Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MANDIRI

BELA NEGARA DAN KEPEMIMPINAN PANCASILA

DISUSUN OLEH :

A3.3.25 – YULLI ISTARYATI CIPTA NINRUM S.Pt., M.Eng

PKA ANGKATAN 3
TAHUN ANGGARAN 2023

KEMENTERIAN DALAM NEGERI

PUSAT PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA REGIONAL


BUKITTINGGI
2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang, karena atas
berkat rahmat dan karuniaNya Penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul
“BELA NEGARA DAN KEPEMIMPINAN PANCASILA”.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu
masukan dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk penulisan yang lebih
sempurna. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan dan dukungan dalam penulisan makalah ini.
Akhir kata penulis berharap makalah ini dapat menjadi bahan bacaan serta referensi
yang dapat berguna bagi kita semua.

Indragiri Hulu, Juni 2023

Yulli Istaryati Cipta Ningrum S.Pt,. M.Eng


NIP. 19820706 200604 2 008
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………………………………………………………..


KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………………….
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………………..
Bab I PENDAHULUAN ………………………………………………………………………………
A. Latar belakang ………………………………………………………………………………
B. Identifikasi Masalah …………………………………………………………………………
C. Tujuan dan Manfaat …………………………………………………………………………
Bab II KERANGKA TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL …………………………….
A. Kerangka Teoritis …………………………………………………………………………
B. Kerangka Konseptual ………………………………………………………………………
BAB III WAWASAN KEBANGSAAN DAN KEPEMIMPINAN PANCASILA ……………………
BAB IV BELA NEGARA DAN KEPEMIMPINAN PANCASILA …………………………………
BAB V PENUTUP …………………………………………………………………………………….
A. Kesimpulan …………………………………………………………………………………….
B. Saran …………………………………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam suatu kehidupan di masyarakat selalu muncul seorang pemimpin yang dapat
mempengaruhi dan mengarahkan perilaku anggota masyarakat ke arah tujuan tertentu. Dalam
usaha untuk memenuhi harapan, pemimpin menggunakan segala kemampuan yang
dimilikinya dan memanfaatkan lingkungan serta potensi yang dimiliki dalam organisasi yang
dikelola. Guna memajukan serta memberdayakan anggota maka seorang pemimpin dalam
organisasi harus mendasarkan setiap langkahnya pada nilai serta memahami nilai tersebut
secara mendalam.
Pemahaman tentang nilai tersebut sangat ditentukan oleh bagaimana pemahaman
seorang pemimpin tentang nilai itu terbentuk. Ada nilai yang diinginkan dan sangat
diinginkan, dan dalam konteks interaksi dalam kelompok ada nilai yang tidak diinginkan
karena tidak berkesesuaian dengan apa yang diharapkan. Jadi nilai adalah prinsip dasar yang
menjadi pegangan setiap orang dalam hidup dan kehidupannya.
Proses pembentukan nilai terjadi ketika interaksi antar manusia terjadi, dimana nilai
dalam fungsi sehari-hari menjadi pedoman orang berperilaku dan mengarahkan orang untuk
berperilaku sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Konsepsi kepemimpinan berbasis nilai
pancasila dalam masyarakat multikultural inilah yang menjadi latar belakang dalam
penulisan.
Model kepemimpinan berbasis nilai pancasila pada segala lini masyarakat pada
dasarnya perlu penanganan serta pembinaan yang ekstra akan tetapi harus tetap dilandasi
pada nilai Pancasila. Selain hal tersebut, sebagai masyarakat yang taat terhadap idiologi dan
dasar negara maka nilai-nilai pancasila harus tetap menjadi acuan dalam menjalankan roda
organisasi yang ada di Indonesia. Kepemimpinan yang melayani kebutuhan rakyat, berbasis
kinerja organisasi pelayanan publik yang dikelola secara kontinyu akan memperkuat
eksistensi negara dan mengawal pencapaian visi pembangunan nasional untuk mewujudkan
manusia Indonesia seutuhnya secara material dan spiritual. Inilah salah satu dari ciri
kepemimpinan Pancasila, yaitu kepemimpinan yang memahami manusia dengan kebutuhan
jasmani dan rohaninya secara seimbang, yang juga mewujudkan manusia paripurna dengan
segenap keutuhan potensinya.
B. Identifikasi Masalah
1. Definisi kepemimpinan pancasila?
2. Model atau gaya kepemimipinan di Indonesia?
3. Apa saja syarat kepemimpinan?
4. Apa saja ciri kepemimpinan pancasila?

