Anda di halaman 1dari 180

Praktikum 1

Uji Kesesuaian Pemeriksaan


Kehamilan Metode Strip Test dengan
Metode Aglutinasi
Kelompok 4
Anggota Kelompok

1. Alifia Sausan Shafira (K4320004)


2. Anggraheni Dewi Salsabilla (K4320008)
3. Hasna Azkia Maghfira (K4320037)
4. Rahma Eka Kartika (K4320066)
5. Rahmita Kamila M (K4320067)
6. Zul Afifa Yunitadewi (K4320087)
Topik Pembahasan

01 02

Identitas Jurnal Rangkuman Jurnal


01
Identitas Jurnal
Judul Uji Kesesuaian Pemeriksaan Kehamilan Metode
Strip Test dengan Metode Aglutinasi
Identitas Penulis Renowati dan Sri Suharlina
Jurnal Nama Jurnal Prosiding Seminar Kesehatan Perintis

Tahun 2018

Volume 1
02
Rangkuman
Jurnal
Tujuan
Untuk menentukan Subjek
kesesuaian hasil
pemeriksaan kehamilan penelitian
metode strip test Metode
dengan metode Seluruh pasien yang penelitian
aglutinasi didiagnosis hamil oleh
klinisi di Puskesmas
Sungai Dareh Metode strip test dan
Metode Aglutinasi
Metode strip test

Step 1 Step 2

Mempersiapkan alat Membuka strip test dan dicelupkan secara


dan bahan serta vertical ke dalam urin dengan tanda panah
dikondisikan pada mengarah ke bawah (tidak boleh melewati
suhu ruang garis maksimal dari strip)

Step 3

Pencelupan strip test dilakukan Hasil yang dibaca lebih dari 3


selama 10-15 detik, kemudian menit dapat menimbulkan
diangkat dan diletakkan pada tempat negative palsu
datar dan kering untuk menghindari
kontaminasi
Metode Aglutinasi

Step 1 Step 2

Mempersiapkan spesimen Mencampurkan keduanya pada lateks reagen untuk


dan reagen dan dibiarkan membuat suspense pada partikel lateks. Kemudian,
pada suhu ruangan 15-30 dikocok dan disuspensikan pada pregnancy lateks serta
derajat celcius ditambahkan 1 tetes menggunakan vial dropper (40ul)
untuk setiap lingkaran pada aglutinasi slide

Step 3

Meneteskan 1 tetes kontrol negative ke dalam lingkaran aglutinasi slide


dan diteteskan 1 tetes kontrol positif ke dalam lingkaran agglutinasi slide
dengan memakai pipet tetes, diteteskan spesimen urin pada lingkaran
tersebut. Selanjutnya diaduk secara merata pada area lingkaran tersebut.
Hasil Penelitian & Pembahasan

Berdasakan hasil penelitian yang dilakukan untuk mengetahui kehamilan


dengan mendeteksi HCG urin diantaranya adalah dengan metode aglutinasi
dan metode strip test. Keduanya berdasarkan reaksi pembentukan kompleks
antigen antibodi .Dalam urin yang normal komposisinya terdiri dari bahan
seperti air, urea, dan natrium klorida .Terdapat lebih dari separoh sampel
(65,4%) yang melakukan pemeriksaan kehamilan dengan metode strip test
mendapatkan hasil yang positif hamil.Kemudian,sebagian besar sampel
(61,5%) yang di periksa kehamilannya dengan metode aglutinasi
menunjukkan hasil positif hamil.Dari nilai sensitifitas 94,1% pada
pemeriksaan dengan metode aglutinasi dapat diartikan bahwa metoda
aglutinasi ini memiliki kemampuan mendeteksi 94,1% dengan benar sampel
yang positif hamil. Sementara itu nilai Spesifisitas 100% berarti dengan
menggunakan aglutinasi dapat mengidentifikasi dengan benar persentase
yang tidak positif hamil dan terbukti tidak positif hamil sebanyak 100%.
Hasil Penelitian & Pembahasan

Untuk nilai kesesuaian dihitung dengan Kappa cohen yaitu 0,917 yang berarti
pemeriksaan kehamilan dengan metoda aglutinasi dibandingkan strip tes
memiliki tingkat kesesuaian baik sekali.

Reaksi pembentukan kompleks antigen antibodi antara HCG sebagai antigen


dan anti HCG sebagai antibodi bersifat spesifik. Antibodi akan mengenali
antigen pada lokasi tertentu yang disebut epitop. Pada strip yang berfungsi
sebagai kontrol akan tetap berwarna merah pada kondisi positif atau negatif,
sehingga kontrol menjadi tanda acuan ketepatan hasil tes. Hal ini
menunjukkan bila kedua garis di strip tersebut menunjukkan perubahan
warna pada kontrol dan tes, maka sampel yang ujikan tersebut mengandung
HCG dan wanita akan positif hamil. Sedangkan apabila hanya kontrolnya saja
yang berubah warna, maka urin sampel tidak mengandung HCG dan wanita
tersebut tidak hamil.
Kesimpulan

1. Hasil pemeriksaan positif hamil pada metode strip tes 65,4% dan
metode aglutinasi 61,5%.
2. Metode aglutinasi dibandingkan metode strip memiliki tingkat
sensitifitas 94,1% dan 100%.
3. Pemeriksaan kehamilan dengan metode aglutinasi dibandingkan
strip test memiliki tingkat kesesuaian baik sekali.
Tanya Jawab

Ghina Cintantya Para Mastri (K4320034)


Pertanyaan:
Mengapa pemeriksaan kehamilan dengan metode aglutinasi memiliki tingkat kesesuaian yang lebih baik
dibandingkan strip test?
Jawaban:
Untuk nilai kesesuaian dihitung dengan Kappa cohen yaitu 0,917 yang berarti pemeriksaan kehamilan dengan
metode aglutinasi dibandingkan dengan strip test memiliki tingkat kesesuaian yang lebih baik

Alfiatus Sa’diyah (K4320002)


Pertanyaan:
Apakah tes kehamilan dengan uji aglutinasi dapat memberikan hasil positif palsu? Jika bisa sebutkan penyebabnya?
Jawaban:
Menurut kami, uji aglutinasi tidak dapat memberikan hasil positif palsu karena metode aglutinasi ini memiliki
kemampuan mendeteksi 94,1% dengan benar sampel yang positif hamil

Vannisa Diva Yulistania (K4320082)


Pertanyaan:
Selain karena waktu, apa yang bisa menyebabkan terjadinya negative palsu?
Jawaban:
Tanya Jawab

Naomi Stefani Pohan (N0122118)


Pertanyaan:
Apa kerugian dari kedua metode tersebut (Aglutinasi dan strip test) ?
Jawaban:
Salah satu kerugian strip test yaitu perlu penyesuaian kadar HCG minimal 1,5-2,5IU/ml hingga muncul reaksi positif,
sehingga pada kadar yang lebih rendah tidak akan bereaksi, sehingga dapat menimbulkan hasil ujiyang palsu.
selebihnya ngga dijelaskan dalam jurnal karena memang Pemeriksaan kehamilan dengan metode aglutinasi
dibandingkan strip test memiliki tingkat kesesuaian yang baik sekali

Farah Khalisha Putri (K4320030)


Pertanyaan:
Bagaimana kontaminan bisa merubah hasil pemeriksaan jika dibaca lebih dari 3 menit?
Jawaban:
Hasil pemeriksaan yang dibaca lebih dari 3 menit memungkinkan terjadinya kontaminasi. Kontaminan sendiri
berarti konstituen yang mampu mengganggu atau merusak. Adanya kontaminasi membuat hasil pemeriksaan
tersebut tidak murni. Hal tersebut yang menjadi alasan mengapa kontaminan dapat merubah hasil pemeriksaan
THANKS
CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo, and
includes icons by Flaticon, and infographics & images by Freepik
Pemeriksaan
kehamilan
Uji galli mainini
Kelompok 6 :
1. Bahtiar Arddun Asyafiq (K4320015)
2. Ghina Cintantya Para Mastri (K4320034)
3. Lindhia Thien Rahma (K4320045)
4. Lukluk Nur Hidayah (K4320047)
5. Luluk Sri Javita Asharani (K4320048)
6. Windasari Apriwijayanti (K4320084)
1. Identitas Jurnal

Judul PREGNANCY TEST USING THE MALE TOAD CARLOS GALLI MAININI

Penulis CARLOS GALLI MAININI

Nama jurnal The Journal of Clinical Endocrinology

Tahun 1947

Volume 7(9)

halaman 653-658
Rangkuman Jurnal
A. Tujuan Penelitian
Mengetahui langkah-langkah pemeriksaan kehamilan dengan
01 menggunakan uji Galli Mainini

02 Melakukan pemeriksaan kehamilan pada hewan uji

Mengetahui alat dan bahan yang digunakan dalam pemeriksaan


03 kehamilan dengan uji Galli Mainini

04 Mengetahui keuntungan tes kehamilan dengan menggunakan


uji Galli Mainini
Subjek penelitian
Subjek dalam penelitian ini yaitu katak I
jantan (Bufo arenarum Hensel) dan Kodok
dengan berat lebih dari 100 gram
INTRODUCTION
● Positif atau negatifnya tes ditentukan oleh ada tidaknya
spermatozoa dalam urin katak yang sebelumnya disuntik
dengan urin wanita yang diduga hamil.
● Hubungan antara hipofisis dan testis Bufo arenarum Hensel,
yaitu hipofisis memberikan pengaruh konstan pada aktivitas
spermatogenik testis, dan pengangkatan hipofisis
menghasilkan atrofi testis. Implantasi subkutan berulang
dari hipofisis katak menyebabkan hipertrofi testis pada
hewan normal dan hewan yang di-pituitari ektomi.
● Pemberian hipofisis katak ke katak menghasilkan pelepasan
spermatozoa, yang tampak bebas di bagian dalam tabung.
Setelah pelepasan spermatozoa bermigrasi ke kandung
kemih dan diekskresikan dengan urin.
Metode
penelitian
Hewan coba : Kodok dengan berat 100 gram. Kodok yang kurang dari 100 gram
cenderung memiliki spermatogenesis yang tidak sempurna.
Urine yang disuntikkan : 10 sentimeter kubik spesimen urin pagi pertama dari wanita
hamil yang dicurigai disuntikan ke dalam kantung limfatik lateral setiap katak. Urin tidak
mengalami persiapan khusus sebelumnya (filtrasi, pH, Konsentrasi, dll). Dilakukan dalam
pagi hari. Sejak saat itu kodok itu disimpan di baskom atau kandangnya.
Pengadaan sampel urin dan kodok : Urin diperoleh dari kodok dengan memasukkan
pipet ke dalam lubang anus. Pipet yang digunakan berukuran variabel, kira-kira sama
dengan satu sentimeter kubik. Untuk mengumpulkan urin, katak diletakkan di bagian
belakang meja, pipet dimasukkan tidak lebih dalam dari 0,5 atau 1 cm. dalam lubang anus
dan dengan lembut digerakkan maju mundur sampai setetes urin terlihat menembus pipet.
Pengamatan mikroskopis: Setetes urin yang diperoleh ditempatkan pada kaca objek dan
diamati langsung di bawah mikroskop tanpa pengolesan, fiksasi atau pewarnaan
sebelumnya. Pencahayaan yang kuat tidak diperlukan
Waktu Pengamatan : sebagian besar urin kodok diperiksa 1,2,3 dan 22 jam setelah
injeksi urine betina. Untuk mengetahui berapa lama reaksi positif menunjukan
spermatozoa dalam urin kodok, beberapa pengamatan dilakukan hingga 3 hari setelah
penyuntikkan.
Musim tahun : eksperimen ini dilakukan selama bulan januari dan februari.
Hasil penelitian

01 Kontrol Eksperimen

Substansi/Zat Lainnya
02

03 Suhu lingkungan
Hasil Penelitian
Hasil Penelitian

● Hasil penelitian menunjukkan total jumlah reaksi sebanyak 102


sampel, dengan angka kematian selama proses injeksi pada katak
sejumlah 1 sampel dan pada kelinci sejumlah 2 sampel

● Hasil komparabel sejumlah 99 sampel


● Hasil konsisten sejumlah 94 sampel
● Hasil tidak konsisten juga ditemukan bahwa terdapat:
Katak (positif) - Kelinci (negatif) sebanyak 3 sampel
Kelinci (positif) - Katak (negatif) sebanyak 2 sampel
● Hasil Positif Keseluruhan sejumlah 62 sampel
Hasil Penelitian

● Adapun hasil positif yang diamati setelah diinjeksi beberapa jam


diperoleh hasil sebagai berikut:
Positif (setelah 1 jam) sejumlah 9 sampel
Positif (setelah 2 jam) sejumlah 36 sampel
Positif (setelah 3 jam) sejumlah 2 sampel
Jumlah keseluruhan 47 sampel

● Adapun hasil positif yang diamati selama 3 hari sejumlah 18 sampel

Spermatozoa dapat ditemukan pada 18 sampel katak setelah dilakukan


injeksi dengan waktu maksimal ditemukannya spermatozoa selama 50 jam.
Hasil Penelitian
Kontrol Eksperimen

Untuk variabel kontrol dilakukan uji urin dari 77 subjek yang berbeda yang telah disuntikkan
beberapa substansi zat. Dari 77 urin tersebut mendapatkan hasil yang sama yakni negatif.

Subjek urin tersebut diperoleh dari:


● Urin anak laki-laki 5 sampel
● Urin anak perempuan 10 sampel
● Urin orang dewasa normal 38 sampel
● Urin wanita menopause 11 sampel
● Urin pria dengan usia >60 tahun 4 sampel
● Urin wanita tirotoksik 4 sampel
● Urin wanita amenore 3 sampel
● Urin hirsutisme 2 sampel
Hasil Penelitian
Substansi/Zat Lainnya

Adapun zat lain juga digunakan sebagai kontrol. Zat lain tersebut disuntikkan pada katak dengan
dosis tertentu dan memperoleh hasil sebagai berikut:

Dosis yang digunakan adalah 1 kali injeksi pada setiap kasus. Dengan waktu
pengamatan dalam 3 jam pertama dan 24 jam setelah dilakukan injeksi.
Hasil Penelitian

Suhu Lingkungan

Pengaruh faktor suhu lingkungan diuji dengan melakukan injeksi 500U Gonadotropin Korionik pada setiap
katak. Hal ini dilakukan pada 12 sampel katak yang didiamkan selama 22 jam pada suhu yang berbeda.
Suhu rektal katak diukur ketika mencapai waktu 22 jam akhir setelah di injeksi gonadotropin korionik.
1. Katak yang memiliki suhu rata-rata 26C hanya 3 sampel katak menunjukkan hasil positif dalam
waktu 30 menit, sedangkan dalam waktu 1 jam semua sampel katak menunjukkan hasil positif.
2. Katak yang memiliki suhu rata-rata 16C hanya 1 sampel katak yang menunjukkan hasil positif dalam
waktu 30 menit, sedangkan dalam waktu 1 jam semua sampel katak juga menunjukkan hasil positif.
3. Katak yang memiliki suhu rata-rata 9C tidak ada satupun sampel katak yang menunjukkan hasil
positif dalam waktu 30 menit, sedangkan dalam waktu 1 jam semua sampel katak juga menunjukkan
hasil positif (lebih tepatnya dalam waktu 1 jam 45 menit ) setelah diinjeksi.
Discussion
Tes kehamilan ini memiliki keuntungan yaitu

1. Kecepatan reaksi: 3. Titik akhir yang jelas:


Semua 47 reaksi positif diamati Reaksi positif ditunjukkan
pada 1, 2 dan 3 jam positif dengan jelas oleh adanya
dalam 3 jam (9 dalam satu jam, spermatozoa dalam urin
36 dalam dua, dan sisanya 2 katak.
dalam tiga jam).

2. Kesederhanaan: 4. Spesifisitas:
(a) Tidak perlu persiapan khusus Berdasarkan hasil yang
(b) Injeksinya tanpa kesulitan. diperoleh dengan kontrol urin,
(c) Pengumpulan urin katak reaksi ini khusus untuk urin ibu
sederhana dan tidak diperlukan hamil.
intervensi bedah.
Discussion
Tes kehamilan ini memiliki keuntungan yaitu

5. Ekonomis:
Biaya katak yang rendah dan
tidak diperlukan perawatan
khusus.
Selain itu, katak yang sama
dapat digunakan kembali setelah
interval satu minggu antara
reaksi.
kesimpulan

1 2 3
Positif atau negatifnya test Spermatozoa dapat Tes kehamilan Galli Mainini
ditentukan oleh ada atau ditemukan pada 18 sampel memiliki beberapa
tidaknya spermatozoa katak setelah dilakukan keuntungan dari yaitu dari
dalam urin katak yang injeksi dengan waktu kecepatan reaksi,
sebelumnya disuntik maksimal ditemukannya kesederhanaan, titik akhir
dengan urin wanita yang spermatozoa dalam waktu yang jelas, spesifisitas dan
diduga hamil. 50 jam. ekonomis.
Terima
Kasih
NOTULENSI DISKUSI
No Penanya Pertanyaan Jawaban
1 Nafi Satur Terdapat pengaruh suhu pada uji Suhu yang efektif untuk dilakukan uji galli mainini, yaitu 26° C,
Rohmah_K4320058 kehamilan galli mainini, suhu berapakah dapat terlihat dari hasil penelitian pada 30 menit setelah
yang efektif dilakukan? dilakukan penetesan sudah terlihat hasilnya, sedangkan untuk
suhu 16 dan 9 belum bisa terlihat hasilnya.

2 Dinda Salma Mengapa pada sebelumnya itu disuntik Berdasarkan hasil yang ditunjukkan dalam laporan ini, urin
Fathurrizqi_K4320022 dengan urin wanita yang diduga hamil? wanita hamil juga memiliki sifat untuk menginduksi pelepasan
dan migrasi spermatozoa, yang beberapa saat setelah
penyuntikan, dapat ditemukan dalam urin yang terkandung
dalam kandung kemih.

3 Siva Aisyah Pada bagian metode penelitian iya menggunakan wanita hamil. Bukan katak betina.
Azzuri_K4320077 disebutkan bahwa urin yang disuntikkan Pengujian kehamilan Galli Mainini ini menggunakan katak
berasal dari wanita hamil. Dalam jantan yang disuntikkan dengan 3-5 ml urin ibu
konteks ini, wanita hamil adalah katak hamil ke dalam kantong getah bening katak jantan di bawah
betina atau bagaimana ya? kulit di daerah ventral paha.

Kenapa pake urin wanita hamil? Karena didalamnya terdapat


hormon HCG (Human Choironic Gonadotropin) yang kemudian
dimasukkan kedalam kloaka katak jantan dan merangsang
katak untuk mengetahui ada tidaknya spermatozoa
didalamnya.
Catatan tambahan

* Uji Galli mainini digunakan sebagai pemeriksaan


kehamilan untuk wanita yang diduga hamil pada
jaman dahulu. Wanita yang dianggap hamil
tersebut, urinnya disuntikkan ke katak jantan.
Ketika katak jantan tersebut di cek urinnya, jika
urinnya terdapat sperma nya maka wanita tersebut
dinyatakan positif hamil. Begitupun sebaliknya, jika
urin tersebut tidak terdapat spermanya maka
dinyatakan negatif .
Praktikum 1
Pemeriksaan Kehamilan
(Uji Aglutinasi)
Kelompok 7
Kelompok 7
1. Alfiatus Sa’diyah (K4320002)
2. Fiqi Zalekha Oviza (K4320032)
3. Ilmi Khoirunisa (K43200)
4. Imanda Fadhilah (K4320043)
5. Nafa Eka Setiawati (K4320057)
6. Nurul Lulu Firdaus (K4320063)
Table of contents

01 Identitas Jurnal Rangkuman 02


Jurnal
01
Identitas Jurnal
Identitas Jurnal
Judul : Diagnostic performance of direct latex agglutination,
post-enrichment latex agglutination and culture methods in
screening of group B streptococci in late pregnancy: a
comparative study
Penulis : Alia A El Shahaway, Hanaa M El Maghraby, Heba A Mohammed,
Rasha R Abd Elhady, Amr Ahmed Abdelrhman
Nama jurnal : Jurnal Infection and Drug Resistance
Tahun : 2019
Volume : 12
Halaman : 2583-2588
02
Rangkuman Jurnal
Rangkuman Jurnal
a. Tujuan Penelitian
d. Hasil Penelitian

b. Subjek Penelitian
e. Kesimpulan

c. Metode Penelitian
Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi kinerja
diagnostik uji aglutinasi lateks langsung (DLA), uji
aglutinasi lateks pasca pengayaan (LA), dan kultur
langsung pada media kromogenik dalam identifikasi
cepat pembawa GBS (Streptococcus grup B) pada wanita
hamil dibandingkan dengan pasca pengayaan
konvensional yang direkomendasikan oleh CDC (Pusat
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit) dan selanjutnya
untuk memperkirakan prevalensi pembawa GBS
(Streptococcus grup B) dan kerentanan antimikrobanya.
Subjek Penelitian

200 wanita hamil pada usia kehamilan (35-37 minggu)


Metode Penelitian
❏ Menggunakan Open-Epi, ukuran sampel minimal yang dihitung untuk penelitian ini
adalah 100 wanita berdasarkan perkiraan sebelumnya rata-rata kolonisasi GBS
25,3% di antara wanita Mesir,5dan pada selang kepercayaan 95%.
❏ Dua ratus wanita hamil pada usia kehamilan (35-37 minggu) terdaftar.
❏ Tiga swab vagina rendah diperoleh dari masing-masing peserta.
❏ Satu swab langsung diinokulasi ke dalam agar Strep B Select (SBS).
❏ Usap kedua diinokulasi dalam kaldu Lim pengayaan untuk deteksi antigen
imunologis dengan aglutinasi lateks pasca pengayaan (5 jam dan 24 jam) dan
subkultur untuk deteksi bakteriologis.
❏ Usap ketiga digunakan untuk deteksi imunologi antigen GBS dengan
aglutinasi lateks langsung.
❏ GBS yang diisolasi menjadi sasaran uji kepekaan antimikroba.
Hasil Penelitian
❏ Tes imunologi (deteksi antigen GBS)
Antigen GBS terdeteksi baik secara langsung pada usapan vagina ketiga
dengan uji aglutinasi lateks langsung (DLA) (dan dalam kaldu pengayaan
setelah inkubasi 5 jam serta setelah inkubasi 18-24 jam
❏ Tes kepekaan antibiotik
Pengujian kerentanan antibiotik dilakukan untuk semua GBS terisolasi
menggunakan metode difusi disk sesuai dengan pedoman CLS
❏ Dalam percobaan untuk mempersingkat durasi deteksi pembawa GBS, kaldu
pengayaan diuji setelah inkubasi 5 jam untuk antigen GBS dengan uji LA.
❏ Aglutinasi lateks 5 jam pasca pengayaan adalah tes yang relatif cepat dan
sederhana dengan sensitivitas keseluruhan yang adil (66%) untuk deteksi
pembawa GBS.
Hasil Penelitian
❏ Di antara 200 wanita hamil, 47 (23,5%) adalah pembawa Grup B
Streptococcus (GBS).
❏ Mempertimbangkan subkultur pasca pengayaan pada media Strep B
Select (SBS) sebagai standar emas, sensitivitas untuk LA pasca pengayaan
5 jam dan 24 jam berturut-turut adalah 66% dan 95,7%.
❏ Namun, budidaya langsung penyeka vagina pada media Strep B Select
(SBS) dan Direct Latex Agglutination (DLA) masing-masing mencatat 83%
dan 4,3%, untuk sensitivitas. Semua isolat GBS (100%) sensitif terhadap
penisilin G, ampisilin, seftriakson, dan vankomisin.
❏ Sebaliknya, 21,3% dan 12,8% dari GBS terisolasi masing-masing resisten
terhadap eritromisin dan klindamisin.
Kesimpulan

