Anda di halaman 1dari 4

BANJIR BUKAN KARENA FAKTOR CUACA

OLEH : TRIAN ASMARAHADI

Indonesia adalah negara equatorial yang wilayahnya membentang di lintasan katulistiwa.


Hal ini menyebabkan sebagian besar wilayah Indonesia merasakan dua musim, yaitu musim
kemarau dan musim hujan. Musim kemarau biasanya terjadi pada periode Juni, Juli dan Agustus.
Pola angin yang membawa masa udara dari Australia yang melintasi wilayah Indonesia bersifat
kering sehingga mayoritas wilayah Indonesia mengalami musim kemarau. Sedang musim hujan
biasanya terjadi di periode Desember, Januari dan Februari. Pola angin yang membawa masa
udara dari Laut Cina Selatan melintasi Indonesia bersifat basah atau mengandung banyak uap air
sehingga mayoritas wilayah Indonesia mengalami musim hujan. Pola angin yang membawa
masa udara ini bergerak dikarenakan posisi semu matahari yang menyebabkan beda suhu antara
wilayah di belahan bumi utara dan wilayah di belahan bumi selatan.

Selain dari pola monsun, adanya anomali-anomali cuaca yang lain juga dapat
menyebabkan curah hujan tinggi di wilayah Indonesia, sebut saja La Nina dan dipolmode
negatif. La Nina adalah fenomena cuaca dimana kondisi suhu permukaan air laut di kawasan
Timur Equator atau di Samudra Pasifik mengalami penurunan suhu. Sementara dampak dari La
Nina ini adalah menguatnya angin pasat timur sehingga wilayah di sepanjang perairan Pasifik
Equatorial Barat. Selanjutnya adalah fenomena dipolmode negative yang merupakan fenomena
adanya anomali atau perubahan suhu permukaan air laut di Samudra Hindia bagian barat lebih
kecil dari pada suhu permukaan air laut di Samudera Hindia bagian timurnya. Sehingga adanya
aliran massa udara yang mengandung banyak uap air masuk ke Samudera Hindia bagian timur
termasuk Indonesia bagian barat.

Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan di tahun ini


tercatat 1.985 kejadian bencana. Dari catatan tersebut banjir lah yang ada pada urutan pertama
selanjutnya puting beliung lalu longsor. Pada pertengah tahun adanya La Nina mengakibatkan
musim hujan yang berkepanjangan. Hal itu berdampak pada banjir pada Senin (25/7/2016) di
Carita Banten, bahkan bencana ini menelan korban jiwa satu keluarga terdiri dari empat orang.
Berdasarkan informasi yang didapat insiden ini berawal dari mobil yang d tunggangi korban
berhenti di pinggir jalan raya di karenakan hujan lebat. Kemudian tiba-tiba dari samping mobil d
hantam air yang membawa lumpur. Lumpur yang masuk kedalam mobil menyebabkan korban
tidak bisa keluar dan sesaat kemudian korban ditemukan sudah tidak bernyawa

Selanjutnya pada Minggu (13/11/2016) beberapa kawasan di kota Tangerang terendam


banjir bahkan ketinggiannya mencapai atap rumah warga. Kondisi terparah akibabanjir berada di
Kompleks Perumahan Total Persada, Keluruhan Gembor Kecamatan Priuk. Sementara kawasan
lain yang menjadi langganan banjir seperti Kecamatan Cibodas, Ciledug, Karang Tengah, dan
Larangan.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) adalah badan yang berwenang
untuk memberikan informasi yang salah satunya adalah informasi yang berkaitan dengan
perubahan cuaca dan perubahan iklim. Badan ini sudah dapat memprakirakan cuaca 3 harian,
mingguan hingga sampai prakiraan musim bulanan. Informasi prakiraan cuaca ini didapatkan
dari kemampuan prakirawan yang telah mendapatkan pendididkan dari Sekolah Tinggi
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika sekurang-kurangnya tiga tahun. Prakirawan itu sendiri
tidak bisa berjalan sendiri tanpa didukung dengan peralatan meteorologi dan klimatologi yang
cukup canggih. Salah satu bahan acuan dalam memprakirakan cuaca adalah data Radar Cuaca,
data satelit, data model cuaca, dll. Tidak hanya prakiraan cuaca dan iklim saja, BMKG juga
mengeluarkan informasi peringatan dini tentang cuaca ekstrem dan daerah yang rawan terhadap
bencana alam sebagai contoh peta daerah rawan banjir di seluruh Indonesia. Dengan segala
informasi yang telah di berikan oleh badan yang berwenang menangani tentang cuaca yaitu
BMKG, harus kah kita terus menerus menjadikan cuaca sebagai kambing hitam atas segala
bencana banjir? Bukankah hujan yang turun dari langit adalah suatu anugrah yang diberikan
Tuhan untuk penduduk bumi?

Ya, bukan hujan yang turun dari langit sebagai penyebab utama terjadinya banjir akhir-
akhir ini. Hujan hanyalah faktor pendukung terjadinya bencana banjir di lingkungan sekitar kita.
Faktor utama adalah ketidak pedulian kita terhadap lingkungan kita. Dari mulai membuang
sampah hingga pembersihan masal di lingkungan kita, itu semua seperti hanya dongeng saat kita
duduk di bangku sekolah dasar. Banyak di antara kita dengan tidak sungkan-sungkannya
membuang putung rokok sembarang tempat, sedangkan saat terjadi hujan kita lebih banyak
menghujat tentang cuaca.
Faktor lain adalah terkadang adanya ketidak sinkronan atara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Seperti contoh di beberapa pemda belum begitu memikirkan dalam menjaga
lingkungan dan infrastruktur terkait pengolahan air. Dan tidak kalah penting adalah pemerintah
daerah dalam mengatur tata ruang kota seharusnya mempertimbangan daerah mana saja yang
termasuk daerah yang rentang bencana banjir. Selanjutnya mencarikan solusi sebelum terjadinya
bencana banjir seperti mungkin membuat daerah resapan air di daearah yang rawan banjir.
Diharapkan dengan kesadaran manusia untuk menjaga lingkungan, informasi cuaca
tersampaikan, dan adanya kesinkronan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah akan
mewujudkan daerah yang bersahabat dengan cuaca.

BIODATA PENULIS

NAMA : TRIAN ASMARAHADI

PEKERJAAN : FORECASTER / PRAKIRAWAN STASIUN METEOROLOGI KLAS I


SERANG

HP : 089606786582

EMAIL : trianasmarahadi@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai