Anda di halaman 1dari 22

Hukum dan Moralitas

Karl Nickerson Llewellyn


Kelompok 8

Citra Ratu Kusuma Hakim 1506780071


Claudia Oktarini 1506780084
Rininta Dewi Saraswati 1506780973
Robertus Seta 1506781036
Yomi Putri Y. D 1506781194
Agenda

1 Biografi

2 Legal Realism

3 Hukum dan Moral

4 Kesimpulan
Biografi – Latar Belakang Kehidupan

 Karl Nickerson Llewellyn 22 Mei 1893 – 13 Februari 1962


 Lahir di Seattle, dan besar di Brooklyn
 Bersekolah di Yale College and Yale Law School, dan menjadi editor kepala pada Yale
Law Journal.
 Bergabung dengan Columbia Law School pada 1925 dan kemudian berpindah-
pindah sampai akhirnya menjadi guru besar pada University of Chicago Law School.
 Tokoh penting dalam Legal Realism.
Biografi

 Berasal dari keluarga dengan latar belakang puritan.


 Secara logika berpikir inilah yang melatar belakangi pola pokir yang
conservatif dan juga radikal.
 Pemikirannya dipengaruhi oleh tokoh yang dia anggap juga sebagai gurunya
yakni Corbin
 Kesamaan pola pikir Llewellyn dan Corbin terlihat dalam hasil karyanya “The
Law and the Judges” yang menuangkan beberapa ide mengenai tradisi dalam
Common Law.
 Namun demikian hasil karya Llewellyn dinilai lebih memuaskan dan lebih
pandai dalam menuangkan buah pikirannya.
 Llewellyn tidak lama berada di Yale, pada tahu 1923 dia dipromosikan menjadi
professor dan memulai kariernya di New Haven.
 Setelah menikah dan mengikuti keinginan istrinya ke New York, dia mengajar
ke Columbia Law School dan New Haven.
 Perpindahannya ke Columbia Law School mempunyai sejarah penting
sehingga Llewellyn merupakan seorang realist yang pertama kali mengajar di
kedua perguruan tinggi tersebut.
Biografi

 Spesialisasi nya adalah Commercial Law dan Ilmu Hukum (Jurisprudence)


 Dalam ilmu hukum Llewellyn menunjukkan 3 hal utama dalam ilmu hukum
yakni :
1. Selama periode 1920 dia menunjukkan ketertarikan pada anthropology
dan sociology;
2. Pada periode 1927 mulai tertarik pada bidang perbandingan proses
peradilan dan perbandingan kasus hukum;
3. Ide nya terkait kerjasama interdisiplin, realisme dan keilmuan hukum
yang saling berinteraksi pada penerapan substansi hukum.
Biografi - Publikasi

1930: The Bramble Bush: On Our Law and Its Study


1941: The Cheyenne Way (with E. Adamson Hoebel)
1960: The Common Law Tradition-Deciding Appeals
1962: Jurisprudence: Realism in Theory and Practice
1989: The Case Law System in America
2011: The Theory of Rules
Latar Belakang Munculnya Realisme Hukum

Di Amerika
• Berkembang sekitar abad ke 19 hingga abad ke 20, ketika paham laissez faire menjadi
kepercayaan yang dominan.
• Segala kegiatan intelektual termasuk filsafat dan ilmu sosial selalu dipengaruhi oleh
pandangan formalisme, yang menerapkan prinsip logika dan matematika tanpa
mencoba menghubungkannya dengan fakta yang terjadi.
• Kebangkitan dan kemajuan teknologi yang mendominasi kehidupan di Amerika Serikat
telah merubah cara berpikir kaum intelektual dan menggirikan sebuah gerakan
“pembangkangan melawan formalisme”

Di Skandinavia
Diterimanya pemikiran realis di kawasan ini disebabkan tulisan para yuris negara Nordic
yang mulai kritis terhadap sistem hukumnya sendiri. Kawasan Skandinavia yang relatif
terisolasi dari Eropa dan minim perdagangan internasional meyakinkan bahwa Roman Law
sebagai hukum yang mendominasi tidak memberikan dampak yang besar bagi
perkembangan hukum mereka.
Tradisi berpikir empiris yang berkembang subur di Inggris dalam bidang filsafat, turut
mempengaruhi cara berpikir mengenai hukum di kawasan Skandinavia.
Realisme Hukum di Amerika dan Skandinavia
Realisme Amerika Realisme Skandinavia
• Dipengaruhi oleh pendekatan sosiologis Dipengaruhi oleh pendekatan psikologis
dan psikologi sosial mengarah pada satu etis dengan fokus perhatian pada perilaku
objek pokok yaitu apa yang terjadi secara orang-orang yang berada di bawah hukum,
aktual dalam lembaga peradilan. berbeda dengan Amerika yang
• Bagaimana praktik hukum yang mempersoalkan praktik hukum para
dilaksanakan oleh para hakim dan pejabat hukumnya.
pegawai pengadilan menjadi persoalan
yang pokok. Kepedulian terhadap aspek praktis
jalannya proses peradilan sangat tinggi,
• Mereka yang membuat hukum secara namun dikaji dengan cara yang bersifat
konkret, karena dari merekalah
teoritis.
masyarakat melihat adanya hukum yang
eksis. Oleh sebab itu, persoalan teoritis
tidak perlu diindahkan.
Pemikiran Realisme Hukum

 Realisme hukum bermakna sebagai pandangan yang mencoba melihat


hukum sebagaimana adanya tanpa idealisasi dan spekulasi atas hukum yang
bekerja dan yang berlaku.
 Dalam pandangan realisme hukum, hukum tidak statis dan selalu bergerak
terus menerus sesuai dengan perkembangan zaman dan dinamika
masyarakat.
 Realisme tidak menempatkan undang-undang sebagai sumber utama
hukum, melainkan menempatkan hakim sebagai titik pusat perhatian dan
penyelidikan hukum.
 Hukum adalah kelakuan aktual para hakim (patterns of behaviour) yang
ditentukan oleh tiga faktor :
1. Kaidah hukum yang dikonkretkan hakim dengan metode interpretasi dan
konstruksi
2. Moral hidup pribadi hakim
3. Kepentingan sosial
Pokok Pendekatan Realisme Hukum

Karl Llwellyn menyampaikan bahwa pokok pendekatan realisme hukum memiliki ciri
sbb :

1. Realisme hukum bukan merupakan aliran, melainkan gerakan dalam cara


berpikir dan bekerja tentang hukum.
2. Konsepsi mengenai hukum yang berubah-ubah dan hukum yang diciptakan oleh
pengadilan.
3. Hukum adalah alat untuk mencapai tujuan sosial.
4. Masyarakat berubah lebih cepat dari hukum.
5. Realisme mendasarkan ajarannya atas pemisahan sementara antara sollen dan
sein untuk kepentingan suatu penyidikan.
6. Tidak mempercayai bahwa aturan yang ada sudah mencukupi untuk
menunjukan apa yang harus dilakukan oleh pengadilan.
7. Realisme tidak mendasarkan pada konsep hukum tradisional bahwa peraturan
merupakan faktor utama dalam mengambil keputusan.
8. Mempelajari hukum hendaknya dalam lingkup yang lebih sempit sehingga lebih
nyata.
9. Hukum hendaknya dinilai dari efektivitasnya dan kemanfaatannya.
Tokoh Gerakan Realisme Hukum

John Chipman Gray


• Gray menempatkan hakim sebagai titik pusat perhatian dan penyelidikan hukum.
Di samping unsur logika sebagai faktor penting dalam pembentukan perundang-
undangan, terdapat juga unsur kepribadian, prasangka, dan unsur lain di luar
logika berpengaruh sangat besar.

Jerome Frank
• Para ahli hukum pada umumnya dan para hakim pada khususnya setia pada
dongeng tentang kepastian hukum dengan membina suatu sistem putusan-
putusan hakim atau peraturan-peraturan lengkap. Menyembunyikan keadaan
sesungguhnya bahwa tiap perkara pada hakikatnya merupakan masalah tersendiri
yang memerlukan penciptaan suatu putusan khusus.

