Anda di halaman 1dari 42

Tinjauan Pustaka

23 Desember 2021

PRINSIP FARMAKOLOGI SECARA


FARMAKOKINETIK PADA OBAT OKULAR

Bima Ryanda Putra*

Pembimbing:

Dr. dr. Anang Tribowo, SpM (K)

BAGIAN/KSM ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

2021
DAFTAR ISI

PRINSIP FARMAKOLOGI SECARA FARMAKOKINETIK PADA OBAT OKULAR i


DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ...............................................................................................................iv
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................................... v
BAB I .................................................................................................................................. 1
BAB II ................................................................................................................................. 3
2.1 Anatomi Bola Mata yang Berperan pada Jalur Farmakologi ................. 3
2.1.1 Kornea .......................................................................................................... 4
2.1.2 Konjungtiva .................................................................................................. 5
2.1.3 Sklera ........................................................................................................... 6
2.1.4 Vitreous ........................................................................................................ 7
2.1.5 Retina ........................................................................................................... 8
2.2 Jalur Pemberian Obat Pada Mata ....................................................... 9
2.2.1 Adminitrasi Topikal ................................................................................... 10
2.2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Obat Topikal............................................ 13
2.3 Adminitrasi Lokal ................................................................................ 20
2.3.1 Injeksi Periokuli ......................................................................................... 20
2.3.2 Pemberian Obat Periokuli ....................................................................... 22
2.4 Administrasi Sistemik ......................................................................... 28
2.4.1 Preparat Oral ............................................................................................. 28
2.4.2 Injeksi Intravena........................................................................................ 29
2.4.3 Injeksi Intramuskular ................................................................................ 31
BAB III .............................................................................................................................. 33
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 35

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anatomi mata manusia ....................................................... 3

Gambar 2. Gambaran skematik epitel kornea ...................................... 5

Gambar 3. Konjungtiva ......................................................................... 6

Gambar 4. Sklera dan pembuluh darah episklera................................. 7

Gambar 5. Retina ................................................................................. 9

Gambar 6. Diagram sistematis yang menggambarkan berbagai

pendekatan dalam pemberian obat mata topikal ................ 10

Gambar 7. Jalur yang digunakan oleh obat yang dioleskan untuk

melintasi penghalang anatomis mata dan masuk ke bilik mata

depan .................................................................................. 11

Gambar 8. Farmakokinetik obat tetes mata topikal ............................... 17

Gambar 9. Rute pengiriman periokular yang berbeda .......................... 23

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Manfaat dan tantangan berbagai rute penghantaran obat ke

segmen posterior mata ....................................................... 26

iv
DAFTAR SINGKATAN

AMD : Age-related Macular Degeneration

BRB : Blood retina barrier

HA : Hyaluron acid

RPE : Retinal pigment epithelium

VEGF : Vascular Endothelial Growth Factor

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Farmakokinetik merupakan pergerakan obat melalui tubuh, dimulai

dari penyerapan, distribusi, metabolisme, dan eksresi suatu obat.

Pemberian obat-obatan pada mata memiliki tantangan tersendiri bagi para

ahli farmakologi dan para dokter mata karena organ mata memiliki

anatomi dan fisiologi yang unik.1. Organ mata memiliki kompleksitas

struktural dan barrier mata. Barrier seperti lapisan yang berbeda-berbeda

pada kornea, sklera, aliran darah konjungtiva, dan lapisan air mata

mempengaruhi efikasi obat. Pemberian terapi pada mata dapat dilakukan

dengan berbagai cara secara garis besar terdapat empat jalur pemberian

obat pada mata yaitu topikal, periokuli, intraokular, dan sistemik.2,3

Pada prinsipnya setiap jalur pengobatan memilki keuntungan dan

kerugian dalam terapi praktik sehari-hari. Pengobatan topikal mata

konvensional, larutan mata atau tetes mata paling banyak digunakan dan

disukai oleh konsumen. Bentuk sediaan konvensional yang tersedia di

pasaran adalah emulsi, suspensi, salep dan gel polimer. Dibandingkan

terapi oral, injeksi intravena, injeksi periokuli, dan injeksi intraokular

pemberian agen topikal lebih disukai karena mudah, nyaman, dan non-

invasif sehingga menjaga kepatuhan pasien. Namun dengan adanya

hambatan statis dan dinamis, pemberian secara topikal hanya efisien

pada bagian anterior mata namun kurang pada bagian posterior mata

karena bioavailabilitas okular yang sangat rendah. Pemberian secara

1
injeksi intraokular merupakan pemberian yang efisien untuk terapi dengan

target di intraokular namun memilki efek samping yang lebih besar.

Pemberian sistemik oral maupun injeksi intravena memiliki efisiensi yang

rendah dikarenakan banyaknya hambatan juga harus melalui metabolisme

gastrointestinal sehingga konsentrasi obat ketika sampai di organ mata

cukup rendah. Pada jalur penyerapan obat pada mata juga sangat

tergantung oleh sifat kelarutan obat tersebut terhadap air atau lemak.2,3

Jalur pemberian obat pada mata mempunyai banyak variasi

sehingga untuk mencapai efektifitas terapi sangat dipengaruhi oleh

pengetahuan dan keahlian seorang dokter mata. Melalui makalah ini

penulis ingin memberikan informasi mengenai farmakokinetik dan faktor-

faktor yang mempengaruhi pemberian obat pada mata. 4,5

1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan tinjauan pustaka ini adalah untuk mengetahui

farmakokinetik dan faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian obat

pada mata sehingga tercapai efektifitas terapi dan meminimalisir

toksisitas.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Bola Mata yang Berperan pada Jalur Farmakologi

Mata merupakan salah satu organ penting dalam tubuh manusia.

Sebagai organ indera, memungkinkan manusia untuk mengamati dan

berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Secara umum, bola mata

dibagi menjadi dua bagian, yaitu segmen anterior dan posterior. Segmen

anterior bola mata berisi kornea, iris, lensa, konjungtiva, badan siliaris, dan

aqueous humor sedangkan segmen posterior terdiri dari sklera, koroid,

epitel pigmen retina, neural retina, saraf optik, dan vitreous humour,

seperti diilustrasikan pada Gambar 1.5,6

Gambar 1. Anatomi mata manusia.6

3
2.1.1 Kornea

Kornea adalah jaringan cembung transparan an sensitif karena

ujung saraf yang tidak bermielin dan menyumbang dua pertiga dari

sifat bias mata dengan indeks bias 1,376. Ketebalannya sekitar 0,5

mm dan diameter 11,5 mm. Bagian tepi dibatasi oleh limbus kornea.

Jaringan ini bersifat avaskular dan dinutrisi cairan akuos. Susunan

struktural lapisan jaringan memungkinkan pembiasan cahaya.

Kornea terdiri dari tiga lapisan epitel luar, stroma tengah, dan

endotelium dalam. Sedangkan dua lapisan aselular lainnya, lapisan

Bowman yang memisahkan epitel dari stroma dan membran

Descemet yang memisahkan endotelium dari stroma. Lapisan epitel

kornea memiliki sifat lipofilik sedangkan pada daerah stroma memiliki

sifat hidrofobik. Kornea sangat sensitif terhadap pH bahan,

osmolaritas (hipo dan hiper), iritasi nonspesifik, dan pH formulasi.

Sebagian besar, obat yang dioleskan melalui jalur difusi transelular

karena epitel kornea dilaporkan memiliki sambungan intraseluler

yang rapat (zona oklusi), sehingga kurang dari 5% dari dosis obat

yang dioleskan mencapai humor akuos.6,7

4
Gambar 2. Gambaran skematik epitel kornea.6

2.1.2 Konjungtiva

Selaput lendir yang menutupi sklera hingga limbus dan bagian

palpebra kelopak mata disebut konjungtiva. Fungsi utamanya adalah

melindungi permukaan anterior mata dengan mensekresikan lapisan

mukosa dari film air mata, zat antibakteri, dan antivirus dan

memberikan pertahanan kekebalan. Tiga daerah utama konjungtiva

meliputi bagian palpebra yang menutupi bagian dalam kelopak mata,

konjungtiva fornisial yang terletak di forniks dan konjungtiva bulbar

yang menutupi bagian putih bola mata hingga limbus. Epitel

konjungtiva, yang merupakan epitel simpleks nonkeratin terdapat sel

goblet yang mensekresi mukus dan telah terbukti mampu melakukan

fagositosis. Di bawah lapisan ini terletak substansia propria

konjungtiva. Konjungtiva terdiri dari jaringan ikat longgar dan sangat

vaskularisasi, dan mengandung sejumlah besar sel darah putih. 6,7

5
Gambar 3. Konjungtiva. Li, limbus; BC, konjungtiva bulbar; FC,

konjungtiva fornix; PC, konjungtiva palpebra; MC, konjungtiva

marginal; Ca, karunkula; LP, punctum lakrimalis.6

2.1.3 Sklera

Sklera terdiri atas jaringan fibrosa padat dan berwarna putih.

Pada bagian posterior, sklera ditembus oleh n. opticus. Lamina

cribrosa adalah daerah sklera yang ditembus oleh serabut-serabut n.

opticus. Lamina cribrosa merupakan area yang relatif lemah. Bila

tekanan intraokular meningkat, lamina cribrosa akan menonjol keluar

sehingga dapat menyebabkan diskus optikus menjadi cekung. Hal ini

dapat dilihat melalui pemeriksaan oftalmoskop.6,7

Sklera juga ditembus oleh a. n. ciliares dan pembuluh venanya,

yaitu venae vorticosae. Pada bagian anterior, sklera langsung beralih

menjadi kornea pada taut korneaskleral atau limbus. 6,7

6
Gambar 4. Sklera dan pembuluh darah episklera.6

2.1.4 Vitreous

Vitreous menempati sekitar 80% dari massa bola mata dan

mengisi ruang vitreous. Vitreous terdiri dari hyaluronan yaitu rantai

panjang glukosaminoglikan dan beberapa serat kolagen tipe II.

Serabut melekat pada lamina basal badan siliaris yang membentuk

ligamen suspensorium lensa. Hyalocytes berada di dalam vitreous

dan menghasilkan substansi vitreous. Kanalis hyaloid menempati

posisi sentral di vitreous dan merupakan sisa dari arteri hyaloid,

berjalan dari permukaan posterior lensa ke diskus optikus.6,7

Vitreous dibagi menjadi tiga kompartemen, yaitu dasar vitreous,

vitreous sentral, dan vitreous kortikal. Konsentrasi dan susunan

kolagen berbeda dalam semua tiga lapisan. Konsentrasi kolagen

7
sekitar 300 g/ml dan sangat tidak larut, serta terdiri dari kolagen tipe

II yang dominan dengan jumlah kolagen tipe IX, tipe V/XI yang lebih

rendah. Kolagen tersusun dari arah anterior ke posterior dengan

susunan serat kolagen yang lebih padat di dasar vitreous dan cortical

vitreous, sedangkan bagian tengahnya memiliki serat kolagen yang

sangat tipis. Vitreous terdiri dari 98-99% air dengan serat gel kolagen

dan di antaranya dengan jaringan molekul hyaluron (HA) yang

sangat panjang yang memberikan sifat viskoelastik pada vitreous.

