TOKOH MUHAMMADIYAH
Dr. dr Ahmad Watik Pratiknya
Tugas ini di ajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah
Kemuhammadiyahan
Dosen Pengampu: Nurohmah, S.ST.,M.HSc
Disusun Oleh:
KELOMPOK 5
Ninna Maelani 512022032
Ananda Rizqia 512022039
Siti Sindi Widiati Robi’ah 512022052
Syifa Krisna Hasnamuntaz 512022057
Isna Safitri 512022066
Ratnasari 512022076
KELAS B
2
buku bagus berjudul Pesan Perjuangan Seorang Bapak; Percakapan
Antargenerasi. Buku itu memuat hasil serangkaian wawancara pada 1986-
1987 dari lima tokoh muda dengan Dr Mohammad Natsir yang pernah
memimpin Masyumi dan pernah menjadi Perdana Menteri RI. Adapu.n lima
tokoh muda itu adalah Endang Saifuddin Anshari, Yahya A. Muhaimin,
Kuntowijoyo, Amien Rais, dan Ahmad Watik Pratiknya.
Dr dr Ahmad Watik Pratiknya wafat hari Jum’at, tanggal 19 Februari 2016,
dalam usia 68 tahun di Rumah Sakit Islam Jakarta (RSIJ), salah satu rumah
sakit yang didedikasikan oleh Muhammadiyah untuk bangsa dan kemanusiaan
di mana beliau sendiri menjadi ketua Badan Pembina Harian (BPH)-nya
selama lebih dari sepuluh tahun.
3
secara sangat saintifik. Sebuah gerakan dakwah, baginya, haruslah dilakukan
dengan berdasarkan peta yang akurat dan data yang valid sehingga pesan-pesan
dakwah dapat benar-benar mencapai sasaran sesuai dengan visi dan misi dakwah.
Setelah beliau masuk menjadi anggota Majelis Tabligh PP
Muhammadiyah (1985-1990) proyek Peta Dakwah dan Bengkel Dakwah yang
semula hanya berjalan dalam lingkup Yayasan Salahuddin itu masuk menjadi
program utama Muhammadiyah sehingga menjadi semakin berdimensi nasional.
Sebagai organisator yang ulung yang sangat cerdas pikiran-pikiran beliau sangat
mewarnai gerakan Muhammadiyah sehingga benar-benar menjadi gerakan
dakwah Islam yang secara organisasional modern dan tidak miopik, sebuah kata
yang sangat sering diucapkannya. Keterlibatannya dalam Muhammadiyah
semakin intensif dan ekstensif ketika beliau terpilih dalam jajaran elite 13 PP
Muhammadiyah (periode 1990-1995, 1995-2000, dan 2000-2005).
Tidak cukup dengan itu, sebagai kader umat dan kader bangsa, Pak Watik
juga menjadi salah seorang tokoh Islam yang ikut membidani kelahiran ICMI
(Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia) pada tahun 1990. Sejak saat itu, beliau
dikenal sangat dekat dengan Prof Dr BJ Habibie dan tetap setia menemaninya
baik selama yang terakhir ini menjabat Menteri Riset dan Teknologi, Ketua
Umum ICMI, Wakil Presiden Republik Indonesia (1998) dan Presiden Republik
Indonesia (1998-1999), maupun ketika beliau tidak lagi memegang kekuasaan
apapun. Sampai akhir hayatnya, Pak Watik menjadi Direktur The Habibie Center
(THC), sebagai manifestasi kesetiaan beliau menemani Prof BJ Habibie
membangun bangsa.
Di kenal sebagai Tokoh yang setia
Kesetiaan Pak Watik terhadap Bapak Prof Dr BJ Habibie bukanlah
kesetiaan seorang politikus, melainkan kesetiaan seorang teman dan sahabat.
Kesetiaan tanpa pamrih. Bayangkan, bahkan ketika Prof BJ Habibie menjadi
Presiden RI sekalipun, Pak Watik tidak berharap menjadi menteri. Dan memang
nyatanya beliau tidak masuk ke dalam kabinet. Tetapi Pak Watik tetap dengan
4
setia membantu dan menemani Prof Dr BJ Habibie. Bahkan hal itu tetap
dilakukannya ketika beliau lengser keprabon dengan penuh kenegarawanan. A
friend in need is a friend in deed, teman di waktu susah itulah teman yang
sebenarnya.
Sikap kesetiaan terhadap teman juga tampak dalam persahabatannya
dengan Prof Amien Rais dan Prof Syafii Maarif. Seperti telah diketahui Pak
Watik masuk gerbong Majelis Tabligh PP Muhammadiyah (1985-1990) diajak
oleh Prof Amien Rais yang terpilih dalam Muktamar ke-42 sebagai anggota Pleno
13 PP sekaligus merangkap Ketua Majelis Tabligh. Bersama-sama dengan Pak
Watik masuklah ke dalam gerbong itu Prof Syafii Maarif, Dr Kuntowijoyo, Dr
Simuh, dan lain-lainnya. Dan ternyata lima tahun kemudian (dalam Muktamar ke-
43 tahun 1995), Pak Watik dan Buya Syafii Maarif terpilih juga menjadi 13
anggota PP Muhammadiyah bersama-sama Dr Amien Rais yang terpilih kembali
sebagai Ketua.
Semua orang tahu betapa rukun dan kompaknya trio Muhammad Amien
Rais-Ahmad Syafii Maarif-Ahmad Watik Praktiknya dalam Majelis Tabligh dan
PP Muhammadiyah ketika itu. Maka betapa terkejutnya kami anak-anak muda
Muhammadiyah ketika dalam suasana dinamika politik 1999-2004, apalagi
menjelang Pemilu Presiden Tahun 2004, sempat mendengar sinyalemen bahwa
hubungan antara tiga pendekar Muhammadiyah itu sempat renggang, atau bahkan
retak. Tentu kabar tersebut terbukti hanyalah sinyalemen belaka yang tidak
mengandung kebenaran. Pasalnya, Pak Watik Pratiknya dan Buya Syafii Maarif
terlibat aktif dalam Tim Menara, sebuah Tim Sukses untuk Calon Presiden Amien
Rais (2004) yang dipimpin oleh Dr Din Syamsuddin, yang berpusat di Jl Menteng
Raya 62, Jakarta Pusat. Mereka bertiga kompak dan setia sepanjang masa.
Pak Watik menjadi contoh yang sangat bagus akan pentingnya menjaga
sebuah persahabatan dan persaudaraan. Pak Watik menjadi inspirasi bagi generasi
muda. Sabtu, 20 Februari 2016, malam ba’dha Isya’, bersama Ibu Watik
Pratiknya dan semua putra-putrinya, kami berdoa dipimpin oleh Prof Din
5
Syamsuddin dan bercengkerama selama hampir dua jam mengenang aktivisme
almarhum selama ini. Terkenang lah kami pada sabda Nabi Muhammad saw
bahwa “Jika mati anak Adam maka putuslah amalnya, kecuali mereka yang
memiliki tiga hal: amal atau shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak-
anak yang salih yang senantiasa mendoakannya” (al-Hadits). Kami yakin, Pak
Watik Pratiknya wafat dengan meninggalkan ketiganya sekaligus! Insya Allah.