Axel Hagerstrom
• Berkeinginan membangun ilmu hukum yang real, bebas dari mitologi, teologi, dan
metafisika. Ilmu pengetahuan hukum harus bertitik tolak dari kenyataan-
kenyataan empiris yang relevan dalam bidang hukum.
Ciri-ciri Realisme Hukum

Karl N. Llewellyn menyebutkan beberapa ciri dari Realism ini, yang terpenting diantaranya adalah
sebagai berikut :
• Tidak ada Mazhab realis; Realisme adalah gerakan dari pemikiran dan kerja tentang hukum;
• Realisme adalah konsepsi hukum yang terus berubah dan alat untuk tujuan-tujuan social, sehingga
tiap bagian harus diuji tujuan dan akibatnya. Realisme mengandung konsepsi tentang masyarakat
yang berubah lebih cepat daripada hukum;
• Realisme menganggap adanya pemisahan sementara antara hukum yang ada dan yang seharusnya
ada, untuk tujuan-tujuan studi. Pendapat-pendapat tentang nilai harus selalu diminta agar tiap
penyelidikan ada sasarannya, tetapi selama penyidikan, gambaran harus tetap sebersih mungkin
karena keinginan-keinginan pengamat atau tujuan-tujuan etis;
• Realisme tidak percaya pada ketentuan-ketentuan dan konsepsi-konsepsi hukum, sepanjang
ketentuan-ketentuan dan konsepsi hukum mengambarkan apa yang sebenarnya dilakukan oleh
pengadilan-penagdilan dan orang-orang. Realisme menerima defenisi peraturan-peraturan sebagai
ramalan-ramalan umum tentang apa yang akan dilakukan oleh pengadilan-pengadilan. Sesuai
dengan kepercayaan itu, Realisme menggolongkan kasus-kasus ke dalam kategori-kategori yang lebih
kecil daripada yang terdapat dalam praktik di masa lampau.
• Realisme menekankan pada evolusi tiap bagian dari hukum dengan megingatkan akibatnya.
Peraturan dan Kebijaksanaan

 Llwellyn menyatakan: “ Don’t get your law from rules, but get your rules from
the law that is”
 Peraturan itu berpori dan hakim memiliki kebijaksanaan dalam memahami
dan menerapkan hukum.
 Llewellyn meyakini bahwa masyarakat itu bersifat dinamis (berubah), yang
membuat hukum selalu mengejar masyarakat. Bahwa setiap bagian dari
hukum perlu di periksa ulang untuk menentukan seberapa jauh hukum itu
cocok dengan masyarakat. Pengadilanlah yang memikul tanggungjawab untuk
pemeriksaan ulang ini.
Hukum dan Moralitas

 Llwellyn percaya bahwa ada pemisahan/perceraian sementara antara hukum dan


moralitas.
 Llwellyn menolak untuk mendefinisikan hukum. Llwellyn lebih konsentrasi dalam
memberi karakterisitk hukum. Llwellyn sendiri mengakui adanya perbedaan antara
"hukum dalam buku" dan "tindakan hukum" merupakan pengakuan terhadap
kesenjangan yang ada antara hukum sebagaimana yang termaktub dalam perkara
pidana, perdata, dan buku-buku kode administrasi, dan hukum. Sebuah realisme
hukum terbentuk sepenuhnya menekankan pada mempelajari perilaku praktisi
hukum, termasuk praktek-praktek mereka, kebiasaan, dan teknik tindakan serta
pengambilan keputusan tentang orang lain.
 Untuk memperbaiki suatu hukum, harus diketahui bagaimana hukum itu sendiri (the
law as it is) sebagai lawan bagaimana hukum yang diinginkan (what they would like
the law to be).
 Moral diperlukan untuk memperbaiki hukum. Hukum itu sendiri (law as it is)
dibentuk oleh pertimbangan moral yang diaplikasikan oleh pengadilan dengan
logika. Pada poin ini, digabungkanlah/dikawinkanlah hukum dan moralitas.
Pengadilan harus melaksanakan tugas untuk secara aktif menyelaraskan hukum dan
keadilan.
Hukum dan Moralitas

• Llewellyn tidak mempercayai bahwa peraturan akan mewakili dengan adil


bagaimana pengadilan sebenarnya memutuskan suatu kasus. Seorang ahli
hukum yang ingin mencari tahu atau memahami apa yang sebenarnya
dilakukan/diputuskan oleh suatu pengadilan harus mempelajari opini atau
pendapat hakim secara sistematis.
• Ia menyatakan bahwa hukum merupakan prediksi secara umum atas apa yang
akan dilakukan oleh pengadilan. Dengan mempelajari suatu pendapat secara
mendalam dan sistematis, cara suatu peraturan beroperasi dalam kenyatannya
dapat berbeda dari apa yang tertulis dalam buku peraturan. Apa yang kita dapat
dari mempelajari preseden ataupun putusan yang sudah berlalu adalah suatu
prediksi, karena kita tidak dapat dengan pasti menyatakan bahwa apa yang sudah
ditetapkan dalam pendapat di masa lalu akan diikuti pada kasus berikutnya.
4 (Empat) Macam Kharakteristik Hukum

Menurut Karl Llewelyn, ada empat macam kharakteristik hukum sebagai kontrol sosial
yang harus ada bagi suatu sistem normatif yang disebut hukum, yaitu :
• Pertama, hukum merupakan kumpulan aturan yang berisi kewajiban-kewajiban
atau perbuatan-perbuatan yang dilarang.
• Kedua, aturan itu disertai dengan ancaman sanksi hukum, baik yang berupa
hukuman atau pidana.
• Ketiga, jika terjadi konflik antara norma hukum dengan norma-norma lainnya, maka
yang mesti diikuti adalah aturan hukum. Meskipun hal itu melanggar norma-norma
lainnya.
• keempat, aturan hukum adalah bagian dari sistem hukum yang lebih besar, yang
meliputi suatu konsep dasar pemikiran atau filsafat, suatu kumpulan prosedur
untuk menerapkan dan menegakkan hukum, dan para aparatur yang diberi
wewenang dan tanggung jawab untuk melaksanakan prosedur hukum.
Kritik terhadap pendapat Karl Llewelyn

 Kritik terhadap Llewelyn yang utama memandang bahwa Llewelyn


terlalu berfokus untuk mengedepankan “fakta” dalam proses
peradilan.
 Hal ini dianggap sebagai bentuk kegagalan Llewelyn untuk memahami
dengan teliti struktur atas lembaga-lembaga hukum dan standar yang
digunakan untuk membuat putusan yang mereka buat.
 Pemikiran Llewelyn dianggap tidak berdasarkan moral dan seperti
hampir tanpa peraturan (lawless).
 Kritik terhadap aliran realisme hukum juga diajukan terhadap hal-hal
yang berkenaan dengan pandangannya tentang proses judisial. Dalam
hal ini kritik diajukan terhadap statement yang normatif dan terhadap
konsep “logic”, sedangkan terhadap penekanan kaum realis hanya
terhadap kasus-kasus yang susah saja.
Pendapat Kritikus

1. Walter Kennedy menganggap bahwa Llewelyn terlalu menggunakan perasaan,


tidak rasional, berprasangka, dipengaruhi oleh lingkungan, dan memiliki
ketidakpercayaan terhadap hukum dalam menerapkan hukum itu sendiri.
2. Herman Kantorowicz menganggap bahwa Llewelyn tidak dapat membedakan
secara analitis perbedaan antara konsep penjelasan dan pembenaran, hukum
dan etika, serta realita dan arti.
3. Harry Jones berkomentar bahwa Llewelyn hanya sebatas membandingkan antara
hukum itu sendiri, yaitu apa fakta yang terdapat di pengadilan, dengan hukum
normatif, yaitu “bagaimana seharusnya”, yang terdapat di buku.
4. Lon L. Fuller mempertanyakan standar apa yang dapat digunakan untuk
memberlakukan hukum ketika ketentuan mengenai hukum itu sendiri
dikesampingkan.
5. Roscoe Pound mempertanyakan faktor statis apa yang akan diteliti dan kemudian
digunakan untuk mengevaluasi suatu pilihan.
Kesimpulan

• Aliran Realisme Hukum diprakarsai oleh Karl Llewellyn yang terkenal dengan konsep
radikal tentang proses peradilan dengan menyatakan bahwa ‘hakim-hakim tidak
hanya menemukan hukum, akan tetapi juga membentuk hukum’. Singkatnya dari
konsep tersebut dapat dideskripsikan bahwasannya seorang Hakim dalam
memutuskan suatu perkara tidak harus terpatok oleh hukum yang tertulis tetapi
juga harus mempertimbangkan aspek-aspek ‘keadilan’ sehingga apabila vonis yang
dijatuhkan hakim tidak sesuai dengan hukum yang tertulis maka menurut aliran ini
tidaklah masalah selama vonis yang diputus oleh Hakim tersebut
mempertimbangkan aspek-aspek keadilan.
• Realisme hukum ini utamanya kajian dari Karl Llewellyn mempunyai tautan
terhadap kritik terhadap aliran legal formalism yang didasari dari dalil mengenai
hukum yang harus dianalisis seperti institusi sosial. Ia juga mengusulkan pendekatan
deskriptif yang berdasarkan fakta, yang fokusnya pada dimensi hukum berdasarkan
ilmu sosial. Namun pada dasarnya aliran legal realism ini kurang menekankan pada
aspek sains-nya, oleh karena itu Llewellyn menyebutkan bahwa legal realism ini
lebih cocok disebut sebagai gerakan dan kerja tentang hukum dibandingkan sebagai
mazhab/aliran dari teori hukum.
Kesimpulan

• Realisme berpendapat bahwa tidak ada hukum yang mengatur suatu


perkara sampai ada putusan hakim terhadap perkara itu. Apa yang
dianggap sebagai hukum dalam buku-buku, baru menetapkan taksiran
tentang bagaimana hakim akan memutuskan.
• Realisme sebenarnya adalah reaksi terhadap Positivisme Hukum. Jika
dalam Positivisme hakim dianggap corong undang-undang (dengan
menggunakan logika dan silogisme), maka Realisme ingin memberikan
kekuasan yang lebih besar kepada Hakim (dengan menggunakan analogi)
dalam memutuskan suatu perkara.
Daftar Pustaka
Aburaera, Sukarno, Muhadar dan Maskun. Filsafat Hukum Teori dan Praktek. Jakarta:
Prenadamedia Group, 2013.
Ali, Zainuddin. Filsafat Hukum. Jakarta : Sinar Grafika, 2008.
Cahyadi, Antonius dan E. Fernando M. Manullang. Pengantar ke Filsafat Hukum.
Jakarta : Kencana, 2011.

Don C. Gibbon, Society, Crime and Criminal Career, Third Edition, Englewood:
Prentice Hall Inc., 1973.

Erwin, Muhamad. Filsafat Hukum Refleksi Kritis Terhadap Hukum. Jakarta :


Rajawali Pers, 2011.

Prof. Dr. Soerjono Soekanto, S.H., M.A., Pokok-Pokok Sosiologi Hukum (Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2007)

Rasjidi, Lili dan Ira Rasjidi. Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum. Bandung : Citra
Aditya, 2001.
Ratnapala, Suri. Jurisprudence. New York : Cambridge University. Press, 2009.
Terima Kasih
Kelompok 8
Citra Ratu Kusuma Hakim (NIM : 1506780071)
Claudia Oktarini (NIM : 1506780084)
Rininta Dewi Saraswati (NIM : 1506780973)
Robertus Seta (NIM : 1506781036)
Yomi Putri Y. D (NIM : 1506781194)

Anda mungkin juga menyukai