Sifat viskoelastik dari vitreous diperlukan untuk melindungi retina dari

trauma eksternal. Interaksi asam hialuronat dan kolagen memberikan

transparansi dan hidrasi dan pengaturan jarak mengurangi

hamburan cahaya di vitreous.6,7

2.1.5 Retina

Retina adalah struktur yang sangat kompleks dimana bagian

paling sentral dari makula adalah fovea, suatu lekukan pusat selebar

0,35 mm, dan mewakili regio retina dengan ketajaman visual

terbesar. Pusat 500 mm fovea tidak mengandung kapiler retina (zona

avaskular fovea), membuat fovea bergantung pada suplai darah dari

koriokapiler. Bagian perifer retina yang tipis disuplai dari sirkulasi

koroid, sedangkan sisanya memiliki sirkulasi retina. Blood retina

barrier (BRB) terdiri dari barrier dalam dan luar. Sawar darah retina

luar terdiri dari membran basal koriokapiler, membran Bruch, dan

8
sambungan antar sel epitel pigmen retina (RPE), untuk mengatur

pergerakan zat terlarut dan nutrisi dari koroid ke ruang subretina.6,7

Gambar 5. Retina.6

2.2 Jalur Pemberian Obat Pada Mata

Aplikasi topikal adalah rute pemberian obat mata dipilih terutama

ketika masalah berada di permukaan mata dan segmen anterior. Gel dan

salep juga merupakan bentuk sediaan yang populer untuk pemberian obat

topikal. Untuk memaksimalkan manfaat terapeutik dari obat yang

dioleskan secara topikal, penting untuk mempraktikkan metode pemberian

obat yang optimal. Posisi kepala pasien dimiringkan ke belakang, kelopak

mata bawah dimiringkan dengan lembut saat pemberian obat topikal

mata. Pasien diminta untuk melihat ke bawah dan menutup mata dengan

lembut. Tetes mata adalah metode pemberian obat yang paling nyaman,

paling tidak invasif dan paling murah pada mata. Keuntungan pemberian

9
topikal dapat menghindari paparan sistemik terhadap tingkat obat yang

tinggi dalam serum, sehingga dapat meminimalka efek samping sistemik. 8

Gambar 6. Diagram sistematis yang menggambarkan berbagai

pendekatan dalam pemberian obat mata topikal.8

2.2.1 Adminitrasi Topikal

Administrasi topikal sebagai metode non-invasif pada

pengobatan mata. Pemberian topikal membentuk sekitar 90% dari

semua formulasi mata topikal, baik dalam bentuk larutan, suspensi,

10
dan emulsi. Karena sifat jaringan penargetan dan cara

pengaplikasiannya, pemberian administrasi topikal diberikan secara

hati-hati agar formulasi tersebut menjadi isotonik (konsentrasi /

tekanan osmotik yang sama dengan jaringan sasaran), noninvasif,

dan steril.8 Untuk pengobatan, pemberian topikal dari agen adalah

pendekatan yang lebih disukai karena mudah, nyaman dan non-

invasif. Tetes mata merupakan bentuk sediaan mata topikal

konvensional yang paling umum digunakan karena kemudahan

pemberian dan kepatuhan pasien. Namun, ini kurang efektif dalam

situasi atau perawatan tertentu karena bioavailabilitas okular yang

sangat rendah dan permeasi obat yang rendah ke dalam jaringan

okular.5 Bergantung pada sifat fisikokimia, obat yang dioleskan

mengikuti rute yang berbeda melintasi penghalang anatomis untuk

memasuki ruang anterior, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7.3

Gambar 7. Jalur yang digunakan oleh obat yang dioleskan untuk

melintasi penghalang anatomis mata dan masuk ke bilik mata depan.3

11
2.2.1.1 Absorbsi Topikal

Bioavalibilitas obat mata yang diberikan ke segmen

anterior mata dibatasi oleh barier epitel kornea dan

konjungtiva mata. Absorbsi topikal dapat ditingkatkan dengan

meningkatkan bentuk sediaan, tetapi belum diterima secara

luas pada pasien karena pemberian obat topikal okular tidak

mencapai target obat segmen posterior. Pemberian obat

topikal bekerja pada permukaan mata atau melintasi sel epitel

(kornea, konjungtiva, atau keduanya).9

Transporter bersifat peptida ditemukan di dalam jaringan

tersebut dan berperan dalam aksi beberapa obat. Lapisan

paling luar adalah lapisan mono lipid yang mengapung di atas

film air mata yang memiliki lipid hidrofobik menuju udara dan

lipid amfifilik pada antar muka lipid-air sehingga memberikan

integritas. Lipid ini disekresikan oleh kelenjar meibom, yang

tertanam di lempeng tarsal kelopak mata atas dan bawah

yang memberikan proteksi terhadap penguapan air. Kornea

menghasilkan sebagian kecil dari lapisan berair serta musin di

glikokaliks. Konjungtiva mensekresikan elektrolit dan air yang

substansial ke dalam lapisan air dan musin ke dalam lapisan

mukosa. Pada saat yang sama, konjungtiva juga dapat

menyerap elektrolit, air, dan obat yang digunakan dari film air

mata sehingga memodifikasi farmakokinetiknya. Epitel kornea

12
bersifat hidrofobik dan stroma bersifat hidrofilik, sehingga baik

obat yang larut dalam air maupun yang larut dalam lemak

tidak dapat berpenetrasi dengan bebas. Kornea berperilaku

sebagai membran biologis khas di mana sebagian besar obat

melintasi struktur ini baik dengan difusi intraseluler atau

transelular.9

2.2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Obat Topikal

Farmakokinetik menyangkut pergerakan obat di dalam tubuh,

meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme, serta ekskresi obat. Untuk

mencapai efek terapeutik, obat harus mencapai tempat kerjanya

dalam konsentrasi yang cukup. Konsentrasi obat merupakan

gabungan dari fungsi berikut ini:6

• rute administrasi

• jumlah yang diberikan

• luas dan tingkat penyerapan di situs administrasi

• distribusi dan ikatan obat dalam jaringan

• cairan yang bersirkulasi

• transportasi antar kompartemen tubuh

• biotransformasi

• ekskresi

Farmakokinetik dan juga dosis menentukan bioavailabilitas, atau

konsentrasi zat aktif obat di tempat terapi.6

13
Farmakodinamik menyangkut aktivitas biologis dan efek klinis

suatu obat—obat beraksi setelah didistribusikan (farmakokinetik) dari

agen aktifnya ke situs terapeutik. Termasuk dalam bidang

farmakodinamik adalah reseptor jaringan untuk obat dan reseptor

perubahan intraseluler yang diprakarsai oleh pengikatan obat aktif

terhadap reseptornya. Tindakan farmakodinamik obat sering

digambarkan menggunakan reseptor untuk obat itu; misalnya, obat

mungkin dikategorikan sebagai agonis-adrenergik atau antagonis-

adrenergik.6

Farmakoterapi adalah ilmu mengenai penggunaan obat dalam

mencapai titik akhir klinis tertentu, seperti sebagai pencegahan atau

pengobatan penyakit. Dosis terapi dapat bervariasi untuk setiap

pasien dan terkait dengan usia, jenis kelamin, ras, obat lain yang

diresepkan saat ini, dan kondisi medis pasien yang sudah ada

sebelumnya.6

Toksisitas mengacu pada efek samping obat atau bahan kimia,

termasuk racun. Toksisitas dapat dipengaruhi oleh farmakokinetik

dan/atau farmakodinamik efek biokimia dan fisiologis obat/agen).

Misalnya, tetes mata topikal mudah diserap melalui selaput lendir

mata dan nasofaring, serta melalui iris dan badan siliaris.

Penyerapan topikal menghindari metabolisme lintas pertama hati dan

meningkatkan bioavailabilitas sistemik. Oleh karena itu, toksisitas

sistemik obat tersebut mungkin lebih besar dari yang diharapkan

relatif terhadap dosis topikal total.6

14
Prinsip farmakologis berlaku berbeda untuk pasien usia lanjut.

Dibandingkan dengan pasien yang lebih muda, pasien lanjut usia

memiliki massa tubuh tanpa lemak karena penurunan massa otot,

lebih sedikit cairan tubuh dan albumin, serta peningkatan persentase

relatif jaringan adiposa. Perbedaan fisiologis ini mengubah

pengikatan jaringan dan distribusi obat. Fungsi ginjal manusia

menurun dengan usia; baik perfusi hati dan aktivitas enzimatik juga

dipengaruhi secara bervariasi. Pasien yang lebih tua cenderung

menggunakan lebih banyak obat untuk kondisi kronis daripada

pasien yang lebih muda, dan banyak dari obat yang mereka gunakan

diproses secara bersamaan oleh sistem metabolisme mereka yang

sudah terganggu.6

Masuknya obat ke dalam struktur okular secara konvensional

dimungkinkan oleh administrasi sistemik, intraokular (intrakamera

dan intravitreal), periokular (subtenon dan subkonjungtiva), serta

topikal. Kecuali injeksi langsung ke dalam kompartemen okular

seperti intravitreal atau intrakamera, rute administrasi obat okular lain

dipengaruhi oleh farmakokinetik sistemik tempat obat tersebut

diabsorbsi.10

Kelebihan obat topikal mata adalah penggunaannya relatif

mudah serta non-invasif untuk digunakan mandiri, secara langsung

menargetkan struktur yang diinginkan, melewati metabolisme hepar,

serta efek samping minimal. Namun nyatanya, merupakan tantangan

bagi obat topikal mata untuk mencapai konsentrasi yang efektif serta

15
dipertahankan dalam waktu tertentu. Terdapat faktor-faktor yang

memengaruhi obat topikal mata.3,10

Beberapa tindakan sederhana terbukti dapat meningkatkan

penyerapan okular dengan cepat:6

• Pasien yang menggunakan lebih dari 1 obat mata topikal

diinstruksikan untuk memberi jeda 5 menit antara tiap tetes; jika

tidak, tetesan kedua hanya akan membersihkan tetesan

pertama.

• Berkedip juga mengurangi efek obat dengan mengaktifkan

mekanisme pompa nasolakrimalis, memaksa cairan dari kantung

lakrimal ke nasofaring, serta menciptakan kantung negatif

tekanan yang dapat mengosongkan air mata. Pasien dapat

menghindari hilangnya reservoir obat ini baik dengan

mengompresi duktus nasolakrimalis melalui penerapan tekanan

digital pada kantus medial atau dengan menutup mata selama 5

menit antara tiap tetes. Dua tindakan ini akan mencegah

pengosongan air mata serta mengurangi toksisitas sistemik

dengan mengurangi penyerapan melalui mukosa hidung. Oklusi

nasolakrimalis akan meningkatkan absorpsi topikal serta

mengurangi penyerapan sistemik dan potensi toksisitas.

• Retensi reservoir air mata dan waktu kontak obat juga dapat

diperpanjang dengan meningkatkan viskositas pembawa obat

tetes mata atau dengan menggunakan objek penghantar obat

seperti lensa kontak atau collagen shields.

16
Gambar 8. Farmakokinetik obat tetes mata topikal.6

2.2.2.1 Karakteristik Fisiokimia Obat

Masuknya obat ke dalam struktur okular secara

konvensional dimungkinkan oleh administrasi sistemik,

intraokular (intrakamera dan intravitreal), periokular (subtenon

dan subkonjungtiva), serta topikal. Kecuali injeksi langsung ke

dalam kompartemen okular seperti intravitreal atau

intrakamera, rute administrasi obat okular lain dipengaruhi

oleh farmakokinetik sistemik tempat obat tersebut

diabsorbsi.10

Kelebihan obat topikal mata adalah penggunaannya relatif

mudah serta non-invasif untuk digunakan mandiri, secara

langsung menargetkan struktur yang diinginkan, melewati

metabolisme hepar, serta efek samping minimal. Namun

17
nyatanya, merupakan tantangan bagi obat topikal mata untuk

mencapai konsentrasi yang efektif serta dipertahankan dalam

waktu tertentu. Terdapat faktor-faktor yang memengaruhi obat

topikal mata.3,10

2.2.2.2 Komposisi Formulasi Obat

Ukuran partikel

Sebagian besar obat tetes mata diformulasikan baik

sebagai solusi maupun suspensi. Solusi adalah cairan jernih

dimana semua bahan terlarut dengan gangguan minimal

terhadap penglihatan. Meskipun begitu, molekul obat tersebut

segera tersedia untuk absorpsi, sehingga cepat keluar melalui

cul-de-sac. Sedangkan, obat tetes mata suspensi

mengandung molekul termikronisasi (diameter <10 µm)

dengan solubilitas akueous relatif rendah yang terdispersi

dalam cairan pembawa, misalnya seperti prednisolon

asetat.9,11

Lebih kecil ukuran partikel, lebih cepat absorpsinya.

Namun pada kasus suspensi, ukuran partikel kecil akan

mempermudah drainase keluar cul-de-sac sehingga

mengurangi waktu retensi serta jumlah total absorpsi. Namun

ukuran partikel yang besar menyebabkan iritasi okular,

robekan, serta kehilangan obat melalui drainase. Ukuran

partikel <10 µm biasanya meminimalisir iritasi okular. Partikel-

18
partikel kecil pada obat suspensi bertahan di cul-de-sac untuk

waktu yang lebih lama dibanding solusi, sehingga

memperlama ketersediaan obat untuk absorpsi.9,11

pH serta buffer pembawa

pH serta buffer pembawa yang digunakan dalam formulasi

obat juga merupakan faktor penting dalam absorpsi okular

dengan memengaruhi ionisasi molekul obat. pH formula

disesuaikan sedemikan rupa sehingga bentuk obat yang tidak

terionisasi mendominasi serta memudahkan penetrasi okular.

pH formula yang optimal juga diperlukan untuk meyakinkan

stabilitas fisika, kimia, serta bahan-bahan lain dalam obat

untuk kenyamanan okular.9,11

Tonisitas

Tonisitas solusi oftalmika untuk penggunaan topikal

disesuaikan sedemikian rupa sehingga sedekat mungkin

isotonik terhadap air mata. Mata dapat menoleransi rentang

tonisitas yang luas antara 266-445 mOsm/kg tanpa

menyebabkan nyeri atau ketidak nyamanan. Sediaan

oftalmika dengan tonisitas berlebih menyebabkan nyeri perih

saat digunakan serta mencetuskan refleks air mata. Air mata

mengencerkan solusi obat serta mengurangi absorpsi.9,11

19
Viskositas dan pembawa

Salin normal dapat digunakan sebagai pembawa formulasi

obat tetes mata. Namun, solusi yang lebih pekat biasanya

lebih disenangi. Meningkatnya viskositas solusi

memungkinkan obat tetap berkontak dengan permukaan

okular untuk waktu yang lebih lama, sehingga meningkatkan

absorpsi obat. Nilai viskositas yang diterima adalah 20-30

centipoises.9,11

Faktor tetesan.

Kantung konjungtiva menentukan jumlah obat yang dapat

ditampung. Kornea dan konjungtiva bola serta kelopak mata

membentuk cul-de-sac dengan volume 7-9 µL. Dengan

menarik kelopak mata bawah, volume ini secara transien

dapat meningkat menjadi 30 µL. Namun refleks berkediip

mengurangi efek ini hingga hanya menjadi 10 µL yang tetap

berkontak dengan mata lebih lama dari beberapa detik.

Kelebihan solusi yang diteteskan hilang melalui aliran serta

mungkin didrainase oleh sistem lakrimalis.3

2.3 Adminitrasi Lokal

2.3.1 Injeksi Periokuli

Rute periokular melakukan penghantaran obat ke area

periokular, area yang langsung mengelilingi mata, dan dianggap

sebagai jalan keluar baik antara kurangnya rasa sakit saat

20
pemberian obat dan efisiensi penghantaran obat ke segmen

posterior. Selanjutnya, karena rute ini menargetkan area di sekitar

mata, ada kemungkinan kecil dari beberapa komplikasi yang lebih

mengkhawatirkan terkait dengan suntikan intravitreal seperti

endophthalmitis, peningkatan tekanan intraokular dan ablasi retina,

sementara secara bersamaan memberikan jarak yang cukup dekat

antara waktu pemberian obat dengan tingkat obat yang terdeteksi

dalam waktu 20-30 menit setelah pemberian. Dibandingkan dengan

pengiriman intravitreal, metode ini lebih efisien untuk pemberian obat

ke bagian permukaan retina sedangkan pengiriman intravitreal lebih

unggul dalam konteks mengobati sel ganglion retina dan gangguan

interneuron retina bagian dalam. Jenis pemberian obat melibatkan

penyisipan obat atau sistem pengiriman obat dekat dengan sklera

dan terdiri dari lima subdivisi: subkonjungtiva, retrobulbar, peribulbar,

sub-tenon dan posterior juxtascleral route. Setelah pengiriman

periokular, obat bergerak ke sklera melalui salah satu dari tiga jalur:

