Selain dari pola monsun, adanya anomali-anomali cuaca yang lain juga dapat
menyebabkan curah hujan tinggi di wilayah Indonesia, sebut saja La Nina dan dipolmode
negatif. La Nina adalah fenomena cuaca dimana kondisi suhu permukaan air laut di kawasan
Timur Equator atau di Samudra Pasifik mengalami penurunan suhu. Sementara dampak dari La
Nina ini adalah menguatnya angin pasat timur sehingga wilayah di sepanjang perairan Pasifik
Equatorial Barat. Selanjutnya adalah fenomena dipolmode negative yang merupakan fenomena
adanya anomali atau perubahan suhu permukaan air laut di Samudra Hindia bagian barat lebih
kecil dari pada suhu permukaan air laut di Samudera Hindia bagian timurnya. Sehingga adanya
aliran massa udara yang mengandung banyak uap air masuk ke Samudera Hindia bagian timur
termasuk Indonesia bagian barat.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) adalah badan yang berwenang
untuk memberikan informasi yang salah satunya adalah informasi yang berkaitan dengan
perubahan cuaca dan perubahan iklim. Badan ini sudah dapat memprakirakan cuaca 3 harian,
mingguan hingga sampai prakiraan musim bulanan. Informasi prakiraan cuaca ini didapatkan
dari kemampuan prakirawan yang telah mendapatkan pendididkan dari Sekolah Tinggi
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika sekurang-kurangnya tiga tahun. Prakirawan itu sendiri
tidak bisa berjalan sendiri tanpa didukung dengan peralatan meteorologi dan klimatologi yang
cukup canggih. Salah satu bahan acuan dalam memprakirakan cuaca adalah data Radar Cuaca,
data satelit, data model cuaca, dll. Tidak hanya prakiraan cuaca dan iklim saja, BMKG juga
mengeluarkan informasi peringatan dini tentang cuaca ekstrem dan daerah yang rawan terhadap
bencana alam sebagai contoh peta daerah rawan banjir di seluruh Indonesia. Dengan segala
informasi yang telah di berikan oleh badan yang berwenang menangani tentang cuaca yaitu
BMKG, harus kah kita terus menerus menjadikan cuaca sebagai kambing hitam atas segala
bencana banjir? Bukankah hujan yang turun dari langit adalah suatu anugrah yang diberikan
Tuhan untuk penduduk bumi?
Ya, bukan hujan yang turun dari langit sebagai penyebab utama terjadinya banjir akhir-
akhir ini. Hujan hanyalah faktor pendukung terjadinya bencana banjir di lingkungan sekitar kita.
Faktor utama adalah ketidak pedulian kita terhadap lingkungan kita. Dari mulai membuang
sampah hingga pembersihan masal di lingkungan kita, itu semua seperti hanya dongeng saat kita
duduk di bangku sekolah dasar. Banyak di antara kita dengan tidak sungkan-sungkannya
membuang putung rokok sembarang tempat, sedangkan saat terjadi hujan kita lebih banyak
menghujat tentang cuaca.
Faktor lain adalah terkadang adanya ketidak sinkronan atara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Seperti contoh di beberapa pemda belum begitu memikirkan dalam menjaga
lingkungan dan infrastruktur terkait pengolahan air. Dan tidak kalah penting adalah pemerintah
daerah dalam mengatur tata ruang kota seharusnya mempertimbangan daerah mana saja yang
termasuk daerah yang rentang bencana banjir. Selanjutnya mencarikan solusi sebelum terjadinya
bencana banjir seperti mungkin membuat daerah resapan air di daearah yang rawan banjir.
Diharapkan dengan kesadaran manusia untuk menjaga lingkungan, informasi cuaca
tersampaikan, dan adanya kesinkronan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah akan
mewujudkan daerah yang bersahabat dengan cuaca.
BIODATA PENULIS
HP : 089606786582
EMAIL : trianasmarahadi@gmail.com