Anda di halaman 1dari 54

Keseharian Cevry

Di pagi yang cerah seperti biasa Cevry berjalan menghampiri meja makan dan melihat nenek Lita
sedang duduk sambil sarapan sepotong roti “Pagi Nenek” sapa Cevry lalu mencium pipi nenek Lita

Nenek Lita tersenyum “Pagi cucu nenek yang ganteng” kata nenek Lita sambil mengacak rambut
Cevry ketika Cevry hendak duduk.

“Aduh Nenek, ntar gantengnya hilang. Ntar cucu Nenek nggak ganteng lagi” Cevry merapikan
rambutnya lalu duduk di samping nenek Lita.

Cevry memakan sepotong roti dan meminum segelas susu yang sudah tersedia di meja makan. Cevry
melihat ke arah nenek Lita “Nek, mama dan papa sudah sarapan?” tanya Cevry.

Nenek Lita melihat ke arah Cevry “Seperti biasa mereka selalu lebih pagi sarapannya” kata nenek Lita
sambil memperhatikan wajah Cevry yang berubah murung setelah mendengar ucapan Nenek Lita.

Nenek Lita membelai rambut Cevry “Kamu yang sabar ya karena mereka sesibuk itu untuk masa
depan kamu” kata nenek Lita, masih memperhatikan wajah Cevry yang masih murung lalu nenek Lita
melihat jam di ponselnya “Waduh... Kamu hampir telat.”

Cevry melihat ke arah jam tangannya “Iya Nek. Cevry berangkat sekolah ya, Nek” Cevry mencium
tangan nenek Lita dan bergegas pergi.

“Cevry....” nenek Lita memanggil Cevry yang hendak menjalankan motornya. Cevry menoleh ke arah
nenek Lita “Semangat ya cucu nenek yang ganteng” kata nenek Lita setengah berteriak sambil
mengepalkan tangannya, Cevry mengacungkan jempolnya sambil menganggukkan kepalanya.

Cevry tiba di sekolahnya berbarengan dengan suara bel sekolah. Cevry setengah berlari menuju ke
kelasnya.

Tepat di depan pintu kelas, Ardy menepuk pundak Cevry dari belakang “Woi....” kata Ardy dengan
napas terengah-engah karena lelah berlari mengejar Cevry. “Kasih tahu aku dong jawaban PR
matematika kemarin, aku belum sempat mengerjakannya” Ardy masih terengah-engah sambil
mengikuti langkah kaki Cevry menuju tempat duduknya.
Cevry duduk di bangkunya, Ardy berdiri di samping Cevry “Boleh nggak aku lihat jawaban PR
matematika kemarin, plis....” Ardy kembali memohon dengan memasang wajah memelas.

Cevry melihat ke arah Ardy dengan menahan rasa ingin tertawa karena menurutnya ekspresi wajah
Ardy lucu “Iya, boleh” kata Cevry sambil mengeluarkan buku tulis dari dalam tasnya “Untuk kali ini
aja ya. Kalau nggak mengerti caranya kamu datang aja ke rumah ku biar kita belajar bersama. Kita
khan udah lama nggak belajar bareng” Cevry memberikan bukunya kepada Ardy.

Ardy mengambil buku dari tangan Cevry “Siap BOSS” kata Ardy sambil memberi hormat pada Cevry
lalu duduk di bangkunya yang kebetulan berada di belakang Cevry.

Cevry berbalik ke belakang dan memperhatikan Ardy yang sedang menulis dengan terburu-buru
“Tumben kamu nggak mengerjakan PR?” tanya Cevry, penasaran.

“Mamaku sedang sakit dan seperti yang kamu ketahui kalau cuma aku satu-satunya anak mamaku,
papaku sudah lama meninggal” jawab Ardy sambil terus menulis.

“Maaf, mama kamu sakit apa? Kenapa nggak memberitahu aku sama Galang?” Cevry kembali
bertanya, masih memperhatikan Ardy yang masih menulis.

Ardy selesai menulis lalu sebentar melihat ke arah Cevry “Mamaku kelelahan berjualan di pasar
Angso Duo dan kehujanan sewaktu pulang. Nggak apa-apa kok, aku masih bisa sendiri dan kalau aku
butuh bantuan pasti aku kasih tahu.” Jawab Ardy lalu tersenyum kemudian Ardy merapikan
mejanya.

Gilang melihat Bu guru Dewi memperhatikan Cevry dan Ardy “Sst... Bu Dewi melihat ke arah sini.
Sst... Cevry... Ardy...” ucap Gilang setengah berbisik tetapi Cevry masih serius memperhatikan Ardy
sehingga mereka tidak mendengar bisikan Gilang.

“Cevry.... Ardy....” kata bu Dewi setengah berteriak, marah. “Dari tadi Ibu berbicara di sini, kalian
malah asyik ngobrol. Kalian ngobrol cerita porno ya?” tanya bu Dewi, serius dan masih marah.

“Biasa lha Bu, porno dikit namanya juga ABG, Anak Baru Gede yang pengen tahu cerita porno itu
gimana” jawab Ardy, santai.

Cevry menepuk jidatnya lalu berbalik menghadap ke depan kemudian melihat ke arah bu Dewi.
“Cevry, kamu berdiri dan ceritakan apa yang sudah kalian bicarakan tadi agar teman-teman kalian
yang lainya tahu apa yang sudah kalian bicarakan” perintah bu Dewi, kesal.

Cevry melihat ke arah Ardy dan sepertinya Ardy mengerti lalu Ardy menganggukkan kepalanya
pertanda setuju. “Maaf Bu, sebenarnya tadi kami bercerita tentang mama Ardy yang sedang sakit
bukan cerita porno. Memangnya cerita porno itu yang bagaimana, Bu?” tanya Cevry, mengalihkan
pembicaraan agar tidak membahas tentang mama Ardy.

Ibu Dewi kelabakan tapi dia berusaha tenang “Terima kasih, kamu kembali duduk” kata bu Dewi,
tenang. “Cerita porno itu identik dengan film-film yang ada adegan dewasanya dan itu hanya di
perbolehkan untuk mereka yang sudah dewasa atau yang sudah menikah” bu Dewi menjelaskan
dengan tenang.

“Sekarang kumpulkan tugas! Cevry, kumpulkan buku tugas teman-teman kamu lalu letakkan di atas
meja Ibu” perintah bu Dewi, mengalihkan pembicaraan agar murid-murid tidak bertanya lagi karena
bu Dewi tidak mengajar di pelajaran itu.

“Baik Bu.” Cevry langsung bergegas mengumpulkan buku tugas teman-temannya lalu di letakkan di
atas meja bu Dewi.

“Terima kasih” ucap bu Dewi.

“Sama-sama Bu” kata Cevry sambil menganggukkan kepalanya lalu berjalan menuju bangkunya.

“Sekarang kalian buka buku matematika halaman berikutnya, lanjutan yang kemarin tentang cara
pembagian dalam bilangan campuran....” kata bu Dewi sambil menerangkan.

Tak terasa bel berbunyi pertanda jam pelajaran telah usai. Murid-murid keluar kelas menuju kantin
begitu pula Cevry, Ardy dan Gilang.

Setelah membeli makanan dan minuman Cevry, Ardy dan Gilang mencari tempat duduk, mereka
mengamati di sekelilingnya.

“Duduk di sana aja.” kata Ardy sambil menunjuk ke arah seorang gadis yang sedang duduk sendirian
sambil menyantap makanannya.
Cevry dan Gilang melihat ke arah yang di tunjuk Ardy lalu mereka berjalan menuju gadis tersebut.

“Hai... Kami boleh gabung ya” kata Ardy, langsung duduk di samping gadis itu sebelum gadis itu
menjawab.

Gadis itu berhenti makan dan melihat ke arah mereka, ketika matanya melihat ke arah Cevry gadis
itu kelihatan sedikit gugup “I...Iya... Silakan” kata gadis itu, sesekali melirik ke arah Cevry.

Gilang memperhatikan gadis itu lalu mengambil posisi duduk di depan Ardy sehingga Cevry duduk di
hadapan gadis itu dan gadis itu bertambah gugup ketika beradu pandang dengan Cevry.

Dengan santai Cevry melahap makanannya tanpa sadar sesekali gadis itu melirik ke arahnya. Ardy
menyadari hal itu lalu melihat ke arah Gilang dan kebetulan Gilang melihat ke arah Ardy, sepertinya
mereka memiliki pikiran yang sama, keduanya tersenyum.

Ardy melihat ke arah gadis itu “Maaf, nama kamu siapa dan kelas berapa?” tanya Ardy sambil
menyantap makanannya.

Gadis itu sedikit terkejut ketika tahu Ardy berbicara dengannya. “Ehmm... Nama saya Reva dan saya
di kelas 2B. Kalau kalian di kelas berapa?” tanya Reva, masih sedikit gugup.

Gilang melihat ke arah Cevry yang masih cuek lalu melihat ke arah Reva yang sedikit gugup
menyantap makanannya “Kami di kelas 2A. Kamu murid baru ya karena aku nggak pernah lihat
kamu” kata Gilang, sedikit penasaran.

“Iya, saya murid baru di sini, saya pindahan dari Jerman karena papa saya di tugaskan ke Indonesia
tepatnya di kota Jambi ini.” kata Reva. Lalu Reva minum kemudian dia tersenyum ke arah Gilang.
“Maaf, saya permisi. Terima kasih.” Reva pergi meninggalkan mereka.

Ardy menggelengkan kepalanya “Wow.... Keren.... Sudah cantik, ramah, pindahan dari Jerman dan
pasti cewek itu pinter. Siapa tadi namanya, Cevry?” tanya Ardy ke Cevry sambil melihat ke arah
Cevry yang masih asyik menikmati santapannya. “Cevry...” panggil Ardy sambil menepuk tangan
Cevry karena tidak ada jawaban dari Cevry.

“Iya, apa?” kata Cevry, kaget.


“Bagaimana menurut kamu tentang Reva?” tanya Ardy sambil melihat reaksi Cevry.

“Haa... Reva... Siapa?” tanya Cevry, bingung.

“Hadeuh... Cewek yang ada di hadapan kamu tadi” Ardy menepuk jidatnya.

“Ooo.... Cewek tadi namanya Reva. Biasa aja menurut ku” kata Cevry, santai.

“Oke lah kalau menurut kamu begitu” Ardy sedikit kesal karena merasa Cevry tidak asyik kalau
membahas soal cewek.

Gilang melihat ke arah jam tangannya “Ayo, ntar lagi bel berbunyi. Oh iya Cevry, ntar pulang sekolah
kita ikut Ardy ke rumahnya tuk melihat keadaan mamanya, bagaimana?” tanya Gilang.

“Boleh” jawab Cevry lalu berdiri dan berjalan menuju kelas di ikuti oleh Ardy dan Gilang.

DS
Di Kediaman Ardy

Beberapa saat kemudian jam sekolah pun telah usai, Cevry, Gilang dan Ardy pergi menuju ke rumah
Ardy dan ini untuk pertama kalinya mereka ke rumah Ardy.

Setibanya di rumah Ardy. Ardy mengetuk pintu rumahnya sambil memanggil mamanya “Mama....
Mama....” Ardy memanggil mamanya tapi tidak ada jawaban, Ardy panik lalu membuka pintu dan
langsung masuk sambil mencari mamanya di ikuti oleh Cevry dan Gilang.

“Mama.... Mama....” Ardy kembali memanggil mamanya, cemas.

“Iya, Nak” kata mama Ardy sedikit berteriak.

Ardy, Cevry dan Gilang mendengar suara dari dapur sehingga mereka menuju ke dapur dan ternyata
benar mama Ardy ada di dapur.

“Mama lagi ngapain? Bikin Ardy cemas aja karena dari tadi Ardy cari Mama” Ardy menyalim
mamanya, Cevry dan Gilang pun melakukan hal yang sama.

“Iya maaf, Mama lagi siapin makan siang untuk mu. Mari Nak Cevry, Nak Gilang, duduk sini, biar kita
makan bareng tapi Ibu cuma siapin lauk tempe dan tahu di balado dan sayur bayam tumis” mama
Ardy mempersilakan duduk sambil mengambil dua piring dan dua gelas.

“Terima kasih, Bu” kata Cevry dan Gilang hampir bersamaan lalu mereka duduk.

“Jangan malu-malu, beginilah keadaan kami dengan makan seadanya tapi tetap bersyukur kepada
Tuhan karena masih di kasih rezeki” mama Ardy menyendokkan nasi ke piring masing-masing dan
memberikannya “Ayo Nak, jangan malu-malu, ini lauknya” mama Ardy mendekatkan lauk dan
sayurnya ke arah mereka.

“Iya Bu, terima kasih” kembali Cevry dan Gilang mengatakannya hampir bersamaan.

Cevry memperhatikan bagaimana mama Ardy memperlakukan mereka terutama Ardy dengan penuh
kasih sayang “Mama dan papaku nggak pernah memperlakukan aku seperti ini” ucap Cevry di dalam
hatinya.
Gilang dan Ardy memperhatikan sahabatnya yang mendadak sedih meski berusaha di tutupinya
tetapi mereka tahu karena selama mereka kumpul di rumah Cevry mereka tidak pernah melihat
orang tua Cevry.

“Cevry, cobain deh masakan mamaku pasti ntar kamu ketagihan” Ardy memberikan tempe dan tahu
balado ke Cevry.

“Aku juga dong, aku sudah nggak sabaran mau mencobanya” kata Gilang sambil menyodorkan
piringnya ke arah Ardy.

Tiba-tiba ekspresi wajah Cevry berubah menjadi tersenyum. Akhirnya mereka makan dengan lahap
dan senang.

“Iya, benar, enak semua makanannya. Terima kasih ya, Bu” kata Cevry setelah selesai makan sambil
membantu membereskan meja makan.

“Jangan Nak, biar Ibu saja.” Mama Ardy melarang Cevry membereskan meja “Ardy, kalian ke ruang
tamu aja ya. Nih, sekalian bawa singkong gorengnya untuk cemilan” mama Ardy memberikan
sepiring singkong goreng kepada Ardy.

“Terima kasih, Bu. Nggak usah repot-repot karena sebentar lagi kami mau pulang” kata Gilang lalu
tersenyum.

“Kalau begitu di bungkus saja untuk cemilan di rumah tapi cuma singkong goreng. Nak Gilang dan
Nak Cevry suka makan singkong goreng?” tanya mama Ardy sambil membungkus dua bungkus
singkong goreng lalu memberikannya kepada Cevry dan Gilang.

Cevry dan Gilang mengambil singkong goreng tersebut dan memasukkannya ke dalam tas masing-
masing.

“Terima kasih, Bu” kata Gilang sambil memasukkan singkong gorengnya ke dalam tas.

“Terima kasih, Bu” kata Cevry dan sambil memasukkannya ke dalam tas. Cevry melihat ke arah
mama Ardy “Bu, kata Ardy Ibu sedang sakit, kok Ibu nggak beristirahat?” tanya Cevry, bingung dan
sedikit khawatir.
Mama Ardy menghentikan aktivitasnya lalu melihat ke arah Cevry “Iya Nak, kemarin Ibu memang
sakit demam dan Ardy yang merawat Ibu sampai bergadang, nggak tidur dia semalaman karena
jagain Ibu” mama Ardy mendekati Ardy lalu mengusap lembut kepalanya “Terima kasih ya, Nak”
mama Ardy kembali mengusap kepalanya lalu mengecup lembut kening Ardy.

“Iya Mama, Ardy harus menjaga dan merawat Mama karena Ardy cuma punya Mama” Ardy
memeluk mamanya.

“Yo wes, ke depan gih, ajak teman-teman kamu biar Mama beresin dapur” kata mama Ardy sambil
mengelap meja.

Gilang melihat ke arah Cevry dan ada kesedihan di matanya tapi lagi-lagi dia berusaha
menyembunyikan perasaannya. “Terima kasih banyak, Bu tapi sudah sore ntar mama mencari saya
karena tadi belum izin kalau mau ke sini”

Mama Ardy berhenti mengelap meja “Baiklah kalau kalian ingin pulang. Lain kali kalau mau main
kemari ke mana saja harus pamit sama orang tua biar mereka nggak merasa khawatir” kata mama
Ardy sambil menghampiri Gilang dan Cevry.

“Iya Bu, terima kasih banyak” Cevry dan Gilang kembali mengucapkannya hampir bersamaan lalu
mereka menyalim mama Ardy dan pamit pulang.

Di persimpangan Cevry dan Gilang berpisah menuju ke rumah masing-masing. Cevry menghentikan
motornya di taman dekat rumahnya. Dia memperhatikan sepasang suami istri yang sedang bermain
ayunan bersama anak laki-laki mereka yang sepertinya masih berusia sepuluh tahun. Setelah itu
anak laki-laki tersebut bermainerosotan sedangkan orang tuanya duduk santai,ibunya menyiapkan
cemilan yang mereka bawa dan bapaknya memperhatikan anak laki-lakinya yang bermain
perosotan. Tiba-tiba anaknya terjatuh dan menangis, melihat anaknya jatuh bapak itu langsung
berlari menghampiri anaknya dan ibunya pun langsung menghampiri anaknya yang menangis lalu
mereka memeluk anaknya, bapaknya mengusap kepalanya dengan lembut sedangkan ibunya
mengusap air mata anaknya kemudian bapaknya menggendong anaknya ke dalam mobil dan ibunya
membereskan barang bawaannya. Mereka pun pergi meninggalkan taman.

Cevry terus memperhatikan satu keluarga tersebut sehingga tak terasa menetes air mata di pipinya.
“Dari kecil mama dan papa nggak pernah memperhatikan aku, sebenarnya aku ini anak kandung
mereka atau bukan? Mengapa mereka nggak menyayangi ku? Selama ini aku hanya sering bersama
nenek. Setiap kali aku bertanya nenek hanya menjawab semangat, yang sabar, mereka bekerja keras
untuk masa depan mu dan masih banyak lagi kalimat yang sama diucapkan nenek pada ku. Mama....
Papa.... Aku ingin seperti mereka.... Aku ingin mendapatkan perhatian dan kasih sayang seperti
mereka... Akh... Mungkin aku hanya anak yang mereka pungut dari panti asuhan atau di temukan di
jalanan sehingga mereka nggak menyayangi diriku” Cevry bicara sendiri sambil menangis. “Aku akan
mencari tahu siapa aku yang sebenarnya” ucap Cevry di dalam hati sambil mengendarai motornya
bukan ke arah rumahnya tapi ke perusahaan orang tuanya, PT.Indosawit Nusantara.

Setibanya di perusahaan, Cevry langsung menghampiri ke ruangan orang tuanya tetapi tidak ada.
Cevry buru-buru menuju bagian resepsionis “Permisi Mbak, mama dan papa ku nggak ada di
ruangannya. Apakah Mbak tahu mereka kemana?” tanya Cevry, bingung.

“Orang tua Mas Cevry kira-kira tiga puluh menit yang lalu pergi ke bandara, mereka akan menghadiri
rapat penting di Jerman. Saya coba telepon pak Kasno, supir perusahaan yang mengantar orang tua
Mas Cevry ke bandara.”

Rita, salah satu resepsionis PT. Indosawit Nusantara menelepon pak Kasno “Halo, selamat siang Pak
Kasno. Apakah bapak dan ibu belum take off? Oke, Pak Kasno. Terima kasih, Pak” Rita mengakhiri
teleponnya.

Rita melihat ke arah Cevry yang sedang kebingungan “Maaf Mas Cevry, orang tua Mas Cevry sudah
take off kira-kira sepuluh menit yang lalu” kata Rita.

“Terima kasih, Mbak” Cevry pergi meninggalkan perusahaan orang tuanya. Di sepanjang jalan Cevry
menangis, dia ingin marah, ingin berteriak, dia mulai menyesali kehidupannya.

DS
Teman Baru

Tiba-tiba Cevry berhenti di sebuah kafe out door, kafe Robusta. Dia duduk sendirian, pikirannya di
penuhi dengan begitu banyak pertanyaan tentang siapa dirinya sehingga dia tidak menyadari ada
beberapa orang anak STM Kesatria menghampirinya.

Salah satu cowok dari anak STM Kesatria itu menepuk pundak Cevry “Hai... Elo baru ya di sini?”
cowok itu memperhatikan Cevry dan seragamnya “Ooo... Ternyata elo anak dari SMA negeri 1 toh”
cowok itu kembali menyapa tapi Cevry tetap diam dan tidak peduli terhadap mereka hingga
membuat teman-teman cowok itu marah dan ada yang hampir memukul Cevry tapi di larang sama
cowok itu.

Cowok itu mengulurkan tangannya ke hadapan Cevry “Nama gue Radho dan ini teman-teman gue,
kami dari STM Kesatria. Nama elo siapa?” tanya Radho, berharap di jawab.

Cevry melihat ke arah tangan Radho lalu memandang ke arah Radho dan teman-temannya
kemudian berdiri “Nama gue Cevry. Iya, elo benar kalau gue dari SMA negeri 1” kata Cevry sambil
menjabat tangan Radho dan teman-temannya sambil menyebutkan nama-nama mereka satu
persatu.

“Boleh kami bergabung?” tanya Radho.

“Silakan...” Cevry mempersilakan Radho dan teman-temannya tanpa melihat ke arah mereka.

Radho dan teman-temannya duduk, Peter memanggil karyawan kafe untuk memesan makanan dan
minuman. Karyawan kafe menghampiri mereka “Ini Mas...” karyawan kafe meletakkan daftar menu
yang ada di kafe.

“Bos, mau pesan apa?” tanya Riko sambil memperlihatkan menu-menu yang ada di daftar menu
pada Radho.

Radho melihat ke arah Cevry “Elo mau pesan apa?” tanya Radho sambil menggeser daftar menu ke
hadapan Cevry.

“Gue nggak lapar, gue mau pesan minum aja, coklat panas juga boleh” kata Cevry tanpa melihat
buku menu.
“Pesanan gue di samain aja dengan pesanan Cevry. Kalau kalian terserah mau pesan apa” Radho
memberikan daftar menu kepada Riko.

Radho kembali melihat ke arah Cevry “Gue perhatiin sepertinya elo lagi galau, habis di putusin pacar
elo ya?” tanya Radho, sedikit penasaran karena Cevry tidak ada rasa takut sedikit pun dengan
kehadiran mereka padahal orang-orang yang biasa ke kafe Robusta tahu siapa mereka, salah satu
anak motor yang di takuti.

Cevry tetap diam, dia sibuk dengan pertanyaan-pertanyaan yang muncul di pikirannya.

“Baiklah kalau elo nggak mau jawab pertanyaan gue, tadi gue pikir gue bisa jadi teman elo tapi
ternyata gue salah. Kalau begitu gue dan teman-teman gue akan pergi” Radho berdiri dan hendak
pergi.

Tiba-tiba Cevry memegang tangan Radho “Iya, gue lagi galau tapi bukan karena di putusin cewek tapi
karena keluarga gue, gue nggak tahu siapa keluarga gue yang sebenarnya, apakah yang selama ini
bersama gue atau bukan” Cevry tak bisa menyembunyikan kesedihannya tapi bertahan untuk tidak
menangis.

“Elo harus sabar karena gue juga pernah berada di posisi elo” Radho mengambil coklat panas yang di
antar karyawan kafe “Ini coklat panas pesanan elo” Radho meletakkannya di hadapan Cevry.

“Terima kasih” Cevry meniup pelan coklat panasnya lalu meminumnya, Radho pun demikian.

“Bagaimana Cevry, apakah kita sudah menjadi teman?” tanya Radho.

Cevry tersenyum “Sudah, mari kita ceers” Cevry mengangkat gelasnya.

Radho tersenyum “Mari teman-teman, kita sambut teman baru kita, Cevry” Radho mengangkat
gelasnya dan di ikuti oleh teman-temannya.

“Ceers....” kata mereka bersama-sama lalu bersorak. Wajah sedih Cevry berubah ceria.
“Setelah ini elo mau ke mana? Kalau nggak ke mana-mana lebih baik ikut kami menonton Bos
tanding balap motor” kata David.

“Oh iya, malam ini gue ada tanding, elo mau ikutan?” tanya Radho.

“Boleh, gue nggak pernah melihat secara langsung balapan motor” jawab Cevry, penasaran.

Cevry memanggil karyawan kafe yang melewati meja mereka “Mbak, minta billnya” kata Cevry
setelah karyawan kafe menghampirinya lalu karyawan kafe pergi menuju meja kasir dan kembali
menghampiri meja mereka.

“Ini Mas billnya” karyawan kafe memberikan billnya kepada Cevry lalu Cevry memberikan uang
sesuai jumlah yang tertera.

“Terima kasih, Mas” karyawan kafe pergi meninggalkan mereka.

“Thanks ya, sudah traktirin kami” kata Peter sambil menjabat tangan Cevry.

“Sama-sama. Gue juga terima kasih karena kalian mau terima gue sebagai teman kalian” Cevry
tersenyum sambil menjabat tangan mereka satu persatu.

“Ayo Bos, ntar lagi balapan akan di mulai” kata Riko sambil menunjukkan jam di ponselnya.

“Oke. Ayo kita pergi” Radho mengajak mereka pergi ke lokasi balapan. Akhirnya mereka pergi
meninggalkan kafe.

DS
Balapan Pertama Cevry

Mereka tiba tepat waktu di lokasi balapan liar.

Seseorang menghampiri Cevry dan menepuk pundak Cevry “Sejak kapan elo ikutan ke sini? Elo khan
anak soleh, anak kesayangan guru-guru di sekolah dan anak mami, tempat elo bukan di sini” kata
seseorang yang ternyata Deni, teman sekelas Cevry.

Cevry sedikit kaget ketika melihat Deni “Terserah gue dong, emang masalah buat elo” Cevry
berusaha tenang.

Radho menghampiri Deni “Dia teman baru gue dan jangan sekali-kali elo berani ganggu dia, elo bakal
berhadapan sama gue” Radho sedikit mengancam.

“Tenang Bro... Kebetulan dia teman sekelas gue” kata Deni, tenang.

“Siap-siap Bos karena balapannya mau di mulai” kata Riko setengah berteriak.

“Iya...” Radho juga setengah berteriak lalu melihat ke arah Cevry “Elo mau coba ikut balapan karena
di sinilah kita bisa meluapkan semua kekecewaan kita, kemarahan kita. Kalau elo mau elo bisa
gantiin gue dan terserah mau pake motor gue atau motor elo” Radho membujuk Cevry biar ikut
balapan.

“Boleh, gue ikutan” kata Cevry, semangat lalu bersiap-siap di garis start tapi sebelumnya Radho
memberi tahu cara dan arah jalan-jalan yang akan di lewati. Cevry mengangguk pertanda mengerti.

