Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN

PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)


BIDANG PEMERINTAHAN

Laporan Kunjungan ke Dinas Kesehatan dan Instalasi Farmasi


Kabupaten Malang

DISUSUN OLEH :
Ade Yulianingsih, S.Farm.
NIM. 200070600111010

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
LEMBAR PENGESAHAN
(Scan punya kalian sendiri yaa)
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Menurut Undang-Undang No.36 tahun 2009, kesehatan adalah keadaan
sehat, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan setiap
orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Untuk mewujudkan
masyarakat yang sejahtera, maka kualitas sumber daya manusianya perlu
ditingkatkan secara terus menerus termasuk derajat kesehatnnya. Kesehatan
merupakan salah satu modal penting dalam pembangunan kualitas sumber
daya manusia. Tujuan umum pembangunan kesehatan nasional adalah
tercapainya mutu dan lingkungan hidup yang optimal bagi setiap penduduk
serta tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, meliputi kesehatan
badaniah, rohaniah, sosial, dan bukan hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat,
dan kelemahan.

Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, menyelenggarakan,


mengatur, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang
merata dan terjangkau oleh masyarakat (UU No 36, 2009). Dalam
melaksanakan tanggung jawab di bidang kesehatan ini, pemerintah pusat melalui
sistem otonomi daerah, melimpahkan sebagian kewenangannya kepada
pemerintah daerah. Dengan demikian pemerintah daerah memiliki hak,
wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat khususnya di bidang
kesehatan. Tujuan pelaksanaan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan pembangunan
sesuai dengan kehendak dan kepentingan masyarakat (UU No. 32, 2004).

Dinas Kesehatan merupakan instansi pemerintah yang termasuk ke


dalam unsur pelaksana otonomi daerah di bidang kesehatan dan dipimpin
langsung oleh seorang Kepala Dinas. Tugas pokok Dinas Kesehatan adalah
melaksanakan urusan pemerintah daerah sesuai dengan asas otonomi serta
kewajiban pembantuan dalam bidang kesehatan di lingkup daerah atau
kabupaten (PP No. 51, 2009). Dinas kesehatan Kabupaten Malang sebagai
penyelenggara kesehatan tertinggi di Kabupaten Malang, memiliki fungsi
sebagai pelaksanaan urusan pemerintahan daerah bidang kesehatan dan penyedia
informasi fasilitas kesehatan yang berada di Kabupaten Malang serta perumusan
dan penetapan kebijakan teknis urusan bidang kesehatan. Dinas Kesehatan
Kabupaten Malang juga bertugas melakukan pembinaan dan pengembangan
kesehatan masyarakat. Salah satu divisi dalam struktur organisasi Dinas
Kesehatan Kabupaten Malang adalah sumber daya kesehatan yang membawahi
seksi kefarmasian. Seksi kefarmasian memiliki tugas pokok dalam
perencanaan, perizinan, pengelolaan serta pengawasan pekerjaan kefarmasian.
Seksi kefarmasian juga membawahi Gudang Farmasi Kabupaten yang bertugas
untuk menyalurkan keperluan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP ke
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) yang berada di Kabupaten Malang,
dimana tentunya diperlukan seorang yang mempunyai kompetensi di bidang
tersebut untuk dapat menajalankannya, yaitu seorang Apoteker.

Secara umum, salah satu peran apoteker adalah untuk mengembangkan


pembangunan di bidang obat melalui menjamin tersedianya obat dengan jenis
dan jumlah yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan mutu, menjamin obat dapat
tersebar merata secara teratur sehingga mudah diperoleh pada tempat dan
waktu yang tepat, serta dapat meningkatkan kerasionalan serta efisiensi
penggunaan obat. Pengelolaan obat terdiri dari perencanaan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, distribusi dan pencatatan pelaporan (Depkes RI,
2009).

Dalam mewujudkan pembangunan kesehatan khususnya dalam bidang


farmasi seperti di atas maka sangat diperlukan peranan seorang apoteker untuk
mengerjakan pekerjaan kefarmasian dan pelayanan kefarmasian di lingkungan
Dinas Kesehatan. Untuk mempersiapkan para apoteker yang profesional maka
dilaksanakan praktek kerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Malang sebagai
pelatihan untuk menerapkan ilmu yang telah didapatkan di masa kuliah, dapat
lebih memahami juga mengetahui peran dan fungsi apoteker di pemerintahan,
serta mempelajari segala kegiatan dan permasalahan yang ada di Dinas Kesehatan.
Dengan latar belakang tersebut, maka diadakan kerjasama antara Program Studi
Profesi Apoteker Universitas Brawijaya dengan Dinas Kesehatan Kabupaten
Malang berupa Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA).

1.2. Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Hari/ Tanggal : Senin, 23 November 2020 s/d Jum’at, 27 November 2020.

Tempat Pelaksanaan : Dinas Kesehatan dan Gudang Farmasi Kabupaten


Malang Kabupaten Malang.

1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Memperoleh gambaran secara umum mengenai kegiatan
kefarmasian danperan, fungsi serta tanggung jawab apoteker di Dinas
Kesehatan Kabupaten Malang.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui dan memahami struktur organisasi, tugas, peran, dan
fungsi bidang farmasi di Dinas Kesehatan Kabupaten Malang.
b. Memahami kegiatan terkait kefarmasian di Dinas Kesehatan
Kabupaten Malang meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan
pelaporan.
c. Membekali calon Apoteker agar memiliki pengetahuan,
keterampilan, sikap perilaku (profesionalime) serta wawasan dan
pengalaman nyata dalam melakukan praktik profesi dan pekerjaan
kefarmasian di bidang Pemerintahan.
d. Memberi gambaran nyata tentang permasalahan (problem solving)
praktek dan pekerjaan kefarmasian di bidang pemerintahan.
BAB II
URAIAN TUGAS

2.1. Dinas Kesehatan


2.1.1. Profil Singkat
Menurut Peraturan Bupati Malang Nomor 32 Tahun 2016, Dinas
merupakan unsur pelaksana urusan pemerintahan pada bidang tertentu, sedangkan
Dinas Kesehatan Kabupaten Malang merupakan unsur pelaksana otonomi daerah
dalambidang kesehatan yang dipimpin oleh Kepala Dinas yang berada dibawah
dan bertanggung jawab kepada Bupati Malang melalui Sekretaris Daerah
Kabupaten Malang. Dinas Kesehatan Kabupaten Malang memiliki tugas sebagai
berikut.
1. Melaksanakan urusan pemerintahan daerah dan tugas pembantuan dalam
bidang kesehatan.
2. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Bupati Malang sesuai
dengan bidang tugasnya masing-masing.

Dalam melaksanakan tugas di atas, maka Dinas Kesehatan Kabupaten


Malang mempunyai fungsi sebagai berikut:

1. Perumusan kebijakan bidang kesehatan.

2. Pelaksanaan kebijakan bidang kesehatan.

3. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan bidang kesehatan.

4. Pelaksanaan administrasi Dinas Kabupaten Malang.

5. Pembinaan UPT (Unit Pelayanan Terpadu).

6. Pemberian perizinan dan pembinaan, pelaksanan pelayanan kepada


masyarakat di bidang kesehatan.

7. Pengoordinasian, integrasi dan sinkronisasi program kegiatan di lingkungan


Dinas Kesehatan Kabupaten Malang.
8. Pelaksanaan kerja sama dengan lembaga pemerintah dan lembaga lainnya.

Puskesmas yang dibawahi oleh Dinas Kabupaten Malang, antara lain:

1. Tumpang 14. Kromengan 27.Sumbermanjing Kulon

2. Dampit 15. Sumberpucung 28. Kalipare

3. Pakis 16. Kepanjen 29. Karangploso

4. Jabung 17. Pakisaji 30. Bantur

5. Poncokusumo 18. Turen 31. Pagelaran

6. Pujon 19. Ngajum 32. Gedangan

7. Singosari 20. Ampelgading 33. Wonokerto

8. Wagir 21. Tirtoyudo 34. Dau

9. Kasembon 22. Pamotan 35. Ketawang

10. