Anda di halaman 1dari 11

PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN

PASCASARJANA
UNIVERSITAS PASUNDAN
UTS SEMESTER GENAP 2021/2022
ETIKA HUKUM KESEHATAN

Dr. Firman Turmantara

MENYUSUN STRATEGI MANAJEMEN RUMAH SAKIT YANG


BERBASIS CUSTOMER SATISFACTION DI ERA KOMPETISI
PERDAGANGAN BEBAS DALAM PERSPEKTIF UU NO.8 TAHUN
1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Leonardo Jaya Setiadi


218020104

Makalah Ujian Akhir Semester


Etika Hukum Kesehatan

Universitas Pasundan
Program Magister Manajemen Rumah Sakit
‘25
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Rumah Sakit merupakan salah satu sarana untuk memberikan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat, sehingga rumah sakit harus memberikan pelayanan kesehatan yang
memuaskan agar pasien merasa senang untuk berobat di rumah sakit. Oleh karena itu, untuk
menjaga kualitas pelayanan kesehatan maka pihak manajemen rumah sakit harus memenuhi
standar pelayanan yang telah di tentukan, sehingga setiap pasien akan mendapatkan kualitas
pelayanan yang efesien dan efektif untuk peningkatan kesehatan (Fadilla, 2021).
Kepuasan pelanggan mempunyai tempat tersendiri dan merupakan hal yang sangat
penting untuk bertahannya suatu rumah sakit. Kepuasan akan terjadi apabila harapan dari
pelanggan dapat terpenuhi dengan baik dari pelayanan yang diberikan rumah sakit sehingga
perlu diperhatikan dan dievaluasi terus menerus kepuasan dan harapan dari pelanggan serta
diikuti dengan perbaikan - perbaikan pelayanan dan pengelolaan yang efektif serta efesien
akan membuat rumah sakit mempunyai daya tahan dan daya saing yang tinggi untuk dapat
menjaga kelangsungan beroperasionalnya rumah sakit dalam jangka panjang dimana
pemerintah perlu mengatur lebih lanjut kebijakan-kebijakan rumah sakit agar persaingan
yang ada adalah persaingan yang sehat dengan harapan rumah sakit-rumah sakit tersebut
harus dapat bersinergi dalam meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dengan
membuat diferensiasi yang berbeda (Setiawan, 2011).
Kepuasan pasien memiliki hubungan yang erat dengan kualitas. Kualitas memberikan
dorongan atau motivasi kepada pasien untuk menjalin ikatan dan hubungan yang baik dan
kuat dengan rumah sakit. Adanya ikatan dan hubungan yang kuat dengan pasien sebagai
pelanggan, maka rumah sakit sebagai perusahaan jasa dapat memahami kebutuhan pasien dan
berusaha memenuhinya serta meminimkan kesalahan yang mengakibatkan kekecewaan
pasien sebagai konsumen. Menurut (Tjiptono & Chandra, 2011), ada 5 (lima) dimensi yang
digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan kesehatan yaitu bukti fisik (tangibles),
kehandalan (reliability), ketanggapan (responsiveness), jaminan (assurance) dan perhatian
(empathy).
Pada intinya manajemen strategis rumah sakit ditulangpunggungi oleh suatu model
perencanaan strategis rumah sakit, diikuti dengan pelaksanaan dan pengendalian yang tepat.
Model perencanaan strategis menekankan persoalan visi, misi, dan analisis faktor-faktor
eksternal dan internal yang dapat mempengaruhi tercapainya tujuan lembaga. Manajemen
strategis bukan hanya penting untuk digunakan dalam lembaga yang bersifat profit oriented,
tetapi juga sangat penting untuk diterapkan pada lembaga nirlaba. Rumah sakit publik
lembaga nirlaba juga per nonprofit atau nirlaba publik sebagai lembaga nonprofit atau nirlaba
juga perlu menggunakan strategi konsep manajemen strategis. Berbagai lembaga nonprofit
menghadapi tekanan dari kenyataan keterbatasan sumber biaya, tekanan dari masyarakat
untuk memberikan perhatian pada mereka yang miskin dan menderita, adanya kerumitan
organisasi, dan kenyataaan adanya ideologi politik yang tidak begitu memperhatikan aspek
sosial. Pada prinsip Lembaga-lembaga sosial dan nonprofit menghadapi kenyataan yang
menuntut efisiensi dan persaingan sumber daya (Anwar, 2017).
Namun, dalam makalah ini strategi manajemen rumah sakit berfokus pada customer
satisfaction. Kepuasan pasien sangat ditentukan oleh faktor interaksi antara pasien dengan
sumber daya manusia yang ada di rumah sakit: mulai dari pasien itu datang, mendaftar
dan menunggu antrian, mendapatkan tindakan medis, menunggu obat di apotik,
membayar di kasir hingga pulang. Semua proses itu akan mempengaruhi persepsi pasien
terhadap kualitas layanan rumah sakit. Sementara untuk pasien-pasien rawat inap, tingkat
kepuasan dipengaruhi oleh proses pendaftaran, tindakan medis, kebersihan dan kenyamanan
ruang rawat, sikap dan perilaku tenaga medis, paramedis dan tenaga penunjang lainnya di
ruangan, kualitas dan rasa makanan yang diberikan. Perilaku konsumen yang dipengaruhi
oleh nilai pelanggan dan tingkat kepuasan pelanggan akan berdampak pula pada kepuasan
merek yang berarti juga kepuasan pelanggan (Saragih, 2015).
Dengan demikian, makalah ini akan membahas bagaimana rumah sakit mengatur strategi
yang berfokus pada customer satisfaction khususnya di era kompetisi perdagangan bebas
dengan judul “Menyusun Strategi Manajemen Rumah Sakit yang Berbasis Customer
Satisfaction di Era Kompetisi Perdagangan Bebas dalam Perspektif UU no. 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen”.

1.2. Rumusan Masalah


Berikut ini merupakan rumusan masalah yang akan dibahas berdasarkan latar belakang
yang ada:
1. Bagaimana customer satisfaction dalam manajemen rumah sakit sebagai bentuk
perlindungan konsumen?
2. Bagaimana rumusan kompetisi perdagangan bebas dalam perspektif UU no. 8 Tahun
1999 tentang perlindungan konsumen?
3. Bagaimana manajemen strategi berbasis customer satisfaction dalam menghadapi era
kompetisi perdagangan bebas?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun, berikut tujuan yang akan dicapai
dalalm akhir penelitian:
1. Mengetahui customer satisfaction dalam manajemen rumah sakit sebagai bentuk
perlindungan konsumen?
2. Mengetahui rumusan kompetisi perdagangan bebas dalam perspektif UU no. 8 Tahun
1999 tentang perlindungan konsumen?
3. Merumuskan manajemen strategi berbasis customer satisfaction dalam menghadapi era
kompetisi perdagangan bebas?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Customer Satisfaction sebagai bentuk perlindungan konsumen


Definisi kualitas layanan adalah kesan atau penilaian keseluruhan pelanggan mengenai
inferioritas relatif atau superioritas organisasi dan layanannya (Pevec & Pisnik, 2016). Ini
dapat diukur dengan membandingkan harapan pelanggan dengan persepsi pelanggan tentang
kinerja layanan yang sebenarnya (Pevec & Pisnik, 2016). Kepuasan pelanggan sangatlah
penting untuk diketahui oleh Rumah Sakit dalam melihat daya saing yang terjadi. Kepuasan
pelanggan memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap daya saing perusahaan (Suchánek &
Králová, 2019). Salah satu cara untuk merebut pangsa pasar adalah memperoleh pelanggan
sebanyak-banyaknya dengan memenuhi kebutuhan dan harapan yang dicari oleh konsumen.
Rumah sakit yang tidak mampu menjaga kualitas layanan yang berfokus pada kepuasan
pelanggan akan mengalami penurunan jumlah kunjungan pasien. Customer satisfaction
adalah salah satu tujuan paling penting dari perusahaan yang menginginkan hubungan jangka
panjang dengan konsumen.
Kepuasan pelanggan (customer satisfaction) telah menjadi konsep sentral dalam teori
dan praktik pemasaran, serta merupakan salah satu tujuan bagi aktifitas bisnis. Menjadi
jaminan antara terpenuhinya ekspektasi konsumen terhadap produk yang dikonsumsi.
Kotler dan Keller (2009 : 138-139) mengungkapkan kepuasan adalah perasaan senang
atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (atau
hasil) suatu produk dan harapan harapannya. Maka bisa dilihat bahwa ketika pelanggan
mendapatkan nilai yang sesuai dengan pengorbanan dan harapannya pada produk atau jasa
yang dikonsumsi maka kepuasaan dari pelanggan akan muncul.
Menurut Hellier et al. (2003) customer satisfaction adalah tingkat kepuasan atau
kepuasan keseluruhan dirasakan oleh pelanggan, yang dihasilkan dari kemampuan layanan
untuk memenuhi keinginan, harapan dan kebutuhan pelanggan dalam kaitannya dengan
layanan. Sementara itu menurut Tse dan Wilton dalam Tjiptono (2011:295) customer
satisfaction adalah respon konsumen pada evaluasi persepsi terhadap perbedaan antara
ekspektasi awal (atau standar kinerja tertentu) dan kinerja aktual produk sebagaimana
dipersepsikan setelah konsumsi produk.
Dari definisi menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa customer satisfaction adalah
perasaan senang atau kecewa seseorang, keseluruhan perasaan yang dirasakan oleh
pelanggan, dan kesesuaian antara ekspektasi awal pelanggan pada produk atau jasa dengan
kinerja aktualnya jasa setelah mengkonsumsi. Rasa senang atau gembira yang ditunjukkan
konsumen akan menjadi tolak ukur bahwa jasa yang telah ditawarkan sesuai dengan
ekspektasi/harapan konsumen.
Hawkins dan Lonney dikutip dalam Tjiptono (2004 : 101) mengungkapkan bahwa atribut
pembentuk kepuasan memiliki indikator berupa Kesesuaian Harapan, yaitu merupakan
tingkat kesesuaian antara kinerja produk yang diharapkan oleh pelanggan dengan yang
dirasakan oleh pelanggan, meliputi :
a) Produk yang diperoleh sesuai atau melebihi dengan yang diharapkan.
b) Pelayanan oleh karyawan yang diperoleh sesuai atau melebihi dengan yang diharapkan.
c) Fasilitas penunjang yang didapat sesuai atau melebihi dengan yang diharapkan.
Konsep pepatah “pembeli adalah raja” mengartikan kepuasan konsumen (customer
satisfaction) menjadi barometer keberhasilan suatu produk diluncurkan atau dikeluarkan.
Begitu pula suatu produk/jasa bila dilihat dari segi perlindungan konsumen. Perlindungan
konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen. Istilah hukum konsumen dengan hukum perlindungan
konsumen merupakan istilah yang sering disama artikan. Ada yang mengatakan hukum
konsumen adalah hukum perlindungan konsumen, namun ada yang membedakan, dengan
baik mengenai substansi maupun mengenai penekanan luas lingkupnya adalah berbeda satu
sama lain.