jalur trans-sklera, dalam sirkulasi melalui koroid dan melalui jalur

anterior (tears film, kornea, aqueous humor dan kemudian vitreous

humor.12

21
2.3.2 Pemberian Obat Periokuli

Terlepas dari keuntungan yang dimiliki oleh injeksi periokular,

itu bukan berarti tidak ada tantangan dalam hal pengiriman

konsentrasi obat yang efektif secara terapeutik ke situs target di

segmen posterior. Ada banyak hambatan fisiologis, masalah

keamanan dan masalah kepatuhan pasien. Salah satu masalah

utama yang dihadapi menggunakan pengiriman periokular adalah

hambatan fisiologis yang perlu dilewati untuk mendapatkan

konsentrasi obat yang efektif secara terapeutik di situs target dalam

segmen posterior. Jalur penetrasi langsung adalah melalui sklera,

koroid, RPE, retina, membran pembatas luar, membran pembatas

dalam dan kemudian ke vitreous.12

Selanjutnya, obat juga dapat bergerak melalui bilik mata depan

ke vitreous humor dan melalui sirkulasi sistemik, di mana obat

tersebut bergerak keluar dari ruang periokular dalam pembuluh

konjungtiva, episklera atau koroid ke dalam sirkulasi sistemik dan

kemudian kembali ke sirkulasi okular. Obat juga dapat menembus

melalui bilik mata depan di mana obat itu berdifusi ke dalam humor

aquos baik secara langsung atau melalui sklera dan badan siliaris

atau melalui cairan air mata dan kornea setelah direfluks melalui

konjungtiva. Dalam jalur yang berbeda ini, ada tiga jenis hambatan

utama yaitu statis, dinamis dan metabolik.12

22
Gambar 9. Rute pengiriman periokular yang berbeda.12

Rute subkonjungtiva

Rute subkonjungtiva melibatkan penyisipan formulasi di bawah

konjungtiva, yang memberikan akses langsung ke sklera dan oleh

karena itu menyediakan jalur trans-skleral untuk difusi obat. Rute ini

menghilangkan kebutuhan obat untuk berdifusi melalui permukaan

konjungtiva, yang membatasi permeasi obat hidrofilik dan hilangnya

obat karena tindakan pembersihan lapisan lendir yang disekresikan

oleh sel gobletnya. Biasanya, jarum berukuran hingga 25-30 gauge

dan panjang 30 mm dapat digunakan, dengan volume injeksi

maksimum 0,5 ml. Berbagai obat telah berhasil diberikan melalui rute

ini dengan konsentrasi tinggi di segmen posterior tercapai. Misalnya,

23
dalam sebuah penelitian, deksametason menunjukkan kadar yang

lebih tinggi dalam cairan subretina daripada yang diperoleh dengan

rute oral atau peribulbar, menunjukkan bahwa metode ini mampu

memberikan proporsi yang lebih besar dari beban obat ke retina.12

Rute retrobulbar

Rute pengiriman ini melibatkan injeksi ke dalam ruang

retrobulbar, di dalam kerucut otot yang terdiri dari empat otot rektus

dan septa intermuskularnya. Rute ini lebih disukai bila kontak

langsung formulasi dengan makula diperlukan, biasanya

menggunakan jarum tumpul ukuran 25 atau 27 karena kemungkinan

cedera mata berkurang. Ruang retrobulbar dapat menampung

hingga 2-3 ml larutan.12

Rute peribulbar

Suntikan di luar keempat otot rektus dan septa

intermuskularnya, rute ini merupakan alternatif rute retrobulbar,

dengan kemungkinan cedera mata yang lebih rendah. Injeksi dapat

bersifat inferior atau superior, dengan injeksi ke dalam kuadran

lateral inferior menggunakan jarum 0,25 inci ukuran 26 dan

pemberian temporal (sejenis injeksi superior) menggunakan jarum

25-gauge 1,25- jarum inci. Volume 8-10 ml dapat diberikan

menggunakan rute ini. Meskipun merupakan rute yang lebih aman

24
dibandingkan dengan rute retrobulbar, rute ini juga kurang efektif bila

digunakan untuk anestesi bola mata.12

Rute Sub-Tenon

Secara anatomis kapsul tenon terdiri dari jaringan ikat yang

terletak di antara konjungtiva dan pleksus episklera dan ruang antara

kapsul dan sklera adalah ruang sub-tenon yang berisi segmen

anterior dan posterior. Ini mengelilingi mata dan otot ekstraokular di

orbit, berasal dari limbus dan memanjang kembali ke saraf

optik. Untuk anestesi, digunakan kanula berujung tumpul 1 inci,

dengan volume pemberian hingga 4 ml. Suntikan sub-Tenon

posterior menggunakan jarum ukuran 26, 5/8 inci untuk memberikan

obat ke dalam ruang sub-tenon posterior. Rute ini memiliki

keuntungan karena sifat avaskular dari kapsul tenon meningkatkan

waktu kontak obat dengan sklera dan ketika kanula tumpul dapat

digunakan untuk pemberian anestesi, masalah jarum tajam

dihilangkan. Namun, rute tersebut mengalami penetrasi obat yang

buruk melalui sklera dan klirens koroid dan koroid.12

Rute jukstaskleral posterior

Rute ini adalah metode yang lebih baru yang digunakan untuk

memberikan anecortave asetat untuk pengobatan neovaskularisasi

subfoveal pada AMD. Ini menggunakan kanula melengkung berujung

tumpul (56°) untuk menempatkan obat pada permukaan sklera tanpa

25
penetrasi bola mata. Metode ini digunakan untuk mengantarkan obat

dekat dengan makula untuk memaksimalkan efektivitas

pengobatan. Penelitian telah menunjukkan metode pemberian obat

ini aman dan efektif untuk pengiriman molekul obat ke koroid dan

retina di daerah makula hingga 6 bulan. Tabel 1 merangkum

keseluruhan manfaat dan tantangan dari berbagai rute penghantaran

obat ke segmen posterior mata.12

Tabel 1. Manfaat dan tantangan berbagai rute penghantaran obat ke

segmen posterior mata12

Jalur
Manfaat Tantangan
administrasi

Pengenceran air mata dan

Kepatuhan pasien turnover rate yang lebih

yang tinggi, dapat tinggi; kornea bertindak


Topikal
diatur sendiri, dan sebagai penghalang, efflux

non-invasif pump dan bioavailabilitas

rendah (<5%)

Blood-aqueous barrier,
Rute pemberian
BRB, dosis tinggi
yang sesuai
Oral (sistemik) menyebabkan toksisitas
dengan pasien dan
dan bioavailabilitas rendah
non-invasif
(<2%)

Intravitreal Pengiriman Sangat invasif, ablasi

26
langsung ke retina, perdarahan,

vitreous dan katarak, endoftalmitis dan

retina; mengatasi kepatuhan pasien yang

fungsi BRB rendah

Pengiriman ke

segmen anterior
Sirkulasi konjungtiva dan
dan posterior dan
Subkonjungtiva koroid bertindak sebagai
pemberian
penghalang
formulasi depot

yang mudah

Tingkat obat vitreal

tinggi, relatif non-

invasif, komplikasi RPE, kemosis, dan


Sub-Tenon
lebih sedikit tidak perdarahan subkonjungtiva

seperti pengiriman

intravitreal

Memberikan

anestesi lokal

dosis tinggi, lebih


Perdarahan retrobulbar,
efektif daripada
Retrobulbar perforasi bola mata dan
peribulbar,
henti napas
pengaruh minimal

pada tekanan

intraokular

27
Aman untuk

pengiriman depot

formulation,

mempertahankan
Membutuhkan operasi dan
Jukstaskleral kadar obat hingga
RPE bertindak sebagai
posterior 6 bulan ke makula,
penghalang
menghindari risiko

endophthalmitis

dan kerusakan

intraokular

2.4 Administrasi Sistemik

2.4.1 Preparat Oral

Pengiriman sistemik, dalam bentuk pasien yang menggunakan

formulasi oral, akan sangat nyaman dan dapat diterima oleh pasien.

