Anda di halaman 1dari 22

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN DAN CITRA RUMAH SAKIT TERHADAP

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP RUMAH SAKIT

A. Latar belakang masalah


Globalisasi membawa dampak yang besar bagi perkembangan dunia
bisnis. Persaingan yang makin tinggi membuat antar perusahaan berlomba-
lomba menduduki tingkat teratas di benak konsumen. Perusahaan yang ingin
berkembang dan mendapatkan keunggulan kompetitif harus dapat memberikan
produk berupa barang atau jasa yang berkualitas dan pelayanan yang baik
kepada pelanggan. Kualitas harus di mulai dari kebutuhan pelnggan dan berakir
pada persepsi pelanggan dari pesaingnya (Kotler, 2000:54). Berbagai strategi
pemasaran di terapkan agar dapat meraih kepercayaan pelanggan untuk
menggunakan jasa yang ditawarkan perusahaan. Jasa merupakan suatu
kegiatan yang memiliki beberapa unsur tidak berwujud dan (intangibility) yang
berhubungan dengannya yang melibatkan beberapa interaksi dengan konsumen
atau dengan properti dalam kepemilikannya, dan tidak menghasilkan transfer
kepemilikan perubahan kondisi mungkain saja terjadi dan produksi jasa bisa saja
berhubungan atau bisa pula tidak berkaitan dengan produk fisik ( Payne, 2000:8)
Perkembangan sektor jasa dewasa ini mengalami peningkatan. Hal ini
terlihat dari perkembangan berbagai indutri jasa seperti jasa travel, penginapan,
restoran, hiburan, komunikasi, pariwisata dan kesehatan. Industri jasa tersebut
adalah indutri jasa yang banyak di konsumsi dan dimiliki yang berpengaruh
sangat besar atas perkembangan ekonomi ( Lupiyoadi, 2006:2)
Salah satu bidang jasa yang menjadi kebutuhan masyrakat adalah
dibidang jasa kesehatan, dimana produk utama jasa kesehatan adalah
pelayanan perawatan orang sakit (Mauludin, 2001:38). Pengaruh ilmu
pengetahuan dan kemajuan teknologi telah meningkat kesadaran dan tuntunan
masyarakat akan pelayanan yang baik .Maka pelayanan dibidang kesehatan
juga mengalami kemajuan dibidang sarana dan prasarana yang modern dan
menjadi lebih akurat dalam bidang pelayanan kesehatan.
Kualitas pelayanan mempunyai hubungan yang erat dengan kepuasan
pelanggan. Kualitas memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk
menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan (Tjiptono, 2000: 54).
Layanan konsumen (costumer service) pada pemasaran jasa lebih dilihat
sebagai hasil dari kegiatan distribusi dan logistik, dimana pelayanan diberikan
kepada konsumen untuk mencapai kepuasan (Lupiyoadi, 2006:76). Salah satu
pendekatan yang digunakan untuk menilai suatu kualitas pelayanan yaitu
dengan membandingkan antara persepsi pelanggan atas layanan yang nyata
mereka terima (perceived service) dengan layanan yang sesungguhnya
diharapkan (expected service). Jika kenyataannya lebih dari yang diharapkan
maka layanan dapat dikatakan berkualitas, dan sebaliknya jika kenyataanya
kurang dari yang diharapkan maka layanan dapat dikatakan tidak berkualitas
(Lupiyoadi, 2006:181). Kepuasan konsumen dapat menciptakan kesetiaan atau
loyalitas pelanggan kepada perusahaan yang memberikan kualitas yang
memuaskan (Tjiptono, 2000:54)
Kualitas pelayanan dipengaruhi oleh harapan, kualitas, proses dan output
yang kualitas pelayanan yang baik dapat dijadikan sebagai modal untuk menarik
minat konsumen (Tjiptono, 2000:235). Hal ini berarti bahwa kualitas pelayanan
yang baik merupakan hal yang sangat penting dalam menciptakan kepuasan
pelanggan, namun untuk memahami bagaimana mengevaluasi kualitas yang
diterima oleh pelanggan tidaklah mudah. Zeithmal, et al dalam Tjiptono, (2008 :
28) menyatakan bahwa penentuan kualitas mempinyai hubungan yang sangat
erat dengan kepuasan pelanggan. Oleh karena itu, sebagian besar kalitas
pelayanan jasa diberikan selama penyerahan jasa terjadi dalam proses interaksi
diantara pelanggan dan terdapat kontak personil dengan penyelenggara jasa
tersebut agar dapat mendapatkan servis yang optimal serta memperoleh
pelayanan jasa seperti yang mereka harapkan.
faktor kualitas pelayanan dan factor citra, faktor citra adalah faktor yang
juga perlu diperhatikan dalam jasa kesehatan. Citra dapat mempengaruhi
kepuasan konsumen, citra merupakan keseluruhan persepsi terhadap produk
atau merek yang berbentuk dari informasi dan pengalaman masa lalu terhadap
produk atau merek itu (Sutisna, 2003:83). Seorang konsumen dalam membeli
sebuah produk atau jasa akan mempertimbangkan citra produk atau jasa
tersebut. Citra yang baik dari perusahaan memunculkan loyalitas terhadap
pelanggan dan akan memunculkan kepuasan pelanggan, citra perusahaan yang
baik juga dapat memberikan banyak keuntungan perusahaan baik jangka
panjang maupun jangka pendek dan produk dan jasanya lebih bisa diterima
pelanggan dari pada perusahaan pesaing yang mempunyai citra yang buruk.
Persepsi pelanggan terhadap suatu perusahaan dapat mempengaruhi konsumen
dalam mengambil keputusan pembelian. Hal ini berarti bahwa citra yang baik
bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi pihak penyedia jasa,
melainkan berdasarkan sudut pandang atau persepsi pelanggan (Tjiptono,
2004:61).
Kepuasan merupakan tingkat perasaan dimana seseorang merasakan
perbandingan atas kinerja produk/jasa yang diterima dan diharapkan (Kotler,
2000:24). Pelanggan akan merasa puas apabila yang dialami dan dirasakannya
sesuai atau bahkan melebihi harapannya, sebaliknya pelanggan akan mersa
tidak puas apabilah yang dialami dan dirasakannya tidak sesuai atau lebih
rendah dari harapannya (Tjiptono, 2000:356-357). Jika melihat teori tentang
kepuasan pelanggan, maka tingkat kepuasan pelanggan tidak dapat dinilai dari
sudut pandang perusahaan saja tetapi juga harus dipandang dari sudut pandang
penilian pelanggan sebagai konsumen. Jika kinerja produk kurang dari
harapannya maka pelanggannya akan kecewa, jika kinerjanya sepadan dengan
harapan maka pelanggan merasa sangat puas atau sangat senang (Kotler dan
Amstrong, 2001:289).
B. Rumusan masalah
Berdasarkan dari uraian latar belakang masalah di atas, maka permasalahan
yang timbul dalam penelitian ini yaitu :
1. Adakah pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien pada rumah
sakit?
2. Adakah pengaruh citra terhadap kepuasan pasien pada rumah sakit ?
3. Adakah pengaruh kualitas pelayanan, dan citra secara simultan terhadap
kepuasan pasien pada rumah sakit ?
C. Kerangka teori
1. Kepuasan pesien
Rumah Sakit merupakan salah satu sarana untuk memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat, sehingga rumah sakit harus memberikan
pelayanan kesehatan yang memuaskan agar pasien merasa senang untuk
berobat di rumah sakit. Oleh karena itu, untuk menjaga kualitas pelayanan
kesehatan maka pihak manajemen rumah sakit harus memenuhi standar
pelayanan yang telah di tentukan, sehingga setiap pasien akan mendapatkan
kualitas pelayanan yang efesien dan efektif untuk peningkatan kesehatan
(Aditama, 2007).
Kepuasan pelanggan mempunyai tempat tersendiri dan merupakan hal
yang sangat penting untuk bertahannya suatu rumah sakit. Kepuasan akan
terjadi apabila harapan dari pelanggan dapat terpenuhi dengan baik dari
pelayanan yang diberikan rumah sakit sehingga perlu diperhatikan dan
dievaluasi terus menerus kepuasan dan harapan dari pelanggan serta diikuti
dengan perbaikan - perbaikan pelayanan dan pengelolaan yang efektif serta
efesien akan membuat rumah sakit mempunyai daya tahan dan daya saing
yang tinggi untuk dapat menjaga kelangsungan beroperasionalnya rumah
sakit dalam jangka panjang dimana pemerintah perlu mengatur lebih lanjut
kebijakan-kebijakan rumah sakit agar persaingan yang ada adalah
persaingan yang sehat dengan harapan rumah sakit-rumah sakit tersebut
harus dapat bersinergi dalam meningkatkan kualitas pelayanan kepada
masyarakat dengan membuat diferensiasi yang berbeda (Setiawan, 2011).
Kepuasan pasien memiliki hubungan yang erat dengan kualitas. Kualitas
memberikan dorongan atau motivasi kepada pasien untuk menjalin ikatan
dan hubungan yang baik dan kuat dengan rumah sakit. Adanya ikatan dan
hubungan yang kuat dengan pasien sebagai pelanggan, maka rumah sakit
sebagai perusahaan jasa dapat memahami kebutuhan pasien dan berusaha
memenuhinya serta meminimkan kesalahan yang mengakibatkan
kekecewaan pasien sebagai konsumen. Menurut Tjiptono (2011), ada 5
(lima) dimensi yang digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan kesehatan
yaitu bukti fisik (tangibles), kehandalan (reliability), ketanggapan
(responsiveness), jaminan (assurance) dan perhatian (empathy).
Kepuasan pasien terhadap pelayanan merupakan perbandingan antara
persepsinya terhadap pelayanan yang diterima dengan harapannya sebelum
mendapatkan perawatan tersebut. Apabila harapannya terpenuhi, berarti
pelayananan tersebut telah memberikan suatu kualitas yang luar biasa dan
juga akan menimbulkan kepuasan yang tinggi. Sebaliknya apabila harapan
itu tidak tercapai, maka diartikan kualitas pelayanan tersebut tidak memenuhi
apa yang diharapkannya (Kotler 2008).
2. Citra rumah sakit
Citra Rumah Sakit (Hospital Brand Image) mempengaruhi keputusan
pasien untuk menikmati jasa kesehatan yang mereka berikan. Dengan
demikian, pemahaman hubungan antara Citra Rumah Sakit (Hospital Brand
Image) dan keinginan konsumen untuk kembali menikmati jasa kesehatan
sangat diperlukan. Citra rumah sakit memiliki fungsi sebagai penghubung dan
penjaga keharmonisan hubungannya dengan pelanggan mereka (Wu, 2011).
Citra merupakan seperangkat kepercayaan, daya ingat dan kesan-kesan
yang dimiliki seseorang terhadap suatu objek (Kotler, 2008). Sikap dan
tindakan orang terhadap suatu objek sangat ditentukan oleh citra objek
tersebut, dalam hal ini objek yang dimaksud adalah kualitas pelayanan
kesehatan di rumah sakit. Menurut Gonroons (2000), citra rumah sakit
merupakan wujud nyata dari persepsi pelanggan terhadap pelayanan yang
diberikan melalui apa yang diperoleh pelanggan sebagai hasil dari transaksi
antara penyedia dan pengguna jasa serta bagaimana pelanggan memperoleh
jasa tersebut.
Beberapa determinan citra rumah sakit menurut Cooper (1994), dikutip
dari Lita, (2004) antara lain adalah kualitas dokter, fasilitas perawatan dan
teknologi, fasilitas diagnosa, dan kualitas perawatan secara keseluruhan.
Cooper juga menyatakan bahwa perhatian interpersonal, kesadaran staf
terhadap kebutuhan personel pasien, kontrol terhadap pasien, pengalaman
pasien terhadap rumah sakit, lokasi dan biaya, kemudahan dari lokasi akan
berpengaruh terhadap citra rumah sakit.
Citra pelayanan kesehatan di Indonesia semakin menurun, hal ini
terindikasi dengan tingginya minat masyarakat berobat ke luar negeri seperti
Malaysia dan Singapura. Kecendrungan masyarakat berobat ke luar negeri
secara umum disebabkan faktor kelengkapan fasilitas dan kualitas pelayanan
yang diberikan telah memenuhi harapan pasien. Dalam Suara Karya On Line
22 Desember 2004, setiap tahun sekitar 5000 pasien berobat ke luar negeri
dan devisa yang dikeluarkan mencapai 400 juta dolar atau Rp 3,6 triliun.
Rata-rata pasien yang berobat ke Malaysia dan Singapura berasal dari
Jakarta, Medan, Riau dan Aceh (Purba, 2006).
Hasil riset yang dilakukan oleh Wu (2011) “The Impact of Hospital Brand
Image on servive Quality, Patient Satisfaction and Loyalty” menunjukkan
bahwa citra rumah sakit memiliki pengaruh baik langsung maupun tidak
langsung terhadap loyalitas pasien. Hal ini mengidikasikan bahwa citra rumah
sakit yang baik tidak hanya meningkatkan kepuasan pasien melalui loyalitas
pasien secara langsung, tetapi juga meningkatkan kepuasan pasien melalui
peningkatan kualitas pelayanan yang dirasakan, yang pada gilirannya
meningkatkan niat ulang kunjungan pasien. Dimana penulis akan mengacu
pada penelitian yang dilakukan oleh Wu (2011) tentang dampak citra Rumah
Sakit, kualitas pelayanan, dan kepuasan pasien.
D. Kerangka konsep

- Tangibles
- Eliability
- Responsiveness Kualitas pelayanan
- Assurance
- Empathy
FACTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN ULANG PELAYANAN
RAWAT JALAN

A. Latar Belakang
Perilaku konsumen adalah proses atau kegiatan saat seseorang
melakukan pencarian, pemilihan, pembelian, penggunaan, serta pengevaluasian
produk dan jasa untuk memenuhi segala aspek yang dibutuhkan dan diinginkan.
Perilaku konsumen adalah suatu tindakan yang langsung terlibat dalam
mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk
keputusan mendahului dan menyusuli tindakan ini (Engel, 1994).
Pembelian jasa kesehatan merupakan hal yang seringkali ditemukan oleh
konsumen. Jenis pembelian jasa ini memiliki karakteristik khusus dimana
konsumen sebagian besar merasa terpaksa untuk menggunakannya. Hal ini
pada akhirnya mempengaruhi tingkat kepuasan konsumen dan berdampak
kepada kemauan dalam menggunakan pelayanan kembali.
Rumah sakit adalah organisasi unik, karena berbaur antara padat
teknologi, padat karya dan padat modal, sehingga pengelolaan rumah sakit
menjadi disiplin ilmu tersendiri yang menghasilkan dua hal sekaligus, yaitu
teknologi dan perilaku manusia di dalam organisasi (Subanegara, 2005). Dengan
demikian rumah sakitsebagai salah satu bentuk sarana pelayanan kesehatan
yang bergerak di bidang jasa sejatinyamemberikan perhatian yang penuh
terhadap kualitas pelayanan, sehingga dijadikan indikator penilaian oleh
konsumen atau dalam hal ini pasien.
Tjiptono (1997) menyatakan bahwa terciptanya kepuasan pelanggan
dapat memberikan beberapa manfaat di antaranya: 1) hubungan antara
perusahaan dan pelanggannya menjadi harmonis, 2) memberikan dasar yang
bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalitas, serta terbentuknya rekomendasi
dari mulut ke mulut ( word of mouth) yang dapat menguntungkan bagi
perusahaan.
Potensi rumah sakit meliputi seluruh sumber yang dimiliki termasuk
semua sumber daya rumah sakit sebagai input, manajemen sebagai proses dan
produk pelayanan keehatan sebagai outcome diharapkan dapat menjual produk
yang dihasilkan tersebut. Agar tetap dapat bersaing, maka produk yang
dihasilkan harus bermutu dan sesuai dengan kriteria kebutuhan masyarakat.
Dalam menentukan konsumen sasaran, rumah sakit perlu memahami perilaku
konsumen dalam proses pengambilan keputusan (Dumpapa, 2010).
Proses pelayanan yang diberikan dimulai dari tahapan registrasi sampai
pasien mendapat pegobatan dan penyembuhan. Bentuk dan tatacara pelayanan
yang diberikan oleh rumah sakitdisesuaikan dengan jenis pasien yang berobat.
Dewasa ini, jenis pasien yang berobat ke setiap rumah sakitpada umumnya
dikategorikan pasien dengan jaminan kesehatan ataupun pasien umum.
Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah proses interaksi atau
hubungan antara konsumen yang menggunakan jasa layanan dan penyedia jasa
pelayanan kesehatan. Dimana proses interaksinya sangat kompleks dan
dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut berasaldari konsumen,
lingkungan konsumen, dan providerdalam hal ini Rumah Sakit (Dever, 1984).
Pada dasarnya masyarakat mulai pintar dalam mengakses pelayanan
kesehatan, mereka mulai menuntut pelayanan yang baik pada lembaga
pemerintah, dimana saat dulu merekahanya mengharapkan pelayanan yang baik
pada lembaga swasta. Dewasa ini lembaga pemerintah merupakan lembaga
publik yang harus memberikan pelayan yang baik kepada masyarakat sebagai
bentuk tanggung jawab. Setiap pimpinan instansi pemerintah selalu dituntutuntuk
meningkatkan kualitas pelayanan instansi yang dipimpinnya terutama instansi
yang terkait langsung dengan pelayanan publik seperti rumah sakitdan pusat-
pusat kesehatan.
Dari perspektif pemasaran sendiri, pada situasi persaingan yang demikian
agar dapat keluarsebagai pemenang pihak manajemen rumah sakit dituntut
untuk dapat mendesain dan mengimplementasikan strategi pemasaran yang
mampu menciptakan, mempertahankan, dan meningkatkan kepuasan
konsumennyadalam hal ini pasien, sehingga pada akhirnya dapat mempengaruhi
pengambilan keputusan pasien terhadap produk yang ditawarkan rumah sakit.
Berdasarkan penelitian khudori (2012) di Rumah Sakit IMC Bintaro
menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan antara pendidikan pasien,
penghasilan pasien, penanggung biaya, fasilitas rumah sakit, dan pelayanan
dokter dengan keputusan tempat persalinan. Faktor yang pengaruhnya paling
