuktian Dalam Arbitrase ....................................13

BAB III PENUTUP ..................................................................................................17


A. Kesimpulan ...................................................................................................17
B. Saran ..............................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam pembelajaran alternatif penyelesaian sengketa kita mempelajari berbagai
solusi atau segala penyelesaian dalam berbagai sengketa yang terjadi pada suatu
daerah tertentu. Salah satu bentuk penyelesaian sengketa ini adalah arbitrase, yang
mana arbitrase ini biasa dikenal masyarakat umum sebagai penyelesaian sengketa
tanpa melalaui jalur hukum.
Menurut Subekti, menjelaskan bahwa arbitrase adalah penyelesaian atau
pemutusan sengketa oleh seseorang hakim atau para hakim berdasarkan persetujuan
bahwa para pihak akan tunduk mentaati keputusan yang diberikan oleh hakim atau
para hakim yang mereka pilih. Tujuan dari arbitrase ini adalah sebagai upaya
menyelesiakan sengketa dengan cara non-litigasi atau melalui cara-cara di luar
pengadilan.
Untuk lebih jelasnya kami sebagai pemakalah akan menjelaskan apa yang
disebut dengan arbitrase ini. Oleh karena itu, kami mengharapkan partisipasi dan
kritik dari teman-teman untuk menyempurnakan pembelajaran kita agar ilmu yang
kita pelajari dapat bermanfaat untuk kita dan terutama bagi penulis.
B. Rumusan Masalah
1. Menjelasakan dasar hukum Arbitrase
2. Menjelaskan pengertian Arbitrase
3. Menjelaskan unsur-unsur dari Arbitrase
4. Menjelaskan asas-asas Arbitrase
5. Menjelaskan keuntungan Arbitrase
6. Menjelaskan kekurangan Arbitrase
7. Menjelaskan kewenangan Arbitrase
8. Menjelaskan jenis-jenis Arbitrase
9. Menjelaskan syarat dan prosedur Arbitrase
10. Menjelaskan objek sengketadalam Arbitrase

1
11. Menjelaskan pemeriksaaan dan pembuktian dalam Arbitrase

C. Tujuan
1. Mengetahui dasar hukum Arbitrase
2. Mengetahui pengertian Arbitrase
3. Mengetahui unsur-unsur dari Arbitrase
4. Mengetahui asas-asas Arbitrase
5. Mengetahui keuntungan Arbitrase
6. Mengetahui kekurangan Arbitrase
7. Mengetahui kewenangan Arbitrase
8. Mengetahui jenis-jenis Arbitrase
9. Mengetahui syarat dan prosedur Arbitrase
10. Mengetahui objek sengketadalam Arbitrase
11. Mengetahui pemeriksaaan dan pembuktian dalam Arbitrase

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. DASAR HUKUM ARBITRASE


Arbitrase dalam pelaksanaannya memiliki dasar hukum, Arbitrase sudah ada
sejak zaman Belanda. Dasar Hukum pembentukan arbitrase pada saat itu adalah
pasal 377 HIR yang mengatur “jika orang indonesia atau orang timur asing
menghendaki perselisihan mereka diputuskan oleh juru pisah, maka mereka
wajib menuruti peraturan pengadilan perkara yang berlaku bagi bangsa Eropa”
Dasar hukum arbitase dalam RV (Reglement op de Burgerlijke
Rechtvordering) adalah “Adalah diperkenan bagi siapa saja, yang terlibat
didalam suatu sengketa yang mengenai hak-hak yang berada dalam
kekuasaannya untuk melepaskannya, untuk menyerahkan pemutusan sengketa
tersebut kepada seorang atau beberapa orang wasit”.
a. Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 berbunyi: “segala badan negara
dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum
diadakan peraturan yang baru menurut UUD ini”.
b. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Pokok-pokok
Kekuasaan Kehakiman, dalam penjelasan Pasal 3 kalimat terakhir
:”penyelesaian perkara diluar pengadilan atas dasar perdamaian atau
melalui wasit (arbitrase), tetap dibolehkan".
c. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian sengketa.1

B. PENGERTIAN ARBITRASE
Istilah arbitrase berasal darikata arbitrare (Latin), arbitrage
(Belanda/Perancis), arbitration (Inggris) dan shiedspruch (Jerman), yang berarti

1
Ana Ramadhona, Aternatif Penyyelesaian Sengketa (Alternatif Dispute Resolotion), (Payakumbuh:
STIH-PM Press, 2001), hal. 81-82.

