Anda di halaman 1dari 15

SYI’R ARAB PADA MASA SHADR AL-ISLAM

Disusun Oleh :

Khaerul Mahdy Mukhlisin (11210210000075)


BSA 4C

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah As-Syi’r Al-Arabiy

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA ARAB


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tanpa ada hambatan dan selesai tepat pada
waktunya.

Tujuan kami menulis makalah ini untuk memenuhi tugas UAS pada mata kuliah As-Syi’r
Al-Arabiy. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca
khususnya bagi penulis sendiri, serta sebagai bahan untuk diskusi pada kegiatan perkuliahan
mengenai perkembangan dan tujuan syi'r Arab pada masa shadr Islam.

Kami mengucapkan terima kasih kepada ibu Titi Farhanah M.Ag. Ph.D, selaku dosen
pengampu pada mata kuliah As-Syi’r Al-Arabiy yang telah memberikan tugas ini kepada kami,
sehingga kami mendapat pengetahuan dan wawasan sesuai dengan materi yang telah diberikan
pada mata kuliah ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi kami
pengetahuannya yang kami jadikan sebagai bahan rujukan sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan tepat dan sesuai.

Kami menyadari, bahwa makalah yang kami tulis ini, masih jauh dari sempurna dan masih
banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat diperlukan demi
kesempurnaan makalah ini.

Tanggerang, 18 Mei 2023

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
SYI’R ARAB PADA MASA SHADR AL-ISLAM 4
1. Pendahuluan 4
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Rumusan Masalah 5
1.3 Tujuan 6
2. PEMBAHASAN 7
2.1 Perkembangan Syi’r Arab Pada Masa Shadr al-Islam 7
2.2 Karakteristik Syi’r Arab Pada Masa Shadr al-Islam 9
2.3 Pengarang dan Syi’rnya Pada Masa Shadr al-Islam 10
2.3.1 Ka’ab bin Malik al-Anshari 11
3. Penutup 14
DAFTAR PUSTAKA 15

3
SYI’R ARAB PADA MASA SHADR AL-ISLAM
Khaerul Mahdy Mukhlisin

1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Puisi Arab atau syi'r Arab merupakan salah satu bagian dari tradisi bangsa Arab.
Tradisi ini sudah ada sejak masa pra-Islam atau biasa kita kenal dengan masa Jahiliyyah.
Selain berpuisi atau bersyai’r bangsa Arab juga memiliki tradisi lain diantaranya,
berdagang dan menghormati bulan-bulan haram (al-Asyhur al-Hurum).1 Tradisi bersyai’r
dan berdagang merupakan tradisi bangsa Arab yang paling masyhur dikenal. Tradisi
berdagang merupakan pilihan yang tepat sesuai dengan kondisi geografi bangsa Arab yang
gersang dan tandus sehingga tidak memungkinkan untuk menekuni pertanian. Untuk
urusan perdagangan, bangsa Arab memiliki pasar dekat Mekah seperti pasar Ukaz,
Majanna, dan Dzul Majaz. Di pasar-pasar tersebut tidak hanya melakukan kegiatan
berdagang, akan tetapi biasanya diadakan juga pasar sastra (suq al-Adab) dimana para
sastrawan dan penyai’r berkumpul dan berlomba-lomba menunjukkan kebolehannya.
Semua syi’r yang dibuat para penyai’r diungkapkan dan dilestarikan dalam bentuk hafalan,
kecuali para penyai’r yang memenangkan perlombaan syi’r di pasar Ukaz biasanya syi’r
mereka akan diabadikan dalam bentuk tulisan dan digantung di dinding ka’bah, tradisi
tersebut kemudian dikenal dengan istilah muallaqat.2
Kedatangan Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW membuat bangsa Arab
khususnya kaum Quraisy dongkol, karena Islam tidak hanya mengajak bangsa Arab tunduk
dan patuh kepada Allah SWT, akan tetapi Islam juga datang untuk menghapus tradisi
bangsa Arab pada masa Jahiliyyah yang tidak terpuji, namun juga mempertahankan tradisi
bangsa Arab pada masa Jahiliyyah yang kemudian dirubah serta diperbaiki sesuai dengan
ajaran Islam, seperti tradisi agama dan ritual haji yang mana pada masa Jahiliyyah praktik
ini telah keluar dan menyimpang dari tradisi ajaran tauhid yang dahulu dibawa oleh Nabi
Ibrahim AS, kemudian tradisi balas dendam, qishas, dan diyat pada masa Islam masih
dipertahankan dan dilakukan sesuai dengan hukum yang telah ditetapkan dan wewenang

1
Wildana Wargadinata dan Laily Fitriani, Sastra Arab : Masa Jahiliyah dan Islam, (UIN-Maliki Press, Malang, 2018),
hlm. 46.
2
Ibid, hlm. 47.

4
untuk melakukannya ada pada negara bukan lagi individu maupun kabilah, kemudian
tradisi berdagang yang sudah mandarah daging bagi bangsa Arab juga tetap dilestarikan
Islam dengan memberi aturan kejujuran dan cara berdagang yang baik, serta kebiasaan
(ilaf) yaitu rihlat syita dan rihlat al-shoif, perjalanan untu berdagang pada musim dingin
dan panas masih tetap dipertahankan, tradisi tersebut bahkan diabadikan dalam al-Qur’an
surah al-Quraisy3.
Para penyai’r pada masa Jahiliyyah dipandang sebagi kaum intelektual, karena
mengetahui pengetahuan tentang nasab, kabilah-kabilah, dll yang mana pada masa
Jahiliyyah ilmu tersebut dibutuhkan bangsa Arab.4 Pada masa Jahiliyyah, syi’r sangat
mendominasi diberbagai bidang kehidupan. Syi’r menjadi tonggak dalam seluruh bidang
kehidupan seperti keagamaan, politik, perang, dan perdagangan menggunakan syi’r
sebagai alat atau media untuk ungkapan, motivasi, negosiasi, dsb. Aghradh syi’r Arab pada
masa Jahiliyyah banyak memiliki perbedaan pendapat, namun yang termasyhur hingga saat
ini ada 8 (delapan) yaitu, Tasybih/Ghazal (prcintaan), Hammasah/Fakhr (membanggakan
diri), Madah (pujian), Rotsa (mengenang), Hijaa’ (Hinaan), I’tidzar (permohonan maaf),
Washf (peperangan), Hikmah (pelajaran).5
Keberadaan sastra pada masa awal Islam dikenal dengan adab al-Muhadhramain,
sebuah karya sastra yang berkembang atau muncul pada dua masa, yaitu masa jahiliyah
dan awal Islam. Jenis sastra Arab ini memiliki karakteristik sejarah dan nilai yang sangat
besar, karena jenis sastra ini hidup pada masa jahiliyah serta menggambarkannya dengan
sangat detail, yaitu berpindahnya dari kehidupan jahiliyah pada kehidupan Islam.
Pada masa Islam al-Qur’an dan Hadist memiliki pengaruh yang begitu besar
terhadap karya sastra Arab terutama syi’r. Sehingga Syi’r dalam perkembangannya pada
masa Islam sangat dipengaruhi oleh al-Qur’an dan Hadist.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang di atas timbul permasalahan yang perlu dibahas dalam
makalah ini, sebagaimana berikut :

3
Ibid, hlm. 72-74.
4
Cahya Buana, Sastra Arab Klasik Seri Jahiliyyah, (Literasi Nusantara, Malang, 2021), hlm. 69.
5
.٦٨-٥٩ ‫ ص‬،)‫ه‬١٤٠٦ ،‫ (جامعة اإلمام محمد بن سعود اإلسالمية‬،‫ األدب العربي وتاريخه للصف األول الثانوى‬،‫عبد العزيز بن محمد فيصل‬

5
1. Bagaimana perkembangan syi’r Arab masa shadr al-Islam?
2. Bagaimana karakteristik pada syi’r Arab masa shadr al-Islam?
3. Siapa tokoh penyair pada masa shadr al-Islam?

1.3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, tujuan penyusunan
makalah ini sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui sejarah perkembangan syi’r Arab masa shadr al-Islam
2. Untuk mengetahui karakteristik syi’r Arab masa shadr al-Islam
3. Untuk mengetahui siapa tokoh penyair serta contoh syi’r Arab pada masa shadr al-
Islam

6
2. PEMBAHASAN
2.1 Perkembangan Syi’r Arab Pada Masa Shadr al-Islam
Islam dalam memandang syi’r Arab memiliki dua pandangan. Pandangan pertama,
Islam akan memandang suatu syi’r dengan hormat apabila syi’r tersebut digunakan dengan
maksud dan cara yang baik. Pandangan kedua sebaliknya, Islam akan memandang suatu
syi’r dengan tidak hormat apabila syi’r tersebut digunakan dengan maksud dan cara yang
tidak baik.
Nabi sangat memperhatikan terhadap keadaan orang Arab yang nilai syi’rnya
cenderung pada permusuhan dan kekerasan. Oleh karena itu, dalam beberapa keadaan Nabi
melarang syi’r. Namun bila syi’r tersebut mengajarkan serta memperlihatkan kearifan dan
kebajikan, Nabi pun akan memujinya.
Labid atau Lubaid bin Rabiah dan Umayyah bin Abu Salt merupakan penyair yang
sangat dipuji Nabi karena syi’r-syi’rnya menunjukkan kesalehan dan moralitas, meskipun
kedua orang itu tidak beragama Islam. Nabi juga menyeru tiga penyair muslim yaitu, Ka’ab
bin Malik, Abdullah bin Rawahah, dan Hasan bin Tsabit untuk membela Islam dalam
karya-karya mereka, mereka melakukan dengan sangat baik sehingga menimbulkan
kecemasan musuh-musuh Islam di Mekah.
Kemudian Islam juga tidak akan menghapuskan suatu kebiasaan maupun adat yang
telah ada apabila kebiasaan tersebut tidak bertentangan dengan prinsip ajaran Islam.
Sebaliknya, jika kebiasaan tersebut bertentangan dengan ajaran Islam, maka Islam
melarang dan menghapuskannya.
Dalam sejarah Islam juga banyak disebutkan bahwa Nabi dan para sahabatnya serta
kaum muslimin yang datang sesudahnya sangat gemar sekali terhadap syi’r Arab jahiliyah.
Terutama jika syi’r itu ada hubungannya dengan perasaan ketuhanan, seperti syi’r yang
pernah diucapkan Lubaid. Mengenai puisi Lubaid Nabi pernah bersabda :

َ َ َ َ َ ُ ََ َ ُ ُ َ َ ََ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ
ْ .)‫اطل‬
ِ ‫يءْماخالْﷲْ ْب‬
ٍْ ‫ْ(أَلْكلْْش‬ ‫ل‬
ْ ‫اع ْرْ ْق ْو ْْل ْبیْ ٍد‬ ِ ‫ْق ْال ْھاْش‬ ْ ‫و ِمنْْ ْأقْو ِْال ِْهْ ْأصْدقْك ِْل ْم ٍة‬
ََ َ َ ُ
ُْ ‫ْ َوكلْْ ْن ِعیْ ٍمَْل َْم َح ْالةْ َزْا ِْئ‬
.‫ل‬
“Sebaik-baik puisi yang pernah diucapkan oleh seorang penyair adalah ucapan Lubaid
yang berkata : “Sesungguhnya segala sesuatu selain Allah adalah batil, dan setiap
kenikmatan(duniawi) pasti akan hancur” (HR. Bukhari Muslim).
7
Kemudian Nabi juga memberikan penghargaan yang tinggi kepada para penyair
Islam, sehingga para penyair Islam selalu menempati posisi yang terdekat disisi Nabi,
karena jumlah mujahid yang akan membela agama Islam dengan kekuatan jasmani sangat
banyak jumlahnya, sebaliknya kaum muslimin yang membela agama Islam dengan syi’r
sangat sedikit dan terbatas jumlahnya, oleh sebab itu Nabi memberikan sebuah
penghargaan kepada para penyair.6
Syi'r merupakan diwan al-Arab yaitu sumber kemuliaan dan kemegahan bagi
bangsa Arab, syi'r merupakan sarana atau alat untuk memamerkan kefasihan dan
kecerdasan mereka dalam berbahasa, serta merupakan suatu kesenangan bagi diri mereka.
Kemudian Nabi datang membawa Al-Qur'an yang mengajak kepada tauhid dan berpegang
teguh kepadanya. Kejadian tersebut membuat mereka terusik, sehingga mereka mulai
memperhatikan, meneliti kata-kata, gaya bahasa dan arti-arti dalam Al-Qur’an. Sehingga
diantara mereka ada yang mencari-cari cara untuk melukainya dan ada yang percaya
mengambil petujuknya, kemudian orang-orang yang sesat menentangnya.7 Peristiwa
tersebut membuat mereka meninggalkan kebiasaan bersyair, baik hanya untuk senang-
senang maupun berbangga-bangga. Sedangkan orang-orang yang mengambil serta
menerima petunjuknya, mengubah pola pikir mereka dalam bersyair, sehingga tujuan-
tujuan (aghradh) yang menyeleweng dari ajaran Islam, seperti syi’r al-tansyib dan syi’r
mughazalah membuat mereka benci karena Al-Qur’an telah merendahkannya dalam surat
Al-Syu’ara’ ayat 224-227.
Dengan turunnya firman tersebut, banyak diantara penyair yang meninggalkan
kebiasaan bersyair dan beralih hanya fokus untuk beribadah kepada Allah SWT.
Disamping itu ada juga penyair yang tetap melakukan kebiasan bersyair, akan tetapi
dengan menjauhi tujuan-tujuan dan tema-tema (aghradh) syi’r yang dilarang oleh Islam.
Sehingga dari keadaan tersebut dapat disimpulkan bahwa Islam tidak melarang umatnya
bersyair, akan tetapi Islam menganjurkan agar menjauhi bentuk-bentuk syi’r yang
merendahkan Islam.

6
Wildana Wargadinata dan Laily Fitriani, Op.cit., hlm. 239-242.
7
Ahmad al-Hashimi, Jawahirul-Adab, hlm. 286.

8
Menurut Juzif Al-Hasyim (1968: 235-236), bahwa pada masa permulaan Islam
muncul empat tingkatan kelompok para penyair, yaitu:
1. Kelompok penyair yang meninggalkan puisi dan langsung beribadah hanya kepada
Allah,seperti, Labid bin Rabi’ah al-‘Amiry.
2. Kelompok penyair yang melakukan penindasan dan mengejek Nabi, seperti: Abu
Sufyan al-Harits bin Abdul Muthalib, Ka’ab bin Asyraf.
3. Kelompok penyair yang terdiri dari penolong-penolong Nabi dan para sahabatnya. Para
penyair ini menentang orang-orang musyrik lewat puisi-puisinya, seperti: Ka’ab bin
Malik, ‘Abdullah bin Rawahah, Hasan bin Tsabit, dan Ka’ab bin Zuhair.
4. Kelompok penyair yang tetap berpuisi sebagaimana mereka tetap berpuisi pada masa
jahiliyah dulu. Akan tetapi mereka menjauhi apa yang dilarang oleh Islam. seperti: Abu
Dahbal al-Jahiy, Al-Nabighah al-Ja’diy, Mu’an bin Aus, ‘Amru bin Mu’ad Yakrab,
Mutammim bin Nawirah, Abu Mahjan al-Tsaqofiy, Al-Hathiyah, dan lainnya.