besar adalah penghasilan pasien dan fasilitas rumah sakit.
Menurut Committee on Quality Health in America(2001) dalam persaingan
perumahsakitan perlu untuk mengembangkan pelayanan yang berorientasi pada
pemenuhan kebutuhan konsumen. Salah satu hal yang harus diperhatikan pada
sistem pelayanan kesehatan di abad ke-21 adalahpelayanan kesehatan yang
berpusat pada pasien (patient centered) yakni memperhatikan keinginan
individual, kebutuhan, nilai pasien, dan memastikan bahwa nilai yang diberikan
pasien mengarahkan seluruh keputusan pengobatan.
B. rumusan masalah
1. Bagaimana hubungan antara fasilitas rumah sakit dengan pemanfaatan
layanan rawat jalan di Rumah Sakit x ?
2. Bagaimana hubungan antara pelayanan dokter dengan pemanfaatan layanan
rawat jalan di Rumah Sakit x ?
3. Bagaimana hubungan antara pelayanan perawat atau bidan dengan
pemanfaatan layanan rawat jalandiRumah Sakit x ?
4. Bagaimana hubungan antara biaya pelayanan dengan pemanfaatan layanan
rawat jalan di Rumah Sakit x ?
5. Bagaimana hubungan antara kemudahan informasi dengan pemanfaatan
layanan rawat jalan di Rumah Sakit x ?
C. kerangka teori
Pemanfaatan pelayanan kesehatan pada dasarnya merupakan interaksi
antara pengguna jasa pelayanan dan penyedia jasa pelayanan. Interaksi ini
merupakan suatu hubungan yang sangat kompleks yang bersifat multi
dimensional serta dipengaruhi oleh banyak factor (Aditama,2000). Dalam rangka
menjaga kesetiaan pasien, rumah sakit yang ingin berkembang atau paling tidak
bertahan hidup harus dapat memberikan kepada para pasien berupa jasa
pelayanan yang bermutu lebih baik, harga lebih murah dari pesaingnya. Pasien
merasa tidak puas atau mutu pelayanan yang diberikan oleh pihak rumah sakit
tersebut kurang baik, maka pasien akan pindah ke rumah sakit lain yang dapat
memberikan pelayanan lebih bermutu dan kepuasan yang jauh lebih baik, agar
suatu rumah sakit dapat bertahan memenangkan persaingan tersebut, rumah
sakit harus memiliki pasien yang setia (Kotler,1999).
Menurut Green dalam Notoatmojo terdapat 3 faktor yang mempengaruhi
per-ilaku seseorang dalam memanfaatkan pela-yanan kesehatan yaitu
karakteristik predis-posisi, karakteristik pendukung (enabling) dan karakteristik
penguat (reinforcing).
1. Faktor predisposisi merupakan faktor anteseden terhadap perilaku
yangmenjadi dasar atau motivasi bagi perilaku. Termasuk ke dalam
faktor iniadalah pengetahuan, sikap, keyakinan terhadap kesehatan,
nilai dan persepsi,serta faktor demografi akan mempengaruhi motivasi
seseorang atau kelompok untuk bertindak
2. Faktor pemungkin adalah faktor anteseden terhadap perilaku
yangmemungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. Termasuk
di dalamfaktor pemungkin adalah keterampilan dan sumber daya
pribadi dan komuniti.Seperti tersedianyafasilitas pelayanan kesehatan,
biaya, jarak, aksestransportasi, jam buka pelayanan kesehatan yang
tersedia, kebijakan,peraturan perundangan.
3. Faktor penguat merupakan faktor penyerta (yang datang sesudah)
perilakuyang memberikan ganjaran, insentif atau hukuman atas
perilaku dan berperan bagimenetap atau lenyapnya perilaku mutu,
yang termasuk ke dalam faktor ini adalahmanfaat sosial dan jasmani
dan ganjaran nyata ataupun tidak nyata yang pernahditerima pihak
lain. Faktor penguat adalah faktor yang mendukung timbulnyatindakan
kesehatan antara lain faktor keluarga, teman, guru, peraturan
danperundangan dibidang kesehatan, sikap dan perilaku petugas
kesehatan, serta faktordari provider kesehatan. .Apakah penguat
positif ataukah negatif tergantung padasikap dan perilaku orang lain
yang berkaitan, yang sebagian diantaranya lebih kuatdaripada yang
lain dalam mempengaruhi perilaku.
Perilaku pasien diharapkan dapat mening-katkan pemanfaatan pelayanan
kesehatan rawat jalan di rumah sakit. Bila penge-tahuan, kepercayaan pasien
baik terhadap rumah sakit, fasilitas beserta dukungan dari petugas kesehatan
juga baik maka tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
pasien menjadi baik maka pasien akan memanfaatkan pelayanan kesehatan,
kondisi ini dapat meningkatkan kunjungan pasien. Pelanggan yang puas akan
membuka peluang hubungan yang harmonis antara pemberi jasa dan kon-
sumen, memberikan dasar yang baik bagi kunjungan ulang, loyalitas pelanggan,
dan membentuk rekomendasi yang menguntungkan pemberi jasa. (Trimurthy,
2008).