3
kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut kebijaksanaan perdamaian
melalui arbiter atau wasit. Atau perdamaian melalui arbiter atau wasit.
Dalam literatur, dijumpai beberapa batasan arbitrase yang dikemukakan oleh
para ahli hukum, di antaranya adalah:
1. M.N. Purwosutjipto menyatakan bahwa Perwasitan adalah suatu peradilan
perdamaian di mana para pihak bersepakat agar perselisihan mereka
tentang hak pribadi yang dapat mereka kuasai sepenuhnya, diperiksa dan
diadili oleh hakim yang tidak meraihak, yang ditunjuk oleh para pihak
sendiri dan putusannya mengikat bagi kedua belah pihak.
2. Subekti, menyebutkan bahwa arbitrase adalah penyelesaian atau
pemutusan sengketa oleh seseorang hakim atau para hakim berdasarkan
persetujuan bahwa para pihak akan tunduk pada atau menaati keputusan
yang diberikan oleh hakim atau para hakim yang mereka pilih atau tunjuk
tersebut.
3. Frank Elkoury dan Edna Elkoury dalam bukunya "How Arbitration
Works" disebutkan bahwaarbitrase adalah suatu proses yang mudah atau
simple yang dipilih oleh para pihak secara sukarela yang ingin agar
perkaranya diputus oleh para pihak secara sukarela yang ingin agar
perkaranya diputus oleh juru pisah yang netral sesuai dengan pilihan
mereka di mana keputusan mereka berdasar kan dalil-dalil dalam perkara
tersebut. Para pihak setuju sejak semula untuk menerima putusan tersebut
secara final dan mengikat.
Berdasarkan definisi yang diberikan dalam pasal I angka 1 Undang-undang
No. 30 Tahun 1999, arbitrase adalah cera penyelesaian suatu sengketa perdata di
luar pengadilan umum yang didasarkan pada Perjanjian Arbitase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. 2
Dari pengertian Arbitrase berdasarkan Undang-Undang dapat diketahui bahwa
perjanjian dalam Arbitrase harus tertulis, bukan hanya sekadar perjanjian secara

2
Ana Ramadhona, Aternatif Penyyelesaian Sengketa (Alternatif Dispute Resolotion), (Payakumbuh:
STIH-PM Press, 2001), hal.82-84

4
lisan. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, pada dasarya dapat disimpulkan
bahwa unsur-unsur arbitrase adalah sebagai berikut:
1. Cara penyelesaian sengketa secara privat atau di luar pengadilan.
2. Atas dasar perjanjian tertulis dari para pihak.
3. Untuk mengantisipasi sengketa yang mungkin terjadi atau yang sudah
terjadi.
4. Dengan melibatkan pihak ketiga (arbiter atau wasit) yang berwenang
mengambil keputusan.
5. Sifat putusannya adalah final dan mengikat.

C. UNSUR-UNSUR DARI ARBITRASE


Unsur-unsur dari arbitrase antara lain:
a. Adanya Kesepakatan untuk penyelesaian sengketa-sengketa, baik yang
akan menyerahkan terjadi maupun yang telah terjadi, kepada seorang atau
beberapa orang pihak ketiga di luar pengadilan umum untuk diputuskan;
b. Penyelesaian sengketa yang bisa diselesaikan adalah sengketa yang
menyangkut hak pribadi yang dapat dikuasai sepenuhnya, khususnya
disini dalam bidang perdagangan, industri dan keuangan, dan putusan
tersebut akan merupakan akhir dan mengikat (final and binding).3

D. ASAS-ASAS ARBITRASE
Asas-asas yang dapat dirumuskan dari beberapa definisi tersebut diatas
adalah: 4
a. Asas Kesepakatan
Artinya kesepakatan para pihak untuk menyelesaikan perselisihan secara
damai, seia- sekata dan sepaham untuk menunjuk seorang atau beberapa
orang arbiter.
b. Asas Musyawarah