Deni menyiapkan ponselnya untuk merekam momen tersebut karena itu bisa di jadikan alat untuk
menjatuhkan Cevry sebab diam-diam selama ini Deni iri dengan keberhasilan Cevry dalam pelajaran
maupun dalam hal cewek-cewek cantik di sekolahnya yang lebih memilih Cevry daripada dia.

Seorang cewek seksi yang memegang saputangan di sebelah tangan kanannya berdiri di hadapan
motor yang akan bertanding “Ready... “ cewek seksi mengangkat tangannya “Go...” kata cewek seksi
sambil melepaskan saputangannya.
Semua motor melaju kencang termasuk motor Cevry tetapi motor Cevry di urutan ketiga. Radho
melihat hal itu lalu Radho berteriak “Ayo Cevry.... Luapkan semua kekecewaan dan kemarahan yang
elo rasakan. Elo pasti bisa” Radho terus memberikan semangat.

Cevry mendengar teriakan Radho, Cevry melakukan seperti yang Radho katakan. Cevry menambah
kecepatan laju motornya sehingga dia kini berada di posisi pertama, ketika hampir sampai finish
Deni diam-diam meletakkan kayu di tengah-tengah jalan ketika semua fokus melihat mereka yang
bertanding “Semoga elo jatuh” kata Deni di dalam hatinya.

Ketika hampir mencapai finish Cevry hampir terjatuh namun dengan sigap dia bisa menjaga
keseimbangannya dan akhirnya Cevry lah yang menjadi juaranya. Melihat hal itu Deni semakin
membenci Cevry.

Cevry menghentikan motor dan membuka helmnya, Radho dan teman-temannya menghampiri
Cevry “Selamat Bro! Elo emang hebat, nggak salah gue memilih elo tuk menggantikan gue tadi”
Radho memeluk sambil menepuk-nepuk punggung Cevry, teman-teman Radho pun melakukan hal
yang sama terhadap Cevry.

Cewek-cewek cantik dan seksi yang tadi melihat pertandingan berlari kecil menghampiri Cevry, ada
yang mengajak kenalan, minta nomor ponsel bahkan sampai ada yang mengajak kencan. Radho
melihat Cevry kelabakan lalu Radho menghentikan cewek-cewek itu.

Ada seorang cewek yang lebih seksi dan cantik menghampiri Radho dan Cevry “Hai Radho, kenalin
dong teman baru elo sama gue” kata cewek itu setengah berbisik sambil bergelayut manja.

Radho melihat ke arah Elsa lalu tersenyum “Biasanya elo langsung nyosor kalau lihat ada yang baru,
kenapa sekarang elo pakai perantara?” Radho menggelengkan kepalanya.

Elsa kembali bergelayut manja “Soalnya dia pakai seragam sekolah, terlalu daun muda” Elsa kembali
berbisik.

“Iya, gue kenalin” kata Radho lalu Radho mencolek tangan Cevry “Tuh, ada yang mau kenalan?”
Radho menunjuk ke arah Elsa yang sedang berdiri di samping Radho.

pertama

“Iya, salam kenal kembali” kata Cevry tanpa menghampiri Elsa. Melihat hal itu Elsa kesal karena
untuk kalinya ada cowok yang memperlakukan dirinya seperti itu.
Elsa menghampiri Cevry “Hai ganteng, boleh kenalan?” Elsa mengulurkan tangannya dengan manja.

Cevry menjabat tangan Elsa “Cevry, Tante” Cevry langsung buru-buru menarik tangannya. Cevry
merasa risih dengan kehadiran Elsa. Cevry melirik ke arah Radho dengan wajah tidak suka. Radho
memgerti dengan ekspresi wajah dan tatapan mata Cevry.

Radho mendekati Elsa “Mana hadiahnya” pinta Radho sambil mengulurkan tangannya ke arah Elsa.

“Iya, biar gue yang kasih ke Cevry” Elsa mengambil uang dari dalam tasnya lalu memberikannya ke
tangan Cevry. Elsa merayu manja pada Cevry “Boleh tahu no ponsel elo?” tanya Elsa.

“Maaf, kalau Tante ada perlu melalui Radho aja ya” Cevry melihat ke arah Radho lalu melihat ke arah
jam tangannya “Waduh... Nggak terasa sudah jam setengah sepuluh. Radho, gue pulang ya”

“Iya, siap. Ini uang yang elo dapat dari balapan tadi kita bagi dua ya karena gue juga harus kasih
teman-teman gue. Semua ada sepuluh juta so, kita bagi dua.” Radho mengambil lima juta dan
sisanya lima juta untuk Cevry “Nih, uang elo” Radho memberikan sisa uangnya.

“Thanks ya, Bro. Gue pulang ya” Cevry memakai helmnya dan menyalakan motornya lalu melajukan
motornya ke arah pulang.

“Gue dan teman-teman gue juga harus pulang. Thanks ya tuk hadiahnya” Radho mencubit pipi Elsa
yang sedari tadi cemberut karena Cevry tidak peduli padanya. Radho memanggil teman-temannya
dan mereka berpesta di kafe Robusta.

DS
Nenek Lita Cemas

Nenek Lita bolak balik melihat jam dan melihat ke arah pintu tapi Cevry belum pulang, nenek juga
berusaha telepon ke ponsel Cevry tapi tidak aktif “Kemana ini cucu ku jam segini belum pulang.
Apakah dia baik-baik saja atau dia sedang main dan lupa waktu? Tetapi dia nggak pernah begini”
nenek Lita berkata-kata sendiri, tampak terlihat jelas rasa cemas di wajah tuanya. Sesekali nenek
mengintip ke luar dari balik jendela.

Nenek Lita menelepon pak Bejo “Halo Pak Bejo, bisa saya minta tolong cariin Cevry karena sampai
sekarang dia belum pulang. Iya Pak Bejo, saya tunggu. Terima kasih, Pak Bejo” nenek Lita mengakhiri
teleponnya. “Semoga Cevry selamat dan cepat pulang” kata Nenek di dalam hatinya.

Sementara di jalan menuju pulang belum jauh dari lokasi balapan Cevry di hadang empat orang
dengan mengendarai dua motor. Cevry berusaha menghindari mereka sehingga terjadi kejar-kejaran
antara Cevry dengan dua motor lainnya. Cevry berhasil kabur karena dua motor itu terjatuh. Cevry
melaju kencang menuju ke rumahnya.

Cevry tiba di rumahnya hampir bersamaan dengan pak Bejo “Den, dari mana saja, nyonya sangat
cemas sekali karena baru kali ini Aden pulang sampe larut begini.” kata pak Bejo, ikut cemas.

Cevry mendorong motornya ke dalam garasi “Pak Bejo sendiri habis dari mana, kok jam segini baru
pulang juga” kata Cevry sambil membuka helm yang di pakainya.

“Lah saya khan di suruh nyonya mencari Den Cevry dan baru sampai rumah juga bareng Aden.
Nyonya benar-benar khawatir sekali, kasihan nyonya karna biasanya jam segini nyonya udah tidur
tapi karena Aden belum pulang nyonya jadi nggak bisa tidur” kata pak Bejo sambil mendorong
motornya juga ke dalam garasi.

Pak Bejo memperhatikan Cevry “Aden dari pagi belum pulang ke rumah ya karena Aden masih
menggunakan pakaian seragam sekolah?” tanya pak Bejo, heran.

“Iya, Pak Bejo. Tadi ada urusan mendadak dan nggak bisa aku tinggalin” kata Cevry sambil berjalan
masuk lewat dapur.

Cevry melangkah dengan sangat pelan menuju kamarnya agar nenek Lita tidak terbangun. Cevry
sengaja tidak menyalakan lampu tetapi dengan menggunakan cahaya lampu jam tangannya Cevry
berjalan mengendap-endap. Setibanya di depan pintu kamarnya tiba-tiba lampu menyala.
“Cevry, kamu dari mana? Kenapa jam segini kamu baru pulang? Kenapa nggak memberitahu nenek
kalau kamu akan terlambat pulang? Nenek sangat cemas sekali karena baru kali ini kamu lama
pulangnya” nenek Lita berkata sambil berjalan menghampiri Cevry yang diam berdiri di depan pintu
kamarnya.

Di dalam benak Cevry untuk saat ini hanya satu pertanyaan yang ingin rasanya dia meminta jawaban
dari nenek Lita tapi di urungkan niatnya sehingga Cevry kelihatan diam tertunduk.

Nenek Lita memeluk Cevry dan hal itu membuat Cevry terkejut. “Apakah kamu ada masalah, cucu ku
yang ganteng? Ceritakanlah sama Nenek, mungkin nenek bisa membantu mu.” Nenek Lita masih
memeluk Cevry sambil mengusap kepalanya.

Cevry melepaskan pelukan nenek Lita dengan pelan “Aku nggak apa-apa Nenek, kebetulan tadi ada
kegiatan mendadak sehingga aku lupa memberi tahukan Nenek dan ketika aku hendak memberi
tahukan Nenek aku lihat ponselku mati. Maafin Cevry ya, Nek” Cevry menyalim nenek Lita.

“Iya, Nenek maafin tapi lain kali jangan di ulangi lagi ya. Nenek sangat khawatir kamu belum pulang,
sampai Nenek telepon pak Bejo untuk mencari kamu. Jangan di ulangi ya. Sekarang kamu mandi dan
nanti Nenek suruh bi Inah mengantar makanan ke kamar mu” kata nenek Lita sambil mengacak
rambut Cevry.

“Iya Nek, terima kasih tapi aku masih kenyang tadi aku makan bareng teman-teman” Cevry
membuka pintu kamarnya.

“Selamat istirahat ya, cucu Nenek yang ganteng” kembali nenek mengacak rambut Cevry.

“Iya, Nek. Selamat istirahat juga untuk Nenek” Cevry masuk ke dalam kamarnya lalu menutup pintu.

DS
Cevry Mencari Tahu Tentang Dirinya

Pagi-pagi nenek mengetuk pintu kamar Cevry sambil memanggil namanya “Cevry... Cevry... Bangun,
cucu Nenek yang ganteng” kata nenek Lita, dengan terus mengetuk pintu.

Dari dalam kamar Cevry menjawab “Iya, Nek. Sebentar lagi, Cevry masih mengantuk” kata Cevry
dengan setengah berteriak.

“Kamu baik-baik saja khan, cucu Nenek yang ganteng. Tolong buka pintunya, Sayang” kata nenek,
penuh harap.

Tiba-tiba pintu terbuka, nenek masuk ke dalam kamar Cevry dan melihat Cevry sedang tidur. Nenek
menghampiri Cevry lalu duduk di samping Cevry “Kamu sakit?” nenek menjamah kening Cevry
“Kamu nggak sakit. Kamu ada masalah? Kalau ada ceritakanlah sama Nenek, pasti Nenek bantu”
nenek membelai lembut kepala Cevry.

“Apakah ini waktu yang tepat aku bertanya sama Nenek tentang siapa aku yang sebenarnya di dalam
keluarga ini?” Cevry bertanya-tanya di dalam hatinya.

“Di tanya kok malah diam. Nggak apa-apa kok, bercerita lah. Nenek siap menjadi pendengar
Budiman” nenek masih membelai lembut kepala Cevry.

Cevry duduk di hadapan nenek “Iya Nenek, ada yang ingin aku tanyakan sama Nenek dan aku mohon
setelah aku bertanya Nenek nggak akan berubah. Janji ya, Nek” Cevry mengulurkan jari
kelingkingnya pertanda setuju dengan perjanjian yang akan di ucapkan.

Nenek Lita menjepit jari kelingking Cevry dengan jari kelingkingnya pertanda setuju “Ceritakanlah
atau tanyakanlah apa saja pasti akan Nenek jawab dengan jujur”

Cevry memperbaiki posisi duduknya “Cevry akan memberikan satu pertanyaan saja dan Cevry
berharap Nenek menjawab dengan jujur. Sebenarnya Cevry cucu Nenek atau bukan? tanya Cevry,
berharap jawaban dari nenek Lita tidak membuat dirinya kecewa.

“Sini, biar Nenek peluk” nenek Lita menggeser posisi duduknya agar bisa memeluk dan Cevry
memberikan tubuhnya untuk di peluk nenek Lita.
“Meski sebenarnya kamu bukanlah cucu kandung Nenek tapi Nenek sudah menganggap kamu
seperti cucu kandung Nenek dan Nenek sangat menyayangi kamu” nenek Lita masih memeluk Cevry
sambil mengusap lembut kepalanya.

Dengan lembut Cevry melepaskan pelukan nenek Lita lalu menatap mata nenek Lita dan terlihat
jelas tidak ada kebohongan di sana. “Terima kasih Nek, sudah menganggap diriku seperti cucu
kandung sendiri. Aku juga sayang sama Nenek” mendengar jawaban dari nenek Lita sebenarnya
Cevry ingin menangis, sakit rasanya mengetahui kebenarannya tapi Cevry berusaha menahannya
dengan senyuman.

Cevry memeluk nenek Lita “Aku juga sayang sama Nenek” Cevry mengulangi perkataannya lalu
Cevry melepaskan pelukannya “Aku mau mandi karena hari ini aku ada kegiatan dan kemungkinan
aku pulang malam ya, Nek” Cevry mengecup pipi nenek Lita dan langsung menuju kamar mandinya.

Nenek Lita berdiri di depan pintu kamar mandi Cevry “Selesai mandi langsung turun ke bawah ya tuk
sarapan karena Nenek sudah menyiapkan sarapan nasi goreng kesukaan mu” kata nenek Lita
setengah berteriak.

“Iya, Nek” kata Cevry setengah berteriak juga.

Cevry menangis di bawah guyuran air dari shower. Sakit sekali hatinya ketika dia mendengar
jawaban dari nenek Lita dan itu masih terngiang jelas di telinganya.

Selesai mandi Cevry menghampiri nenek Lita yang sedang menyantap nasi goreng. “Nek...” sapa
Cevry sambil menyentuh lembut pundak nenek Lita.

“Iya, cucu Nenek yang ganteng. Duduk sini di dekat Nenek” nenek Lita menggeser kursi di dekatnya
lalu menyendokkan nasi goreng ke piring dan memberikannya kepada Cevry.

“Makan yang banyak ya, Sayang biar bertenaga sewaktu melakukan kegiatan nanti” kata nenek Lita
sambil menuang air ke dalam gelas dan meletakkannya di hadapan Cevry.

“Terima kasih, Nek” Cevry melahap nasi goreng buatan nenek Lita lalu meminum habis segelas air
yang nenek Lita berikan .
Cevry mengecup kening nenek Lita “Cevry pergi ya, Nek” Cevry menyalim nenek Lita.

“Iya, hati-hati. Pulangnya jangan sampai larut malam”

“Iya, Nek.” Cevry menyalakan mesin motornya lalu melajukan motornya.

Tepat di taman depan Cevry melihat pak Bejo sedang merapikan taman rumah bagian depan. Cevry
menghentikan motornya “Pak Bejo...” Cevry berteriak memanggil.

Seketika pak Bejo menghentikan kerjaannya, melihat ke arah Cevry lalu menghampirinya “Pagi Den.
Maaf, ada apa Den?” tanya pak Bejo, bingung.

Cevry turun dari motornya dan mengajak pak Bejo duduk di bangku taman. Pak Bejo kelihatan
bingung.

“Ada apa, Den? Kok tumben menghampiri Bapak dan mengajak duduk bersama di taman.
Sebenarnya ada apa, Den?” tanya pak Bejo, masih kebingungan.

“Tenang Pak Bejo, nggak ada apa-apa kok, aku Cuma ingin menanyakan sesuatu dan aku berharap
Pak Bejo menjawab dengan jujur. Dari yang Pak Bejo ketahui sebenarnya aku anak mama dan papa
atau bukan? Aku cucu kandung Nenek Lita atau bukan?” tanya Cevry, berharap Jawabannya berbeda
dengan jawaban yang di berikan nenek Lita.

Cevry melihat pak Bejo cemas “Nggak apa-apa Pak, jangan cemas atau pun takut karena aku nggak
akan marah atau nggak memecat Pak Bejo. Katakanlah yang sejujurnya, aku siap mendengarkan
meski sekalipun akan buat aku kecewa” Cevry berusaha meyakini pak Bejo.

“Baiklah Den, Bapak akan cerita apa yang saya ketahui tentang Aden. Yang Bapak ketahui dan
pernah dengar sendiri nyonya mengatakannya ketika menimang Aden kalau nyonya tinggal bersama
anak perempuannya beserta menantunya dan anak perempuan nyonya nggak bisa memiliki
keturunan dan ketika nyonya sedang menimang Aden nyonya bilang begini Den, meski kamu bukan
cucu kandungku tapi aku akan menganggap mu seperti cucu kandung ku sendiri” pak Bejo berusaha
meniru cara nenek Lita berbicara.

“Baiklah Pak, terima kasih banyak ya Pak” Cevry pergi meninggalkan pak Bejo dengan motornya.
Cevry mengendarai motornya menuju sungai. Setibanya di sana suasana sepi di karenakan masih
pagi. Cevry berjalan mendekati sungai dan mengambil beberapa batu kecil lalu melemparkannya
sekuat mungkin sambil berteriak “Aaaaaaaaa.... Ternyata aku bukanlah anak mereka pantasan
mereka nggak pernah memperhatikan ku dan menyayangi ku seperti layaknya orang tua ke anak
kandungnya sendiri. Aaaaaa.... Aku benci dengan hidup ku” Cevry terus melemparkan batu-batu
kecil yang ada di tangannya sambil berteriak.

Ponsel Cevry berbunyi, dia melihat siapa yang meneleponnya tapi dia tidak menjawab teleponnya
karena yang menelpon Gilang dan Ardy.

Cevry terus menangis karena masih terngiang kesal perkataan nenek Lita dan pak Bejo tentang
dirinya. Tiba-tiba ponsel Cevry kembali berbunyi dan Cevry melihat siapa yang meneleponnya
ternyata nomor yang tidak di kenal. Cevry tidak mau menjawabnya tetapi nomor itu terus
menelepon dan akhirnya Cevry menjawabnya “Halo... Kamu siapa dan ada kepentingan apa sama
saya?” Cevry penasaran.

“Halo... Apakah ini Cevry?” tanya suara cowok dari ponsel.

“Iya, benar ini aku. Ada perlu apa dan tahu nomorku dari siapa?” Cevry masih penasaran.

“Ini gue, Radho. Gue tahu nomor ponsel elo dari Deni, teman sekelas elo” jawab Radho dari
ponselnya.

“Ooo... Elo ,Do? Ada apa?”

“Elo hari ini sibuk nggak klo nggak sibuk bisa nggak ntar sore elo ikut balapan lagi, sekalian aja bawa
pacar elo” Radho berharap Cevry mau.

“Iya, mau tapi gue nggak bawa pacar ya karena gue belum pernah ada pacar” timbul keinginan Cevry
tuk memiliki seorang pacar. “Seperti apa rasanya kalau ada pacar, seru nggak sih? Perlu ku coba
nih.” kata Cevry di dalam hatinya.

“Halo... Halo... Cevry... Elo masih di sana?”

“Iya, gue masih di sini. Oke, jam 4 sore kita bertemu di kafe Robusta ya” Cevry menutup teleponnya.
“Coba aku cari tahu tentang Reva karena sepertinya dia cocok jadi pacar pertama ku meski cuma
sekedar coba-coba” Cevry bicara sendiri.

Cevry menelepon balik Ardy tapi tidak di angkatnya Cevry menelepon balik Gilang dan tidak di
angkatnya.

Cevry masih duduk sendiri di tepi sungai “Aku kecewa dengan kenyataan hidupku, mengapa mereka
menyembunyikannya dari ku? Berteman dekat dengan Radho mungkin itu lebih baik karena bisa
menghilangkan rasa kekecewaan akan hidup ku” Cevry berbicara sendiri lalu melihat jam tangannya
“Hmm... Sudah jam sebelas, lebih baik aku ke pasar tempat mama Ardy berjualan. Sekarang khan
hari sabtu, nggak masuk sekolah pasti Ardy sedang membantu mamanya berjualan di pasar. Lebih
baik aku ke sana” Cevry menyalakan mesin motornya lalu melaju ke arah pasar.

DS
Pendekatan Cevry pada Reva Plus Kencan Pertama Cevry

Cevry masih melaju ke arah pasar, pas tiba di parkiran pasar, Cevry buru-buru mencari Ardy dan
tanpa sengaja Cevry menyenggol lengan Reva yang kebetulan menemani bi Inem belanja mingguan.

“Kamu?” Reva dan Cevry sama-sama kaget dan mereka sama-sama tertunduk malu.

“Kamu ngapain ke pasar?” tanya Reva, penasaran.

“Kalau aku ke pasar untuk menemui Ardy. Mamanya berjualan di pasar. Kalau kamu sendiri ngapain
ke pasar? Cevry balik bertanya karena penasaran. “By the way, boleh aku tau nomor ponsel mu,
siapa tahu barang yang kamu cari ada di barang dagangan mama Ardy, khan jadi ikut bantuin teman”
Cevry alasan saja biar dapat nomor ponsel Reva.

“Sini ponsel kamu biar aku simpan nomor ku karena kebetulan aku nggak bawa ponsel” Reva
mengambil ponsel Cevry yang diberikan kepadanya lalu menyimpan nomor ponselnya kemudian
mengembalikan ponsel Cevry.

“Oh iya, tadi kamu bilang kalau kamu nggak bawa ponsel bagaimana bisa aku menelpon mu.
Bagaimana kalau kita sama-sama ke tempat mamanya Ardy?” tanya Cevry, berharap Reva
mengiyakan.

Reva tersenyum malu sambil menganggukkan kepalanya.

“Kamu sering ke pasar ya?” tanya Cevry dan Reva bersamaan, mereka tersenyum begitu juga dengan
bi Inem tersenyum melihat tingkah Reva yang tiba-tiba menjadi pemalu di hadapan Cevry.

“Oke, Lady the first” kata Cevry

“Baiklah, apakah kamu sering ke pasar dan ngapain kamu ke pasar?” Reva tersenyum malu.

“Aku nggak begitu sering ke pasar, hanya kalau ada urusan sama Ardy aku pasti temuinya di pasar.
Kalau kamu?” tanya Cevry.
“Kalau aku hampir sekali seminggu ke pasar temani bi Inem belanja mingguan karna bosan selalu di
rumah sendirian” cerita Reva.

“Maaf, kita belok kiri karena di sana mama Ardy berjualan” kata Cevry sambil menunjuk ke arah
Ardy. Mereka belok ke kiri ke arah temapt mama Ardy berjualan.

“Hai.... Tumben kamu kalian bareng ke tempat ku, ada apa gerangan?” tanya Ardy senyum-senyum
sendiri dan penasaran.

“Kebetulan tadi bertemu di parkiran terus, Ardy menawarkan ke sini siapa tahu ada barang
dagangan mama kamu yang aku butuhkan, khan bisa beli di sini. Ngapain beli di tempat lain
sedangkan di teman ada” Reva sudah mulai berani berbicara di hadapan Cevry. Akhirnya mereka
tertawa.

“Oh iya, ada apa ya kamu tadi telepon aku?” Cevry melihat ke arah Ardy.

“Tadi aku menelepon kamu ingin menanyakan kemarin kamu ke mana karena Deni ada telepon aku
menanyakan nomor ponsel kamu. Tumben Deni tanyain nomor ponsel kamu, apakah dia menelepon
mu?” Ardy bertanya dengan penasaran.

“Nggak ada dia menelepon aku. Aku juga nggak tahu. Biarkan sajalah, kalau dia merasa perlu pasti
dia akan menelepon aku lagi” sempat terlintas di pikiran Cevry kalau Deni menanyakan nomor
ponsel untuk di berikan ke Radho karena tadi Radho ada memberi tahukannya.

Reva dan bi Inem sudah selesai belanja di tempat Ardy dan ingin membeli ikan dan daging juga telur.
“Maaf nih, aku udah selesai belanja di sini dan aku mau beli ke tempat lain. Kami permisi ya” kata
Reva sambil membawa barang belanjaannya.

“Sini biar aku bawakan, sepertinya kamu keberatan” Cevry mengambil barang belanjaan yang ada di
tangan Reva.

“Ehem... Baik banget teman ku yang satu ini. Hati-hati Reva, biasanya dia begitu karena ada maunya”
goda Ardy sehingga membuat Cevry malu.

“Nggak apa-apa, namanya juga bantuin teman” Reva dan Ardy tertawa “Ya udah, kami pergi ya Ardy,
permisi Bu” Reva berpamitan. CevryCevry Cuma tersenyum malu.
“Kita kemana lagi, Reva?”

“Kamu udah kecapekan ya, biar sini aku bawa, kita bergantian aja karena aku mau beli daging, ikan
dan telur” Reva mau mengambil barang belanjaannya dari tangan Cevry tapi Cevry menolaknya.

Setelah belanja mereka menuju ke parkiran. “Kamu bawa mobil atau motor?” tanya Cevry.

“Aku pakai motor dan motor ku ada di sebelah sana” Reva menunjuk ke arah motornya.

“Kalau begitu biar aku aja yang membawa barang belanjaan kamu” Cevry masih memegang barang
belanjaan Reva.

“Aduh... Maaf nih, aku jadi merepotkan kamu. Benar nih kamu nggak apa-apa? Ntar aku ganggu
kegiatan kamu?” Reva merasa nggak enak hati.

“Nggak apa-apa dan kebetulan aku lagi nggak ada kegiatan. Aku nggak merasa di repotkan kok” kata
Cevry sambil meletakkan keranjang belanjaan Reva di belakang motornya.

“Kamu ikutin aku ya” Reva menyalakan mesin motornya lalu pergi dan Cevry mengikuti nya.

Akhirnya mereka tiba di rumah Reva. Buru-buru Reva mengambil keranjang belanjaannya “Sini biar
aku bantu”

“Nggak apa-apa aku sendiri aja” Cevry mengambil keranjang belanjaan dari motornya” Ini di letakin
di mana?”

“Maaf Mas, di letakkan di dapur” bi Inem jalan terburu-buru ke dapur untuk menunjukkan
tempatnya dan Reva mengikuti sambil senyum-senyum dan menggelengkan kepalanya. “Nah, di
letakkan di sini aja, Mas. Terima kasih ya, Mas” bi Inem tersenyum.

“Bi, tolong buatkan minuman dan cemilan ya, ntar di antar ke teras depan” Reva dan Cevry menuju
teras depan dan mereka duduk di sana.
Setelah beberapa menit bi Inem datang dengan membawa pesanan Reva dan meletakkannya di atas
meja.

Reva menuangkan es jeruk ke gelas “Ini untuk kamu, minumlah karena kamu pasti haus” Reva
memberikan segelas es jeruk dan mendekatkan piring yang berisi kue di hadapan Cevry “Kamu juga
pasti lapar karena udah mengangkat barang belanjaan ku” Reva tersenyum manis.