C. Tujuan dan Manfaat


C.1. Tujuan
1. Mengetahui definisi kepemimpinan pancasila
2. Mengetahui model atau gaya kepemimpinan di Indonesia
3. Mengetahui syarat yang harus dimiliki sebelum menjadi pemimpin
4. Mengetahui ciri – ciri kepemimpinan pancasila

C.2. Manfaat
Dengan mengetahui definisi, model ataupun gaya kepemimipinan, syarat serta ciri – ciri
kepemimpinan pancasila maka kita dapat mengetahui bagaimana kepemimipinan yang cocok
dan disenangi oleh lingkungan, sehingga program apapun yang akan kita lakukan nantinya
akan mendapat dukungan dari semua pihak.
Dalam konteks sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan adanya kemampuan
dalam kepemimpinan maka akan menjadi bekal yang cukup dalam upaya mewujudkan
kesinambungan kinerja organisasi pelayanan publik sebagai wujud bela negara.
BAB II
KERANGKA TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL

A. KERANGKA TEORITIS

Ada berbagai teori kepemimpinan yang disebutkan oleh para ahli, diantaranya
kepemimpinan dipahami dalam dua pengertian yaitu sebagai kekuatan untuk menggerakkan
orang dan mempengaruhi orang. Kepemimpinan hanyalah sebuah alat, sarana atau proses
untuk membujuk orang agar bersedia melakukan sesuatu secara sukarela/ sukacita. Ada
bermacam macam faktor yang dapat menggerakkan orang yaitu karena ancaman,
penghargaan, otoritas dan bujukan (Steers, Richard M, 1996). Sedangkan menurut (Stoner,
James A. F. Stoner, 1992) menyebutkan kepemimpinan adalah proses mengarahkan dan
mempengaruhi aktivitas-aktivitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan terhadap para
anggota kelompok. Definisi ini mengandung tiga implikasi penting yaitu: (1) kepemimpinan
itu melibatkan orang lain baik itu bawahan maupun pengikut, (2) kepemimpinan melibatkan
pendistribusian kekuasaan arttara pemimpin dan anggota kelompok secara seimbang, karena
anggota kelompok bukanlah tanpa daya, (3) adanya kemampuan untuk menggunakan
berbagai bentuk kekuasaan yang berbeda-beda.
Kepemimpinan merupakan suatu proses. Agar bisa memimpin, pemimpin harus
melakukan sesuatu. Kepemimpinan lebih dari sekedar menduduki suatu otoritas. Kendati
posisi otoritas yang diformalkan mungkin sangat mendorong proses kepemimpinan, namun
sekedar menduduki posisi itu tidak menandai seseorang untuk menjadi pemimpin.
Kepemimpinan harus membujuk orang-orang lain untuk mengambil tindakan. Pemimpin
membujuk pengikutnya melalui berbagai cara, seperti menggunakan otoritas yang
terlegitimasi, menciptakan model (menjadi teladan), penetapan sasaran, memberi imbalan dan
hukum, restrukturisasi organisasi, dan mengkomunikasikan visi. Berdasarkan penjelasan
tersebut, maka pengertian pemimpin yang efektif dalam hubungannya dengan bawahan
adalah pemimpin yang mampu meyakinkan mereka bahwa kepentingan pribadi dari bawahan
adalah visi pemimpin, serta mampu meyakinkan bahwa mereka mempunyai andil dalam
mengimplementasikannya. Konsep kepemimpinan erat. sekali hubungannya dengan konsep
kekuasaan (Kotter, John P, 1990), mengatakan dengan kekuasaan pemimpin memperoleh alat
untuk mempengaruhi perilaku para pengikutnya. Terdapat beberapa sumber dan bentuk
kekuasaan yaitu kekuasaan paksaan, legitimasi, keahlian, penghargaan, referensi, informasi
dan hubungan. Pada dasarnya kemampuan untuk mempengaruhi orang atau suatu kelompok
untuk mencapai tujuan tersebut terdapat kekuasaan.
Sebagaimana sudah disebutkan dalam bab pendahuluan, kondisi global sekarang tidak
hanya dibutuhkan pemimpinan yang mumpuni, tapi juga pemimpin yang mempunyai jiwa
nasionalis. Sejarah menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah multikultur. Kebhinekaan
itu berhasil membangun kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Kebhinekaan juga berhasil
memotivasi lahirnya kebangkitan nasional, komitmen sebagai bangsa dan pembebasan dari
belenggu penjajahan. Kebhinekaan itu yang masih menjiwai keberlangsungan kehidupan
nasional dengan dinamikanya, untuk mengisi kemerdekaan dalam rangka mencapai cita-cita
dan tujuan negara.
Semangat dan cita-cita kebangsaan yang telah dideklarasikan para pendiri bangsa
(founding fathers). Karakter kepemimpinan para pendiri bangsa mampu menggali nilai- nilai
budaya luhur terutama nilai-nilai filsafat, baik itu filsafat hidup (atau disebut filsafat
Pancasila) maupun filsafat keagamaan. Hal ini memberikan identitas dan martabat sebagai
bangsa yang beradab, sekaligus memiliki jiwa dan kepribadian yang religious. Pemahaman
terhadap falsafah kebangsaan telah menghasilkan semangat juang para pendahulu sehingga
membebaskan dari belenggu penjajahan.
Filsafat merupakan ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat segala sesuatu untuk
memperoleh kebenaran, atau secara singkat dinyatakan sebagai ilmu pengetahuan tentang
hakekat. Maknanya, dengan mencari atau menyakan apa hakekat, sari, esensi atau inti segala
sesuatu, maka jawaban yang didapatkan berupa kebenaran yang hakiki. Hal ini diperkuat
yang menyatakan nilai-nilai filsafat merupakan derajad tertinggi pemikiran untuk
menemukan hakekat kebenaran. Filsafat dapat dilihat dalam dua aspek, sebagai metode dan
pandangan. Sebagai metode, filsafat menunjukkan cara berpikir dan analisis untuk
menjabarkan ideologi Pancasila. Sebagai pandangan, filsafat menunjukkan nilai dan
pemikiran yang dapat menjadi substansi dan isi ideologi Pancasila.
Saat ini, nilai-nilai Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa perlu diimplementasi untuk
membangkitkan semangat juang bangsa. Semangat juang itu bukan saja untuk menyelesaikan
permasalahan bangsa, tetapi juga untuk meningkatkan kualitas SDM Indonesia. Kualitas itu
akan lahir dari manusia yang berkarakter religius, percaya diri, dan memiliki etos kerja yang
tinggi. Lahirnya SDM yang berkualitas sangat relevan untuk mengantisipasi keadaan dan
perubahan lingkungan strategis. SDM berkualitas berperan dalam penyusunan konsep
kebijakan pembangunan, penyelenggaraan negara, dan pertumbuhan ekonomi yang lebih
berorientasi kepada kesejahteraan dalam rangka peningkatan harkat bangsa sebagai manusia.
Manusia Indonesia memiliki potensi dan bisa merealisasikan potensi bakat yang
dimilikinya menjadi manfaat seluruh bangsa. Anugerah kemerdekaan adalah bukti realisasi
illahiyah yang diberikan para pendiri bangsa ini. Dengan menunaikan kekhalifahan itu
manusia senantiasa mengalami pembelajaran. Pembelajaran diperlukan agar bangsa
Indonesia dapat melalui tantangan internal maupun global dan berbagai dinamikanya. Proses
pembelajaran dan iptek diharapkan menghasilkan kemampuan untuk mengadakan adaptasi
atau justifikasi terhadap proses kehidupan yang baru dan menjalankan inovasi untuk
menciptakan kualitas dan daya saing yang makin baik. Daya saing hanya akan meningkat,
seiring dengan proses pembelajaran yang rasional dan kritis serta kreativitas di kalangan
masyarakat.
Pemimpin pada berbagai tingkatan dan hirarki sesuai dengan kemampuan dan
kewenangannya, merupakan penggerak dan motivator seluruh komponen bangsa untuk
menjalankan kehidupan nasional dalam rangka pencapaian tujuan nasional. Bagi bangsa
Indonesia, yang dibutuhkan adalah sistem kepemimpin nasional yang dapat menjalankan visi
pembangunan nasional dilandasi paradigma nasional dengan kemampuan (i) memantapkan
integrasi bangsa dan solidaritas nasional, (ii) mementingkan stabilitas nasional untuk
meningkatkan rasa kebangsaan, (iii) memahami perubahan dan melaksanakan pembaharuan
dalam manajemen pemerintahan dan (iv) menggunakan pendekatan politik dalam upaya
pencarian solusi untuk menangani permasalahan dalam kehidupan masyarakat.
Filsafat Pancasila dapat didefinisikan sebagai refleksi kritis dan rasional tentang
Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa, dengan tujuan untuk
mendapatkan pokok-pokok pengertiannya secara mendasar dan menyeluruh. Filsafat mampu
membuka pemikiran yang lebih luas dan rasional sehingga cara pandang terhadap ideologi
menjadi lebih terbuka dan fleksibel (tidak kaku atau beku). Manusia diberi peluang
mengembangkan persepsi, wawasan dan sikapnya secara dinamis agar menemukan
kebenaran, arti dan makna hidup. Oleh karena itu filsafat dapat dilaksanakan dengan
membahas perihal kehidupan, misalnya pembangunan, modernisasi, kemiskinan, keadilan
dan lain-lain.
Pancasila sebagai falsafah pandangan hidup bangsa, seyogyanya dicerminkan ke dalam
prinsip-prinsip nilai dan norma kehidupan dalam berbangsa, bernegara dan berbudaya.
Pancasila perlu ditransformasi menjadi moral atau etika politik kehidupan negara yang harus
ditaati dan diamalkan dalam penyelenggaraan negara. Moral diamalkan menjadi norma
tindakan dan kebijaksanaan, serta dituangkan dalam perundang-undangan, untuk mengatur
kehidupan negara, dan menjamin hak-hak dan kedudukan warga negara.
Dari uraian di atas, kepemimpinan nasional bangsa Indonesia nampaknya menghadapi
dua isu yang juga menjadi tantangan bisnis global, yakni cross-cultural management dan
change management. Meminjam definisi CBI (2009), cross-cultural management diperlukan
dalam upaya memberikan pemahaman menjembatani hambatan manajemen organisasi dan
berbagai implikasi perbedaan budaya. Hal ini sangat relevan dengan karakter bangsa yang
multikultur untuk menjalankan Sismennas. Change management memberikan konsep untuk
memahami dinamika perubahan dalam budaya organisasi untuk menyesuaikan diri dengan
perubahan lingkungan.
Kepemimpinan membutuhkan kompetensi yakni individu (antecendent), kognitif
(cognitive), fungsional (functional) dan sosial (personal and social). Kompetensi individu
merupakan atribut yang melekat kepada diri seseorang pemimpin. Kompetensi individu
misalnya pendidikan, memberikan pengaruh yang kuat kepada misalnya kompetensi kognitif.
Kompetensi kognitif memberikan landasan penguasaan pengetahuan umum, hukum, teori dan
konsep. Kompetensi fungsional merupakan penguasaan ketrampilan untuk problem solving
dalam kegiatan sehari-hari. Sementara kompetensi sosial merupakan kebutuhan untuk
pembinaan hubungan dengan individu atau sosial. Seluruh kompetensi tersebut harus
dipadukan dengan karakter organisasi antara lain visi, misi, value, dan tujuan. Perpaduan
kompetensi kepemimpinan dan karakter organisasi akan menghasilkan keberhasilan dalam
perubahan (change management).

