Anda di halaman 1dari 4

Nama : Muhammad Saugie

NIM : 2502039756

Lembar Jawaban Essay


1. orang beragama kerap kali mengatakan bahwa hati nurani adalah suara Tuhan, atau
bahwa Tuhan berbicara melalui hati nurani. Bagi orang beragama hati nurani
memang memiliki suatu dimensi religius. Kalau ia mengambil keputusan atas dasar
hati nurani, artinya kalau ia sungguh-sungguh yakin bahwa ia harus berbuat
demikian dan tidak bisa lain tanpa menghancurkan integritas pribadinya, maka ia
akan mengambil keputusannya di hadapan Tuhan. Ia insyaf dengan itu akan menaati
kehendak Tuhan. Sebaliknya, bertindak bertentangan dengan hati nurani tidak saja
berarti mengkhianati dirinya sendiri, melainkan serentak juga melanggar kehendak
Tuhan. Mungkin bagi orang beragama malah tidak ada cara lebih jelas untuk
menghayati hubungan erat antara moralitas dan agama daripada pengalaman hati
nurani ini. Walau demikian, hati nurani tidak melepaskan kita dari kewajiban untuk
bersikap kritis dan mempertanggungjawabkan perbuatan-perbuatan kita secara
objektif. Hati nurani tidak merupakan monopoli orang beragama saja. Orang yang
tidak mengakui adanya Tuhan pun memiliki hati nurani yang mengikat mereka sama
seperti orang beragama. Setiap orang memiliki hati nurani karena ia manusia, bukan
karena ia beragama. Kenyataan itu justru menyediakan landasan untuk mencapai
persetujuan di bidang etis antara semua manusia, melampauhi segala perbedaan
mengenai agama, kebudayaan, posisi ekonomis, dan lain-lain (Bertens, 1997: hal.
58-59).
2. Salah satu bentuk Kerjasama antarumat beragama di Indonesia adalah membangun
tempat Ibadah dan Bersedekah. Dialog berarti tindakan komunikasi demi tercapainya
saling pengertian atau saling memahami. Dialog mensyaratkan adanya kebebasan,
kesetaraan, keterbukaan, dan kejujuran. Tanpa empat syarat ini, dialog untuk
mencapai saling pengertian tidak akan terwujud. Dialog terkait erat dengan toleransi
– membiarkan segala sesuatu untuk saling mengizinkan atau saling meudahkan.
Toleransi berarti membiarkan orang lain dalam kekhasannya (keunikannya). SIkap
toleransi disyaratkan oleh pemahaman terhadap orang lain secara lebih inklusif.
Toleransi beragama dapat dibangun melalui dialog antar umat beragama. Karena
dialog akan menghasilkan saling pengertian di antara umat beragama yang pada
gilirannya memunculkan sikap toleran dan rukun. Jadi, toleransi dan kerukunan antar
umat beragama merupakan tujuan dialog (Lihat Diktat Matakuliah Character Building
Agama, Binus University: 2018). Melalui dialog, agama dapat berpartisipasi dalam
menciptakan dunia yang lebih baik, dunia yang lebih adil, dan dunia yang damai.
Dialog dapat dilakukan dalam beberapa model seperti dialog kehidupan sehari-hari,
dialog melakukan pekerjaan sosial, dialog pengalaman keagamaan, dan dialog
pandangan teologis. Dialog paling intens berhubungan dengan pemahaman dan
interpretasi atas teks-teks suci. Ada empat prinsip utama dalam dialog seperti ini.
Pertama, mengakui dan menerima perbedaan teks Kitab Suci agama lain. Kedua,
mengakui dan menghargai perbedaan pemahaman dan interpretasi Kitab Suci
agama lain. Ketiga, berdebat secara cerdas, ilmiah, dan berbasis metode ilmu
pengetahuan. Keempat,perlu menahan diri untuk tidak mengatakan apa yang tidak
perlu dikatakan.
3. Manusia pasti tidak luput dengan kesalahan dan dosa, terlepas dari perbuatan yang
disengaja maupun yang tidak disengaja. Bahkan kesalahan yang terus menerus
dilakukan seseorang bisa melukai hati dan membekas menjadi luka batin yang sulit
disembuhkan, karena berefek pada psikis berupa tekanan batin. Jika berlarut-larut
bisa berpengaruh juga pada kondisi fisik. Oleh karena itu perlu ada upaya untuk
mengatasi luka batin tersebut, salah satunya bisa dengan terapi memaafkan.
Biasanya orang yang sedang marah atau sakit hati susah menerima permintaan
maaf dari orang yang menyakiti hatinya. Karena memaafkan bukanlah perkara yang
mudah untuk dilakukan, memaafkan memerlukan proses waktu. Memaafkan
kesalahan orang lain merupakan kekuatan untuk mencapai ketenangan batin dan