Namun, hanya sebagian kecil dari obat yang dikirim secara sistemik

sampai ke segmen posterior mata, sebagian besar karena sifat

penghalang dari penghalang darah-retina (BRB) dan curah jantung

yang rendah ke retina, dan dengan demikian dosis sistemik yang

besar sering diperlukan untuk mencapai konsentrasi obat yang

efektif secara terapeutik, yang pada gilirannya dapat menyebabkan

efek samping yang signifikan. Memang, satu studi menunjukkan

tingkat obat intravitreal antibiotik larut lemak buruk, seperti penisilin

dan sefalosporin berada di maksimum 10% dari tingkat serum,

28
sehingga sering administrasi yang diperlukan dan efek samping

sistemik sebagai hasilnya. Selain itu, dengan banyaknya obat yang

sekarang bersifat protein, pemanfaatan rute sistemik akan

menyebabkan masalah seperti denaturasi dan efek terapeutik yang

rendah sebagai hasilnya.12

Distribusi okular obat sistemik digunakan dalam perawatan obat

okular. Misalnya, tablet acetazolamide telah digunakan dalam

pengobatan glaukoma, kortikosteroid sistemik dan antibodi dalam

pengobatan uveitis, infus manitol pada hipertensi okular tinggi, dan

antibiotik intravena digunakan dalam pengobatan endophthalmitis (8-

10). Seringkali, dosis tinggi harus digunakan untuk memberikan obat

yang cukup ke mata yang menyebabkan efek samping sistemik. 13

2.4.2 Injeksi Intravena

Aplikasi parenteral adalah salah satu metode yang paling

umum untuk pengiriman sistemik. Meskipun pemberian sistemik

mungkin berguna dalam mengobati penyakit mata segmen posterior,

dosis tinggi dan dosis sering mungkin diperlukan karena ada

berbagai keterbatasan termasuk pengenceran obat yang luas dalam

darah, curah jantung yang rendah ke mata, dan sawar darah-okular

yang membatasi permeabilitas obat. Selanjutnya, obat yang

diberikan melalui rute sistemik mengalami metabolisme oleh hati dan

pembersihan oleh ginjal, sehingga hanya sejumlah kecil obat yang

29
biasanya mencapai vitreous humou. Dosis obat yang tinggi dan

pemberian yang sering biasanya menyebabkan efek samping

sistemik.14

Obat sistemik bersirkulasi melalui jaringan okular, misalnya iris,

badan siliar, koroid, dan retina. Lebih dari 85% aliran darah okular

terjadi di koroid, dimana aliran darah adalah 43 ml/jam. Pembuluh

darah koroid berfenestrasi dan memungkinkan distribusi obat yang

mudah dari aliran darah ke koroid ekstravaskular. Namun, akses

obat koroid ke dalam retina dibatasi oleh penghalang epitel pigmen

retina. Dinding pembuluh darah di iris, dan retina memiliki hubungan

yang erat antara sel-sel endotel yang memperlambat perembesan

obat melintasi dinding pembuluh. Senyawa kecil dan lipofilik dapat

menembus sawar darah (epitel pigmen retina, epitel silia non-pigmen

dalam, dan epitel iris posterior dan dinding pembuluh darah iris, dan

retina), sementara permeasi senyawa hidrofilik dan molekul besar

dibatasi.13

Pada suatu waktu neovaskularisasi koroid diobati dengan laser,

yang sayangnya juga merusak fotoreseptor dan dapat bertindak

sebagai stimulus untuk neovaskularisasi lebih lanjut. Pada 1990-an,

terapi fotodinamik disetujui. Verteporfin, diberikan secara intravena,

diaktifkan oleh laser nontermal yang luas, dan melepaskan oksigen

aktif, yang menghancurkan pembuluh-pembuluh ini. Pada

pertengahan 2000-an, peran VEGF dan penghambatannya menjadi

lebih dipahami, dengan disetujuinya pegaptanib, sebuah

30
aptamer. Saat ini, injeksi inhibitor VEGF intravitreal (ranibizumab,

aflibercept, dan penggunaan bevacizumab di luar label) adalah

standar perawatan untuk pasien dengan neovaskularisasi koroid

serta indikasi tambahan retina.15

2.4.3 Injeksi Intramuskular

Obat yang diberikan secara oral, intramuskular, atau

transdermal patch perlu diabsorpsi melalui beberapa barier fisiologis

sebelum mencapai sirkulasi sistemik. Obat dimetabolisme oleh

enzim spesifik (banyak oleh sitokrom P450 oksidase di hati) menjadi

metabolit lain yang mungkin memiliki atau tidak memiliki efek

farmakologis yang sama dengan obat induk. Mata adalah organ yang

unik karena banyak obat untuk terapi okular, terutama yang

dirancang untuk menurunkan tekanan intraokular, diformulasikan

untuk diserap melalui kornea dan ke dalam jaringan mata lainnya,

termasuk humor aquos. Humor aquos adalah cairan bening yang

mengalir melalui segmen anterior mata yang menyediakan nutrisi

dan obat-obatan ke jaringan mata nonvaskular lainnya. Setelah

digunakan, banyak obat mata keluar dari mata, masuk ke aliran

darah, dan diangkut ke hati di mana mereka

dimetabolisme. Metabolit obat atau obat itu sendiri kemudian

dikeluarkan dari tubuh baik melalui urin atau feses.16

Salah satu obat yang dapat diberikan intramuskular adalah

ketorolak. Ketorolak efektif dalam mengobati gatal mata. Formulasi

31
oftalmik ketorolak dikaitkan dengan penurunan perkembangan

edema makula setelah operasi katarak dan lebih efektif sendiri

daripada sebagai pengobatan kombinasi opioid/ketorolak. Ketorolak

juga telah digunakan untuk mengatasi rasa sakit akibat abrasi

kornea. Ketorolak digunakan untuk mengontrol nyeri jangka pendek

yang tidak berlangsung lebih dari lima hari, dan dapat diberikan

secara oral, dengan injeksi intramuskular, intravena, dan dengan

semprotan hidung. Ketorolak awalnya diberikan melalui injeksi

intramuskular atau intravena.