B. TEORI KONSEPTUAL

Falsafah Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa membuka pemikiran yang lebih
luas dan rasional perihal jati diri bangsa Indonesia, dan upaya-upaya mengembangkan ke
dalam kehidupan nasional menuju masyarakat yang mandiri, maju, adil, dan makmur. Setiap
warga negara memiliki peluang mengembangkan dirinya sebagai bangsa yang multikutur
untuk menjalankan proses pembelajaran dan iptek untuk menentukan kehidupan baru yang
berkualitas. Kepemimpinan nasional memiliki peran penting mengimplementasikan falsafah
Pancasila ke dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, mengembangkan
wawasan kebangsaan dan upaya-upaya peningkatan kualitas SDM dalam pembangunan
nasional. Kepemimpinan nasional di berbagai tingkatan wajib berpartisipasi dan mendorong
berfungsinya manajemen dan kelembagaan pemerintahan dalam rangka terciptanya good
governance untuk mengantisipasi perkembangan lingkungan strategis untuk menghasilkan
manfaat dalam pembangunan nasional.
BAB III

WAWASAN KEBANGSAAN DAN KEPEMIMPINAN PANCASILA

Pancasila adalah dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia dan juga merupakan
falsafah hidup bagi bangsa yang menjadi acuan universal nilai-nilai kehidupan, yang
harus dilaksanakan secara konsisten dalam berbangsa dan bernegara. Pemimpin yang
memahami dan mengerti tentang hakikat wawasan kebangsaan maka pemimpin tersebut pasti
akan mengacu pada nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan harus
mampu mengimplementasikan nilai-nilai tersebut ke dalam fungsi dan perannya sebagai
seorang pemimpin. Nilai-nilai dari kepemimpinan Pancasila adalah: Spiritual, Humanisasi,
Nasionalis, Demokratis dan Keadilan Sosial (social juctice).
Kelima nilai-nilai kepemimpinan tersebut sudah mengacu kepada kelima sila yang
ada di Pancasila. Kepemimpinan Pancasila harus bisa bertindak dan berperilaku sesuai
dengan nilai-nilai Pancasila. Kondisi lingkungan kehidupan bangsa kita pada awal
abad 21 sebagaimana bangsa lain di berbagai belahan dunia, menghadapi gelombang
besar berupa meningkatnya tuntutan Demokratisasi, Desentralisasi, dan Globalisasi.
Demokratisasi memang mengandung makna kebebasan dan optimalitas pelaksanaan hak-hak
asasi manusia tanpa membedakan latar belakang etnik, agama, ideologi, maupun domisili.
Demokrasi didasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan dan hukum yang berkeadilan
serta keputusan pada keputusan bersama yang diambil secara obyektif, rasional, dan
kemanusiaan.. Oleh karena itu, dalam menghadapi masalah tersebut diperlukan suatu
dasar pendekatan bersama dan kualifikasi segenap unsur SDM utamanya unsur
pemimpin dalam berbagai lembaga pemerintahan dan masyarakat. Pada dasarnya
kepemimpinan di Indonesia adalah kepemimpinan yang berlandaskan nilai-nilai pancasila
(Kepemimpinan Pancasila).
Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu kepemimpinan, yaitu:
1. Kepemimpinan di Era pembangunan Nasioanal harus bersumber pada falsafah
negara, yakni Pancasila.
2. Memahami benar makna dariperencanaan, pelaksanaan, dan tujuan pembangunan
yang ingin dicapai.
3. Diharapkan agar Kepemimpinan Pancasila mampu menggali intisari dari nilai-nilai
tradisional yang luhur, untuk kemudian dipadukan dengan nilai-nilai positif
dari modernisasi.
Kepemimpinan Pancasila adalah kepemimpinan yang berasas, berjiwa, dan beramal
pancasila. Sebagai keterpaduan antara penguasaan nilai-nilai luhur yang berakar pada
budaya nusantara dengan penguasaan nilai-nilai kemajuan universal. Adapun nilai-nilai
budaya Nusantara meliputi keterjalinan hidup manusia dengan Tuhannya, keserasian hidup
antara sesama manusia serta lingkungan alam, kerukunan dan mempertemukan cita-cita
hidup di dunia dan akhirat. Nilai-nilai kemajuan universal meliputi pendayagunaan Sains dan
Teknologi secara efektif dan efisien dalam rangka meningkatkan kemampuan dan
ketangguhan bangsa di segala aspek kehidupan.
Kepemimpinan Pancasila adalah bentuk kepemimpinan modern yang selalu
menyumberkan diri pada nilai-nilai dan norma-norma pancasila. Kepemimpinan
Pancasila, satu potensi atau kekuatan yang mampu memberdayakan segala daya
sumber masyarakat dan lingkungan yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila mencapai
untuk tujuan nasional. Kepemimpinan Pancasila adalah suatu perpaduan dari
kepemimpinan yang bersifat universal dengan kepemimpinan indonesia, sehingga
dalam kapemimpinan pancasila menonjolkan dua unsur, yaitu “Rasionalitas” dan
“semangat kekeluargaan”.
Jadi, ada 3 pokok ciri Kepemimpinan Pancasila, yaitu:
1. Pancasila, UUD 1945,
2. Nilai-nilai kepemimpinan universal.
3. Nilai-nilai spiritual nenek moyang.