2.2 Karakteristik Syi’r Arab Pada Masa Shadr al-Islam


Karakteristik atau ciri khas dari syi’r Arab yang menonjol pada masa shadr al-Islam
yakni makna, susunan, gaya bahasa, dan tujuan atau tema-tamanya (aghradh) sangat
dipengaruhi oleh bahasa Al-Qur’an, hal ini karena mayoritas para penyair pada masa shadr
al-Islam menyandarkan pikiran-pikiran mereka kepada ruh Al-Qur’an serta meninggalkan
tujuan-tujuan (aghradh) yang bertentangan dengan ruh Al-Qur’an, seperti berbangga-
bangga pada yang batil dan mengejek suatu kaum. Sehingga mayoritas para penyair beralih
kepada syi’r yang sesuai dengan agama, seperti anjuran berbuat amal sholeh, anjuran untuk
berjihad, meratapi para syuhada, deskripsi perang, dan berbangga dengan kemenangan.
Lafadz dan makna syi’r yang terpengaruh dengan bahasa Al-Qur’an contohnya
seperti pada syi’r Al-Nabighah al-Ja’diy :

َ َ َ ‫َ َ ُ ه‬
#ْ‫ْلِلَْلْش ِریْ َك ْْل ُْه‬
ِ ِ ‫الحمْ ْد‬

9
َ ُ ََ َُ َ َ
ْ ‫س ُْهْظ َلما‬
ْ ْ‫ْمنْْ ْلمْْ ْی ْقلھاْ ْفنف‬

َ َّ َّ ُ
#ْ‫امل ِ ْل ُجْالل ِیل ِْْفيْالنھا ِر‬

ُ َّ َ َّ
ْ‫ْ َ ْو ِْفيْالل ِیل ْْن َْھا ًر ه‬
ْ ‫اْیفرجْالظ ْل َما‬

Ungkapan seperti: alhamdulillah, la syarikalahu, nafsuhu dholama dan al-muliju al-lail


wa al-nahar semuanya adalah ungkapan-ungkapan yang diambil dari Al-Quran.
Tujuan syi’r pada masa shadr al-Islam diantaranya untuk menyebarkan aqidah
agama Islam, sebagai dorongan untuk berjihad menegakkan kalimatullah, sebagi motivasi
semangat ketika terjadi krisis dalam perang dalam penaklukan kota-kota di jazirah Arab,
sebagai dokumenter penggambaran peperangan serta penguasaan terhadap kota-kota dan
bagaimana cara pengepungan seta penaklukannya.8
Adapun ciri khas dan karakteristik syair-syair pada periode Shadr al-Islâm adalah
sebagai berikut :
1. Syi'r-syi'r banyak menggunakan gaya bahasa al-Qur’an dan Hadis. Hal ini disebabkan
karena pengaruh dari bahasaa Al-Qur'an yang begitu indah dan kaya akan nilai sastra.
2. Syi'r-syi'r pujian (al-madhh). Syi'r al-madh pada periode ini berbeda dengan periode-
periode sebelumnya, pada periode ini al-madh disandarkan kepada Rasululah SAW.
3. Syi'r-syi'r ejekan (al-Hijâ’). Syi'r ejekan ini terjadi karena faktor saling serang yaitu
antara umat Islam dengan kafir Quraisy di Makkah.
4. Syi'r-syi'r suka cita atau ratapan (al-ritsâ’). pada masa ini, Syi'r suka cita atau ratapan
digunakan untuk para pejuang Islam atau mujahid yang mati syahid di medan perang.9

2.3 Pengarang dan Syi’rnya Pada Masa Shadr al-Islam


Pada masa awal Islam datang, muncul beberapa penyair, diantaranya yang terkenal
ada tiga penyair muhadramin yaitu mereka yang berada dan hidup pada dua masa, masa
jahiliyah danmasa shadr al-Islam. Nabi Muhammad SAW, telah memilih mereka untuk
membela Islam dengan puisinya, mereka itu adalah : Ka’ab bin Malik, Abdullah bin

8
Wildana Wargadinata dan Laily Fitriani, Op.cit., hlm. 245-247.
9
Ahmad Iskandarî dan Musthafâ ‘Annânî, al-Wasîth, hlm. 142-142.

10
Rawahah, dan Hasan bin Tsabit. Mereka terpilih untuk menolak ejekan dari penyair-
penyair Quraisy yang menentang Nabi SAW. Diantaranya adalah: Abdullah bin Al-
Zabi’ry, Abu Sufyan bin Al-Harits bin Abdul Muthallib, ‘Amru bin ‘Ash, Dhirar bin
Khattab, dan Hubairah bin Abi Wahab. Kelima penyair Quraisy itu terkenal sangat parah
dalam mencela kaum muslimin, sedangkan Abdullah bin Al-Zabi’ry bin Qays bin ‘Ady bin
Sa’ad bin Sahm adalah seorang penyair paling parah dalam mencela kaum muslimin dan
kaum Anshar.

2.3.1 Ka’ab bin Malik al-Anshari


Amru bin al-Taqin bin Ka’ab bin Suwad bin Ghanam bin Ka’ab bin Salamah al-
Anshari merupakan nama lengkapnya. Dia juga dijuluki Abu Abdullah, Abu
Abdurrahman, Abu Muhammad dan Abu Basyir. Abu Basyir merupakan panggilan Ka’ab
pada masa Jahiliyah, dan ketika masuk Islam Rasulullah menjulukinya dengan Abu
Abdullah. Dia merupakan salah satu dari sahabat Anshar yang masuk Islam pertama kali,
dia juga merupakan salah satu sahabat yang menyaksikan baiat Aqabah dan ketika sudah
masuk Islam dia merupakan salah satu sahabat yang banyak mengikuti berbagai
peperangan dalam Islam seperti perang Badr, Uhud, Khandaq, Fathu Makkah, Khaibar,
Mu’tah, Thaif dan Tabuk.
Ketika turun ayat yang menerangkan bahwa Allah SWT melarang syi'r dan
kedudukan penyair yang hanya berbuat sia-sia di hadapan Allah, seketika itu Ka’ab
menghadap Rasulullah untuk meminta penjelasan tentang hal itu. kemudian Rasulullah
menjelaskan bahwa seorang mukmin itu tidak hanya berjihad dengan pedang, akan tetapi
dengan lisannya juga. Setelah mendapat penjelasan tersebut legalah hati Ka’ab dan dia
semakin rajin dalam menyampaikan syi'r-syi'rnya yang sarat dengan semangat membela
agama Allah di hadapan musuh-musuh kaum muslimin.10
Syi'r Ka’ab merupakan salah satu syi'r yang bagus, qasidah-qasidahnya banyak
menceritakan tentang suasana perang. Berikut ini adalah syi'r Ka’ab ketika ia menyaksikan
kejadian di Bi’ru Ma’unah :

10
Ibid, hlm. 248-249.

11
َ َ ً َ َُ َ ً َ َ َ َ ‫ْج َار ُكمْل َبني‬َ ‫َت َرك ُتم‬
‫اْو َهونا‬ ‫مخافةْحربهوْعجز‬ ْ‫ْس ِلي ٍم‬ ِ ِ
ً ً َ َ َ َّ ُ ًََ َ ََ
‫اْحبال َْم ِتينا‬‫ِملد ِْبحب ِله‬ ْ‫ْحبالْتن َاو َل ِْمن َْع ِقي ٍل‬ ‫فلو‬
َ َُ ُُ َ ًَََ َ َ َ
‫اْوف ُو ِاْإذْآلْتفونا‬ ‫وقدماْم‬ ُ
‫اْإن ِْأسلموا‬ َ
ِ ‫قرطاءْم‬ ْ ‫أ ِوْال‬

Kamu meninggalkan tetanggamu Bani Salim, karena takut


akan perang yang melemahkan dan menghinakan.

Walau tali melilit pada para pemimpin,


untuk mengulurkan tali yang kuat.

Atau Qirtho’ bila ia tidak masuk Islam, dan mengajukan suatu


kelengkapan apabila tidak datang

Bait di bawah ini menceritakan bahwa Ka’ab mengatakan pada Shofiyyah bin
‘Abdul Muthollib agar ia menangisi jenazah saudara kandungnya Hamzah yang mati
syahid di medan perang :

ْ‫ىْحم َز ٍة‬ َ ‫ىْالن َس ُاء َْع َل‬


‫ََ َ ه‬ ََ َ َ
ْ ‫ص ِف َّيةْقو ِمي َْوَْلْتع ِج ِز‬
‫ي‬
ِ ‫وبك‬
َّ
‫يْالهز ِْة‬ ‫ْﷲْف‬ ‫د‬ ‫س‬ َ ‫َع َلىْ َأ‬ َ ُ َ َ ََ
‫َوَْلْتسأ َمىْأنْت ِتي ِليْال ُبكاء‬
ِ ِ
َ ‫َو َلي ُثْاملَ َالحمْف‬ َ َ َ َ ََ
‫يْالب َّز ِْة‬ ِ ِ ِ ‫فقدْك َن ِْع ًّزاْأليت ِمنا‬
‫ش َْوال ِع َّز ِْة‬ َ ً ْ‫اك‬ َ َ ُ
ِ ‫ْورضوانْذيْالعر‬ ‫ضاْأحمد‬ ‫ُي ِريد ِْبذ ِر‬

Shafiyyah, kaumku tak berdaya,


para wanita menangisi Hamzah.

Janganlah kau berlomba melama-lamakan tangis,

12
pada singa Allah dalam kegembiraan.

Maka kemulyaan milik anak-anak yatim kita,


kekerasan adalah tempat pembantaian dengan senjata.

Keridhoan akan kebaikan yang diinginkan,


serta kerelaan bagi pemilik singgasana dan kemulyaan.

13
3. Penutup
Syi’r Arab merupakan tradisi bangsa Arab yang sudah ada jauh sebelum masa shadr al-
Islam. Syi’r merupakan suatu kebanggaan dan kehormatan bagi bangsa Arab, oleh karena itu
seorang penyair dipandang kaum intelektual dan dihormati karena kepandaian mereka dalam
berbahasa pada masa itu dan setiap kabilah biasanya memiliki seorang penyair untuk mewakili
kabilah dalam berkomunikasi. Syi’r menjadi tonggak diberbagai bidang kehidupan.
Seiring berjalannya waktu syi’r mengalami perkembangan disetiap masanya baik tema-
tema atau tujuan-tujuan (aghradh) maupun gaya bahasanya. Pada masa Jahiliyyah misalnya,
tema-tema yang berkembang pada masa ini ada 8 (delapan) yaitu, Tasybih/Ghazal (prcintaan),
Hammasah/Fakhr (membanggakan diri), Madah (pujian), Rotsa (mengenang), Hijaa’
(Hinaan), I’tidzar (permohonan maaf), Washf (peperangan), Hikmah (pelajaran) serta tujuan
mereka dalam bersyair juga berbeda.
Kemudiaan pada masa shadr al-Islam syi’r sangat dipengaruhi oleh bahasa Al-Qur’an
dan tema-tema yang berkembang pada masa ini juga tidak signifikan, selain karena mereka
sibuk dengan urusan agama, fokus dalam belajar agama Islam yang menyebabkan mereka mulai
meninggalkan kebiasaan bersyair, juga disebabkan dengan adanya larangan bersyair dalam
Islam setelah turun ayat yang melarangnya, sehingga sebagian sahabat seperti Labid atau
Lubaid bin Rabi’ah meninggalkan kebiasaan bersyair, namun sebagian sahabat juga masih
banyak yang bersyair seperti Ka’ab bin Malik, yang sebelumnya juga berhenti bersyair
kemudian meminta penjelasan kepada Rasulullah mengenai ayat tersebut sehingga akhirnya
mulai bersyair kembali.

14
DAFTAR PUSTAKA

Buana, Cahya. (2021). Sastra Arab Klasik Seri Jahiliyah. Malang: Literasi Nusantara.
Faishal, ‘Abdul A’ziz. (1985). Al-Adab Al-Arabi wa Tarikhuhu li shaf awal. Saudi Arabia:
Jamiah Imam Muhammad bin Su’ud Al-Islamiyyah.

Hashimi (al), Ahmad. (2003). Jawahir al-Adab. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah.

Wargadinata, Wildana dan Fitriani, Laily. (2018). Sastra Arab: Masa Jahiliyah dan Islam.
Malang: UIN Maliki Press.

15

Anda mungkin juga menyukai