32
BAB III

KESIMPULAN

Mata adalah organ yang dapat diakses untuk aplikasi obat langsung,

namun penghantaran obat melalui mata tetap menjadi tantangan utama

karena banyak hambatan di dalam mata. Hambatan utama termasuk

hambatan statis yaitu kornea, konjungtiva, dan epitel pigmen retina dan

hambatan dinamis termasuk pergantian air mata dan mekanisme

pembersihan darah dan limfatik. Pemberian sistemik melalui rute oral dan

parenteral dibatasi oleh sawar darah-jaringan statis yang mencakup

lapisan epitel dan endotel, selain mekanisme pembersihan vaskular yang

cepat. Bersama-sama, hambatan statis dan dinamis membatasi

kecepatan dan luasnya penghantaran obat ke mata. Dengan demikian,

ada kebutuhan berkelanjutan untuk mengidentifikasi sistem pengiriman

baru dan pendekatan untuk meningkatkan dan mempertahankan

pengiriman obat mata.

Sistem penghantaran obat mata atau bentuk sediaan berkisar dari

tetes mata yang paling umum dan formulasi konvensional lainnya hingga

sistem implan yang lebih kompleks yang dapat diberikan setiap beberapa

tahun sekali. Bentuk sediaan konvensional seperti larutan, suspensi,

emulsi, dan salep hanya mampu mengobati sejumlah penyakit mata.

Implan mata; gel yang telah dibentuk sebelumnya; gel in situ;

mikropartikel; liposom; sistem pengiriman obat yang diturunkan dari

nanoteknologi seperti nanopartikel, nanoemulsi, dan nanomisel; dan

33
pendekatan fisik untuk meningkatkan penghantaran obat seperti

iontophoresis dan jarum mikro adalah beberapa dari sistem penghantaran

obat mata yang diselidiki secara luas dan pendekatan untuk memenuhi

kebutuhan medis. Setiap lapisan jaringan okular mungkin bertindak seperti

penghalang berdasarkan sifat fisikokimia obat, sifat pembawa obat, dan

mekanisme pembersihan dari rute pemberian yang diberikan. Dengan

demikian, sistem atau pendekatan pengiriman harus dioptimalkan untuk

jaringan target tertentu. Untuk tujuan penghantaran obat, mata dapat

dibagi menjadi dua segmen besar, yaitu segmen anterior dan segmen

posterior. Kedua daerah mata yang berbeda ini unik dan menghadapi

tantangan yang berbeda dalam pemberian obat dan harus ditangani

secara terpisah.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Di Huang Y-SC, Rupenthal ID. Overcoming ocular drug delivery

barriers through the use of physical forces. Advance Drug Delivery

Reviews. 2017.

2. Patel A, Cholkar K, Agrahari V, Mitra AK. Ocular drug delivery

systems: An overview. World J Pharmacol. 2015;2(2):47-64.

3. Jünemann AGM, Chorągiewicz T, Ozimek M, Grieb P, Rejdak R. Drug

bioavailability from topically applied ocular drops. Does drop size

matter? Ophthalmol J. 2016;1(1):29–35

4. Bartlett JD. Ophtalmic drug delivery. Dalam: Richard G Fiscella,

Holdeman NR, Prokopich CL, editor. Clinical ocular pharmacology.

Edisi ke 5. Missouri: Butterworth-Heinemann Elsevier; 2008.

5. Rozi MF, Mohmad Sabere AS. Review on Conventional and Novel

Topical Ocular Drug Delivery System. J Pharm. 2021;1(1):19–26.

6. American Academy of Ophthalmology. 2019. Basic and Clinical

Science Course Section 2: Fundamentals and Principles of

Ophthalmology. American Academy of Ophthalmology.

7. Angayarkanni, Narayanasamy , Karunakaran Coral, Subramaniam

Rajesh Bharathi Devi , and Aluru Venkata Saijyothi. The Biochemistry

of the Eye Pharmacology of Occular Theraupetics. Thirumurthy

Velpandian (Ed). Springer International Publishing Switzerland

2016(5): 83-90

35
8. Mehta P, Haj-Ahmad R, Al-Kinani A, Arshad MS, Chang MW, Alany

RG, et al. Approaches in topical ocular drug delivery and

developments in the use of contact lenses as drug-delivery devices.

Ther Deliv. 2017;8(7):521–41.

9. Gupta S, dkk. 2014. Textbook on Clinical Ocular Pharmacology and

Therapeutics. Jaypee Brothers Medical Publishers.

10. Cunha-Vaz J, dkk. 2016. Drug Transport Across Blood-Ocular Barriers

and Pharmacokinetics. Dalam: Velpandian T, dkk (Editor).

Pharmacology of Ocular Therapeutics. Springer.

11. Desai M, Kapadia J. Factors Affecting Intra-ocular Biavailibility of

Drugs. Department of Pharmacology BJ Medical College; 2017.

Tersedia di

https://www.researchgate.net/publication/320347161_Factors_Affectin

g_Intra-ocular_Bioavailability_of_Drugs. Diakses pada tanggal 30

November 2021.

12. Waite D, Wang Y, Jones D, Stitt A, Raj Singh TR. Posterior drug

delivery via periocular route: challenges and opportunities.

Therapeutic delivery. 2017 Jul;8(8):685-99.

13. Vellonen KS, Soini EM, Del Amo EM, Urtti A. Prediction of ocular drug

distribution from systemic blood circulation. Molecular pharmaceutics.

2016 Sep 6;13(9):2906-11.

14. Yavuz B, Kompella UB. Ocular drug delivery. InPharmacologic

Therapy of Ocular Disease 2016 (pp. 57-93). Springer, Cham.

36
15. Novack GD, Robin AL. Ocular pharmacology. The Journal of Clinical

Pharmacology. 2016 May 1;56(5):517-27.

16. Park Y, Ellis D, Mueller B, Stankowska D, Yorio T. Principles of Ocular

Pharmacology. InPharmacologic Therapy of Ocular Disease 2016 (pp.

3-30). Springer, Cham

17. Sarangi DK. Journal of Innovation in Pharmaceutical Sciences.

Journal of Innovation in Pharmaceutical Sciences. 2018;2(2):34-7.

37

Anda mungkin juga menyukai