Dalam rangka menjalankan tugas kewajibannya seorang pemimpin harus dapat


menjaga kewibawaannya. Terlebih lagi dalam kemerdekaan dan pembangunan.
Berhasilnya pembangunan nasional tergantung pada peran aktif rakyat Indonesia, dengan
sikap mental, tekad semangat, ketaatan dan disiplin nasional dalam menjalankan tugas
kewajibannya. Dengan demikian perlu dikembangkan motivasi membangun dikalangan
masyarakat luas dan motivasi pengorbanan pengabdian pada unsur kepemimpinannya.
Norma-norma yang tercakup dalam Pancasila itu sekaligus merupakan sistem nilai yang
harus dihayati dan diamalkan oleh setiap warga negara, khususnya para pemimpin.
Membangun kepemimpinan nasional dan berjiwa Pancasila perlu dasar yang kuat,
berkompeten dan kredibel. Kebutuhan akan pemimpin yang berjiwa nasional dan Pancasila
yang harus terampil dalam merajut kemajemukan politik yang cenderung terlena oleh
semangat reformasi berlebihan, hingar bingar politik multi partai akan menghasilkan peta
kekuatan politik yang menyebar tanpa adanya mayoritas tunggal, maka kepemimpinan
nasional yang berkompeten adalah sangat dibutuhkan agar dapat mempertemukan dan
mengolah beragam kepentingan politik hingga menghasilkan pola saling dukung yang kuat.
Perlu ada kepemimpinan politik yang bermutu di pusat dan daerah, kepemimpinan yang
memahami dan melaksanakan Pancasila. Hal itu memungkinkan pembagian wewenang yang
di satu pihak memperkokoh dan memajukan NKRI, dipihak lain mewujudkan perkembangan
dinamika daerah untuk mencegah timbulnya separatisme. Makin banyak kemajuan yang
dicapai NKRI di segala bidang merupakan perekat utama yang membuat daerah
berkepentingan untuk tetap berada dalam lingkungan NKRI.
Tanpa adanya keterampilan mengelola dan mengakomodasi keberagaman partai politik,
maka kepemimpinan nasional bisa dirundung banyak masalah. hal tersebut disampaikan oleh
Direktur Lembaga Survey Trust Indonesia, yang mengatakan “Banyaknya menteri yang
berasal dari berberapa Parpol, membuat masyarakat pesimistis terhadap KIB II, bisa
menjawab tantangan masa depan dengan baik dibidang ekonomi, teknologi maupun
pembangunan bangsa. Bagaimana menteri-menteri tersebut bisa bekerja dengan baik jika
tidak memiliki back ground yang kuat. Alasannya banyak menteri yang berasal dari Parpol
tidak sesuai dengan tempat keahliannya, karena sangat kental sekali dengan aroma balas budi
dan cenderung mengorbankan profesionalitas”. Ketika hal tersebut terjadi maka tugas
bersama untuk menyelesaikan krisis menjadi terbengkalai.
Dinamika eksekutif dan legislatif sering mengalami perubahan dari situasi tenang,
berjalan baik bisa melonjak penuh ketegangan hingga menciptakan krisis politik yang
berujung pada pergantian kepemimpinan nasional, baik di lembaga eksekutif maupun
legislatif. Krisis politik sering terjadi baik ditingkat pusat maupun daerah, di samping dampak
dari krisis tersebut belum menemukan solusi yang menyeluruh dan tuntas, sehingga
diperlukan kepemimpinan yang kuat, berkompeten dan kredibel serta mampu memahami
berbagai aspek politik negara, ekonomi dan informasi yang dapat mempengaruhi proses
pengambilan keputusan.
Pada akhirnya pemimpin yang berbasis Wawasan Kebangsaan dan berjiwa Pancasila
adalah pemimpin yang mampu melihat dengan pandangan atau cara pandang yang
mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa
dan bernegara, wawasan ini ditentukan oleh kesadaran diri sebagai warga negara dari suatu
negara akan diri dan lingkungannya , nantinya pemimpin tersebut akan mampu mengelola
kebhinekaan dengan baik, menjaga keutuhan negara Republik Indonesia, membuat
Indonesia menjadi bangsa yang besar, serta menjadikan Indonesia ke arah yang lebih
baik.
Kepemimpinan Pancasila berarti kepemimpinan organisasi atau negara yang mengacu
kepada nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Dalam menjalankan peran dan fungsi
kepemimpinannya, seorangpemimpin yang berjiwa Pancasila selalu berpedoman kepada
nilai-nilai Pancasila.Disamping itu juga, nilai-nilai Pancasila menjadi indikator bagi
pemimpin dan seluruh masyarakat dalam berperilaku, serta membantu dalam membentuk
moral dan etika.Intinya, kepemimpinan Pancasila adalah seorang Pemimpin yang
mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam menjalankan peran dan fungsi
kepemimpinannya. Disamping itu juga, kepemimpinan Pancasila adalah pemimpin yang
mau berperilaku dan bertindak serta mengajak masyarakatnya untuk bermasyarakat
berbangsa dan bernegara sesuai nilai-nilai Pancasila
BAB IV

BELA NEGARA DAN KEPEMIMPINAN PANCASILA

Kepemimpinan yang baik adalah kepemimpinan yang memegang teguh pada integritas
moral dan etika seorang pemimpin. Bertens (2007:4) mengatakan bahwa integritas adalah
seperangkat prinsip atau nilai moral yang menjadi pedoman bagi seseorang atau sekelompok
orang dalam mengatur perbuatannya. Nilai-nilai tersebut berasal dari perpaduan nilai agama,
budaya dan ideologi sebuah bangsa, sehingga menjadi acuan dan patokan bersama dalam
melaksanakan suatu tindakan. Salah satu konsep kepemimpinan yang berpegang teguh pada
integritas moral dan etika adalah kepemimpinan bela negara.
Bela Negara merupakan sebuah semangat berani berkorban demi tanah air, baik harta
bahkan nyawa sekalipun berani dikorbankan demi keutuhan negara kesatuan Republik
Indonesia. Bentuk dari Bela Negara adalah tekad, sikap dan perilaku warga negara yang
dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945. Wujud dari usaha Bela Negara adalah kesiapan dan kerelaan setiap
warga negara untuk berkorban demi mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negara,
kesatuan dan persatuan bangsa, keutuhan wilayah dan yuridiksi nasional. Bagi warga negara
Indonesia, usaha pembelaan negara dilandasi oleh kecintaan pada tanah air (wilayah
nusantara) dan kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia dengan keyakinan pada
Pancasila sebagai dasar negara serta berpijak pada Undang-Undang Dasar 1945 sebagai
landasan konstitusi negara.
Pemimpin yang memiliki kecakapan khusus dengan atau tanpa pengangkatan resmi
dapat mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya untuk melakukan usaha bersama
mengarah pencapaian sasaran-sasaran tertentu, sedangkan kepemimpinan adalah hubungan
dimana satu orang yakni pemimpin mempengaruhi pihak lain untuk bekerja sama secara suka
rela dalam usaha mengerjakan tugas-tugas untuk mencapai tujuan. Hal ini sejalan dengan
teori yang kondisi masyarakat Indonesia yang terjepit oleh penjajahan dan penindasan.
Kepekaan terhadap penderitaan masyarakat itulah yang membuat Soekarno berpikir visioner
untuk menembus batas kemampuan dan mencita-citakan sebuah bangsa yang merdeka dan
lepas dari ketertindasan. Konsistensi pemikiran, ucapan dan tindakan Soekarno tentang
konsep kemerdekaan mampu menjadi kekuatan yang mempengaruhi seluruh elemen bangsa
untuk bergerak bersama dalam melawan penjajahan/penindasa demi satu harapan bersama,
yaitu Indonesia Merdeka.
Seperti telah dibahas dalam Bab II dan III, pemimpin yang memiliki wawasan
kebangsaan dan berjiwa Pancasila tentu juga mempunyai kepribadian yang kuat untuk
membela negaranya, Dengan memahami keberadaan Indonesia seutuhnya, akan
menumbuhkan nilai-nilai dasar bela negara sebagai rasa bangga sebagai bangsa pejuang, rasa
memiliki sebagai generasi penerus, dan rasa bertanggung jawab sebagai ungkapan rasa
syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan rasa cinta Tanah Air pada tiap warga negara
Indonesia akan lahir sikap bela negara yang kuat sebagai modal dasar kekuatan bangsa dan
negara yang siap berkorban untuk menjaga, melindungi dan membangun bangsa dan negara
menuju terwujudnya cita-cita nasional. Pemimpin yang memahami dengan baik konsep bela
negara diharapkan dalam adalah pemimpin yang kepemimpinannya dilandasi oleh
keteladanan pelaksanaan nilai-nilai perjuangan bela tanah air yaitu cinta tanah air, hati nurani
berbangsa dan bernegara, dan rela berkorban. Nilai-nilai tersebut telah dicirikan sebagai
atribut kewarganegaraan yang baik (good citizenship), serta sifat-sifat yang akan menentukan
kualitas kepemimpinan. Keteladanan dalam kepemimpinan bela negara lahir dari integritas
moral dan etika sang pemimpin. Integritas moral adalah konsistensi antara pikiran, ucapan
dan tindakan dengan mendasarkannya pada kebenaran moral universal. Prinsip utama
kepemimpinan dalam bela negara adalah integritas moral. Integritas moral dalam
kepemimpinan bela negara akan menghadirkan seorang pemimpin yang menjadi panutan.
Teladan ini memberinya pembenaran moral untuk mengarahkan dan mewujudkan rasa cinta
warga negara kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Integritas moral kepemimpinan bela negara menghadirkan pemimpin yang memberi
pengaruh bukan karena gemar memerintah, tajam dalam mengkritik, dan mahir mencari
kesalahan, melainkan pemimpin yang memberikan pengaruh karena tindakannya tidak tercela
dan daya juangnya yang tak mengenal batas. Jadi, kepemimpinan bela negara merupakan
kepemimpinan yang tidak hanya jago mengkritik, pintar menginstruksi, dan mahir dalam
mencari permasalahan, tetapi ia juga memberikan pengaruh dengan perilaku yang dianggap
baik oleh massa dan dengan dilandasi oleh integritas etika dan moral.
Kepemimpinan yang mempunyai semangat tinggi bela negara yang berjiwa Pancasila
akan memiliki peran penting mengimplementasikan falsafah Pancasila ke dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, mengembangkan wawasan kebangsaan dan upaya-
upaya peningkatan kualitas SDM dalam pembangunan nasional. Pemimpin seperti ini pada
berbagai tingkatan dan hirarki sesuai dengan kemampuan dan kewenangannya, merupakan
penggerak dan motivator seluruh komponen bangsa untuk menjalankan kehidupan nasional
dalam rangka pencapaian tujuan nasional. Kepemimpinan nasional berjiwa Pancasila dan
prinsip bela negara yang kuat akan mendorong berfungsinya manajemen dan kelembagaan
pemerintahan, pembangunan pendidikan, reformasi birokrasi dan pembangunan hukum dan
aparatur dalam rangka terciptanya good governance untuk mengantisipasi perkembangan
lingkungan strategis untuk menghasilkan manfaat dalam pembangunan nasional
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kepemimpinan nasional berjiwa Pancasila memiliki peran penting dalam


