Anda di halaman 1dari 26

TUGAS MANDIRI

KEHIDUPAN BERAGAMA DI KELUARGA

Mata Kuliah: Pendidikan Agama

Nama : Herik

NPM : 110310005

Dosen : Tim Dosen

UNIVERSITAS PUTERA BATAM

2012

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, bahwa penulis
telah menyelesaikan tugas mata pelajaran AGAMA dengan membahas
“Pelaksanaan Agama Buddha Dalam Kehidupan Sehari Hari Dalam
Keluarga” dalam bentuk makalah.

Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis
hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan
materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang tua,
sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.

Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi
pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang
diharapkan dapat tercapai,

Sadhu…Sadhu…Sadhu…

Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta

Semoga Semua Makhluk Bahagia

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 1


DAFTAR ISI............................................................................................................................. 3
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 4
LANDASAN TEORI ................................................................................................................ 5
PERATURAN SEHARI-HARI ............................................................................................... 6
MELAKSANAKANNYA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI .................................... 7
PERAYAAN-PERAYAAN .................................................................................................. 7
TRADISI DAN ADAT ISTIADAT ...................................................................................... 8
PEMBERKATAN RUMAH................................................................................................. 8
PENGHORMATAN KEPADA PARA DEWA DAN "ROH" SUCI ................................. 9
PEMBERKAHAN BAGI ANAK YANG BARU DILAHIRKAN ........................................ 9
PERNIKAHAN/PERKAWINAN....................................................................................... 10
SAKIT ................................................................................................................................. 10
PEMAKAMAN ................................................................................................................... 11
PENGUBURAN DAN PERABUAN ................................................................................ 13
PENGATURAN ABU ....................................................................................................... 14
MENGHORMATI ORANG YANG MENINGGAL DUNIA ........................................... 14
UPACARA PERINGATAN .............................................................................................. 15
KESIMPULAN ....................................................................................................................... 26
DAFTAR PUSAKA ............................................................................................................... 26

3
Pelaksanaan Agama Buddha Dalam Kehidupan Sehari Hari Dalam
Keluarga

PENDAHULUAN
Buddha Dhamma sebagai suatu agama atau sebagai suatu cara hidup
yang benar dihargai oleh orang-orang berintelek tinggi di banyak bagian
dunia ini. Alasan yang sederhana ialah bahwa Sang Buddha, pendiri agama
ini, adalah guru yang telah mencapai penerangan sempurna dan
berpandangan luas. Cara hidup menurut agama Buddha sangatlah
sederhana; bebas dari kepercayaan membuta dan dogma-dogma. Sayang
sekali banyak orang yang belum mengerti bagaimana menempuh cara hidup
yang benar menurut agama Buddha. Dewasa ini, di banyak bagian dunia ini,
dan bahkan di antara masyarakat beragama Buddha sendiri, berbagai
kepercayaan dan praktek masih dilakukan atas nama agama ini. Banyak
diantara praktek-praktek ini sama sekali bukan ajaran asli Sang Buddha dan
bahkan kadang-kadang bertentangan. Sebenarnya banyak orang telah
mengabaikan dan melupakan cara hidup yang benar menurut agama
Buddha. Banyak pula yang mempunyai pengertian yang keliru mengenai
segi-segi panting tertentu dari agama ini. Dengan harapan untuk
menghilangkan pandangan salah dan memberikan penerangan kepada
masyarakat inilah, maka buku kecil ini diterbitkan.

Mengerti cara hidup menurut agama Buddha berarti harus menempuh


cara hidup yang benar. Menghargai sifat kehidupan ini berarti mencapai
suatu kehidupan nan bahagia dan damai.

4
LANDASAN TEORI
Orang-orang tertentu yang disebut kaum intelektuil menggunakan
Buddhisme hanya sebagai suatu dasar bagi pokok pembicaraan mereka
dalam membahas segi-segi metafisika dan filsafat agama ini. Mereka
mencemoohkan kebiasaan-kebiasaan kebudayaan umat Buddha yang telah
diterima, bahkan menyalahkan kebiasaan-kebiasaaan demikian. Ini bukanlah
sikap yang benar dan sehat dalam beragama. Suatu agama tanpa pengertian
dan agama yang tidak meresap ke dalam kebudayaannya tak akan dapat
bertahan, agama itu hanya akan menjadi filsafat kering dan menghilangkan
beberapa waktu kemudian. Toleransi adalah hal utama dalam ajaran-ajaran
Sang Buddha. Jika sesearang tidak dapat menerima pelaksanaan-
pelaksanaan budaya tertentu, ia setidak-tidaknya harus membiarkan
pelaksanaan-pelaksanaan tersebut. Dalam pada itu, seseorang harus
meneliti makna dan arti yang mendasari pelaksanaan tersebut daripada ia
mengeluarkan kata-kata yang gegabah dan tidak pada tempatnya.

Kebudayaan Buddhis telah meresap ke dalam setiap segi kehidupan


kita. Kita mengetahui bahwa Buddhisme adalah suatu agama yang
membimbing kita menuju kehidupan yang lebih baik di alam ini dan
selanjutnya. Adalah tugas kita untuk menyelidiki, mempelajari, memahami
dan melaksanakan hal-hal yang disediakan oleh agama kita untuk kita. Kita
membutuhkan bimbingan agama kita untuk kehidupan sehari-hari. Upacara-
upacara dan adat istiadat, meskipun diterima sebagai suatu bagian
pelengkap bagi agama, tidaklah dengan sendirinya mengandung unsur
agama. Pengembangan batin adalah segi terpenting dari agama. Untuk
mencapai perkembangan batin ini, kita harus memulai dengan
menumbuhkan dasar moral yang kuat sehingga kita mempunyai dasar yang
teguh, dan dengan mengerti ajaran-ajaran Sang Buddha, kita dapat
memperoleh inspirasi batin yang diperlukan. Rasa terima kasih dan
penghormatan kita tertuju kepada Sang Guru Agung, Ajaran-ajaranNya dan
Sangha tidak boleh dilupakan. Dengan demikian kita mempunyai tiga objek

5
suci, Buddha, Dhamma dan Sangha, yang dalam bahasa Buddhis biasa kita
sebut Tiratana yang harus kita hormati. Pencapaian pengembangan batin
dan penghormatan pada Sang Tiratana adalah jalan yang dapat membawa
kita kepada kehidupan yang benar menuju kedamaian, kebahagiaan dan
keselamatan akhir. Inilah tujuan setiap umat Buddha. Sambil kita bercita-cita
luhur, kita tidak boleh melupakan atau mengabaikan pelaksanaan atau
kebiasaan agama sehari-hari yang mengingatkan kita pada tugas kita
terhadap agama. Untuk mengingat semua hal yang bersangkutan dengan
kewajiban-kewajiban keagamaan, maka suatu ikhtisar ringkas mengenai
peraturan-peraturan agama dan pelaksanaannya akan diterangkan untuk
para pembaca.

PERATURAN SEHARI-HARI
Sebagai umat Buddha, sudah selayaknya jika kita memiliki sebuah
altar Buddha atau gambar Sang Buddha didalam rumah kita, bukan sebagai
barang pameran tetapi sebagai objek penghargaan dan penghormatan.
Lukisan indah dari Sang Buddha, yang melambangkan Metta (cinta kasih),
kesucian dan kesempurnaan, berguna sebagai sumber hiburan dan inspirasi
untuk menolong kita mengatasi segala kesulitan, keresahan atau kesalah
pahaman yang perlu kita hadapi dalam kegiatan kita sehari-hari di dunia yang
penuh kesukaran ini. Penghidupan penuh dengan perangkap. Perangkap
demikian dapat dihindari jika kita ingat untuk melaksanakan ajaran-ajaran
mulia dari Guru Agung kita. Sambil menghormati Sang Buddha, adalah suatu
tugas yang paling menguntungkan, bila kita dapat bermeditasi walaupun
sebentar saja, dengan memusatkan pikiran kita pada sifat-sifat agung dan
mulia dari Sang Buddha, sehingga kita dapat menyempurnakan diri kita
melalui inspirasinya.

6
MELAKSANAKANNYA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Sebagai penganut, kita hendaknya membiasakan diri memberi
penghormatan kepada Guru Agung ini setiap hari. Ini dapat dilakukan pada
dini hari (pagi-pagi sekali) atau malam hari sebelum tidur. Sambil melakukan
ini, adalah berfaedah, jika diusahakan untuk membacakan beberapa sutta.
Inilah cara hidup nan mulia dari umat Buddha. Orang tua harus
menananamkan kebiasaan-kebiasaan agama yang bermanfaat dan dihormati
sepanjang zaman ini diantara anak-anak mereka sehingga mereka dapat
menyadari dan menghargai pusaka mereka yang berharga.

Para orang tua yang beragama Buddha dianjurkan untuk


menyekolahkan anak-anaknya di Sekolah Minggu Buddhis atau kelas-kelas
agama untuk melatih anak-anak itu menjadi anak-anak yang patuh dan
menjadi warga negara yang baik. Selain umat Buddha dianjurkan untuk
melaksanakan ketentuan-ketentuan agama didalam keluarganya, mereka
diingatkan untuk tidak melupakan atau mengabaikan kewajiban-kewajiban
bersama terhadap kegiatan-kegiatan di vihara tempat kebaktian-kebaktian
diadakan secara teratur pada hari-hari bulan purnama dan bulan madu
(tanggal 1 dan 15 Candrasankala). Berkunjung ke wihara dan turut serta
dalam kebaktian-kebaktian dapat dianggap sebagai perbuatan yang berjasa.
Pelaksanaan delapan sila (ATTHA SILA) selama hari-hari tersebut (tanggal 1
dan 15 Lunar Calender) oleh para penganut merupakan suatu perbuatan
yang layak dan berjasa. Mereka yang turut melaksanakan ini diminta untuk
berpakaian putih sederhana dan tinggal di vihara selama 1 hari, dengan
mencurahkan waktunya pada soal-soal keagamaan seperti meditasi, diskusi
agama, rnembaca buku-buku agarna dan memancarkan cinta kasih (Metta).

PERAYAAN-PERAYAAN
Dalam menyelenggarakan perayaan-perayaan sosial atau keluarga,
umat Buddha dinasehati untuk tidak bertingkah laku sedemikian rupa hingga

7
melanggar dasar-dasar agama Buddha, misalnya Lima Sila dan Jalan Mulia
Berunsur Delapan. Tata susila Buddhis harus dipertahankan, Mereka tidak
boleh membiarkan dirinya menjadi mabuk atau dipengaruhi oleh sesuatu
bentuk kesenangan yang hina, namun mereka hendaknya mengadakan
perayaan-perayaan tersebut dengan cara terhormat sepadan dengan
kedudukan mereka sebagai umat Buddha yarig terpelajar. Dalam
memperingati peristiwa-peristiwa kemasyarakatan, sebaiknya kita tidak
melupakan segi-segi rohaniah peringatan tersebut. Suatu kunjungan ke
wihara untuk menerima berkah Sang Tiratana sungguhlah tepat untuk setiap
kesempatan.

TRADISI DAN ADAT ISTIADAT


Pelaksanaan tradisi dan adat istiadat kebangsaan tidak perlu dibuang
bila seseorang menjadi umat Buddha atau mengikuti ajaran Sang Buddha.
Sesungguhnya Sang Buddha menasihati para pengikutnya untuk
menghormati tradisi dan adat istiadat mereka sendiri jika hal itu mempunyai
arti penting dan tidak merugikan. Sebaliknya, jika praktik-praktik itu
bertentangan dengan atau melanggar prinsip-prinsip Buddhis yang
fundamental, membahayakan orang lain, atau menyusahkan, maka praktik-
praktik itu hendaknya dibuang, betapapun hal itu ditujukan untuk maksud
baik. Bahkan dalam mengatur fungsi-fungsi keagamaan kita, adalah tugas
kita untuk menyusun fungsi-fungsi itu dengan cara-cara terhormat tanpa
menyusahkan orang lain. Pengertian ini sangat penting dalam pelaksanaan
agama kita dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai suku.

PEMBERKATAN RUMAH
Menempati suatu rumah baru atau pindah dari suatu rumah ke rumah
lainnya sering diikuti dengan sesuatu bentuk peringatan atau upacara

8
selamatan. Tidak ada keberatan untuk peringatan seperti itu, tetapi kemball -
disini, terlepas dari segi sosial peringatan itu, adalah suatu tradisi Buddhis
bagi keluarga yang bersangkutan untuk mengundang para bhikkhu untuk
memberikan berkah demi kedamaian, kesejahteraan dan keselarasan rumah
tangga itu.

PENGHORMATAN KEPADA PARA DEWA DAN "ROH" SUCI


Di banyak rumah umat Buddha, pesta-pesta tertentu atau perayaan-
perayaan khusus diadakan untuk menghormati berbagai dewa dan "roh" suci
yang dipuja di dalam rumah mereka atau di kuil-kuil. Walaupun tidak ada
keberatan khusus sepanjang hal itu tidak melanggar azas-azas pokok
Buddhis, namun harus ditarik suatu perbedaan terhadap kenyataan bahwa
perayaan-perayaan yang demikian sifatnya tidaklah mernbantu dalam
kemajuan batin kita kecuali untuk kemajuan duniawi. Hal-hal itu harus
dengan jelas dibedakan dari Buddha Dhamma sendiri. Oleh karena itu kita
jangan memperkenalkan kebiasaan-kebiasaan menurut adat atau tradisi ini
sebagai kebiasaan-kebiasaan agama Buddha. Menurut ajaran-ajaran Sang
Buddha cara yang tepat untuk mengenang atau menghormati dewa-dewa ini
adalah melalui pemindahan jasa-jasa dengan jalan melaksanakan perbuatan-
perbuatan berjasa dan memancarkan cinta kasih (Metta) kita kepada mereka
melalui meditasi.

PEMBERKAHAN BAGI ANAK YANG BARU DILAHIRKAN


Orang tua anak yang baru melahirkan diminta untuk membawa anak
itu ke wihara untuk menerima berkah Sang Tiratana setelah anak itu berusia
satu bulan. Persembahan bunga, dupa, lilin atau buah-buahan boleh
dilakukan di ruang pemujaan wihara itu dan bhikkhu-bhikku yang tinggal di
wihara itu diminta untuk membacakan sutta-sutta untuk memberkahi anak

9
tersebut. Jika dikehendaki, boleh juga dimintakan nasihat para bhikku itu
untuk memberikan nama Buddhis yang cocok bagi anak tersebut.

PERNIKAHAN/PERKAWINAN
Telah diperhatikan bahwa banyak umat Buddha cenderung untuk
melupakan kewajiban-kewajiban spiritual mereka berkenaan dengan
peristiwa yang paling penting dan bertuah ini dalam kehidupan mereka, yaitu
pernikahan. Biasanya di beberapa negara Buddhis pasangan yang
bertunangan mengundang para bhikkhu untuk memberikan pemberkahan di
rumah mereka ataupun di wihara sebelum hari pernikahan. Jika dikehendaki,
pemberkahan itu dapat pula dilakukan setelah pernikahan yang biasanya
berlangsung di Kantor Catatan Pernikahan atau dirumah pihak yang
bersangkutan. Diharapkan agar pasangan-pasangan yang beragama Buddha
dengan rajin menunaikan kewajiban-kewajiban agama mereka bila mereka
menikah. Persembahan sederhana berupa bunga, dupa dan lilin adalah
sernua yang diperlukan untuk kebaktian Pemberkahan sederhana yang
diikuti oleh orang tua kedua pihak dan sanak keluarga serta kawan-kawan
yang diundang. Pemberkahan demikian, yang diberikan pada hari bertuah,
akan menjadi suatu sumbangan spiritual yang pasti untuk keberhasilan,
langkah dan kebahagiaan pasangan yang baru menikah.

SAKIT
Seseorang yang sakit, selain menempuh pengobatan medis biasa,
sebaiknya juga rnengundang para bhikkhu untuk melakukan suatu
pemberkahan keagarnaan yang bertujuan mempercepat kesembuhan si
pasien. Pemberkahan seperti itu dapat menanamkan pengaruh spiritual dan
kejiwaan pada si pasien sehingga mempercepat penyembuhannya.
Khususnya bila penyakit itu kebetulan berhubungan dengan sikap batin si

10
sakit, suatu pelayanan spiritual oleh seorang bhikkhu akan sangat menolong.
~Dalam hal terdapat kepercayaan bahwa suatu penyakit disebabkan oleh
pengaruh buruk dari luar atau "roh-roh" jahat, maka suatu kebaktian
Pemberkahan dapat menjadi obat penawar yang baik. Tetapi, sebagai urnat
Buddha yang mengerti, kita jangan menyerahkan diri pada kepercayaan atau
khayalan keliru bahwa "roh-roh" jahat merupakan sebab penyakit kita.

Nasihat Sang Buddha:"Bilamana badanmu sakit, jangan biarkan


pikiranmu menjadi sakit juga", sungguhlah benar. Sesuai dengan nasehat ini,
kita harus mempergunakan kecerdasan dan pikiran sehat kita untuk mencari
pengabatan medis yang cocok untuk penyakit kita daripada menyerah pada
tahyulan Meskipun demikian, kita harus senantiasa ingat bahwa sakit
merupakan bagian dan bidang dari kehidupan kita sehari-hari didunia ini, dan
kita harus menerimanya dengan tenang.

PEMAKAMAN
Manusia harus mati dan kematian akan tiba pada saatnya. Namun,
kematian adalah suatu peristiwa sedih dan memilukan bagi manusia.
Upacara penguburan hendaknya juga upacara yang khidmat, sesuai dengan
peristiwanya

Bertentangan dengan kepercayaan popular dalam masyarakat,


upacara pemakaman Tionghoa yang sangat ramai, rumit dan kadang-kadang
menyolok yang menelan biaya jutaan rupiah dan sering dikatakan sebagai
kebiasaan normal bagi umat Buddha sebenarnya sama sekali bukanlah
pelaksanaan Buddhis. Kebiasaan-kebiasaan itu hanya merupakan
pengabdian adat istiadat dan tradisi kuno yang berasal dari generasi lampau.

11
Orang-orang yang beragama lain sering heran bila melihat upacara seperti
itu, apakah acara itu untuk memperingati sesuatu hari raya yang gembira
atau upacara pemakaman yang khidmat. Meskipun agama Buddha tidak
berkeberatan terhadap penerusan pelaksanaan itu, sepanjang praktik-praktik
itu tidak bertentangan dengan ajaran Sang Buddha, namun terasa bahwa
sudah waktunya pelaksanaan-pelaksanaan yang memboroskan, tidak
ekonomis, dan tidak penting yang tidak bermanfaat bagi almarhum harus
dihapuskan. Pelaksanaan upacara-upacara tradisional yang demikian rumit
atau upacara kematian yang kadang-kadang berlangsung sampai berhari-
hari atau berminggu-minggu harus pula dikurangi atau dibuang Pelaksanaan
tradisional lainnya adalah pembakaran kertas tepekong dan rumah-rumahan
kertas simbolis, yang dimaksudkan untuk kepentingan orang yang meninggal
dunia. Hal ini jelas tidak bersifat Buddhis dan harus dilenyapkan.

Upacara pemakaman secara Buddhis hendaknya sederhana, khidmat,


terhormat dan penuh arti. Bhikku-bhikku boleh diundang ke rumah orang
yang meninggal dunia untuk membacakan sutta-sutta sebelum pemakaman.
Pelayanan seperti ini diberikan dengan sukarela oleh para bhikkhu tanpa
sesuatu pembayaran. Persembahan bunga-bunga dan pembakaran hio dan
lilin adalah kebiasaan normal dan dapat diterima. Pada hari pemakaman,
pelayanan para bhikkhu dapat dimintakan lagi untuk melaksanakan kebaktian
di rumah dan di pekuburan. Telah menjadi kebiasaan bagi orang-orang
Tionghoa untuk menyajikan segala jenis masakan termasuk babi dan ayam
sebagai persembahan simbiolis untuk orang yang meninggal dunia. Ini juga
merupakan suatu kebiasaan tradisionil yang tidak dianjurkan oleh Buddha
Dhamma. Persembahan bunga yang sederhana beserta pembakaran dupa
dan lilin sudah cukup sebagai persembahan simbolis.

Penyembelihan binatang-binatang tak bersalah untuk dipergunakan


sebagai persembahan korban bagi orang-orang yang telah meninggal dunia

12
jelas bertentangan dengan ajaran-ajaran Sang Buddha yang welas asih dan
hendaknya dihapuskan sama sekali.

PENGUBURAN DAN PERABUAN


Banyak umat Buddha mempersoalkan apakah seorang yang
meninggal dunia harus dikubur atau diperabukan. Buddha Dhamma bersikap
lunak dalam persoalan ini. Tidak ada aturan yang keras dan ketat, meskipun
di beberapa negara Buddhis perabuan merupakan kebiasaan yang lazim.
Pilihan atas sesuatu cara pada dasarnya tergantung pada "permintaan
terakhir" dari orang yang meninggal dunia atau atas kebijaksanaan keluarga
terdekat.

Namun, dalam pandangan modern, perabuan dianjurkan sebagai


suatu bentuk pengaturan mayat yang sesuai dengan syarat-syarat
kesehatan. Dengan meningkatnya standar kesehatan dan terjadinya ledakan
penduduk, tanah yang dapat dipakai menjadi tidak cukup, sehingga
sebaiknya dilakukan perabuan dan tanah yang berharga dapat dipergunakan
untuk yang masih hidup daripada dipenuhi dengan batu nisan yang tak terkira
banyaknya. Baik dalam penguburan atau perabuan, telah diperhatikan bahwa
orang-orang tertentu memasukkan benda-benda berharga milik orang yang
meninggal dunia ke dalam peti mati atau tempat perabuan dengan harapan
dan keyakinan bahwa orang yang meninggal dunia mendapat keuntungan
daripadanya. Terlepas dari rasa sentimen terhadap perbuatan itu, adalah
suatu pandangan keliru untuk mengharapkan bahwa penguburan dan
pembakaran benda-benda tersebut akan mendatangkan jasa. Daripada
dimasukkan kedalam peti mati atau tempat perabuan, lebih baik barang-
barang berguna seperti pakaian, sepatu dan lain-lainnya disumbangkan
kepada kaum fakir miskin atau kepada lembaga-lembaga amal. Setiap
pertolongan kepada kaum fakir miskin merupakan suatu perbuatan berjasa.

13
PENGATURAN ABU
Pertanyaan sering diajukan tentang apakah yang harus dilakukan
terhadap abu jenazah yang telah diperabukan. Tidak ada aturan yang keras
dan ketat tentang pengaturannya. Abu itu dapat disimpan dalam sebuah guci
dan diletakkan dalam suatu pagoda yang khusus didirikan dalam sebuah
wihara untuk maksud itu atau dapat disimpan di mana saja menurut
kehendak keluarga terdekat. Pada umumnya, setelah kebaktian singkat abu
jenazah ditaburkan ke dalam laut atau sungai.

MENGHORMATI ORANG YANG MENINGGAL DUNIA


Telah dikatakan bahwa persembahan bunga-bunga adalah suatu
bentuk penghormatan yang lazim untuk mengenang orang yang meninggal
dunia. Namun, dalam hubungan ini juga, dilakukan hal-hal yang berlebih-
lebihan karena pada upacara-upacara kita melihat karangan-karangan bunga
bernilai ratusan ribu rupiah bertumpuk-tumpuk diatas makam, yang hanya
dibersihkan sebagai sampah dalam satu atau dua hari berikutnya. Untuk
menghindari pemborosan seperti ini, suatu kebiasaan yang lebih dapat
diterima dan lebih layak telah disetujui oleh orang-orang masa kini yang lebih
mengerti. Kebiasaan itu ialah bahwa sebagai pengganti karangan bunga,
manisan atau kertas tepekong, keluarga terdekat dari orang yang meninggal
dunia memberitahukan dalam surat kabar bahwa kawan-kawan atau sanak
saudara yang ingin menghormati orang yang meninggal dunia itu dapat
berdana kepada lernbaga-lembaga keagamaan atau panti derma atas nama
orang yang meninggal dunia itu. Dalam beberapa hal, suatu yayasan khusus
tempat orang yang meninggal dunia itu pernah berkecimpung aktif selama
hidupnya ditunjuk sebagai penerima dana. Perubahan sikap ini sangat masuk
akal dan menggembirakan. Sangat dianjurkan agar kebiasaan seperti ini
dapat diikuti oleh semua umat Buddha yang mengerti.

14
Penghormatan kepada orang yang meninggal dunia biasanya
pertama-tama diberikan oleh keluarga terdekat orang yang meninggal dunia
itu. Penghormatan ini dengan mudah dapat diberikan oleh anak-anaknya
atau keluarga terdekatnya dalam membantu mempersiapkan mayat ke dalam
peti jenazah. Sayang sering terjadi bahwa karena ketahyulan yang keliru,
ketakutan atau prasangka yang tidak semestinya, maka kewajiban atau
penghormatan terakhir hi jarang dilakukan oleh orang yang bersangkutan.
Sebagai gantinya beberapa orang petugas dipekerjakan untuk membersihkan
dan membajui mayat itu. Seharusnya tidaklah demikian. Prasangka dan
ketahyulan harus dihilangkan. Penghormatan harus diberikan kepada orang
yang meninggal dunia.

UPACARA PERINGATAN
Penyelenggaraan upacara keagamaan untuk peringatan di wihara
atau di rumah merupakan suatu bentuk lain untuk menghormati orang yang
meninggal dunia. Ini dapat diikuti dengan perbuatan jasa yang lain dengan
memberikan dana kepada bhikkhu-bhikkhu dan orang-orang miskin.
Penyelenggaraan upacara peringatan biasanya dilakukan pada hari ketujuh
setelah seseorang meninggal dunia dan juga pada bulan ketiga atau hari
keseratusnya. Selanjutnya upacara itu dapat dilakukan pada hari peringatan
tanggal kematiannya. Bagi mereka yang mampu, suatu bentuk perbuatan
jasa yang lebih patut dipuji adalah berdana kepada yayasan keagamaan atau
panti derma guna menghormati orang yang telah meninggal duniai atau
menerbitkan buku-buku keagamaan untuk dibagikan pada masyarakat untuk
memberi penerangan mengenai ajaran Sang Buddha nan agung.