2.2. Rumusan UU no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen


Perlindungan konsumen dapat diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah kaidah
yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan dan
penggunaan produk antara penyedia dan penggunanya dalam kehidupan bermasyarakat
(Apriolem, 2012).
Menurut Business English Dictionary, Perlindungan Konsumen adalah istilah yang
dipakai untuk menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam
usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang merugikan konsumen itu sendiri
(Arti, 2018).
Untuk mengatur dan melindungi konsumen di Indonesia terhadap kejahatan bisnis seperti
penipuan, iklan produk yang menyesatkan dan agar konsumen dapat dilayani dengan baik,
maka dibuatlah Undang-Undang No. 8 Tahun 1999.
Saat ini kondisi persaingan perdagangan di Indonesia sangatlah sulit bagi usaha lokal
untuk memasarkan produknya. Barang-barang impor lebih digemari oleh konsumen
Indonoesia. Hal ini merupakan hal yang kontradiktif dengan program yang dicanangkan
pemerintah Indonesia sejak 2016. Pemerintah tetap menggelorakan dan menyuarakan untuk
mencintai produk dalam negeri. Sedangkan masyarakat Indonesia.
Dalam Undang no 8 tahun 99 tentang perlindungan konsumen, bagi UMKM tidak harus
diterapkan secara tegas, tetapi perlu diberikan pembinaan. Untuk usaha kecil menengah lebih
difokuskan ke pembinaan terlebih dahulu disbanding sanksi. Ada 3 sanksi yang dapat
diberikan sekaligus, yaitu sanksi perdata (ganti rugi) terhadapa, sanksi adminsitrasi
(pencabutan izin), sanksi pidana (berupa kurungan atau denda). Masalahnya ialah konsumen
lebih banyak memlih produk asing (berkaitan dengan kualitas). Bagaimana pemerintah,
komponenen masyarakat, praktisi dapata membangun semangat UMKM melalui
peningkatanan kualitas, seperti penyutikan modal, mempermudah perizinan.
Di sisi lain, hak untuk memilih produk dalam negeri atau luar negeri diatur dalan regulasi
internasional maupun dalam negeri. Hak dasar konsumen sudah muncul 1962 John F
keneddy, dalam kongres 15 maret 1962 Declaration of Consumer Right telah disampaikan 4
hak dassar konsumen, 1) the right of safety, 2) the right to choose 3) the right to be informed
4) the right to heard. Ada resolusi PBB tahun 1985 untuk hak untuk memilih. Dalam negeri,
hukum diatur dalam pasal 4 huruf B Undang-undang perlindungan konsumen, bahwa hak
dasar konsumen adalah hak untuk memilih barang/produk atau jasa. Yang menjadi persoalan
sejauh mana kita para pihak memperhatikan UMKM untuk meningkatkan kualitas agar dapat
bersaing secara sehat dengan produk luar negeri.

2.3. Strategi Manajemen Rumah Sakit berbasis Customer Satisfaction


Pada dasarnya semua hak dan kewajiban baik untuk konsumen/penderita, maupun rumah
sakit/dokter telah tercakup dalam ketentuan yang dikeluarkan Dep. Kes. RI. Dengan
dikeluarkannya, UU No. 8 Th. 1999 tentang Perlindungan Konsumen, maka ketentuan-
ketentuan tersebut diperkuat sehingga berpengaruh positif pada hubungan antara penderita,
rumah sakit/dokter dan pemilik rumah sakit.
Perlu diwaspadai tentang hak yang berkaitan dengan tuntutan kompensasi/ganti rugi
terhadap layanan yang dirasakan tidak sesuai dan ketentuan yang ada. Perlu adanya
pengawasan agar adanya upaya pihak ke 3 yang berlebihan, ujung-ujungnya akan merugikan
konsumen/penderita sendiri karena akan meningkatkan biaya pelayarian kesehatan secara
umuin. Peran MKEK perlu ditingkatkan. Prakarsa adanya peradilan profesi merupakan
langkah strtegis dalam menangani perselisihan antara rumeh sakit/dokter dengan penderita.
Tetapi perlu pula diwaspadai adanya keterlibatan pihak ke 3 yang terlampau dalam.
Kegiatan promosi, iklan dan kegiatan lain yang bertujuan mengenalkan produk jasa
rumah sakit/dokter maupun keahlian dokter itu sendiri pada dasarnya perlu dilaksanakan
guna memenuhi kebutuhan konsumen. Perlu diperhatikan usul. FERSI tentang 4 hal berkaitan
dengan pelaksanaan kegiatan tersebut oleh rumah sakit/dokter.
Dalam promosi/iklan oleh rumah sakit/dokter yang bersifat seperti “sales promotion”,
penjualan obral dan lain-lain sebaiknya dilarang karena mempunyai potensi melanggar usul
PERSI tersebut diatas sehingga akan melanggar etika kedokteran dan etika rumah sakit.
Semua hak dan kewajiban konsumen yang tercantum pada UU No. 8 Tahun 1999 akan
merupakan pula hak dan kewajiban penderita selaku konsumen pada sebuah rumah sakit. Ada
9 hak yang secara tegas tercantum dalam UU Perlindungan konsumen tersebut. Dan hak
tersebut, maka banyak hal telah tercakup dalam beberapa ketentuan dan peraturan yang
dikeluarkan oleh Dep. Kes. RI. Beberapa hal misalkan:
a. Upaya akreditasi rumah sakit bertujuan agar mutu layanan rumah sakit lebih baik dan
menunjang kenyamanan dan keselamatan penderita.
b. Hak penderita untuk mendapatkan “second opnion”, bila merasa bahwa pelayanan
seorang dokter tidak/kurang meyakinkan kalau perlu pindah rumah sakit. Penderita
berhak untuk mendapatkan catatan pengobatan di rumah sakit lama.
c. Adanya “informed consent”, penderita berhak mendapatkan penjelasan yang lengkap
sebelum dilakukan tindakan tertentu. Penderitapun berhak menolak bila tidak menyetujui
rencana tindakan yang akan dilaksanakan dokter dan rumah sakit terhadapnya. Bila ada
penolakan tersebut, segala akibat tidak dilakukannya tindakan tersebut menjadi tanggung
jawab peniderita.
d. Adanya MKEK (Majelis Kode Etik Kedokteran), bertujuan untuk melindungi penderita
dari kemungkinan mal praktek seorang dokter di rumah sakit.
e. Pencatuman hak penderita mengharuskan Rumab Sakit harus meningkatkan pelayanan
sehingga penderita merasa diperlakukan dengan baik, tidak diskriminatif, jujur, adanya
kenyamanan dalam memperoleb layanan dan lain-lain. Dengan adanya UU Perlindungan
Konsumen, rumah sakit akan meningkatkan faktor-faktor pelayanan tersebut, satu hal
yang dirasakan sangat kurang bila dibandingkan rumah sakit diluar negeri.
f. Dalam menghadapi tuntutan kompensasi, ganti rugi oleh penderita, dengan adanya UU
ini perlu diwaspadai pemanfaatan oleh pihak ketiga. Walaupun tuntutan ganti rugi atas
kesalahan atau kekurangan, pelayanan rumah sakit/dokter terhadap seorang penderita,
dapat menyebakan rumah sakit/dokter lebih berhati-hati dalam melaksanakan pelayanan
kegiatan pelayanan, dan ini akan menyebakan peningkatan biaya yang akhirnya akan
dipikul penderita secara keseluruhan. Hal ini dapat terjadi karena baik rumah sakit
maupun dokter akan bekerja sama dengan asuransi guna melindungi dirinya, karena
tuntutan bisa sangat besar dan tak akan terpikul oleh dokter maupun rumah sakit.
Mengenai kewajiban penderita dalam hubungan antara dokter umah sakit dengan
penderita, akan sangat mendukung pelaksanaankegiatan rumah sakit maupun dokter.
a. Kepatuhan penderita akan prosedur dan tatacara pengobatan akan mendukung
kesembuhan.
b. Disamping itu adanya pihutang yang tidak terbayar dan umumnya lebih banyak menimpa
rumah sakit golongan IPSM yaitu rumah sakit yang biasanya melayani golongan
menengah kebawa diharapkan akan berkurang sehubungan dengan adanya penekanan
bahwa penderita akan membayar sesuai dengan tarif yang telah disepakati.
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, produk lokal termasuk rumah sakit sebagai
penyedia jasa perlu meningkatkan kualitas pelayanan melalui strategi manajemennya agar
mampu bersaing dengan pihak asing. Dalam hal ini, manajemen rumah sakit dapat berfokus
dalam strategi perlindungan konsumen melalui peningkatan customer satisfaction.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Salah satu cara untuk merebut pangsa pasar adalah memperoleh pelanggan sebanyak-
banyaknya dengan memenuhi kebutuhan dan harapan yang dicari oleh konsumen. Rumah
sakit yang tidak mampu menjaga kualitas layanan yang berfokus pada kepuasan pelanggan
akan mengalami penurunan jumlah kunjungan pasien. Customer satisfaction adalah salah
satu tujuan paling penting dari perusahaan yang menginginkan hubungan jangka panjang
dengan konsumen.
Pada dasarnya semua hak dan kewajiban baik untuk konsumen/penderita, maupun rumah
sakit/dokter telah tercakup dalam ketentuan yang dikeluarkan Dep. Kes. RI. Dengan
dikeluarkannya, UU No. 8 Th. 1999 tentang Perlindungan Konsumen, maka ketentuan-
ketentuan tersebut diperkuat sehingga berpengaruh positif pada hubungan antara penderita,
rumah sakit/dokter dan pemilik rumah sakit.
Produk lokal termasuk rumah sakit sebagai penyedia jasa kesehatanperlu meningkatkan
kualitas pelayanan melalui strategi manajemennya agar mampu bersaing dengan pihak asing.
Dalam hal ini, manajemen rumah sakit dapat berfokus dalam strategi perlindungan konsumen
melalui peningkatan customer satisfaction.

3.2. Saran
Dalam upaya bersaing di tengah era kompetisi perdagangan bebas ini, rumah sakit
memberikan pelayanan terbaik dengan tetap mengedepankan perlndungagn konsumen
sebagai aspek customer satisfaction. Melalui makalah ini, rumah sakit diharapkan dapat
menjadikannya sebagai referensi ilmiah, maupun menjadi literatur tambahan bagi usaha
lokal, khususnya penyedia jasa kesehatan di Indonesia.

REFERENSI

Anwar, S. (2017). Manajemen Strategis di Rumah Sakit Islam Wonosobo.


Apriolem, S. (2012). PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN
TERHADAP MAKANAN DALAM KEMASAN YANG TELAH KADALUWARSA
DIKOTA PEKANBARU (Studi di Kel. Sukaramai Kec. Pekanbaru Kota).
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYRIEF RIAU.
Arti, A. (2018). Tinjaun Hukum Islam terhadap Perlindungan Konsumen Produk Kosmetik
yang tidak Terdaftar BPOM. Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Brison, J. M. (1999). Perencanaan Strategiks Bagi Organisasi. Pustaka Pelajar.
Fadilla, N. M. (2021). Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit Dalam Meningkatkan
Efisiensi: Mini Literature Review. JATISI (Jurnal Teknik Informatika Dan Sistem
Informasi), 8(1), 357–374.
Pevec, T., & Pisnik, A. (2016). Perceived value of health service-the conceptual model.
China-USA Business Review, 15(2), 80–87.
Saragih, F. (2015). Analisis Dimensi-Dimensi Nilai Pelanggan dan Pengaruhnya Terhadap
Kinerja Customer Relationship Management Berbasis Perilaku: Berdasarkan Perspektif
Pelanggan Mc Donalds. Thesis. FEI. Depok, Jakarta. http://core. kmi. open. ac.
uk/download/pdf ….
Setiawan, S. (2011). Loyalitas Pelanggan Jasa: Studi Kasus Bagaimana Rumah Sakit
Menggelola Loyalitas Pelanggannya. IPB Press.
Suchánek, P., & Králová, M. (2019). Customer satisfaction, loyalty, knowledge and
competitiveness in the food industry. Economic Research-Ekonomska Istraživanja,
32(1), 1237–1255.
Tjiptono, F., & Chandra, G. (2011). Sercive, Quality, & Satisfaction. ANDI.
Trisnantoro, L. (2018). Memahami penggunaan ilmu ekonomi dalam manajemen rumah
sakit. UGM press.

Anda mungkin juga menyukai