)
DI LAHAN SAWAH KECAMATAN GUNUNG SUGIH
Oleh
Nuki Aisah
1954181002
NPM : 1954181002
Menyetujui,
Mengetahui,
Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan penting yang telah
menjadi makanan pokok lebih dari setengah penduduk dunia. Tanaman ini dapat
tumbuh pada daerah mulai dari daratan rendah sampai daratan tinggi. Produksi
padi dunia menempati urutan ketiga dari semua serelia, setelah jagung dan
gandum. Berbagai inovasi telah berkembang dan dihasilkan untuk mendukung
perubahan ke arah yang lebih baik dalam budidaya padi. Salah satu masalah
dalam budidaya padi adalah kurangnya pengetahuan petani terhadap sistem
penanaman dan pola tanaman. Beberapa cara penanaman dan pola penanaman
padi yang sering diterapkan petani untuk bercocok tanam seperti sistem tanam
konvensional dan sistem tanam jajar legowo. Sistem tanam pada budidaya padi
sangat berpengaruh terhadap komponen budidaya dan hasil produksi tanaman.
Pengaruh tersebut terjadi pada penangkapan cahaya untuk fotosintesis, kebutuhan
air tanaman, penyerapana usur hara oleh akar, ketersediaan ruang yang
menentukan kompetisi gulma dengan tanaman, dan iklim mikro di bawah kanopi
yang berpengaruh terhadap perkembangan hama dan penyakit tumbuhan. Tujuan
dari praktik umum ini yaitu untuk mengetahui penjelasan mengenai sistem tanam
pada budidaya tanaman padi.
Praktik umum ini dilaksanakan pada tanggal 27 Juni sampai 27 Juli 2022 di Dinas
Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Holtikultura Kabupaten Lampung
Tengah. Kegiatan turun lapang dilakukan pada lahan sawah petani yang berlokasi
di Desa Putra Buyut, Kecamatan Gunung Sugih. Metode pelaksanaan praktik
umum ini terdiri dari wawancara, kegiatan lapang, konsultasi, studi Pustaka, serta
pembuatan laporan praktik umum. Hasil dari kegiatan praktik umum diketahui
bahwa petani di Desa Putra Buyut menggunakan dua sistem tanam, yaitu sistem
tanam konvensional dan sistem tanam jajar legowo dalam budidaya padi. Sistem
tanam konvensional lebih banyak digunakan dari pada sistem tanam jajar legowo.
Hal ini dikarenakan pada sistem tanam jajar legowo memerlukan jumlah tenaga
kerja lebih tinggi dan waktu penanaman yang membutuhkan waktu lebih lama
dibandingkan dengan sistem tanam konvensional. Namun, sistem tanam jajar
legowo lebih menguntungkan karena tanaman berada pada bagian pinggir
sehingga mendapatkan sinar matahari yang optimal yang menyebabkan
produktivitas tinggi, memudahkan dalam pengendalian gulma dan hama,
penggunaan pupuk lebih efektif. Saran yang diberikan oleh penulis adalah
sebaiknya dilakukan sosialisasi atau penyuluhan kembali terhadap petani di Desa
Putra Buyut terkait sistem tanam jajar legowo supaya lebih terlatih dalam
menggunakan sistem tanam jajar legowo sehingga dapat meningkatkan
produktivitas padi di Desa Putra Buyut.
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan Praktik
Umum (PU) yang berjudul “Sistem Tanam pada Budidaya Tanaman Padi
(Oryza sativa L.) di Lahan Sawah Kecamatan Gunung Sugih”. Laporan praktik
umum ini disusun berdasarkan hasil pengamatan di lapang, wawancara, praktik
langsung di lapangan, dan studi pustaka atau literatur yang berkaitan dengan topik
praktik umum. Penyusunan laporan praktik umum ini tidak terlepas dari bantuan,
motivasi, serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankan
penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Buwana, M.Si., selaku Dekan Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung yang telah mengizinkan penulis
melaksanakan praktik umum.
2. Bapak Ir. Hery Novpriansyah, M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Tanah,
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung yang telah memberikan saran dan
masukan dalam melaksanakan kegiatan praktik umum.
3. Ibu Liska Mutiara Septiana S.P., M.Si., selaku ketua pelaksana kegiatan
praktik umum Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung
yang telah membimbing, memberikan saran dan masukan kepada penulis,
serta melakukan monitoring kegiatan praktik umum.
4. Bapak Dedy Prasetyo S.P., M.Si., selaku pembimbing akademik yang
senantiasa memberikan bimbingan, motivasi, serta saran kepada penulis.
5. Bapak Nurhasan S.P, selaku sub koordinator tanaman pangan di Dinas
Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan, dan Holtikultura Kabupaten Lampung
Tengah yang senantiasa memberikan bimbingan, motivasi, dan saran kepada
penulis.
vi
Nuki Aisah
DAFTAR ISI
Halaman
SANWACANA ...................................................................................................... v
I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
LAMPIRAN ......................................................................................................... 37
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Tabel Halaman
Indonesia merupakan negara produksi beras ketiga setelah China dan India.
Produksi beras Indonesia masih harus ditingkatkan untuk mencukupi permintaan
sekitar 275 juta orang penduduk pada tahun 2025. Kebutuhan beras Indonesia
dipenuhi oleh budidaya padi pada lahan seluas 10,6 juta hektar, atau sekitar 7,2 %
dari luas pertanaman padi dunia (Sugeng, 2001). Dalam program peningkatan
produksi padi, pemerintah masih mengandalkan sawah sebagai tulang punggung
pengadaan beras daripada lahan kering. Hal ini mengingat lahan sawah mem-
punyai kemampuan untuk menghasilkan produktivitas lebih tinggi, selain
ketersediaan teknologi yang lebih banyak (Utomo dan Nazaruddin, 2003).
Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan penting yang telah
menjadi makanan pokok lebih dari setengah penduduk dunia. Di Indonesia, padi
merupakan komoditas utama dalam menyokong pangan masyarakat. Indonesia
sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan dalam
memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Oleh karena itu, kebijakan ketahanan
pangan menjadi fokus utama dalam pembangunan pertanian (Anggraini, 2013).
Padi (Oryza sativa L.) termasuk dalam family Gramineae dan subfamily
Oryzoides. Padi memiliki hubungan dekat dengan tanaman rumput-rumputan dan
tanaman serealia. Secara umum terdiri dari dua jenis (Oryza sativa dan Oryza
glaberrima).
2
Pada sistem tanam tegel adalah penanaman padi dengan jarak 20 x 20 cm atau
lebih rapat dan tidak ada barisan yang dikosongkan (Anggraini, 2013). Sistem
tanam padi tegel atau lebih dikenal dengan sistem tanam padi konvensional adalah
sistem tanam padi yang di terapkan oleh petani dengan mengatur sama jaraknya
antar baris tanaman sehingga tanaman terlihat berbaris rapi dan lahan terisi penuh.
Teknik penanaman ini sudah lama diterapkan oleh kebanyakan petani tanpa
menggunakan pola seperti teknik penaman padi yang yang telah berkembang saat
ini yaitu sistem tanam jajar legowo. Pada proses penanaman bibit padi dilakukan
dengan cara mundur menggunakan alat bambu atau kayu yang sudah ditentukan
jarak antar baris tanaman agar tanaman berbaris dengan rapi dan teratur. Prinsip
dari sistem tanam padi konvensional adalah mengoptimalkan luas lahan dengan
ditanami padi dan mengatur jarak tanamnya tergantung dari varietas padi yang
digunakan. Jarak antar tanaman dapat di variasi tergantung dari tingkat kesuburan
tanah dan jenis benih padi yang digunakan yaitu 20 x 20 cm, 22,5 x 22,5 cm dan
25 x 25 cm (Noldin, 2010).
Prinsip dari sistem tanam jajar legowo adalah meningkatkan populasi tanaman
dengan mengatur jarak tanam sehingga pertanaman akan memiliki barisan
tanaman yang diselingi oleh barisan kosong dimana jarak tanam pada barisan
pinggir setengah kali jarak tanam antar barisan. Sistem tanam jajar legowo
merupakan salah satu rekomendasi yang terdapat dalam paket anjuran
Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) (Sembiring, 2001).
Sitem tanam jajar legowo memiliki variasi seperti jajar legowo (2 : 1) adalah cara
tanam padi dimana setiap dua baris tanaman diselingi oleh satu barisan kosong
yang memiliki jarak dua kali dari jarak tanaman antar baris sedangkan jarak
tanaman dalam barisan adalah setengah kali jarak tanam antar barisan. Jajar
legowo (3 : 1) adalah cara tanam padi dimana setiap tiga baris tanaman diselingi
oleh satu barisan kosong yang memiliki jarak dua kali dari jarak tanaman antar
barisan. Jajar legowo (4 : 1) adalah cara tanam padi dimana setiap empat baris
tanaman diselingi oleh satu barisan kosong yang memiliki jarak dua kali dari jarak
tanaman antar barisan (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2013).
Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman semusim yang mempunyai
kemampuan beradaptasi pada berbagai kondisi lingkungan. Tanaman ini termasuk
golongan jenis Graminae atau rumput-rumputan. Menurut USDA (2018)
klasifikasi tanaman padi secara lengkap sebagagai berikut :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivision : Spermatophyta
Division : Magnoliophyta
Class : Liliopsida
Subclass : Commelinidae
Ordo : Cyperales
Family : Gramineae
Genus : Oryza L.
Species : Oryza sativa L.
Padi merupakan tanaman semusim dengan sistem perakaran serabut. Terdapat dua
macam perakaran padi yaitu akar seminal yang tumbuh dari radikula (akar primer)
pada saat berkecambah, dan akar adventif (akar sekunder) yang bercabang dan
tumbuh dari buku batang muda bagian bawah. Radikula (akar primer) yaitu akar
yang tumbuh pada saat benih berkecambah. Apabila pada akar primer terganggu,
maka akar seminal akan tumbuh dengan cepat. Akar-akar seminal akan digantikan
oleh akar-akar sekunder (akar adventif) yang tumbuh dari batang bagian bawah.
Bagian akar yang telah dewasa dan telah mengalami perkembangan berwarna
5
coklat, sedangkan akar yang masih muda berwarna putih (Suhartatik dan
Makarim, 2010). Perakaran yang dalam dan tebal, sehat, mencengkeram tanah
lebih luas serta kuat menahan kerebahan memungkinkan penyerapan air dan hara
lebih efisien terutama pada saat pengisian gabah (Suardi, 2002). Akar tanaman
padi berfungsi menyerap air dan zat makanan dari dalam tanah yang kemudian
diangkut ke bagian atas tanaman (Fitri, 2009).
Daun tanaman padi memiliki ciri khas, yaitu terdapat sisik dan telinga daun. Daun
padi memiliki tulang daun yang sejajar. Daun padi tumbuh pada batang dan
tersusun berselang-seling pada tiap buku. Tiap daun terdiri atas helaian daun,
pelepah daun yang membungkus ruas telinga daun (auricle) dan lidah daun
(ligule). Daun teratas disebut daun bendera yang posisi dan ukurannya tampak
berbeda dari daun yang lain. Jumlah daun pada tiap tanaman bergantung pada
varietas. Varietas-varietas baru di daerah tropis memiliki 14-18 daun pada batang
utama (Makarim dan Suhartatik, 2009).
Bunga padi adalah bunga telanjang artinya mempunyai perhiasan bunga. Dalam
satu tanaman memiliki dua kelamin, dengan bakal buah yang di atas. Bagian
bagian bunga padi terdiri dari tangkai, bakal buah, lemma, palea, putik dan
benang sari. Jumlah benang sari ada 6 buah, tangkai sarinya pendek dan tipis,
kepala sari besar serta mempunyai dua kandung serbuk. Putik mempunyai dua
tangkai putik dengan dua buah kepala putik yang berbentuk malai dengan warna
pada umumnya putih atau ungu (Rosadi, 2013).
Buah padi yang sehari-hari kita sebut biji padi atau gabah sebenarnya bukan biji
melainkan buah padi yang tertutup oleh lemma dan palea. Lemma dan palea serta
bagian lain akan membentuk sekam atau kulit gabah, lemma selalu lebih besar
dari palea dan menutupi hampir 2/3 permukaan beras. Sedangkan, sisi palea tepat
bertemu pada bagian sisi lemma. Gabah terdiri atas biji yang terbungkus sekam.
Sekam terdiri atas gluma rudimenter dan sebagian dari tangkai gabah (pedicel)
(Rosadi, 2013). Bobot gabah beragam dari 12-44 mg pada kadar air 0%.
Sedangkan, bobot sekam rata-rata adalah 20% bobot gabah (Makarim, 2009).
6
Sistem tanam jajar legowo termasuk ke dalam anjuran yang terdapat dalam sistem
tanam PTT. Cara tanam dengan sistem legowo mempunyai beberapa keuntungan
7
yaitu tanaman berada pada bagian pinggir sehingga mendapatkan sinar matahari
yang optimal yang menyebabkan produktivitas tinggi, memudahkan dalam
pengendalian gulma dan hama atau penyakit, penggunaan pupuk lebih efektif dan
adanya ruang kosong untuk pengaturan saluran air (Sirrapa, 2011). Namun sistem
tanah jajar legowo juga memiliki kelemahan seperti membutuhkan tenaga dan
waktu tanam yang lebih banyak, pada baris kosong jajar legowo biasanya akan
ditumbuhi lebih banyak rumput atau gulma, serta membutuhkan biaya yang lebih
banyak dibandingkan dengan sistem tanam konvensional.
Menurut Uphoff (2009), bahwa pada sistem budidaya SRI, tanaman padi mampu
menghasilkan pertumbuhan akar yang lebih baik dan lebih sehat, anakan lebih
banyak dengan malai yang lebih lebat dan berat sehingga hasil panen menjadi
lebih tinggi. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Berkelaar (2001), bahwa padi
yang dihasilkan dengan budidaya SRI akan lebih baik dari pada budidaya padi
konvensional. Dalam budidaya SRI tanaman padi memiliki lebih banyak anakan,
perkem-bangan akar lebih besar dan jumlah butir per malai lebih banyak.
Pemberian air secara intermitten menjamin ketersediaan O2 di daerah perakaran
8
dan secara konsisten memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan yang
digenangi secara terus menerus (Gani, 2002).
Penggunaan teknologi yang lebih maju menjadi salah satu solusi yang tidak bisa
dihindari. Dengan teknologi maju maka peran tenaga kerja bisa dikurangi, dan
efisiensi usahatani bisa ditingkatkan. Namun demikian, penggunaan teknologi di
sektor pertanian juga bukan sesuatu yang mudah diterapkan. Selain faktor sumber
daya manusia yang cenderung tidak mudah menerima teknologi baru, faktor dana
juga menjadi kendala. Pengalaman menunjukkan banyak introduksi tekonologi
pertanian baru yang tidak berkembang karena petani tidak mau dan tidak mampu
menerima teknologi tersebut. Berbagai kajian menyimpulkan bahwa alat dan
mesin pertanian merupakan kebutuhan utama sektor pertanian sebagai akibat dari
kelangkaan tenaga kerja pertanian di pedesaan. Alat dan mesin pertanian
berfungsi antara lain untuk mengisi kekurangan tenaga kerja manusia yang
semakin langka dengan tingkat upah yang semakin mahal, meningkatkan
produktivitas tenaga kerja, meningkatkan efisiensi usaha tani melalui
penghematan tenaga, waktu dan biaya produksi serta menyelamatkan hasil dan
meningkatkan mutu produk pertanian (Unadi dan Suparlan, 2011).
Mesin rice transplanter bekerja dengan cara menancapkan bibit padi ke dalam
tanah sawah menggunakan garpu penanam (picker) secara teratur sesuai gerak
jalan roda mesin, garpu penanam akan menancapkan pada setiap satu titik tanam
dalam 4 baris. Mesin ini dijalankan hanya oleh seorang operator dan satu orang
9
asisten sehingga sudah dapat mengganti 20 orang tenaga kerja (Ekaningtyas dan
Suhendra, 2013).
III. METODE PELAKSANAAN
Kegiatan Praktik Umum dilaksanakan selama 30 hari kerja efektif dari tanggal 27
Juni sampai dengan 27 Juli di Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan, dan
Holtikultura Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung.
2. Kegiatan Lapang
Kegiatan lapang ini menjadi kegiatan utama dalam pelaksanaan Praktik
Umum. Aktivitas ini dilakukan dibawah pengawasan pembimbing lapang.
Kegiatan yang dilakukan dalam magang antara lain adalah melakukan
pengamatan, dokumentasi, dan melakukan praktik pada sistem budidaya
tanaman padi di lahan sawah.
11
4. Studi Pustaka
Studi pustaka ditujukan untuk mendapatkan informasi mengenai sistem
budidaya tanaman padi di lahan sawah serta informasi mengenai hasil
produksi, biaya, tenaga, dan pendapatan petani di sistem tanam berbeda
Rencana Kegiatan Praktik Umum yang dilakukan selama 30 hari kerja adalah
sebagai berikut :
12
2.2 Visi dan Misi Dinas Ketahanan Pangan Dan Tanaman Hortikultura
Kabupaten Lampung Tengah
Misi :
1. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan produksi
pertanian dan perkuatan ketahanan pangan dan stabilitas harga jual hasil tani
guna menekan angka kemiskinan
2. Membangun dan meningkatkan infrastruktur strategis berbasis pengembangan
wilayah yang terpadu.
3. Membangun ekonomi kerakyatan berbasis agribisnis dan ekonomi kreatif
dengan melibatkan partisipasi industri.
4. Meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan sesuai potensi dan kearifan
lokal.
5. Mengelola fungsi sumber daya alam dan lingkungan berbasis pertanian
berkelanjutan.
6. Menyelenggarakan tata kelola pemerintahan yang baik dan prorakyat.
Struktur Organisasi Dinas Ketahanan Pangan secara garis besar terdiri dari:
1. Kepala Dinas
2. Sekretariat/Sekretaris, membawahi:
a. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian
b. Sub Koordinator dan Kelompok Jabatan Fungsional
3. Bidang Ketersediaan dan Distribusi Pangan, membawahi Sub Koordinator dan
Kelompok Jabatan Fungsional yang dikelompokkan menjadi:
a. Kelompok Substansi Ketersediaan dan Cadangan Pangan
b. Kelompok Substansi Distribusi dan Harga Pangan; dan
c. Kelompok Substansi Kerawanan Pangan
4. Bidang Konsumsi dan Keamanan Pangan, membawahi Sub Koordinator dan
Kelompok Jabatan Fungsional yang dikelompokkan menjadi:
a. Kelompok Substansi Konsumsi dan Pengembangan Pangan Lokal
b. Kelompok Substansi Promosi dan Penganekaragaman Konsumsi Pangan
c. Kelompok Substansi Keamanan Pangan
5. Bidang Tanaman Pangan dan Holtikultura membawahi Sub Koordinator dan
Kelompok Jabatan Fungsional yang dikelompokkan menjadi:
a. Kelompok Substansi Tanaman Pangan
a. Kelompok Substansi Holtikultura; dan
b. Kelompok Substansi Perlindungan Tanaman.
6. Bidang Sarana dan Prasarana Pertanian membawahi Sub Koordinator dan
Kelompok Jabatan Fungsional yang dikelompokkan menjadi:
a. Kelompok Substansi Alat dan Mesin Pertanian;
b. Kelompok Substansi Pengelolaan Lahan, Pupuk Pestisida; dan
c. Kelompok Substansi Pengelolaan Air dan Pembiayaan.
7. Bidang Penyuluhan membawahi Sub Koordinator dan Kelompok Jabatan
Fungsional yang dikelompokkan menjadi:
a. Kelompok Substansi Kelembagaan Penyuluhan;
b. Kelompok Substansi Kelembagaan Petani; dan
c. Kelompok Substansi Prasarana dan Sarana Penyuluhan.
16
Kecamatan Gunung Sugih memiliki luas sawah sebesar 3.974 ha, akan tetapi luas
sawah kini berkurang menjadi 3.942 ha. Hal ini diakibatkan karena adanya alih
fungsi lahan menjadi sebuah pemukiman warga setempat. Dengan berkurangnya
lahan sawah ini menyebabkan produktivitas padi di Kecamatan Gunung Sugih
juga menurun.
18
Produksi padi tahun 2020 sebesar 6,09 ton/ha namun di tahun 2021 mengalami
penurunan sebesar 0,56 persen sehingga produksi padi yang didapatkan sebesar
5,53 ton/ha. Penurunan produksi disebabkan oleh menurunnya luas panen yang
dimana pada tahun 2020 luas panen sebesar 6.942 ha, namun pada tahun 2021
luas panen menurun hingga mencapai 3.822 ha.
Tanaman padi memiliki beberapa syarat tumbuh seperti tanaman padi dapat hidup
baik didaerah yang berhawa panas dan banyak mengandung uapair. Curah hujan
yang baik rata-rata 200 mm per bulan atau lebih, dengan distribusi selama 4
bulan, curah hujan yang dikehendaki per tahun sekitar 1500-2000 mm. suhu yang
baik untuk pertumbuhan tanaman padi sekitar 23oC. Tinggi tempat yang cocok
untuk tanaman padi berkisar antara 0-1500 mdpl. Kemudian Padi dapat tumbuh
dengan baik pada tanah yang ketebalan lapisan atasnya antara 18-22 cm dengan
pH antara 4-7 (Salman, 2014).
Budidaya tanaman yang baik sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil yang
sesuai dengan harapan. Hal ini harus dimulai dari awal, yaitu sejak dilakukan
persemaian sampai tanaman padi bisa dipanen. Dalam proses pertumbuhan
tanaman hingga berbuah ini harus dipelihara yang baik, terutama harus
diusahakan agar tanaman terhindar dari serangan hama dan penyakit yang sering
kali menurunkan produksi.
19
1) Persemaian
Benih yang digunakan oleh petani di Desa Putra Buyut adalah varietas Inpari 32.
Persemaian benih dilakukan 25 hari sebelum masa tanam. Tempat untuk
persemaian diusahakan sama atau tidak terlalu jauh dari lahan untuk menjaga
kesegaran waktu proses pemindahan.
Yang paling perlu diperhatikan adalah drainase harus baik agar benih tidak
kelebihan air. Lahan dibuat bedengan dan dicangkul hingga tidak ada bongkahan
tanah lagi. Benih sebaiknya direndam sebelum ditanam selama 2 x 24 jam agar
mampu menyerap air dengan maksimal untuk proses awal perkecambahan. Benih
yang sudah berkecambah ditebar secara merata, tetapi jangan sampai terbenam
karena bisa menyebabkan infeksi patogen.
20
2) Pengolahan Lahan
Pengolahan lahan bertujuan untuk mengubah sifat fisik tanah agar lapisan yang
semula keras menjadi datar dan melumpur. Hal ini akan membuat gulma mati dan
membusuk menjadi humus, aerasi tanah menjadi baik, lapisan bawah tanah
menjadi jenuh air yang dapat menghemat air. Pengolahan lahan di Kecamatan
Gunung sugih dilakukan dengan 2 kali bajak dan 2 kali garu untuk mendapat hasil
olahan yang optimal.
Pada pengolahan lahan sawah ini, dilakukan juga perbaikan dan pengaturan
pematang sawah serta selokan. Pematang (galengan) sawah diupayakan agar tetap
baik untuk mempermudah pengaturan irigasi sehingga tidak boros air dan
mempermudah perawatan tanaman (Agus, 2004).
Pengolahan lahan sawah ini membutuhkan waktu selama kurang lebih 25 hari
yang dimulai dari perbaikan pematang sawah sampai dengan pemerataan tanah.
21
Setelah pengolahan lahan dilakukan pembuatan garis tanam yang bertujuan untuk
memudahkan petani dalam melakukan penanaman padi. Dalam pembuatan garis
tanam dilakukan dengan alat yang bernama caplak. Alat ini dapat dibuat dari
bambu atau kayu. Pada pembuatan garis tanam Petani di Kecamatan Gunung
Sugih memakai jarak tanam sekitar 27 x 27 cm.
4) Penanaman Padi
lahan tanam. Saat penanaman padi diperlukan 2-3 batang padi dalam satu lubang
tanam. Penanaman dilakukan dengan memasukkan bagian akar dengan kedalaman
1-2 cm. Masa penanaman yang dilakukan petani di Desa Putra Buyut adalah dua
kali tanam dalam setahun. Sistem tanam yang digunakan di Kecamatan Gunung
Sugih menggunakan dua sistem tanam yaitu sistem tanam padi konvensional dan
sistem tanam jajar legowo. Berikut adalah penjelasan sistem tanam tersebut.
Sistem tanam padi konvensional atau yang lebih dikenal dengan sistem tanam
tegel adalah sistem tanam padi yang sudah di terapkan oleh petani di Desa Putra
Buyut dengan mengatur sama jaraknya antar baris tanaman sehingga tanaman
terlihat berbaris rapi dan lahan terisi penuh. Teknik penanaman ini sudah lama
diterapkan oleh kebanyakan petani di Desa Putra Buyut tanpa menggunakan pola
seperti teknik penaman padi yang yang telah berkembang saat ini yaitu sistem
tanam jajar legowo.
Pada proses penanaman bibit padi dilakukan dengan cara mundur menggunakan
alat bambu atau kayu yang sudah ditentukan jarak antar baris tanaman agar
tanaman berbaris dengan rapi dan teratur. Prinsip dari sistem tanam padi
konvensional adalah mengoptimalkan luas lahan dengan ditanami padi dan
mengatur jarak tanamnya tergantung dari varietas padi yang digunakan.
23
Proses penanaman padi menggunakan sistem tanam tegel ini sebagai berikut :
1) Menyiapkan bahan tanam (bibit)
2) Menyiapkan caplak sesuai jarak tanam yang diperlukan
3) Mengambil bibit 2-3 batang untuk ditanam
4) Menanamkan bibit dengan memegang seperti memegang pensil
5) Menanam dengan kedalaman 1-2 cm
Jarak Tanam yang digunakan petani di Desa Putra Buyut adalah 27 x 27 cm. Jika
di ilustrasikan jarak tanam tersebut sebagai berikut :
27 cm 27 cm
c
c
+ + + + + +
27 cm
+ + + + + +
c
c
27 cm
m+ + + + + +
+ + + + + +
c
27 cm 27 cm
c+ + + + + +
m+
Gambar 7. Ilustrasi Jarak Tanam Tegel
Sistem tanam jajar legowo adalah pola bertanam yang berselang-seling antara dua
atau lebih (biasanya dua atau empat) baris tanaman padi dan satu baris kosong.
Istilah Legowo di ambil dari bahasa jawa, yaitu berasal dari kata ”lego” berarti
luas dan ”dowo” berarti memanjang. Legowo di artikan pula sebagai cara tanam
padi sawah yang memiliki beberapa barisan dan diselingi satu barisan kosong.
Orientasi pertanaman jajar legowo meskipun pada populasi yang sama berpeluang
menghasilkan gabah yang lebih tinggi karena lebih banyaknya fotosintesis yang
terjadi, karena lebih efektifnya pertanaman menangkap radiasi surya dan
mudahnya difusi gas CO2 untuk fotosintesis. Lin (2009), menyatakan jarak tanam
yang lebar dapat memperbaiki total penangkapan cahaya oleh tanaman dan dapat
meningkatkan hasil biji. Lebih lebarnya jarak antar barisan dapat memperbaiki
total radiasi cahaya yang ditangkap oleh tanaman dan dapat meningkatkan hasil.
25
Dalam praktiknya ada beberapa jenis atau tipe sistem tanam jajar legowo yang
biasa digunakan oleh petani padi, antara lain legowo 2:1, legowo 3:1, legowo 4:1,
legowo 5:1, legowo 6:1 dan legowo 7:1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) sistem tanam jajar legowo 4:1
adalah tipe terbaik untuk meningkatkan jumlah produksi gabah. Sedangkan
untuk menghasilkan gabah yang berkualitas atau gabah untuk kebutuhan benih
disarankan untuk menggunakan tipe legowo 2:1.
Gambar 8. Sistem Jajar legowo 2:1 Gambar 9. Sistem Jajar Legowo 6:1
Proses penanaman padi menggunakan sistem tanam jajar legowo sebagai berikut :
1) Menyiapkan bahan tanam (bibit)
2) Menyiapkan caplak sesuai jarak tanam yang diperlukan
3) Mengambil beberapa bibit padi dengan akar mengarah keluar
4) Menanamkan 2-3 bibit padi seperti memegang pensil
5) Menanam dengan jarak tanam jajar legowo yang akan digunakan
Jarak tanam yang lebar akan meningkatkan penangkapan radiasi surya oleh tajuk
tanaman, sehingga meningkatkan pertumbuhan tanaman seperti jumlah anakan
produktif, volume dan panjang akar total, meningkatkan bobot kering tanaman
dan bobot gabah per rumpun, tetapi tidak berpengaruh terhadap hasil persatuan
luas. Sebaliknya, pada jarak tanam rapat jumlah malai per rumpun menurun, tetapi
jumlah malai per m2 nyata meningkat (Kurniasih, 2008).
Dari hasil wawancara sejumlah petani setempat, pada lahan sawah di Desa Putra
Buyut hanya beberapa lahan saja yang menggunakan sistem tanam jajar legowo
ini. Hal ini dikarenakan jumlah tenaga kerja lebih tinggi dan waktu penanaman
lebih lama, membutuhkan benih dan bibit yang lebih tinggi karena adanya
penambahan populasi tanaman, konsekuensi dari waktu, tenaga dan kebutuhan
benih yang lebih tinggi maka jumlah biaya yang dibutuhkan semakin meningkat
Meskipun terdapat petani di Desa Putra Buyut yang juga sudah menerapkan
sistem tanam ini dan telah terbukti meningkatkan produksi, namun tidak
dilanjutkan dengan pertimbangan biaya input produksi lebih tinggi karena tenaga
kerja belum terlatih dalam melakukan sistem tanam jajar legowo. Para petani
umumnya tidak melakukan panen sendiri namun langsung dijual kepada pengepul
sehingga besaran peningkatan produksi tidak diperhatikan namun sangat
tergantung kepada estimasi pengepul.
27
b. Pengairan
Pengairan adalah dengan memenuhi kebutuhan air padi baik dari segi
kuantitas maupun kualitas, apabila kekurangan bisa dilakukan irigasi dan
jika kelebihan bisa membuat drainase.
Jenis irigasi yang digunakan oleh petani di Kecamatan Gunung Sugih yaitu
menggunakan irigasi teknis. Irigasi teknis merupakan jaringan irigasi
dimana airnya dapat diatur dan diukur. Jaringan irigasi ini dilengkapi
dengan pintu untuk mengatur air yang masuk dan keluar (BPSDM, 2017).
Sistem irigasi teknis biasanya mempunyai jaringan irigasi yang terdiri dari
saluran primer dan sekunder serta bangunannya yang dibangun dan
dipelihara oleh pihak pemerintah yaitu dinas pengairan. Berdasarkan
praktik lapang di Desa Putra Buyut Kecamatan Gunung Sugih diketahui
bahwa sistem sawah irigasi teknis terdapat dua saluran yaitu saluran
primer dan saluran sekunder. Pada saluran primer terdapat bangunan
28
c. Pemupukan
Pemupukan adalah tahap pemeliharaan yang paling penting, yaitu
pemberian unsur hara baik makro maupun mikro untuk memenuhi
kebutuhan hara tanaman. Pemupukan harus dilakukan dengan seimbang
dan yang paling penting adalah disesuaikan dengan kebutuhan tanaman
dan ketersediaan hara yang ada dalam tanah. Pemupukan pada tanaman
padi dilakukan sebanyak 2 kali. Pada pemupukan pertama berkisar antara
10 sampai 15 hari setelah tanam, kemudian pada pemupukan kedua
berkisar antara 25 sampai 30 hari setelah tanam. Jenis pupuk yang
digunakan adalah Urea, SP-36, Phonska, dan KCl. Petani di Desa Putra
Buyut menggunakan pupuk anorganik bersubsidi untuk tanaman padinya.
Petani di Desa Putra Buyut melakukan pengaplikasian pupuk pada dua
waktu yaitu 10 hari setelah tanam dan 30 hari setelah tanam.
d. Pengendalian Hama
Pengendalian hama dan penyakit juga penting untuk mendapat hasil yang
optimal. Pengendalian harus dilakukan secara alami dan berkelanjutan
sesuai dengan hama dan penyakit yang dihadapi. Hama yang sering
dijumpai di sekitar lahan sawah Desa Putra Buyut beragam seperti tikus
dan penggerek batang. Keberadaan OPT ini akan menyebabkan kerugian
sehingga perlu dilakukan pengendalian.
6) Panen
Panen bisa dilakukan ketika bulir padi hampir keseluruhan telah menguning yang
biasanya 33-36 hari setelah padi berbunga. Panen pada saat umur optimum sangat
penting untuk memperoleh mutu beras yang baik dan menekan kehilangan hasil.
Umumnya panen optimum dilakukan pada saat gabah menguning 90−95%, kadar
air gabah 25−27% pada musim hujan dan 21−24% pada musim kemarau,
bergantung pada varietas (Nugraha, 2008).
Cara panen dapat dilakukan secara manual menggunakan sabit dengan memotong
pangkal batang atau dengan mesin reaper harvester untuk menghemat waktu.
Alat pemanen padi berkembang dari ani-ani menjadi sabit biasa, kemudian
menjadi sabit bergerigi dengan bahan baja yang sangat tajam, dan terakhir
diintroduksikan reaper, stripper, dan combine harvester (Purwadaria dan
Sulistiadji, 2011).
7) Pasca Panen
Merupakan tahapan dalam menentukan kualitas yang akan dijadikan beras siap
konsumsi. Tahap penyimpanan hasil panen juga merupakan unsur penting agar
kualitas tetap terjaga, seperti menempatkan hasil panen di tempat yang tidak
terlalu lembab dan segera untuk diolah.
Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi padi antara lain melalui
pengaturan jarak tanam. Jarak tanam dipengaruhi oleh sifat varietas padi yang
ditanam dan kesuburan tanah. Varietas padi yang memiliki sifat menganak tinggi
31
membutuhkan jarak tanam lebih lebar jika dibandingkan dengan varietas yang
memiliki daya menganaknya rendah (Muliasari dan Sugiyanta, 2009).
Petani di Desa Putra Buyut menerapkan dua sistem tanam, yaitu sistem tanam
padi konvensional atau yang biasa disebut dengan sistem tanam tegel dan sistem
tanam jajar legowo. Padi yang digunakan oleh petani di Desa Putra Buyut adalah
padi jenis unggul dengan varietas Inpari 32. Padi jenis unggul ini dapat ditanam
secara berkali-kali dengan kualitas yang sama. Artinya, hasil panen dari varietas
padi unggul ini masih bisa dijadikan benih untuk musim tanam selanjutnya.
VI. SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
6.2 Saran
Abdullah, S., R. Roswita, N. Hasan, Ismon L., dan Z. Irfan. 2008. Pengelolaan
Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah Lahan Irigasi. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Sumatera Barat. 51 hal.
Agus, F., Adimihardja A., Harjowigeno S., Fagi A. M., dan Hartatik W. 2004.
Tanah Sawah dan Teknologi Pengelolaannya. Puslitbangtanak. Bogor
Anggraini, 2013. Sistem Tanam dan Umur Bibit pada Tanaman Padi Sawah
(Oryza sativa L.) Varietas Inpari 13. Jurnal Produksi Tanaman. 1(2):52 –
60.
Badan Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi. 2017. Modul 3
Pengetahuan Umum Irigasi. Pusdiklat SDA dan Konstruksi. Bandung.
Berkelaar, D. 2001. The System of Rice Intensification SRI. ECHO, Inc. 17391
Durrance Rd. North Ft. Myers FL. 33917 USA.
Fitri, H. 2009. Uji Adaptasi Beberapa Varietas Padi Ladang (Oryza sativa L.).
Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.
Gani, M. N., Alam, A.K.M., Rahma, M., Iqbal, S. 2002. Comparative Effect of
Water Hyacinth and Chemical Fertilizer on Growth and Fiber Quality of
Jute, Journal of Biological Science. 2(8):558-559.
Istiaji, B., Priyambodo, S., Sanmas, A. A., & Rosidah, A. (2020). Efektifitas
kegiatan gopyokan tikus sawah (Rattus argentiventer) di Desa Bener,
Kabupaten Klaten. Jurnal Pusat Inovasi Masyarakat (PIM). 2(2):163-168.
Kuswara. 2003. Dasar Gagasan dan Praktek Tanam Padi Metode SRI (System
Rice Istensification). Pertanian Ekologis. Yayasan FIELD Indonesia.
Makarim, A.K. dan Suhartatik, E. 2009. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi.
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Sukabumi.
Muliasari, A. A dan Sugiyanta. 2009. Optimasi Jarak Tanam dan Umur Bibit
pada Padi Sawah (Oryza sativa L.). Makalah seminar Departemen
Agronomi dan Hortikultura . IPB- Bogor.
Nugraha, S. 2008. Penentuan umur panen dan sistem panen. Informasi Ringkas
Bank Pengetahuan Padi Indonesia. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pascapanen Pertanian Bogor.
35
Rosadi, F.N. 2013. Studi Morfologi Dan Fisiologi Galur Padi (Oryza sativa L.)
Toleran Kekeringan. Skripsi. IPB. Bogor.
Suhartatik, E dan Makarim, A.K. 2010. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi.
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Bogor.
Taufik. 2010. Mesin transplanter untuk Pilot Project UPJA Center efisienkan
waktu tanam. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi
Kalimantan Selatan.
Utomo, M. dan Nazaruddin. 2003. Bertanam Padi Sawah tanpa Olah Tanah.
Penebar Swadaya. Jakarta.
LAMPIRAN
38
Gambar 23. Analisis tanah sawah menggunakan PUTS di BPP Gunung Sugih
Gambar 24. Perpisahan Mahasiswa/i Praktik Umum Universitas Lampung
bersama BPP Gunung Sugih