Anda di halaman 1dari 7

BAB 8 TRANSTHEORETICAL MODEL DAN STAGES OF

CHANGE
Transtheoretical Model (TTM) adalah suatu kerangka teoritis
yang dikembangkan oleh James Prochaska dan Carlo
DiClemente pada akhir 1970-an untuk memahami dan
memfasilitasi perubahan perilaku. Model ini menggambarkan
proses yang dialami individu saat melakukan perubahan
perilaku, yang dikenal sebagai tahapan-tahapan perubahan.
Berikut adalah tahapan-tahapan perubahan dalam
Transtheoretical Model:
1. Precontemplation: Pada tahap ini, individu belum
mempertimbangkan untuk mengubah perilaku mereka.
Mereka mungkin tidak menyadari atau menolak perlunya
perubahan. Individu pada tahap ini mungkin resisten untuk
membahas atau mengatasi masalah yang ada.
2. Contemplation: Pada tahap kontemplasi, individu
menyadari perlunya perubahan dan mulai mempertimbangkan
kemungkinan untuk mengambil tindakan. Mereka mungkin
menimbang pro dan kontra dari perubahan perilaku dan
mencari informasi atau dukungan untuk lebih memahami
perubahan yang mereka pertimbangkan.
3. Preparation: Pada tahap persiapan, individu mempersiapkan
diri untuk mengambil tindakan dan membuat rencana untuk
mengubah perilaku mereka dalam waktu dekat. Mereka
mungkin mulai menetapkan tujuan yang spesifik dan
mengembangkan strategi untuk mendukung usaha perubahan
mereka.
4. Action: Pada tahap aksi, individu secara aktif memodifikasi
perilaku mereka dan menerapkan rencana tindakan yang telah
dibuat. Mereka membuat perubahan yang dapat diamati dalam
gaya hidup, lingkungan, atau kebiasaan mereka. Tahap ini
membutuhkan upaya, waktu, dan komitmen yang signifikan
untuk mempertahankan perilaku baru.
5. Maintenance: Setelah individu berhasil mengubah perilaku
mereka dan mempertahankannya dalam jangka waktu
tertentu, mereka memasuki tahap pemeliharaan. Pada tahap
ini, individu bekerja untuk mencegah kambuh dan
mengkonsolidasikan perubahan yang telah dicapai. Mereka
mengembangkan strategi untuk menghadapi tantangan dan
mempertahankan perilaku baru dalam jangka panjang.
6. Termination: Pada beberapa versi TTM, terminasi
diidentifikasi sebagai tahap tambahan setelah pemeliharaan.
Pada tahap ini, perilaku yang berubah telah sepenuhnya
terintegrasi ke dalam kehidupan individu, dan tidak ada lagi
risiko kambuh. Tidak semua perubahan perilaku mencapai
tahap ini, dan mungkin tidak berlaku untuk semua situasi.
Penting untuk dicatat bahwa individu tidak selalu mengalami
tahapan-tahapan ini secara linear atau dengan kecepatan yang
sama. Seseorang dapat berpindah bolak-balik antara tahapan-
tahapan tersebut, dan durasi setiap tahap dapat bervariasi.
Model ini juga mengakui adanya kambuh, di mana individu
kembali ke tahapan-tahapan sebelumnya setelah kemajuan
awal. Transtheoretical Model menyediakan kerangka kerja
yang berguna untuk memahami proses yang kompleks dalam
perubahan perilaku dan dapat memandu pengembangan.

BAB 9 TEORI PEMBENTUKAN SIKAP


Teori pembentukan sikap adalah pendekatan yang digunakan
untuk menjelaskan bagaimana sikap seseorang terbentuk dan
berubah dari waktu ke waktu. Berikut ini adalah rangkuman
dari teori pembentukan sikap:
1. Teori Pembelajaran Sosial: Teori ini menyatakan bahwa
sikap seseorang terbentuk melalui proses pembelajaran sosial.
Individu mengamati dan meniru sikap dan perilaku orang lain
yang dianggap sebagai model atau otoritas. Interaksi dengan
lingkungan sosial dan pengaruh dari kelompok sosial juga
dapat membentuk sikap.
2. Teori Konsistensi Kognitif: Teori ini mengemukakan bahwa
sikap seseorang cenderung konsisten dengan keyakinan dan
nilai-nilai yang mereka miliki. Jika terdapat ketidaksesuaian
antara sikap dan keyakinan, individu akan merasa tidak
nyaman dan berupaya untuk mengurangi ketidaksesuaian
tersebut. Proses ini dapat melibatkan perubahan sikap atau
perubahan keyakinan agar konsistensi kognitif tercapai.
3. Teori Elaborasi Kepercayaan: Teori ini menekankan peran
penting kepercayaan individu dalam membentuk sikap.
Individu akan membentuk sikap berdasarkan kepercayaan
mereka terhadap objek atau topik tertentu. Kepercayaan ini
dapat berupa pengetahuan, nilai-nilai, atau pengalaman
pribadi. Proses elaborasi kepercayaan melibatkan penilaian
terhadap kekuatan dan kepentingan dari kepercayaan tersebut
dalam membentuk sikap.
4. Teori Keutamaan Nilai: Teori ini mengatakan bahwa sikap
seseorang dipengaruhi oleh nilai-nilai yang diutamakan oleh
individu. Nilai-nilai tersebut mencerminkan apa yang
dianggap penting dan berharga dalam hidup individu. Sikap
yang konsisten dengan nilai-nilai yang diutamakan cenderung
lebih kuat dan stabil.
5. Teori Persuasi: Teori ini berkaitan dengan pengaruh pesan
dan komunikasi dalam membentuk sikap. Faktor-faktor
seperti kepercayaan sumber, kekuatan dan kredibilitas pesan,
serta karakteristik penerima pesan dapat mempengaruhi
efektivitas persuasi. Komunikasi yang efektif dapat
merangsang perubahan sikap dengan menghadirkan argumen
yang kuat dan relevan.
Perlu dicatat bahwa teori-teori ini tidak saling eksklusif dan
mungkin saling melengkapi dalam menjelaskan pembentukan
sikap. Proses pembentukan sikap dapat dipengaruhi oleh
faktor internal dan eksternal yang kompleks, termasuk
pengalaman pribadi, lingkungan sosial, komunikasi, dan nilai-
nilai yang diinternalisasi oleh individu.