kebahagiaan yang akan memengaruhi kesehatan lahir dan batin. Ketika seseorang
memaafkan orang lain kemudian mengikhlaskannya, dengan segera ia merasa
nyaman, tenang, ringan dan bahagia. Dalam Islam, Allah Swt mencintai orang yang
memiliki sifat pemaaf untuk orang lain, sebagaimana tertuang dalam QS. Ali-
Imran:134. "... dan orang-orang yang dapat menahan meluapnya kemarahan dan
yang suka memaafkan orang lain dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat
baik."
4. melakukan gerakan minimalis, hidup hemat dan sederhana dalam hidup sehari-hari.
Gerakan minimalis artinya kita hanya butuh sedikit untuk hidup daripada butuh
banyak. Kita tidak perlu hidup maksimalis dalam memperlakukan lingkungan alam.
Kita cukup mengambil sedikit manfaat saja dari alam tanpa proyeksi nafsu ekstrim
untuk menguasainya, apalagi mengedepankan rasa rakus berlebihan untuk
menghisap hasil lingkungan alam (bumi) secara sembarangan dan tidak wajar.
Gerakan minimalis membuat kita mencukupkan diri dengan hidup apa adanya, tanpa
ambisi untuk menguras alam sebesar-besarnya. Gerakan minimalis harusnya
terpancar keluar dalam sikap tidak boros dalam memanfaatkan sumber energi alam
misalnya hemat air, hemat listrik, hemat menggunakan minyak bumi, bersepeda saja
ke kampus atau tempat kerja dan lain sebagainya. Gerakan minimalis urgen kita
hayati secara konsisten dalam hidup kita mulai saat ini. Minimalisme biasanya identik
dengan konsep desain interior. Tetapi, minimalisme juga bisa diterapkan sebagai
gaya hidup. Gaya hidup seperti ini adalah gaya hidup yang tidak berlebihan,
mensyukuri, serta tidak menghambur-hamburkan rezeki yang ada. Allah SWT
berfirman dalam QS Al-A’raf: 31, “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di
setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”.
5. hal yang menjadi masalah di atas adalah pola pikir dalam bekerja, banyak pekerja
yang merasa mengapa mereka harus bekerja. Hal ini juga dilihat dari akibat dari
mereka yang menjadi malas dalam bekerja karena rasa dalam bekerja yang hilang.
Di dalam Islam, bekerja bukan hanya soal urusan mencari uang untuk hidup
melainkan sungguh bernilai religius. Islam menekankan pentingnya niat luhur di
dalam bekerja sebagaimana dikatakan oleh Muhammad Rasulullah SAW bahwa
setiap amal perbuatan harus diiringi dengan niat dan setiap orang hanya akan
mendapatkan apa yang sudah diniatkannya. Niat di dalam bekerja itu ditempatkan
sesuai dengan perintah atau hukum Allah Swt sendiri. Banyak filsuf Islam misalnya
Yusuf Qardhawi mengatakan moral etika dan ekonomi/kerja merupakan hal yang
sangat penting dalam Islam dan etika moral itu berlaku di dalam segala aspek
kehidupan (kaffah). Hal ini perlu diwujudkan dalam aktivitas ekonomi, bisnis dan
pekerjaan setiap umat Islam. Sementara itu Imam Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin
menekankan pentingnya akhlak di dalam bekerja. Ghazali mengatakan bahwa
seorang pedagang tidak boleh hanya memfokuskan pandangannya pada dunia saja
dengan melupakan akhirat. Sebab kalau jika demikian maka umurnya sia-sia belaka.
Sebaiknya orang yang memiliki akal dianjurkan untuk menjaga modalnya yakni
agama dan bisnis berdagang. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt ”Janganlah
kamu melupakan bagianmu dari kenikmatan dunia” (al Qashas 28:77). Dengan
demikan maka tujuan utama pekerjaan dan aktivitas ekonomi di dalam Islam
bertujuan untuk kebahagiaan dunia dan akhirat (falah).
6. Di dalam Islam, bekerja bukan hanya soal urusan mencari uang untuk hidup
melainkan sungguh bernilai religius. Islam menekankan pentingnya niat luhur di
dalam bekerja sebagaimana dikatakan oleh Muhammad Rasulullah SAW bahwa
setiap amal perbuatan harus diiringi dengan niat dan setiap orang hanya akan
mendapatkan apa yang sudah diniatkannya. Niat di dalam bekerja itu ditempatkan
sesuai dengan perintah atau hukum Allah Swt sendiri. Banyak filsuf Islam misalnya
Yusuf Qardhawi mengatakan moral etika dan ekonomi/kerja merupakan hal yang
sangat penting dalam Islam dan etika moral itu berlaku di dalam segala aspek
kehidupan (kaffah). Hal ini perlu diwujudkan dalam aktivitas ekonomi, bisnis dan
pekerjaan setiap umat Islam. Sementara itu Imam Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin
menekankan pentingnya akhlak di dalam bekerja. Ghazali mengatakan bahwa
seorang pedagang tidak boleh hanya memfokuskan pandangannya pada dunia saja
dengan melupakan akhirat. Sebab kalau jika demikian maka umurnya sia-sia belaka.
Sebaiknya orang yang memiliki akal dianjurkan untuk menjaga modalnya Di dalam
Islam, bekerja bukan hanya soal urusan mencari uang untuk hidup melainkan
sungguh bernilai religius. Islam menekankan pentingnya niat luhur di dalam bekerja
sebagaimana dikatakan oleh Muhammad Rasulullah SAW bahwa setiap amal
perbuatan harus diiringi dengan niat dan setiap orang hanya akan mendapatkan apa
yang sudah diniatkannya. Niat di dalam bekerja itu ditempatkan sesuai dengan
perintah atau hukum Allah Swt sendiri.
7. Dalam Al-Qur’an reigiusitas ini tersirat di surat Al Baqarah ayat 208 yang
menjelaskan tentang himbauan kepada umat Islam untuk beragama secara penuh
maksudnya disini adalah tidak setengah-setengah. Seorang muslim yang beragama
secara penuh, dalam kegiatan atau aktivitas kesehariannya ia menanamkan nilai-
nilai ke Islaman baik dalam ruang lingkup ibadah maupun bermu’amalah. Bunyi surat
al-Baqarah (2) ayat 208 sebagai berikut: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah
kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-
langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu” Searah dengan
pandangan Islam, Glock dan Stark menilai bahwa kepercayaan keagamaan adalah
jantungnya dimensi keyakinan. Rumusan Glock dan Stark mengenai pembagian
dimensi religiusitas menjadi lima dimensi tersebut diatas, menurut Nashori Suroso
memiliki kesesuaian dengan Islam. Keberagaman dalam Islam tidak hanya
diwujudkan dalam bentuk ibadah ritual saja, akan tetapi juga dalam aktivitas-aktivitas
lainya sebagai suatu sistem Islam yang mendorong pemeluknya beragama
secara kaffah atau menyeluruh. Nashori Suroso menyatakan bahwa dimensi
keyakinan dapat disejajarkan dengan aqidah, dimensi praktik agama disejajarkan
dengan syariah dan dimensi pengamalan disejajarkan dengan akhlak, dimensi
pengetahuan dengan ilmu dan dimensi pengalaman dengan ihsan (penghayatan).
Secara komprehensif, relgiusitas dalam perspektif Islam terdiri dari tiga dimensi
dasar, yaitu Islam, Iman, Ihsan. Dari pandangan tersebut saya masih merasa belum
memiliki religiulitas karena saya masih memasukkan nafas Islam itu sendiri dalam
saya beraktivitas. Masih banyak pelanggaran-pelanggaran yang saya lakukan dalam
beragama.
8. Dalam meningkatkan religiulitas ini bisa dilakukan dengan menyadari dan
penghayatan dalam beragama. Menyadari dan menjabarkan ajaran agama yang
diyakininya. Mereka mampu menjelaskan agamanya, baik yang masuk akal dan
tidak. Dalam setiap agama, termasuk agama yang diyakininya, ada bagian yang
rasional dan ada bagian yang dogmatis dalam agama. Dalam ajaran agama ada
bagian yang dapat dipahami oleh akal. Sebagian besar ajaran agama masuk dalam
wilayah rasional, sesuatu yang mudah diterima oleh umumnya akal manusia.
Perlunya berakhlak baik terhadap orangtua, anak, saudara, tetangga, umat manusia
pada umumnya adalah contoh ajaran agama yang mudah diterima akal. Namun,
agama juga mengajarkan sesuatu yang tidak mudah diterima oleh akal. Kalupun
mudah, butuh waktu untuk mencernanya, seperti adanya surga dan neraka, adanya
malaikat raqib dan malaikat atid yang selalu mencatat perbuatan kita, adanya jin
yang dapat ganggu kehidupan kita, ada arsy Allah, tiap kepak sayap burung ada
zikirnya, dan seterusnya. Tidak hanya mempercaya sisi rasional dan sisi dogmatis
dalam agama, orang yang matang beragama juga mampu menjabarkan ajaran
agamanya. Mereka mampu menerangkan berbagai macam ajaran agama, termasuk
bagian agama yang dapat dengan mudah diterima manusia dan bagian agama yang
butuh waktu untuk diterima kebanyakan manusia. Lebih lanjut, mereka juga
berupaya untuk mengharmoniskan hal yang rasio dan dogmatis.

Anda mungkin juga menyukai