Anda di halaman 1dari 17

ANALISIS KASUS RAFAEL ALUN TRISAMBODO TERHADAP

PRINSIP AMANAH PADA TATA KELOLA SEKTOR PUBLIK


BERDASARKAN PEDOMAN UMUM GOVERNANSI SEKTOR
PUBLIK INDONESIA 2021
(PUGSPI 2021)

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Tata Kelola dan Etika Sektor Publik
Dosen Pengampu:
Farhatun Nisa, M.Ak.
Prof. Dr. Ilya Avianti, SE., M.Si., Ak,. CA .,CPA.

Disusun oleh :
Kelompok 1

Saltsa Aulia Elena R. 120204210001


Silmy Auliya Zahra 120204210012
Monica Dwianita F. 120204210056
Iman Sulaeman 120204210060

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2023
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah senantiasa kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu guna memenuhi tugas salah satu mata kuliah, yaitu Tata Kelola dan Etika
Sektor Publik.

Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak yang dengan tulus memberikan doa, ilmu, kritik, dan saran sehingga makalah
ini dapat terselesaikan.

Penyusun juga menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna karena keterbatasan
pengetahuan yang penyusun miliki. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan saran dan juga
kritik yang membangun dari berbagai pihak. Penyusun juga berharap dengan adanya makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi penyusun, bagi pemerintah, dan bagi pembaca.

Jatinangor, 18 April 2023

Penyusun

i
Daftar Isi
KATA PENGANTAR ............................................................................................................. I
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................. 2
1.4 Manfaat Penulisan .............................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 3
2.1 Prinsip Governansi Sektor Publik Amanah ........................................................ 3
2.2 Teori Fraud ......................................................................................................... 3
BAB III PEMBAHASAN ...................................................................................................... 7
3.1 Kronologi Kasus Rafael Alun Trisambodo berdasarkan Teori Fraud ................ 7
3.2 Kasus Rafael Alun Trisambodo Melanggar Prinsip Amanah ............................. 9
3.3 Dampak dari Kasus Rafael Alun Trisambodo ................................................... 10
3.4 Solusi dan Pengendalian dari Kasus Rafael Alun Trisambodo ......................... 11
BAB IV PENUTUP .............................................................................................................. 13
4.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 13
4.2 Saran ................................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara Indonesia memiliki sumber pendapatan salah satunya adalah pajak. Dimana
perpajakan diatur dan dikelola oleh Direktorat Jenderal Perpajakan (DJP) di bawah
Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Dalam mengelola keuangan negara dibutuhkan
profesi yang ahli dalam menangani keuangan salah satunya adalah profesi akuntan di bidang
Perpajakan. Dalam menjalankan profesi dibutuhkan akuntabilitas yang tinggi, serta
diharuskannya seorang profesi menjalankan etika profesi dalam menjalankan
tanggungjawabnya. Seharusnya etika dan prinsip-prinsip tata kelola profesi sudah melekat
pada diri seorang profesi disamping adanya peraturan terkait etika dan prinsip-prinsip tata
kelola yang sudah ditetapkan. Hal ini,bisa dilihat dari banyaknya kasus yang ada di Indonesia
terkait adanya fraud di kalangan pemerintahan dalam menjalankan tugasnya. Walaupun sudah
diterapkannya berbagai peraturan atau perketat regulasi tidak menjadi penghalang bagi para
oknum untuk melakukan kecurangan.
Di indonesia hal yang sering dijumpai adalah kasus korupsi. Korupsi sudah menjadi hal
umum di kalangan pejabat pemerintahan yang membuat reputasi pemerintahan di mata
masyarakat menjadi menurun. Walaupun pada kenyataannya, tidak semua yang bekerja di
pemerintahan melakukan korupsi. Turunnya reputasi menjadikan turunnya kepercayaan
masyarakat kepada pemerintahan. Bahkan, sering terjadi dikalangan masyarakat melakukan
mogok pajak dengan alasan uang yang disetorkan bukan untuk masyarakat tetapi masuk ke
kantong para pejabat. Hal ini, dapat pula menyebabkan kerugian negara secara finansial.
Selain itu, banyaknya oknum yang melakukan penyogokan entah dalam kasus gratifikasi
ataupun sudah masuk dalam kategori suap kepada pegawai pajak untuk menurunkan pajak
yang dikenai atas pajak penghasilan atau barang-barang mewah yang dimiliki. Selain itu,
kecurangan lain yang ada di pemerintahan adalah penyalahgunaan aset dan penyalahgunaan
jabatan untuk melakukan sebuah kecurangan.
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan analisis terhadap kasus yang terungkap
pada tahun 2023 yaitu "Kasus Dirjen Pajak Eselon III yaitu Rafael Alun Trisambodo terhadap
Perpajakan di Indonesia". Penulis akan melakukan analisis penyebab, kasus yang terjadi, dan
pelanggaran etika dan prinsip-prinsip tata kelola profesi menurut PUGSPI serta pelanggaran
regulasi dan kerugian yang dialami negara atas kasus tersebut.
1
1.2 Identifikasi Masalah
Berikut ini merupakan identifikasi masalah dari disusunnya makalah ini, yaitu:
1. Bagaimana kronologi kasus Rafael Alun Trisambodo berdasarkan teori fraud?
2. Apakah kasus Rafael Alun Trisambodo melanggar salah satu prinsip tata kelola menurut
PUGSPI pada "prinsip amanah"?
3. Apa dampak dari penyimpangan prinsip amanah pada PUGSPI terhadap kasus Rafael
Alun Trisambodo terhadap keuangan negara?
4. Bagaimana solusi serta pengendalian terhadap kasus Rafael Alun Trisambodo?
1.3 Tujuan
Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Tata Kelola
dan Etika Sektor Publik serta:
1. Mengetahui kronologi dari kasus yang menjerat Rafael Alun Trisambodo selaku Dirjen
Pajak Eselon III berdasarkan teori fraud.
2. Mengetahui penyimpangan prinsip amanah pada PUGSPI terhadap kasus Rafael Alun
Trisambodo.
3. Mengetahui dampak dari penyimpangan prinsip amanah pada PUGSPI terhadap kasus
Rafael Alun Trisambodo.
4. Mengetahui solusi serta pengendalian terhadap kasus yang menjerat Rafael Alun
Trisambodo.
1.4 Manfaat
Penyusun harap dengan disusunnya makalah ini dapat bermanfaat bagi:
1. Bagi Penulis
Makalah ini diharapkan dapat memenuhi tugas Tata Kelola dan Etika Sektor Publik
mengenai penyimpangan terhadap prinsip-prinsip Tata Kelola pada PUGSPI terutama pada
prinsip amanah.
2. Bagi Pembaca
Makalah ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi pembaca dalam mencari informasi
terkait penyimpangan prinsip-prinsip tata kelola pada PUGSPI terutama pada prinsip
amanah.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Prinsip Governansi Sektor Publik Amanah
Amanah menurut bahasa artinya janji atau titipan dan sesuatu yang dipercayakan kepada
seseorang. Secara etimologis, amanah berarti jujur atau dapat dipercaya. Sedangkan dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia amanah berarti pesan, perintah, keterangan atau wejangan.
Sedangkan menurut istilah amanah adalah sifat dan sikap pribadi yang setia, tulus hati, dan
jujur dalam melaksanakan sesuatu yang dipercayakan kepadanya, baik berupa harta benda,
rahasia, maupun tugas dan kewajiban.
Dalam organisasi sektor publik, amanah mencakup beberapa kata kunci yang wajib
diinternalisasi oleh ASN dan organisasi pemerintahan, yaitu tulus, integritas, konsisten, dan
dapat dipercaya.
Organisasi sektor publik harus mampu memegang teguh amanah yang diberikan
masyarakat yaitu sumber daya publik untuk setinggi-tingginya kesejahteraan masyarakat. Para
pejabat dan ASN wajib berperilaku dan bertindak selaras dengan perkataan. Para abdi negara
harus mampu menjadi seseorang yang dapat dipercaya dan bertanggung jawab, bertindak
jujur, dan berpegang teguh kepada nilai moral dan etika secara konsisten. Amanah merupakan
segala hal yang dipertanggungjawabkan kepada orang lain, baik itu berupa benda, pekerjaan,
perkataan, ataupun kepercayaan pihak lain yang menjadi suatu hal yang sangat penting dalam
menunjang keberhasilan suatu organisasi.
Amanah bukan merupakan hal yang mudah dilakukan, amanah dapat dikatakan sebagai
sesuatu yang langka, sama seperti kejujuran yang kadangkala untuk melakukannya butuh
suatu pengorbanan. Lawan kata dari amanah sendiri, yaitu pengkhianatan yang mana dapat
menyebabkan rasa sakit hati, kecewa, kesal, hilang kepercayaan. Oleh karena itu amanah
merupakan sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap individu, khususnya dalam organisasi
sektor publik.Amanah yang dilaksanakan dengan baik akan meningkatkan kepercayaan
masyarakat kepada pejabat publik dan pemerintahan secara keseluruhan.
2.2 Teori Fraud
Fraud merupakan tindakan melawan hukum yang mengandung unsur kesengajaan, ada
niat jahat, penipuan, penyembunyian, penyalahgunaan wewenang dan perbuatan tersebut

3
untuk mengambil keuntungan secara ilegal, baik berupa uang, barang, jasa, tidak mau
membayar kewajiban, atau memperoleh bisnis atas suatu kondisi tertentu (Tuanakota, 2014).
Fraud merupakan kejahatan dan perbuatan melanggar hukum, maka fraud termasuk
dalam kejahatan nonfisik yang memiliki dampak yang bisa saja lebih besar dari kejahatan
fisik. Aktor dari perilaku fraud umumnya berasal dari kalangan oknum eksekutif atau
profesional yang memiliki kapabilitas untuk dapat melakukan tindakan tersebut.
Fraud sendiri terbagi ke dalam beberapa teori sebagai berikut:
2.2.1 Fraud Triangle Theory
Teori ini dikemukakan oleh Cressey pada tahun 1953, yang mana berdasarkan
penelitiannya, orang yang melakukan aktivitas curang akibat interaksi dorongan
yang berasal dari dalam kepribadian individu terkait dan dari lingkungan eksternal.
Teori ini diklasifikasikan ke dalam tiga teori, yaitu:

a) Incentive/Pressure (Tekanan)
Tekanan merupakan suatu kondisi dimana seseorang merasa atau
memiliki kebutuhan untuk melakukan kecurangan, pengaruh desakan, dan
keinginan yang menjadi kekuatan moral. Tekanan mengacu pada sesuatu
yang telah terjadi di kehidupan pribadi pelaku yang menciptakan kebutuhan
yang memotivasinya untuk melakukan kecurangan (Arens, et al., 2012:
375).
b) Opportunity (Peluang)
Peluang merupakan situasi dimana seseorang percaya adanya
kemungkinan untuk melakukan kecurangan dan percaya bahwa kecurangan
tersebut tidak terdeteksi oleh orang lain. Kecurangan yang disebabkan oleh
peluang dapat terjadi karena pengendalian internal yang lemah, manajemen

4
pengawasan yang kurang baik, dan penggunaan posisi. Kegagalan dalam
menetapkan prosedur yang memadai untuk mendeteksi kecurangan dapat
meningkatkan kesempatan terjadinya kecurangan (Arens, et al., 2012: 375).
c) Rationalization (Rasionalisasi)
Rasionalisasi merupakan kondisi dimana seseorang yang telah
melakukan kecurangan melakukan pembenaran atas perbuatannya, tetapi
alasan tersebut tidak tepat. Rasionalisasi diperlukan supaya pelaku dapat
mencerna perilakunya yang melawan hukum untuk tetap mempertahankan
jati dirinya sebagai orang yang dipercaya.
2.2.2 Gone Theory
Teori ini terbagi ke dalam empat kategori sebagai berikut:
a) Greedy (Keserakahan)
Keserakahan merupakan berkaitan dengan adanya perilaku serakah
yang secara potensial ada dalam diri setiap orang (Bologna, 1993).
Keserakahan (greeds) akan menuntut seseorang untuk memenuhi
kebutuhan dengan berlebihan. Menurut Sarna, keserakahan adalah
keinginan yang berlebihan untuk memperoleh atau memiliki lebih dari apa
yang dibutuhkan atau diinginkan, terutama berkenaan dengan kekayaan
material.
b) Opportunity (Peluang)
Kesempatan merupakan faktor yang berhubungan dengan organisasi
sebagai korban pembuatan kecurangan (disebut juga faktor
generik/umum). Menurut Albrecht dkk. (2012:34) kesempatan adalah
sebuah situasi yang memungkinkan seseorang untuk dapat melakukan
kecurangan dan menghindari risiko tertangkapnya seseorang tersebut
akibat melakukan kecurangan. Seseorang akan melakukan tindakan fraud
ketika mereka memiliki kesempatan. Kesempatan ini bisa berupa sistem
pengendalian yang lemah. Ketika suatu organisasi memiliki pengendalian
yang lemah, pelaku fraud akan memiliki kesempatan untuk melakukan
tindakan kecurangan.

5
c) Exposure (Pengungkapan)
Pengungkapan merupakan faktor yang berhubungan dengan
organisasi sebagai korban pembuatan kecurangan (disebut juga faktor
generik/umum). Pengungkapan adalah berkaitan dengan tindakan atau
konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku
ditemukan melakukan kecurangan. Menurut Bologna (1993) menyatakan
bahwa pengungkapan adalah faktor yang berhubungan dengan organisasi
sebagai korban tindakan kecurangan. Pengungkapan ini tidak dapat
menjamin tidak terulangnya kecurangan oleh pelaku kecurangan yang
sama atau pelaku lain. Oleh karena itu, setiap pelaku kecurangan
seharusnya dikenakan sanksi apabila perbuatannya terungkap.
d) Needs (Kebutuhan)
Kebutuhan merupakan faktor yang berhubungan dengan individu
pelaku kecurangan. Bologna (1993) menyatakan bahwa kebutuhan
merupakan faktor yang berhubungan dengan perilaku yang ada pada diri
seseorang. Kebutuhan biasanya terjadi apabila adanya suatu desakan yang
mengharuskan seorang mahasiswa mendapatkan nilai sempurna. Desakan
ini dapat berasal dari lingkungan keluarga ataupun dari lingkungan
kampus. Menurut Maslow (1943), menyatakan bahwa “manusia
dimotivasi untuk memenuhi sejumlah kebutuhan yang melekat pada diri
setiap manusia yang cenderung bersifat bawaan”.

6
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kronologi Kasus Rafael Alun Trisambodo Berdasarkan Teori Fraud
Rafael Alun Trisambodo , S.E., M.Si adalah mantan Aparatur Sipil Negara Eselon III yang
terakhir menjabat sebagai Kepala Bagian Umum DJP Kanwil Jakarta Selatan. Kasus ini
bermula ketika Rafael Alun Trisambodo diangkat menjadi Kepala Bidang Pemeriksaan,
Penyidikan dan Penagihan Pajak Kanwil DJP Jawa Tengah pada tahun 2013. Pada tahun
2015, Rafael Alun Trisambodo diangkat menjadi Kepala Bidang Pemeriksaan, Penyidikan
dan Penagihan Pajak pada Kantor Wilayah Dirjen Pajak Jawa Timur I. Yang mana pada
jabatan tersebut ia memiliki kewenangan untuk melakukan penelitian dan pemeriksaan atas
temuan perpajakan dari wajib pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan. Kemudian pada
tahun 2018, Rafael Alun Trisambodo diangkat menjadi Kabag Umum Kanwil DJP Jakarta
Selatan II. Berdasarkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) 2021, total
harta Rafael Alun Trisambodo mencapai sekitar Rp 56 miliar. Harta kekayaan yang dimiliki
Rafael ini menjadi sorotan publik pasalnya hanya terpaut Rp 2 miliar di bawah posisi harta
Menteri Keuangan Sri Mulyani pada tahun yang sama. Nilai tersebut juga nyaris empat kali
lipat dari harta atasannya sendiri, Dirjen Pajak Suryo Utomo. Rafael Alun kini telah
ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus gratifikasi oleh pemeriksa pajak pada Ditjen Pajak
di Kementerian Keuangan periode 2011-2023. Sehingga harta sebesar Rp 56 miliar milik
Rafael Alun ini diduga dari hasil gratifikasi yang terungkap setelah terjadinya kasus
penganiayaan yang dilakukan oleh putranya, Mario Dandi.
Berikut ini merupakan kronologi terjadinya kasus Rafael Alun Trisambodo :

Tanggal Kejadian Penjelasan kronologi

20 Februari 2023 Terjadi kekerasan yang dilakukan oleh Mario terhadap David yang
terjadi pada hari Senin, 20 Februari 2023 pukul 20.30 WIB. Kapolres
Metro Jakarta Selatan menetapkan Mario sebagai tersangka terhadap
anak dan penganiayaan terhadap David

22 Februari 2023 Kasus penganiayaan yang dilakukan Mario terhadap David menjadi
riuh di media sosial. Selain itu juga, gaya hidup Mario yang kerap
memamerkan kekayaannya ikut tersorot oleh warganet. Pada hari

7
yang sama, Sri Mulyani mengecam gaya hidup mewah pegawai
kementerian keuangan maupun keluarganya

23 Februari 2023 Sri Mulyani meminta Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan


untuk melakukan pemeriksaan terhadap Rafael Alun pada hari
Kamis, 23 Februari 2023. Tanggapan Rafael Alun saat itu adalah
“Sebagai bentuk pertanggungjawaban, saya siap memberikan
klarifikasi terkait harta kekayaan yang saya miliki. Saya siap
mengikuti seluruh kegiatan pemeriksaan oleh Inspektorat Jenderal
Kementerian Keuangan”

24 Februari 2023 Sri Mulyani meminta Rafel segera dicopot dari jabatan dan tugasnya
dengan dasar pencopotan Pasal 31 ayat 1 PP 94 Tahun 2021
mengenai disiplin Pegawai Negeri Sipil.

1 Maret 2023 Rafael menjalani pemeriksaan pertama di KPK dengan agenda


pemeriksaan guna klarifikasi harta kekayaannya yang menjadi
sorotan.

24 Maret 2023 Rafael kembali menjalani pemeriksaan di KPK dalam kaitan dugaan
harta kekayaannya yang tidak wajar sudah masuk ke tahap
penyelidikan. Saat itu, ia diperiksa bersama istrinya, Ernie Meike
Torondek

30 Maret 2023 KPK menetapkan status Rafael Alun menjadi tersangka penerima
gratifikasi. KPK menduga Rafael telah menerima gratifikasi selama
12 tahun mulai dari tahun 2011 hingga tahun 2023. Kepala Bagian
Pemberitaan KPK, Ali Fikri berkata “Berdasarkan kecukupan alat
bukti, KPK telah meningkatkan pada proses penyidikan dugaan
korupsi penerimaan sesuatu oleh pemeriksa pajak pada Direktorat
Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI tahun 2011 sampai dengan
2023”. Ali mengatakan gratifikasi yang diduga diterima itu berupa
uang.

8
Berdasarkan teori fraud, kasus gratifikasi yang dilakukan oleh Rafael Alun ini dapat terjadi
karena dipengaruhi oleh adanya peluang (opportunity) atau kesempatan dari jabatan yang
diterima atau diemban oleh Rafael Alun Trisambodo, yaitu sebagai Kepala Bidang
Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak pada Kantor Wilayah Dirjen Pajak dan Kepala
Bagian Umum Kanwil DJP. Pada jabatan tersebut, Rafael Alun memiliki kewenangan untuk
melakukan penelitian dan pemeriksaan atas temuan perpajakan dari wajib pajak yang tidak
sesuai dengan ketentuan sehingga saat menjalankan kewenangan tersebut Rafael Alun
mendapatkan peluang atau kesempatan untuk melakukan fraud yang berupa menerima
gratifikasi dari beberapa wajib pajak atas pengkondisian berbagai temuan pemeriksaan
perpajakannya.
3.2 Kasus Rafael Alun Trisambodo Melanggar Prinsip Amanah
Rafael Alun kini telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus gratifikasi oleh pemeriksa
pajak pada Ditjen Pajak di Kementerian Keuangan periode 2011-2023 sehingga harta tidak
wajar sebesar Rp56 miliar milik Rafael Alun ini diduga dari hasil gratifikasi yang terungkap
setelah terjadinya kasus penganiayaan yang dilakukan oleh putranya, Mario Dandi. Rafael
Alun diduga telah menerima gratifikasi selama 12 tahun melalui perusahaan konsultan pajak
miliknya bernama PT Artha Mega Ekadhana (AME) dengan nilai gratifikasi mencapai 90.000
dollar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp1,3 miliar jika dikonversi dengan kurs rupiah saat
ini. Gratifikasi tersebut diterima Rafael dari sejumlah perusahaan atau para wajib pajak yang
mengalami permasalahan pajak, khususnya terkait kewajiban pelaporan pembukuan
perpajakan kepada negara melalui Dirjen Pajak. Rafael diduga juga telah aktif
merekomendasikan perusahaannya yang menawarkan jasa konsultasi pajak kepada para wajib
pajak yang tersandung persoalan perpajakan. Sumber gratifikasi yang diperoleh Rafael diduga
tak hanya dari perusahaannya karena nilai total gratifikasi yang diterima Rafael diduga
mencapai puluhan miliar rupiah. Jumlah tersebut mengacu pada isi safe deposit box (SDB)
senilai Rp32,2 miliar yang kini telah diblokir oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK).
Kasus gratifikasi yang dilakukan oleh Rafael Alun ini telah melanggar prinsip amanah pada
Pedoman Umum Governansi Sektor Publik Indonesia (PUGSPI 2021). Gratifikasi sendiri
merujuk pada penerimaan hadiah atau pemberian hadiah yang dilakukan oleh pejabat

9
pelayanan publik dalam rangka melaksanakan pekerjaannya. Sedangkan, Prinsip amanah
menuntut bahwa pejabat pelayanan publik harus memegang kendali atas aset publik dan tidak
boleh menyalahgunakannya untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu. Pada prinsip
amanah juga mencakup beberapa kata kunci yang wajib diinternalisasi oleh ASN dan
organisasi pemerintahan, yaitu tulus, integritas, konsisten, dan dapat dipercaya. Sehingga
organisasi sektor publik harus mampu memegang teguh amanah yang diberikan masyarakat,
yaitu sumber daya publik untuk setinggi-tingginya (dalam meningkatkan) kesejahteraan
masyarakat. Amanah yang dilaksanakan dengan baik akan meningkatkan kepercayaan
masyarakat kepada pejabat publik dan pemerintahan secara keseluruhan, karena apabila
seseorang Pejabat menerima gratifikasi maka akan dapat mempengaruhi ia dalam mengambil
keputusan atau menunjukkan kebijakan yang berpihak pada pihak yang memberikan hadiah
atau pemberian.
Pada kasus gratifikasi ini, Rafael Alun tidak mencerminkan sikap amanah dalam
menjalankan kewenangannya sebagai pejabat atau Aparatur Sipil Negara Eselon III (Kepala
Bagian Umum DJP Kanwil Jakarta Selatan), ia lebih mementingkan kepentingan sendiri dan
kepentingan golongan tertentu. Hal ini dapat dibuktikan ketika Rafael Alun aktif
merekomendasikan perusahaan konsultan pajak miliknya bernama PT Artha Mega Ekadhana
(AME) untuk membantu para wajib pajak yang mengalami permasalahan pajak atau yang
tersandung persoalan perpajakan supaya wajib pajak dapat terlepas dari permasalahan pajak
tersebut dan sebagai imbalan Rafael Alun akan menerima bayaran dengan nominal rupiah
yang besar dari perusahaan wajib pajak tersebut. Tindakan Rafael Alun menerima gratifikasi
ini termasuk melanggar prinsip amanah karena telah merugikan negara, memberikan citra
buruk, mengurangi kredibilitas pejabat dan institusi yang terkait, merusak prinsip-prinsip
good governance yang diperlukan dalam pelayanan publik, serta merusak kepercayaan
masyarakat terhadap lembaga atau institusi yang terlibat (Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan
Kementerian Keuangan).
3.3 Dampak dari Kasus Rafael Alun Trisambodo
Banyak dampak yang ditimbulkan dari kasus gratifikasi dan tax evasion yang dilakukan
oleh Rafael Alun. Dampak negatif yang pertama, yaitu menurunnya kepercayaan publik
kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Kementerian Keuangan. Hal ini dimulai dari putra
Rafael Alun, yaitu Mario Dandy yang melakukan kekerasan terhadap David kerap kali

10
memamerkan harta kekayaannya ke media sosial. Sontak hal tersebut memicu perhatian
warganet dikarenakan perilaku dari keluarga pegawai negeri sipil yang memamerkan
hartanya. Hal ini berdampak pada publik ramai menyerukan bahwa mereka tidak memercayai
DJP dan Kementerian Keuangan karena ditakutkan uang yang mereka gunakan untuk
membayar pajak justru digunakan untuk foya-foya pegawai pajak dan berimbas juga pada
tidak ingin membayar pajak.
Lalu dampak negatif berikutnya, yaitu penurunan kepatuhan pajak. Berkaitan dengan
dampak yang sebelumnya disebutkan, hal ini disebabkan karena gaya hidup konsumtif
pegawai negeri sipil dan keluarganya yang akhirnya menyebabkan menurunnya kepercayaan
publik kepada DJP dan Kementerian Keuangan dan berpengaruh pada publik yang enggan
memenuhi kewajibannya yaitu membayar pajak.
Dampak negatif selanjutnya, yaitu berkurangnya penerimaan negara dari sektor
perpajakan. Seperti yang kita ketahui bahwa pajak merupakan penyumbang terbesar untuk
APBN, jika publik enggan memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak maka hal ini akan
berimbas pada berkurangnya penerimaan negara dari sektor perpajakan.
Selain menyebabkan dampak negatif, kasus gratifikasi dan tax evasion yang dilakukan
Rafael Alun menimbulkan adanya dampak positif. Dampaknya, yaitu dilakukan pengecekkan
terhadap karyawan DJP yang memiliki harta tidak wajar. Hal ini dilakukan untuk memastikan
bahwa tidak ada lagi pegawai-pegawai yang memiliki banyak harta tetapi didapatkan dari
melakukan tindak kecurangan. Terbukti dari hasil pemeriksaan pegawai DJP, banyak pegawai
DJP yang jujur dan menjunjung tinggi integritas. Jika dilihat dari data pegawai pajak yang
berisiko, sangat kecil jumlahnya dibandingkan dengan total keseluruhan jumlah pegawai DJP
yang lebih dari 45 ribu pegawai.
3.4 Solusi dan Pengendalian dari Kasus Rafael Alun Trisambodo
Solusi yang dapat dilakukan agar kasus serupa tidak terulang di masa yang akan datang,
yaitu dilakukannya pembaruan terhadap sistem birokrasi, tata kelola, dan internal control di
Kementerian Keuangan khususnya di DJP. Dilihat dari kasus Rafael Alun dapat dinilai bahwa
pejabat publik mengabaikan integritas dan tanggung jawab moral. Dan dengan terjadinya
kasus gratifikasi dan tax evasion dapat diartikan bahwa pejabat negara juga mengabaikan
prinsip tata kelola yang baik (GCG), para pemimpin di berbagai sektor telah menyepelekan

11
pentingnya integritas, transparansi, keadilan, tanggung jawab moral, serta tidak dapat menjaga
amanah terhadap jabatannya.
Solusi berikutnya, yaitu pentingnya hukum ditegakkan dalam berdemokrasi. Bila
kekuasaan dilaksanakan secara liar akan berdampak pada timbulnya banyak korban dan
kerusakan. Oleh karena itu, hukum yang ada di Indonesia harus ditaati oleh semua kalangan
tanpa terkecuali agar terhindar dari dampak-dampak negatif yang dapat mengancam
kehidupan berbangsa dan bernegara.

12
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1) Kasus Rafael Alun Trisambodo bermula pada 20 Februari 2023 saat Mario—anak dari
Rafel melakukan tindak kekerasan kepada David. Kehidupan Mario semakin tersorot
tatkala gaya hidupnya yang selalu memamerkan kekayaan diketahui oleh warganet. Pada
tanggal 23 Februari 2023 Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan melakukan
pemeriksaan terhadap Rafael. Pada 24 Februari 2023. Sri Mulyani meminta jabatan Rafael
agar segera dicopot, tanggal 1 Maret dan 24 Maret 2023 Rafael menjalani pemeriksaan di
KPK dan pada 30 Maret 2023, Rafel ditetapkan sebagai tersangka penerima gratifikasi.
2) Kasus gratifikasi yang dilakukan oleh Rafae Alun telah melanggar prinsip amanah pada
Pedoman Umum Governansi Sektor Publik Indonesia 2021. Prinsip amanah menuntut
pejabat untuk memegang kendali atas aset publik dan tidak boleh menyalahgunakan untuk
kepentingan pribadi atau golongan tertentu. Pada kasus ini Rafael Alun tidak
mencerminkan sikap amanah dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai
ASN Eselon III, dalam hal ini Rafael lebih mementingkan kepentingan pribadi dan
golongan tertentu hal ini terbukti dengan direkomendasikannya perusahaan konsultan
milik Rafael untuk membantu para wajib pajak yang mengalami permasalahan pajak atau
masalah lainnya.
3) Banyak sekali dampak yang ditimbulkan dari kasus gratifikasi yang dilakukan oleh Rafel
Alum, diantaranya ada menurunnya kepercayaan publik kepada Direktorat Jenderal Pajak
(DJP) dan Kementerian Keuangan, menurunnya kepatuhan pajak, dan sebagainya.
4) Adapun solusi yang dilakukan untuk mengatasi kasus Rafael Alun ini, yaitu dengan cara
melakukan pembaruan sistem birokrasi, tata kelola, dan pengendalian internal di
Kementerian Keuangan tekhusus di DJP.

4.2 Saran
Adapun saran yang dapat kami berikan supaya kasus ini tidak terulang lagi, yaitu pemerintah
harus melakukan pembaruan terhadap sistem birokrasi, melakukan perbaikan terhadap tata
kelola organisasi atau perusahaan, serta melakukan internal control yang baik.

13
DAFTAR PUSTAKA
Komite Nasional Kebijakan Governansi (KNKG). (2021). Pedoman Umum Governansi Sektor
Publik Indonesia. Komite Nasional Kebijakan Governansi (KNKG).
Kompas.com. (2023). Sederet Fakta Kasus Rafael Alun: Modus Dugaan Gratifikasi hingga Uang
Puluhan Miliar Rupiah. Diakses pada 23 April 2023, dari
https://nasional.kompas.com/read/2023/04/04/10561241/sederet-fakta-kasus-rafael-alun-
modus-dugaan-gratifikasi-hingga-uang-puluhan
KumparanNEWS. (2023). Kasus Sambo hingga Rafael Alun, Gambaran Tata Kelola Negara
Alami Kemerosotan. Diakses pada 23 April 2023, dari
https://kumparan.com/kumparannews/kasus-sambo-hingga-rafael-alun-gambaran-tata-
kelola-negara-alami-kemerosotan-1zyXy6gBJG2/full

14

Anda mungkin juga menyukai