Makalah Agama
Makalah Agama
Nama : Herik
NPM : 110310005
2012
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, bahwa penulis
telah menyelesaikan tugas mata pelajaran AGAMA dengan membahas
“Pelaksanaan Agama Buddha Dalam Kehidupan Sehari Hari Dalam
Keluarga” dalam bentuk makalah.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis
hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan
materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang tua,
sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi
pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang
diharapkan dapat tercapai,
Sadhu…Sadhu…Sadhu…
2
DAFTAR ISI
3
Pelaksanaan Agama Buddha Dalam Kehidupan Sehari Hari Dalam
Keluarga
PENDAHULUAN
Buddha Dhamma sebagai suatu agama atau sebagai suatu cara hidup
yang benar dihargai oleh orang-orang berintelek tinggi di banyak bagian
dunia ini. Alasan yang sederhana ialah bahwa Sang Buddha, pendiri agama
ini, adalah guru yang telah mencapai penerangan sempurna dan
berpandangan luas. Cara hidup menurut agama Buddha sangatlah
sederhana; bebas dari kepercayaan membuta dan dogma-dogma. Sayang
sekali banyak orang yang belum mengerti bagaimana menempuh cara hidup
yang benar menurut agama Buddha. Dewasa ini, di banyak bagian dunia ini,
dan bahkan di antara masyarakat beragama Buddha sendiri, berbagai
kepercayaan dan praktek masih dilakukan atas nama agama ini. Banyak
diantara praktek-praktek ini sama sekali bukan ajaran asli Sang Buddha dan
bahkan kadang-kadang bertentangan. Sebenarnya banyak orang telah
mengabaikan dan melupakan cara hidup yang benar menurut agama
Buddha. Banyak pula yang mempunyai pengertian yang keliru mengenai
segi-segi panting tertentu dari agama ini. Dengan harapan untuk
menghilangkan pandangan salah dan memberikan penerangan kepada
masyarakat inilah, maka buku kecil ini diterbitkan.
4
LANDASAN TEORI
Orang-orang tertentu yang disebut kaum intelektuil menggunakan
Buddhisme hanya sebagai suatu dasar bagi pokok pembicaraan mereka
dalam membahas segi-segi metafisika dan filsafat agama ini. Mereka
mencemoohkan kebiasaan-kebiasaan kebudayaan umat Buddha yang telah
diterima, bahkan menyalahkan kebiasaan-kebiasaaan demikian. Ini bukanlah
sikap yang benar dan sehat dalam beragama. Suatu agama tanpa pengertian
dan agama yang tidak meresap ke dalam kebudayaannya tak akan dapat
bertahan, agama itu hanya akan menjadi filsafat kering dan menghilangkan
beberapa waktu kemudian. Toleransi adalah hal utama dalam ajaran-ajaran
Sang Buddha. Jika sesearang tidak dapat menerima pelaksanaan-
pelaksanaan budaya tertentu, ia setidak-tidaknya harus membiarkan
pelaksanaan-pelaksanaan tersebut. Dalam pada itu, seseorang harus
meneliti makna dan arti yang mendasari pelaksanaan tersebut daripada ia
mengeluarkan kata-kata yang gegabah dan tidak pada tempatnya.
5
suci, Buddha, Dhamma dan Sangha, yang dalam bahasa Buddhis biasa kita
sebut Tiratana yang harus kita hormati. Pencapaian pengembangan batin
dan penghormatan pada Sang Tiratana adalah jalan yang dapat membawa
kita kepada kehidupan yang benar menuju kedamaian, kebahagiaan dan
keselamatan akhir. Inilah tujuan setiap umat Buddha. Sambil kita bercita-cita
luhur, kita tidak boleh melupakan atau mengabaikan pelaksanaan atau
kebiasaan agama sehari-hari yang mengingatkan kita pada tugas kita
terhadap agama. Untuk mengingat semua hal yang bersangkutan dengan
kewajiban-kewajiban keagamaan, maka suatu ikhtisar ringkas mengenai
peraturan-peraturan agama dan pelaksanaannya akan diterangkan untuk
para pembaca.
PERATURAN SEHARI-HARI
Sebagai umat Buddha, sudah selayaknya jika kita memiliki sebuah
altar Buddha atau gambar Sang Buddha didalam rumah kita, bukan sebagai
barang pameran tetapi sebagai objek penghargaan dan penghormatan.
Lukisan indah dari Sang Buddha, yang melambangkan Metta (cinta kasih),
kesucian dan kesempurnaan, berguna sebagai sumber hiburan dan inspirasi
untuk menolong kita mengatasi segala kesulitan, keresahan atau kesalah
pahaman yang perlu kita hadapi dalam kegiatan kita sehari-hari di dunia yang
penuh kesukaran ini. Penghidupan penuh dengan perangkap. Perangkap
demikian dapat dihindari jika kita ingat untuk melaksanakan ajaran-ajaran
mulia dari Guru Agung kita. Sambil menghormati Sang Buddha, adalah suatu
tugas yang paling menguntungkan, bila kita dapat bermeditasi walaupun
sebentar saja, dengan memusatkan pikiran kita pada sifat-sifat agung dan
mulia dari Sang Buddha, sehingga kita dapat menyempurnakan diri kita
melalui inspirasinya.
6
MELAKSANAKANNYA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Sebagai penganut, kita hendaknya membiasakan diri memberi
penghormatan kepada Guru Agung ini setiap hari. Ini dapat dilakukan pada
dini hari (pagi-pagi sekali) atau malam hari sebelum tidur. Sambil melakukan
ini, adalah berfaedah, jika diusahakan untuk membacakan beberapa sutta.
Inilah cara hidup nan mulia dari umat Buddha. Orang tua harus
menananamkan kebiasaan-kebiasaan agama yang bermanfaat dan dihormati
sepanjang zaman ini diantara anak-anak mereka sehingga mereka dapat
menyadari dan menghargai pusaka mereka yang berharga.
PERAYAAN-PERAYAAN
Dalam menyelenggarakan perayaan-perayaan sosial atau keluarga,
umat Buddha dinasehati untuk tidak bertingkah laku sedemikian rupa hingga
7
melanggar dasar-dasar agama Buddha, misalnya Lima Sila dan Jalan Mulia
Berunsur Delapan. Tata susila Buddhis harus dipertahankan, Mereka tidak
boleh membiarkan dirinya menjadi mabuk atau dipengaruhi oleh sesuatu
bentuk kesenangan yang hina, namun mereka hendaknya mengadakan
perayaan-perayaan tersebut dengan cara terhormat sepadan dengan
kedudukan mereka sebagai umat Buddha yarig terpelajar. Dalam
memperingati peristiwa-peristiwa kemasyarakatan, sebaiknya kita tidak
melupakan segi-segi rohaniah peringatan tersebut. Suatu kunjungan ke
wihara untuk menerima berkah Sang Tiratana sungguhlah tepat untuk setiap
kesempatan.
PEMBERKATAN RUMAH
Menempati suatu rumah baru atau pindah dari suatu rumah ke rumah
lainnya sering diikuti dengan sesuatu bentuk peringatan atau upacara
8
selamatan. Tidak ada keberatan untuk peringatan seperti itu, tetapi kemball -
disini, terlepas dari segi sosial peringatan itu, adalah suatu tradisi Buddhis
bagi keluarga yang bersangkutan untuk mengundang para bhikkhu untuk
memberikan berkah demi kedamaian, kesejahteraan dan keselarasan rumah
tangga itu.
9
tersebut. Jika dikehendaki, boleh juga dimintakan nasihat para bhikku itu
untuk memberikan nama Buddhis yang cocok bagi anak tersebut.
PERNIKAHAN/PERKAWINAN
Telah diperhatikan bahwa banyak umat Buddha cenderung untuk
melupakan kewajiban-kewajiban spiritual mereka berkenaan dengan
peristiwa yang paling penting dan bertuah ini dalam kehidupan mereka, yaitu
pernikahan. Biasanya di beberapa negara Buddhis pasangan yang
bertunangan mengundang para bhikkhu untuk memberikan pemberkahan di
rumah mereka ataupun di wihara sebelum hari pernikahan. Jika dikehendaki,
pemberkahan itu dapat pula dilakukan setelah pernikahan yang biasanya
berlangsung di Kantor Catatan Pernikahan atau dirumah pihak yang
bersangkutan. Diharapkan agar pasangan-pasangan yang beragama Buddha
dengan rajin menunaikan kewajiban-kewajiban agama mereka bila mereka
menikah. Persembahan sederhana berupa bunga, dupa dan lilin adalah
sernua yang diperlukan untuk kebaktian Pemberkahan sederhana yang
diikuti oleh orang tua kedua pihak dan sanak keluarga serta kawan-kawan
yang diundang. Pemberkahan demikian, yang diberikan pada hari bertuah,
akan menjadi suatu sumbangan spiritual yang pasti untuk keberhasilan,
langkah dan kebahagiaan pasangan yang baru menikah.
SAKIT
Seseorang yang sakit, selain menempuh pengobatan medis biasa,
sebaiknya juga rnengundang para bhikkhu untuk melakukan suatu
pemberkahan keagarnaan yang bertujuan mempercepat kesembuhan si
pasien. Pemberkahan seperti itu dapat menanamkan pengaruh spiritual dan
kejiwaan pada si pasien sehingga mempercepat penyembuhannya.
Khususnya bila penyakit itu kebetulan berhubungan dengan sikap batin si
10
sakit, suatu pelayanan spiritual oleh seorang bhikkhu akan sangat menolong.
~Dalam hal terdapat kepercayaan bahwa suatu penyakit disebabkan oleh
pengaruh buruk dari luar atau "roh-roh" jahat, maka suatu kebaktian
Pemberkahan dapat menjadi obat penawar yang baik. Tetapi, sebagai urnat
Buddha yang mengerti, kita jangan menyerahkan diri pada kepercayaan atau
khayalan keliru bahwa "roh-roh" jahat merupakan sebab penyakit kita.
PEMAKAMAN
Manusia harus mati dan kematian akan tiba pada saatnya. Namun,
kematian adalah suatu peristiwa sedih dan memilukan bagi manusia.
Upacara penguburan hendaknya juga upacara yang khidmat, sesuai dengan
peristiwanya
11
Orang-orang yang beragama lain sering heran bila melihat upacara seperti
itu, apakah acara itu untuk memperingati sesuatu hari raya yang gembira
atau upacara pemakaman yang khidmat. Meskipun agama Buddha tidak
berkeberatan terhadap penerusan pelaksanaan itu, sepanjang praktik-praktik
itu tidak bertentangan dengan ajaran Sang Buddha, namun terasa bahwa
sudah waktunya pelaksanaan-pelaksanaan yang memboroskan, tidak
ekonomis, dan tidak penting yang tidak bermanfaat bagi almarhum harus
dihapuskan. Pelaksanaan upacara-upacara tradisional yang demikian rumit
atau upacara kematian yang kadang-kadang berlangsung sampai berhari-
hari atau berminggu-minggu harus pula dikurangi atau dibuang Pelaksanaan
tradisional lainnya adalah pembakaran kertas tepekong dan rumah-rumahan
kertas simbolis, yang dimaksudkan untuk kepentingan orang yang meninggal
dunia. Hal ini jelas tidak bersifat Buddhis dan harus dilenyapkan.
12
jelas bertentangan dengan ajaran-ajaran Sang Buddha yang welas asih dan
hendaknya dihapuskan sama sekali.
13
PENGATURAN ABU
Pertanyaan sering diajukan tentang apakah yang harus dilakukan
terhadap abu jenazah yang telah diperabukan. Tidak ada aturan yang keras
dan ketat tentang pengaturannya. Abu itu dapat disimpan dalam sebuah guci
dan diletakkan dalam suatu pagoda yang khusus didirikan dalam sebuah
wihara untuk maksud itu atau dapat disimpan di mana saja menurut
kehendak keluarga terdekat. Pada umumnya, setelah kebaktian singkat abu
jenazah ditaburkan ke dalam laut atau sungai.
14
Penghormatan kepada orang yang meninggal dunia biasanya
pertama-tama diberikan oleh keluarga terdekat orang yang meninggal dunia
itu. Penghormatan ini dengan mudah dapat diberikan oleh anak-anaknya
atau keluarga terdekatnya dalam membantu mempersiapkan mayat ke dalam
peti jenazah. Sayang sering terjadi bahwa karena ketahyulan yang keliru,
ketakutan atau prasangka yang tidak semestinya, maka kewajiban atau
penghormatan terakhir hi jarang dilakukan oleh orang yang bersangkutan.
Sebagai gantinya beberapa orang petugas dipekerjakan untuk membersihkan
dan membajui mayat itu. Seharusnya tidaklah demikian. Prasangka dan
ketahyulan harus dihilangkan. Penghormatan harus diberikan kepada orang
yang meninggal dunia.
UPACARA PERINGATAN
Penyelenggaraan upacara keagamaan untuk peringatan di wihara
atau di rumah merupakan suatu bentuk lain untuk menghormati orang yang
meninggal dunia. Ini dapat diikuti dengan perbuatan jasa yang lain dengan
memberikan dana kepada bhikkhu-bhikkhu dan orang-orang miskin.
Penyelenggaraan upacara peringatan biasanya dilakukan pada hari ketujuh
setelah seseorang meninggal dunia dan juga pada bulan ketiga atau hari
keseratusnya. Selanjutnya upacara itu dapat dilakukan pada hari peringatan
tanggal kematiannya. Bagi mereka yang mampu, suatu bentuk perbuatan
jasa yang lebih patut dipuji adalah berdana kepada yayasan keagamaan atau
panti derma guna menghormati orang yang telah meninggal duniai atau
menerbitkan buku-buku keagamaan untuk dibagikan pada masyarakat untuk
memberi penerangan mengenai ajaran Sang Buddha nan agung.
15
A. Kehidupan Beragama dalam Keluarga
Sebagai contoh ada suatu keluarga yang si orang tua sangatlah taat pada agama, dan
mereka mengajarkan agama pada anaknya secara terus menerus dan selalu
memberikan contoh yang baik pada anaknya. Dan pada suatu keluarga yang lain si
orang tua tidak terlalu peduli pada ajaran agamanya sehingga pengajaran untuk
anaknya pun menjadi terbengkalai. Dari contoh tersebut kita akan mengetahui hasil
dari ajaran orang tua masing-masing, dilihat dari perilaku si anak di lingkungannya.
Pastinya akan terdapat suatu perbedaan yang sangat mencolok.
16
B. Kehidupan Beragama dalam Sekolah
Saya mulai menyadari hal ini ketika saya masuk SD, dan mendapatkan salah satu
pelajaran yaitu “ Agama.” Sebenarnya mengenai Agama, saya sudah bayak belajar
sebelumnya di luar sekolah (red: tempat ibadah). Dan ketika saya belum masuk
sekolah saya tidak merasa ada yang aneh dengan perbedaan agama, beberapa teman
pergi ke mesjid, ada yang ke gereja, dan ada yang vihara, dan kesemuaanya itu saya
anggap biasa. Dan saya tidak mempertanyakan mengapa hal itu terjadi ( mengapa
saya beribadah di hari ini sedangkan teman saya di hari itu).
karena anggapan itu muncul dari pikiran saya sendiri, namun karena saat mata
pelajaran agama, beberapa teman disuruh keluar, dan dipisahkan ke kelas lain. Di
situlah pertanyaan mulai muncul, apakah mereka berbeda, dan apakah itu tidak baik.
Di kelas saat pelajaran agama, masing-masing guru menerangkan bahwa kita harus
taat beragama, jangan sampai berpindah agama, jangan sampai tercemar oleh agama
lain, seolah-olah tersirat bahwa agama yang kita anut itu mutlak kebenarannya.
Stigma mengenai agama lain membuat dinding “ tidak sama dengan mereka.”
17
Walaupun di sekolah ada ajaran mengenai Bhineka Tunggal Ika, ajaran itu tidak
sanggup lagi membendung pikiran “tidak sama dengan mereka.” Karena pikiran yang
murni dan polos telah ternodai.
Masih perlukan mata pelajaran agama di Sekolah, bukankah di luar sekolah sudah ada
tempat yang lebih tepat untuk itu. Kita bisa melihat, di beberapa
negara maju, pelajaran agama tidak ada di sekolah. Dan jarang keluar
pertanyaan, Anda menganut agama apa. Bukankah hubungan dengan Yang Maha
Kuasa itu seharusnya bersifat pribadi?
Mengapa pelajaran agama tidak diganti saja dengan pelajaran ahlak mulia dan
moralitas yang lebih general, dimana ada satu nilai kebaikan yang lebih universal.
Pelajaran yang mengajarkan bahwa kita itu semua sama, semuanya manusia, setara
dan harus mempertahankan nilai-nilai kemanusian yang luhur yang ada dalam diri
masing-masing. Di dunia ini tidak ada kebenaran yang mutlal, termasuk tulisan saya
ini, karena setiap orang tentunya mempunyai sudut pandang yang berbeda. Mengapa
kita tidak mencari kesamaan yang ada pada diri kita dengan yang ada pada diri orang
18
lain, daripada melihat perbedaan-perbedaan yang ada, yang pada akhirnya akan
menciptakan dinding “ tidak sama dengan mereka.”
1. faktor tujuan
19
secara singkat dikatakan bahwa tujuan pendidikan nasional ialah untuk
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya.
2. faktor pendidik
Pendidik ialah orang yang memikul pertanggungjawaban untuk mendidik.
Pendidik ini meliputi:
a. orang dewasa
b. orang tua.
c. Guru.
d. pemimpin masyarakat.
e. pemimpin agama.
20
Fungsi pendidikan dalam arti sempit adalah membantu secara sadar perkemb
angan jasmani dan rokhani peserta didik. Sedangkan fungsi pendidik dalam artiluas
ialah sebagai alat :
a. Pengembangan pribadi.
b.Pengembangan warga Negara.
c. Perkembangan kebudayaan.
d.Perkembangan bangsa.
21
b. menjamin kehidupan emosional anak melalui pendidikan keluarga ini,
kehidupan emosional atau kebutuhan akan rasa kasih sayang dapat dipenuhi
atau dapat berkembang dengan baik, hal ini dikarenakanadanya hubungan
darah antara pendidikan dengan anak didik, sebab orang tua hanyamenghadapi
sedikit anak didik dan karena hubungan tadi didasarkan atas rasa cintakasih
sayang murni.
c. menanamkan dasar pendidikan moraldi dalam keluarga juga merapakan
penanaman utama dasar-dasar moral bagi anak, yang biasanya tercermin dalam
sikap dan perilaku orang tua sebagai teladan yang dapat dicontoh anak.
d. memberikan dasar pendidikan sosial perkembangan benih-
benih kesadaran sosial pada anak-anak dapat dipupuk sedinimungkin,
terutama lewat kehidupan keluarga yang penuh rasa tolong-menolong,
a. adanya motivasi atau dorongan cinta kasih yang menjiwai hubungan orang tua
dan anak.
b. Pemberian motivasi kewajiban moral sebagai konsekuensikedudukan orang tua
terhadap keturunannya.
22
c. Tanggung jawab sosial adalah bagian dari keluarga yang pada gilirannya akan
menjadi tanggung jawab masyarakat, bangsa dan Negara.
d. memelihara dan membesarkan anak.
e. Memberi pendidikan dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan
yang berguna bagi kehidupan anak kelak.
23
2. fungsi dan peranan sekolah.
peranan sekolah sebagai lembaga yang membantu lingkungan keluarga, maka
sekolah bertugas mendidik dan mengajar serta memperbaiki dan memperhalus
tingkah laku anak didik yang dibawa dari keluarganya.
fungsi sekolah menurut Suwarno dalam bukunya Pengantar Umum Pendidikan,
adalah:
a. Mengembangkan kecerdasan pikiran dan memberikan pengetahuan.
b. Spesialisasi.
c. Efisiensi
d. SosialisasL
24
H. Pendidikan beragama di lingkungan masyarakat
25
KESIMPULAN
Sebagai umat Buddha, sudah selayaknya jika kita memiliki sebuah
altar Buddha atau gambar Sang Buddha didalam rumah kita, bukan sebagai
barang pameran tetapi sebagai objek penghargaan dan penghormatan.
Lukisan indah dari Sang Buddha, yang melambangkan Metta (cinta kasih),
kesucian dan kesempurnaan, berguna sebagai sumber hiburan dan inspirasi
untuk menolong kita mengatasi segala kesulitan, keresahan atau kesalah
pahaman yang perlu kita hadapi dalam kegiatan kita sehari-hari di dunia yang
penuh kesukaran ini. Penghidupan penuh dengan perangkap. Perangkap
demikian dapat dihindari jika kita ingat untuk melaksanakan ajaran-ajaran
mulia dari Guru Agung kita.
DAFTAR PUSAKA
http://artikelbuddhis.blogspot.com/2010/11/pelaksanaan-agama-buddha-
dalam.html
26