Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PNC (Post Natal Care) DI

RSUD RAGAB BEGAWE CARAM MESUJI

OLEH :
FREDY ANTORO
2022207209562

PROGRAM PROFESI NERS FAKULTAS KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU - LAMPUNG
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
Konsep Post Partum

1. Definisi Post Partum

Post partum adalah masa sesudah melahirkan atau persalinan.

Masa beberapa jam sesudah lahirnya plasenta atau tali pusat sampai minggu ke enam setelah

melahirkan(Rose & Janet, 2018). Masa post partum dimulai setelah kelahiran plasenta dan

berakhir ketika alat-alat kandungan kembali pada masa sebelum hamil yang berlangsung

kira-kira enam minggu, setelah kelahiran yang meliputi minggu-minggu berikutnya pada

waktu saluran reproduksi kembali kekeadaan yang normal pada saat sebelum hamil

(Wahyuningsih, 2018)

2. Tahapan pada Post Partum

Menurut Wahyuningsih (2018) Masa ibu post partum dibagi menjadi 3 bagian yaitu :

a. Periode immediate postpartum

Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini merupakan fase

kritis, sering terjadi insiden perdarahan postpartum karena atonia uteri. Oleh karena itu,

bidan perlu melakukan pemantauan secara kontinu, yang meliputi; kontraksi uterus,

pengeluaran lokia, kandung kemih, tekanan darah dan suhu

b. Periode early postpartum (>24 jam-1 minggu)

Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada

perdarahan, lokia tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan

cairan, serta ibu dapat menyusui dengan baik.

c. Periode late postpartum (>1 minggu-6 minggu)

Pada periode ini bidan tetap melakukan asuhan dan pemeriksaan sehari-hari serta

konseling perencanaan KB

d. Perubahan Fisiologis Post Partum


Setelah masa post partum akan adanya perubahan pada otot – otot uterus mulai dari

berkontraksi, pembuluh – pembuluh darah yang ada antara otototot uretus akan terjepit.

Proses ini akan menghentikan terjadinya pendarahan setelah plasenta lahir (Cunningham,

2013).

Perubahan – perubahan yang terdapat pada serviks sesudah postpartum yaitu padaorgan

serviks seperti menganga berbentuk corong, bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri

terbentuk semacam cincin. Peruabahan – perubahan yang terdapat pada endometrium

yaitu timbulnya berupa trombosis, degenerasi dan nekrosis ditempat implantasi plasenta

pada hari pertama endometrium yang kira – kira setebal 2 – 5 mm itu mempunyai

permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput janin regenerasi

endometrium terjadi dari sisa – sisa sel desidua basalis yang memakai waktu 2 sampai 3

minggu. Ligamen – ligamen dan diafragma palvis serta fasia yang merenggang pada

sewaktu kehamilan dan pertu setelah janin lahir berangsur – angsur kembali seperti sedia

kala (Cunningham, 2013)

Menurut Wahyuningsih (2018), perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi pada

ibu setelah masa nifas/post partum adalah:

Perubahan sitem reproduksi

1) Involusi uterus

Involusi uterus adalah kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil, baik dalam

bentuk maupun posisi. Proses involusi uterus disertai dengan penurunan tinggi

fundus uteri (TFU). Pada hari pertama TFU diatas simfisis pubis/ sekitar 12 cm.

Proses ini terus berlangsung dengan penurunan TFU 1 cm tiap harinya, sehingga

pada hari ke-7 TFU sekitar 5 cm dan pada hari ke10

TFU tidak teraba di simfisis pubis (Cunningham, 2013).

2) Lokia
Lokia keluar dari uterus setelah bayi lahir sampai dengan 3 atau 4 minggu setelah

post partum, perubahan lokia terjadi dalam 3 tahap: lokia rubra, serosa dan alba.

3) Ovarium dan tuba falopi


Setelah kelahiran plasenta produksi ekstrogen dan progestern menurun sehingga

menimbulkan mekanisme timbal balik dari sirkulasi menstruasi. Pada saat inilah

dimulai kembali proses ovulasi sehingga wanita dapat hamil kembali.

Perubahan sistem pencernaan

Setelah kelahiran plasenta produksi ekstrogen dan progestern menurun sehingga

menyebabkan nyeri ulu hati (Beartburn) dan konstipasi, terutama dalam

beberapa hari pertama. Hal ini terjadi karena inaktivitas motilitas usus akibat

kurangnya keseimbangan cairan selama persalinan dan adanya reflex hambatan

defekasi karena adanya nyeri pada perineum akibat luka episiotomy.

Perubahan sistem perkemihan Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2-8

minggu, tergantung pada :

1. Keadaan/status sebelum persalinan

2. Lamanya partus kala II dilalui

3. Besarnya tekanan kepala yang menekan pada saat persalinan Disamping

itu, dari hasil pemeriksaan sistokopik segera setelah persalinan tidak

menunjukkan adanya edema dan hyperemia dinding kandung kemih, akan

tetapi sering terjadi exstravasasi. extravasation, artinya keluarnya darah dari

pembuluh-pembuluh darah di dalam badan) ke mukosa(Province of

Manitoba, 2019).

Perubahan sistem endoktrin


Saat plasenta terlepas dari dinding uterus kadar HCG (hormone chrorionic

gonadhotropin) dan HPL (hormone plasenta lactogenic) secara berangsur turun dan

normal kembali setelah 7 hari postpartum. HCG tidak terdapat dalam urine ibu hamil

setelah 2 hari post partum. HPL tidak lagi terdapat dalam plasenta.
Perubahan sistem kardiovaskuler

Curah jantung meningkat selama persalinan dan berlangsung sampai kala 3 ketika

volume darah uterus dikeluarkan. Penurunan terjadi pada beberapa hari pertama post

partum dan akan kembali normal pada akhir minggu ke-3 post partum.

Perubahan tanda-tanda vital

Selama 24 jam pertama, suhu mungkin meningkat menjadi 38ºC, sebagai akibat

meningkatnya kerja otot, dehidrasi dan perubahan hormonal jika terjadi peningkatan

suhu 38ºC yang menetap 2 hari setelah 24 jam melahirkan, maka perlu dipikirkan

adanya infeksi seperti sepsis puerperalis(infeksi selama post partum), infeksi saluran

kemih, endometritis (peradangan endometrium), pembengkakan payudara, dan lain-

lain.

3.Adaptasi Psikologis Post Partum

Kelahiran anggota baru bagi suatu keluarga yang memerlukan penyesuaian bagi ibu.
Perubahan peran seorang ibu memerlukan adaptasi yang harus dijalani, perubahan tersebut
berupa perubahan pada emosi dan sosial. Adaptasi psikologis ini menjadi periode
kerentanan pada ibu post partum, karena periode ini membutuhkan peran professional
kesehatan dan keluarga. Tanggung jawab ibu post partum akan bertambah dengan adanya
kehadiran bayi yang baru lahir. Ikatan antara ibu dan bayi yang sudah lama terbentuk
sebelum kelahiran akan semakin mendorong wanita untukmenjadi ibu yang sebenarnya.
Inilah pentingnya rawat gabung atau rooming in pada ibu pasca melahirkan agar ibu dapat
leluasa menumbuhkan rasa kasih sayang kepada bayinya tidak hanya dari segi fisik seperti
merawat tali pusat, menyusui, mengganti popok tetapi juga dari segi psikologis seperti
menatap, mencium, menimang sehingga kasih sayang ibu dapat terus terjaga
(Wahyuningsih, 2018). Ketika menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan mengalami
fase-fase sebagai berikut :

a.Fase taking in
Fase taking in merupakan periode ketergantungan. Periode ini berlangsung dari hari
pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada fase ini, ibu sedang berfokus
terutama pada dirinya sendiri. Ibu akan berulang kali menceritakan proses persalinan
yang dialaminya dari awal sampai akhir. Fase taking in adalah periode ketergantungan
dimana pada saat tersebut, fokus perhatian ibu akan tertuju pada bayinya sendiri. Rubin
menetapkan periode selama beberapa hari ini sebagai fase menerima dimana seorang ibu
juga membutuhkan perlindunganserta perawatan yang bisa menyebabkan gangguan
mood dalam psikologi. Fase tersebut akan berlangsung antara 2 hingga 3 hari(Budiman
et al., 2020). Rasa cemas, depresi dalam psikologi dan juga kenikmatan terhadap peran
barunya tersebut terkadang juga semakin mempersempit persepsi seorang ibu sehingga
informasi yang disampaikan pada saat tersebut kemungkinan harus diulang kembali.
Beberapa rasa tidak nyaman yang biasa terjadi dalam masa ini diantaranya adalah sakit
perut, nyeri di area luka jahitan jika ada, tidur tidak cukup dan kelelahan sehingga yang
harus lebih diperhatikan dalam fase tersebut adalah banyak istirahat, komunikasi dan
juga asupan nutrisi. Sedangkan untuk gangguan psikologis yang biasa dialami oleh ibu
selama fase ini diantaranya yaitu rasa tidak nyaman karena perubahan fisik, rasa kecewa
terhadap bayi, merasa tidak bersalah karena tidak dapat menyusui bayi dan kritik yang
berasal dari suami atau keluarga tentang perawatan bayi(Budiman et al., 2020).

b. Fase taking hold

Fase taking holdmerupakan suatu periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah

melahirkan. Pada fase ini ibu timbul rasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa

tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Ibu mempunyai perasaan sangat sensitif

sehingga mudah tersinggung dan gampang marah. Kita perlu berhati-hati menjaga

komunikasi dengan ibu. Dukungan moril sangat diperlukan untuk menumbuhkan

kepercayaan diri ibu. Bagi petugas kesehatan pada fase ini merupakan kesempatan yang

baik untuk memberikan berbagai penyuluhan dan pendidikan kesehatan yang diperlukan

ibu nifas(Taviyanda, 2019).

c. Fase letting go

Fase letting go merupakan periode menerima tanggung jawab akan peran barunya. Fase

ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan

ketergantungan bayinya. Ibu memahami bahwa bayi butuh disusui sehingga siap terjaga
untuk memenuhi kebutuhan bayinya.Keinginan untuk merawat diri dan bayinya sudah

meningkat pada fase ini. Ibu akan percaya diri dalam menjalani peran

barunya(Maimunah & Masita, 2019).

4. Komplikasi Post Partum

Tanda-tanda bahaya postpartum adalah suatu tanda yang abnormal yang

mengindikasikan adanya bahaya atau komplikasi yang dapat terjadi selama masa

nifas, apabila tidak dilaporkan atau tidak terdeteksi bisa menyebabkan kematian ibu.

Tanda-tanda bahaya postpartum, adalah sebagai berikut.

a. Perdarahan Postpartum

Perdarahan postpartum dapat dibedakan menjadi sebagai berikut.

1) Perdarahan postpartum primer (Early Postpartum Hemorrhage) adalah

perdarahan lebih dari 500-600 ml dalam masa 24 jam setelah anak lahir, atau

perdarahan dengan volume seberapapun tetapi terjadi perubahan keadaan

umum ibu dan tanda-tanda vital sudah menunjukkan analisa adanya

perdarahan. Penyebab utama adalah atonia uteri, retensio placenta, sisa

placenta dan robekan jalan lahir. Terbanyak dalam 2 jam pertama.

2) Perdarahan postpartum sekunder (Late Postpartum Hemorrhage) adalah

perdarahan dengan konsep pengertian yang sama seperti perdarahan

postpartum primer namun terjadi setelah 24 jam postpartum hingga masa

nifas selesai. Perdarahan postpartum sekunder yang terjadi setelah 24 jam,

biasanya terjadi antara hari ke 5 sampai 15 postpartum. Penyebab utama

adalah robekan jalan lahir dan sisa placenta (Wahyuningsih, 2018).

b. Infeksi pada masa postpartum

Beberapa bakteri dapat menyebabkan infeksi setelah persalinan, Infeksi masa

nifas masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu. Infeksi

alat genital merupakan komplikasi masa nifas. Infeksi yang meluas kesaluran
urinari, payudara, dan pasca pembedahan merupakan salah satu penyebab

terjadinya AKI tinggi. Gejala umum infeksi berupa suhu badan panas, malaise,

denyut nadi cepat. Gejala lokal dapat berupa uterus lembek, kemerahan dan rasa

nyeri pada payudara atau adanya dysuria (Province of Manitoba, 2019).

c. Lochea yang berbau busuk (bau dari vagina)

Lochea adalah cairan yang dikeluarkan uterus melalui vagina dalam masa nifas

sifat lochea alkalis, jumlah lebih banyak dari pengeluaran darah dan lendir

waktu menstruasi dan berbau anyir (cairan ini berasal dari bekas melekatnya

atau implantasi placenta). Lochea dibagi dalam beberapa jenis, antara lain

sebagai berikut.

1) Lochea rubra (cruenta): berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban,

sel-sel desidua, verniks kaseosa, lanugo, dan mekoneum, selama 2 hari

pasca persalinan.

2) Lochea sanguinolenta: berwarna merah kuning berisi darah dan lendir hari

ke 3-7 pasca persalinan.

3) Lochea serosa: berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-

14 pasca persalinan.

4) Lochea alba: cairan putih, setelah 2 minggu.

5) Lochea purulenta: terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.

6) Lochiostasis: lochea tidak lancar keluarnya

(Wahyuningsih, 2018).

d. Sub involusi uterus (Pengecilan uterus yang terganggu)

Involusi adalah keadaan uterus mengecil oleh kontraksi rahim dimana berat

rahim dari 1000 gram saat setelah bersalin, menjadi 40-60 mg pada 6 minggu

kemudian. Bila pengecilan ini kurang baik atau terganggu di sebut sub

involusi. Faktor penyebab sub involusi, antara lain: Sisa plasenta dalam uterus,

endometritis, adanya mioma uteri. Pada keadaan sub involusi, pemeriksaan


bimanual di temukan uterus lebih besar dan lebih lembek dari seharusnya,

fundus masih tinggi, lochea banyak dan berbau, dan tidak jarang terdapat pula

perdarahan (Sudirman & Lubuk, 2020).

e. Nyeri pada perut dan pelvis

Tanda-tanda nyeri perut dan pelvis dapat merupakan tanda dan gejala

komplikasi nifas seperti Peritonitis. Peritonitis adalah peradangan pada

peritonium, peritonitis umum dapat menyebabkan kematian 33% dari seluruh

kematian karena infeksi. Gejala klinis peritonitis dibagi menjadi dua, yaitu

sebagai berikut.

1) Peritonitis pelvio berbatas pada daerah pelvis Tanda dan gejalanya adalah

demam, nyeri perut bagian bawah tetapi keadaan umum tetap baik, pada

pemeriksaan dalam kavum dauglas menonjol karena ada abses.

2) Peritonitis umum Tanda dan gejalanya adalah suhu meningkat nadi cepat

dan kecil, perut nyeri tekan, pucat muka cekung, kulit dingin, anorexia,

kadang-kadang muntah (Wahyuningsih, 2018).

f. Pusing dan lemas yang berlebihan, sakit kepala, nyeri epigastrik, dan

penglihatan Kabur

Pusing merupakan tanda-tanda bahaya pada nifas. Pusing bisa disebabkan oleh

tekanan darah tinggi (Sistol ≥140 mmHg dan distolnya ≥90 mmHg). Pusing

yang berlebihan juga perlu diwaspadai adanya keadaan preeklampsi/eklampsi

postpartum, atau keadaan hipertensi esensial. Pusing dan lemas yang

berlebihan dapat juga disebabkan oleh anemia bila kadar haemoglobin

(Wahyuningsih, 2018).

g. Suhu Tubuh Ibu > 38 oC

Dalam beberapa hari setelah melahirkan suhu badan ibu sedikit meningkat

antara 37,2oC-37,oC oleh karena reabsorbsi proses perlukaan dalam uterus,

proses autolisis, proses iskemic serta mulainya laktasi, dalam hal ini disebut
demam reabsorbsi. Hal ini adalah peristiwa fisiologis apabila tidak diserta

tanda-tanda infeksi yang lain. Namun apabila terjadi peningkatan melebihi

38C berturut-turut selama 2 hari kemungkinan terjadi infeksi. Infeksi nifas

adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-alat genetalia dalam

masa nifas (Wahyuningsih, 2018).

h. Payudara yang berubah menjadi merah, panas, dan terasa sakit. Keadaan ini

dapat disebabkan oleh payudara yang tidak disusu secara adekuat, puting susu

yang lecet, BH yang terlalu ketat, ibu dengan diet yang kurang baik, kurang

istirahat, serta anemia. Keadaan ini juga dapat merupakan tanda dan gejala

adanya komplikasi dan penyulit pada proses laktasi, misalnya pembengkakan

payudara, bendungan ASI, mastitis dan abses payudara (Wahyuningsih, 2018)..

i. Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang lama.

Kelelahan yang amat berat setelah persalinan dapat mempengaruhi nafsu

makan,sehingga terkadang ibu tidak ingin makan sampai kelelahan itu hilang.

Hendaknya setelah bersalin berikan ibu minuman hangat, susu, kopi atau teh

yang bergula untuk mengembalikan tenaga yang hilang. Berikanlah makanan

yang sifatnya ringan, karena alat pencernaan perlu proses guna memulihkan

keadaanya kembali pada masa postpartum (Wahyuningsih, 2018).

j. Rasa sakit, merah, lunak dan pembengkakan di wajah maupun ekstremitas.

Selama masa nifas dapat terbentuk thrombus sementara pada vena-vena di

pelvis maupun tungkai yang mengalami dilatasi. Keadaan ini secara klinis

dapat menyebabkan peradangan pada vena-vena pelvis maupun tungkai yang

disebut tromboplebitis pelvica (pada panggul) dan tromboplebitis femoralis

(pada tungkai). Pembengkakan ini juga dapat terjadi karena keadaan udema

yang merupakan tanda klinis adanya preeklampsi/eklampsi (Wahyuningsih,

2018).
k. Demam, muntah, dan rasa sakit waktu berkemih. Pada masa nifas awal

sensitifitas kandung kemih terhadap tegangan air kemih di dalam vesika sering

menurun akibat trauma persalinan serta analgesia epidural atau spinal. Sensasi

peregangan kandung kemih juga mungkin berkurang akibat rasa tidak nyaman,

yang ditimbulkan oleh episiotomi yang lebar, laserasi, hematom dinding

vagina (Wahyuningsih, 2018).

5. Penatalaksanaan pada Post Partum

a. Personal hygiene

Kebersihan diri sangat penting dilakukan pada masa post partum, kondisi ibu pasca

melahirkan sangatlah rentan terhadap infeksi. Personal Hygiene pada ibu hamil

adalah kebersihan yang dilakukan oleh ibu hamil untuk mengurangi kemungkinan

infeksi karena badan kotor yang banyak mengandung kuman – kuman. Tujuan dari

personal hygiene adalah memelihara kebersihan diri ibu hamil, mencegah penyakit

serta ibu akan merasa nyaman (Sunarsih & Mariza, 2020).

b. Istirahat

Ibu post partum sangat membutuhkan istirahat yang berkualitas untuk memulihkan

kembali keadaan fisiknya setelah melahirkan. Keluarga disarankan untuk

memberikan kesempatan kepada ibu untuk beristirahat yang cukup sebagai persiapan

untuk merawat bayi salah satunya pada perawatan tali pusat nanti.

c. Senam nifas

Senam nifas dilakukan sejak hari pertama melahirkan setiap hari sampai hari

kesepuluh, terdiri dari sederetan gerakan tubuh yang dilakukan untuk mempercepat

pemulihan keadaan ibu. Senam nifas membantu untuk memperbaiki sirkulasi darah,

dan memperbaiki sikap tubuh dan punggung setelah melahirkan, memperkuat otot

panggul dan membantu ibu untuk lebih rileks dan segar pasca melahirkan (Sudirman

& Lubuk, 2020)

d. Perawatan tali pusat


Tujuan perawatan tali pusat adalah untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan

pada bayi diantaranya tetanus neonatorum dan omfalitis dengan tindakan sederhana.

Tujuan lain perawatan tali pusatpun berfungsi untuk mencegah terjadinya penyakit

tetanus pada bayi baru lahir, penyakit ini disebabkan karena masuknya spora kuman

tetanus kedalam tubuh bayi melalui tali pusat, baik dari alat steril, pemakaian obat-

obatan, bubuk atau daun-daunan yang ditaburkan ke tali pusat sehingga dapat

mengakibatkan infeksi

(Simanungkalit & Sintya, 2019)

6. Konsep Perawatan Payudara

a. Definisi Perawatan Payudara


Perawatan payudara merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dan
teratur untuk memelihara kesehatan payudara. Perawatan payudara sangat penting
bagi para ibu karena merupakan tindakan perawatan yang dilakukan oleh pasien
maupun dibantu oleh orang lain biasanya dilakukan mulai dari hari pertama atau
kedua setelah melahirkan (Katuuk, 2018).

Perawatan payudara merupakan suatu tindakan untuk merawat payudara terutama

pada masa nifas untuk memperlancar pengeluaran ASI. Perawatan payudara tidak

hanya dilakukan sebelum melahirkan, tetapi dilakukan setelah melahirkan.