D. kerangka konsep
variabel independen

Factor predisposisi

 Pendidikan
 Pekerjaan
 Pengetahuan
 Sikap variable dependen

Factor pemungkin

 Lokasi
 Fasilitas Pemanfaatan ulang
 Pelayanan

Factor penguat

 Petugas
 Dorongan
 keluarga
PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN
RAWAT INAP PADA RUMAH SAKIT
A. Latar belakang masalah
Dewasa ini masalah kesehatan telah menjadi kebutuhan pokok bagi
masyarakat. Dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat, maka semakin
meningkat pula tuntutan masyarakat akan kualitaskesehatan. Hal ini menuntut
penyedia jasa pelayanankesehatan seperti rumah sakit untuk meningkatkan
kualitaspelayananyang lebih baik, tidak hanya pelayananyang bersifat
penyembuhan penyakit tetapi juga mencakup pelayananyang bersifat
pencegahan (preventif) untuk meningkatkan kualitashidup serta memberikan
kepuasan bagi konsumen selaku pengguna jasa kesehatan (Anonim,
2004).Rumah sakit sebagai institusi yang bergerak di bidang pelayanan
kasehatan mengalami perubahan, pada awal perkembangannya, rumah sakit
adalah lembaga yang berfungsi sosial, tetapi dengan adanya rumah sakit
swasta, menjadikan rumah sakit lebih mengacu sebagai suatu industri yang
bergerak dalam bidang pelayanankesehatan dengan melakukan pengelolaan
yang berdasar pada manajemen badan usaha.
Seiring dengan itu, terjadi persaingan antara sesama rumah sakit baik
rumah sakit milik pemerintah maupun rumah sakit milik swasta, semua
berlomba-lomba untuk menarik konsumen agar menggunakan jasanya. Rumah
sakit memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya mempercepat
peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Paradigma baru pelayanan
kesehatan mensyarat kanrumah sakit memberikan pelayanan berkualitas sesuai
kebutuhan dan keinginan pasien dengan tetap mengacu pada kode etik profesi
dan medis.
Dalam perkembangan teknologi yang pesat dan persaingan yang semakin
ketat, maka rumah sakit dituntut untuk melakukan peningkatan kualitas
pelayanannya. Kualitas merupakan inti kelangsungan hidup sebuah lembaga.
Gerakan revolusi mutu melalui pendekatan manajemen mutu terpadu menjadi
tuntutan yang tidak boleh diabaikan jika suatu lembaga ingin hidup dan
berkembang, Persaingan yang semakin ketat akhir-akhir ini menuntut sebuah
lembaga penyedia jasa/layanan untuk selalu memanjakan pelanggan/konsumen
dengan memberikan pelayanan terbaik. Para konsumen akan mencari produk
berupa barang atau jasa dari perusahaan yang dapat memberikan pelayanan
yang terbaik kepadanya (Assauri, 2003: 25).
Masalah utama sebagai sebuah lembaga jasa pelayanan kesehatan
adalah semakin banyaknya pesaing. Oleh karena itu, rumah sakit dituntut untuk
selalu menjaga kepercayaan konsumen dengan meningkatkan kualitas
pelayanan agar kepuasan konsumennya meningkat. Pihak rumah sakit perlu
secara cermat menentukan kebutuhan konsumen sebagai upaya untuk
memenuhi keinginan dan meningkatkan kepuasan atas pelayanan yang
diberikan (John, J., 1992:57).
Memberikan pelayanan dengan kualitas terbaik, bukanlah sesuatu yang
mudah bagi pengelola rumah sakit karena pelayanan yang diberikan oleh rumah
sakit menyangkut kualitas hidup para pasiennya sehingga bila terjadi kesalahan
dalam tindakan medis dapat berdampak buruk bagi pasien. Dampak tersebut
dapat berupa sakit pasien bertambah parah, kecacatan bahkan kematian
(Jacobalis, S. 1995:68).
Rumah Sakit sebagai bagian dari system kesehatan nasional di tuntut
untuk meningkatkan kualitas penyediaan fasilitas, pelayanan dan kemandirian.
Dengan demikian rumah sakit merupakan salah satu pelaku pelayanan
kesehatan yangkompetitif harus dikelola oleh pelaku yang mempunyai jiwa
wirausaha yang mampu menciptakan efisiensi, keunggulan dalam kualitas dan
pelayanan, keunggulan dalam inovasi serta unggul dalam merespon kebutuhan
pasien (Jacobalis, S. 1995:77).
Hal tersebut di atas sejalan dengan pendapat yang dikemukakan
Waworuntu (1997: 19) bahwa”Seseorang yang profesional dalam dunia
administrasi negara menguasai kebutuhan masyarakat dan mengetahui cara
memuaskan dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Masyarakat perlu dipuaskan
melalui pemenuhan kebutuhannya. Sehingga masyarakat merasa sebagai
seorang raja, maka harus dilayani dengan baik”.
Faktor manusia sebagai pemberi pelayanan terhadap publik dalam
organisasi dianggap sangat menentukan dalam menghasilkan pelayanan yang
berkualitas. Menurut Thoha (2002: 181) “kualitas pelayanan kepada masyarakat
sangat tergantung pada individual aktor dan sistem yang dipakai”. Dokter,
perawat, dan tenaga penunjang medis serta nonmedis yang bertugas di rumah
sakit harus memahami cara melayani konsumennya dengan baik terutama
kepada pasien dan keluarga pasien, karena pasien dan keluarga pasien adalah
konsumen utama di rumah sakit. Kemampuan rumah sakit dalam memenuhi
kebutuhan pasien dapat diukur dari tingkat kepuasan pasien.
Pada umumnya pasien yang merasa tidak puas akan mengajukan
komplain pada pihak rumah sakit. Komplain yang tidak segera ditangani akan
mengakibatkan menurunnya kepuasan pasien terhadap kapabilitas pelayanan
kesehatan di rumah sakit tersebut.Kepuasan konsumen telah menjadi konsep
sentral dalam wacana bisnis dan manajemen. Konsumen umumnya
mengharapkan produk berupa barang atau jasa yang dikonsumsi dapat diterima
dan dinikmatinya dengan pelayanan yang baik atau memuaskan (Assauri, 2003:
28).
B. rumusan Masalah
Di dalam penelitian, masalah dapat didefinisikan sebagai pertanyaan-
pertanyaan yang akan dicari jawabannya melalui kegiatan penelitian sebagai
berikut :
1. Bagaimana tingkat kesesuaian antara harapan pasien rawat inap
terhadap kualitas pelayanan kesehatan di Rumah Sakit x?
2. Apakah kualitas pelayanan berpengaruh terhadap kepuasan pasien
rawatinap di Rumah Sakit x?
C. Kerangka teori
1. Pengertian Kualitas
Kata kualitas mengandung banyak definisi dan makna karena orang yang
berbeda akan mengartikannya secara berlainan, seperti kesesuian dengan
persyaratan atau tuntutan, kecocokan untuk pemakaian perbaikan
berkelanjutan, bebas dari kerusakan atau cacat, pemenuhan kebutuhan
pelanggan, melakukan segala sesuatu yang membahagiakan. Dalam
persepektif TQM (Total Quality Management) kualitas dipandang secara lebih
luas, yaitu tidak hanya aspek hasil yang ditekankan, tetapi juga meliputi
proses, lingkungan dan manusia.
Hal ini jelas tampak dalam definisi yang dirumuskan oleh Goeth dan Davis
yang dikutip Tjiptono (2000: 51) bahwa kualitas merupakan suatu kondisi
dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan
lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.
Sebaliknya, menurut Lukman (1999: 9) definisi kualitas bervariasi dari
yang kontroversional hingga kepada yang lebih strategik. Definisi
konvensional dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung
suatu produk, seperti: (1) ferformansi (performance); (2) keandalan
(reliability); (3) mudah dalam penggunaan (ease of use); (4) estetika
(esthetics), dan sebagainya. Oleh karena itu, kualitas pada prinsipnya adalah
untuk menjaga janji pelanggan agar pihak yang dilayani merasa puas dan
diungkapkan.
Sedangkan The American Society for Quality Controldalam Aviliani dan
Wilfidrus (1997: 42), mendefinisikan kualitas adalah keseluruhan ciri-ciri dan
karakteristik dari suatu produk atau jasa dalam hal kemampuannya untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah ditentukan atau yang bersifat
laten.Gilmore (1974: 124) mengartikan bahwa kualitas sebagai derajat sejauh
mana produk memenuhi suatu desain atau spesifikasi.
Berdasarkan beberapa pengertian kualitas di atas dapat diartikan bahwa
kualitas hidup kerja harus merupakan suatu pola pikir (mindset), yang dapat
menterjemahkan tuntutan dan kebutuhan pasarkonsumen dalam suatu
proses manajemen dan proses produksi barang atau jasa terus menerus
tanpa hentinya sehingga memenuhi persepsi kualitas pasar konsumen
tersebut.
Kulaitas memiliki hubungan yang sangat erat dengan kepuasan
pelanggan, yaitu kualitas memberikan suatu dorongan kepada pelanggan
untuk menjalani ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan. Dalam
jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan perusahaan untuk
memahami dengan saksama harapan pelanggan serta kebutuhan mereka.
Dengan demikian, perusahaan dapat meningkatkan kepuasan
pelangganyang pada gilirannya kepuasan pelanggan dapat menciptakan
kesetiaan atau loyalitas pelanggan kepada perusahaan yang memberikan
kualitas memuaskan.
2. Kualitas Pelayanan Kesehatan

Kualitas layanan merupakan pelayanan terbaik yang dilakukan oleh


seseorang, kelompok atau lembaga yang memberi kepuasan bagi pelanggan
atau masyarakat dan pada gilirannya kepuasan itu akan menciptakan
loyalitas pelanggan atau masyarakat kepada seseorang/ kelompok/lembaga
yang memberikan pelayanan tersebut. Pelayanan kesehatan sebagai
spesifikasi dari pelayanan publik itu sendiri menurut Levey dan Loomba
(dalam Azwar, 1996 : 35) adalah : ”Setiap upaya yang diselenggarakan
secara sendiri atau secara bersama–sama dalam suatu organisasi untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah, menyembuhkan
penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok, dan
atau pun masyarakat”.

Menurut Lukman (1999:11) pelayanan adalah kegiatan-kegiatan yang


tidak jelas, namun menyediakan kepuasan konsumen dan atau pemakai
industri serta tidak terikat pada penjualan suatu produk atau pelayanan
lainnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa pelayanan adalah suatu urutan
kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung dengan orang-orang atau
mesin secara fisik dan menyediakan kepuasan konsumen.

Kualitas pelayanan yang baik mutlak diberikan oleh suatu usaha jasa.
Dengan munculnya perusahaan pesaing baru akan mengakibatkan
persaingan yang ketat dalam memperoleh konsumen maupun
mempertahankan pelanggan. Konsumen yang jeli tentu akan memilih produk
dan jasa yang merupakan kualitas baik. Kualitas merupakan strategi bisnis
dasar yang menyediakan barang dan jasa untuk memuaskan secara nyata
pelanggan internal dan eksternal dengan memenuhi harapan-harapan
tertentu secara eksplisit maupun implisit.

Pelayanan kesehatan yang baik menurut Azwar (1996:38-39) harus


memenuhi syarat-syarat pokok sebagai berikut:

a. Tersedia dan berkesinambungan, artinya jenis pelayanan kesehatan


yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan, serta
keberadaannya dalam masyarakat adalah pada setiap saat yang
dibutuhkan.
b. Dapatditerimadanwajar,artinya tidak bertentangan dengan keyakinan
dan kepercayaan masyarakat.
c. Mudah dicapai, untuk mewujudkan pelayanan yang baik, pengaturan
distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting, sehingga tidak
terjadi konsentrasi sarana kesehatan yang tidak merata.
d. Mudah dijangkau,artinya harus diupayakan biaya pelayanan
kesehatan sesuaidengan kemampuan ekonomi masyarakat.
e. Berkualitas,yaitu yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu pihak dapat
memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan pihak lain tata cara
penyelenggaraanya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah
ditetapkan.

Hal senada juga disampaikan oleh Yacobalis (2001:61) bahwa


pelayanan kesehatan yang baik harus memenuhi syarat-syarat,” tersedia
dan terjangkau, tepat kebutuhan, tepat sumber daya, tepat standar
profesi/etika profesi, wajar dan aman, kualitas memuaskan bagi pasien
yang dilayani”. Menurut Schulz R. Dkk (2003:222), pelayanan medis yang
baik adalah pelayanan medis yang memenuhi syarat-syarat :
a. Didasari oleh praktek medis yang rasional dan didasari oleh
ilmu kedokteran.
b. Mengutamakan pencegahan.
c. Terjadinya kerja sama antara masyarakat dengan ilmuwan
medis.
d. Mengobati seseorang sebagai keseluruhan.
e. Memelihara kerjasama antara dokter dengan pasien.
f. Berkoordinasi dengan pekerja sosial.
g. Mengkoordinasikan semua jenis pelayanan medis.
h. Mengaplikasikan pelayanan modern dari ilmu kedokteran yang
dibutuhkan masyarakat.

Untuk melihat pelayanan itu berkualitas dan memenuhi keinginan


pelanggan atau masyarakat, ada beberapa cara-cara untuk
menilainya, antara lain dengan sistem keluhan dan saran, survei
kepuasan pelanggan, serta pengamatan pada kepuasan pelanggan.
Dengan demikian fokus pada kebutuhan/keinginan masyarakat
diartikan sebagai orientasi pemerintah terhadap kebutuhan dan
keinginan masyarakat atas layanan yang diinginkan masyarakat.

Yang dimaksud dengan kualitas pelayanan kesehatan adalah yang


menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang
disatu pihak dapatmenimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai
dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta di pihak lain tata
cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar
pelayanan profesi yang telah ditetapkan. Bagi pemakai jasa pelayanan
kesehatan (health consumer)dimensi kualitas layanan kesehatan
menurut Azwar (1996:40)sebagai berikut: ”Kualitas pelayanan
kesehatan lebih terkait pada ketanggapan petugas memenuhi
kebutuhan pasien, kelancaran berkomunikasi antara petugas dengan
pasien, keprihatinan serta keramahtamahan petugas dalam melayani
pasien dan atau kesembuhan penyakit yang sedang diderita oleh
pasien”. Petugas dimaksud adalah tenaga medis/dokter dan
paramedis serta tenaga pendukung yang bertugas memberikan
pelayanan kepada pasien yang dirawat harus mengikuti kode etik yang
telah ada.

Kualitas pelayanan rumah sakit adalah produk akhir dari interaksi


dan ketergantungan yang rumit antara berbagai komponen atau aspek
rumah sakit sebagai suatu sistem. Kualitas asuhan kesehatan adalah
derajat dipenuhinya standar profesi yang baik dalam pelayanan pasien
dan terwujudnya hasil akhir seperti yang diharapkan yang menyangkut
asuhan, diagnosa, tindakan, dan pemecahan masalah teknis.
Pemahaman konsep tentang kualitas pelayanan terikat dengan faktor
kepuasan pasien walaupun puasnya pasien itu tidak selalu sama
dengan pelayanan berkualitas (Sumarwanto, 1994:54). Umumnya
kualitas pelayanan medis di rumah sakit sangat tergantung pada
individu dokter, dan diluar kewenangan direksi rumah sakit untuk
mengaturnya (Rijanto, 1994:18). Variabel input dalam proses
mewujudkan kualitas pelayanan kesehatan adalah :

a. Faktor manusia: pemberi jasa layanan langsung


(administrator dan profesional tidak langsung (pemilik ).
b. Faktor sarana: bangunan dan peralatan rumah sakit.
c. Faktor manajemen: prosedur pelayanan yang dipergunakan
rumah sakit.

Dengan demikian kualitas pelayanan kesehatan yang baik pada


dasarnya apabila pelayanan tersebut tersedia dan terjangkau, tepat
kebutuhan, tepat tujuan, tepat sumber dayanya, tepat standart profesi,
wajar dan aman, memuaskan bagi pasien yang dilayani.

3. Kepuasan Sebagai Indikator Kualitas Pelayanan


Menurut Oliver (dalam Barnes, 2003: 64) ”kepuasan adalah tanggapan
pelanggan atas terpenuhinya kebutuhan”, sedangkan Kotler (2000: 36)
mengemukakan bahwa tingkat kepuasan adalah: “Satisfaction is a person’s
feelings of pleasure or disappointment resulting from comparing a product’s
percieved performance (or outcome) in relation to his or her expectations.”
Artinya, kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang
muncul setelah membandingkan antara persepsi/kesannya terhadap kinerja
(atau hasil) suatu produk dan harapan- harapannya. Sukar untuk mengukur
tingkat kepuasan pasien, karena menyangkut perilaku yang sifatnya sangat
subyektif. Kepuasan seseorang terhadap suatu obyek bervariasi mulai dari
tingkat sangat puas, puas, cukup puas, kurang puas, sangat tidak puas.
Dengan pelayanan yang sama untuk kasus yang sama bisa terjadi tingkat
kepuasan yang dirasakan pasien akan berbeda-beda. Hal ini tergantung dari
latar belakang pasien itu sendiri, karakteristik individu yang sudah ada
sebelum timbulnya penyakit yang disebut dengan predisposing factor. Faktor-
faktor tersebut antara lain : pangkat, tingkat ekonomi, kedudukan sosial,
pendidikan, latar belakang sosial budaya, sifat umum kesukuan, jenis
kelamin, sikap mental dan kepribadian seseorang (Anderson, 2009:165).
Dipandang dari sudut pelayananan yang diberikan oleh rumah sakit dapat
dibedakan atas medis dan non medis. Aspek medis termasuk penunjangnya
mulai dari sumber daya manusia baik kuantitas maupun kualitas serta
peralatan untuk menunjang keperluan diagnosa atau pengobatan suatu
penyakit. Masalah yang menyangkutnon medis adalah pelayanan informasi,
administrasi, keuangan, gizi, apotek, kebersihan, keamanan serta keadaan
lingkungan rumah sakit. Dalam memberikan pelayanan kepada pasien,
pelayan harus benar-benar menyadari bahwa penyembuhan seseorang
bukan hanya ditentukan oleh obat-obatan yang diberikannya, tetapi juga
dipengaruhi oleh cara pelayanan yang diperlihatkan para petugas kesehatan
seperti sikap, ketrampilan serta pengetahuannya (Gonzales, 2007:21).
Istilah kepuasan dipakai untuk menganalisis atau mengevaluasi hasil,
membandingkan kebutuhan yang diinginkan yang ditetapkan individu dengan
kebutuhan yang telah diperolehnya. Berdasarkan uraian di atas dapatlah
disimpulkan bahwa berbagai kegiatan dan prasarana kegiatan pelayanan
kesehatan yang mencerminkan kualitas rumah sakit merupakan determinan
utama dari kepuasan pasien. Pasien akan memberikan penilaian (reaksi
afeksi) terhadap berbagai kegiatan pelayanan kesehatan yang diterimanya
maupun terhadap sarana dan prasarana kesehatan yang terkait dengan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Penilaian terhadap kondisi rumah
sakit (kualitas baik atau buruk) merupakan gambaran kualitas rumah sakit
seutuhnya berdasarkan pengalaman subjektif individu pasien.
4. Pengukuran Kualitas Pelayanan
Untuk menganalisa kualitas jasa dapat dilakukan dengan
mengkuantifikasikan dimensi kualitas dengan menggunakan skala interval
pada kuisioner yang disebarkan kepada responden. Dari hasil skala interval
ini, maka kualitas pelayanan dapat diukur.Zeithaml dkk (1988) mengukur
kualitas pelayanan dengan perceived service quality, merupakan model yang
mengukur perbedaan/gapantara harapan dengan persepsi pelanggan. Hal ini
sesuai dengan definisi kualitas pelayanan, yaitu selisih perbedaan antara
harapan pelanggan dengan persepsi pelanggan terhadap kinerja jasa yang
diterima (Munawaroh, 1999).
Kepuasan pelanggan akan terpenuhi jika apa yang dirasakan melebihi
dari apa yang diharapkan. Bila harapan tidak sesuai dengan apa yang
dirasakan maka akan menimbulkan gap. Menurut Zeithaml dkk (1990)
terdapat lima macam kesenjangan kualitas jasa yang memungkinkan
kegagalan penyampaian jasa, yaitu:
a. Gap antara harapan pelanggan dengan persepsi manajemen atas
harapan pelanggan.
b. Gap antara persepsi manajemen atas harapan pelanggan dengan
spesifikasi kualitas jasa.
c. Gap antara spesifikasi kualitas dengan kualitas jasa yang
sebenarnya diberikan.
d. Gap antara jasa yang diberikan dengan jasa yang dikomunikasikan
dengan pelanggan.
e. Gap antara harapan pelanggan dan persepsi yang dibentuk
dengan apa yang dia rasakan/diterima dari jasa tersebut.

D. Kerangka konsep

- Pelayanan dokter
- Pelayanan paramedic
Kualitas pelayanan
- Sarana penunjang
- Pelayanan administrasi

- Keandalan
- Ketanggapan
- Keyakinan Kepuasan pasien
- Empati rawat inap
- Berwujud

Anda mungkin juga menyukai