Di Susun Oleh :
LATAR BELAKANG
Konflik kewenangan antara kedua lembaga ini terjadi karena adanya perbedaan
interpretasi mengenai batasan dan ruang lingkup tugas dan wewenang masing-masing
lembaga. Salah satu contoh terjadinya konflik kewenangan adalah ketika KY
memberikan sanksi etik terhadap seorang hakim yang kemudian merasa dirugikan dan
mengajukan gugatan ke MKMK. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai siapa
yang berwenang memutuskan sengketa tersebut, apakah KY atau MKMK.
Konflik kewenangan antara MKMK dan KY juga dapat menimbulkan masalah dalam
mewujudkan legitimasi institusional dan penegakan etik dalam kekuasaan kehakiman.
Karena kedua lembaga tersebut memiliki peran yang penting dalam menjaga keadilan
dan kepercayaan publik terhadap sistem peradilan, maka konflik antara keduanya
dapat merusak citra dan legitimasi institusi kehakiman.
Konflik kewenangan yang terjadi antara Komisi Yudisial dengan Mahkamah Konstitusi
terjadi ketika Mahkamah Konstitusi mengeluarkan Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 005/PUU/IV-2006. Dalam putusan itu, kewenangan Komisi Yudisial untuk
mengawasi perilaku hakim tetap berlaku pada hakim agung, tetapi tidak berlaku bagi
hakim konstitusi. Dengan putusan ini, maka tidak akan ada pengawasan lembaga
eksternal di Mahkamah Konstitusi. Konteks pengawasan akhirnya hanya dilakukan
oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi yang berada di internal Mahkamah
Konstitusi.
Selain itu memang benar telah terjadi nya tumpang tindih antara MKMK dengan KY,
hal demikian di sebab kan karena berdasarkan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor
1 Tahun 2023Tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi yang di mana mkmk
berwenang menjaga keluhuran martabat dan kehormatan Mahkamah. selain itu pada
pasal 3 ayat (2) mkmk juga berwenang memeriksa dan memutus dugaan pelanggaran
Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.
KESIMPULAN
Untuk mengatasi potensi tumpang tindih kewenangan dan konflik antara MKMK dan
KY, diperlukan upaya untuk memperkuat koordinasi dan kerjasama antara kedua
lembaga tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan memperjelas tugas dan fungsi
masing-masing lembaga serta membentuk mekanisme koordinasi yang efektif. Selain
itu, diperlukan juga peningkatan kualitas sumber daya manusia dan penguatan sistem
pengawasan internal di kedua lembaga untuk mencegah terjadinya pelanggaran etik dan
penyalahgunaan wewenang.
Selain itu, pemerintah dan lembaga legislatif juga dapat melakukan reformasi
kelembagaan yang lebih luas untuk memperbaiki sistem peradilan di Indonesia secara
keseluruhan. Reformasi ini dapat meliputi peningkatan kualitas pendidikan dan
pelatihan untuk hakim dan pengawas, peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam
sistem peradilan, serta peningkatan akses masyarakat terhadap sistem peradilan.
Dengan upaya yang terkoordinasi dan berkesinambungan, diharapkan konflik
kewenangan antara MKMK dan KY dapat diminimalkan dan sistem peradilan di
Indonesia dapat semakin efektif dan efisien dalam menjaga keadilan dan kepercayaan
publik.