Watermarked-7. Harmmonisasi Antologi Fiks
Watermarked-7. Harmmonisasi Antologi Fiks
BERAGAMA:
Merawat Keberagaman dalam
Bingkai Kebhinekaan
Yosep Belen Keban, Ps. Dr. Talizaro Tafonao, Dwi Indah Nursita,
Baiq Ismiati, Misdianto, I Ketut Putu Suardana, Eka Yulianti,
Mohammad Rifqi Junaidi, Ahmad Mufit Anwari, Mochamad Fadlani
Salam, Nur Wahyuni, Sayu Kadek Jelantik, Rieka Yulita Widaswara,
Sholihatul Atik Hikmawati, Rosidin, Muhammad Holimi, Antoni
Manurung, Siti Muawanatul Hasanah, Ilham
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 2002
TENTANG HAK CIPTA
PASAL 72
KETENTUAN PIDANA
SANKSI PELANGGARAN
HARMONISASI UMAT
BERAGAMA:
Merawat Keberagaman dalam
Bingkai Kebhinekaan
HARMONISASI UMAT BERAGAMA:
Merawat Keberagaman dalam Bingkai Kebhinekaan
ISBN: 978-623-95865-6-0
xvi+ 212 hal; 14,8 x 21 cm
Diterbitkan oleh:
Indonesia)
Oleh:
Yosep Belen Keban, S.S., M.M.
(Dosen Sekolah Tinggi Pastoral Reinha Larantuka-Flores Timur)
Daftar Pustaka
Ali, A. Mukti. 1992. “ Ilmu Perbandingan Agama Dialog, Dakwah
dan Misi”. Dalam Ilmu Perbandingan Agama di Indonesia dan
Belanda, diedit oleh Burhanuddin Daja dan Herman Leonard
Beck. Jakarta: INIS.
Hidayat, Komaruddin dan Ahmad Gaus AF. Ed. 1998. Passing Over:
Melintas Batas Agama. Jakarta: Pustaka Utama.
Oleh:
Ps. Dr. Talizaro Tafonao, M.Pd.K.
(Dosen Sekolah Tinggi Teologi REAL Batam)
Pendahuluan
Dalam menjaga kehidupan keberagaman agama di Indonesia
sangat membutuhkan kerjasama yang baik dari berbagai pihak.
Kerukunan keberagaman agama adalah salah satu modal dalam
memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Selaras dengan pernyataan Mas‟udi mengatakan bahwa keru-
kunan beragama menjadi salah satu modal berharga yang harus
dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat demi menciptakan
kehidupan yang luhur (Mas‟udi, 2018). Bila diamati secara
menyeluruh, pada dasarnya hubungan lintas budaya dan agama di
Indonesia telah menghasilkan sikap pluralis dan toleran dalam
menyikapi setiap perbedaan yang ada. Hal ini terbukti bangsa
Indonesia telah menyatukan suku, agama, ras adat-istiadat,
budaya dan golongan dengan hidup berdampingan dan memiliki
ruang negosiasi yang sangat tinggi dalam kehidupan sehari-hari
yang kita kenal dengan toleransi (Digdoyo, 2018). Tetapi
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan ini, maka salah satu cara menjaga
keberagaman agama di Indonesia adalah lewat pendidikan.
Pendidikan memiliki ruang yang sangat strategis dalam mendidik
masyarakat untuk memiliki pemahaman yang benar tentang
keberagaman agama. Dengan demikian yang menjadi langkah
konkrit adalah memperlengkapi dan mendidik (secara formal dan
non formal) agar setiap umat mampu hidup berdampingan dalam
kemajemukan yang ada. Sebab kehidupan keberagaman agama
adalah karya Allah yang harus dirawat bersama. Oleh karena itu
mengembangkan moderasi beragama adalah tanggung jawab
bersama sebagai praktik hidup dalam beragama sebagaimana
penjelasan dalam artikel ini.
Oleh:
Dwi Indah Nursita, S.Pd.I., M.Pd.
(Dosen IAI Uluwiyah, Mojokerto)
Daftar Pustaka
Luh Riniti Rahayu dan Putu Surya Wedra Lesmana. 2020. Potensi
Peran Perempuan dalam Mewujudkan Moderasi Beragama di
Indonesia. Pustaka Vol. XX. No. 1. P-ISSN: 2528-7508. E-
ISSN: 2528-7516
Oleh:
Baiq Ismiati
(Dosen Universitas Alma Ata Yogyakarta)
Daftar Pustaka
Oleh:
Misdianto, M.Pd.
(Guru SMA Negeri Plus, Provinsi Riau)
Daftar Pustaka
Armawi, Armaidy. 2019. Nasionalisme Dalam Dinamika Ketahanan
Nasional. Yogyakarta: UGM.
(https://www.kompas.com/skola/read/2020/03/04/08000169/arti-
penting-keberagaman-dalam-masyarakat-indonesia?page=all).
Diakses pada tanggal 3 Januari 2021.
Oleh:
I Ketut Putu Suardana, M.I.Kom
(Institut Agama Hindu Negeri Gde Pudja Mataram)
Oleh:
Eka Yulianti, M. Pd.
(STKIP Yapis Dompu)
Pendahuluan
Indonesia merupakan negara majemuk yang memiliki beragam
suku, agama, ras, dan budaya. Keberagaman tersebut merupakan
kekuatan yang dimiliki Indonesia, namun dalam
implementasinya, dinamika ekspresi keberagamaan di era
demokrasi terkadang berpotensi memunculkan ketegangan dan
konflik antar masyarakat, antar umat beragama atau bahkan
internal umat beragama. Oleh karena itu, diperlukan moderasi
salah satunya moderasi beragama untuk menjaga keharmonisan
dalam bermasyarakat. Moderasi dapat diukur dalam empat
indikator diantaranya toleransi, anti kekerasan, komitmen, serta
pemahaman dan perilaku beragama yang akomodatif terhadap
budaya lokal atau konteks masyarakat yang multi-kultural dan
multi-agama. Untuk itu, keempat indikator tersebut harus selalu
dijaga dan dilaksanakan oleh seluruh elemen masyarakat sebagai
Kesimpulan
Di era demokrasi terkadang berpotensi memunculkan
ketegangan dan konflik antar masyarakat, antar umat beragama
atau bahkan internal umat beragama. Oleh karena itu, diperlukan
moderasi salah satunya moderasi beragama untuk menjaga
keharmonisan dalam bermasyarakat. Moderasi beragama lebih
mengedepankan sikap keterbukaan terhadap perbedaan yang ada
yang diyakini sebagai sunnatullah dan rahmat bagi manusia.
Daftar Pustaka
Darlis. 2017. Mengusung Moderasi Islam di Tengah Masyarakat
Multikultural, Jurnal Rausyan Fikr,Vol. 13 No.2
Oleh:
Mohammad Rifqi Junaidi, S.Pd., M.Pd.I.
(Dosen Universitas Islam Malang)
Bidang Aqidah
Kalau ada sebagian manusia yang tidak meyakini adanya
Tuhan (atheisme) da nada pula yang mempercayai banyak Tuhan
(poletheisme) maka Islam tidak menganut keduanya. Islam
mengambil paham meyakini adanya satu Tuhan Yang Maha Esa
(monotheisme). (al-qardhawy, 1999). Pun ada sebagian manusia
yang menganggap bahwa dunia ini sebagai khayalan yang tidak
memiliki wujud. Ada juga yang menuhankan bahwa alam ini
adalah kenyataan abadi yang tidak memiliki akhir. Sifat moderat
Islam adalah alam ini merupakan sebuah hakikat yang tak
diragukan, namun di balik itu, ada hakikat lain yaitu Dzat Yang
Menciptakan dan Mengaturnya (Abidat, 2003). Bila ada sebagian
manusia yang menuhankan wahyu, pun ada yang menuhankan
akal. Islam moderat menganggap bahwa akal dan wahyu
merupakan dua hal yang sama-sama memiliki peranan penting
yang sifatnya komplementer (saling mendukung antara satu sama
lain). Kalau diibaratkan dengan pengadilan, akal berfungsi
sebagai syahid (saksi) sementara wahyu sebagai hakim, atau
sebaliknya, yakni akal sebagai hakim sementara wahyu sebagai
syahid (Yusuf, 2018)
Bidang Tasawwuf
Inti tasawwuf adalah takholli, tahalli dan tajalli. Ketiga hal ini
saling berkaitan satu dengan lainnya sebagai satu kesatuan untuk
memandang segala sesuatu dari banyaksegi. Bila ada sebagian
manusia yang terlalu fokus di bidang syariat sehingga lupa
dengan hakikat, pun ada pula sebagian yang terlalu fokus dalam
hakikat sehingga lupa syariat, maka Islam Moderat mengambil
langkah tengah dengan cara mensinergikan antara keduanya.
Karena syariat tanpa hakikat merupakan kepalsuan dan hakikat
tanpa syariat merupakan omong kosong dan cenderung ingin
seenaknya sendiri dengan mengabaikan aturan hukum yang
berlaku. Hal ini senada dengan pepatah berikut (Umar, 1996)
ِ َش ِري عةٌ بِالَح ِقي َق ٍة َب ِطلَةٌ وح ِقي َقةٌ بِالَ َش ِري ع ٍة ع
ٌاطلَة َ َْ ْ َ َ َ ْ َ َْ
Syariat tanpa Hakikat itu bohong dan hakikat tanpa syariat itu
kosong
Bidang Mu’amalah
Ada diantara manusia yang terlena dengan gemerlapnya
dunia dan sampai lupa tentang kehidupan akhirat yang abadi.
Pun ada pula sebagian manusia yang terlalu mementingkan
kehidupan akhirat sehingga melupakan atau bahkan bermalas-
malasan hidup di dunia. Islam tidak menghendaki keduanya.
Islam moderat menuntut keseimbangan diantara hidup dunia dan
akhirat. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam surat Al
Qashash ayat 77
َح ِس ْن َك َما ِ َ صيب ِ اّلل الد
ِ اآلخرةَ وال تَْن ِ
ْ ك م َن الدنْيَا َوأ َ َس ن
َ َ َ َار َ َُ آَت َك َ يما َ َوابْتَ ِغ ف
ِِ ِ َ ض إِ َن
َ اّللَ ال ُُيب الْ ُم ْفسد
ين َ اّللُ إِلَْي
ْ ك َوال تَْب ِغ الْ َف َس َاد ِِف
ِ األر َ َح َس َن ْأ
dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah
(kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik,
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan.
Dengan demikian, Islam Moderat bukan A dan bukan B,
misalnya konsep Islam tentang nafkah di atas adalah jalan tengah
di antara kikir (taqtir) dan boros (israf), artinya Islam
mengajarkan agar seseorang di dalam memberi nafkah tidak kikir
dan tidak pula boros, melainkan ada di antara keduanya (al-
Buwusury, 1928) . Contoh lain yaitu, konsep Islam tentang
Daftar Pustaka
Abidat, Abd al-Karim Naufan. “Adillah al-Falasifah „ala Wujud Allah;
Dirasah Naqdiyyah” Jilid 19, Vol. I, Jami„ah Damisyqa:
Majalah, 2003
Oleh:
Ahmad Mufit Anwari, M.Pd.
(UIN Sunan Kalijaga)
Pendahuluan
Indonesia sebagai negara yang memiliki penduduk muslim
terbanyak di dunia menjadi sorotan penting dalam hal moderasi
Islam. Moderasi adalah ajaran inti agama Islam. Islam moderat
adalah paham keagamaan yang sangat relevan dalam konteks
keberagaman dalam segala aspek, baik agama, adat istiadat, suku
dan bangsa itu sendiri (Dawing, 2017).
Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang majemuk,
ditandai dengan banyaknya etnis, suku, agama, bahasa, budaya,
dan-adat istiadat. Untuk persoalan agama, negara Indonesia
bukanlah sebuah negara teokrasi, melainkan secara
konstitusional negara mewajibkan warganya untuk memeluk
satu dari agama-agama yang diakui eksistensinya sebagaimana
tercantum di dalam pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD 1945. Negara
memberi kebebasan kepada penduduk untuk memilih salah satu
agama yang telah ada di Indonesia yaitu agama Islam, Kristen
Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Budha dan Konghuchu.
Kenyataan ini dengan sendirinya memaksa negara untuk terlibat
dalam menata kehidupan beragama.
Oleh:
Mochamad Fadlani Salam, S.Pd.I., M.Pd.
(Dosen Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah
Bandung)
6. The Channel
Saluran komunikasi yang digunakan harus terkait
dengan pesan dan keseharian kelompok penerima. Saluran
yang akrab dan menyentuh kelompok penerima secara
interpersonal.
7. The Message
Kampanye harus menyajikan pesan yang edukatif,
informatif dan mempengaruhi perilaku sasaran.
Adapun jika dilihat dari bentuknya, Widjaja membagi
bentuk pesan menjadi tiga yaitu (Widajaja, 1988);
1. Pesan Informatif.
Pesan ini berisi keterangan fakta dan data, atas dasar itu
komunikan mengambil keputusan dan kesimpulan sendiri.
Pesan informatif disaat tertentu menjadi sangat penting dan
berarti.
2. Pesan Persuasif.
Pesan ini berisi bujukan dan rayuan yang
membangkitkan pengertian dan kesadaran manusia bahwa
apa yang disampaikan akan merubah sikap seseorang.
3. Pesan Koersif.
Pesan ini bersifat memaksa dan berbentuk perintah
dengan sanksi-sanksi. Pesan ini memberikan penekanan yang
Daftar Pustaka
Arifin, Hasnul. (2009). Nongkrong Asyik di Internet Dengan Facebook.
Jakarta: Buku Kita.
Oleh:
Nur Wahyuni, M.Pd.
(STKIP Yapis Dompu)
Sikap Toleransi
“Toleransi berasal dari bahasa latin, yaitu tolerantia, berarti
kelonggaran, kelembutan hati, keringanan dan kesabaran”
(Halim, 2008). Toleransi secara luas adalah suatu perilaku atau
sikap manusia yang tidak menyimpang dari aturan, dimana
seseorang menghormati atau menghargai setiap tindakan yang
dilakukan orang lain. Secara umum istilah toleransi mengacu
pada sikap terbuka, lapang dada, suka rela dan kelembutan.
Toleransi merupakan sikap manusia untuk saling menghargai
dan menghormati baik antar individu maupun kelompok.
Indonesia adalah salah satu negara yang selalu menyunyung
tinggi sikap toleransi bahkan hingga masuk ke dalam hukum
negara. Hal ini bisa terjadi karena Indonesia memiliki beragam
agama, suku dan budaya. Menurut (Michael Walzer, 1997)
toleransi harus didukung oleh wawasan pengetahuan yang luas,
bersikap terbuka, dialog, kebebasan berpikir dan beragama.
Masyarakat Plural
Plural berasal dari kata pluralisme yang dalam bahasa
Inggris adalah pluralism, yang terdiri dari dua suku kata yaitu
Plural (beragam) dan isme (paham) yang berarti paham atas
keberagaman. Secara luas, pluralisme merupakan pemahaman
yang menghargai adanya perbedaan dalam suatu masyarakat dan
memperbolehkan kelompok yang berbeda tersebut untuk tetap
menjaga keunikan budayanya masing-masing. Seperti halnya
manusia yang beragama secara sosial tidak bisa menafikan bahwa
mereka harus mampu beradaptasi dengan baik bukan hanya
dengan kelompoknya sendiri, tetapi juga dengan kelompok
berbeda agama, suku maupun budaya. Umat beragama harus
mampu memunculkan sikap untuk saling menjaga kestabilan
Simpulan
Di era reformasi kemajemukan masyarakat cenderung
menjadi beban daripada modal bangsa Indonesia. Hal ini terlihat
dari munculnya berbagai masalah yang sumbernya berbau
kemajemukan, khusuunya bidang agama. Agama yang seharusnya
menjadi solusi atas berbagai masalah sosial, justru memicu
Daftar Pustaka
A‟la, abd. 2008. “Kebebasan Anarkis”, Kompas.
Oleh:
Sayu Kadek Jelantik, M.I.Kom.
(Institut Agama Hindu Negeri Gde Pudja Mataram)
Daftar Pustaka
Oleh:
Rieka Yulita Widaswara, M.I.Kom.
(Institut Agama Hindu Negeri Gde Pudja Mataram)
Daftar Pustaka
Haenlein, Michael, 2010. Users of the world, unite! The challenges and
opportunities of Social Media. Business Horizons
Oleh:
Sholihatul Atik Hikmawati, M.Pd.I
(Dosen IAI Sunan Kalijogo Malang)
Daftar Pustaka
Akhmadi, Agus. 2019. “Moderasi Beragama Dalam Keragaman
Indonesia.” Inovasi-Jurnal Diklat Keagamaan 13 (2): 45–55.
Oleh:
Rosidin, S.Sos.I, M.Pd.I.
(Dosen Sekolah Tinggi Islam Kendal)
Daftar Pustaka
Abdul Rouf, 2010, NU dan Civil Islam di Indonesia, Jakarta: Intimedia.
Oleh:
Muhammad Holimi, S.Pd.,M.Pd.I
(Dosen Institut Agama Islam Sunan Kalijogo Malang)
Daftar Pustaka
Bawani, Imam. Pesantren Buruh Pabrik: Pemberdayaan Buruh Pabrik
Berbasis Pendidikan Pesantren. Yogyakarta: LKiS Pelangi
Aksara, 2011
Oleh:
Antoni Manurung
(Dosen Sekolah Tinggi Teologi Gereja Methodist Indonesia)
Pengantar
Kemajemukan Dan Perbedaan Adalah Suatu Realitas Dan
Keniscayaan Ditengah-Tengah Kehidupan Ini. Demikian Juga
Halnya Dalam Agama, Realitas Yang Ada Adalah Pluralitas Dan
Adanya Perbedaan Agama Dan Penganutnya. Sejatinya Perbedaan
Yang Ada Haruslah Menjadi Sesuatu Yang Disyukuri Dan Dilihat
Sebagai Kekayaan Yang Mewarnai Kehidupan Bersama. Disana
Perbedaan Dikelola Dan Dijadikan Menjadi Kekayaan Yang
Dapat Memperkaya Satu Sama Lainnya. Agama Memberikan
Kontribusi Dan Inspirasi Kepada Masyarakat Dalam Membangun
Perdamaian. Sejarah Peradaban Hidup Manusia Telah
Menunjukkan Itu, Banyak Bukti-Bukti Yang Menunjukkan
Bahwa Upaya Membangun Perdamaian Dilakukan Oleh
Penganut Agama, Pemimpin-Pemimpin Agama Tingkat Nasional
Atau Internasional, Badan-Badan Oikumene Dan Antar Agama,
Serta Masyarakat Biasa Yang Tidak Lepas Dari Pengaruh Agama.
Akan Tetapi Fakta Sejarah Yang Lain Menunjukkan Dan Tidak
Dapat Ditutupi Bahwa Perbedaan Agama Yang Ada Telah
Penutup
Dalam Konteks Kepelbagaian Agama Di Indonesia,
Pemikiran Tentang Kristologi Teosentris Akan Membuat
Kekristenan Melihat Agama Lain Secara Positif, Sebagai Sahabat
Dan Saudara Yang Sama-Sama Berjalan Untuk Menuju Tujuan
Yang Sama Dalam Rajutan Persaudaraan. Keselamatan Tidak
Hanya Ditentukan Oleh Satu Jenis Agama Saja, Agama-Agama
Lain Termasuk Kekristenan Adalah Representasi Dari Banyak
Jalan Untuk Menuju Allah Yang Sama. Di Sanalah Klaim Teologi
Yang Exclusive Dapat Ditanggalkan Dan Hubungan Yang
Inclusive Serta Dialogis Dapat Dikembangkan. Disana Sikap
Menghargai Kebenaran Agama Lain Akan Tumbuh Berkembang,
Potensi Konflik Dan Kekerasan Yang Akan Terjadi Diminimalisir
Dan Persaudaraan Diantara Kepelbagaian Umat Beragama Akan
Dapat Dirajut Dalam Semangat Kebangsaan.
Geerit Singgih, Emanuel, 2002, Iman dan Politik dalam era reformasi
di Indonesia, Jakarta: BPK-GM.
Oleh:
Siti Muawanatul Hasanah, S.Pd.I., M.Pd.
(Dosen Universitas Islam Raden Rahmat Malang)
Pendahuluan
Indonesia sebagai bangsa yang mempunyai banyak suku, etnis,
budaya, bahasa, adat istiadat dan beragam agama, maka
Indonesia disebut dengan bangsa yang majemuk. Indonesia
memberikan kesempatan pada setiap masyarakat di seluruh
tanah air untuk memilih agama yang dipeluknya sesuai dengan
keyakinan masing-masing. Yang demikian ini berdasarkan pada
Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 29 ayat 1 yang berbunyi
“Negara Indonesia memberikan kebebasan kepada warga negara
Republik Indonesia untuk memilih salah satu di antara agama
yang ada yaitu: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan
Konghucu”. (UUD 45: Batang Tubuh). Dari sinilah persatuan dan
kesatuan bangsa wajib terjalin demi keberlangsungan
perdamaian bangsa Indonesia.
Hidup rukun dengan agama lain merupakan upaya
langsung dan penting dilakukan dalam rangka mewujudkan
Penutup
Nilai persatuan dan kesatuan melalui perdamaian agama,
sesungguhnya tercermin secara langsung dalam undang-undang
dasar 1945 dan dalam pengamalan pancasila pada sila ketiga.