15
A. Kehidupan Beragama dalam Keluarga

Setiap keluarga mempunyai suatu aturan tersendiri. Baik dalam hal


pengaturan ekonomi ataupun dalam pola pengasuhan anak. Dalam hal ini pola
pengasuhan anak sangatlah penting karena untuk menciptakan generasi penerus yang
baik. Untuk masalah agama juga harus menjadi hal yang utama, karena agamalah
yang akan menjadi pedoman dalam menjalani hidup. Agama mempunyai banyak
aturan yang baik untuk para umatnya. Agama tidak pernah mengajarkan hal yang
menyeleweng. Jika terjadi penyelewengan dalam setiap perilaku anak atau manusia,
itu mungkin karena pola pengasuhan dan pendidikan agama yang diajarkan oleh
orang tua masih sangat kurang.

Sebagai contoh ada suatu keluarga yang si orang tua sangatlah taat pada agama, dan
mereka mengajarkan agama pada anaknya secara terus menerus dan selalu
memberikan contoh yang baik pada anaknya. Dan pada suatu keluarga yang lain si
orang tua tidak terlalu peduli pada ajaran agamanya sehingga pengajaran untuk
anaknya pun menjadi terbengkalai. Dari contoh tersebut kita akan mengetahui hasil
dari ajaran orang tua masing-masing, dilihat dari perilaku si anak di lingkungannya.
Pastinya akan terdapat suatu perbedaan yang sangat mencolok.

Untuk mengetahui akibat yang ditimbulkan dengan pentingnya suatu pengajaran


agama dalam keluarga bagi kehidupan lingkungannya, saya

mencoba untuk melakukan penelitian dengan metode komparatif dan


korelasional/korelatif. Dengan metode ini saya akan mencoba untuk membandingkan
kedua keluarga tersebut. Setelah adanya suatu hasil penelitan, maka nanti kita akan
mengetahui bagaimana perilaku anak tersebut dan bagaimana sikap para tetangga lain
menanggapi tentang anak tersebut. Selain itu kita juga akan mengetahui tentang
sebab-sebab yang lebih mendalam tentang pola pengasuhan anak dalam suatu
keluarga tersebut.

16
B. Kehidupan Beragama dalam Sekolah

Di negara yang penuh pluralisme ini, kadang perbedaan dianggap sebagai


masalah, perbedaan pendapat, perbedaan suku dan agama, perbedaan bahasa dan
perbedaan lainnya terkadang menjadi pemicu terjadinya kekerasan dan kerusuhan
antara orang-orang yang merasa bahwa dirinya berbeda dengan orang lain ( dalam hal
ini perbedaan yang ada dalam diri orang lain dianggap salah).

Saya mulai menyadari hal ini ketika saya masuk SD, dan mendapatkan salah satu
pelajaran yaitu “ Agama.” Sebenarnya mengenai Agama, saya sudah bayak belajar
sebelumnya di luar sekolah (red: tempat ibadah). Dan ketika saya belum masuk
sekolah saya tidak merasa ada yang aneh dengan perbedaan agama, beberapa teman
pergi ke mesjid, ada yang ke gereja, dan ada yang vihara, dan kesemuaanya itu saya
anggap biasa. Dan saya tidak mempertanyakan mengapa hal itu terjadi ( mengapa
saya beribadah di hari ini sedangkan teman saya di hari itu).

Namun setelah masuk Sekolah, saya mulai membeda-bedakan, bukan

karena anggapan itu muncul dari pikiran saya sendiri, namun karena saat mata
pelajaran agama, beberapa teman disuruh keluar, dan dipisahkan ke kelas lain. Di
situlah pertanyaan mulai muncul, apakah mereka berbeda, dan apakah itu tidak baik.

Di kelas saat pelajaran agama, masing-masing guru menerangkan bahwa kita harus
taat beragama, jangan sampai berpindah agama, jangan sampai tercemar oleh agama
lain, seolah-olah tersirat bahwa agama yang kita anut itu mutlak kebenarannya.
Stigma mengenai agama lain membuat dinding “ tidak sama dengan mereka.”

17
Walaupun di sekolah ada ajaran mengenai Bhineka Tunggal Ika, ajaran itu tidak
sanggup lagi membendung pikiran “tidak sama dengan mereka.” Karena pikiran yang
murni dan polos telah ternodai.

Setelah menjalani pendidikan selama 12 tahun (SD-SMA) ditambah lagi satu


semester di perkuliahan, pikiran saya sudah banyak diracuni oleh frasa “tidak sama
dengan mereka”. Dan sekarang saya merenung, apakah semua itu penting, saya
merasa sisi kemanusian saya tidak terlalu banyak dipengaruruhi oleh agama, saya
melihat moralitas teman-teman saya tidak menjadi lebih baik secara signifikan oleh
adanya pelajaran agama di sekolah. Malah pelajaran agama di sekolah menimbulkan
pemikiran “tidak sama dengan mereka.”