Deteksi antigen streptokokus grup B dengan aglutinasi lateks setelah pengayaan 5 jam
adalah metode yang andal, mudah, dan relatif cepat untuk skrining pembawa GBS di
wanita hamil tidak dalam proses persalinan. Aglutinasi lateks setelah pengayaan 18-24
jam dapat digunakan sebagai alternatif metode subkultur standar untuk menyaring
pembawa GBS.
Thanks!
Please keep this slide for attribution

CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo,


including icons by Flaticon and infographics & images by Freepik
Praktikum Embriologi dan Perkembangan Hewan 1

PRAKTIKUM TES KEHAMILAN


“UJI IMMUNOKROMATOGRAFI”
Kelompok 11 :
1. Alya Febriyanti Nurhasanah (K4320005)
2. Dewi Oktaviyani (K4320020)
3. Nathania Almira Chiesa (K4320059)
4. Niken Renawati (K4320060)
5. Nilna Amanatul Maula (K4320061)
Judul Jurnal : Pemeriksaan HCG (Human Chorionic Gonadotropin)
Untuk Deteksi Kehamilan Dini Secara Immunokromatografi

Penulis Nama Jurnal Tahun Volume, halaman


Agnes Sri Harti, Jurnal KesMasDaSka 2013 Vol. 1, Halaman 1-4
Estuningsih, dan
Heni Nurkusumawati
Resume Jurnal

Tujuan Penelitian Subjek Penelitian


Tujuan penelitian ini untuk mengetahui 20 Pasien yang diduga hamil di
apakah pemeriksaan HCG secara kualitatif Rumah Sakit Umum Daerah Sragen.
metode immunokromatograÞ pada urine
wanita yang diduga hamil dapat digunakan
untuk membantu deteksi kehamilan dini.
Metode Penelitian (Prosedur)
- Prosedur Pemeriksaan :
a. Sampel urin dimasukkan dalam tabung reaksi
b. Stik plano test dimasukkan dalam sampel sampai tanda garis,
diamkan sebentar agar urin meresap dan naik ke atas
c. Stik plano test diangkat, baca hasilnya dalam waktu 3 menit
Metode Penelitian (Prosedur)
- Interpretasi Hasil
a) Negatif: Hanya terdapat satu tanda merah
yang muncul pada bagian control line (C) dan
tidak tampak garis merah pada bagian test line
(T) (sensitifitas 0 IU/ml)
b) Positif: terdapat 2 tanda merah, satu pada
bagian test line (T) dan satu pada bagian
control line (C) (sensitifitas 25 mIU/ml)
Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil pemeriksaan, untuk mendeteksi adanya
HCG dalam urine wanita yang diduga hamil dari 20 sampel
yang telah diperiksa didapatkan hasil yang positif
mengandung HCG ada 6 sampel dan 14 sampel yang negatif
(tidak mengandung HCG). Dengan adanya HCG dalam urin
dapat membantu untuk mengetahui kehamilan. Dari 14
sampel menunjukkan hasil negatif kemungkinan
disebabkan karena stres, menopouse dini, pathologis, kadar
HCG dalam urin probandus kurang dari 25 mIU/ml sehingga
tidak dapat terdeteksi.
Hasil Penelitian
Pemeriksaan HCG immunokromatografi merupakan reaksi antara urine
wanita hamil yang mengandung α dan β HCG (monoclonal HCG lengkap)
dengan anti α dan anti β HCG pada test line (T) dan control line (C).
Apabila stick planotest dimasukkan dalam urine, maka urine akan
meresap secara kapiler, sehingga terjadi ikatan antara urine yang
mengandung α dan β HCG dengan anti α dan anti β HCG pada test line (T)
dan control line (C) akibatnya akan timbul garis warna merah pada test
line (T) dan control line (C), garis warna merah ini menunjukkan hasil
yang positif. Dan apabila garis warna merah tidak tampak pada test line
(T) atau hanya terdapat pada control line (C) menunjukkan hasil test
yang negatif, karena tidak terjadi reaksi antara monoklonal HCG lengkap
dengan anti α dan anti β HCG.
Hasil Penelitian
Garis warna merah yang terjadi pada test line (T) dapat
terjadi karena pada test telah disensitisasi Ag dan konjugat
ditambah urine sehingga kromogen berikatan dengan Ab
maka akan terbentuk reaksi garis warna merah. Konjugat
berisi Ab yang ditempeli enzyme jika kromogen bereaksi
dengan enzim (peroksidase), maka warna tereduksi
sehingga tidak terbentuk warna merah tetapi apabila warna
teroksidasi akan terbentuk warna merah pada test line (T).
Keuntungan pemeriksaan HCG secara Immunokromatografi
Pasien dapat melakukan
Cepat, sehingga waktu sendiri tanpa pergi ke RS,
yang dibutuhkan Puskesmas, atau pada
sangat singkat bidan setempat

Hasil pemeriksaan mudah


Mudah didapatkan karena
dibaca sehingga tidak
diperdagangkan secara
perlu diragukan
komersiil
Kekurangan pemeriksaan HCG secara
Immunokromatografi

Tidak diketahui kadar HCG secara pasti

Membutuhkan biaya yang mahal


Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemeriksaan HCG dari 20 sampel yang
diperiksa, didapatkan hasil 6 positif yang mengandung HCG
dan 14 sampel negative yang tidak mengandung HCG. Test
kehamilan dengan metode immunokromatografi terbukti
efektif digunakan untuk mendeteksi kehamilan pada awal
setelah terjadinya ovulasi. Meskipun demikian, penggunaan
test kehamilan dengan metode immunokromatografi memiliki
beberapa kekurangan dan kelebihan.
Diskusi
Mengapa kadar HCG itu tidak diketahui secara tidak pasti?
(Arinda Brilian Tyaswari - K4320009)
Jawab :

01 Relatif tidak sensitif dibanding uji kehamilan lainnya,


diperlukan kadar HCG minimal 1,5-2,5 IU/ml hingga muncul
reaksi positif, sehingga pada kadar yang lebih rendah tidak
akan bereaksi, dan dapat menimbulkan hasil uji yang palsu,
angka kesalahan teknis tinggi (1,5-3,0%). (Nathania Almira
Chiesa - K4320059)
Diskusi
Kapan waktu yang tepat dan mengapa waktu tersebut
tepat untuk pemeriksaan kehamilan menggunakan HCG
secara immunotografi? (Fajria Ayuni Perwita - K4320029)

02 Jawab :
Berdasarkan pemeriksaan menunjukkan hasil yang positif
lebih besar apabila menggunakan urine pagi hari. karena
banyak konsentrat lebih banyak mengandung HCG per
satuan volume. (Niken Renawati - K4320060)
Diskusi
Pada hari keberapa kehamilan dapat dideteksi menggunakan HCG secara
immunokromatografi? (Pradita Anggun C - K4320061)
Jawab :
HCG (Human Chorionic Gonadotropin) merupakan suatu hormon yang dihasil kan oleh jaringan
plasenta yang masih dan dikeluarkan lewat urin. Hormon ini juga dihasilkan bila terdapat
proliferasi yang ab normal dari jaringan epitel korion seperti molahidatidosa atau suatu chorio

03 carsinoma. Kehamilan akan ditandai dengan meningkatnya kadar HCG dalam urin pada trimester I,
HCG disekresikan 7 hari setelah ovulasi. Pemeriksaan HCG dengan metode immunokromatografi
merupakan cara yang paling efektif untuk mendeteksi kehamilan dini. (Nilna Amanatul M -
K4320061)
Tambahan: HCG dapat dideteksi pada sekitar 26 hari setelah konsepsi dan peningkatan
ekskresinya sebanding dengan meningkatnya usia kehamilan diantara 30-60 hari. Produksi
puncaknya adalah pada usia kehamilan 60-70 hari dan kemudian menurun secara bertahap dan
menetap hingga akhir kehamilan setelah usia kehamilan 100-130 hari. (Dewi Oktaviyani -
K4320020)
Diskusi
Apa pengaruh jika stik tidak dibaca dalam 3 menit?
(Lintang Prima Cahyani - K4320046)
Jawab :

04 Sampel pada penelitian ini diketahui bahwa sinyalwarna


merah di garis T dari setiap strip terbentuksetelah 2-3
menit, sedangkan di garis C setelah 4-5menit dan mencapai
bantalan penyerap setelah 10 menit. jadi 3 menit itu standar
untuk bereaksi di garis T. (Alya Febriyanti Nurhasanah –
K4320005)
Terima Kasih <3
Praktikum EMBWAN
Tes Kehamilan
(Uji Friedman)
Nama Anggota :
1. Dinda Salma Fathurrizqi (K4320022/A)
2. Fitria Iga Mawarni (K4320033/C)
3. Hamida Rahmawati (K4320036/A)
4. Maulana Panca Wijaya (K4320050/B)
5. Sukarti Sakti Utari (K4320078/B)
6. Tina Safitri (K4320081/B)
Identitas Jurnal
● Judul : A Clinical Comparison Between the Friedeman Test and an in Vitro for Pregnancy
● Penulis : John Eden, M.B., and Ian Black, MB.,
● Nama jurnal : Canad Med
● Tahun : 1963
● Volume : 88
● Halaman : 792-796
Rangkuman jurnal
● Tujuan penelitian
● Subjek penelitian
● Metode penelitian
● Hasil penelitian
● Kesimpulan
Tujuan Penelitian
Untuk melakukan perbandingan klinis antara Uji Friedman dan Uji In Vitro pada
kehamilan

Subjek Penelitian
Urin pertama yang dikeluarkan oleh kelinci putih New Zealand setelah tidur malam
Metode Penelitian
● Uji Lateks
- Waktu uji yang diperlukan 3-4 jam
- Menggunakan supernatan dari hasil sentrifugasi urin spesimen
● Uji Friedman
- Waktu uji yang diperlukan 48 jam
- Menggunakan kelinci betina putih dari New Zealand, dengan tahapan:
1. Hari pertama, seekor kelinci diinjeksikan 5 ml urin ke dalam vena
marginal, dengan ketentuan pH urin 4,5-5.
2. Hari kedua, kelinci yang sama diinjeksikan 10 ml urin yang sama,
dengan ketentuan suhu urin 40 derajat celcius.
3. Hari ketiga, kelinci dibius dengan eter dan dilakukan pemeriksaan pada
ovariumnya.
Hasil Penelitian
Dari tabel ini menunjukkan bahwa tes
lateks memberikan hasil positif yang
lebih sedikit daripada tes Friedman dan
dua setengah kali lebih banyak hasil
yang meragukan.
Dari tabel ini sensitivitas dan spesifisitas dari setiap tes telah dihitung. Sensitivitas
didefinisikan sebagai kemampuan tes untuk memberikan hasil positif pada pasien yang
sedang hamil, dan spesifisitas sebagai kemampuan tes untuk mengklasifikasikan hasil
negatif bagi yang tidak hamil.

- Uji Friedman menunjukkan sensitivitas 92,2% dan spesifisitas 95,2%,


- Uji Lateks menunjukkan sensitivitas 72,8% dan spesifisitas 87%.
Kesimpulan
Dari 737 sampel Urin dan dengan diagnosis klinis 666 pasien, menunjukkan hasil
- Hasil Positif : Uji Lateks < Uji Friedman (Uji Lateks hasilnya lebih sering negatif)
- Hasil meragukan : Uji Lateks = 2x Uji Friedman
- Sensitivitas : Uji Lateks < Uji Friedman
- Spesifisitas : Uji Lateks kurang spesifik jika sampel memiliki berat jenis lebih dari 1.015

Uji Lateks belum dapat menggantikan Uji Friedman untuk diagnosa awal kehamilan
TERIMA KASIH
METAMORFOSIS
KUPU-KUPU
-FASE LARVA-
KELOMPOK 2
Anggota Kelompok:
1. Andinawati Dwita Karina (K4320007)
2. Deva Fitriana C (K4320019)
3. Fahdilah Cahya Ningrum (K4320028)
4. Ikhsan Adi Ariyono (K4320039)
5. Resna Mariati Tolaik (N0122059)
6. Tasya Umi Pertiwi (K4320080)
IDENTITAS JURNAL
Judul : Perbandingan Perkembangan Larva Graphium doson
(lepidoptera:Papillionidae) pada jenis tanaman pakan larva
penulis : Aska Intan Maharidi, Herawati Soekardi, Emantis Rosa
Nama Jurnal : Jurnal Biologi Esperimen dan Keanekaragaman
Hayati
Tahun : 2017
Volume : 4
Halaman : 1-7
RANGKUMAN
JURNAL
TUJUAN PENELITIAN
Mengetahui perbandingan perkembangan larva G. doson pada empat
jenis tanaman pakan larva yang berbeda yaitu tcempaka (Michelia
campaca), glodokan (Polyalthia longifolia), alpukat (Persea americana)
dan sirsak (Annona muricata).
SUBJEK PENELITIAN
Larva Graphium doson
subjek perlakuan:
Cempaka (Michelia campaca)
Glodokan (Polyalthia longifolia)
Alpukat (Persea americana)
Sirsak (Annona muricata)
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Alat dan Bahan

Rancangan Penelitian Tahapan Penelitian


WAKTU DAN TEMPAT

Penelitian ini dilaksanakan mulai


bulan Februari-April 2016
Di Taman Kupu-kupu Gita Persada,
Desa Tanjung Gedong, Kelurahan
Kedaung, Kecamatan kemiling, Gunung
Betung, Bandar Lampung
ALAT DAN BAHAN

Alat dan Bahan yang digunakan yaitu :


DOME ATAU KANDANG
PENANGKARAN
TISSUE DAN KOTAK PENANGKAR
KUAS, BUKU, DAN ALAT TULIS
RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan


RANCANGAN ACAK KELOMPOK (RAK)

TAHAPAN PENELITIAN

1. Persiapan Tumbuhan Sebagai Pakan Larva


2. Persiapan Larva Kupu-Kupu G. doson
3. Pengamatan Perkembang Larva Graphium Doson
Pada empat jenis Tanaman Pakan Larva

HASIL DAN PEMBAHASAN


Morfologi larva yang diberi empat jenis tanaman pakan larva yang
berbeda pada setiap instar tidak menunjukkan perbedaan warna larva
pada instar satu sampai instar tiga pada empat jenis tanaman pakan
larva berwarna coklat kehitaman, instar empat larva berwarna coklat
muda dan. larva pada instar lima berwarna hijau yang ditunjukan pada
tabel 1.
TABEL 1.
Uji BNT 5% menunjukkan bahwa lama perkembangan larva instar 1, 4 dan 5 yang diberi pakan
tumbuhan cempaka berbeda nyata dibandingkan ketiga tanaman pakan yang lain yaiitu
alpukat, sirsak dan glodokan.
Stadium larva yang paling cepat adalah larva yang diberi pakan tanaman cempaka yaitu
14,60 ± 1,07 hari.
Tanaman pakan cempaka mungkin memiliki kandungan nutrisi yang baik sehingga membantu
mempercepat perkembangan larva yang mengkonsumsi tanaman cempaka. Hal ini sesuai
dengan yang disampaikan oleh Chapman (1988) bahwa larva Graphium berkembang dengan
baik jika kebutuhan 2,61-3,50% protein terpenuhi dan mendapatkan nutrien dalam bentuk
karbohidrat, asam nukleat, air dan mineral.
Hasil uji BNT taraf nyata 5% menunjukkan bahwa Larva yang diberi pakan tanaman
cempaka memiliki ukuran tubuh yang paling panjang yaitu pada instar tiga 15,90 ±
0,87 mm dan pada instar empat 29,00 ± 0,81 mm
Hal ini menunjukkan bahwa tanaman cempaka merupakan salah satu tanaman yang
baik bagi perkembangan larva. Menurut Ulmer dkk. (2002) nutrisi tumbuhan
menentukan baik tidaknya makanan untuk menunjang proses fisiologi yang
berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan larva, hal ini menunjukkan bahwa
tanaman cempaka merupakan salah satu tanaman yang baik bagi perkembangan larva.
Berat larva yang paling besar adalah larva yang diberi pakan cempaka yaitu 493±
14,94 mg dan yang paling kecil adalah larva yang diberi pakan sirsak yaitu 412 ±
43,66 mg.
Amir (1993) menyatakan bahwa semakin besar ukuran larva pada setiap stadia maka
akan semakin banyak konsumsi pakannya hal ini terlihat dari bentuk dan ukuran
tubuhnya yang semakin bertambah.
Hal ini menunjukkan bahwa tumbuhan cempaka merupakan tanaman pakan larva yang
baik bagi perkembangan larva dan berat larva merupakan salah satu bentuk
perkembangan larva yang juga dipengaruhi oleh nutrisi tanaman.
Pada tabel tersebut terlihat bahwa pemberian tanaman pakan yang
berbeda tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap pertumbuhan
lebar kepala. Hal ini sesuai dengan penelitian Aeni (1985) bahwa pemberian
makanan yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap
pertumbuhan panjang larva Spodoptera litura fobricius tetapi tidak pada
lebar kepala larva.
Pada fase pupa tidak terdapat perbedaan nyata pada empat jenis tanaman pakan
larva yang diberikan dikarenakan pada fase pupa tanaman tidak memberikan nutrisi
ataupun zat kimia bagi perkembangan pupa. Hal ini seseuai dengan pernyataan
Herlinda dkk (2004) bahwa tanaman inang berpengaruh terhadap pertumbuhan
larva karena fase larva merupakan fase perkembangan yang aktif makan
sedangkan pada fase prepupa dan pupa tanaman inang tidak berpengaruh karena
fase prepupa dan pupa tidak aktif makan
KESIMPULAN
Tanaman cempaka merupakan Pemberian tanaman pakan
tanaman pakan yang paling baik larva yang berbeda tidak
bagi perkembangan larva meliputi berpengaruh nyata pada
lama perkembangan, panjang dan lebar kepala larva,
berat larva dibandingkan tanaman prepupa, dan pupa.
sirsak, alpukat dan glodokan.
DAFTAR PUSTAKA
Mariadi, A. I., Soekardi, H., & Rosa, E. (2017). Perbandingan
Perkembangan Larva Graphium doson (Lepidoptera:
Papilionidae) pada Beberapa Jenis Tanaman Pakan Larva.
Jurnal Ilmiah Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati
(J-BEKH), 4(1), 1-7.
PERTANYAAN DAN
JAWABAN
1. Aulia Nugrahani Sutrisna_K4320011_ijin bertanya kepada kelompok
2_Menurut Herlinda dkk (2004) fase larva merupakan fäse perkembangan
yang aktif makan. Mengapa dalam metamorfosis kupu-kupu pada pase larva
makan dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan fase lainnya?
Jawaban:
Fase ini merupakan fase pertumbuhan dan membutuhkan banyak tenaga untuk
melepaskan kulit sebanyak 4-6 kali. Periode pergantian kulit pada larva disebut
instar. Bentuk larva sendiri bervariasi, ada yang berbentuk silindris dan juga yang
memiliki rambut, duri atau filamen. Setelah ulat merasa cukup untuk makan, ia akan
segera mencari tempat untuk menjadi sebuah kepompong. Ukuran tubuh larva atau
ulat akan bertambah 100 kali lipat lebih besar saat ia menetas.
2. Riannisa Shafira_K4320069_kelompok 2_ijin bertanya bagaimana
cara mengetahui kriteria tanaman yg cocok untuk pakan larva secara
morfologi?
Jawaban:
Kriteria yang digunakan tergantung pada kondisi lingkungan dan
tanamannya. lebih tepatnya larva yang baru menetas akan lebih mudah
memakan daun yang muda dengan sklereid yang tidak keras, sedangkan
pada daun yang sudah tua sklereid (sel batu) yang berada pada daun
sudah keras sehingga larva yang baru menetas susah untuk memakannya
(Campbell.,dkk, 2006).
3. Nafa Eka Setiawati_K4320057_izin bertanya kepada kelompok
2_Berapa lama waktu yang dibutuhkan kupu kupu untuk
menyelesaikan fase larva?
Jawaban:
larva berkisar 19-22 hari. Lama stadia larva instar satu yaitu tiga hari,
Lama stadia larva instar dua yaitu tiga sampai lima hari, Lama stadia
instar tiga yaitu tiga sampai empat hari, Lama stadia larva instar
empat yaitu tiga sampai empat hari, Lama stadia larva instar lima yaitu
enam sampai tujuh hari
METAMORFOSIS
Kelompok 5
EMBWAN

KUPU-KUPU
Emilia Dian Lintang Prima Mughofir Pradita Anggun Qorisha Lutfia Safila Safinatunaja
(K4320024) (K4320046) (K4320055) (K4320064) (K4320065) (K4320071)
POKOK BAHASAN

Identitas Rangkuman
Kesimpulan
Jurnal jurnal
IDENTITAS JURNAL
Pupasi dan Karakteristik Morfologi Pupa Kupu-Kupu Doleschallia bisaltide dan

Judul
Polyura hebe (Lepidoptera : nymphalidae)

Penulis Dwi Nurkinasih, Herawati Soekardi dan Nismah Nukma

Nama Jurnal Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati

Tahun 2017

Volume Vol. 4 No. 1

Halaman 9 – 15
Rangkuman Jurnal
New York 4.496KM Tujuan Penelitian
Sydney 12.073KM

Manila 11.759KM
Untuk mengetahui pupasi dan karakteristik
Paris 9.
088KM morfologi pupa kupu-kupu Doleschallia
bisaltide dan Polyura hebe

Subjek Penelitian
10 ekor larva instar terakhir Doleschallia
bisaltide dan Polyura hebe
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode Observasi
pada Januari - Maret 2016 di Taman Kupu-Kupu Gita Persada
yang terletak di Jalan Wan Abdurrachman, Desa Tanjung
Gedong, Kelurahan Kedaung, Kecamatan Kemiling.
Pengamatan secara langsung dilakukan berdasarkan tahapan Metodologi
dan lamanya waktu pupasi dalam mencari tempat, membuat
benang, menggantung, hingga menjadi pupa. Pengamatan Penelitian
morfologi pupa, meliputi berat dan ukuran tubuh pupa,
perubahan warna selama fase pupa, dan lama fase pupa. Data
yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif dan uji t
(Independent Samples Test).
:
Hasil Penelitian
A Pupasi Doleschallia bisaltide dan Polyura hebe

Saat memasuki pupasi, larva D.


bisaltide dan P. hebe akan memendek
dan mencari tempat yang aman baik di
daun ataupun ranting tanaman. Setelah
menemukan tempat yang cocok, larva
akan membentuk benang dan akan
menggantung membentuk huruf J. Tidak
lama kemudian, larva tersebut akan
menggulung.
Hasil Penelitian
B Lama Fase Pupa Doleschallia bisaltide & Polyura hebe

Lama fase pupa kupu-kupu D. bisaltide dua hari lebih cepat


dibandingkan dengan kupu-kupu P. hebe. Perbedaan waktu
selama fase pupa dapat disebabkan karena perbedaan lama fase
pupasi. D. bisaltide mengalami waktu yang lebih cepat jika
dibandingkan dengan P. hebe
Hasil Penelitian
C Morfologi Pupa Doleschallia bisaltide dan Polyura hebe

Morfologi pupa D. bisaltide dan P. hebe menunjukkan


bentuk, warna, dan tekstur yang berbeda. Pupa D. bisaltide
memiliki bentuk bulat lonjong dengan dua tonjolan runcing
pada bagian anterior, pada sisi lateral terdapat garis coklat
kehitaman, pada sisi dorsal terdapat garis hitam menjulur dari
anterior hingga ke posterior dan tiga pasang titik hitam, pada
sisi ventral terdapat tonjolan yang memanjang berwarna coklat
dan titik-titik hitam yang mengelilingi sisi ventral bagian
posterior. Pada dorsal bagian posterior terdapat kremaster
berwarna hitam dengan bagian tengah berwarna orange.

Pupa P. hebe memiliki bentuk oval, dengan garis putih yang mengililingi tubuh, 3 pasang titik
berwarna coklat dekat kremaster, kremaster berwarna hijau, terdapat dua tonjolan hijau pada ventral
anterior, pada sisi lateral terdapat tonjolan yang memanjang berwarna hijau.
d. Berat dan Ukuran Tubuh Pupa Doleschallia bisaltide dan Polyura hebe

Pupa D. bisaltide Pupa P. hebe


Berat = 1,14 gram Berat = 0,82 gram
Panjang = 2,9-3,1 cm Panjang = 1,7-1,9 cm

Kesimpulan
D. bisaltide memiliki ukuran lebih panjang 1,6x dari P. hebe
e. Pengamatan berat pupa dan jenis kelamin

Pupa D. bisaltide --> betina = 1,5x


berat jantan
Pupa P. hebe --> betina = 1,6x berat
jantan

Penentuan jenis kelamin dapat


dilakukan dengan melihat morfologi
luar pupa seperti ada tidaknya
jahitan pada segmen abdomen atau
dengan melihat ada tidaknya katub
pada ujung abdomen kupu-kupu dan
pola sayap.
f. Pengamatan perubahan warna pupa

Pupa D. bisaltide
hari ke-1 = putih kecoklatan
hari ke-10 = coklat kehitaman
transparan
tahap:
Pupa yang baru terbentuk bertekstur lunak
dan berwarna coklat, kemudian berubah
menjadi coklat muda dan mengeras
dengan bintik-bintik berwarna coklat tua.
Pada hari terakhir sebelum menetas
menjadi kupu-kupu, pupa akan berwarna
kehitaman, transparan, dan sayap akan
terlihat jelas berwarna orange kecoklatan.
f. Pengamatan perubahan warna pupa

Pupa D. hebe
hari ke-1 = hijau muda dengan garis putih
dan di lumuri cairan
hari ke-12 = hijau kecoklatan dan transparan
Pada hari terakhir sebelum berubah menjadi
kupu-kupu, pupa akan berwarna coklat
kemerahan. Pada hari terakhir fase pupa,
sayap terlihat jelas berwarna hijau.
Kesimpulan
Karakteristik pupa Doleschallia bisaltide berbeda
dengan karakteristik pupa Polyura hebe.
Pupasi Doleschallia bisaltide dan Polyura hebe
memiliki karakteristik bentuk awal yang sama ,
namun kedua spesies itu mempunyai waktu
pupasi yang berbeda.
Jenis kelamin kupu-kupu dapat diprediksi pada
fase pupa berdasarkan beratnya.
QnA
Nathania Almira Chiesa (K4320059)
Apakah ada cara lain untuk mengamati jenis kelamin pupa apabila pola jahitan
abdomen dan katup abdomen tidak terlihat?

Jawaban:
Ada cara lain yang dapat digunakan untuk mengamati jenis kelamin pupa jika pola
jahitan abdomen dan katup abdomen tidak terlihat, yaitu bisa dengan melihat
ukuran pupa. Pupa betina umumnya berukuran lebih besar dan lebih berat
dibandingkan pupa jantan
QnA
Afradila Rohma (K4320001)
Apakah terdapat faktor yang menyebabkan lamanya fase pupasi D. bisaltide lebih
cepat dari pada P.hebe?

Jawaban:
Ada beberapa faktor, yang pertama yaitu selama prosesnya terdapat perbedaan
waktu fase pupasi pada saat larva menggantung hingga menjadi pupa lama -->
pada D. bisaltide membutuhkan 7,59 jam lebih cepat dibandingkan P. hebe. Faktor
kedua yaitu pengaruh lingkungan dan kebutuhan pakan yang sudah tercukupi
QnA
Alya Febriyanti Nurhasanah (K4320005)
Mengapa pada jurnal ini menggunakan subjek penelitian berupa larva instar
terakhir? apakah terdapat alasan khusus yang mendasari?

Jawaban:
Alasan menggunakan larva instar terakhir berkaitan dengan tujuan penelitian yaitu
mengetahui pupasi dan karakteristik pupa. Dalam hal ini, larva instar terkahir akan
segera melanjutkan fase pupasi, yaitu ketika larva instar terakhir pindah ke tempat
yang lebih aman dan cocok untuk menjadi pupa
QnA
Hasna Azkia (K4320037)
Apakah perbedaan morfologi pupa D.bisaltide dan P.hebe memengaruhi
perbedaan lama fase pupa?

Jawaban:
Perbedaan morfologi terjadi karena adanya perbedaan lingkungan, sedangkan
perbedaan lingkungan mempengaruhi lamanya pupasi. Sehingga lebih tepatnya
fase lama pupasi yang mempengaruhi perbedaan morfologi.
QnA
Niken Renawati (K4320060)
Pada fase pupa D. bisaltide terdapat bintik-bintik hitam. Berasal dari apakah bintik
tersebut dan apakah semua pupa memiliki bintik tersebut?

Jawaban:
Untuk bintik hitam pada pupa tersebut, kami belum memiliki referensi yang aktual,
tetapi itu dapat dilihat dari kupu-kupunya. Pigmen warna yang dimiliki oleh D.
bisaltide itu hitam coklat ada putih-putihnya, jadi pupa biasanya juga mengikuti
warna/corak morfologi dari kupu-kupu atau dari corak larva kupu-kupu tersebut
Terima kasih!
Review Jurnal
Daur Kupu-Kupu
Oleh Kelompok 8
Anggota:
1. Amelia Uswatun Khasanah (K4320006)
2. Arinda Brilian Tyaswari (K4320009)
3. Elisa Hidayatul Khasanah (K4320023)
4. Illiyyin Putuhana (K4320040)
5. Septiana Rizka Safitri (K4320074)
6. Yuslana Devinta (K4320085)
01
IDENTITAS
JURNAL
IDENTITAS JURNAL
Islam, M. S., et al. (2017). Biology and
morphometrics of the common mormon
butterfly, Papilio polytes Linnaeus
(Lepidoptera: Papilionidae) rearing in
laboratory condition. University Journal of
Zoology Rajshahi University, 36, 49-56.
ISSN: 1023-6104
—Sitasi Jurnal
IDENTITAS JURNAL
Biology and morphometrics of the common mormon
JUDUL butterfly, Papilio polytes Linnaeus (Lepidoptera:
Papilionidae) rearing in laboratory condition.
Md. Shahinur Islam, A. T. M. F. Islam , M. M. Rahman
PENULIS
dan Akira Yamanaka

NAMA JURNAL University Journal of Zoology Rajshahi University

TAHUN 2017

VOLUME 36 (49 - 56)


02
RANGKUMAN
JURNAL
Tujuan Penelitian
Mengetahui kondisi biologi dan
Morfometrik dari P. polytes, yang akan
memperkuat informasi dalam kaitannya
dengan biologi kupu-kupu dan morfometrik di
Bangladesh.
Subjek Penelitian

Kupu-kupu dewasa jantan dan


Kupu-kupu dewasa betina
Papilio polites
Metode Penelitian

1 2 3 4 5
Pemeliharaan Oviposisi Analisis
Diberi makan Pemisahan Studi morfometrik statistik
dengan larutan Menempatkan Analisis statistik
Larva yang baru Mengambil 10 ulangan
gula 10% setiap cabang muda dilakukan
menetas setiap tahapan,yaitu.
hari untuk tanaman dengan
dipisahkan dan telur, instar 1, instar 2,
memastikan inang(Jeruk sp.) menggunakan
ditempatkan dalam instar 3, instar 4, dan
keberhasilan di dalam kandang Student'st-
10 wadah plastik larva instar 5 serta
reproduksi distribusi di
dan tiap wadah pra-pupa, pupa dan
berisi 10 larva dewasa untuk bawah hipotesis
dengan daun jeruk pengukuran linier. nol
Hasil Penelitian
1 2
P. polytes betina
meletakkan telur di Telur berbentuk
batang muda bagiian hampir bulat dengan
sisi ventral, dan bafian diameter 1,2 mm.
pungg daun muda. Bertekstur kasar

3
Pada hari pertama diletakkan, telur 4
berwarna kuning kehijauan. Hari
kedua, telur berwarna kuning pucat Masa inkubasi telur
hingga krem dengan noda hitam.. rata-rata 3-5 hari
Dan pada hari ketiga berwarna
hitam kecoklatan
KESIMPULAN
Penelitian ini penting untuk mengembangkan strategi dalam
konservasi kupu-kupu di Bangladesh
Tanya Jawab
1. Naomi Stefani Pohan_N0122118_izin bertanya kepada kelompok 8.
Apakah P. polytes betina selalu meletakkan telurnya dibatang muda bagian sisi ventral dan
bagian punggung daun muda? Jika ya, mengapa? Apakah ada kaitannya dengan
keberhasilan reproduksi?

Fajria Ayuni Perwita_K4320029_Izin bertanya untuk kelompok 8, Kenapa kupu-kupu


menempatkan telurnya di tangkai atau daun?

Jawaban
Ini mungkin jawabannya karna tempat itu nantinya bisa buat makan larva kayak nanti
telurnya menetas jadi larva nah larvanya bisa makan daun
Ini dapat bervariasi tergantung pada spesies dan kondisi lainnya. Beberapa kupu-kupu
bertelur di atas daun dan yang lain bertelur di bawah. Dalam pengalaman saya, Black
Swallowtails dan Gulf Fritillaries cenderung bertelur secara tunggal di atas daun.
Monarch sering meletakkannya secara tunggal di bagian bawah.
Tanya Jawab
2. Arlisa Sevaratya Qur'rotaa'yun_K4320010_Kelompok 1 izin bertanya pada kelompok 8,
faktor apakah yg mempengaruhi hasil penelitian telur mengalami perbedaan warna dari hari ke
hari

Jawaban :
Faktor yg mempengaruhi bisa dikarenakan umur dari telur tersebut, pada hari pertama telur yg
baru diletakkan akan berwarna kuning kehijauan tetapi setelah hari berikutnya, telur akan
berubah menjadi warna kuning pucat hingga krem, dan pada hari ketiga warna telur menjadi
hitam kecoklatan.

3. Endah Pratiwi_K4320025_Kelompok 1_ Ijin kepada kelompok 8_Pada penelitian tersebuta


apakah ada faktor lingkungan yang diperhatikan. Jika ada mengapa itu perlu diperhatikan?
Terimakasih

Jawaban
Seluruh percobaan dipertahankan pada suhu rata-rata 29,57°C (±1,59) dengan kelembaban
relatif rata-rata 72,5% (±4,95). Suhu dan kelembaban dipertahankan dalam kisaran rata rata
tersebut dilakukan agar hasil penelitian konstan dan akurat
Tanya Jawab
4. Riannisa Shafira_K4320069_ijin bertanya kpd kel 8_bagaimana cara pemberian makan gula
10% kepada kupu kupu?

Jawaban
Kupu-kupu yang digunakan sebagai sampel pasti sudah diamankan di tempat yang semestinya,
lalu membuat larutan gula 10%. Membuat sesuatu yang menarik atensi kupu-kupu seperti
replika bunga-bungaan lalu larutan gula diletakkan disitu atau bisa menggunakan wadah kecil
yang bisa dijangkau oleh kupu-kupu
Teknik Pemeliharaan dalam
Kegiatan Penangkaran (Budidaya)
Kupu-Kupu
Nama Anggota :
1. Dinda Salma Fathurrizqi (K4320022/A)
2. Fitria Iga Mawarni (K4320033/C)
3. Hamida Rahmawati (K4320036/A)
4. Maulana Panca Wijaya (K4320050/B)
5. Sukarti Sakti Utari (K4320078/B)
6. Tina Safitri (K4320081/B)
Contents of this template
01 Identitas Jurnal

02 Tujuan Penelitian

03 Subjek Penelitian

04 Metode Penelitian

05 Hasil Penelitian

06 Kesimpulan
01 Identitas Jurnal

Judul Teknik Pemeliharaan dalam Kegiatan Penangkaran (Budidaya) Kupu-Kupu


Maintenance Techniques in Butterflies Breeding Activities

Penulis Maiser Syaputra, Ni Luh Putu Yesy Anggreni, Pande Komang Suparyana

Tahun 2021

Jurnal Jurnal Emasains: Jurnal Edukasi Matematika dan Sains

Volume Volume X

Halaman 189-197
02 Tujuan penelitian
You can enter a subtitle here if you need it

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk


mengetahui teknik pemeliharaan
dalam kegiatan penangkaran
(budidaya) kupu-kupu.
03 Subjek penelitian
Kupu-kupu yang ada di :
Penangkaran PT Ikas Amboina Tabanan Bali,
Penangkaran Cilember Bogor,
Penangkaran Cihanjuang Jawa barat.
04 Metode penelitian
You can enter a subtitle here if you need it
Pengambilan data dilakukan dengan metode:

Studi Literatur Wawancara dan Diskusi


Pengumpulan data di lapangan yang Menggunakan metode indept interview.
berasal dari data sekunder untuk Pemilihan responden menggunakan kaidah
memperoleh gambaran umum snowball sampling. Responden barasal dari
mengenai objek penelitian owner, manajemen pengelola, keeper dan juga
petugas lapangan.

Observasi Lapangan
Menggunakan metode Rapid assessment. Sasaran pokok dari metode ini
adalah pengumpulan dan pencatatan secara cepat dan akurat data melalui
pengamatan yang relevan. Data hasil pengamatan disajikan secara
deskriptif – kuantitatif.
05 Hasil penelitian
Dalam kegiatan penangkaran kupu-kupu diperlukan teknik penanganan
yang berbeda dalam setiap fase hidupnya. Kupu-kupu merupakan jenis
serangga yang mengalami metamorfosis sempurna, dimana fase
hidupnya terdiri dari Fase telur, larva (ulat), pupa (kepompong) dan
imago (dewasa). Adapun tahap dalam pemeliharaan kupu-kupu di
penangkaran adalah sebagai berikut:
1. Pemilihan Jenis

Banyak jenis kupu-kupu yang telah diketahui teknik budidayanya, seperti T.


helena, Ornithoptera priamus, P. aristolochiae, P. memnon, dan P. peranthus.
Dasar dari pemilihan jenis ini adalah mengetahui tanaman inang dari larva
kupu-kupu yang akan dikembangkan, karena larva kupu-kupu memiliki
makanan yang spesifik, larva hanya memakan satu jenis tanaman inang atau
beberapa tanaman inang yang masih dalam satu famili. Seperti T. helena
menjadikan A. tagala sebagai tanaman inang utama, namun pada kondisi
tertentu kupu-kupu ini dapat menjadikan tanaman A. faveolata sebagai
pengganti tanaman inang utamanya. A. tagala dan A. faveolata keduanya
berasal dari famili yang sama yaitu Aristolochiaceae.
Iklim juga harus diperhatikan dalam memilih jenis kupu-kupu yang akan
dikembangkan. Tidak semua jenis kupu-kupu toleran terhadap faktor iklim,
artinya jenis kupu-kupu tertentu hanya baik dikembangkan di lokasi yang
memiliki iklim yang tidak berbeda jauh dari habitat aslinya.
Ketidaksesuain iklim dapat mengakibatkan perkembangan kupu-kupu tidak
optimal, usia singkat, kurang produktif dan lain sebagainya.

Selain alasan teknis, hal lain yang penting diperhatikan dalam pemilihan jenis
satwa yang akan ditangkarkan berdasarkan Departemen Kehutanan (2003)
adalah:
(1) Memiliki potensi ekonomi yang tinggi sehingga dapat menutup biaya teknis
operasional penangkaran dan memberikan keuntungan bagi penangkar dan
(2) Populasi di alam yang cenderung menurun.
Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut maka jenis
kupu-kupu yang dapat dipertimbangkan untuk
dikembangkan di penangkaran kupu-kupu adalah
T. helena, P. aristolochiae, P. demolion, P. helenus,
P. memnon, P. peranthus dan P. polythes.

Pakan dari kupu-kupu T. helena dan P.


aristolochiae adalah A. tagala atau sirih hutan,
sedangkan pakan Papilio sp. dari jenis
jeruk-jerukan. Seluruh jenis kupu-kupu tersebut
adalah jenis kupu-kupu asli Indonesia yang
penyebarannya cukup luas. Kupu-kupu T. helena
dapat dilihat pada Gambar 1.
2. Sumber Bibit
Kupu-kupu yang dijadikan bibit diperoleh melalui dua cara, pertama melalui
penangkapan di alam. Penangkapan kupu-kupu jenis dilindungi di alam harus
mengikuti prosedur yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal KSDAE. Sebagai
contoh, kuota penangkapan di alam untuk kupu-kupu dilindungi seperti T. helena
di Indonesia per tahun adalah 200 ekor.
Cara kedua adalah mendatangkan bibit dari hasil penangkaran kupu-kupu lain, cara
kedua dianggap lebih baik karena tidak mengintervensi populasi satwa ini di alam.
Pengadaan bibit kupu-kupu tahap awal setidaknya berjumlah lima pasang,
kupu-kupu ini nantinya akan dilepaskan di kandang reproduksi. Kupu-kupu yang
dijadikan bibit harus memenuhi beberapa kriteria seperti sehat, berukuran normal,
dan terlihat lincah. Selama di kandang reproduksi kupu-kupu dibiarkan mencari
pasangan sendiri.
3. Perkawinan pada Kupu-kupu
Kupu-kupu betina dapat langsung kawin setelah lahir dari kepompong,
sedangkan kupu-kupu jantan membutuhkan waktu untuk mencari makan
terlebih dahulu setelah lahir. Kupu-kupu jantan yang siap kawin akan
terbang mengitari calon betina, bila kehadiran jantan diterima oleh betina,
maka kedua kupu-kupu akan menari dan terbang bersamaan sebelum
melakukan perkawinan.
Kupu-kupu kawin hanya satu kali, selanjutnya betina dapat bertelur.
Kupu-kupu betina memiliki kemampuan menyimpan sel kelamin jantan
sehingga dapat digunakan ketika diperlukan. Perkawinan pada kupu-kupu
dilakukan dengan cara menempel, bagian ujung abdomen jantan menjepit
ujung abdomen betina. Perkawinan pada kupu-kupu dapat berlangsung
sekitar 6-8 jam setelah itu kedua kupu-kupu terlepas dan betina dapat
bertelur beberapa hari kemudian. Perkawinan pada kupu-kupu dapat
dilihat pada Gambar 3.
4. Pemeliharaan Telur
Jumlah telur yang dihasilkan setiap jenis kupu-kupu berbeda, untuk jenis
kupu-kupu Troides sp. umumnya berkisar antara 100-300 butir.
Menurutnya T. helena betina dapat bertelur hingga 200 butir semasa
hidup dengan usia penetasan 7-8 hari. Hasil tersebut diperkirakan sangat
tergantung pada iklim dan kondisi lingkungan, termasuk ketersediaan
pakan dan cara pemeliharaan. Telur kupu-kupu T. helena memiliki ukuran
1.7-1.9 mm berwarna putih kekuningan dengan titik hitam pada bagian
atasnya.
Pemanenan telur dari kandang reproduksi baiknya dilakukan beberapa
saat setelah telur diletakkan oleh betina, hal ini bertujuan untuk mencegah
telur rusak akibat serangan parasitoid dan predator seperti tawon, semut,
dan serangga kecil lainnya. Menurut Straatman (1971) dalam Matsuka (2001)
kematian telur di alam akibat predator mencapai 10% sedangkan menurut
Parsons (1980) dalam Matsuka (2001) kematian telur akibat parasitoid
dapat mencapai 80-100%.

Secara umum, tindakan pemeliharaan telur antara lain;


1. Persiapan wadah cawan petri sebagai tempat penyimpanan telur
2. Pengambilan telur dari kandang reproduksi
3. Pemindahan dari cawan petri dilakukan ketika larva sudah menetas
Telur dipindahkan dari daun menggunakan kuas halus dengan
tujuan agar telur tidak rusak, kemudian dimasukkan kedalam
wadah baik cawan petri seperti yang digunakan penangkaran
kupu-kupu Cilember dan Cihanjuang ataupun toples plastik
seperti yang digunakan penangkaran kupu-kupu Bali.
Pemilihan wadah tergantung pada ketersedian bahan yang
ada, namun lebih dianjurkan memilih cawan petri karena
wadah ini lebih kokoh dan tahan lama.