Selanjutnya nilai tersebut tercermin dalam nilai persatuan dan
kesatuan dari beberapa aspek secara majemuk. Di antaranya
adalah adanya; Kesatuan sejarah, kesatuan nasib, kesatuan
wilayah, kesatuan kebudayaan dan kesatuan kerohanian
(keberagamaan).
Adapun nilai-nilai persatuan Masyarakat Indonesia wajib
dijunjung tinggi. Yaitu melalui makna dari nilai persatuan dan
kesatuan lewat keberagaman agama yang ada.
Dari sinilah, dapat kita pahami bersama bahwa sebagai
bangsa majemuk dengan beraneka ragam agama dan budaya
(khususnya keberagaman agama), maka ada beberapa hal yang
ditawarkan di antaranya adalah sebagai berikut: Memahami
Daftar Pustaka
Oleh:
Ilham, M.Pd.
(Dosen STKIP Yapis Dompu)
Pendahuluan
Bangsa Indonesia sebagai masyarakat yang majemuk atau
berbhineka mempunyai keanekaragaman hubungan sosial antar
suku, antar bahasa bahkan antar agama. Keanekaragaman suku,
bahasa, adat istiadat dan agama tersebut merupakan suatu
kenyataan yang harus kita terima sebagai kekayaan bangsa.
Namun, disamping itu didalam keanekaragaman atau pluralitas
juga mengandung kerawanan yang dapat memunculkan konflik-
konflik kepentingan antar kelompok yang berbeda-beda.
Agama bertugas menjaga kehidupan agar menjadi tertib
dan teratur. Maka agama berkecimpung dalam peraturan dan
hukum, dan ajaran. Agama hanya hidup dan punya arti dalam
situasi membumi. Sebab kalau tidak agama hanya merupakan
prinsip-prinsip yang mengambang diudara. Dalam realitas
praksis kehidupan terdapat tidak sedikit orang menganut secara
formal agama tertentu namun praktek kehidupannya ternyata
tidak mencerminkan sikap dan perilaku orang beragama.
Pembahasan
1. Konsep Dasar Toleransi
Istilah Tolerance (toleransi) adalah istilah modern, baik
dari segi nama maupun kandungannya. Istilah ini pertama kali
lahir di Barat, di bawah situasi dan kondisi politis, sosial dan
budayanya yang khas. Toleransi berasal dari bahasa
Latin, yaitu tolerantia, yang artinya kelonggaran, kelembutan
hati, keringanan dan kesabaran. Dari sini dapat dipahami
bahwa toleransi merupakan sikap untuk memberikan hak
sepenuhnya kepada orang lain agar menyampaikan
pendapatnya, sekalipun pendapatnya salah dan berbeda.
Secara etimologis, istilah tersebut juga dikenal dengan sangat
baik di dataran Eropa, terutama pada revolusi Perancis. Hal
itu sangat terkait dengan slogan kebebasan, persamaan dan
persaudaraan yang menjadi inti revolusi di Perancis. Ketiga
istilah tersebut mempunyai kedekatan etimologis dengan
istilah toleransi. Secara umum, istilah tersebut mengacu pada
sikap terbuka, lapang dada, sukarela dan kelembutan. Kevin
Osborn mengatakan bahwa toleransi adalah salah satu
pondasi terpenting dalam demokrasi. Sebab, demokrasi hanya
Simpulan
Masyarakat yang bersifat pluralistik, sebenarnya tidak
hanya ciri khas masyarakat modern. Dalam pengalamaan paling
dini historisitas keberagamaaan Islam era kenabian Muhammad,
masyarakat yang pluralistik secara religius telah terbentuk dan
sudah pula menjadi kesadaran umum pada saat itu. Keadaan
demikian, sudah sewajarnya lantaran secara kronologis agama
Islam memang muncul setelah terlebih dahulu oleh
berkembangnya agama Hindu, Budha, Kristen-Katolik, Majusi,
Zoroaster, Mesir Kuno maupun agama-agama lain. Untuk itu
dialog antar iman termasuk tema sentral yang mewarnai Al
Qur‟an.
Daftar Pustaka
AA GN Ari Dwipayana, 2010, Demokrasi Kita, Makalah Diskusi
Infest, Yogyakarta.