BAB 10 TEORI ABC

Teori ABC, yang juga dikenal sebagai teori pembelajaran


perilaku, adalah suatu kerangka teoritis yang dikembangkan
oleh psikolog Albert Bandura pada tahun 1963. Teori ini
menjelaskan bagaimana perilaku terbentuk dan dipengaruhi
oleh interaksi antara lingkungan, faktor kognitif, dan faktor
perilaku.
Teori ABC terdiri dari tiga komponen utama:
1. A (Antecedent/Stimulus): Komponen A dalam teori ABC
mengacu pada stimulus atau rangsangan lingkungan yang
memicu atau mendahului perilaku. Stimulus ini dapat berupa
situasi, kejadian, atau sinyal yang memberikan petunjuk
kepada individu tentang perilaku yang diharapkan. Faktor
antecedent dapat mencakup instruksi, perintah, contoh dari
orang lain, atau lingkungan fisik.
2. B (Belief/Cognition): Komponen B dalam teori ABC
mengacu pada faktor kognitif atau keyakinan individu yang
mempengaruhi perilaku. Ini mencakup persepsi, penilaian,
dan keyakinan individu tentang diri mereka sendiri,
kemampuan mereka, nilai-nilai yang mereka anut, dan
harapan mereka terhadap hasil perilaku. Keyakinan individu
tentang kemampuan mereka untuk melakukan perilaku
tertentu dan hasil yang diharapkan dapat mempengaruhi
motivasi mereka untuk melakukan atau menghindari perilaku
tersebut.
3. C (Consequence): Komponen C dalam teori ABC mengacu
pada konsekuensi atau hasil dari perilaku yang dapat
mempengaruhi kemungkinan perilaku tersebut terulang atau
dihindari di masa depan. Konsekuensi dapat berupa penguatan
(positif atau negatif) yang meningkatkan atau mengurangi
kemungkinan perilaku muncul kembali, atau hukuman yang
mengurangi kemungkinan perilaku muncul kembali.
Konsekuensi ini membentuk pola perilaku dan mempengaruhi
apakah perilaku tersebut akan terjadi di masa depan.
Teori ABC menekankan bahwa interaksi antara komponen A,
B, dan C berperan dalam membentuk dan mempertahankan
perilaku. Lingkungan yang memberikan stimulus dan
konsekuensi yang sesuai, keyakinan individu tentang
kemampuan mereka, dan hasil yang diharapkan dari perilaku
tersebut akan mempengaruhi apakah perilaku tersebut terjadi
atau tidak.
Teori ABC telah diterapkan dalam berbagai bidang, termasuk
psikologi klinis, pendidikan, dan manajemen perilaku. Dalam
konteks pengajaran dan pembelajaran, teori ini
menggarisbawahi pentingnya lingkungan belajar yang
mendukung, keyakinan yang kuat tentang kemampuan belajar,
dan penguatan positif yang memperkuat perilaku belajar yang
diinginkan.

BAB 11 PERILAKU PENCARIAN PELAYANAN


KESEHATAN
Perilaku pencarian pelayanan kesehatan mencakup tindakan
dan keputusan individu dalam mencari, memilih, dan
menggunakan pelayanan kesehatan. Berikut adalah ringkasan
materi mengenai perilaku pencarian pelayanan kesehatan:
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pencarian
pelayanan kesehatan:
- Kebutuhan kesehatan: Gejala penyakit, kondisi kesehatan,
atau kebutuhan preventif dapat memotivasi individu untuk
mencari pelayanan kesehatan.
- Faktor sosial dan budaya: Norma, nilai, keyakinan, dan
dukungan sosial dalam masyarakat dapat mempengaruhi
perilaku pencarian pelayanan kesehatan.
- Faktor ekonomi: Ketersediaan sumber daya finansial,
asuransi kesehatan, dan biaya pelayanan kesehatan dapat
mempengaruhi keputusan pencarian pelayanan.
- Faktor individual: Pengetahuan, pendidikan, pengalaman
sebelumnya, persepsi risiko, dan preferensi individu juga
memainkan peran penting.
2. Model perilaku pencarian pelayanan kesehatan:
- Model HBM (Health Belief Model): Model ini
menekankan bahwa perilaku pencarian pelayanan kesehatan
dipengaruhi oleh persepsi individu tentang keparahan
penyakit, kerentanan, manfaat, dan hambatan terhadap
tindakan pencegahan atau pengobatan.
- Model Pencarian Pelayanan Kesehatan Anderson: Model
ini menyoroti faktor-faktor predisposisi (misalnya,
karakteristik demografis, pengetahuan), faktor pemicu
(misalnya, gejala penyakit), dan faktor fasilitas (misalnya,
aksesibilitas, ketersediaan).
3. Tahapan dalam perilaku pencarian pelayanan kesehatan:
- Pengenalan kebutuhan: Individu menyadari adanya
masalah kesehatan atau kebutuhan pencegahan.
- Pencarian informasi: Individu mencari informasi tentang
penyakit, pelayanan kesehatan, dan alternatif pengobatan.
- Penilaian dan pemilihan: Individu mengevaluasi pilihan-
pilihan yang ada berdasarkan kriteria pribadi, seperti
efektivitas, biaya, dan kepercayaan.
- Penggunaan pelayanan: Individu memilih dan
menggunakan pelayanan kesehatan yang dipilih.
- Evaluasi: Individu mengevaluasi pengalaman pelayanan
kesehatan dan hasil yang diperoleh.

4. Faktor-faktor yang memengaruhi keputusan pemilihan


pelayanan kesehatan:
- Aksesibilitas: Ketersediaan, lokasi, waktu operasional,
transportasi, dan biaya pelayanan kesehatan dapat
mempengaruhi keputusan pemilihan.
- Kualitas: Kualitas pelayanan kesehatan, termasuk keahlian
tenaga medis, fasilitas, teknologi, dan reputasi, dapat menjadi
pertimbangan penting.
- Interaksi dokter-pasien: Komunikasi yang baik, empati,

dan kepercayaan antara dokter dan pasien dapat memengaruhi


keputusan pemilihan.
- Informasi: Ketersediaan informasi yang akurat dan dapat
dipercaya tentang penyakit, pengobatan, dan pelayanan
kesehatan dapat mempengaruhi keputusan.
Perilaku pencarian pelayanan kesehatan merupakan proses
kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Memahami
faktor-faktor tersebut dapat membantu penyedia layanan
kesehatan dan kebijakan kesehatan untuk meningkatkan akses
dan kualitas pelayanan kesehatan serta memenuhi kebutuhan
individu.

BAB 12 MODEL PERILAKU ANDERSEN

Model perilaku Andersen, yang juga dikenal sebagai Model


Behavioral Model of Health Services Use, adalah suatu
kerangka teoritis yang dikembangkan oleh Ronald M.
Andersen pada tahun 1968. Model ini digunakan untuk
memahami faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan
layanan kesehatan oleh individu.
Model perilaku Andersen terdiri dari tiga komponen utama
yang saling berinteraksi:
1. Faktor-faktor pradisposisi: Merupakan faktor-faktor yang
ada sebelum individu membutuhkan layanan kesehatan.
Komponen ini mencakup karakteristik individu seperti usia,
jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan pengetahuan
kesehatan. Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi perilaku
kesehatan dan kemungkinan individu untuk menggunakan
layanan kesehatan.
2. Faktor-faktor pelayanan kesehatan: Merupakan faktor-
faktor yang terkait dengan penyediaan layanan kesehatan.
Komponen ini meliputi ketersediaan dan aksesibilitas layanan
kesehatan, kualitas layanan, biaya, dan dukungan sosial yang
diberikan oleh layanan kesehatan. Faktor-faktor ini dapat
mempengaruhi kemungkinan individu untuk menggunakan
layanan kesehatan.
3. Faktor-faktor kebutuhan kesehatan: Merupakan faktor-
faktor yang berkaitan dengan kebutuhan individu terhadap
layanan kesehatan. Komponen ini mencakup kondisi
kesehatan, tingkat keparahan penyakit, dan tingkat
fungsionalitas individu. Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi
kebutuhan individu untuk menggunakan layanan kesehatan.
Model perilaku Andersen menekankan bahwa penggunaan
layanan kesehatan adalah hasil dari interaksi antara faktor-
faktor pradisposisi, faktor-faktor pelayanan kesehatan, dan
faktor-faktor kebutuhan kesehatan. Model ini mengakui
bahwa setiap individu memiliki karakteristik dan kebutuhan
yang unik, dan penggunaan layanan kesehatan dipengaruhi
oleh kombinasi faktor-faktor ini.
Dalam praktiknya, Model perilaku Andersen telah digunakan
untuk memahami pola penggunaan layanan kesehatan,
kesenjangan akses terhadap layanan kesehatan, dan
merancang intervensi atau kebijakan yang bertujuan untuk
meningkatkan penggunaan layanan kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai