Anda di halaman 1dari 37

PENGARUH MACAM ZAT PENGATUR TUMBUH DAN MACAM

VARIETAS TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SENGON


(Paraserianthes Falcataria L.)

Oleh :
MUHAMMAD MUKHTAR
NPM. 0417011291

USULAN PENELITIAN
Diajukan sebagai pedoman dalam melaksanakan penelitian
untuk menyusun skripsi pada Program Strata Satu
Fakultas Pertanian Universitas Pekalongan

FAKULTAS PETANIAN
UNIVERSITAS PEKALONGAN
PEKALONGAN
2023

i
PENGARUH MACAM ZAT PENGATUR TUMBUH DAN MACAM
VARIETAS TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SENGON
(Paraserianthes Falcataria L.)

Oleh :
MUHAMMAD MUKHTAR
NPM. 0417011291

Diterima dan disetujui


Pada tanggal……………..

Pembimbing Pertama, Pembimbing Kedua,

Ir. Eka Adi Supriyanto, M.P. Sajuri, S.P., M.P


NIP. 196305041988031003 NPP. 111017362

Mengetahui,
Dekan

Ir. Ari Handriatni, M.P.


NIP. 19610911 198703 2 002

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha
Esa yang senantiasa melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh
Macam Zat Pengatur Tumbuh dan Macam Varietas Terhadap Pertumbuhan
Tanaman Sengon (Paraserianthes Falcataria L.)”.
Usulan penelitian ini disusun sebagai pedoman dan acuan dalam
pelaksanaan kegiatan penelitian dalam rangka menyelesaikan studi pada program
Strata Satu Fakultas Pertanian Universitas Pekalongan.
Penyusunan usulan penelitian ini mendapat bimbingan, arahan dan saran
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Pekalongan yang telah memberikan ijin
untuk pelaksanaan penelitian
2. Ir. Eka Adi Supriyanto, M.P. sebagai Dosen Pembimbing Pertama yang telah
memberikan bimbingan dalam penyusunan usulan penelitian
3. Sajuri, S.P., M.P. sebagai Dosen Pembimbing Kedua yang telah memberikan
bimbingan dalam penyusunan usulan penelitian
4. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebut satu per satu yang telah
memberikan bantuan, dorongan, dan sarannya dalam penyusunan usulan
penelitian ini.
Penulis menyadari dalam penyusunan usulan penelitian ini masih banyak
kekurangan, sehingga saran dan masukkan yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan untuk penyempurnaan usulan penelitian ini. Mudah – mudahan
bermanfaat bagi yang membacanya.

Pekalongan, Februari 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Hal
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................ 4
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................. 4
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................... 5
1.5. Kerangka Pemikiran ............................................................................. 6
II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 9
2.1. Taksonomi tanaman Sengon ................................................................. 9
2.2. Morfologi Tanaman Sengon ................................................................ 9
2.3. Ekofisiologi Tanaman Sengon ............................................................10
2.4. Dormansi ............................................................................................11
2.5. Macam Zat Pengatur Tumbuh..............................................................12
2.6. Macam Varietas Tanaman Sengon .......................................................15
2.7. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Varietas Sengon ..................17
METODOLOGI PENELITIAN ......................................................................18
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ..............................................................18
3.2. Alat dan Bahan ...................................................................................18
3.3. Metode Penelitian ...............................................................................18
3.4. Pelaksanaan Penelitian ........................................................................19
3.5. Variabel Yang Diamati ........................................................................21
3.6. Analisis Data ......................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................24

iv
DAFTAR TABEL

1. Kombinasi perlakuan 2 faktor antara macam zpt dan macam varietas. .......19

v
DAFTAR GAMBAR

1. Skema Kerangka Pemikiran ...................................................................... 6

vi
DAFTAR LAMPIRAN

1. Denah Petak Percobaan............................................................................28


2. Tata Letak Tanaman pada Petak Penelitian ...............................................29
3. Analisis Variansi (ANOVA) ....................................................................30

vii
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sengon (Paraserianhtes falcataria) merupakan kayu asli Indonesia,
berasal dari daerah Indonesia Timur.Sengon merupakan jenis kayu yang
mempunyai pasar dunia yang cukup tinggi. Sengon memiliki pertumbuhan
tercepat di dunia, sehingga mendapat julukan sebagai ―miracle species” (Astana
dkk., 2016).
Sengon menjadi tanaman kayu yang ditanam di Indonesia.Keunggulan
dari tanaman sengon ini adalah cepat tumbuh, kualitas kayu termasuk kelas II,
tingkat kelurusan kayu tinggi dan memiliki batang kayu yang bulat. Kayu sengon
dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak sebagai bahan baku industry, kayu pulp,
kayu pertukangan, mebel, pembuatan kayu lapis, palet, dan bahan bangunan
(Astana dkk., 2016).
Menurut Soeprihanto (2019) produksi kayu bulat pada bulan Januari –
Maret 2018 mencapai 11,75 juta m3, sedangkan produksi pada bulan Januari –
Maret 2019 sekitar 10, 15 juta m3, sehingga terjadi penurunan sekitar 13,6 %, hal
ini diiringi dengan tren permintaan pasar kayu olahan untuk produk pulp dan
kertas dunia yang semakin meningkat.
Rendahnya perkecambahan benih sengon dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu:
faktor internal meliputi: hormon, kandungan makanan pada benih sengon, asal
usul benih sengon, serta faktor genetik yang terkandung dalam benih. Faktor
ekternal meliputi: intensitas cahaya matahari, suhu, tempat perkecambahan media
tumbuh perkecambahan, lamanya rendaman air panas saat sebelum penaburan
benih sengon ke tempat perkecambahan dan lama penyimpanan benih sengon
yang sudah dipanen dari pohon induknya (Baskorowati, 2014).
2

Benih sengon merupakan benih yang berkulit keras sehingga pengambilan


air terhalang oleh sel – sel palisade berdinding tebal, Perlakuan yang tepat untuk
pematahan dormansi adalah dengan perendaman air panas. caranya dengan
merendam benih menggunakan air panas dandibiarkan hingga dingin selama 24
jam (Astana dkk.,2016). Perendaman dengan air panas dengan tujuan
mematahkan masa dormansi dan memudahkan penyerapan air oleh benih untuk
proses perkecambahan (Sutopo, 2002).
Perbanyakan tanaman sengon dilakukan dengan perkembangbiakan
generatif yaitu dengan menggunakan biji. Proses perkecambahan biji yang lama
menjadi masalah yang dihadapi dalam perkembangbiakan generatif. Proses
perkecambahan yang lama disebabkan oleh kulit biji sengon yang keras,
menyebabkan biji mengalami masa dormansi. Untuk mempercepat
perkecambahan benih sengon, diperlukan suatu upaya dalam mematahkan
dormansi benih sengon (Nugroho dan Zuchrotus, 2015).
Pematahan dormansi dapat dilakukan dengan perlakuan mekanik, kimia,
dan fisik (Sutopo, 2002). Skarifikasi mekanik dilakukan dengan cara melukai
benih sehingga terdapat celah tempat keluar masuknya air dan gas, namun masih
dianggap kurang efektif karena membutuhkan tenaga kerja yang banyak untuk
skala besar dan pekerjaannya kurang sederhana. Perlakuan kimia dapat dilakukan
dengan larutan asam kuat seperti, H2SO4 (Astari dkk., 2014).
Benih sengon merupakan benih yang berkulit keras sehingga pengambilan
air terhalang oleh sel – sel palisade berdinding tebal. Perlakuan yang tepat untuk
pematahan dormansi adalah dengan perendaman air panas. Caranya dengan
merendam benih menggunakan air panas dan dibiarkan hingga dingin selama 24
jam (Astana dkk.,2016). Perendaman dengan air panas dengan tujuan
mematahkan masa dormansi dan memudahkan penyerapan air oleh benih untuk
proses perkecambahan (Sutopo, 2002).
Keberhasilan pembibitan benih sengon juga dilihat dari persentasi benih
yang berkapasitas tinggi dengan jumlah dan kualitas benih yang sama. Oleh
karena itu dilakukan berbagai alternatif media perkecambahan sengon untuk
penemuan media yang lebih baik (Sudomo, 2012).
3

Astari,et al (2018) menyatakan varietas atau kultivar adalah sekumpulan


individu tanaman yang dapat dibedakan dari setiap morfologi, fisiologi, sitologi
dengan nyata untuk usaha pertanian. Varietas tersebut bila diproduksi akan
menunjukkan sifat-sifat yang dapat dibedakan dari varietas lainnya. Tujuan dari
pembentukan varietas unggul untuk meningkatkan produktivitas seperti potensi
daya. Meskipun secara genetis ada varietas yang memiliki potensi produksi yang
lebih baik, tetapi karena faktor lingkungan tempat tumbuhnya tidak mendukung
maka dapat menurunkan produksi tanaman. Penggunaan varietas unggul dapat
meningkatkan pertumbuhan tanaman kacang panjang. Beberapa sifat unggul
tersebut antara lain daya hasil tinggi, murni, memiliki ukuran, warna, dan bentuk
seragam serta memiliki terhadap ketahanan penyakit tertentu (Purwono dan
Purnawati, 2007). Harjadi (1996) menambahkan bahwa pada setiap varietas
tanaman selalu terdapat perbedaan respon genotip pada kondisi lingkungan tempat
tumbuhnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Simatupang (1997), yang menyatakan
bahwa perbedaan pertumbuhan dan produksi suatu varietas dipengaruhi oleh
kemampuan suatu varietas beradaptasi terhadap lingkungan tempat tumbuhnya.
Goenawan (2006) menyatakan, zat pengatur tumbuh dapat diartikan
sebagai senyawa organik selain zat hara yang dalam jumlah sedikit mendorong
(promote), menghambat (inhibit) maupun merubah berbagai proses fisiologis
tanaman. Zat pengatur tumbuh adalah salah satu bahan sintetis atau hormon
tumbuh yang mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman
melalui pembelahan sel, perbesaran sel dan deferensiasi sel.
Menurut Nurlaeni dan Surya (2015), penggunaan ZPT eksogen sintetis
belum banyak diaplikasikan oleh petani dan penggunakan ZPT alami merupakan
alternatif yang mudah diperoleh di sekitar kita, relatif murah dan aman digunakan.
Ada berbagai jenis atau bahan tanaman yang merupakan sumber ZPT, seperti
bawang merah sebagai sumber auksin, rebung bambu sebagai sumber giberelin,
dan bonggol pisang serta air kelapa sebagai sumber sitokinin (Lindung, 2014).
Auksin,giberelin, dan sitokinin berinteraksi dalam menstimulasi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman, termasuk perkecambahan biji.
4

Perendaman zat pengatur pada benih, bertujuan untuk meningkatkan daya


kecambah dan mempercepat perkecambahan (Kusumo, 1990). Campbel, dkk.
(2008) mnambahkan bahwa semakin lama perendaman maka akan menambah
konsentrasi larutan sehingga konsentrasi tinggi yang direndam dalam waktu lama
akan menghasilkan senyawa yang menghambat pertumbuhan tanaman.
Perendaman benih dalam larutan zat pengatur tumbuh (ZPT) memungkinkan
benih mengalami imbibisi sehingga kadar air benih setelah perendaman akan
meningkat dan menstimulir perkecambahan dengan meningkatan sistem enzim
yang akan ditransfer ke koleoptil saat pertumbuhan benih (Abidin, 1990).
Berdasarkan uraian tersebut perlu dilakukan penelitian mengenai Pengaruh
Macam Zat Pengatur Tumbuh dan Macam Varietas Tanaman Sengon
(Paraserianhtes falcataria).

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam penelitian ini perlu dipecahkan
beberapa permasalahan antara lain :
1. Macam zat pengatur tumbuh apakah yang tepat untuk meningkatkan
pertumbuhan tanaman sengon?
2. Varietas apa yang tepat untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman sengon?
3. Apakah terjadi interaksi antara macam zat pengatur tumbuh dan macam
varietas terhadap pertumbuhan tanaman sengon?

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui macam zat pengatur tumbuh yang tepat untuk meningkatkan
pertumbuhan tanaman sengon.
2. Mengetahui macam varietas yang tepat untuk meningkatkan pertumbuhan
tanaman sengon.
3. Mengetahui interaksi antara macam zat pengatur tumbuh dan macam varietas
terhadap pertumbuhan tanaman sengon.
5

1.4. Manfaat Penelitian


1. Diketahui informasi tentang macam zat pengatur tumbuh yang tepat untuk
pertumbuhan tanaman sengon.
2. Diketahui informasi tentang macam varietas yang tepat terhadap pertumbuhan
tanaman sengon.
3. Diketahui informasi tentang interaksi antara macam zat pengatur tumbuh dan
macam varietas terhadap pertumbuhan tanaman sengon.
6

1.5. Kerangka Pemikiran

Penurunan produksi sengon

Intensifikasi

Perbanyakan tanaman sengon

Generatif

Macam Zat Pengatur Macam


Tumbuh Varietas

Z0 = Kontrol V1 = Varietas Solomon


Z1 = Air Kelapa V2 = Varietas Buto
Z2 = Ekstrak Bawang V3 = Varietas Laut
Merah
Z3 = Ekstrak Bonggol
Pisang

Benih sengon terpenuhi

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran


7

Produksi kayu rata-rata di Indonesia ditetapkan pemerintah 9,1 juta


3
m /tahun, namun kebutuhan kayu nasional diperkirakan mencapai 43 juta
m3/tahun, sehingga terjadi defisit bahan baku ± 34 juta m3/tahun. Waktu produksi
yang relative lama menyebabkan kurangya peminat untuk menanamkan modal
dalam hutan tanaman kayu pertukangan, sehingga perlu adanya penambahan
produksi jenis kayu dengan daur pendek seperti sengon.Saat ini sengon dan jati
menjadi primadona pada hutan tanaman rakyat di Pulau Jawa (Putri dan Hani,
2013).
Sehubung dengan adanya kebutuhan kayu terutama sengon yang semakin
tinggi, usaha pembibitan sengon di masyarakat terus mengalami perkembangan.
Teknik pembibitan hanya dilakukan secara tradisional oleh masyarakat
berdasarkan pengalaman yang mereka miliki. Meskipun demikian, perlu adanya
terobosan terobosan baru seiring dengan perkembangan budidaya sengon yang
semakin tinggi untuk meningkatkan kualitas dalam benih sengon. Hal penting
dalam keberhasilan pembibitan sengon adalahpersentase benih yang dapat
berkecambah dengan jumlah dan kualitas benih yang sama (Sudomo, 2012).
Keberhasilan pembibitan benih sengon juga dilihat dari persentasi benih
yang berkapasitas tinggi dengan jumlah dan kualitas benih yang sama. Oleh
karena itu dilakukan berbagai alternatif media perkecambahan sengon untuk
penemuan media yang lebih baik (Sudomo, 2012).
Astari dkk., (2018) menyatakan varietas atau kultivar adalah sekumpulan
individu tanaman yang dapat dibedakan dari setiap morfologi, fisiologi, sitologi
dengan nyata untuk usaha pertanian. Varietas tersebut bila diproduksi akan
menunjukkan sifat-sifat yang dapat dibedakan dari varietas lainnya. Tujuan dari
pembentukan varietas unggul untuk meningkatkan produktivitas seperti potensi
daya. Meskipun secara genetis ada varietas yang memiliki potensi produksi yang
lebih baik, tetapi karena faktor lingkungan tempat tumbuhnya tidak mendukung
maka dapat menurunkan produksi tanaman. Penggunaan varietas unggul dapat
meningkatkan pertumbuhan tanaman kacang panjang. Beberapa sifat unggul
tersebut antara lain daya hasil tinggi, murni, memiliki ukuran, warna, dan bentuk
seragam serta memiliki terhadap ketahanan penyakit tertentu (Purwono dan
8

Purnawati, 2007). Harjadi (1996) menambahkan bahwa pada setiap varietas


tanaman selalu terdapat perbedaan respon genotip pada kondisi lingkungan tempat
tumbuhnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Simatupang (1997), yang menyatakan
bahwa perbedaan pertumbuhan dan produksi suatu varietas dipengaruhi oleh
kemampuan suatu varietas beradaptasi terhadap lingkungan tempat tumbuhnya.

1.6. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebuft maka dapat disusun hipotesis :
1. ZPT air kelapa merupakan ZPT alami yang terbaik untuk pertumbuhan sengon.
2. Varietas Solomon merupakan varietas paling tepat untuk pertumbuhan sengon.
3. Terdapat interaksi antara macam ZPT dan macam Varietas terhadap
pertumbuhan sengon.
9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Taksonomi tanaman Sengon


Menurut Marzuki (2016) klasifikasi tanaman sengon sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Sub Kingdom : Traceobionta
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Family : Mimosaceae
Sub Family : Mimosoideae
Species : Paraserianhtes falcataria.
Dahulu tanaman sengon mempunyai nama botani Albisia falcataria (L).
Namun, sejak tahun 1983 nama botaninya diganti menjadi Paraserianhtes
falcataria. Di Indonesia, sengon memiliki beberapa nama daerah yaitu jeunjing,
jeunjing laut (Sunda), kalbi, sengon landi, sengon laut atau sengon sebrang
(Jawa), seia (Ambon), sikat (Banda), tawa (Ternate), dan gosui (Tidore) (Santoso
1992).
2.2. Morfologi Tanaman Sengon
Morfologi tanaman sengon terdiri dari buah, bunga, batang, akar, daun
2.2.1. Buah
Buah tanaman sengon berbentuk polong, pipih, dan tipis berwarna hijau
sampai coklat jika sudah masak.Panjang buah sekitar 6–12 cm. Setiap polong
buah berisi 15–30 biji.Jumlah benih/kg dapat mencapai 40.000–55.000 biji
dengan daya kecambah rata-rata 80% (Atmosuseno, 1998).
2.2.2. Bunga
Bunga tanaman sengon berbentuk seperti saluran atau lonceng tersusun
dalam malai berukuran panjang 12 mm, berwarna putih kekuningan dan sedikit
berbulu. Bunganya biseksual, terdiri dari bunga jantan dan bunga betina
(Krisnawati dkk., 2011).
10

2.2.3. Batang
Batang tanaman sengon berwarna keabu-abuan dan lurus menjulang
tinggi. Keliling pohon sengon bisa mencapai ± 450 cm dengan diameternya ±143
cm dan tingginya berbeda antar daerah, yaitu bisa mencapai 20–25 m (Astana,
2016).
2.2.4. Akar
Akar Tanaman sengon bersifat tunggang, akar rambutnya tidak terlalu
besar, tidak rimbun dan tidakmenonjol kepermukaan tanah.Akar rambut pada
sengon berfungsi untukmenyimpan zat nitrogen, sehingga tanah di sekitar pohon
sengon menjadi subur (Santoso, 1992).
2.2.5. Daun
Daun sengon tersusun majemuk menyirip ganda dengan panjang sekitar
23–30 cm. Anak daunnya kecil-kecil, banyak, dan berpasangan, terdiri dari 15–20
pasang pada setiap sumbu(tangkai), berbentuk lonjong (panjang 6–12 mm,lebar
3–5 mm) dan pendek ke arah ujung. Permukaan daun bagian atas berwarna hijau
pupus dan tidak berbulu, sedangkan permukaan daun bagian bawah lebih pucat
dengan rambut-rambut halus (Krisnawati dkk., 2011).

2.3. Ekofisiologi Tanaman Sengon


Tanaman sengon dapat mencapai hasil yang optimal, apabila syarat
tumbuh tanaman sengon terpenuhi. Syarat tumbuh tanaman sengon yang perlu
diperhatikan meliputi :
2.3.1. Iklim
Sengon dapat tumbuh optimum pada kisaran 0 – 800 m dpl, tetapi dapat
juga ditumbuhkan pada daerah pantai sampai pada ketinggian 1600 m dpl,
(Hidayat, 2002). Sengon termasuk jenis tanaman tropis yang memerlukan suhu
sekitar 18–27oC (Mulyana dan Asmarahman, 2012 )
Sengon akan tumbuh optimal pada lokasi penanaman yang memiliki curah
hujan 2000-4000 mm/tahun. Selama bulan kering, jumlah hari hujan minimal
yang diperlukan adalah 15 hari. Pada daerah yang sangat kering, pertumbuhan
sengon mungkin kurang baik dan berisiko terhadap peningkatan serangan hama
penggerek batang (Krisnawati dkk., 2011). Tanaman sengon membutuhkan
11

tingkat kelembaban sekitar 50-75%. Pohon sengon relatif mudah untuk


menyesuaikan kelembaban pada saat penanaman, sehingga pohon sengon bisa
ditanam dimana-mana tergantung pada tingkat kemasaman lahan sebelum
penanaman (Marzuki, 2016)
2.3.2. Tanah
Sengon dapat tumbuh optimal pada tanah regosol, alluvial, dan latosol
yang bertekstur lempung berpasir atau lempung berdebu dengan kemasaman ph 6-
7. Pada pada tanah yang terlalu basah, sengon tidak dapat menyerap garam
Mangan (Mn) akibatnya bentuk daun sengon akan kurus kering. Sengon akan
menjadi kerdil jika sengon ditanam pada pH yang terlalu masam (Marzuki, 2016).

2.4. Dormansi
Dormansi merupakan keadaan tidak aktif pada benih yang bersifat
sementara, walaupun berada pada lingkungan yang sesuai bagi
perkecambahannya. Faktor – faktor yang menyebabkan benih mengalami
dormansi adalah keadaan fisik pada benih dan keadaan fisiologis dari embrio atau
kombinasi dari keduanya. Contohnya adalah benih-benih dari family
Leguminosae yang memiliki biji yang impermeable terhadap air dan gas.Tipe –
tipe dormansi ada dua, yaitu dormansi fisik dan dormansi fisiologis. Dormansi
fisik adalah dormansi yang disebabkan oleh penghalang mekanis terhadap
masuknya air atau gas pada beberapa jenis benih tanaman seperti kulit biji yang
terlalu keras. Pada keadaan ini pengambilan air terhalang kulit biji yang
mempunyai struktur terdiri dari lapisan sel-sel palisade berdinding tebal terutama
di permukaan paling luar dan bagian dalamnya mempunyai lapisan lilin dari
bahan kutikula. Dormansi fisiologi adalah keadaan dormansi yang disebabkan
oleh faktor-faktor fisiologis seperti embrio yang belum masak sempurna, juga
dapat disebabkan oleh pengatur tumbuh baik penghambat atau perangsang tumbuh
(Sutopo, 2002).
Secara umum benih kacang-kacangan memiliki sifat dormansi fisik yang
ditunjukkan oleh benih-benih yang sulit menyerap air dan gas karena keadaan
kulit yang keras. Keuntungan dari adanya dormansi benih ini yaitu mekanisme
untuk mempertahan hidup benih, mencegah terjadinya perkecambahan di
12

lapangan jika belum ingin dikecambahkan, dan dapat menjadi lebih tahan lama
dalam penyimpanan, sedangkan kerugian yang ditimbulkan yaitu memperpanjang
waktu perkecambahan pada saaat ingin dikecambahkan, mengacaukan saat tanam,
serta menimbulkan masalah terhadap pengujian benih (Widajati dkk.,2013).

2.5. Macam Zat Pengatur Tumbuh


Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) mutlak dibutuhkan tanaman, karena tanpa
ZPT tidak akan terjadi pertumbuhan walaupun unsur hara memadai (Wareing
dan Phillips, 1981). Selanjutnya dikatakan Salisbury dan Ross (1995), bahwa
konsep ZPT diawali dengan konsep hormon, yaitu senyawa organik tanaman
yang dalam konsentrasi rendah mempengaruhi proses fisiologis terutama
diferensiasi dan perkembangan tanaman. Namun di dalam biji
terkadangjumlahnya terbatas. Maka dapat diberikan ZPT eksogen sebagai
perlakuan terutama pada perkecambahan. Kurnianti (2002) mengungkapkan,
bahwa ZPT eksogen berperan selayaknya ZPT endogen yang mampu
menimbulkan rangsangan dan pengaruh pada tanaman, berlaku sebagai
prekursor yaitu senyawa yang mendahului laju senyawa lain dalam proses
metabolisme.
Menurut Nurlaeni dan Surya (2015), penggunaan ZPT eksogen sintetis
belum banyak diaplikasikan oleh petani dan penggunaan ZPT alami
merupakan alternatif yang mudah diperoleh di sekitar kita, relatif murah dan
aman digunakan. Ada berbagai jenis atau bahan tanaman yang merupakan
sumber ZPT, seperti bawang merah sebagai sumber auksin, rebung bambu
sebagai sumber giberelin, dan bonggol pisang serta air kelapa sebagai sumber
sitokinin (Lindung, 2014). Auksin, giberelin, dan sitokinin berinteraksi dalam
menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman, termasuk
perkecambahan biji.
Air kelapa mengandung asamamino, asam-asam organik, asam
nukleat, purin, gula, vitamin dan mineral (Ma dkk. 2008). Air kelapa
merupakan senyawa organik yang mengandung 1,3 diphenilurea, zeatin, zeatin
glukosida, zeatin ribosida, kadar K dan Cl tinggi, sukrosa, fruktosa, glukosa,
protein, karbohidrat, mineral, vitamin, sedikit lemak, Ca dan P serta kinetin
13

(Barciszewski dkk, 2007). Zeatin, zeatin glukosida, zeatin ribosidamerupakan


ZPT yang dapat meningkatkan pembelahan sel dan perpanjangan sel. Asam
amino, gula dan vitamin dapat meningkatkan metabolisme sel dan berperan
sebagai energi, enzim dan co-faktor. Kinetin berperan penting dalam
meningkatkan kandungan klorofil dalam daun sehingga memacu aktivitas
fotosintensis dan meningkatkan pertumbuhan tanaman serta produksi (Gore
dan Sreenivasa 2011).
Air kelapa (coconut milk/water) adalah cairan endosperm dari buah
kelapayang mengandung senyawa organik komplek. Air Kelapa telah lama
dikenal sebagai salah satu sumber ZPT terutama sitokinin, auksin dan
giberelin. Air kelapa mengandung gula, gula alkohol, asam amino, asam
organik, vitamin, fitohormon dan unsur anorganik (kalium, natrium, kalsium,
magnesium, besi, tembaga, fosfor, sulfat dan klor) (Wattimena, 1988).
Bawang merah mengandung minyak atsiri, sikloalin, metilalin,
dihidroalin, flavonglikosida, kuersetin, saponin, peptide, fitohormon, vitamin,
dan zat pati. Selain itu fitohormon yang dikandung bawang merah adalah
auksin dan giberelin.Auksin berfungsi dalam pengembangan sel, pertumbuhan
akar, fototropisme, geotropisme, partenokarpi, apikal dominan, pembentukan
kalus, respirasi (Abidin, 1990). Pembentukan akar pada stek merupakan
akibat kegiatan rizokalin, sedangkan rizokalin termasuk dalam kelompok
auksin. ZPT eksogen pada kelompok auksin adalah IPA (Indole Propionic
Acid) dan IBA (Indole Butiric Acid). Mekanisme kerja auksin yaitu
mempengaruhi pelenturan dinding sel, sehingga air masuk secara osmosis
dan memacu pemanjangan sel. Selanjutnya ada kerja sama antara auksin dan
giberelin yang memacu perkembangan jaringan pembuluh dan mendorong
pembelahan sel sehingga mendorong pembesaran batang. Marfirani dkk.
(2014), pada bawang merah terdapat senyawa yang disebut allin yang
kemudian akan berubah menjadi senyawa thiosulfinat seperti allicin. Allicin
dengan thiamin (vitamin B) membentuk allithiamin yang memperlancar
metabolisme pada jaringan tumbuhan.
14

Bonggol pisang merupakan limbah dari pohon pisang yang masing


belum dikembangkan dan dimanfaatkan secara optimal. Padahal bonggol
pisang mengandung berbagai mikroorganisme dan juga zat pengatur tumbuh. Hal
ini dapat dilihat dari pernyataan Cahyono (2016) yang menyatakan bahwa di
dalam bonggol pisang terdapat zat pengatur tumbuh giberellin dan sitokinin,
serta terdapat 7 mikroorganisme yang sangat berguna bagi tanaman yaitu
Azospirillium, Azotobacter, Bacillus, Aeromonas, Aspergillus, mikroba
pelarut phospat dan mikroba selulotik yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk
cair. Sitokinin merupakan salah satu ZPT yang berperan dalam pembelahan sel.
Sitokinin alami (kinetin, zeatin) dan beberapa sitokinin sintetik. Sitokinin
alami dihasilkan pada jaringan yang tumbuh aktif terutama akar, embrio dan
buah. Sitokinin dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan kultur
sel. Peran sitokinin ini biasanya bekerja bersama-sama dengan auksin untuk
menstimulasi pembelahan sel dan mempengaruhi lintasan diferensiasi (Abidin,
1990).
Menurut Hartman (2002), permulaan terbentuknya akar tidak hanya
dipengaruhi oleh ZPT auksin, tetapi juga oleh sitokinin dan giberelin dan
sejumlah kofaktor pembentuk akar lainnya. Selanjutnya Abidin (1990)
menyatakanapabila perbandingan konsentrasi sitokinin lebih besar daripada
auksin, maka akan memperlihatkan pertumbuhan tunas dan daun, sebaliknya
apabila konsentrasi sitokinin lebih kecil daripada auksin maka akan
menstimulasi pembentukan kalus dan akhirnya terbentuk akar. Apabila
konsentrasi sitokinin berimbang dengan konsentrasi auksin, maka
pertumbuhan tunas, daun dan akar akan seimbang. Sitokinin juga berkerja
sama dengan giberelin dalam peristiwa pemecahan dormansi biji.
15

2.6. Macam Varietas Tanaman Sengon


2.6.1. Sengon Solomon
Sengon Solomon merupakan varietas sengon terbaru yang teridentifikasi
dan terbukti tumbuh jauh lebih cepat dibandingkan dengan provenance sengon
lain yang sebelumnya telah dikenal di Indonesia. Hasil penelitian dan percobaan
penanaman di beberapa lokasi membuktikan keunggulan sengon solomon
dibandingkan dengan sengon lokal.
Sengon solomon berasal dari Kepulauan Solomon atau Kepulauan Salomo,
sebuah negara kepulauan di Samudra Pasifik bagian selatan yang terletak di
sebelah timur Papua Nugini dan merupakan bagian dari persemakmuran Inggris.
Kepulauan Solomon terdiri dari 992 pulau yang secara keseluruhan membentuk
wilayah seluas 28.450 km².
Tingkat pembungaan dan pembuahan sengon solomon masih rendah.
Sementara itu, pengambilan benih langsung ke tempat asalnya dianggap tidak
efisien dan harus melalui prosedur legalitas yang relatif sulit. Karena itu,
perbanyakan tanaman sengon solomon biasanya dilakukan dengan kultur jaringan.
Selain cepat, jumlah bibit yang dihasilkan relatif banyak. Melalui kultur jaringan,
bibit yang diperoleh memiliki susunan genetik yang identik dengan indukannya
dan memiliki potensi pertumbuhan yang sama pula. Keuntungan lain kultur
jaringan yaitu bibit yang dihasilkan biasanya bebas hama dan penyakit sehingga
kekhawatiran petani dan praktisi penanaman sengon terhadap penyakit kanker
karat kayu (Uromycladium tepprianum) dapat diminimalisasi.
2.6.2. Sengon Buto
Sengon buto (Enterolobium cyclocarpum) termasuk famili Leguminosae.
Pada beberapa negara, sengon buto dikenal dengan nama guanacasta (Guatemala
dan Honduras), cuanacaztle atau orejon (Meksiko), genisero (Nicaragua), caro
atau caro hembra (Salvador dan Venezuela), harina (Panama), dan oriera atau
pinon (Kolombia). Dalam dunia perdagangan, jenis ini dikenal dengan nama
pichwood, south america walnut, mexican walnut, conacasta, jenisero (Record and
Mell, 1924). Genus pohon ini terdiri dari tujuh spesies yang tersebar di seluruh
negara bagian Amerika yang beriklim tropis. Spesies yang terbaik adalah E.
cyclocarpum dan E. timbouva (Record dan Mell, 1924). E. Cyclocarpum biasanya
16

terdapat di Amerika tropis bagian utara, Amerika tengah, dan Meksiko bagian
selatan (Record dan Mell, 1924). Sementara itu, dari sumber lain pada tahun 1936
menyatakan bahwa sengon buto juga ditanam di salah satu Afrika dan Asia
sebagai tanaman percobaan.
Sengon buto umumnya bebas cabang yang pendek, khususnya untuk
tanaman yang berada di tempat terbuka. Kulit pohonnya agak tebal (3-4 cm).
Tajuknya besar berbentuk seperti payung dan lebarnya mencapai 15,24-30,48
meter (Record dan Mell, 1924). Susunan daun pinnate, kecil, dan gugur daun
sebagian untuk beberapa bulan dalam satu tahun. Gugur daun pada E.
cyclocarpum biasanya terjadi pada musim bunga atau musim panas. Ada masa
gugur daun dan hancurnya daun karena terdekomposisi di tanah menunjukan
bahwa kemampuan untuk memperbaiki kesuburan tanah dari sengon buto terbukti
cukup baik. Pada umur 10 tahun, sengon buto telah memiliki perakaran yang
intensif dengan perakaran tunggang yang cukup dalam. Panjang akar cabang
sengon buto dapat mencapai 30 meter. Bahkan, beberapa cabang akar biasanya
bermunculan di permukaan tanah. Di wilayah yang beriklim kering, sengon buto
mulai berbunga pada umur 5-11 tahun dan mulai berbuah pada umur 6-11 tahun.
Sementara itu, untuk wilayah yang agak basah hingga basah, tanaman ini mulai
berbunga dan berbuah pada umur 8-16 tahun.
2.6.3. Sengon Laut
Pada tahun 1871, sengon laut (Paraserianthes falcataria) dibawa oleh L.
Nielsen dari pedalaman pulau Banda, Maluku ke Kebun Raya Bogor. Setelah itu,
sengon tersebar ke berbagai daerah mulai Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi, dan Irian Jaya (Mulyana, D. dan Asmarahman, C., 2012 :20).
Nama daerah dari sengon laut atau sengon putih di antaranya albizia, bae,
bai, jeungjing laut, sekat, sengon sabrang, sika, sika bat, sikas, tawa sela, wai
wahagom, rare, salawaku, salawaku merah, salawaku putih, salawoku, dan
wiekkie. Sementara itu, nama lain sengon laut di beberapa negara yaitu batai
(Malaysia barat, Sabah, Filipina, Inggris, Amerika Serikat, Perancis, Spanyol,
Italia, Belanda, dan Jerman) serta puah (Brunei Darussalam). Sengon laut sempat
dijuluki sebagai pohon ajaib (miracle tree). Pasalnya, tanaman ini dapat tumbuh
dengan cepat dan mampu beradaptasi pada berbagai kondisi lingkungan. Jika
17

ditanam di tanah yang subur dan iklim yang sesuai, tinggi sengon dapat mencapai
tujuh meter saat umur satu tahun. Setelah berumur tiga tahun, tingginya sekitar 18
meter. Bahkan, pada umur 9 atau 10 tahun tingginya sudah mencapai 30 meter.
Tinggi sengon laut dapat mencapai 40 meter dengan tinggi batang bebas
cabang 20 meter. Batangnya tidak berbanir, tekstur kulit licin, berwarna kelabu
muda, dan berbentuk bulat agak lurus. Saat dewasa, diameter batang dapat
mencapai lebih dari 100 cm. Sengon laut memiliki jenis daun majemuk dengan
panjang mencapai 40 cm. Daunnya terdiri dari 8-15 pasang anak tangkai daun
yang berisi 15-25 helai daun. Sementara itu, buah berbentuk polong, pipih, lurus
dan tidak bersekatsekat. Perubahan warna tingkat kematangan awalnya hijau (saat
muda), lalu berubah menjadi kuning hingga cokelat (sudah matang). Benih sengon
berbentuk pipih, lonjong, berukuran kecil (3 x 7 mm) dan berwarna hijau dengan
warna coklat di bagian tengahnya. Jumlah benih per kilogram sekitar 40.000 butir.

2.7. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Varietas Sengon


Menurut Anggraini dan Mardiana (2017), perlakuan macam ZPT alami
berpengaruh nyata terhadap persentase perkecambahan, tinggi tanaman, jumlah
daun, jumlah akar, berat kering, berat basah, namun tidak berpengaruh nyata pada
diameter batang, panjang akar, kehijauan daun dan luas daun terhadap varietas
sengon laut.
18

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian akan dilaksanakan di Desa Tlagasana, Kecamatan Watukumpul,
Kabupaten Pemalang Jawa Tengah yang terletak pada ketinggian 559 meter di
atas permukaan laut. mulai bulan Maret 2023 sampai Juni 2023.

3.2. Alat dan Bahan


Bahan yang digunakan dalam pelaksanakan penelitian ini sebagai berikut :
benih sengon varietas solomon, buto,dan sengon laut, polybag dengan ukuran 10
x 15 , tempat semai, pupuk kandang ayam, tanah, air, air kelapa, ekstrak bawang
merah, ekstrak bonggol pisang.
Alat-alat yang dibutuhkan dalam pelaksanaan penelitian ini meliputi : papan
nama, Termometer Mistar, Jangka sorong, Timbangan analitik, kertas label,
ayakan pasir, Gelas ukur, Alat Tulis, Gembor.

3.3. Metode Penelitian


Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan
perlakuan faktorial 4 x 3.Perlakuan yang dicoba adalah empat taraf macam zat
pengatur tumbuh dan tiga taraf macam varietas sengon yaitu,
1. Macam zat pengatur tumbuh :
Kontrol (M0)
Air Kelapa (M1)
Ekstrak Bawang Merah (M2)
Ekstrak Bonggol Pisang (M3)
2. Varietas Sengon :
Solomon (V1)
Buto (V2)
Sengon Laut (V3)
Dengan demikian terdapat 12 kombinasi perlakuan.Masing-masing
perlakuan diulang tiga kali sehingga keseluruhannya ada (4 x 3) x 3 = 36 satuan
19

percobaan. Kombinasi perlakuan lengkap 2 faktor macam zpt dan macam varietas
seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Kombinasi perlakuan 2 faktor antara macam zpt dan macam varietas
Macam Varietas
Macam ZPT
V1 V2 V3
Z0 Z0 V1 Z0 V2 Z0 V3
Z1 Z1 V1 Z1 V2 Z1 V3
Z2 Z2 V1 Z2 V2 Z2 V3
Z3 Z3 V1 Z3 V2 Z3 V3
.
3.4. Pelaksanaan Penelitian
3.4.1. Persiapan media tanam
Disiapkan tanah, pupuk kandang dan sekam, kemudian dicampurkan dengan
perbandingan 1:1:1 campuran dari media tanam tersebut bertujuan agar didalam
media tanam seimbang baik unsur haranya, aerasinya dan absorbsinya.
Selanjutnya dimasukan media tanam tersebut kedalam polibag, sebelum media
tanam digunakan untuk menyemai sebaiknya media tanam dibiarkan terlebih
dahulu selama 3-4 hari agar media menyatu dan siap digunakan untuk menyemai.
3.4.2. Pembuatan Naungan
Di buat naungan dengan menggunakan paranet 50%. Tujuan dari pembuatan
naungan ini adalah untuk mengurangi kerusakan fisik terhadap curah hujan yang
tinggi dan intensitas cahaya yang tinggi.
3.4.3. Pembuatan larutan ZPT alami
1) Pembuatan larutan air kelapa
Konsentrasi air kelapa yang digunakan pada penelitian ini adalah 100% air
kelapa.
2) Pembuatan larutan ZPT alami ekstrak bawang merah
Pembuatan ekstrak bawang merah dilakukan dengan cara disiapkan bawang
merah sebanyak 1 kg, ditambah air 200 ml lalu dihaluskan menggunakan blender
untuk dijadikan ekstrak bawang merah, setelah menjadi ekstrak ambil ekstrak
bawang merah dengan konsentrasi 100 ml, kemudian ditambahkan air hingga
20

volume menjadi 1 liter, jadi ekstrak bawang merah yang akan digunakan untuk
merendam benih melon adalah 100ml/liter.
3) Pembuatan larutan ZPT alami ekstrak bonggol pisang kepok
Pembuatan ekstrak bonggol pisang kepok dilakukan dengan cara
disiiapkan bahan, bonggol pisang kepok yang sudah dicacah sebanyak 1 kg,
kemudian dihaluskan menggunakan blander untuk dijadikan ekstrak bonggol
pisang kepok, setelah menjadi ekstrak, ambil ektrak bonggol pisang kepok dengan
konsentrasi 100 ml, kemudian ditambahkan air hingga volume menjadi 1 liter.
4) Perendaman benih
Perendaman benih dilakukan dengan cara benih tanaman melondimasukan
sesuai perlakuan macam ZPT alami yaitu air kelapa, ekstrak bawang merah dan
ekstrak bonggol pisang dengan lama perendaman 4 jam, dengan konsentrasi
100ml/liter. Masing-masing perlakuan diisi dengan 45 benih tanaman melon.
5) Persemaian
Biji yang sudah direndam dalam larutan ZPT alami kemudian disemaikan
pada media campuran tanah dengan pupuk organik (1:1) yang telah disiapkan di
dalam polybag.
6) Penanaman ke dalam polybag
Menanam benih sengon dengan kedalaman kurang lebih satu cm. Setiap
polybag diisi satu batang kecambah.
7) Penyiraman
Penyiraman dilakukan pada pagi hari dan sore hari secara teratur agar
kelembapannya terjaga.
8) Pemupukan
Pemupukan dilakukan sekali pada saat umur tanaman 4 minggu dengan
menggunakan pupuk Grow More 2 ml/l dicampur dengan fungisida.
9) Penyulaman
Penyulaman dilakukan apabila ada bibit yang mati dan perlu dilakukan
dengan segera agar bibit sulaman tidak tertinggal dengan bibit lainnya.
21

10) Penyiangan
Penyiangan terhadap gulma dilakukan dengan mencabut satu per satu dan
bila perlu dibantu dengan alat pencungkil, namun dilakukan hati-hati agar jangan
sampai akar bibit terganggu
11) Pengendalian Hama dan Penyakit
Hama yang menyerang bibit sengon adalah ulat daun. Cara pengendalian
menggunakan insektisida dengan dosis disesuaikan umur bibit tersebut.
12) Panen
Panen dilakukan pada saat akhir penelitian ketika tanaman sudah berumur
tiga bulan dengan tinggi tanaman mencapai kurang lebih 30 cm.

3.5. Variabel Yang Diamati


Variabel yang diamati terdiri atas :
1. Kecepatan Berkecambah (hari)
Kecepatan berkecambah diamati setiap hari selama perkcambahan.Untuk
mengetahui kecepatan berkecambah benih sengon yaitu dengan melihat tanda
perkecambahan dimulai dengan terjadinya penonjolan akar dan diikuti
pemanjangan dan perkembangan batang serta daun. Menurut Sutopo (1990)
kecepatan berkecambah dihitung dengan rumus :
Kb =

Keterangan :
Kb : kecepatan berkecambah
N1 : Jumlah benih yang berkecambah pada hari ke-1
T1 : Pengamatan pada hari ke-1
N2 : Jumlah benih yang berkecambah pada hari ke-2
T2 : Pengamatan pada hari ke-2
Nn : Jumlah benih yang berkecambah pada hari ke-n
Tn : Pengamatan pada hari ke-n
22

2. Persentase Berkecambah (%)


Persentase berkecambah adalah persentase kecambah normal yang dapat
dihasilkan oleh benih pada kondisi yang menguntungkan dalam jangka waktu
yang sudah ditetapkan.Pengamatan dilakukan setiap hari selama perkecambahan.
Menurut Sutopo (1990) persentase berkecambah dihitung dengan rumus :
% perkecambahan =

3. Tinggi Tanaman (cm)


Pengukuran tinggi tanaman dilakukan diakhir percobaan dengan cara
mengukur tinggi tanaman dari permukaan tanah sampai ujung tunas yang tertinggi
pada tanaman.
4. Diameter Batang (mm)
Pengamatan diameter batang dilakukan pada akhir percobaan dengan cara
mengukur diameter pada tanaman sampel dengan menggunakan jangka sorong
kemudian hasilnya dirata-ratakan.
5. Jumlah Daun Per Tanaman (buah)
Perhitungan jumlah daun per tanaman dilakukan pada akhir percobaan
dengan cara menghitung jumlah daun pada masing-masing tanaman sampel,
kemudian dirata-ratakan.
6. Panjang Akar Terpanjang (cm)
Pengamatan panjang akar terpanjang dilakukan pada akhir percobaan
dengan cara diukur dari pangkal akar sampai ujung akar yang terpanjang.
Pengukuran dilakukan pada tanaman sampel kemudian hasilnya dirata-ratakan.
7. Bobot Basah Akar (g)
Pengamatan bobot basah akar dilakukan dengan menimbang bobot segar
akar sampel kemudian hasilnya dirata-ratakan. Penimbangan dilakukan pada akhir
percobaan.
8. Bobot Kering Akar (g)
Pengamatan bobot kering akar dilakukan pada akhir percobaan dengan
menimbang semua akar yang telah dikeringkan dalam oven dengan suhu 80o C.
23

9. Bobot Basah tanaman (g)


Pengamatan bobot basah tanaman dilakukan dengan cara menimbang
bobot segar tanaman sampel kemudian hasilnya dirata-ratakan. Penimbangan
dilakukan pada akhir percobaan.
10. Bobot Kering Tanaman (g)
Pengamatan bobot kering tanaman dilakukan pada akhir percobaan dengan
menimbang bobot tanaman yang telah dikeringkan dalam oven dengan suhu 80o C
selama 2 jam kemudian dirata-ratakan.

3.6. Analisis Data


Data yang diperoleh dianalisis dengan uji F. Jika antara faktor yang
dicobakan terdapat perbedaan yang nyata maka analisis data dilanjutkan dengan
uji BNT.Model matematik dari percobaan ini adalah :
Yijk =U +Bk + Zi + Vj + (SM)ij + Eijk
Keterangan :
Yijk = Nilai pengamatan dari kelompok ke-k yang memperoleh taraf ke-I dari
faktor M dan taraf ke-j dari faktor K
U = Nilai rata-rata sebenarnya
Bk = Pengaruh Kelompok ke-k (k=1,2,3)
Sj = Pengaruh faktor macam zat pengatur tumbuh pada taraf ke-i (i=1,2,3)
Mi = Pengaruh faktor macam varietas pada taraf ke-j (j=1,2,3)
(ZV)ij= Pengaruh interaksi antara macam zat pengatur tumbuh (Z) pada taraf ke-i
macam varietas (V) pada taraf ke- j
Eijk = Pengaruh galat percobaan pada kelompok ke-k yang memperoleh
perlakuan ke-i dari faktor Z dan taraf perlakuan ke-j dari faktor V.
24

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z.1990. Dasar-dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh.


Angkasa, Bandung.

Anggaraini I.N., dan Mardiana Y. 2017. Pengaruh Macam ZPT dan Lama
Perendaman Terhadap Pertumbuhan Awal bibit Sengon (Albizia falcataria)
Varietas Sengon Laut. Jurnal Ilmiah Hijau Cendekia. 2 (2): 41-46.

Astana, S., Aditya, H. Wesman, E. Hani, S. N., Neo, E. L., Dewi, R. K. dan
Indah, B. 2016. Kiat Berbisnis Sengon: Tanam Sekali, Untung Berkali-kali.
Forda Press. Bogor.

Astari R.P., Rosmayati, dan Bayu E.S. 2014. Pengaruh pematahan dormansi
secara fisik dan kimia terhadap kemampuan berkecambah mucuna
(Mucuna barcteata D.C). Jurnal Online Agroekoteknologi. 2(2): 803-
812.

Astari, A.A., Wirajaya, A.A dan L. Kartini. 2018. Respon Beberapa Varietas
Tanaman Sengon (Paraserianhtes falcataria) pada Pemberian Dosis
Pupuk Kandang Kelinci. Skripsi. Prodi Agroteknologi. Fakultas Pertanian.
Universitas Warmadewa.

Atmosuseno BS. 1998. Budidaya, Kegunaan, dan Prospek Sengon. Jakarta:


Penerbar Swadaya.

Barciszewski, J., Massino, F. & Clark, B.F.C. (2007) Kinetin—A Multiactive


Molecule. International Journal of Biological Macromolecules. 40 (3),
182–192.

Baskorowati, L. 2014. Budidaya Sengon Unggul (Falcataria moluccana) untuk


Pengembangan Hutan Rakyat.IPB Press. Bogor.

Cahyono, Ragil., N. (2016). Pemanfaatan Daun Kelor Dan Bonggol Pisang


Sebagai Pupuk Organik Cair Untuk Pertumbuhan Tanaman Bayam
(Amaranthus sp.). Publikasi Ilmiah. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
25

Campbell., Jane B. Reece, Lawrence G. Michelle. 2008. Biologi Jilid 2. Erlangga,


Jakarta.

Goenawan.C.C.R.2006. Pengaruh Induksi Suhu Dan Metode Aplikasi Zat


Pengatur Tumbuh Rootone-F Terhadap Induksi Akar dan Tunas Stek Dadap
Merah (Erithrina crystagalli).
Http://Repository.Ipb.Zc.Id/Bitstream/Handle/123456789/1553/Goenaean.C
itraCr.A2006.Pdf.

Gore, N.S. & Sreenivasa, M.N. (2011) Influence of Liquid Organic Manures on
Growth, Nutrient Content and Yield of Tomato (Lycopersicon
esculentum Mill.) in the Sterilized Soil. Karnataka Journal of
Agricultural Sciences. 24 (2), 153–156.

Harjadi, M. M. S. (1996). Pengantar Agronomi. Gramedia Pustaka Utama.


Jakarta.

Hartman, H.T., Kester, D.E., dan Davies, F.T. 2002. Plant Propagation.
Principles and Practices 7th ed. Pearson Education INC. New Jersey.

Krisnawati, H. Kallio, M dan Kannimen, M. 2011. Acacia mangium Wild.Ekologi,


Silvikultur dan Produktivitas. CIFOR.

Kurnianti, N. 2002. Hormon Tumbuhan atau Zat Pengatur Tumbuh. Diakses pada
tanggal 1 Maret 2023 melalui website: (online)
http://jurnal.usu.ac.id/index.php/tropik

Kusumo. 1990. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. CV. Yasaguna, Bogor.

Lindung. 2014. Teknologi Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh. Balai Pelatihan


Pertanian . Jambi.
26

Ma, Z., Ge, L., Lee, A.S.Y., Yong, J.W.H., Tan, S.N. & Ong, E.S. (2008)
Simultaneous Analysis of Different Classes of Phytohormones on
Coconut (Cocos nucifera L.) Water Using High-Performance Liquid
Chromatography and Liquid Chromatography Tandem Mass
Spectrometry after Solid-Phase Extraction. Analytica Chimica Acta. 610
(2), 274–281. doi:10.1016/j.aca.2008.01.045

Marfirani, Melisa, dkk.2014. Pengaruh Pemberian Berbagai Konaentrasi Filtrat


Umbi Bawang Merah dan Rootone-F terhadap Pertumbuhan Stek Melari ―
Rato Ebu‖. Lentera Bio 3(1) : 73-76

Marzuki. 2016. Hujan Rezeki Dari Berkebun Sengon. Forest Publishing. Bandung.

Mulyana, D. dan Asmarahman, C. 2012.Untung Besar dari Bertanam Sengon.


AgroMedia Putaka. Jakarta.

Nugroho, T.A. dan Zahrotus S. 2015.Pengaruh Lama Perendaman dan


Konsentrasi Asam Sulfat (H2SO4)terhadap Perkecambahan Biji Sengon
Laut (Paraserianthes falcataria) sebagai Materi Pembelajaran Biologi
SMAKelas XII untuk Mencapai K.D 3.1 Kurikulum 2013.JUPEMASI-
PBIO. 2 : 1() : 230-236.

Nurlaeni, Y. dan Surya, M. I. 2015. Respon Stek Pucuk Camelia japonica


terhadap Pemberian Zat Pengatur Tumbuh Organik. Prosiding Seminar
Nasional Masyarakat Biodiversifikasi Indonesia. 1 : (5) : 1211-1215.

Purwono dan Purnawati, 2007.Respon beberapa Varietas sengon terhadap


perlakuan benih. Aneka Ilmu. Semarang.

Putri, K.P dan Hani, S.N. 2013.Manual Budidaya Sengon. Badan Penelitian Dan
Pengembangan Hutan.

Record, Samuel J. dan C.D Mell. 1924. Timbera of Tropical America. Yale
university prees
27

Salisbury, FB, Ross, C.W, 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Penerjemah


Lukman, Sumaryono. Penerbit ITB Press. Bandung

Santoso. 1992. Budidaya Sengon. Jakarta: Kanisius

Simatupang, 1997. Mengatasi permasalahan Budidaya Kacang Panjang.


Cetakan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Soeprihanto, P. 2019. Kuartal I/2019, Poduksi Kayu Bulat Turun 1,5 juta Meter
Kubik. Diakses pada 1 maret 2023 melalui website: (online)
http://ekonomi.bisnis.com.

Sudomo.2012. Perkecambahan Benih Sengon (Falcataria Moluccana (Miq.)


Barneby & J. W. Grimes ) Pada 4 Jenis Media. Prosiding SNaPP2012
:Sains, Teknologi, dan Kesehatan. Balai Penelitian Teknologi Agroforestry
Ciamis.

Sutopo, L. 2000. Teknologi Benih. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta

Wareing, P.F. dan I.D.J. Phillips. 1981. The Control of Growth and
Differentiation in Plants. Pergamon Press. New York.

Wattimena, G.A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Bogor: PAU


Bioteknologi IPB, Bekerjasama dengan Lembaga Sumberdaya Informasi
IPB. Bogor

Widajati E., Endang M., Endah R.P., Tatiek K.,M.R. Suhartanto dan Abdul Q.
2013. Dasar Ilmu dan Teknologi Benih.IPB Press. Bogor.
28

Lampiran 1. Denah Petak Percobaan

40 cm
Z3V1 Z1V2 Z3V1

Z0V2 15 cm Z1V1 Z2V1

Z3V3 Z1V3 Z1V3


Z0V1 Z3V1 Z1V1
Z2V1 Z2V3 Z0V1
Z3V2 Z2V2 Z1V2
Z2V2 Z0V1 Z3V3

Z1V3 Z0V2 Z2V3

Z2V3 Z0V2
Z2V3 Z0V3
Z1V2 Z3V3 Z0V3
Z3V2
Z0V3 Z2V1 Z0V2
Z2V2
Keterangan :
Jarak antar petak 15 cm Macam zat pengatur tumbuh :
Jarak antar blok 40 cm - Kontrol (M0)
Tiap petak terdapat 5 tanaman sample - Air Kelapa (M1)
- Ekstrak Bawang Merah (M2)
- Ekstrak Bonggol Pisang (M3
Varietas Sengon :
- Solomon (V1)
- Buto (V2)
- Sengon Laut (V3)
29

Lampiran 2 1. Tata Letak Tanaman pada Petak Penelitian

Keterangan :
= Petak Percobaaan

= Tanaman Sampel
30

Lampiran 3 1. Analisis Variansi (ANOVA)

F. Tab
SK Db JK KT F. Hit
5% 1%
Blok 2
Perlakuan 11
Z 3
Linear 1
Kuadratik 1
Kubik 1
V 2
V1 x V2V3 1
V2 x V3 1
ZV 6
Galat 22
Total 35

Anda mungkin juga menyukai