3
Ana Ramadhona, Aternatif Penyyelesaian Sengketa (Alternatif Dispute Resolotion), (Payakumbuh:
STIH-PM Press, 2001), hal.84-85
4
Ibid., hal 85

5
Yaitu setiap perselisihan diupayakan untuk diselesaikan secara
musyawarah, baik antara arbiter dengan para pihak maupun antara para
arbiter itu sendiri.
c. Asas Limitatif
yaitu adanya pembatasan dalam penyelesaian perselisihan melalui
arbitrase terbatas pada Perselisihan-perselisihan Perdagangan/Bisnis Dan
Industri.
d. Asas Final dan Binding
Yaitu suatu putusan arbitrase bersifat putusan akhir yang tidak dapat
dilanjutkan dengan upaya hukum lain, seperti banding atau kasasi.5

E. KEUNTUNGAN ARBITRASE
Arbitrase memiliki beberapa keuntungan sebagai sarana mengatasi sengketa
dengan damai, non-konfrontatif dan kooperatif dengan tujuan hasil tertentu. Hasil
ini dapat merupakan suatu penyelesaian hukum yang bersifat final dan mengikat
sama dengan pelaksanaan yang dimungkinkan melalui pengadilan.
Keuntungan arbitrase lainnya ialah dimana para pihak Masing-masing dapat
menunjuk seorang arbiter pilihan mereka yang akan mempertimbangkan bukti
yang diajukan sebagai dasar keputusannya. Hal ini berarti memberi kemungkinan
untuk menujuk seorang ahli yang mengerti tentang sengletanya dan juga dapat
membebaskan para pihak dari kewajiban menghadirkan ahli untuk minta
pendapat tanpa biaya tambahan apapun. Jadi dapat disimpulkan bahwa pada
umumnya, lembaga arbitrase mempunyai kelebihan dibandingkan dengan
lembaga peradilan, antara lain sebagai berikut:6
a. Kerahasiaan dijamin oleh para pihak yang bersengketa
b. Dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal yang prosedural
dan administras

5
Ana Ramadhona, Aternatif Penyyelesaian Sengketa (Alternatif Dispute Resolotion), (Payakumbuh:
STIH-PM Press, 2001), hal. 86
6
Ibid., hal 86-87

6
c. Para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya mempunyai
pengetahuan, pengalaman, serta latar belakang yang memadai mengenai
masalah yang disengketakan, jujur dan adil
d. Para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan
masalah, proses, dan tempat penyelenggaraan arbitrase
e. Putusan arbitrase adalah putusan yang mengikat para pihak dan melalui
tata cara atau prosedur yang sederhana dan langsung dapat dilaksanakan.

F. KEKURANGAN ARBITRASE
Perkembangan Arbitrase di Indonesia hingga saat ini hasilnya tidak terlalu
menggembirakan. Arbitrase secara umum tidak berjalan dengan baik dan efektif.
Ada berbagai alasan yang menyebabkan arbitrase tidak berjalan dengan baik dan
efektif yaitu:
a. Kurangnya pengetahuan umum, informasi masyarakat tentang arbitrase,
serta perhatian terhadap konsep dan keuntungannya.
b. Kekhawatiran bahwa putusan arbitrase di Indonesia tidak dapat dieksekusi
di pengadilan
c. Keberadaan ketentuan mengenai arbitrase tidak memberikan jaminan
berlakunya perjanjian arbitrase dan akibat putusan arbitrase
d. Panel arbitrase BANI hanya mendapat tekanan secara politik atau
ekonomi.7

G. KEWENANGAN ARBITRASE
Arbitrase, Ditinjau dari segi penunjukan arbiter yang akan duduk menjalankan
fungsi dan kewenangan memperlihatkan kedudukan dan keberadaannya pada
badarı swasta atau privat. 8 Arbitrase bukan badan kekuasaan peradilan (judicial
power) resmi yang sengaja didirikan oleh kekuasaan negara berdasarkan
konstitussi kenegaraan dari Negara yang bersangkutan, hal ini menyebabkan
kelaziman sebutan popular kepada arbitrase dengan “juru pisah persengketaan”.

7
Ana Ramadhona, Aternatif Penyyelesaian Sengketa (Alternatif Dispute Resolotion), (Payakumbuh:
STIH-PM Press, 2001), hal. 91
8
Ibid., hal. 92

7
Seolah-olah dalam menjalankan fungsi dan kewenagan memutus sengketa, bukan
“mengadili” tapi lebih mirip menyelesaikan persengketaan/ perselisihan.
Putusan arbirase umumnya mengikat para pihak. Penaatan terhadapnya
dipandang tinggi. Biasanya putusannya bersifat final dan mengikat. Itu karena
arbitrase dilaksanakan antara para pihak sendiri atas kesadaran akan penyelesaian
sengketa.
Putusan arbitrase merupakan suatu putusan yang diberikan oleh arbitrase ad-
hoc maupun lembaga arbitrase atas suatu perbedaan pendapat, perselisihan
paham maupun persengketaan mengenai suatu pokok persoalan yang lahir dari
suatu perjanjian dasar (yang memuat klausula arbitrase) yang diajukan pada
arbitrase ad-hoc, maupun lembaga arbitrase untuk diputuskan olehnya.
Berdasarkan pada “tempat di mana arbitrase tersebut diputuskan.

H. JENIS-JENIS ARBITRASE
1. Arbitrase Ad Hoc (Ad hoc Arbitration)
Yaitu arbitrase yang dibentuk khusus untuk menyelesaikan atau memutus
perselisihan tertentu, sehingga kehadiran dan keberadaan arbitrase ini bersifat
insidentil. Kedudukan dan keberadaannya hanya untuk melayani dan memutus
kasus perselisihan tertentu, selesai sengketa diputus, keberadaan dan fungsi
arbitrase ad hoc lenyap dan berakhir dengan sendirinya
Untuk mengetahui dan menentukan apakah arbitrase yang disepakati adalah
dengan ad hoc, dapat dilihat dari rumusan klausula.Apabila klausula Pactum de
compromittendo atau akta kompromis menyatakan perselisihan akan diselesaikan
oleh arbitrase yang berdiri sendiri diluar arbitrase institusional. Artinya apabila
klausula menyebut arbitrase yang akan menyelesaikan perselisihan terdiri dari
“arbitrase perseorangan” maka arbitrase yang disepakati adalah jenis ad hoc. Ciri
pokoknya penunjukan para arbiter adalah secara perseorangan.9
Mengenai cara penunjukan arbiter dalam arbitrase ad hoc dapat dilakukan
sendiri atas kesepakatan para pihak. Jika arbiternya tunggal, pengangkatannya

9
Ana Ramadhona, Aternatif Penyyelesaian Sengketa (Alternatif Dispute Resolotion), (Payakumbuh:
STIH-PM Press, 2001), hal.93-95

8
atas persetujuan bersama. Apabila arbiternya lebih dari seorang, masing- masing
pihak menunjuk seorang anggota, dan penunjukan Arbiter ketiga dapat dilakukan
atas kesepakatan atau menyerahkan pada kesepakatan arbiter yang telah ditunjuk
para pihak.

2. Arbitrase Institusional (Institutional Arbitration)


a. Sengaja didirikan Arbitrase institusional adalah arbitrase yang sengaja
didirikan. Pembentukannya ditujukan untuk menangani sengketa yang
timbul bagi mereka yang menghendaki penyelesaian di luar pengadilan.
La merupakan wadah yang sengaja didirikan untuk menampung persilihan
yang timbul dari perjanjian. Faktor kesengajaan dan sifat permanent pada
arbitrase institusional merupakan ciri pembeda badan ini dengan arbitrase
ad hoc, selain itu juga bahwa arbitrase ini sudah ada berdiri sebelum
sengketa timbul sedangkan ad hoc selain sifatny insidentil untuk
menangani suatu kasus tertentu, dar. Baru dibentuk setelah perselisihan
timbul.

b. Arbitrase Institusional yang Bersifat Internasional Selain bersifat nasional.


Arbitrase juga ada yang bersifat internasional. Bahkan badan-badan
arbitrase internasional tertua didirikan pada tahun 1919 di Paris yaitu
Court of Arbitration of the International Chamber of Commerce yang
disingkat dengan ICC. Arbitrase yang bersifat international merupakan
“pusat” perwasitan penyelesaian sengketa di bidang masalah tertentu
antara para pihak yang berlainan kewarganegaraan di bidang perdagangan
pada umumnya.

I. SYARAT DAN PROSEDUR ARBITRASE


1. Syarat menjadi arbiter10
Arbiter adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang
bersengketa atau yang ditunjuk oleh Pengadilan Negeri atau oleh lembaga

10
Ana Ramadhona, Aternatif Penyyelesaian Sengketa (Alternatif Dispute Resolotion), (Payakumbuh:
STIH-PM Press, 2001), hal.95

9
arbitrase, untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu yang
diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase (Pasal 1 angka 7 UU 30/1999).
Secara umum, mengenai atau pengangkatan arbiter dapat kita jumpai
pengaturannya dalam Pasal 12 UU 30/1999 yang berbunyi:
(1) Yang dapat ditunjuk atau diangkat sebagai arbiter harus memenuhi syarat:
a. Cakap melakukan tindakan hukuri;
b. Paling rendah 35 tahun,
c. Tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda
sampai dengan derajat kedu dengan salah satu pihak bersengketa;
d. Tidak mempunyai kepentingan finansial atau kepentingan lain atas
putusan arbitrase; dan e. Memiliki pengalaman serta menguasai
secara aktif di bidangnya paling sedikit 15 tahun.

(2) Hakim, jaksa, panitera dan pejabat peradilan lainnya tidak dapat ditunjuk
atau diangkat sebagai arbiter.

Dari bunyi pasal di atas dapat kita ketahui bahwa sepanjang seseorang
menienuhi syarat-syarat di atas, maka ia dapat ditunjuk atau diangkat sebagai
arbiter. Ketentuan ini juga tidak mensyaratkan bahwa ia harus menempuh
Pendidikan khusus untuk menjadi arbiter.

2. Prosedur pengangkatan menjadi arbiter.


Pada dasarnya, pemilihan arbiter itu dilakukan oleh para pihak yang
bersengketa dan diusulkan sendiri oleh pihak yang bersengketa. Akan tetapi,
dalam hal para pihak tidak dapat mencapai kesepakatan mengenai pemilihan
arbiter atau tidak ada ketentuan yang dibuat mengenai pengangkatan arbiter,
Ketua Pengadilan Negeri menunjuk arbiter atau majelis arbitrase. Pengaturan ini
dapat kita lihat dalam Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang 30 Tahun 1999.11

Kemudian, dalam suatu arbitrase ad hoc bagi setiap ketidaksepakatan dalam


penunjukan seorang atau beberapa para pihak dapat mengajukan permohonan
11
Ana Ramadhona, Aternatif Penyyelesaian Sengketa (Alternatif Dispute Resolotion), (Payakumbuh:
STIH-PM Press, 2001), hal.95-96

10
kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk menunjuk seorang arbiter atau lebih
dalam rangka penyelesaian sengketa para pihak (Pasal 13 ayat (2) UU 30 Tahun
1999). Pemilihan dan Pengangkatan arbiter tunggal dapat dilihat pengaturannya
dalam Pasal 14 Undang-Undang 30 Tahun 1999:
(1) Dalam hal para pihak telah bersepakat bahwa sengketa yang timbul akan
diperiksa dan diputus oleh arbiter tunggal, para pihak wajib untuk
mencapai suatu kesepakatan tentang pengangkatan arbiter tunggal.
(2) Pemohon dengan surat tercatat, telegram, teleks, faksimili, e-mail atau
dengan buku ekspedisi harus mengusulkan kepada pihak termohon nama
orang yang dapat diangkat sebagai arbiter tunggal.
(3) Apabila dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari setelah termohon
menerima usul pemohon sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) para pihak
tidak berhasil menentukan arbiter tunggal, atas permohonan dari salah satu
pihak, Ketua Pengadilan Negeri dapat mengangkat arbiter tunggal