Masih perlukan mata pelajaran agama di Sekolah, bukankah di luar sekolah sudah ada
tempat yang lebih tepat untuk itu. Kita bisa melihat, di beberapa

negara maju, pelajaran agama tidak ada di sekolah. Dan jarang keluar

pertanyaan, Anda menganut agama apa. Bukankah hubungan dengan Yang Maha
Kuasa itu seharusnya bersifat pribadi?

Mengapa pelajaran agama tidak diganti saja dengan pelajaran ahlak mulia dan
moralitas yang lebih general, dimana ada satu nilai kebaikan yang lebih universal.
Pelajaran yang mengajarkan bahwa kita itu semua sama, semuanya manusia, setara
dan harus mempertahankan nilai-nilai kemanusian yang luhur yang ada dalam diri
masing-masing. Di dunia ini tidak ada kebenaran yang mutlal, termasuk tulisan saya
ini, karena setiap orang tentunya mempunyai sudut pandang yang berbeda. Mengapa
kita tidak mencari kesamaan yang ada pada diri kita dengan yang ada pada diri orang

18
lain, daripada melihat perbedaan-perbedaan yang ada, yang pada akhirnya akan
menciptakan dinding “ tidak sama dengan mereka.”

C. Pengertian pendidikan Beragama

Pendidikan Beragama adalah usaha yang dijalankan seseorang atau kelompok


orang lain agar mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti
mental.

Pengertian pendidikan menurut para ahli :

1. Langevel  setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan


kepada anak tertuju pada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak
agar cukup cakapmelaksanakan tugas hidupnya sendiri.
2. John Dewey  proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara
intelektualdan emosional ke arah alam dan sesame manusia.

3. Ki Hajar Dewantara  tuntunan didalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun


maksudnya, yaitumenuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak itu, agar
mereka sebagai manusiadan anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan
dan kebahagiaan yangsetinggi-tingginya.
4. UUNo. 2Tahun 1989  usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya dimasa yang
akan datang.

D. Faktor-faktor pendidikan beragama

1. faktor tujuan

19
secara singkat dikatakan bahwa tujuan pendidikan nasional ialah untuk
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya.

2. faktor pendidik
Pendidik ialah orang yang memikul pertanggungjawaban untuk mendidik.
Pendidik ini meliputi:
a. orang dewasa
b. orang tua.
c. Guru.
d. pemimpin masyarakat.
e. pemimpin agama.

3. faktor anak didik


adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau
sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan.

4. faktor alat pendidik


adalah suatu tindakan atau situasi yang sengaja diadakan untuk terciptanya
suatutujuan pendidik yang tertentu.
5. faktor lingkungan
merupakan faktor yang sangat menentukan yaitu pengaruhnya yang sangat
besar terhadap anak didik, sebab bagaimanapun anak tinggal dalam satu
lingkunganyang disadari atau tidak pasti akan mempengaruhi anak.
a. lingkungan keluarga.
b. lingkungan sekolah.
c. lingkungan masyarakat atau organisasi pemuda.

E. Fungsi pendidikan beragama

20
Fungsi pendidikan dalam arti sempit adalah membantu secara sadar perkemb
angan jasmani dan rokhani peserta didik. Sedangkan fungsi pendidik dalam artiluas
ialah sebagai alat :
a. Pengembangan pribadi.
b.Pengembangan warga Negara.
c. Perkembangan kebudayaan.
d.Perkembangan bangsa.

F. Pendidikan beragama di lingkungan keluarga


Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama,
karena dalam keluarga inilah anak pertama-tama mendapat didikan dan bimbingan.
Tugas utama dari keluarga bagi pendidikan anak ialah

sebagai peletak dasar bagi pendidikan pandangan hidup keagamaan R. Keioaro


JBBBI merupakan wadah bagi anak dalam konteks proses

belajarnya untuk mengembangkan dan membentuk diri dalam fungsisosialnya.

1. Fungsi dan peranan pendidikan keluarga

a. pengalaman pertama masa kanak-kanak lingkungan pendidikan keluarga


memberikan pengalaman pertama yang merapakan factor penting dalam
perkembangan pribadi anak. Suasana pendidikan keluarga inisangat penting
diperhatikan, sebab dari sinilah keseimbangan jiwa di dalam perkembangan
individu selanjutnya ditentukan.

21
b. menjamin kehidupan emosional anak melalui pendidikan keluarga ini,
kehidupan emosional atau kebutuhan akan rasa kasih sayang dapat dipenuhi
atau dapat berkembang dengan baik, hal ini dikarenakanadanya hubungan
darah antara pendidikan dengan anak didik, sebab orang tua hanyamenghadapi
sedikit anak didik dan karena hubungan tadi didasarkan atas rasa cintakasih
sayang murni.
c. menanamkan dasar pendidikan moraldi dalam keluarga juga merapakan
penanaman utama dasar-dasar moral bagi anak, yang biasanya tercermin dalam
sikap dan perilaku orang tua sebagai teladan yang dapat dicontoh anak.
d. memberikan dasar pendidikan sosial perkembangan benih-
benih kesadaran sosial pada anak-anak dapat dipupuk sedinimungkin,
terutama lewat kehidupan keluarga yang penuh rasa tolong-menolong,

gotongroyong secara kekeluargaan, menolong saudara atau tetangga yang


sakit, bersama-samamenjaga ketertiban, kedamaian, kebersihan dan keserasian
dalam segala hal.
e. peletakan dasar-dasar agamamasa kanak-kanak adalah masa yang paling baik
untuk meresapkan dasar-dasar kehidupan beragama, dalam hal ini tentu terjadi
dalam keluarga. Anak-anak seharusnya dibiasakan ikut serta ke
masjid bersama-sama untuk menjalankan ibadah, mendengarkan khutbah atau
ceramah keagamaan, kegiatan seperti ini besar sekali pengaruhnya terhadap
kepribadian anak.

2. tanggung jawab keluarga

a. adanya motivasi atau dorongan cinta kasih yang menjiwai hubungan orang tua
dan anak.
b. Pemberian motivasi kewajiban moral sebagai konsekuensikedudukan orang tua
terhadap keturunannya.

22
c. Tanggung jawab sosial adalah bagian dari keluarga yang pada gilirannya akan
menjadi tanggung jawab masyarakat, bangsa dan Negara.
d. memelihara dan membesarkan anak.
e. Memberi pendidikan dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan
yang berguna bagi kehidupan anak kelak.

G. Pendidikan beragama di lingkungan sekolah

Pada dasarnya pendidikan sekolah merupakan bagian dari pendidikan dalam


keluarga, yang sekaligus juga merupakan lanjutan dari pendidikan

dalam keluarga. Disamping itu, kehidupan di sekolah adalah jembatan bagi


anak yang menghubungkan kehidupan dalam keluarga dengan kehidupan dalam
masyarakat kelak.
Ada beberapa karakteristik proses pendidikan yang berlangsung di sekolah
ini,yaitu sebagai berikut:
a. pendidikan diselenggarakan secara khusus dan bagi atas jenjang yang
memiliki hubungan hierarkis.
b. usia anak didik disuatu jenjang pendidikan relatif homogen.
c. waktu pendidikan relatif lama sesuai dengan program pendidikan yang harus
diselesaikan.
d. materi atau isi pendidikan lebih banyak bersifat akademis dan umum.
e. adanya penekanan tentang kualitas pendidikan sebagai jawaban
terhadapkebutuhan dimasa yang akan datang.
1. Sifat-sifat lembaga pendidikan .
a. tumbuh sesudah keluarga ( pendidik kedua).
b. merupakan lembaga pendidikan formal.
c. merupakan lembaga yang tidak bersifat kodrati.

23
2. fungsi dan peranan sekolah.
peranan sekolah sebagai lembaga yang membantu lingkungan keluarga, maka
sekolah bertugas mendidik dan mengajar serta memperbaiki dan memperhalus
tingkah laku anak didik yang dibawa dari keluarganya.
fungsi sekolah menurut Suwarno dalam bukunya Pengantar Umum Pendidikan,
adalah:
a. Mengembangkan kecerdasan pikiran dan memberikan pengetahuan.
b. Spesialisasi.
c. Efisiensi
d. SosialisasL

e. konservasi dan transmisi cultural.


f. transisi dari rumah ke masyarakat.

3. Macama – macam sekolah:


a. ditinjau dari segi yang mengusahakan
o Sekolah negeri
o Sekolah swasta
b. ditinjau dari sudut tingkatan
o Pendidikan dasar
o Pendidikan menengah
o Pendidikan tinggi. ditinjau dari sifatnya
o Sekolah umum
o Sekolah kejuruan

24
H. Pendidikan beragama di lingkungan masyarakat

Dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan ketiga


setelahkeluarga dan sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini, telah
mulaiketika anak-anak untuk beberapa waktu setelah lepas dari asuhan keluarga dan
beradadi luar dari pendidikan sekolah. Dengan demikian, berarti pengaruh pendidikan
tersebuttampak lebih luas.
Lembaga pendidikan yang dalam istilah UU No. 20 Tahun 2003 disebut
dengan jalur pendidikan non formal ini, bersifat fungsional dan praktis yang
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja peserta didik yang
berguna bagiusaha perbaikan taraf hidupnya. Pendidikan ini mempunyai cirri-ciri
sebagai berikut:

a. pendidikan diselenggarakan dengan sengaja di luar sekolah.


b. peserta umumnya mereka yang sudah tidak bersekolah.
c. pendidikan tidak mengenal jenjang dan program pendidikan untuk
jangka waktu pendek.
d. Peserta tidak perlu homogenen. Ada waktu belajar dan metode formal,
serta evaluasi yang sistematis.
e. Isi pendidikan bersifat praktis dan khusus.
f. Keterampilan kerja sangat ditekankan

25
KESIMPULAN
Sebagai umat Buddha, sudah selayaknya jika kita memiliki sebuah
altar Buddha atau gambar Sang Buddha didalam rumah kita, bukan sebagai
barang pameran tetapi sebagai objek penghargaan dan penghormatan.
Lukisan indah dari Sang Buddha, yang melambangkan Metta (cinta kasih),
kesucian dan kesempurnaan, berguna sebagai sumber hiburan dan inspirasi
untuk menolong kita mengatasi segala kesulitan, keresahan atau kesalah
pahaman yang perlu kita hadapi dalam kegiatan kita sehari-hari di dunia yang
penuh kesukaran ini. Penghidupan penuh dengan perangkap. Perangkap
demikian dapat dihindari jika kita ingat untuk melaksanakan ajaran-ajaran
mulia dari Guru Agung kita.

DAFTAR PUSAKA
http://artikelbuddhis.blogspot.com/2010/11/pelaksanaan-agama-buddha-
dalam.html

26

Anda mungkin juga menyukai