Cevry terpesona melihat senyum manis cewek sehingga untuk pertama kali jantungnya deg-degan di
dekat cewek. Cevry berusaha menyadarkan dirinya dan meminum segelas es jeruk yang di berikan
Reva, kebetulan dia merasa haus.

“Reva, ntar sore kamu ada acara nggak? Kalau nggak ada, ntar sore aku ajak kamu ke tempat
nongkrong ku tapi itu pun kalau nggak mengganggu acara malam mingguan sama pacar kamu” Cevry
sengaja berbicara begitu karena gengsi bertanya langsung sudah punya pacar atau belum.

Reva tersenyum “Nggak kok, aku belum punya pacar. Boleh tapi ntar pacar kamu marah kalau kamu
bawa aku ke tongkrongan kamu” Reva juga melakukan hal yang sama.

Cevry senang di dalam hatinya mendengar kalau Reva belum punya pacar “Sama, aku juga belum
punya pacar dan nggak akan ada yang marah di tempat tongkrongan ku. Kalau begitu ntar aku
jemput jam lima ya” Cevry melihat ke arah jam tangannya “waduh... Nggak terasa sudah jam dua.
Aku pamit pulang ya. Oh iya, mama dan papa kamu di mana?” Cevry melihat ke dalam ruang tamu
rumah Reva “Sepi, sepertinya orang tua kamu lagi pergi ya padahal aku mau pamitan” Cevry
tersenyum.

“Iya, mama dan papa ku lagi ke Jerman karena ada rapat katanya, mungkin dua hari lagi pulang.
Untuk saat ini pamitannya sama aku aja” Reva tertawa, spontan. Rasa canggung Reva hilang dan
mulai merasa akrab sama Cevry.

Cevry kembali di buat deg-degan saat melihat Reva tertawa. “Baiklah Reva, aku pamit pulang ya dan
terima kasih untuk cemilan, cepuluhnya” Cevry dan Reva tertawa bersama. “Jangan lupa jam lima
ntar aku jemput” Cevry tersenyum.

Reva mengantar Cevry ke motornya sampai Cevry pergi meninggalkan rumah Reva. Cevry merasa
sedikit terhibur.

Cevry tiba di rumahnya dan langsung mencari baju yang akan di pakainya tapi Cevry kebingungan
mau pakai yang mana. Nenek Lita mengintip Cevry yang sepertinya kebingungan, nenek Lita
mengetuk pintu kamar Cervy yang sedikit terbuka. Cevry melihat ke arah pintu “Boleh Nenek
masuk?” nenek Lita masuk ke dalam kamar Cevry.

“Tadi kebetulan Nenek lewat dan melihat kamu lagi kebingungan memilih baju, kalau boleh tahu
kamu mau ke mana?” nenek Lita ikut memilih baju untuk Cevry.

“Mau pergi sama teman, Nek” Cevry masih sibuk dengan pencariannya.

“Temannya cowok atau cewek? Coba Nenek tebak, pasti cewek karena kamu nggak pernah seperti
ini. Ceweknya pasti cantik sehingga buat kamu ingin tampil perfect di hadapannya” nenek Lita
tersenyum.

“Nenek hebat, bisa tahu padahal aku belum memberitahu Nenek” Cevry merasa malu dan
menghentikan pencariannya.

Nenek Lita tersenyum melihat tingkah Cevry “Itu hal biasa karena Nenek juga pernah muda. Saran
Nenek tetaplah jadi diri sendiri karena dengan jadi diri sendiri biasanya kita menjadi percaya diri
karena kita menjadi diri kita sendiri dan itu lebih natural” nenek mengambil baju “Kalau pakai yang
ini aja bagaimana?” nenek Lita memberikan bajunya ke Cevry.

Cevry mengambilnya “Aku coba ya, Nek” Cevry membawa bajunya ke kamar mandi lalu berdiri di
depan cermin “Bagaimana Nek, cocokkah?” tanya Cevry, mulai percaya diri.

Nenek Lita tersenyum sambil menganggukkan kepalanya “Bagaimana perasaan mu dengan memakai
baju itu, apakah merasa nyaman atau nggak?” nenek Lita tersenyum.

“Aku suka Nenek dan ini baju kesukaan ku. Terima kasih ya, Nek” Cevry mengecup pipi nenek Lita.

“Jam berapa kamu perginya?” nenek Lita melihat ke arah jam dinding yang ada di kamar Cevry.

“Jam 4, Nek. Cevry siap-siap ya Nek” Cevry merapikan pakaian dan rambutnya.

“Memang ganteng cucu Nenek” nenek tertawa “Kamu hati-hati di jalan ya dan jangan pulang larut
malam” pesan nenek Lita ke Cevry.
“Iya Nek, aku akan selalu ingat pesan Nenek” Cevry menyalim nenek Lita. Setelah merasa semua
sudah pas, Cevry pergi ke garasi tuk mengambil motornya “Waduh... Ternyata motor ku sudah kotor,
aku antar aja ke tempat pencucian motor langganan” gumam Cevry. Cevry melaju ke tempat cuci
motor langganan nya.

Cevry langsung parkirkan motornya ke tempat pencucian “Huh... Untung sepi so, aku nggak akan
terlambat menjemput Reva” kata Cevry dalam hati.

Seorang cowok menghampiri Cevry “Hai Bang Cevry, lama nggak kemari” cowok itu menggeser
motor sedikit ke depan dan mulai mencucinya.

“Yang bersih dan cepat ya, Bang” Cevry duduk di tempat tunggu dengan sesekali melihat ke arah jam
tangannya.

Beberapa menit kemudian motor Cevry sudah bersih dan mengkilap “Ini Bang” Cevry memberikan
uang lima belas ribu “Terima kasih, Bang” Cevry menyalakan mesin motornya. Setelah beberapa
menit Cevry melaju ke arah rumah Reva.

*Di kediaman Reva

Reva sudah siap dan sedang menunggu di teras depan di temani bi Inem “Jam berapa Non di jemput
Mas Cevry?”

“Tadi katanya jam lima sore” Reva melihat ke arah jam tangannya.

“Sepertinya mas Cevry orangnya baik, Non.” Kata bi Inem.

“Sepertinya begitu, Bi. Ini untuk pertama kali aku jalan sama cowok” Reva tersenyum.

Bibi Inem melihat ke arah luar pagar “Non, itu sepertinya Mas Cevry” bi Inem menunjuk ke arah
pintu yang sedang di buka pak Satrio.

Reva melihat ke arah pintu “Iya, Bi. Aku udah rapi belum, Bi?” tanya Reva, malu.
Cevry tiba di depan rumah Reva, Cevry turun dari motor dan menghampiri Reva. Cevry kagum
dengan kecantikan Reva “Apakah aku sudah terlambat menjemput tuan Puteri?” Cevry tersenyum
manis.

Reva tersenyum malu “Wow.... Ternyata Cevry ganteng banget dan gayanya aku suka, cool” Reva
mengagumi Cevry di dalam hatinya.

“Halo.... Bisa kita jalan? Kamu kok lihatin aku seperti itu, apakah ada yang aneh pada ku atau karena
aku ganteng seperti yang selalu di katakan nenek ku?” goda, Cevry.

Reva tersipu malu “Ayo, kita pergi.” Reva melihat ke arah Bu Inem “Bi, kami pergi ya” Reva dan Cevry
berpamitan.

Reva dan Cevry tiba di kafe Robusta. Radho dan teman-temannya langsung menghampiri mereka
“Gue pikir elo nggak bakalan datang” Radho terpesona dengan kecantikan Reva, dia selalu
memandangi Reva dan Cevry menyadari hal itu.

Cevry menepuk pundak Radho “Apakah ada balapan hari ini?” tanya Cevry, sengaja bertanya agar
pandangan Radho beralih kepadanya.

Radho terkejut, dia baru sadar kalau sedari tadi memandangi cewek yang ada di hadapannya “Ada,
jam tujuh ntar malam di mulai. By the way, siapa cewek cantik ini, pasti bukan pacar kamu karena
beberapa hari yang lalu kamu bilang belum pernah punya pacar. Kenalin aku dong” Radho
tersenyum menggoda.

Cevry langsung memegang tangan Reva “Kenalin, ini pacar gue dan jangan coba-coba mengganggu
dia” Cevry memperkenalkan Reva sekaligus memberi peringatan pada semua cowok yang ada di
hadapannya.

“Tenang Bro, nggak akan gue ganggu pacar elo tapi sejak kapan kalian pacaran?” Radho penasaran.

“Sejak kemarin. Sudah akh, ayo kita langsung ke lokasi aja” ajak Cevry.

“Nggak kasih minum pacar elo?” Radho berusaha mengambil kesempatan tuk di dekat Reva.
“Nggak, lebih baik kita langsung ke lokasi aja” ajak Cevry, tegas. Cevry, Reva, Radho dan yang lainnya
pergi meninggalkan kafe langsung menuju ke lokasi balapan.

DS
Keributan Di Lokasi Balapan

Setibanya mereka di lokasi balapan semua mata tertuju pada Reva dan Cevry. Hal itu membuat
beberapa orang iri termasuk Radho dan Deni.

Seorang cowok memanggil Cevry “Reva, aku ke sana sebentar atau kamu mau ikut aku?” tanya
Cevry, sedikit cemas meninggalkan Reva.

“Kamu tenang aja, aku akan baik-baik aja. Aku tunggu di sini aja” Reva meyakinkan Cevry. Akhirnya
Cevry menghampiri cowok yang memanggilnya.

Melihat Cevry meninggalkan Reva, Deni mengambil kesempatan menggoda Reva. Deni menghampiri
Cevry “Hai Cantik...” Deni mencolek tangan Reva.

Reva sedikit ketakutan, Deni tersenyum menggoda “Kamu anak baru yang pindahan dari Jerman
khan?” kembali Deni mencolek tangan Reva.

Reva kesal “Kamu apa-apain sih!” Reva tambah kesal ketika Deni semakin mendekatinya dan ingin
mencolek pipinya.

Cevry mendengar suara Reva yang marah dan dengan langkah seribu langsung menghampiri Reva
dan langsung menangkap tangan Deni yang hendak mencolek pipi Reva. Deni terkejut melihat Cevry
yang dengan tiba-tiba menangkap tangannya.

“Tolong jaga sikap, Bro” Cevry menghentakkan tangan Deni.

“ Slow Man. Kenapa elo marah, dia khan bukan cewek elo. Elo khan cowok cupu nggak pernah
pacaran atau mungkin elo gay kali ya” Deni menantangi Cevry.

“Gue udah ingatin elo, tolong jaga sikap karena dia cewek gue” Cevry menahan rasa marahnya.

“Emang elo bisa marah juga, emang elo cowok normal yang suka sama cewek?” Deni tertawa. Deni
kembali hendak mencolek Reva dan dengan sigap Cevry memegang tangan Deni.
Deni marah dan hendak meninju wajah Cevry tapi Cevry berhasil menangkis tinju Deni. Deni hendak
menendang kaki Cevry tapi dengan cepat Cevry menghindari tendangan Deni. Akhirnya perkelahian
tidak bisa terhindarkan, Deni berkelahi dengan Cevry dan teman-teman Deni ikut membantu Deni.
Satu persatu Cevry menjatuhkan mereka, semua yang melihat tidak menyangka kalau Cevry jago
bela diri.

Reva semakin mengagumi dan menyukai Cevry. Reva menghampiri Cevry “Kamu ada yang luka?”
Reva memeriksa wajah dan tangan Cevry.

Cevry tersenyum “Aku baik-baik aja kok, kalau kamu ada yang luka?” kini giliran Cevry yang khawatir.

“Aku juga baik-baik aja kok” Reva tersenyum bangga jadi cewek yang di lindungi cowok seperti
Cevry.

Cevry memegang tangan Reva dan mengajaknya menghampiri Radho “Maaf Bro, gue nggak jadi ikut
balapan dan maaf sudah mengacaukan semuanya” Cevry menyesali kejadian tadi.

Radho berusaha menahan kesalnya karena rencananya gagal untuk membuat Cevry celaka “Santai
aja Bro. Lain kali elo bisa ikutan” Radho tersenyum menutupi kekesalannya.

“Thanks ya, Do. Kami mau pulang. Sekali lagi gue minta maaf” Cevry menjabat tangan Radho lalu
pergi bersama Reva meninggalkan Radho dan yang lainnya.

DS
Pertemuan pertama Cevry Dengan Orang Tua Reva

Di sepanjang perjalanan ke rumah Reva, mereka sama-sama asyik dengan pikiran mereka masing-
masing sampai mereka tiba di rumah Reva. Mereka berhenti di depan rumah Reva.

“Kamu mau mampir nggak? Khan masih jam tujuh malam” Reva berharap Cevry mau mampir.

“Iya tapi sebentar ya” Cevry tersenyum lalu mengikuti Reva masuk dan duduk di ruang tamu
“Tunggu sebentar ya, aku ambil minum” Reva tersenyum lalu pergi ke arah dapur.

Di dapur ada Bu Inem. “Eh Non udah pulang. Non bareng sama Mas Cevry?” tanya bi Inah, bingung
karena cepat pulangnya.

“Iya, Bi. Tolong antar minuman dan cemilan untuk Cevry ya, Bi” Reva mengusap tangan bi Inem
“Terima kasih, Bi” Reva pergi meninggalkan bi Inem.

“Sama-sama Non. Oh iya Non, orang tua Non udah pulang” bi Inem menoleh ke belakang “Pantas
nggak ada jawaban, ternyata udah pergi” Bu Inem tersenyum sendiri.

Reva duduk di samping Cevry “Ntar minumnya ya, ntar di antar sama Bu Inem” Reva tersenyum.

Cevry melihat ke arah Reva “Nggak apa-apa. Aku minta maaf ya, karena jalan-jalan kita yang
pertama gatot” Cevry menunduk sedih.

Reva menyadari kalau Cevry sedih “Kok gatot sih, bukannya gatot itu nama orang?” Reva, heran.

Tiba-tiba Cevry tersenyum mendengar perkataan Reva. Melihat Cevry tersenyum membuat Reva
tambah bingung. Cevry menjadi tertawa ketika melihat mimik wajah Reva yang berubah jadi
menggemaskan.

“Apaan sih” Reva menjadi cemberut.

Cevry menghentikan tertawanya ketika melihat wajah Reva jadi cemberut “Maaf, aku nggak
bermaksud menghina kamu tapi ekspresi wajah kamu yang berubah menggemaskan di tambah lagi
cara kamu menyampaikan tentang gatot. Gatot yang aku maksud bukan nama orang tapi singkatan
dari Gagal Total. Maaf ya” Cevry memasang wajah memelas.

Reva tersenyum “Iya, aku maafin” Reva kembali yg tersenyum.

Bi Inem datang membawa minuman dan cemilan lalu di letakkan di atas meja. “Terima kasih, Bi”
ucap Reva. “Sama-sama, Non” bi Inem tersenyum.

Tiba-tiba orang tua Reva datang menghampiri Reva ke ruang tamu “Mama... Papa....” Reva terkejut,
berlari menghampiri orang tuanya.

“Mama dan Papa jam berapa sampai? Kok Bibi nggak kasih tahu aku kalau Mama dan Papa sudah
pulang?” Reva sedikit kesal.

“Tadi Bibi kasih tahu tapi Bibi menoleh ke belakang ternyata Non Reva sudah pergi.” Kata bi Inem.

Orang tua Reva memeluk Reva dengan penuh kasih sayang “Eh ada tamu?” kata mama Reva lalu
kedua orang tua Reva menghampiri Cevry “Kamu teman sekolah, Reva?” tanya papa Reva lalu
tersenyum.

Cevry menyalim orang tua Reva “Cevry, Om, Tante... Reva benar teman satu sekolah tapi beda kelas,
Om” Cevry bersikap sangat sopan.

Mama Reva mengecup lembut kening Reva “Hebat anak Papa, belum ada sebulan pindah sudah ada
teman cowok yang ganteng” papa Reva mencubit hidung Reva. Reva menggeliat manja dan tersipu
malu.

“Oh iya, kamu tinggal di mana?” tanya papa Reva sambil duduk di hadapan Cevry.

Mendadak Cevry sedikit gugup “Saya tinggal di daerah Mayang, Om” Cevry tersenyum untuk
menutupi kegugupannya. Cevry melihat ke arah jam tangannya “Maaf Om, sudah malam, saya mau
pamit pulang”

“Oh iya, sudah malam. Kamu hati-hati di jalan ya.” papa Reva tersenyum.
Cevry menyalim orang tua Reva lalu pamit pulang. Cevry pergi meninggalkan rumah Reva.

DS
Perubahan Cevry

Di perjalanan pulang Cevry kembali lagi bersedih karena kejadian yang di rumah Reva kembali
terlintas di benaknya. “Aku nggak pernah di perlakukan mama dan papa ku seperti Reva di
perlakukan dengan penuh kasih sayang oleh kedua orang tuanya begitu pun Ardy. Aku memang
bukan anak kandung mereka. Nenek Lita pun mengatakan kalau aku bukan cucu kandungnya” Cevry
mempercepat laju motornya.

Tiba-tiba Cevry di kejar tiga motor yang ternyata mereka adalah Deni dan teman-temannya. Mereka
belum menerima kekalahan yang di lokasi balapan. Mereka berhasil mengepung Cevry. Akhirnya
perkelahian kembali terjadi.

Cevry membuat beberapa di antara mereka babak belur, emosi Cevry meluap di karenakan rasa
kekecewaan dan kemarahan Cevry terhadap kehidupannya.

Gilang dan Ardy yang kebetulan lewat melihat Cevry sedang berkelahi dan di keroyok. Mereka cepat-
cepat menghampiri Cevry dan membantu Cevry menghadapi Deni cs. Cevry kaget melihat kehadiran
mereka sehingga dia kena pukulan di wajahnya. Dengan cepat Ardy dan Gilang menghajar Deni cs
sehingga membuat mereka kabur meninggalkan Cevry, Gilang dan Ardy.

Gliang dan Ardy bingung melihat Cevry dan semua yang baru saja terjadi “Kok semua ini bisa
terjadi?” tanya Gilang, penasaran.

“Yang tadi khan Deni dan teman-temannya, kenapa bisa berkelahi dengan kamu?” Ardy juga
penasaran.

“Panjang ceritanya” kata Cevry sambil mengusap rasa sakit di bibirnya.

“Kami antar kamu pulang sampai ke rumah kamu. Biar aku yang bawa motor dan kamu aku yang
bonceng” kata Ardy sambil mengambil alih motor Cevry.

Cevry akhirnya di bonceng sama Ardy dan mereka melaju ke rumah Cevry.

Sesampainya di rumah Cevry langsung mengajak Gilang dan Ardy masuk “Ayo masuk!”
Nenek Lita kebetulan sedang duduk di ruang nonton dan Nenek Lita mendengar suara Cevry
“Cevry...” nenek Lita memanggil Cevry sambil berjalan ke arah mereka yang langsung menghentikan
langkahnya.

Nenek Lita melihat ke arah wajah Cevry “WKenapa wajah kamu bisa begini? Kamu habis berantem
ya? Kenapa kamu jadi seperti ini, Cevry?” nenek Lita langsung pergi mengambil kotak P3K.

Nenek Lita langsung cepat-cepat membersihkan luka yang ada di bibir Cevry “Kamu habis berantem
sama siapa toh, Cevry. Kok kamu sampe babak belur begini?” nenek Lita sangat cemas.

“Aw... Aw...” Cevry meringis kesakitan sambil menyentuh luka di ujung bibirnya.

“Cevry... Cevry... Nenek nggak habis pikir mengapa kamu sekarang seperti ini? Gilang... Ardy... Kalian
tahu peyebab semua ini?” tanya nenek Lita, cemas sekali.

Gilang melihat ke arah Ardy lalu mereka melihat ke arah Cevry dan kebetulan Cevry melihat ke arah
mereka. Cevry menganggukkan kepalanya sebagai isyarat bahwa dia setuju sahabatnya
menceritakan kejadian yang sebenarnya.

Nenek Lita berhenti sejenak lalu melihat ke arah Gilang dan Ardy “Kenapa kalian diam? Apakah ada
yang kalian sembunyikan dari Nenek? Ayo ceritakan yang sebenarnya dan jangan ada yang kalian
sembunyikan dari Nenek” tanya nenek Lita, penasaran dan cemas lalu melanjutkan mengobati luka
Cevry.

Gilang menunjuk ke arah dirinya sambil melihat ke arah Ardy dan Ardy menganggukkan kepalanya.
“Begini Nek, tadi aku dan Gilang ke rumah Nenek mencari Cevry tuk mengajak kumpul seperti biasa
yang kami lakukan di setiap malam minggu tapi kami hanya bertemu sama bibi Inah dan bi Inah
bilang kalau Cevry sedang pergi dan Nenek sedang berada di kamar Nenek. Karena Cevry nggak ada
kami pulang dan di perjalanan pulang kami bertemu sama Cevry yang sedang di keroyok orang,
sepertinya anak motor lalu kami membabtu Cevry menghadapi mereka terus, mereka kabur dan
kami menghantar Cevry pulang. Begitu kejadian yang sebenarnya, Nek” Gilang merasa lega sudah
menceritakan apa adanya.

Nenek Lita melihat ke arah Gilang kemudian ke arah Cevry dan Ardy seolah menyelidiki
kebenarannya. Nenek kembali mengobati luka Cevry karena tidak di temukan kebohongan.
“Aw... Aw...” Cevry kembali meringis kesakitan ketika nenek mengolesi obati luka. “Nek, boleh Cevry
mandi karena Cevry kegerahan” Cevry mengalihkan pembicaraan agar nenek Lita tidak banyak
tanya.

“Oh iya, mandilah dan selesai mandi kamu harus mengolesi obati ini ke luka mu biar cepat sembuh”
nenek Lita memasukkan semuanya ke kotak P3K lalu memberikannya kepada Cevry.

Cevry mengajak Gilang dan Ardy ke kamarnya “Ayo...” Cevry hendak berjalan ke kamarnya.

“Permisi Nek, kami mau ke kamar Cevry” kata Ardy dan Gilang bersamaan.

“Iya. Nanti Gilang sama Ardy pulangnya jangan sampai larut malam ya, kasihan nanti orang tuanya
khawatir. Nenek mau istirahat” nenek Lita berdiri lalu berjalan menuju ke kamarnya.

Very, Gilang dan Ardy berjalan menuju ke kamar Cevry.

Cevry meletakkan kotak P3K di atas meja kamarnya lalu mengambil handuk “Guys, aku mandi dulu
ya”

“Iya...” kata Gilang dan Ardy hampir bersamaan. Cevry berjalan menuju ke kamar mandinya
sedangkan Gilang dan Ardy duduk di kursi yang ada di kamar Cevry.

“Sebenarnya apa yang sudah terjadi sehingga Deni dan teman-temannya sampai mengeroyok
Cevry?” tanya Gilang, masih penasaran.

“Iya, apa yang sebenarnya telah terjadi sehingga mereka mengeroyok Cevry karena seperti yang kita
ketahui Cevry nggak suka berantem” Ardy juga masih penasaran.

“Lebih baik kita tanyakan aja langsung ke Cevry selesai dia mandi daripada kita penasaran gini”
Gilang memberikan saran.

Sementara Gilang menangis di bawah guyuran air dari shower “Nenek sangat baik dan begitu
menyayangi ku padahal nenek Lita bukan nenek kandungku. Dari mana mama dan papa memungut
ku? Siapa kedua orang tua ku? Pantasan mama dan papa nggak pernah memperhatikan aku, nggak
menyayangiku seperti layaknya anak kandung karena ternyata aku hanyalah anak pungut” terbayang
kembali di pikirin Cevry bagaimana kedua orang tua Reva yang begitu sangat menyayangi Reva dan
tetap memperhatikan Reva meski mereka sangat sibuk, begitu sayangnya mama Ardy terhadap Ardy,
meski baru sembuh tapi tetap memperhatikan Ardy dan begitu khawatirnya suami istri itu ketika
mereka tahu anaknya jatuh dan menangis. “Sejak kecil aku nggak pernah mengalami hal seperti itu”
Cevry kembali menangis.

“Cevry sudah begitu lama mandi, apakah dia baik-baik aja?” kata Gilang, cemas. Gilang menoleh ke
arah Ardy yang sudah tertidur di kursi tapi Gilang maklum karena Ardy kelelahan membantu
mamanya berjualan di pasar.

Gilang beranjak ke arah kamar mandi Cevry. Gilang mengetuk pintu kamar mandi “Cevry... Cevry...
Apakah kamu baik-baik aja?” Gilang mengetuk pintu kamar mandi sambil memanggil Cevry dan itu
sampai berulang kali sehingga membuat Ardy terbangun.

Ardy memperbaiki posisi duduknya “Ada apa dengan Cevry?” tanya Ardy, cemas.

“Sudah satu jam Cevry belum selesai mandi, aku hanya khawatir aja dengan keadaannya di dalam.
Lebih baik kita panggil aja lagi sambil kita ketuk pintunya” saran Gilang. Akhirnya mereka mengulangi
kembali.

Di dalam kamar mandi, Cevry tersadar setelah mendengar suara Gilang dan Ardy “Ternyata sudah
terlalu lama aku mandi sehingga membuat mereka bosan menunggu” Cevry buru-buru
menyelesaikan mandinya dan berpakaian lalu keluar dari kamar mandi.

“Maaf, sudah membuat kalian bete karena menunggu ku lama” kata Cevry sambil mengelap
rambutnya dengan handuk.

“Nggak apa-apa, kami Cuma merasa khawatir aja, takut kamu kenapa-kenapa. Kami pulang ya biar
kamu bisa istirahat” kata Ardy lalu mengajak Gilang pulang.

Cevry mengantar mereka sampai di teras depan di tempat motor mereka di parkir. Gilang dan Ardy
berpamitan lalu meninggalkan Cevry.

DS
Bukan Cevry Yang Dulu

Sejak kejadian itu Cevry menjaga jarak dengan Gilang dan Ardy. Setiap mereka mencari Gilang ke
rumahnya selalu tidak pernah bertemu dan di sekolah pun susah di ajak bergabung dan sedikit
bicara. Hal itu membuat mereka semakin khawatir. Sebagai sahabat, mereka mencari tahu penyebab
perubahan Cevry. Ketika jam istirahat Gilang dan Ardy mencari Reva ke kelasnya.

“Nah, itu Reva” Ardy menunjuk ke arah Reva yang sedang memasukkan buku-buku ke dalam tasnya.
Gilang dan Ardy menghampiri Reva.

“Hai Reva...” sapa Gilang, tersenyum dan Ardy pun ikut tersenyum.

“Eh... Hai...” balas Reva, kaget. “Tumben kalian ke sini mencariku” kata Reva, heran.

“Ada yang ingin kami tanyakan mengenai Cevry, kita ngobrol di kantin aja. Bisa kah?” tanya Ardy.

“Bisa karena ada beberapa hal yang ingin aku tahu tentang Cevry itu pun kalau kalian nggak
keberatan untuk memberi tahu ku” kata Reva sambil merapikan mejanya. “Ayo!” ajak Reva setelah
selesai merapikan buku-buku dan mejanya. Mereka pergi ke kantin.

Setelah selesai memesan makanan dan minuman mereka duduk agak di pojokan agar tak seorang
pun yang mendengar perkataan mereka.

“Maaf Reva, info yang kami dapatkan kalau Reva pacarnya Cevry dan Reva pernah di bawa Cevry ke
lokasi balapan terus, Cevry berantem sam Deni dan teman-temannya di sana karena Cevry menjaga
Reva dari keusilan Deni. Itu kejadiannya di malam minggu karena di malam yang sama kami mencari
Cevry ke rumahnya tapi nggak ada dan pas di perjalanan pulang kami bertemu sama Cevry sedang di
keroyok Deni dan teman-temannya lalu kami membantunya sehingga mereka kabur dan kami
mengantar Cevry pulang tetapi kami nggak sempat menanyakan hal itu sama Cevry. Sejak kejadian
itu sampai sekarang kami nggak pernah ngobrol atau berkumpul lagi seperti biasa. Apakah selain itu
kamu tahu sesuatu, Reva?” tanya Gilang, harap-harap cemas.

“Sejak kejadian malam minggu itu pun aku nggak pernah jalan sama Cevry bahkan dia menghindari
ku dan bersikap seolah nggak pernah kenal sama aku. Setiap kali aku telepon nggak pernah di
angkat” wajah Reva berubah menjadi sedih.
“Besok khan sudah mulai libur panjang, bagaimana kalau kita bersama-sama menemui Cevry ke
rumahnya” kata Ardy, penuh semangat.

“Boleh juga saran kamu, tumben tepat saran kamu kali ini” kata Gilang, bercanda.

“Iya dong, cuma kamu aja yang baru menyadarinya” kata Ardy lalu tersenyum. “Sekarang yang lebih
penting itu kita harus isi kampung tengah terlebih dahulu karena aku sudah lapar” Ardy kembali
tersenyum, Gilang dan Reva tertawa.

Keesokan harinya Ardy, Gilang dan Reva bersama-sama pergi ke rumah Cevry tetapi mereka tidak
pernah bertemu dengannya. Mereka selalu kecewa dan bersedih setiap kali mencari Cevry ke
rumahnya karena tidak pernah bertemu.

DS
Pencarian Gilang Dan Ardy

Dikarenakan mereka tidak pernah bertemu Cevry, akhirnya Gilang dan Ardy pergi menemui Pak Bejo
karena dia satpam plus tukang taman di rumah Cevry dan yang paling lama ada di rumah Cevry.
Gilang dan Ardy pergi ke rumah Cevry dan ketika mereka sampai kebetulan Pak Bejo sedang
menutup pintu pagar rumah Cevry.

“Pak... Pak Bejo” Gilang memanggil pak Bejo.

Pak Bejo menoleh ke belakang lalu keluar dan menghampiri Gilang dan Ardy “Ada apa, Den Gilang
dan Den Ardy? Mau mencari Den Cevry, baru aja keluar” kata pak Bejo.

“Bukan Pak, kami ke sini mau menemui Bapak” kata Ardy.

“Ada apa, Den?” tanya pak Bejo, bingung.

“Boleh kita mengontrolnya sambil duduk di sana?” kata Ardy sambil menunjuk ke arah bangku yang
ada di taman depan rumah Cevry.

“Boleh. Ayo, Den!” ajak pak Bejo.

Mereka berjalan ke arah bangku dan duduk di sana. “Begini Pak Bejo, khan Pak Bejo yang paling
lama ada di rumah ini daripada bi Inah, Bapak sempat kenal nggak sama bibi sebelum bi Inah?” tanya
Gilang, sangat serius.

“Iya, Den. Sebelum bi Inah itu kalau nggak salah namanya bibi Iyem dan dia tinggal di daerah
Ciwidey, Jawa Barat.” Cerita pak Bejo.

“Bapak tahu alamat bi Iyem?” tanya Ardy, penasaran.

“Nggak tahu, Den tapi saya ada nomor ponselnya. Kasihan bi Iyem karena saat ini dia sedang
sakit”pak Bejo menjadi sedih.

“Boleh tahu nomor ponsel bi Iyem, Pak?” tanya Gilang, lagi.


“Ntar ya Den, Bapak cari dulu”pak Bejo mencari nomor ponsel bi Iyem di kontak ponselnya “Nah, ini
dia nomornya, catat ya Den” pak Bejo menyebutkan nomornya dan Gilang menyimpan di ponselnya.

“Untuk apa nomor bi Iyem, Den?” tanya pak Bejo, bingung.

“Cevry pernah menanyakan sesuatu sama Bapak?” tanya Ardy, pak Bejo jadi bingung.

Sambil mengingat-ingat “Pernah Den tapi itu sudah lama”

“Tanya tentang apa, Pak?” tanya Gilang, tidak sabaran.

“Tanya tentang nyonya punya cucu atau nggak terus, saya bilang yang sebenarnya kalau yang saya
tahu dari bi Iyem kalau nyonya nggak punya cucu. Itu saja. Sebenarnya ada apa sih, Den?” pak Bejo
tambah bingung.

“Nggak apa-apa, Pak. Kami pamit dulu ya, Pak.” Kata Ardy lalu Gilang dan Ardy pergi meninggalkan
pak Bejo.

Gilang dan Ardy tiba di rumah Ardy. Karena mama Ardy sedang di pasar, mereka langsung masuk ke
dalam kamar Ardy dan berdiskusi tentang cara bagaimana mengembalikan Cevry seperti Cevry yang
dulu. “Bagaimana kalau kita coba hubungi bi Iyem?” saran Ardy.

“Iya, kita coba hubungi bi Iyem dan menanyakan semua tentang Cevry” Gilang mengeluarkan ponsel
dari dalam saku celananya lalu menelepon bi Iyem.

“Jangan lupa aktifin speakernya” kata Ardy.

“Menyambung, semoga di angkat teleponnya” Gilang mencoba beberapa kali.

“Eh... Sudah di angkat” kata Ardy dengan suara lantang saking semangatnya. Hal itu membuat Gilang
sedikit terkejut.

Halo... Bisa bicara sama bi Iyem? Ini kami temannya Cevry cucu dari nenek Lita” kata Gilang dari
ponselnya.
“Halo.... Iya, ini Bibi Iyem” terdengar suara tua dan serak dari bi Iyem di ponsel Gilang. “Ada apa,
Den?” tanya bi Iyem, bingung.

“Kami boleh tahu alamat rumah Bibi Iyem karena kami mau bertemu sama Bibi untuk menanyakan
beberapa hal, boleh Bibi?” tanya Gilang, penasaran.

“Boleh, catat alamat rumah saya”

Gilang mencatat alamat rumah Bibi Iyem “Sudah Bi. Besok kami akan berangkat ke rumah Bibi.
Terima kasih banyak ya, Bi” Gilang menutup ponselnya.

Keesokan harinya Gilang dan Ardy berangkat ke alamat rumah Bibi Iyem di Ciwidey. “Sebentar lagi
kita akan tahu fakta tentang Cevry yang membuatnya jadi berubah” kata Ardy, semangat.

Sehari berlalu, akhirnya Gilang dan Ardy tiba di rumah bibi Iyem. Gilang mengetuk pintu rumah bibi
Iyem yang sangat sederhana “Bibi Iyem... Bibi Iyem...” Ardy memanggil bibi Iyem.

Pintu pun di buka oleh seorang ibu dengan menggendong seorang anak balita “Maaf, cari siapa?”
kata ibu itu.

“Kami dari Jambi dan ingin bertemu sama bibi Iyem, apakah benar ini rumah bibi Iyem?” tanya
Gilang.

“Benar. Maaf, kalian siapa?” tanya ibu itu, bingung.

“Kami bukan siapa-siapanya bibi Iyem tapi kami sudah janjian untuk bertemu. Boleh kami menemui
bi Iyem?” tanya Gilang, lagi.

“Boleh, silakan masuk. Saya akan memberi tahukan ibu Iyem” kata ibu itu lalu masuk ke dalam
kamar. Kemudian ibu itu menyuruh masuk ke dalam kamar bi Iyem.

Gilang dan Ardy masuk ke dalam kamar bi Iyem. “Bi, ini aku Gilang yang pernah menelepon Bibi dan
teman ku Ardy.” Gilang dan Ardy menyalim bi Iyem.
“Ada apa, Nak?” tanya bi Iyem dengan kondisi lemah.

“Ada beberapa hal yang mau kami tanyai tentang teman kami yang bernama Cevry, cucu dari nenek
Lita” Gilang menghentikan perkataannya ketika melihat wajah bi Iyem kebingungan ketika Gilang
menyebutkan Cevry, cucu dari nenek Lita. “Ada apa, Bi?” tanya Gilang, penasaran.

“Setahu Bibi, nyonya tidak memiliki cucu. Anak perempuan dan menantu nyonya sudah meninggal
karena kecelakaan pesawat ketika mereka hendak ke Jerman dan jenazah mereka di temukan dan
sudah di makamkan di tempat pemakaman keluarga bersama suami nyonya di kampung halaman
nyonya di Lampung. Saya belum pernah ke sana.” Bibi Iyem mengambil dompet kusam lalu
mengambil sebuah foto dari dalam dompetnya dan memberikannya kepada Gilang “Ini foto anak
perempuan nyonya yang bernama nona Liza bersama menantunya ketika mereka sudah dua bulan
menikah”

Gilang dan Ardy melihat ke arah foto dan mata mereka tertuju kepada anak perempuan nenek Lita
yang ternyata mirip dengan mama Cevry. “Bibi kenapa masih menyimpan foto ini?” tanya Ardy,
penasaran sambil mengembalikan foto tersebut.

Bibi Iyem mengambil foto tersebut “Karena Bibi sangat menyayangi Liza, anak perempuan nyonya.
Bibi yang mengasuh nona Liza sejak dia lahir sampai dia sudah tidak ada jadi, Bibi sangat
menyayanginya dan menganggap dia sebagai anak kandung Bibi” bi Iyem menangis karena teringat
masa-masa bersama Liza.

“Ibu yang mengendong anaknya itu anak Bibi?” tanya Ardy.

“Bukan, dia anak angkat saya karena saya tidak mau meninggalkan Liza, saya tidak mau menikah.” Bi
Iyem menghapus air matanya.

“Maaf Bi, kami sudah membuat Bibi bersedih” kata Gilang, sedih.

“tidak apa-apa, Nak” bi Iyem berhenti menangis.

“Kalau Bibi sayang sama nona Liza kenapa Bibi meninggalkan nenek Lita sendirian?” tanya Ardy lagi
karna tambah penasaran.

“Karena Bibi kalau tinggal di sana selalu teringat sama nona Liza. Saya memutuskan untuk berhenti
kerja dan pulang ke kampung halaman Bibi setelah nyonya mengangkat seorang perempuan yang
mirip dengan nona Liza kalau tidak salah namanya Siscana dan dia sudah menikah tapi belum
memiliki anak ketika mereka di bawa nyonya ke rumah. Pertama kali datang pakaian mereka lusuh
tapi mereka sangat baik dan sangat pekerja keras, itu yang membuat nyonya menyayangi mereka.
Setelah mereka tinggal di rumah nyonya saya pulang kampung. Sebelumnya nyonya membelikan
saya tanah dan membangun sebuah rumah sederhana, nyonya juga membukakan saya warung dan
memberikan saya modal. Warung yang ada di depan sana itu warung saya dan yang saya tempati
inilah rumah yang di bangun sama nyonya tapi tidak terawat. Saya sudah tua dan sakit-sakitan.” Bi
Iyem batuk-batuk. Ibu itu datang membawa obat dan segelas air minum lalu memberikannya kepada
bi Iyem.

Setelah minum obat, bi Iyem mengambil kembali foto yang di selipkan di bawah bantalnya lalu
diberikan kepada Gilang “Ini foto nona Liza dan tolong berikan pada nyonya karena waktu saya
tinggal sedikit.”

Gilang mengambil foto yang diberikan kepadanya “Terima kasih, Bi. Ntar akan berikan sama nenek
Lita. Kami pamit pulang ya, Bi. Semoga Bibi cepat sembuh” Gilang menyimpan foto yang di berikan
tadi ke dalam tasnya lalu menyalim bi Iyem begitu juga Ardy menyalim bi Iyem. Gilang dan Ardy
pergi meninggalkan rumah bi Iyem.

Gilang dan Ardy langsung ke terminal tempat mereka pertama kali sampai dan memesan tiket
pulang ke Jambi. Setelah membeli tiket mereka menuju rumah makan yang ada di dekat loket bus
yang akan mereka tumpangi. Tiba saatnya bus yang mereka tumpangi pergi menuju Jambi.

Keesokan harinya mereka tiba di terminal kota Jambi lalu pulang ke rumah masing-masing. Mereka
menghabiskan sisa liburan di rumah masing-masing.

Liburan pun telah usai, mereka mencari kelas mereka masing-masing dan ternyata Cevry, Gilang,
Adry dan Reva berada di kelas XII IPS 1. Gilang, Adry dan Reva langsung mencari Cevry tetapi mereka
tidak bertemu.

Gilang menepuk pelan pundak salah satu temannya “Doni, kamu ada melihat Cevry?” tanya Gilang
pada Doni yang sedang melihat daftar nama di Mading.

Doni menoleh ke belakang “Eh Gilang. Cevry, tadi aku lihat tapi sebentar dan dia langsung pergi”
jawab Doni lalu kembali melihat ke Mading.

Pulang dari sekolah, Gilang dan Ardy pergi ke rumah Cevry, kebetulan ada orang tua Cevry “Selamat
siang Tante, Om” sapa Gilang dan Ardy hampir bersamaan.
“Iya selamat siang” balas Siscana, mamanya Cevry.

“Cari Cevry ya?” tanya Windriawan, papa Cevry.

“Iya Om, Tante. Cevry nya ada Om, Tante?” tanya Gilang.

“Nggak ada di rumah sejak pagi tadi. Tadi dia pamit pergi ke sekolah tetapi sampai sekarang belum
pulang. Oh iya, silakan masuk” Siscana mempersilakan mereka masuk.

Gilang dan Ardy masuk dan duduk di ruang tamu. “Kami sering mencari Cevry tapi nggak pernah
bertemu dan kalau di sekolah dia sering menghindar dan itu dia lakukan sejak kami membantunya
ketika di keroyok sama orang-orang” kata Gilang, berharap ada penjelasannya.

“Iya, mama juga cerita semua sama kami tentang perilaku Cevry yang berubah drastis. Mungkin
karena kami yang kurang perhatian sama Cevry sejak dia masih balita dikarenakan kesibukan kami
tetapi itu demi masa depan dia dan dia nggak tahu apa yang sudah kami alami sebelum dia lahir.
Kami sangat menyayangi dia dan kami pun begini untuk masa depan dia” Siscana menangis,
Windriawan memeluk istrinya.

“Iya Tante, maafkan kami sudah buat Tante menangis.” Kata Gilang, merasa nggak enak hati.

“Tolong yakinkan Cevry kalau kami sangat menyayangi dirinya dan sedikit pun kami memperlakukan
dia seperti anak pungut atau bukan anak kandung kami.” Windriawan sangat berharap sekali.

“Iya Om, Tante. Kalau begitu kami pamit pulang ya Om, Tante” Gilang dan Ardy berpamitan.

Sudah beberapa bulan berlalu Cevry belum berubah bahkan kelakuannya semakin menjadi karena
pernah di tangkap polisi di sebabkan dia ikutan tawuran bersama Deni dan teman-temannya. Reva
merasa putus asa akan hubungannya dengan Cevry hingga dia memutuskan lulus SMA dia akan
melanjutkan ke Jerman. Ujian kelulusan pun telah tiba dan selama kelas tiga Cevry tidak pernah libur
sekolah cuma sehari dia libur dan itupun karena ikut tawuran. Cevry masih ikut balapan liar, sering
berantem dan pulang larut malam.

Hari kelulusan tiba, malam puncak pagelaran seni dan pengumuman yang menjadi juara kelas pun
tiba. Semua orang tua murid terutama kelas tiga datang untuk melihat pertunjukan yang di
tampilkan anak-anak mereka.
Cevry sudah pergi karena dia berpikir orang tuanya tidak akan datang karena orang tuanya sedang
berada di Jerman. Cevry duduk di dekat Gilang, Ardy dan Reva tetapi mereka tidak menyadarinya.

Cevry memperhatikan Gilang, Ardy dan Reva “Sebenarnya aku sangat merindukan kalian terutama
dirimu Reva karena sejujurnya pertama kali aku menyukai cewek itu adalah kamu tapi aku nggak
pantas, aku hanya anak yang terbuang. Seperti inilah sekarang kehidupan ku yang sebenarnya” mata
Cevry berkaca-kaca.

Ponsel Cevry berbunyi dan Cevry melihat papanya yang menelepon “Ngapain coba menelepon kalau
cuma untuk memberitahu kalau nggak bisa hadir untuk melihat ku. Percuma aku berusaha agar
tetap menjadi juara kelas” Cevry mematikan ponselnya.

Ponsel Gilang berbunyi dan Gilang melihat yang menelepon, nomor yang tidak di kenal, Gilang
membiarkannya tetapi nomor yang sama menelepon sampai tiga kali dan Ardy mendengarnya
“Kenapa nggak kamu angkat aja dulu, siapa tahu penting” saran, Ardy.

Ketika nomor yang sama telepon lagi Gilang mengangkatnya “Halo... Ini siapa?” tanya Gilang sama
orang yang meneleponnya.

“Halo... Ini Gilang atau Ardy? Ini mama Cevry. Tolong sampaikan Nak kalau papa Cevry kecelakaan
dan sekarang berada di ruang ICU”

“Baik Tante” Gilang menutup teleponnya. Gilang menepuk pelan tangan Ardy “Ayo, kita cari Cevry
karena papanya kecelakaan dan sekarang berada di ruang ICU di rumah sakit Siloam” Gilang dan
Ardy bergegas mau pergi,

Reva melihat mereka mau pergi “Mau kemana?” tanya Reva, bingung.

“Kami mau mencari Cevry karena papanya kecelakaan, kamu mau ikut?” tanya Gilang, buru-buru.
“Kita berpencar mencari Gilang dan siapa yang menemukan langsung membawa Gilang ke rumah
sakit Siloam.” Mereka berpencar.

Mata Reva melihat ke arah seseorang yang mirip dengan Cevry dikarenakan lampunya redup. Reva
menghampirinya “Benar Cevry” kata Reva di dalam hatinya. “Cevry, ayo ikut aku ke rumah sakit
Siloam karena papa kamu lagi koma, tadi mama kamu menelepon Gilang dan mereka juga sedang
mencari mu, kami berpencar.” Reva memegang tangan Cevry dan mengajaknya pergi.
Cevry menarik tangannya “Aku tahu kalau kamu berbohong karena kemarin aku menelepon dan
papaku bilang kalau mereka belum bisa pulang” Cevry, kesal.

“Kamu salah, mereka datang tapi mungkin ketika mau menuju ke sini orang tua kamu kecelakaan
dan sekarang papa kamu dalam keadaan koma. Ayo Cevry, sebelum kamu menyesal” kata Cevry,
Reva kembali memegang tangan Cevry dan mengajaknya pergi.

Cevry mengikuti Reva ke parkiran “Aku kamu bonceng ya karena tadi aku di antar papaku” kata
Reva.

Cevry buru-buru menyalakan mesin motornya “Ayo cepat naik!” ajak Cevry lalu mereka melaju ke
arah rumah sakit Siloam.

DS
Kebahagiaan Cevry Dan Arti Persahabatan

Cevry dan Reva tiba di rumah sakit Siloam dan langsung menuju ruang ICU, Cevry berlari dan Reva
tidak bisa menyeimbangkan lari Cevry.

Reva menelepon Gilang “Gilang, aku dan Cevry sudah di rumah sakit Siloam. Maaf telat
memberitahukan karena tadi terburu-buru” kata Reva, terengah-engah karena kelelahan mengejar
Cevry.

Reva melihat Cevry menangis sambil melihat papanya dari kaca karena dia tidak mau masuk
menemui papanya. Reva menghampirinya “Cevry, mengapa kamu nggak mau menemui papa
kamu?” Reva menyentuh lembut tangan Cevry.

Gilang dan Ardy to di rumah sakit Siloam tepatnya di ruang ICU. Mereka menghampiri Cevry dan
Reva.

“Cevry, ayo kita duduk sebentar karena ada yang ingin kami sampaikan” ajak Gilang tapi Cevry hanya
diam lalu Reva menggenggam tangan Cevry dan mengajaknya duduk, Cevry mau mengikuti apa yang
di katakan Reva.

“Cevry, kami minta maaf sebelumnya, bukannya kami nggak peduli sama kamu tapi kamu sayang
sama kamu meski kamu sudah mengecewakan tapi kami tetap sahabat yang menyayangi kamu.”
Kata Ardy tetapi Cevry masih diam.

“Cevry, tanpa sepengetahuan kamu , kami mencari tahu apa yang menyebabkan kamu berubah dan
kami sudah menemukan jawabannya.” Kata Gilang.

Tanpa mereka sadari Siscana dan nenek Lita datang menghampiri mereka. “Nenek Lita sudah
menceritakan semuanya. Dulu sebelum kamu lahir, mama dan papa hidup sangat miskin. Ketika
mama melahirkan anak pertama yaitu kakak kamu, papa harus meminjam uang kesana kemari untuk
menebus mama dan kakak kamu. Setelah mama dan kakak kamu bisa pulang papa harus banting
tulang agar bisa melunasi uang yang kami pinjam dari lentenir. Karena uang yang papa kamu dapat
hanya cukup untuk membayar hutang, mama dan kakak kamu kadan makan dan kadang nggak
sehingga asi mama nggak ada tuk di kasih ke kakak kamu. Akhirnya kakak kamu meninggal. Sejak
saat itu mama dan papa bekerja keras agar bisa melunasi hutang dan biaya hidup cukup. Papa dan
mama hanya lulusan SMA tapi mama dan papa rajin membaca buku. Suatu hari nenek Lita
mengalami kecelakaan di depan mama dan papa tapi hanya luka kecil. Dulu mama dan papa kamu
sedang berjualan di pinggir jalan dan keadaan waktu itu sepi lalu kami menolong nenek Lita. Kami di
bawa nenek Lita ke rumahnya dan mengangkat mama sebagai anaknya karena kebetulan wajah
mama mirip dengan anak satu-satunya, perempuan yang bernama Liza. Sejak saat itu kami di ajarkan
bisnis sampai sekarang kami di percayakan nenek Lita untuk mengelolah bisnisnya. Maafkan mama,
Sayang. Mama dan papa cuma nggak ingin melihat kamu menderita kekurangan seperti yang di
alami kakak kamu. Semua untuk masa depan kamu meski terkadang nenek Lita menasehati kami
tapi masa lalu buat kami trauma dan nggak ingin itu terjadi sama kamu.” Siscana memeluk Cevry
sambil menangis.

“Maafin Cevry, Ma karena sudah berprasangka buruk terhadap mama dan papa. Maafin Cevry yang
egois.” Cevry menangis di pelukan mamanya.

“Sekarang, temuilah papa mu” bujuk nenek Lita.

Cevry masuk ke dalam ruang ICU Cevry memeluk Papanya “Papa, maafin Cevry. Terima kasih untuk
semua kerja keras dan pengorbanan Papa untuk Cevry. Maafin Cevry, Papa. Cevry sayang banget
sama Papa. Papa harus kuat biar kita bersama lagi, hidup bahagia” Cevry setengah berbisik di telinga
papanya. Cevry meluapkan rasa penyesalannya sehingga air matanya tak terbendung. Tanpa
sepengetahuan Cevry, air matanya mengenai pipi papanya.

Jemari papanya bergerak dan Reva melihatnya “Tante, lihat! Jemari om bergerak” Reva merasa
senang.

Siscana berlari ke ruang dokter “Dokter, jemari suami saya bergerak” kata Siscana, bahagia.

Dokter, suster dan Siscana langsung cepat-cepat ke ruang ICU.

“Kenapa papa ku, Dokter?” kata Cevry, tersedu.sedu. Cevry tidak tahu kalau papanya mulai sadar.

Siscana memeluk Cevry yang menangis tersedu-sedu “Papa sudah mulai sadar, Sayang” Siscana
mencium kening Cevry.

Cevry terkejut “Papa sudah mulai sadar?” Cevry langsung keluar ruangan dan langsung memeluk
nenek Lita “Nek, papa sudah mulai sadar” kata Cevry sambil menangis bahagia.

“Iya Cevry, cucu Nenek yang ganteng” nenek Lita mencium kening Cevry.

Cevry melihat kedua sahabatnya lalu memeluk mereka “Terima kasih banyak untuk semua yang
sudah kalian lakukan untuk ku. Aku pun menyayangi kalian” Cevry menangis bahagia. Lalu mereka
saling mengaitkan jari kelingking satu sama lain “Persahabatan kita semoga abadi” mereka
tersenyum bahagia.

Gilang melihat ke arah Reva lalu berbisik ke telinga Cevry “Lihat di belakang mu. Hampiri dia atau
kamu akan kehilangan dia selamanya”

Cevry melihat ke belakang, dia melihat Reva lalu menghampirinya. Cevry menggenggam tangan Reva
seperti ketika Reva menggenggam tangannya “Terima kasih banyak Reva, meskipun aku selalu
menghindari mu bahkan nggak pedulikan kamu ketika kamu terjatuh saat mau mengejar ku di dekat
balapan motor sebenarnya itu sangat menyakiti hati ku” Cevry memeluk Reva “Terima kasih, selalu
lah ada untuk ku dan jangan pernah lelah untuk selalu bersama ku. Aku sadar ternyata aku menyukai
mu. Maukah kamu menjadi pacarku yang sesungguhnya?” kata Cevry setengah berbisik di dalam
pelukan dan Reva menganggukkan kepalanya. Cevry semakin mempererat pelukannya.

“Cevry, aku dadaku terasa sakit karena kamu terlalu erat memeluk ku” kata Reva, setengah berbisik
agar yang lain tak mendengar.

“Maaf...” Cevry melepaskan pelukannya.

Gilang, nenek Lita dan Ardy tertawa bahagia melihat Cevry dan Reva.

Akhirnya Windriawan di pindahkan ke kamar penginapan rawat inap karena sudah sadar.
DS
Persahabatan sejati adalah persahabatan yang bisa menerima apa pun keadaan sahabatnya baik
dalam susah maupun senang dan selalu ada kata maaf untuk sahabat.

Anda mungkin juga menyukai