Ketua Pengadilan Negeri akan mengangkat arbiter tunggal berdasarkan daftar


nama yang disampaikan oleh para pihak, atau yang diperoleh dari organisasi atau
lembaga arbitrase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, dengan
memperhatikan baik rekomendasi maupun keberatan yang diajukan oleh para
pihak terhadap orang yang bersangkutan. 12
Pasal di atas menjelaskan tentang pengangkatan arbiter tunggal. Dari sini kita
bisa ketahui bahwa undang-undang memberikan kesempatan kepada salah satu
pihak yang bersengketa untuk mengusulkan kepada pihak lainnya mengenai
arbiter tunggal yang akan memeriksa dan memutus perkaranya. Jadi, para
pihaklah yang menentukan arbiter tunggal itu. Akan tetapi, jika dalam kurun
waktu yang ditentukan para pihak dak berhasil menentukan, maka ketua
pengadilan negeri yang mengangkat arbiter tunggal itu. Para pihak juga bisa
menentukan lebih dari satu arbiter yang akan memeriksa dan memutus
perkaranya (Pasal 15 Undang- Undang 30 Tahun 1999).

12
Ana Ramadhona, Aternatif Penyyelesaian Sengketa (Alternatif Dispute Resolotion), (Payakumbuh:
STIH-PM Press, 2001), hal.96-98

11
Dengan ditunjuknya seorang arbiter atau beberapa arbiter oleh para pihak
secara tertulis dan diterimanya penunjukan tersebut oleh seorang arbiter atau
beberapa arbiter secara tertulis, maka antara pihak yang menunjuk dan arbiter
yang menerima penunjukan terjadi suatu perjanjian perdata. Penunjukan ini
mengakibatkan bahwa arbiter atau para arbiter akan memberikan putusannya
secara jujur, adil, dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan para pihak akan
menerima putusannya secara final dan mengikat seperti yang telah diperjanjikan
bersama, demikian yang dikatakan dalam Pasal 17 Undang-Undang 30 Tahun
1999. Pada praktiknya, arbiter yang bekerja pada suatu badan/instansi tertentu
juga harus memenuhi persyaratan tambahan yang ditentukan oleh badan/instansi
yang bersangkutan.
Dalam pasal 73 Undang-Undang 30 Tahun 1999 disebutkan bahwa tugas
arbiter akan berakhir karena :
a. Putusan mengenai sengketa telah diambil,
b. Jangka waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian arbitrase atau
sesudah diperpanjang oleh para pihak telah lampau;
c. Para Para pihak sepakat untuk menarik kembali penunjukan arbiter.

J. OBJEK SENGKETA DALAM ARBITRASE


Arbitrase merupakan cara penyelesaian sengketa melalui “adjudikatif privat”,
yang putusannya bersifat final dan mengikat. Arbitrase sekarang diatur diatur
Undang-Undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa. Dalam ketentuan Pasal 3 Undang- Undang No. 30 Tahun
1999 disebutkan bahwa Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili
sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase. 13 Adapun objek
pemeriksaan Arbitrase adalah memeriksa sengketa keperdataan, tetapi tidak
semua sengketa keperdataan dapat diselesaikan melalui arbitrase, hanya bidang
tertentu yang disebutkan dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 30 tahun
1999 yaitu “sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di

13
Ana Ramadhona, Aternatif Penyyelesaian Sengketa (Alternatif Dispute Resolotion), (Payakumbuh:
STIH-PM Press, 2001), hal.99-100

12
bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan
perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa”.
Penjelasannya tidak memberikan apa yang termasuk dalam bidang perdagangan.
Jika dihubungkan dengan penjelasan Pasal 66, termasuk dalam ruang lingkup
perdagangan adalah kegiatan-kegiatan antara lain bidang:
1. Perniagaan
2. Perbankan
3. Keuangan
4. Penanaman Modal
5. Industri dan,
6. Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI)

Selanjutnya Pasal 5 ayat (2) menyebutkan bahwa: “Sengketa yang tidak dapat
diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan
perundang- undangan tidak dapat diadakan perdamaian”. Dengan menggunakan
penafsiran argumentum a contrario, maka kompetensi arbitrase adalah sengketa
di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan
perundang-undangan dapat diadakan perdamaian.

K. PEMERIKSAAN DAN PEMBUKTIAN DALAM ARBITRASE


Di dalam proses arbitrase, usaha mendamaikan para pihak merupakan
prioritas utama dari arbiter yang menyidangkannya. Usaha-usaha yang
dilakukan:
1) Dalam sidang pertama setelah sidang dibuka, arbiter atau majelis arbitrase
wajib menawarkan perdamian pada para pihak. Setelah itu sidang ditunda
sampai hari yang disepakati oleh kedua belah pihak.
2) Apabila perdamaian tercapai dan dilaporkan pada sidang berikutnya, majelis
menyiapkan memorandum tentang persetujuan damai, yang mempunyai
kekuatan hukum yang sama dengan putusan majelis.14

14
Ana Ramadhona, Aternatif Penyyelesaian Sengketa (Alternatif Dispute Resolotion), (Payakumbuh:
STIH-PM Press, 2001), hal.100

13
3) Apabila tidak tercapai kesepakatan damai, sidang dilanjutkan untuk
pemeriksaan lenih lanjut

a. Alat Bukti yang Sah


1. Alat bukti yang sah sesuai dengan perundang-Undangan tertentu.
Dalam praktik dunia arbitrase mengenai alat bukti dan penilaian pembuktian,
bisa beragam penerapannya. Tergantung pada hukum yang ditunjuk dan
disepakati oleh para pihak dalam klausula arbitrase. Mereka bisa menunjuk dan
menundukkan diri kepada ketentuan pembuktian yang diatur dalam hukum
perdata internasional.
2. Alat bukti yang sah didasarkan atas kesepakatan.
Alat bukti yang sah berupa bukti yang terdapat dalam suatu perundang-
undangan atau hukum tertentu apabila hukum itu ditunjuk berdasarkan
kesepakatan dalam klausula arbitrase, bisa juga terjadi, alat bukti yang sah
hanya terbatas sepanjang alat bukti yang ditentukan berdasar kesepakatan para
pihak. Para pihak dapat menentukan dalam klausula arbitrase apakah itu dalam
pactum de compromittendo atau akta kompromis, bahwa persengketaan hanya
dapat dibuktikan berdasarkan. Alat bukti tertentu. Misalnya para pihak sepakat
dalam klausula arbitrase, pembuktian yang sah hanya alat bukti surat, saksi dan
keterangan para pihak. Sehingga dengan sengaja para pihak telah
menyingkirkan alat bukti lain yang lazim dipergunakan dalam suatu aturan
tertentu.

Alat Bukti yang Umum Dalam Berbagai Peraturan antara lain:


a. Menurut BANI
Dalam Peraturan Prosedur BANI, proses pemeriksaan pembuktian diatur
dalam pasal 14 dan hanya pasal ini dapat ditemui penyebutan alat-alat bukti
yang dianggap sah digunakan untuk membuktikan statement of claim dari
pihak respondent. Alat bukti tersebut adalah:15

15
Ana Ramadhona, Aternatif Penyyelesaian Sengketa (Alternatif Dispute Resolotion), (Payakumbuh:
STIH-PM Press, 2001), hal.101-102

14
1) Alat bukti ketetangan para pihak dalam bentukPengakuan,
2) Alat bukti keterangan saksi,
3) Alat bukti keterangan ahli.
Menurut BANI penggantian arbiter dapat dilakukan apabila :
a. Kematian atau Cacat Dalam hal seorang arbiter meninggal dunia atau tidak
mampu secara tegas untuk melakukan tugasnya, selama jalannya proses
pemeriksaan arbitrase, seorang arbiter pengganti harus ditunjuk berdasarkan
ketentuan yang sama menurut Pasal 10 seperti halnya yang berlaku terhadap
penunjukan atau pemilihan arbiter yang diganti.
b. Pengunduran diri Arbiter
Calon atau arbiter yang mempunyai pertentangan kepentingan (conflict of
interest) dengan perkara atau para pihak yang bersengketa wajib untuk
mengundurkan diri. Sebaliknya apabila Majelis telah terbentuk maka, tidak
seorang pun arbiter boleh mengundurkan diri dari kedudukannya kecuali
terjadi pengingkaran terhadap dirinya sesuai dengan ketentuan-ketentuan
Peraturan Prosedur ini dan peraturan perundang-undangan.
c. Kelalaian Bertindak
Dalam hal seorang arbiter lalai dalam melakukan tugasnya, baik secara de
jure atau de facto, satu dan lain atas pertimbangan Ketua BANI sehingga
tidak mungkin bagi dirinya menjalankan fungsinya, sebagaimana ditentukan
Ketua, maka prosedur sehubungan dengan pengingkaran dan penggantian
seorang arbiter sesuai ketentuan- ketentuan dalam Pasal 11 berlaku.
d. Pengulangan Pemeriksaan
Seorang Arbiter tunggal diganti maka pemeriksaan perkara, termasuk sidang-
sidang yang telah diselenggarakan sebelumnya harus diulang. Apabila Ketua
Majelis diganti, setiap sidang kesaksian sebelumnya dapat diulang apabila
dianggap perlu oleh para arbiter lainnya.16 Apabila seorang arbiter dalam
Majelis diganti, maka para arbiter lainnya harus memberikan penjelasan

