Anda di halaman 1dari 7

Pengertian Penelitian Tindakan Kelas Menurut Para Ahli PTK

Action research, sesuai dengan arti-katanya, diterjemahkan menjadi penelitian tindakan;


yang oleh Carr & Kemmis (McNiff, 1991, p.2) memberikan pengertian tindakan kelas
sebagai berikut.

Action research is a form of self-reflective inquiry undertaken by participants (teachers,


students or principals, for example) in social (including educational) situations in order
to improve the rationality and justice of(1) their own social or educational practices, (2)
their understanding of these practices, and (3) the situations and institutions) in which
the practices are carried out.

Jika kita cermati pengertian tersebut secara saksama, kita akan menemukan sejumlah
ide pokok sebagai berikut. 

1. Penelitian tindakan adalah satu bentuk inkuiri atau penyelidikan yang dilakukan
melalui refleksi diri.

2. Penelitian tindakan dilakukan oleh peserta yang terlibat dalam situasi yang diteliti,
seperti guru, siswa, atau kepala sekolah. pendidikan

3. Penelitian tindakan dilakukan dalam situasi sosial, termasuk situasi

4. Tujuan penelitian tindakan adalah memperbaiki: dasar pemikiran dankepantasan dari


praktik-praktik, pemahaman terhadap praktik tersebut, serta situasi atau lembaga
tempat praktik tersebut dilaksanakan.

Dari keempat ide pokok tersebut dapat kita simpulkan bahwa penelitian tindakan
merupakan penelitian dalam bidang sosial, yang menggunakan refleksi diri sebagai
metode utama, dilakukan oleh orang yang terlibat di aspek. dalamnya, serta bertujuan
untuk melakukan perbaikan dalam berbagai Tidak berbeda dengan pengertian tersebut,
Mills (2000) memberi pengertian penelitian tindakan sebagai "systematic inquiry" yang
dilakukan oleh guru, kepala sekolah, atau konselor sekolah untuk mengumpulkan
informasi tentang berbagai praktik yang dilakukannya. Informasi ini digunakan untuk
meningkatkan persepsi serta mengembangkan "reflective practice" yang berdampak
positif dalam berbagai praktik persekolahan, termasuk memperbaiki hasil belajar siswa.
Dengan berbekalkan pengertian ini, kita dapat mengkaji pengertian penelitian tindakan
kelas (PTK). Coba Anda imak pengertian berikut ini, yang diadaptasi dari pengertian
tersebut. 

Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya
sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru
sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat 
Pengertian Penelitian Tindakan Kelas
Dalam istilah aslinya, Penelitian Tindakan Kelas disebut dengan Classroom Action
Research. Belakang ini, penelitian tindakan kelas di negara-negara maju seperti Inggris
Amerika, Australia, Canada telah berkembang dengan pesat. Para ahli penelitian
pendidikan akhir-akhir ini menaruh perhatian yang cukup besar terhadap penelitian
tindakan kelas. Faktor penyebabnya adalah karena jenis penelitian ini mampu
menawarkan peningkatan kompetensi profesional guru dalam proses pembelajaran di
kelas dengan melihat berbagai indikator keberhasilan proses dan hasil pembelajaran
yang terjadi pada siswa. 

Pengertian Penelitian Tindakan Kelas Menurut McNiff


Seorang ahli penelitian bernama McNiff (1992:1) dengan tegas mengatakan bahwa
penelitian tindakan kelas merupakan bentuk penelitian reflektif yang dilakukan oleh guru
sendiri yang hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk pengembangan dan
perbaikan pembelajaran.

Dengan penelitian tindakan kelas guru dapat meneliti sendiri terhadap praktik
pembelajaran yang dilakukannya di kelas. Guru juga dapat melakukan penelitian
terhadap siswa dilihat dari aspek interaksinya dalam proses pembelajaran. Selain itu,
dengan melakukan penelitian tindakan kelas, guru juga dapat memperbaiki praktik
pembelajaran yang dilakukan menjadi lebih berkualitas dan lebih efektif.

Dalam tataran ilmiah, penelitian tindakan kelas dapat menjembatani kesenjangan antara
teori dan praktik pembelajaran. Ini dapat terjadi karena setelah meneliti kegiatannya
sendiri, di kelas sendiri, dengan melibatkan siswanya sendiri, melalui sebuah tindakan-
tindakan yang direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi sendiri, guru dapat
memperoleh umpan balik yang sistematik mengenai kegiatan yang selama ini selalu
dilakukan dalam proses pembelajaran.

 Barangkali selama ini guru hanya melaksanakan kegiatan pembelajaran secara rutin
saja tanpa tahu apakah kegiatan yang dilakukan itu berkualitas dan efektif atau tidak. Di
mana letak kelemahan-kelemahan kegiatan yang selama ini dilakukan juga tidak
diketahui dengan jelas, Dengan menggunakan penelitian tindakan kelas, guru secara
perlahan dapat membuktikan dan mengevaluasi apakah suatu teori pembelajaran atau
suatu metode pembelajaran yang secara teoritis dikatakan bagus, juga dapat diterapkan
dengan baik di kelas dan apakah dapat meningkatkan efektivitas hasil belajar siswa. 

Jika suatu teori pembelajaran atau metode pembelajaran temyata tidak cocok dengan
kondisi kelasnya, maka melalui penelitian tindakan kelas ini guru dapat mengadaptasi
teori tersebut sesuai dengan kondisi kelas yang dikelolanya dalam proses pembelajaran.
Dengan cara demikian, kepentingan proses dan atau produk pembelajaran yang lebih
efektif, optimal, dan fungsional akan semakin dapat diciptakan dan dicapai.
Akhirnya, dengan penelitian tindakan kelas guru juga dapat mengamati sendiri,
merasakan sendiri, dan menilai sendiri apakah kegiatan pembelajaran yang selama ini
dilakukan memiliki efektifitas yang tinggi terhadap proses hasil belajar. Misalnya saja:
apakah pemberian pekerjaan rumah kepada siswa terlalu banyak? Apakah umpan balik
secara verbal yang selama ini dilakukan terhadap kegiatan siswa di kelas tidak efektif?
Apakah cara guru mengajukan pertanyaan kepada siswa di kelas mampu ataukah tidak
mampu merangsang siswa untuk berpikir? Apakah metode mengajar yang selama ini
digunakan cenderung membosankan siswa atau tidak? Apakah penggunaan media
pembelajaran selama ini sudah cukup dan bagus atau belum? dan sebagainya. Jika
berdasarkan penelitian tindakan kelas yang dilakukan itu guru menyimpulkan bahwa
kegiatan pembelajaran tertentu yang selama ini dilakukan tidak efektif, maka maka guru
dapat merumuskan secara tindakan tertentu untuk memperbaiki proses kegiatan
tersebut guna meningkatkan kualitas dan efektivitasnya.

Penilaian Kinerja (Pengertian, Tujuan,


Kriteria dan Metode)
 Menurut Mathis dan Jacson (2006), penilaian kinerja adalah proses
mengevaluasi seberapa baik karyawan melakukan pekerjaan mereka jika
dibandingkan dengan seperangkat standar, dan kemudian
mengomunikasikan informasi tersebut kepada karyawan. 

enis-jenis Metode Penilaian Kerja 


Menurut Mathis dan Jackson (2006), berdasarkan orientasi waktu yang digunakan, penilaian
kinerja dibagi menjadi dua yaitu penilaian kinerja berorientasi masa lalu dan masa depan.
Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

a. Metode penilaian kinerja berorientasi masa lalu 


Metode penilaian kinerja yang berorientasi masa lalu (past oriented evaluation methods)
dilakukan berdasarkan masa lalu. Dengan mengevaluasi prestasi kinerja di masa lalu,
karyawan dapat memperoleh umpan balik dari upaya-upaya mereka. Umpan balik ini
selanjutnya bisa mengarah kepada perbaikan-perbaikan prestasi. Teknik-teknik penilaian ini
adalah sebagai berikut:
1. Skala peringkat (rating scale). Penilaian prestasi di mana para penilai diharuskan
melakukan suatu penilaian yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam
skala-skala tertentu, mulai dari yang paling rendah sampai dengan yang paling
tinggi. 
2. Daftar pertanyaan. Metode ini menggunakan formulir isian yang menjelaskan
beraneka macam tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu. Penilai hanya perlu
memilih pernyataan yang menggambarkan karakteristik dan hasil kerja karyawan.
3. Metode dengan pilihan terarah. Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan ini
adalah untuk mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah penilaian
dengan memaksakan suatu pilihan antara pernyataan-pernyataan deskriptif yang
kelihatannya memiliki nilai yang sama.
4. Metode peristiwa kritis. Metode ini merupakan pemilihan yang mendasarkan pada
catatan yang dibuat penilai atas perilaku karyawan yang sangat kritis, seperti sangat
baik atau sangat jelek di dalam melaksanakan pekerjaan. 
5. Metode catatan prestasi. Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis,
yaitu catatan penyempurnaan, yang banyak digunakan oleh professional. 
6. Skala peringkat dikaitkan dengan tingkah laku. Metode ini merupakan suatu cara
penilaian prestasi kerja karyawan untuk kurun waktu tertentu di masa lalu dengan
mengaitkan skala peringkat prestasi kerja dengan perilaku tertentu. 
7. Metode peninjauan lapangan. Penilai turun ke lapangan bersama-sama dengan ahli
dari SDM. Spesialis SDM mendapat informasi dari atasan langsung perihal prestasi
karyawannya, lalu mengevaluasi berdasarkan informasi tersebut.
8. Tes dan observasi prestasi kerja. Berdasarkan pertimbangan dan keterbatasan,
penilaian prestasi dapat didasarkan pada tes pengetahuan dan keterampilan, berupa
tertulis dan peragaan, syaratnya tes harus valid dan reliabel.

b. Metode penilaian kinerja berorientasi masa depan 


Metode penilaian kinerja berorientasi masa depan berfokus pada kinerja masa mendatang
dengan mengevaluasi potensi karyawan atau menetapkan sasaran kinerja di masa
mendatang secara bersama-sama antara pimpinan dengan karyawan. Metode penilaian
kinerja berorientasi masa depan mencakup:

1. Penilaian diri sendiri (self appraisal). Penilaian diri sendiri adalah penilaian yang
dilakukan oleh karyawan sendiri dengan harapan karyawan tersebut dapat lebih
mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri sehingga mampu mengidentifikasi
aspek-aspek perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang. 
2. Manajemen berdasarkan sasaran (management by objective). Manajemen
berdasarkan sasaran merupakan satu bentuk penilaian di mana karyawan dan
penyelia bersama-sama menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran
pelaksanaan kerja karyawan secara individu di waktu yang akan datang. 
3. Implikasi penilaian kinerja individu dengan pendekatan MBO (management by
objective). MBO digunakan untuk menilai kinerja karyawan berdasarkan keberhasilan
mereka dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui konsultasi dengan
atasan mereka. Keberhasilan dari penilaian kinerja tergantung pada pendekatan yang
konsisten untuk mendapatkan perbandingan hasil, ukuran, dan standar yang jelas,
selain penilaian harus bebas dari bias.
4. Penilaian dengan psikolog. Penilaian dengan menggunakan psikolog untuk
melakukan penilaian potensi-potensi yang akan datang, bukan kinerja masa lalu.
5. Pusat penilaian. Penilaian ini sebagai suatu bentuk penilaian pekerjaan terstandar
yang tertumpu pada beragam tipe evaluasi dan beragam penilai. Pusat-pusat
penilaian sebagai bentuk standar pekerja yang bertumpu pada tipe-tipe evaluasi dan
nilai-nilai ganda.

Permasalahan Penilaian Kinerja 


Menurut Sani dan Masyhuri (2010) dan Mangkuprawira (2002), terdapat beberapa
permasalahan dalam proses penilaian kinerja sehingga penilaian di anggap kurang obyektif.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi permasalahan dalam penilaian kinerja adalah
sebagai berikut:

a. Bias penilai 
Kesalahan yang sering terjadi adalah pada si penilai. Bias penilai tersebut biasanya tidak ada
pekerjaan, akan tetapi biasanya pada karakteristik pribadi, seperti usia, jenis kelamin,
senioritas, suku/agama, kedekatan dengan pimpinan dan lainnya. Manajemen perlu
menghilangkan bias-bias pengawas terhadap individu bawahan atau menangkal bias
tersebut selama proses penilaian.

b. Hallo effect 
Hallo effect adalah opini pribadi atau subyektifitas penilaian terhadap yang di nilai. Hal ini
dapat terjadi karena penilaian performance yang sesaat. Sebagai contoh, jika seorang
penilai menyukai seorang karyawan, maka opini tersebut bisa jadi mengalami distorsi
estimasi terhadap kinerja karyawan itu. Masalah ini sering meringankan atau memberatkan
ketika para penilai harus menilai karakter kepribadian teman-teman mereka, atau seseorang
yang sangat tidak disukainya.

c. Central tendency 
Central tendency adalah kondisi penilaian yang di lakukan tidak secara komprehensif.
Penilaian yang di lakukan hanya melihat rata-rata tingkat produktifitas pekerja. Hal ini terjadi
karena kurang adanya keakraban antara penilai dan yang dinilai.

d. Leniency (kelunakan) 
Leniency adalah penilaian yang di berikan terlalu lunak/murah, dengan memberikan nilai
yang tinggi kepada yang dinilai. Bias kemurahan hati ini seperti itu tidak di kehendaki karena
hasilnya para pegawai bakal terlihat lebih dari kenyataan yang sesungguhnya. Pada akhirnya
kekurangan keakuratan penilaian ini mengarah kepada perputaran para pegawai yang
pindah ke organisasi lain yang sanggup menilai kinerja mereka secara akurat dan
memberikan mereka pengakuan yang mendasar.
e. Strictness (keketatan) 
Strictness adalah penilaian kinerja dilakukan secara ketat. Kadang-kadang penilai akan
memberikan penilaian yang rendah terhadap kinerja seseorang, meskipun sebenarnya
beberapa karyawan kinerjanya di atas rata-rata. Bias-bias keketatan dan kemurahan hati ini
dapat di kendalikan atau di hitung dengan 2 cara : (1) dengan mengalokasikan nilai-nilai
kedalam distribusi yang dipaksakan (forced distribution), dimana bawahan-bawahan di bagi
menurut distribusi nomor, atau (2) dengan mengurangi ambiguitas skala-skala penilaian itu
sendiri. Pengurangan ambiguitas ini dilakukan dengan memperbaiki definisi-definisi dari
dimensi-dimensi dan menyediakan definisi-definisi untuk berbagai poin skala.

f. Recency 
Recency adalah penilaian yang di lakukan pada saat-saat tertentu, atau sesaat saja.
Penilaian ini biasanya dilakukan hanya pada saat-saat yang di anggap oleh tim penilai saat
yang tepat untuk di lakukan penilaian. Sehingga penilaian ini tidak di lakukan secara teratur
atau rutin, melainkan sesempatnya tim penilai untuk melakukan penilaian. Akibat dari
penilaian ini, maka akan sulit untuk menetapkan karyawan yang potensial atau tidak.

Sedangkan menurut Schuler dan Jackson (2006), terdapat tiga kriteria dalam penilaian
kinerja, yaitu

1. Kriteria berdasarkan sifat, yaitu memusatkan diri pada karakteristik pribadi seorang
karyawan, loyalitas, keandalan, kemampuan berkomunikasi, dan keterampilan
memimpin. Jenis kriteria ini memusatkan diri pada bagaimana seseorang, bukan apa
yang dicapai atau tidak dicapai seseorang dalam pekerjaannya. 
2. Kinerja berdasarkan perilaku, yaitu terfokus pada bagaimana pekerjaan
dilaksanakan. Kriteria ini penting bagi pekerjaan yang membutuhkan hubungan antar
personal. 
3. Kinerja berdasarkan hasil. Kriteria ini berfokus pada apa yang telah dicapai atau
dihasilkan ketimbang bagaimana sesuatu dicapai atau dihasilkan. Kriteria ini sering
dikritik karena meninggalkan aspek kritis pekerjaan yang penting seperti kualitas.

Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja 


Penilaian kinerja digunakan untuk memberitahukan pada karyawan sejauh mana kinerja
mereka dan imbalan yang akan mereka dapatkan. Penilaian kinerja juga bertujuan untuk
mengevaluasi dan memberikan umpan balik pada karyawan yang akan mengembangkan
karyawan dan juga keefektifan organisasi. Menurut Mangkuprawira (2002), tujuan penilaian
kinerja adalah sebagai berikut:

1. Perbaikan prestasi kerja. Umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan karyawan,


manajer, dan departemen personalia dapat membetulkan kegiatan-kegiatan mereka
untuk memperbaiki prestasi.
2. Penyesuaian-penyesuaian kompensasi. Evaluasi kinerja membantu para pengambil
keputusan untuk menentukan kenaikan upah, pemberian bonus, dan bentuk
kompensasi lainnya. 
3. Keputusan-keputusan penempatan. Promosi, transfer, dan demosi biasanya
didasarkan pada kinerja masa lalu atau antisipasinya. Promosi sering merupakan
bentuk penghargaan terhadap kinerja masa lalu.
4. Kebutuhan pelatihan dan pengembangan. Kinerja yang jelek mungkin menunjukan
kebutuhan akan latihan demikian juga prestasi yang baik, mungkin mencerminkan
potensi yang harus dikembangkan.
5. Perencanaan dan pengembangan karier. Umpan balik prestasi mengarahkan
keputusan-keputusan karier yaitu tentang jalur karier tertentu yang harus diteliti. 
6. Penyimpangan proses staffing. Kinerja yang baik atau jelek mencerminkan kekuatan
atau kelemahan prosedur staffing departemen personalia.
7. Ketidakakuratan informasional. Potensi kerja yang jelek mungkin menunjukan
kesalahan-kesalahan dalam informasi analisis jabatan, rencana-rencana sumber
daya manusia atau komponen-komponen sistem informasi manajemen personalia.
8. Kesalahan-kesalahan dalam desain pekerjaan. Kinerja yang jelek mungkin
merupakan suatu tanda kesalahan dalam desain pekerjaan. Penilaian prestasi
membantu diagnosa kesalahan-kesalahan tersebut. 
9. Kesempatan kerja yang adil. Penilaian kinerja secara akurat akan menjamin
keputusan-keputusan penempatan internal diambil tanpa diskriminasi. 
10. Tantangan-tantangan eksternal. Terkadang kinerja dipengaruhi oleh faktor-faktor
diluar lingkungan kerja seperti keluarga, kesehatan, kondisi finansial atau masalah
pribadi lainnya. Dengan penilaian prestasi kerja, departemen personalia mungkin
dapat menawarkan bantuan.

Menurut Dessler (2015), terdapat beberapa manfaat dari penilaian kinerja, yaitu sebagai
berikut:

1. Sebagian besar pekerjaan mendasarkan keputusan bayaran, promosi dan retensi


pada penilaian karyawan.
2. Penilaian memainkan peran sentral dalam proses manajemen kinerja pemberi kerja.
Manajemen kinerja berarti secara terus menerus memastikan bahwa kinerja setiap
karyawan sesuai dengan sasaran keseluruhan perusahaan. 
3. Penilaian memungkinkan manajer dan bawahannya mengembangkan rencana untuk
mengoreksi adanya defisiensi, dan untuk menguatkan kekuatan bawahan. 
4. Penilaian memberikan kesempatan untuk meninjau rencana karier karyawan dengan
mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan yang ditampilkan.
5. Penilaian memungkinkan penyelia untuk mengindetifikasi adanya kebutuhan akan
pelatihan, dan langkah-langkah perbaikan yang dibutuhkan.

Anda mungkin juga menyukai