Perawatan yang dilakukan terhadap payudara bertujuan melancarkan sirkulasi

darah dan mencegah sumbatan saluran susu sehingga memperlancar pengeluaran

ASI (Kumalasari, 2015).

b. Tujuan Perawatan Payudara

Tujuan perawatan payudara pada ibu post partum menurut Maryunani (2015),
tujuan perawatan payudara diantaranya:

1) Memperbaiki sirkulasi darah.


2) Menjaga kebersihan payudara, terutama kebersihan puting susu agar terhindar
dari infeksi.
3) Menguatkan alat payudara, memperbaiki bentuk puting susu sehingga bayi
menyusui dengan baik.
4) Dapat merangsang kelenjar air susu, sehingga produksi ASI menjadi lancar.
5) Untuk mengetahui secara dini kelainan pada puting susu ibu dan melakukan
usaha untuk mengatasinya.
6) Mempersiapkan psikologis ibu untuk menyusui.
7) Mencegah pembendungan ASI.

Sedangkan menurut Astuti et al (2015) Tujuan Breast Care yaitu sebagai berikut :

a) Menjaga kebersihan payudara agar terhindar dari infeksi.

b) Mengenyalkan puting susu supaya tidak mudah lecet.

c) Menjaga puting susu agar tetap menonjol.

d) Menjaga bentuk payudara tetap baik.

e) Mencegah terjadinya Penyumbatan.

f) Memperbanyak prokduksi ASI.


g) Melancarkan air susu ibu.

h) Mencegah bendungan ASI.

i) Mengetahui adanya kelainan pada payudara

c. Manfaat Perawatan Payudara

Menurut (Kumalasari, 2015) manfaat perawatan payudara diantaranya sebagai berikut :

a) Memelihara kebersihan payudara ibu sehingga bayi mudah menyusui.

b) Melenturkan dan menguatkan puting susu sehingga bayi mudah menyusu

c) Mengurangi resiko luka saat bayi menyusu.

d) Dapat merangsang kelenjar air susu sehingga produksi ASI menjadi lancar.

e) Persiapan pisikis ibu menyusui dan menjaga bentuk payudara.

f) Mencegah penyumbatan pada payudara.

g) Akibat yang timbul jika tidak melakukan perawatan payudara

d. Dampak Tidak Perawatan Payudara


Menurut (Kumalasari, 2015) akibat yang timbul jika tidak melakukan perawatan

payudara diantaranya:

1) Anak susah menyusu karena payudara yang kotor.


2) Puting susu tenggelam sehingga bayi susah menyusu.
3) ASI akan lama keluar sehingga berdampak bayi.
4) Produksi ASI terbatas karena kurang dirangsang melalui pemijatan dan pengurutan.
5) Terjadinya pembengkakan, peradangan pada payudara dan kulit payudara terutama
pada bagian puting mudah lecet.

e. Tata Cara Perawatan Payudara

Menurut Kumalasari(2015) langkah perawatan payudara diantaranya:

a) Persiapkan ibu

1) Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir

2) Buka pakian

b) Persiapkan alat

1) Handuk

2) Kapas yang dibentuk bulat

3) Minyak kelapa atau baby oil

4) Waslap atau handuk kecil untuk kompres

5) Baskom dua yang masing-masing berisi air hangat dan air dingin

c) Pelaksanaan

1) Buka pakian ibu, lalu letakkan handuk di atas panggkuan ibu tutuplah

payudara dengan handuk

2) Buka handuk pada daerah payudara dan taruh di pundak ibu

3) Kompres puting susu dengan menggunakan kapas minyak selama 3-5 menit

agar epitel yang lepas tidak menumpuk, lalu bersihkan kerak-kerak pada

puting susu

4) Bersihkan dan tariklah puting susu keluar terutama untuk puting susu ibu

datar
5) Ketuk-ketuk sekeliling puting susu dengan ujung-ujung jari

d. Teknik Pengurutan Payudara

1. Pengurutan I

Licinkan kedua tangan dengan baby oil dan sokong payudara kiri dengan

tangan kiri, lakukan gerakan kecil dengan dua atau tiga jari tangan, mulai

dari pangkal payudara dengan gerakan memutar berakhir pada daerah puting

( dilakukan 20-30 kali)

2. Pengurutan II

Membuat gerakan memutar sambil menekan dari pangkal payudara dan

berakhir pada puting susu (dilakukan 20-30 kali) pada kedua payudara.

3. Pengurutan III

Meletakkkan kedua tangan di antara payudara, mengurut dari tengah ke atas

sambil mengangkat kedua payudara dan lepaskan keduanya berlahan.

4. Pengurutan IV

Mengurut payudara dengan sisi kelingking dari arah pangkal ke arah putting,

kemudian payudara dikompres dengan air hangat lalu dingin secara

bergantian kira-kira lima menit. Dan keringkan dengan handuk dan pakailah

BH

khusus yang dapat menopang dan menyanggga

payudara(Kumalasari, 2015).

7. Konsep Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

Anamnesa

1) Identitas ibu
Nama, nama panggilan, alamat, bahasa yang digunakan. Usia ibu dalam kategori usia subur

(15-49 tahun). Bila didapatkan terlalu muda (kurang dari 20 tahun) atau terlalu tua (lebih dari

35 tahun) merupakan kelompok resiko tinggi. Pendidikan dan pekerjaan klien. (Taufan,2014).

2) Keluhan utama

Umumnya ibu post partum persalinan normal akan mengeluhkan nyeri pada bagian

abdomen, vagina, perineum (Doenges, 2012).

3) Riwayat penyakit yang lalu

Pada tinjauan kasus riwayat kesehatan yang lalu diikaji untuk mengetahui apakah ibu

mempunyai riwayat penyakit seperti diabetes militus,dan lain-

lain.

4) Riwayat penyakit keluarga

Untuk mengetahui apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit menular seperti TBC

dan hepatitis, menurun seperti jantung dan DM

5) Riwayat KB

Untuk mengetahui jenis alat kontrasepsi yang digunakan, waktu penggunaan dan adanya

keluhan selama penggunaan. Pada ibu post partum persalinan normal tidak ada hubungannya

dengan jenis KB yang digunakan (Nursalam, 2012).

6) Pemeriksaan fisik Head To Toe (Sulistyowati, 2013)

(1) Kepala

Bentuk kepala oval dan bulat, kulit kepala bersih, rambut berwarna hitam dan tidak

rontok. Muka oedem, tidak ada nyeri tekan.

Mata : Mata simetris kanan dan kiri, sklera mata berwarna putih, konjungtiva berwarna

merah muda.

Telinga : Simetris kanan kiri, bersih tidak ada serumen, pendengaran


berfungsi dengan baik.

Hidung : Bentuk normal, keadaan bersih, tidak ada polip, pertumbuhan rambut hidung

merata, penciuman normal.

Mulut : bentuk normal, kedaan bersih, tidak ada kesulitan menelan.

(2) Leher : Normal, tidak terdapat pembengkakan kelenjar dan vena

jugularis

(3) Dada :

(1)) Payudara

Payudara simetris, tidak ada pembesaran kelenjar limfe, areola mamae berwarna hitam

merata, payudara terasa padat, papilla mammae menonjol, colostrum ada, tidak ada

kelainan pada payudara.

(2)) Paru paru


Jalan nafas spontan, vokal fremitus getarannya sama, tidak teraba massa, perkusi sonor,

suara nafas vesikuler, ada suara nafas tambahan atau tidak yaitu wheezing atau ronchi.

(3)) Jantung

Kecepatan denyut apical reguler, irama jantung normal, umumnya tidak ada kelainan

bunyi jantung, tidak ada nyeri tekan.

(4) Abdomen

Abdomen mungkin masih menonjol atau membesar, tinggi fundus uterus turun 1-2 jari

setiap 24 jam, konsistensi uterus keras atau lembek. Perkusi timpani pada usus, bising

usus normal

(5) Genetalia

Jumlah dan jenis lochea biasanya terdapat pengeluaran lochea rubra (berwarna merah)

yang menetap selama 3 hari. Berapa kali ganti pembalut dalam sehari.

(6) Ekstermitas Atas : Pada pasien persalinan normal Lingkar Lengan Atas 23 cm, tidak ada
edema .
Ekstremitas bawah : Ada edema, tidak ada varises

b.Analisa Data

Langkah awal dari perumusan keperawatan adalah pengolahan data dan analisa data

dengan menggabungkan data satu dengan lainnya, sehingga tergambar fakta

(Sulistyowati,2012).

c. Diagnosa keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik


Intervensi

1) Jelaskan kepada klien tentang nyeri. Meliputi pengertian nyeri,penyebab nyeri, faktor

yang mempengaruhi nyeri,dan cara mengatasi nyeri

2) Observasi nyeri

3) Anjurkan klien untuk duduk dengan posisi nyaman

4) Anjurkan klien teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri misalnya nafas dalam

dan distraksi

5) Observasi tanda-tanda vital

6) Evaluasi keefektivan tindakan mengontrol nyeri yang telah dilaksanakan

Rasional

1) Untuk menambah pengetahuan pasien

2) Untuk mengetahui pengetahuan karakteristik dan keparahan nyeri yang dialami klien

3) Agar nyeri yang dirasakan klien tidak semakin kuat dirasakan

4) Teknik ini bertujuan untuk meminimalisir rasa nyeri klien dengan menarik nafas dan

mengalihkan perhatian saat nyeri

5) Sebagai paramenter fisiologis tubuh klien


6) untuk tolak ukur apakah tindakan yang telah dilakukan dapat berdampak baik bagi

masalah nyeri yang dirasakan klien

2. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi

Intervensi

1) Jelaskan kepada pasien tentang perawatan payudara

2) Jelaskan cara melakukan perawatan payudara

3) Jelaskan tentang penanganan dan pencegahan dari infeksi

4) Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga

5) Diskusikan gaya hidup yang mungkin digunakan untuk mencegah komplikasi

Rasional

1) Agar pasien mengerti dan paham tentang masalah yang dialami

2) Untuk meningkatkan pengetahuan pasien

3) Untuk meningkatkan pengetahuan pasien dan mengurangi cemas

4) Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan pasien bertambah 5) Untuk mencegah

komplikasi atau keparahan.

d. Implementasi

Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan


mancakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan mandiri adalah tindakan
keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat dan bukan atas petunjuk
petugas lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh
hasil keputusan bersama dengan dokter atau petugas kesehatan lainnya (Mitayani,2012)

e. Implementasi
defisit pengetahuan :

1) Menjelaskan tentang pentingnya perawatan payudara

2) Menjelaskan tentang cara melakukan perawatan payudara

3) Menjelaskan tentang penanganan dan pencegahan terhadap infeksi

4) Mengkaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga

5) Mendiskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin digunakan untuk mencegah


komplikasi.

Implementasi nyeri :

1) Menjelaskan kepada pasien tentang penyebab nyeri

2) Memberikan posisi yang nyaman

3) Mengajarkan teknik distraksi dan relaksasi

4) Memberikan obat analgesic pada pasien

5) Mengobservasi skala nyeri

f. Evaluasi
Merupakan hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kepada hasil dan tujuan yang
hendak dicapai (Mitayani,2009)

Setelah dilakukan tinakan keperawatan sebanyak 2 x diharapkan diharapkan nyeri

berkurang dengan kriteria hasil :

K) Pasien mampu menjelaskan penyebab nyeri

A) Pasien mampu melaporkan nyerinya berkurang

P) Pasien mendemonstrasikan cara mengatasi nyeri

Pf) Skala nyeri 0, wajah tidak menyeringai, TTV dalam atas normal.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan pengetahuan

pasien dan keluarga meningkat dengan

kriteria hasil :

K) pasien mampu menjelaskan penyebab masalah

A) Pasien melaporkan bahwa pengetahuannya sudah bertambah

P) Pasien mampu mendemonstrasikan cara untuk menambah pengetahuan/informasi

Pf) Pemahaman tentang masalah pasien bertambah dan pasien tidak kebingungan saat

ditanya tentang masalah yang di alaminya.


Phatway

Kehamilan aterm/cukup bulan

1. Teori peregangan
2. Penurunan plasenta
3. Teori prostaglandin
4. Iritasi mekanik

Kehamilan aterm/cukup bulan

HIS (Power, Passenger,


passageway, Psikokoogi

Dilatasi pembukaan serfiks

Post Partum

Pengeluaran Janin Pengelaran Plasenta

Bayi Lahir Penurunan hormon estrogen


dan progesteron
Hidup
Hipofise Anterior
Perubahan Peran
Prolaktin
Kurang Pengetahuan
Produksi Susu

Pembengkakan
Payudara

Nyeri Akut

Anda mungkin juga menyukai