mengimplementasikan falsafah Pancasila ke dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, mengembangkan wawasan kebangsaan dan upaya-upaya peningkatan kualitas
SDM dalam pembangunan nasional. Pemimpin pada berbagai tingkatan dan hirarki sesuai
dengan kemampuan dan kewenangannya, merupakan penggerak dan motivator seluruh
komponen bangsa untuk menjalankan kehidupan nasional dalam rangka pencapaian tujuan
nasional. Kepemimpinan nasional mendorong berfungsinya manajemen dan kelembagaan
pemerintahan, pembangunan pendidikan, reformasi birokrasi dan pembangunan hukum dan
aparatur dalam rangka terciptanya good governance untuk mengantisipasi perkembangan
lingkungan strategis untuk menghasilkan manfaat dalam pembangunan nasional.
Pemimpin yang menjiwai pentingnya bela negara menjadi salah satu faktor penting
untuk diimplementasikan ke dalam pemimpin diberbagai structural, baik Lembaga Negara,
swasta maupun organisasi. Dengan mengimplementasikan sikap bela negara berdasarkan
falsafah Pancasila dalam memimpin dapat memberikan pengaruh positif yang besar bagi
pemimpin dan anak buahnya. Salah satu pengaruh positif adalah integritas moral yang
penting dalam kepemimpinan bela negara yang berjiwa Nasional berdasarkan Pancasila
karena dengan adanya moral dan etika dalam seorang pemimpin maka pemimpin tersebut
akan menjadi panutan dan pengaruh baik bagi organisasinya serta anak buahnya.

B. SARAN
Kepemimpinan yang dilandasi keteladanan dalam mengaktualisasikan nilai-nilai bela
negara, yakni cinta tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara, rela berkorban, dan
meyakini Pancasila sebagai ideologi negara. Maka dari itu sangatlah penting bagi seorang
pemimpin untuk memiliki jiwa bela negara yang berpijak pada Undang-Undang Dasar 1945
dan Pancasila. untuk itu diperlukan pelatihan, peningkatan profesionalisme kepemimpinan,
sangat dibutuhkan oleh negara dan para pemimpin bawahan yang senantiasa mengharapkan
pemimpin strategis dan profesional, baik individu maupun institusi, mampu berkreasi untuk
meningkatkan kualitas individu atau organisasi yang dipimpinnya agar dapat menyikapi
perubahan.
DAFTAR PUSTAKA

John P. Kotter, Forre far Change How Leadership Differs from Management (New York: The
Free Press, 1990), hh. 3-5
Stoner, James A. F dan Edward Freeman, Management dalam New Jersey: Prentice-Hall
International Inc., 5th edition, 1992.
Steers, Richard M. Steers, Lyman W. Porter dan Gregory A. Bigley. Motivation and
Leadership at Work, 1996.

Anda mungkin juga menyukai