Sebelum telur dimasukkan, terlebih dahulu cawan petri diberi


alas kertas tisu agar telur lebih terlihat dan tidak mudah
bergeser. Wadah penyimpanan telur seperti yang digunakan
penangkaran kupu-kupu Cilember dapat dilihat pada Gambar
4.
5. Pemeliharaan Larva
Telur yang disimpan dalam cawan petri setelah 7-8 hari akan menetas. Pada tahap
awal larva sebaiknya jangan langsung dipindahkan, hal ini dikarenakan larva akan
memakan kulit telurnya sendiri. Larva dapat dipindahkan beberapa jam berikutnya.
Selanjutnya ketika kulit telur sudah habis larva siap untuk dipindahkan ke kandang
pembesaran larva. Kandang yang digunakan sebagai tempat pembesaran larva dapat
berupa selubung jaring berukuran 1x1.5 m yang menutupi dahan pohon seperti yang
digunakan oleh penangkaran kupu-kupu Bali. Kandang ini mampu menampung sekitar
30 larva.
Secara umum tindakan pemeliharaan larva antara lain;
1. Persiapan tempat pemeliharaan larva (batang tanaman pakan)
2. Pemindahan larva dari cawan petri ke tempat pemeliharaan larva
3. Jika tanaman pakan habis, dilakukan pemindahan larva ke batang tanaman lainnya
4. Pemanenan dilakukan ketika larva telah menjadi kepompong
Mendekati masa larva berubah menjadi kepompong, larva akan mengalami
fase yang disebut prepupa atau fase persiapan menjadi kepompong. Pada fase
ini larva yang sudah siap akan mencari tempat untuk menggantung, dapat
berupa tangkai daun, ranting, maupun batang tanaman. Umumnya larva akan
mencari tempat yang terlindung dan tersembunyi agar kepompong terhindar
dari serangan predator. Sebelum menggantung larva terlebih dahulu membuat
tali pengikat dari air liurnya, tali ini melekat pada ujung ekor dan kedua sisi di
dada. Setelah tali pengikat jadi, maka secara perlahan kulit larva akan
mengelupas dimulai dari bagian belakang kepala hingga ke bagian ekor. Fase
prepupa terjadi selama kurang lebih dua jam sebelum menjadi kepompong
sebenarnya.
Pemanenan kepompong dilakukan dengan cara memotong bagian ranting
tempat kepompong tersebut menempel, hal ini dimaksudkan untuk
mempermudah penggantungan pada lemari kepompong nantinya. Kepompong
yang telah dipanen akan dipindahkan ke lemari kepompong, dan akan berada di
lemari ini selama kurang lebih 10 hari hingga kupu-kupu lahir.
6. Pemeliharaan Kepompong
Kepompong merupakan fase kupu-kupu mengalami masa tidak
makan dan tidak bergerak, yang terjadi pada masa ini adalah
proses pencernaan makanan dan metabolisme.
fase kepompong terjadi selama 13-15 hari. Larva-larva yang
sudah menjadi kepompong dapat dipindahkan dari tempat
pemeliharaan larva menuju media penyimpanan kepompong.
Tempat penyimpanan dapat berupa lemari aluminium atau kayu
seperti yang digunakan penangkaran kupu-kupu Bali dan
Cihanjuang, maupun bilah busa yang digantung seperti yang
digunakan penangkaran kupu-kupu Cilember. Perbedaan
masing-masing metode penyimpanan dapat dilihat pada
Gambar 5.
Bahan dari alumunium lebih tahan lama dibanding kayu,
tahan air, lapuk dan rayap. Lemari dapat dibuat berukuran
1.5x0.5x2 m, dikelilingi oleh kawat halus, memiliki rak
penyimpanan, dan jendela pada bagian depan yang dapat
dibuka tutup. Sketsa dan foto kandang pemeliharaan
kepompong dapat dilihat pada Gambar 5.
Beberapa hal yang harus diperhatikan selama proses
pemeliharaan kepompong adalah:
(1) Menjaga kebersihan lemari dan menghindari kepompong
dari serangan pemangsa seperti kadal dan tikus.
(2) Menyemprotkan kepompong dengan air menggunakan
sprayer dapat dilakukan untuk menjaga kelembapan
kepompong, (dilakukan dua hari sekali) seperti yang
dilakukan penangkaran Cihanjuang.
7. Pemeliharaan Kupu-kupu Dewasa
Kupu-kupu dewasa atau imago merupakan fase terakhir dalam siklus
metamorfosis satwa ini. Pada fase imago, kupu-kupu memiliki peranan utama
yaitu melakukan perkawinan. Setelah kupu-kupu menetas dari kepompong,
kupu-kupu sebaiknya tidak langsung dipindahkan ke taman kupukupu,
melainkan menunggu beberapa saat hingga satwa ini siap untuk terbang.
Hasil wawancara kepada pengelola penangkaran kupu-kupu Bali diketahui
bahwa kupu-kupu membutuhkan waktu sekitar tiga jam untuk mengeringkan
sayap dan berlatih terbang. Selama proses pengeringan sayap, kupu-kupu
banyak mengeluarkan urine untuk mengeluarkan sisa metabolisme dari fase
kepompong.
Secara umum tindakan pemeliharaan yang dilakukan antara lain;
1. Pemantauan terhadap kupu-kupu yang akan lahir
2. Menunggu hingga kupu-kupu lahir dan siap terbang
3. Memisahkan kupu-kupu yang cacat atau gagal menetas
4. Pemindahan kupu-kupu ke kandang kupu-kupu dewasa
5. Pengontrolan jumlah kupu-kupu di dalam kandang
Pengelolaan yang dapat dilakukan selama proses pemeliharaan kupu-kupu
dewasa (7-10 hari) antara lain menjaga kebersihan kandang dari sisa
kupu-kupu yang sudah mati agar tidak menyebabkan penyakit. Selain itu
mengontrol jumlah kupu-kupu di dalam kandang agar ideal. Menurut
pengelola taman kupu-kupu Bali, jumlah kupu-kupu di dalam kandang dapat
dilihat dari luasan kandang, idealnya 1 m² dihuni oleh satu ekor kupu-kupu.
Kekurangan kupu-kupu sering terjadi pada musim kemarau, oleh karena itu
untuk mengatasi persoalan ini dapat dilakukan melalui pengaturan tanaman
di dalam kandang, agar kupukupu selalu terlihat banyak maka tanaman yang
memiliki daun yang rimbun dapat ditanam pada bagian tepi, sehingga
kupu-kupu akan sering berkumpul atau terpusat di bagian tengah taman.
06 Kesimpulan

Budidaya kupu-kupu terdiri dari beberapa tahap yaitu


pemilihan jenis, seleksi bibit, mengawinkan induk, memelihara
telur kupu-kupu dalam media cawan petri selama 7-8 hari,
memelihara larva langsung pada dahan tanaman pakan
selama 13-15 hari, memelihara kepompong di lemari pupa
selama kurang lebih 10 hari dan memelihara kupu-kupu
dewasa di taman kupu.
—---
Thankyou
Teknik Pemeliharaan dalam
Kegiatan Penangkaran (Budidaya)
Kupu-Kupu
Nama Anggota :
1. Dinda Salma Fathurrizqi (K4320022/A)
2. Fitria Iga Mawarni (K4320033/C)
3. Hamida Rahmawati (K4320036/A)
4. Maulana Panca Wijaya (K4320050/B)
5. Sukarti Sakti Utari (K4320078/B)
6. Tina Safitri (K4320081/B)
Contents of this template
01 Identitas Jurnal

02 Tujuan Penelitian

03 Subjek Penelitian

04 Metode Penelitian

05 Hasil Penelitian

06 Kesimpulan
01 Identitas Jurnal

Judul Teknik Pemeliharaan dalam Kegiatan Penangkaran (Budidaya) Kupu-Kupu


Maintenance Techniques in Butterflies Breeding Activities

Penulis Maiser Syaputra, Ni Luh Putu Yesy Anggreni, Pande Komang Suparyana

Tahun 2021

Jurnal Jurnal Emasains: Jurnal Edukasi Matematika dan Sains

Volume Volume X

Halaman 189-197
02 Tujuan penelitian
You can enter a subtitle here if you need it

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk


mengetahui teknik pemeliharaan
dalam kegiatan penangkaran
(budidaya) kupu-kupu.
03 Subjek penelitian
Kupu-kupu yang ada di :
Penangkaran PT Ikas Amboina Tabanan Bali,
Penangkaran Cilember Bogor,
Penangkaran Cihanjuang Jawa barat.
04 Metode penelitian
You can enter a subtitle here if you need it
Pengambilan data dilakukan dengan metode:

Studi Literatur Wawancara dan Diskusi


Pengumpulan data di lapangan yang Menggunakan metode indept interview.
berasal dari data sekunder untuk Pemilihan responden menggunakan kaidah
memperoleh gambaran umum snowball sampling. Responden barasal dari
mengenai objek penelitian owner, manajemen pengelola, keeper dan juga
petugas lapangan.

Observasi Lapangan
Menggunakan metode Rapid assessment. Sasaran pokok dari metode ini
adalah pengumpulan dan pencatatan secara cepat dan akurat data melalui
pengamatan yang relevan. Data hasil pengamatan disajikan secara
deskriptif – kuantitatif.
05 Hasil penelitian
Dalam kegiatan penangkaran kupu-kupu diperlukan teknik penanganan
yang berbeda dalam setiap fase hidupnya. Kupu-kupu merupakan jenis
serangga yang mengalami metamorfosis sempurna, dimana fase
hidupnya terdiri dari Fase telur, larva (ulat), pupa (kepompong) dan
imago (dewasa). Adapun tahap dalam pemeliharaan kupu-kupu di
penangkaran adalah sebagai berikut:
1. Pemilihan Jenis

Banyak jenis kupu-kupu yang telah diketahui teknik budidayanya, seperti T.


helena, Ornithoptera priamus, P. aristolochiae, P. memnon, dan P. peranthus.
Dasar dari pemilihan jenis ini adalah mengetahui tanaman inang dari larva
kupu-kupu yang akan dikembangkan, karena larva kupu-kupu memiliki
makanan yang spesifik, larva hanya memakan satu jenis tanaman inang atau
beberapa tanaman inang yang masih dalam satu famili. Seperti T. helena
menjadikan A. tagala sebagai tanaman inang utama, namun pada kondisi
tertentu kupu-kupu ini dapat menjadikan tanaman A. faveolata sebagai
pengganti tanaman inang utamanya. A. tagala dan A. faveolata keduanya
berasal dari famili yang sama yaitu Aristolochiaceae.
Iklim juga harus diperhatikan dalam memilih jenis kupu-kupu yang akan
dikembangkan. Tidak semua jenis kupu-kupu toleran terhadap faktor iklim,
artinya jenis kupu-kupu tertentu hanya baik dikembangkan di lokasi yang
memiliki iklim yang tidak berbeda jauh dari habitat aslinya.
Ketidaksesuain iklim dapat mengakibatkan perkembangan kupu-kupu tidak
optimal, usia singkat, kurang produktif dan lain sebagainya.

Selain alasan teknis, hal lain yang penting diperhatikan dalam pemilihan jenis
satwa yang akan ditangkarkan berdasarkan Departemen Kehutanan (2003)
adalah:
(1) Memiliki potensi ekonomi yang tinggi sehingga dapat menutup biaya teknis
operasional penangkaran dan memberikan keuntungan bagi penangkar dan
(2) Populasi di alam yang cenderung menurun.
Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut maka jenis
kupu-kupu yang dapat dipertimbangkan untuk
dikembangkan di penangkaran kupu-kupu adalah
T. helena, P. aristolochiae, P. demolion, P. helenus,
P. memnon, P. peranthus dan P. polythes.

Pakan dari kupu-kupu T. helena dan P.


aristolochiae adalah A. tagala atau sirih hutan,
sedangkan pakan Papilio sp. dari jenis
jeruk-jerukan. Seluruh jenis kupu-kupu tersebut
adalah jenis kupu-kupu asli Indonesia yang
penyebarannya cukup luas. Kupu-kupu T. helena
dapat dilihat pada Gambar 1.
2. Sumber Bibit
Kupu-kupu yang dijadikan bibit diperoleh melalui dua cara, pertama melalui
penangkapan di alam. Penangkapan kupu-kupu jenis dilindungi di alam harus
mengikuti prosedur yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal KSDAE. Sebagai
contoh, kuota penangkapan di alam untuk kupu-kupu dilindungi seperti T. helena
di Indonesia per tahun adalah 200 ekor.
Cara kedua adalah mendatangkan bibit dari hasil penangkaran kupu-kupu lain, cara
kedua dianggap lebih baik karena tidak mengintervensi populasi satwa ini di alam.
Pengadaan bibit kupu-kupu tahap awal setidaknya berjumlah lima pasang,
kupu-kupu ini nantinya akan dilepaskan di kandang reproduksi. Kupu-kupu yang
dijadikan bibit harus memenuhi beberapa kriteria seperti sehat, berukuran normal,
dan terlihat lincah. Selama di kandang reproduksi kupu-kupu dibiarkan mencari
pasangan sendiri.
3. Perkawinan pada Kupu-kupu
Kupu-kupu betina dapat langsung kawin setelah lahir dari kepompong,
sedangkan kupu-kupu jantan membutuhkan waktu untuk mencari makan
terlebih dahulu setelah lahir. Kupu-kupu jantan yang siap kawin akan
terbang mengitari calon betina, bila kehadiran jantan diterima oleh betina,
maka kedua kupu-kupu akan menari dan terbang bersamaan sebelum
melakukan perkawinan.
Kupu-kupu kawin hanya satu kali, selanjutnya betina dapat bertelur.
Kupu-kupu betina memiliki kemampuan menyimpan sel kelamin jantan
sehingga dapat digunakan ketika diperlukan. Perkawinan pada kupu-kupu
dilakukan dengan cara menempel, bagian ujung abdomen jantan menjepit
ujung abdomen betina. Perkawinan pada kupu-kupu dapat berlangsung
sekitar 6-8 jam setelah itu kedua kupu-kupu terlepas dan betina dapat
bertelur beberapa hari kemudian. Perkawinan pada kupu-kupu dapat
dilihat pada Gambar 3.
4. Pemeliharaan Telur
Jumlah telur yang dihasilkan setiap jenis kupu-kupu berbeda, untuk jenis
kupu-kupu Troides sp. umumnya berkisar antara 100-300 butir.
Menurutnya T. helena betina dapat bertelur hingga 200 butir semasa
hidup dengan usia penetasan 7-8 hari. Hasil tersebut diperkirakan sangat
tergantung pada iklim dan kondisi lingkungan, termasuk ketersediaan
pakan dan cara pemeliharaan. Telur kupu-kupu T. helena memiliki ukuran
1.7-1.9 mm berwarna putih kekuningan dengan titik hitam pada bagian
atasnya.
Pemanenan telur dari kandang reproduksi baiknya dilakukan beberapa
saat setelah telur diletakkan oleh betina, hal ini bertujuan untuk mencegah
telur rusak akibat serangan parasitoid dan predator seperti tawon, semut,
dan serangga kecil lainnya. Menurut Straatman (1971) dalam Matsuka (2001)
kematian telur di alam akibat predator mencapai 10% sedangkan menurut
Parsons (1980) dalam Matsuka (2001) kematian telur akibat parasitoid
dapat mencapai 80-100%.

Secara umum, tindakan pemeliharaan telur antara lain;


1. Persiapan wadah cawan petri sebagai tempat penyimpanan telur
2. Pengambilan telur dari kandang reproduksi
3. Pemindahan dari cawan petri dilakukan ketika larva sudah menetas
Telur dipindahkan dari daun menggunakan kuas halus dengan
tujuan agar telur tidak rusak, kemudian dimasukkan kedalam
wadah baik cawan petri seperti yang digunakan penangkaran
kupu-kupu Cilember dan Cihanjuang ataupun toples plastik
seperti yang digunakan penangkaran kupu-kupu Bali.
Pemilihan wadah tergantung pada ketersedian bahan yang
ada, namun lebih dianjurkan memilih cawan petri karena
wadah ini lebih kokoh dan tahan lama.

Sebelum telur dimasukkan, terlebih dahulu cawan petri diberi


alas kertas tisu agar telur lebih terlihat dan tidak mudah
bergeser. Wadah penyimpanan telur seperti yang digunakan
penangkaran kupu-kupu Cilember dapat dilihat pada Gambar
4.
5. Pemeliharaan Larva
Telur yang disimpan dalam cawan petri setelah 7-8 hari akan menetas. Pada tahap
awal larva sebaiknya jangan langsung dipindahkan, hal ini dikarenakan larva akan
memakan kulit telurnya sendiri. Larva dapat dipindahkan beberapa jam berikutnya.
Selanjutnya ketika kulit telur sudah habis larva siap untuk dipindahkan ke kandang
pembesaran larva. Kandang yang digunakan sebagai tempat pembesaran larva dapat
berupa selubung jaring berukuran 1x1.5 m yang menutupi dahan pohon seperti yang
digunakan oleh penangkaran kupu-kupu Bali. Kandang ini mampu menampung sekitar
30 larva.
Secara umum tindakan pemeliharaan larva antara lain;
1. Persiapan tempat pemeliharaan larva (batang tanaman pakan)
2. Pemindahan larva dari cawan petri ke tempat pemeliharaan larva
3. Jika tanaman pakan habis, dilakukan pemindahan larva ke batang tanaman lainnya
4. Pemanenan dilakukan ketika larva telah menjadi kepompong
Mendekati masa larva berubah menjadi kepompong, larva akan mengalami
fase yang disebut prepupa atau fase persiapan menjadi kepompong. Pada fase
ini larva yang sudah siap akan mencari tempat untuk menggantung, dapat
berupa tangkai daun, ranting, maupun batang tanaman. Umumnya larva akan
mencari tempat yang terlindung dan tersembunyi agar kepompong terhindar
dari serangan predator. Sebelum menggantung larva terlebih dahulu membuat
tali pengikat dari air liurnya, tali ini melekat pada ujung ekor dan kedua sisi di
dada. Setelah tali pengikat jadi, maka secara perlahan kulit larva akan
mengelupas dimulai dari bagian belakang kepala hingga ke bagian ekor. Fase
prepupa terjadi selama kurang lebih dua jam sebelum menjadi kepompong
sebenarnya.
Pemanenan kepompong dilakukan dengan cara memotong bagian ranting
tempat kepompong tersebut menempel, hal ini dimaksudkan untuk
mempermudah penggantungan pada lemari kepompong nantinya. Kepompong
yang telah dipanen akan dipindahkan ke lemari kepompong, dan akan berada di
lemari ini selama kurang lebih 10 hari hingga kupu-kupu lahir.
6. Pemeliharaan Kepompong
Kepompong merupakan fase kupu-kupu mengalami masa tidak
makan dan tidak bergerak, yang terjadi pada masa ini adalah
proses pencernaan makanan dan metabolisme.
fase kepompong terjadi selama 13-15 hari. Larva-larva yang
sudah menjadi kepompong dapat dipindahkan dari tempat
pemeliharaan larva menuju media penyimpanan kepompong.
Tempat penyimpanan dapat berupa lemari aluminium atau kayu
seperti yang digunakan penangkaran kupu-kupu Bali dan
Cihanjuang, maupun bilah busa yang digantung seperti yang
digunakan penangkaran kupu-kupu Cilember. Perbedaan
masing-masing metode penyimpanan dapat dilihat pada
Gambar 5.
Bahan dari alumunium lebih tahan lama dibanding kayu,
tahan air, lapuk dan rayap. Lemari dapat dibuat berukuran
1.5x0.5x2 m, dikelilingi oleh kawat halus, memiliki rak
penyimpanan, dan jendela pada bagian depan yang dapat
dibuka tutup. Sketsa dan foto kandang pemeliharaan
kepompong dapat dilihat pada Gambar 5.
Beberapa hal yang harus diperhatikan selama proses
pemeliharaan kepompong adalah:
(1) Menjaga kebersihan lemari dan menghindari kepompong
dari serangan pemangsa seperti kadal dan tikus.
(2) Menyemprotkan kepompong dengan air menggunakan
sprayer dapat dilakukan untuk menjaga kelembapan
kepompong, (dilakukan dua hari sekali) seperti yang
dilakukan penangkaran Cihanjuang.
7. Pemeliharaan Kupu-kupu Dewasa
Kupu-kupu dewasa atau imago merupakan fase terakhir dalam siklus
metamorfosis satwa ini. Pada fase imago, kupu-kupu memiliki peranan utama
yaitu melakukan perkawinan. Setelah kupu-kupu menetas dari kepompong,
kupu-kupu sebaiknya tidak langsung dipindahkan ke taman kupukupu,
melainkan menunggu beberapa saat hingga satwa ini siap untuk terbang.
Hasil wawancara kepada pengelola penangkaran kupu-kupu Bali diketahui
bahwa kupu-kupu membutuhkan waktu sekitar tiga jam untuk mengeringkan
sayap dan berlatih terbang. Selama proses pengeringan sayap, kupu-kupu
banyak mengeluarkan urine untuk mengeluarkan sisa metabolisme dari fase
kepompong.
Secara umum tindakan pemeliharaan yang dilakukan antara lain;
1. Pemantauan terhadap kupu-kupu yang akan lahir
2. Menunggu hingga kupu-kupu lahir dan siap terbang
3. Memisahkan kupu-kupu yang cacat atau gagal menetas
4. Pemindahan kupu-kupu ke kandang kupu-kupu dewasa
5. Pengontrolan jumlah kupu-kupu di dalam kandang
Pengelolaan yang dapat dilakukan selama proses pemeliharaan kupu-kupu
dewasa (7-10 hari) antara lain menjaga kebersihan kandang dari sisa
kupu-kupu yang sudah mati agar tidak menyebabkan penyakit. Selain itu
mengontrol jumlah kupu-kupu di dalam kandang agar ideal. Menurut
pengelola taman kupu-kupu Bali, jumlah kupu-kupu di dalam kandang dapat
dilihat dari luasan kandang, idealnya 1 m² dihuni oleh satu ekor kupu-kupu.
Kekurangan kupu-kupu sering terjadi pada musim kemarau, oleh karena itu
untuk mengatasi persoalan ini dapat dilakukan melalui pengaturan tanaman
di dalam kandang, agar kupukupu selalu terlihat banyak maka tanaman yang
memiliki daun yang rimbun dapat ditanam pada bagian tepi, sehingga
kupu-kupu akan sering berkumpul atau terpusat di bagian tengah taman.
06 Kesimpulan

Budidaya kupu-kupu terdiri dari beberapa tahap yaitu


pemilihan jenis, seleksi bibit, mengawinkan induk, memelihara
telur kupu-kupu dalam media cawan petri selama 7-8 hari,
memelihara larva langsung pada dahan tanaman pakan
selama 13-15 hari, memelihara kepompong di lemari pupa
selama kurang lebih 10 hari dan memelihara kupu-kupu
dewasa di taman kupu.
—---
Thankyou

Anda mungkin juga menyukai