Anda di halaman 1dari 10

lOMoARcPSD|24964164

HKUM4211 Hukum Agraria

Hukum Pidana (Universitas Terbuka)

Studocu is not sponsored or endorsed by any college or university


Downloaded by Arwency wen (arwencyreizhadj@gmail.com)
lOMoARcPSD|24964164

BUKU JAWABAN UJIAN (BJU)


UAS TAKE HOME EXAM (THE)
SEMESTER 2021/22.2 (2022.1)

Nama Mahasiswa :HENDRA

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 041559437

Tanggal Lahir : 14 Agustus 1970

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4211 / Hukum Agraria

Kode/Nama Program Studi : 311 / Ilmu Hukum

Kode/Nama UPBJJ : 14 / Padang

Hari/Tanggal UAS THE : Sabtu / 18 Juni 2022

Tanda Tangan Peserta Ujian

Petunjuk

1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN


RISET, DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS TERBUKA

Downloaded by Arwency wen (arwencyreizhadj@gmail.com)


lOMoARcPSD|24964164

BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

Surat Pernyataan Mahasiswa


Kejujuran Akademik

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa :HENDRA


NIM : 041559437
Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4211 / Hukum Agraria
Fakultas : FISIP
Program Studi : Ilmum Hukum
UPBJJ-UT : 311 / Padang

1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE
pada laman https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan
soal ujian UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai
pekerjaan saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai
dengan aturan akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan tidak
melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media
apapun, serta tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik
Universitas Terbuka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat
pelanggaran atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi
akademik yang ditetapkan oleh Universitas Terbuka.
Padang, 18 Juni 2022

Yang Membuat Pernyataan

HENDRA

Downloaded by Arwency wen (arwencyreizhadj@gmail.com)


lOMoARcPSD|24964164

Jawaban nomor 1.A:


Menurut tertib penggunaan tanah, tanah harus benar-benar digunakan sesuai
dengan kemampuannya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan
memperhatikan kesuburan dan kemampuan tanah, dari kasus di atas tanah yang awalnya
direncanakan sebagai lahan pertanian yang dialihfungsikan menjadi Kawasan
pemungkiman merupakan hal yang bisa saja dilakukan.
Penyediaan tanah diatur dalam Bab IX Pasal 105-Pasal 117 Undang-undang Nomor 1
Tahun 2011, sesuai kewenangannya Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggungjawab atas
ketersediaan tanah untuk pembangunan perumahan dan kawasan permukiman. Ketersediaan
tanah termasuk penetapannya di dalam rencana tata ruang wilayah merupakan tanggung jawab
pemerintah daerah.
Mengenai kawasan pemukiman yang akan dibangun oleh PT Sopononyo Group tidaklah
sesuai dendan Dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang dicanangkan
oleh pemerintah
Alih fungsi lahan pertanian merupakan ancaman terhadap pencapaian ketahanan dan
kedaulatan pangan. Alih fungsi lahan mempunyai implikasi yang serius terhadap produksi
pangan, lingkungan fisik, serta kesejahteraan masyarakat pertanian dan perdesaan yang
kehidupannya bergantung pada lahannya. Alih fungsi lahan-lahan pertanian subur selama ini
kurang diimbangi oleh upaya-upaya terpadu mengembangkan lahan pertanian melalui
pencetakan lahan pertanian baru yang potensial. Di sisi lain, alih fungsi lahan pertanian pangan
menyebabkan makin sempitnya luas lahan yang diusahakan dan sering berdampak pada
menurunnya tingkat kesejahteraan petanian

Jawaban nomor 1.B:


Mengut ip perundang-undangan yang ber laku, Izin Lokasi adalah iz in
yangdiberikan kepada pelaku usaha untuk memperoleh tanah yang diperlukan untukusaha
dan/atau kegiatannya dan berlaku pula sebagai izin pemindahan hak danuntuk menggunakan
tanah tersebut untuk keperluan usaha dan/atau kegiatannya.Dikutip dari situs resmiBadan
Koordinasi Penanaman Modal, Izin Lokasi haruslangsung diurus begit u perusahaan
Anda mendapat Nomor Induk Berusaha(NIB). Tak hanya izin lokasi, Anda juga
perlu mengurus izin lingkungan, izinusaha, dan izin operasional/komersil.

Jawaban nomor 2.A:


Pengaturan mengenai keberadaan dan hak-hak masyarakat hukum adat di Indonesia
terdapat salah satunya di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
yang menunjukkan bahwa keberadaan dan hak-hak masyarakat hukum adat telah diterima dalam
kerangka hukum yang berlaku di Indonesia. Masyarakat hukum adat merupakan penduduk asli
Kalimantan Tengah yang telah hidup secara turun temurun berdasarkan kearifan budaya
setempat. Keberadaan Dewan Adat Dayak Provinsi Kalimantan Tengah sebagai sebuah lembaga
adat yang telah ditegaskan dalam Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2008 tentang Kelembagaan
Adat Dayak di Kalimantan Tengah, diharapkan dapat menjaga, memelihara, dan
mempertahankan nilai-nilai hukum adat. Terlebih pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
35/PUU-X/2012, yang menegaskan bahwa Hutan Adat adalah Hutan yang berada di wilayah
adat, dan bukan lagi Hutan Negara. Demikian halnya dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat,
yang juga memberikan ruang bagi pengakuan terhadap masyarakat hukum adat. Peraturan ini

Downloaded by Arwency wen (arwencyreizhadj@gmail.com)


lOMoARcPSD|24964164

tentunya memberikan harapan kepada Masyarakat hukum adat untuk mendapatkan pengakuan
dan perlindungan hak hak yang dimilikinya yaitu Wilayah Adat, Hukum Adat, Harta Kekayaan
dan/atau benda-benda Adat serta Kelembagaan/Sistem Pemerintahan. Kata kunci: masyarakat
hukum adat, hak, peraturan perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur
keberadaan masyarakat hukum adat sebagai subyek hukum yang berbeda dengan subyek hukum
lainnya. keberadaan hukum adat telah dicantumkan dalam rumusan Pasal 18B yang menyatakan,
<Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam Undang-Undang.= Pengakuan negara
terhadap kesatuan masyarakat hukum adat itu sekaligus pengakuan terhadap hukum adatnya.
Dengan demikian berlakunya hukum adat bukanlah tergantung kepada penguasa negara atau
tergantung kepada kemauan politik penyelenggara negara, melainkan bagian dari kehendak
konstitusi.
Dalam konteks hukum agraria pengaturan mengenai masyarakat hukum adat terdapat di
dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
(UUPA). Dalam Pasal 2 ayat (4) UUPA disebutkan bahwa,<pelaksanaan hak menguasai dari
negara dalam pelaksanaannya bisa dikuasakan kepada daerah-daerah Swatantra dan
masyarakatmasyarakat hukum adat.= Dalam hal ini masyarakat hukum adat bisa menerima
delegasi kewenangan penguasaan negara atas bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam. Jika
ada bidang tanah yang dikuasai langsung oleh negara (tanah negara), termasuk yang berasal dari
tanah bekas hak erfpacht bahkan bekas hak guna usaha (HGU), penguasaannya dapat
didelegasikan kepada masyarakat hukum adat, agar tujuan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat bisa dicapai. Kemudian penyebutan masyarakat hukum adat terdapat dalam pengaturan
pengakuan keberadaan hak ulayat. Hal ini terdapat dalam Pasal 3 UUPA yang menyatakan
bahwa,<pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakatmasyarakat hukum
adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan
kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi

Jawaban nomor 2.B:


Terminologi Hak Menguasai pada dasarnya termaktub dalam Bab XIV Undang-Undang
Dasar 1945 tentang Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial, khususnya pada P asal 33
ayat (3), yang menyatakan bahwa, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat
Poin penting dari dua pasal di atas sebenarnya adalah, bahwa seluruh kekayaan sumber
daya alam yang ada di Indonesia diamanatkan pengaturan dan pengelolaannya kepada
pemerintah sebagai pemegang otoritas tertinggi dalam suatu negara. Negara diharuskan untuk
dapat mengatur dan memanfaatkan seluruh kekayaan sumber daya alam tadi, demi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat
Hal inilah yang kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam UU Nomor 5 Tahun 1960, pada
pasal 2 ayat (1), yang menyatakan bahwa, “Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3)
Undang-Undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air dan ruang
angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi
dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.
Dalam pasal 20 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan

Downloaded by Arwency wen (arwencyreizhadj@gmail.com)


lOMoARcPSD|24964164

Dasar Pokok-pokok Agraria, atau yang seringkali disebut Undang-undang Pokok Agraria
(UUPA), dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Hak Milik adalah, “Hak turun-menurun,
terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam
pasal 6″.
Dikatakan sebagai hak terkuat dan terpenuh, karena hak milik merupakan satu-satunya
hak yang memiliki kekuatan mengikat paling kuat dan paling penuh, jika dibandingkan dengan
hak-hak kepemilikan atas tanah oleh orang dan hak-hak atas tanah lainnya, seperti Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan, dll.
Jadi apakah HMN bersifat kuat dan penuh, sama seperti halnya Hak Milik? Jawabannya
tidak! Karena apabila HMN bersifat kuat dan penuh, pemerintah sebagai pemegang kekuasaan
tertinggi dalam suatu negara bebas untuk memberikan, merampas, dan/atau mengalihfungsikan
suatu lahan pertanahan dengan sesuka hatinya

Jawaban nomor 3.A:


Akta di bawah tangan merupakan perjanjian yang dibuat para pihak tanpa adanya campur
tangan pejabat umum dan peraturan perundang-undangan tidak mengatur secara spesifik
mengenai formatnya. Misalnya perjanjian jual beli peralatan kantor antara penjual dan pembeli,
atau surat perjanjian kerja antara perusahaan dan karyawan. Meski dapat dijadikan alat bukti,
kekuatan pembuktian akta di bawah tangan berbeda dengan akta otentik, dan tidak sesempurna
kekuatan bukti akta otenti
Menurut hukum, surat sebagai alat bukti yang sempurna adalah akta otentik, yaitu akta
yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum
yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat (Pasal 1868 KUHPerdata), misalnya akta
yang dibuat oleh notaris.
Akta di bawah tangan tetap bisa jadi alat bukti namun kekuatan pembuktianya lemah dan
belum sempurna. Kecuali surat di bawah tangan tersebut diakui kebenarannya oleh pihak
<lawan=.
Hal ini bisa dilihat dari Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 775 K/Sip/1971, tanggal 6
Oktober 1971 yang kaidah hukumnya menyatakan:
<Surat jual beli tanah <di bawah tangan= yang diajukan dalam persidangan, kemudian disangkal
oleh pihak lawan, dan tidak dikuatkan dengan alat bukti lainnya, maka surat jual beli tanah
tersebut dinilai sebagai alat bukti yang lemah dan belum sempurna=
Jadi bisa disimpulkan bahwa kekuatan pembuktian surat di bawah tangan lemah dan
belum sempurna, namun ia bisa menjadi bukti yang kuat dan sempurna bila diakui oleh lawan
atau dikuatkan dengan alat-alat bukti lainnya seperti keterangan saksi, dan sebagainya.

Jawaban nomor 3.B:


Pokok-pokok pikiran yang tercantum di dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia menekankan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh rakyat Indonesia, merupakan
pokok-pokok kemakmuran rakyat yang dikuasai oleh Negara dan ditujukan untuk mencapai
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia. Bertitik tolak dari pasal tersebut di atas, maka
jelaslah bahwa negara dianggap bukan sebagai pemilik tanah dalam suatu wilayah negara, tetapi
kewenangan negara untuk menguasai tanah tersebut semata-mata kepentingan masyarakat
banyak
Tujuan Pendaftaran Tanah menurut pasal 19 UUPA, adalah untuk memberikan jaminan

Downloaded by Arwency wen (arwencyreizhadj@gmail.com)


lOMoARcPSD|24964164

kepastian hukum hak atas tanah. Tujuan tersebut kemudian mendapat dijelaskan lebih lanjut
dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1961 yaitu : untuk menjamin kepastian
hukum dari hak-hak atas tanah, Undang-Undang Pokok Agraria mengharuskan Pemerintah untuk
mengadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia.

PENDAFTARAN HAK ATAS TANAH DARI JUAL BELI TANAH DI BAWAH


TANGAN
Jual beli yang dimaksud disini adalah jual beli hak atas tanah secara yuridis, yang
diperjualbelikan adalah hak atas tanah bukan tanahnya. Bahwa tujuan membeli hak atas tanah
adalah supaya pembeli dapat secara sah menguasai dan menggunakan tanah. Dalam
perkembangannya, yang diperjualbelikan tidak hanya hak atas tanah, tetapi juga Hak milik atas
satuan rumah susun
Berkenaan dengan pengertian jual beli tanah, Boedi Harsono dalam Urip Santoso15
bahwa pengertian jual beli tanah adalah perbuatan hukum yang berupa penyerahan Hak Milik.
(penyerahan tanah untuk selama-lamanya) oleh penjual kepada pembeli yang pada saat itu juga
pembeli menyerahkan harganya kepada penjual. Jual beli yang mengakibatkan beralihnya hak
milik atas tanah dari penjual kepada pembeli itu termasuk dalam hukum agrarian atau hukum
tanah.Sifat jual beli tanah adalah tunai, riil dan terang.
Berdasarkan Pasal 37 ayat (2) PP No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah bahwa
dalam keadaan tertentu sebagaimana ditentukan oleh Menteri Kepala Kantor Pertanahan dapat
mendaftarkan pemindahan hak atas bidang tanah hak milik, yang dilakukan diantara perorangan
warga negara Indonesia yang dibutikan dengan akta yang tidak dibuat PPAT, tetapi yang
menurut Kepala Kantor PN perumahan tersebut kadar kebenarannya dianggap cukup untuk
mendaftarakan pemindahan hak.
Untuk melaksanakan prinsip-prinsip dasartersebut dalam hubungannya dengan tanah,
ditetapkanhukum agrarian Nasional yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang mengatur prinsip dasamengenai hak
pemilikan dan pemanfaatan tanah di Indonesia.Hukum tanah di Indonesia didasarkan pada
Hukum Adat.Hal ini terdapat dalam Pasal 5 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)
Tujuan Pendaftaran Tanah menurut pasal 19 UUPA, adalah untuk memberikan jaminan
kepastian hukum hak atas tanah. Tujuan tersebut kemudian mendapat dijelaskan lebih lanjut
dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1961 yaitu : untuk menjamin kepastian
hukum dari hak-hak atas tanah, Undang-Undang Pokok Agraria mengharuskan Pemerintah untuk
mengadakan pendaftaran tanah di Indonesia

Jawaban nomor 4.A:


Masalah pembebasan tanah dalam pembangunanp rasarana infrastruktur hingga kini
masih terus berlanjut. Banyak pembangunan proyek infrastruktur yang jadwal penyelesaiannya
terpaksa molor dari rencana, akibat harus menunggu pembebasan lahan selesai. Pasalnya, belum
tuntasnya masalah lahan tersebut pada akhirnya bisa mempersulit bahkan menggagalkan
pembangunan infrastruktur. Padahal, masalah pembebasan lahan dalam proyek infrastruktur
biasanya menjadi beban pemerintah dimana pengadaannya diatur dalam UU yang berlaku.

Perkembangan pembangunan di Indonesia semakin hari semakin meningkat. Kegiatan


gedung sekolah, rumah sakit, pasar, stasiun kereta api, tempat ibadah, jembatan, pengadaan

Downloaded by Arwency wen (arwencyreizhadj@gmail.com)


lOMoARcPSD|24964164

berbagai proyek pembuatan dan pelebaran jalan, jalan tol serta pembangunan lainnya
memerlukan tanah sebagai sarana utamanya. Persoalan yang kemudian muncul adalah
bagaimana mengambil tanah kepunyaan masyarakat untuk keperluan proyek pembangunan. Hal
ini memang menyangkut persoalan yang paling kontroversial mengenai masalah pertanahan.
Pada satu pihak tuntutan pembangunan akan tanah sudah sedemikian mendesak sedangkan pada
lain pihak sebagian besar warga masyarakat juga memerlukan tanah sebagai tempat pemukiman
dan tempat mata pencahariannya. Peran pemerintah sangat menentukkan, kearah mana
penyelesaian masalah tanah akan diselesaikan. Tugas dan fungsi Pemerintahan terhadap rakyat
dalam kasus penyelesaian konflik pertanahan menjadi perhatian penting, karena sebagai penentu
kebijakan dari suatu penyelesaian konflik.
Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menyatakan: <Bumi, air, serta kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan di pergunakan sebesar- besarnya untuk
kemakmuran rakyat=. Makna yang terkandung dalam pasal tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, Negara menguasai bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Kedua,
Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di pergunakan sebesar-besarnya
untuk kemakmuran rakyat. Ketiga, tanah memiliki arti yang strategis bagi kehidupan bangsa
karena tanah merupakan cabang produksi Negara yang menguasai hajat hidup orang banyak
Sebagai wujud nyata dari pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, maka lahirlah
Undang-Undang No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang lebih
dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria. Dalam pasal 2 ayat (1) Undang-Undang pokok
Agararia ini disebutkan bahwa: <Bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam
didalamnya pada tingkat yang tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai kekuasaan seluruh rakyat=.
Melalui hak menguasai dari Negara inilah maka Negara selaku badan penguasa akan dapat
senantiasa mengendalikan atau mengarahkan pengelolaan fungsi bumi, air dan ruang angkasa
serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sesuai dengan peraturan dan kebijakan yang
ada, yaitu dalam lingkup penguasaan secara yuridis yang beraspek publik. Kemudian dalam
pasal 6 UU No.5 tahun 1960 juga menegaskan bahwa: <semua hak atas tanah mempunyai fungsi
sosial=.
Berdasarkan undang-undang tersebut diatas, maka jelas bahwa tanah milik siapapun
apabila dibenturkan dengan kepentingan sosial atau kepentingan umum maka tanah tersebut
harus dilepaskan atau dibebaskan. Bahkan tanah yang merupakan hak milik sekalipun yang
dimana hak milik dikatakan hak yang paling tinggi dari hak atas tanah lainnya karena sifatnya
terkuat, turun-temurun, maka itu pun harus dilepaskan jika kepentingan umum menghendakinya,
mengingat bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.
Dalam Undang-Undang Nomor. 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah untuk
kepentingan umum pasal 3 disebutkan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan
menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak
yang Berhak. Jadi dalam peraturan peraturan tersebut terlihat bahwa tanah juga mengandung
fungsi sosial untuk kepentingan banyak orang dan pasal 5 dalam undang-undang tersebut
disebutkan Pihak yang Berhak (pemilik tanah) wajib melepaskan tanahnya pada saat pelaksanaan
Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum setelah pemberian Ganti Kerugian atau berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Selanjutnya, setelah masyarakat menyerahkan tanahnya untuk kepentingan umum
tersebut maka masyarakat memiliki hak untuk menerima ganti rugi dari Pemerintah. Hal tersebut
diatur dalam Undang-Undang No.2 tahun 2012 tentang Pengadaan tanah bagi pembangunan

Downloaded by Arwency wen (arwencyreizhadj@gmail.com)


lOMoARcPSD|24964164

untuk kepentingan umum pasal 1 butir 2 yang berbunyi <pengadaan tanah adalah kegiatan
menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang
berhak

Jawaban nomor 4.B:


Tanah adalah salah satu harta yang sangat berharga di muka bumi ini, yang dalam
sepanjang sejarah peradaban umat manusia tak henti-hentinya memberikan problemaproblema
rumit. Indonesia, yang memiliki daratan (tanah) yang sangat luas, telah menjadikan persoalan
tanah sebagai salah satu persoalan yang paling urgen diantara persoalan lainya. Maka tak heran,
pasca Indonesia merdeka, hal pertama yang dilakukan oleh pemuka bangsa dikala itu adalah
proyek <landreform= ditandai dengan diundangkannya UU No 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria, selanjutnya disingkat UUPA
Selanjutnya UUPA beserta ketentuan-ketentuan pelaksanaannya menjadi acuan bagi
pengelolaan administrasi pertanahan di Indonesia, termasuk dalam kegiatan pengadaan tanah
bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Pembangunan fasilitas-fasilitas umum
memerlukan tanah sebagai wadahnya. pembangunan fasilitas umum tersebut tidak menemui
masalah apabila persediaan tanah masih luas. Namun, yang menjadi permasalahan adalah tanah
merupakan sumber daya alam yang sifatnya terbatas, dan tidak pernah bertambah luasnya. Tanah
yang tersedia saat ini telah banyak dilekati dengan hak (tanah hak), sementara tanah negara
sudah sangat terbatas persediaannya
Pembangunan yang tengah giat dilakukan pemerintah saat ini kerap kali berbenturan
dengan masalah pengadaan tanah. Agar tidak melanggar hak pemilik tanah, pengadaan tanah
tersebut mesti dilakukan dengan memerhatikan prinsip-prinsip kepentingan umum (public
interest) sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hal inilah yang akan dibahas lebih jauh
dalam tulisan ini.
Pengadaan Tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara
memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman
dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah. 4 Sebelumnya, di Indonesia pengadaan tanah
khususnya bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang dilakukan oleh
pemerintah maupun pemerintah daerah dilaksanakan dengan cara pencabutan hak atas tanah. Hal
tersebut diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Pasal 1 Angka 3. Namun, dengan
dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 yang merupakan perubahan dari
Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2005, maka pengadaan tanah bagi pelaksanaan
pembangunan untuk kepentingan umum yang dilakukan oleh pemerintah maupun pemerintah
daerah dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah
Pengadaan tanah untuk kepentingan umum sejak tahun 1961 sampai dengan sekarang
telah berlaku Undang-undang No. 20 Tahun 1961, kemudian dilanjutkan dengan kebijakan
pemerintah melalui PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) No. 15 Tahun 1975, kemudian
dicabut dan diganti dengan Keppres No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Kepentingan Umum. Namun dengan berlakunya ketentuan tersebut dalam proses
pelaksanaannya tetap menimbulkan konflik dalam masyarakat. Untuk itu perlu dikaji ulang
keberadaan dari Keppres No. 55 Tahun 1993 dan dikaitkan pula dengan Undangundang No. 22
Tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang No. 25 Tahun 1999, tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
Pengadaan tanah kemudian diatur dengan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005

Downloaded by Arwency wen (arwencyreizhadj@gmail.com)


lOMoARcPSD|24964164

yang kemudian dirubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006. Sampai dengan saat
ini Indonesia belum memiliki Undang-Undang yang mengatur secara khusus tentang Pengadaan
Tanah.
Pada prinsipnya Hukum Agraria Indonesia mengenal 2 (dua) bentuk pengadaan tanah
yaitu : 1. Dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah (pembebasan hak
atas tanah) ; 2. Dilaksanakan dengan cara pencabutan hak atas tanah. Perbedaan yang menonjol
antara pencabutan hak atas tanah dengan pembebasan tanah ialah, jika dalam pencabutan hak
atas tanah dilakukan dengan cara paksa, maka dalam pembebasan tanah dilakukan dengan
berdasar pada asas musyawarah. Sebelumnya oleh Perpres No 36 Tahun 2005 ditentukan secara
tegas bahwa bentuk pengadaan tanah dilakukan dengan cara pembebasan hak atas tanah dan
dengan cara pencabutan hak atas tanah. Namun dengan dikeluarkannya Perpres No 65 Tahun
2006, hanya ditegaskan bahwa pengadaan tanah dilakukan dengan cara pembebasan. Tidak
dicantumkannya secara tegas cara pencabutan hak atas tanah di dalam Perpres No. 65/2006
bukan berarti menghilangkan secara mutlak cara pencabutan tersebut, melainkanuntuk
memberikan kesan bahwa cara pencabutan adalah cara paling terakhir yang dapat ditempuh
apabila jalur musyawarah gagal . Hal ini ditafsirkan secara imperatif dimana jalur pembebasan
tanah harus ditempuh terlebih dahulu sebelum mengambil jalur pencabutan hak atas tanah.

=======================================================

Downloaded by Arwency wen (arwencyreizhadj@gmail.com)

Anda mungkin juga menyukai