16
Ana Ramadhona, Aternatif Penyyelesaian Sengketa (Alternatif Dispute Resolotion), (Payakumbuh:
STIH-PM Press, 2001), hal.110-112

15
kepada arbiter yang baru ditunjuk dan sidang-sidang sebelumnya tidak perlu
diulang kecuali dalam keadaan-keadaan khusus dimana, Majelis menurut
pertimbangannya sendiri menganggap perlu berdasarkan alasan-alasan
keadilan. Apabila terjadi pengulangan sidang-sidang berdasarkan alasan-
alasan diatas, Majelis dapat mempertimbangkan perpanjangan waktu
pemeriksaan perkara.
b. Menurut UU No. 30 Tahun 1999
Di dalam pasal 36 Undang-undang tersebut menyatakan bahwa "(1).
pemeriksaan sengketa dalam arbitrase harus diajukan secara tertulis (2).
pemeriksaan secara lisan dapat dilakukan apabila disetujui para pihak atau
dianggap perlu oleh arbiter atau majelis arbiter."
Kemudian dari pasal 37 sampai pasal 48 adalah menyebutkan bagaimana
bentuk pemeriksaan yang di lakukan dalam forum mahkamah arbitrase terhadap
pemeriksaan saksi, bukti serta jangka waktu yang menjadi dalam mengajukan
tuntutan pada arbitrase.17

17
Ana Ramadhona, Aternatif Penyyelesaian Sengketa (Alternatif Dispute Resolotion), (Payakumbuh:
STIH-PM Press, 2001), hal.117-118

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa arbitrase ini
adalah salah satu bentuk penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh pihak yang
bersangkutan. Namun arbitrase ini tidak melakukan penyelesaian sengketa
dengan pihak berwajib/hukum (non-litigasi), melainkan dengan cara musyawarah
mufakat dengan tujuan untuk mencapai perdamaian dalam sengketa tersebut.
Selanjutnya kita juga dapat mengetahui bahwa arbitrase ini terbagi menjadi 2
macam, diantaranya:
1. Arbitrase Ad Hoc (Ad hoc Arbitration)
Yaitu arbitrase yang dibentuk khusus untuk menyelesaikan atau memutus
perselisihan tertentu, sehingga kehadiran dan keberadaan arbitrase ini
bersifat insidentil.
2. Arbitrase Institusional (Institutional Arbitration)
a. Sengaja didirikan Arbitrase institusional adalah arbitrase yang sengaja
didirikan. Pembentukannya ditujukan untuk menangani sengketa yang
timbul bagi mereka yang menghendaki penyelesaian di luar pengadilan.
b. Arbitrase Institusional yang Bersifat Internasional Selain bersifat
nasional. Arbitrase juga ada yang bersifat internasional. Arbitrase yang
bersifat international merupakan “pusat” perwasitan penyelesaian
sengketa di bidang masalah tertentu antara para pihak yang berlainan
kewarganegaraan di bidang perdagangan pada umumnya.

B. Saran
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis membutuhkan saran serta kritik
yang membangun dari para pembaca.

17
DAFTAR PUSTAKA

Ramadhona, Ana. 2001. Aternatif Penyyelesaian Sengketa (Alternatif Dispute


Resolotion). Payakumbuh: STIH-PM Press.

18

Anda mungkin juga menyukai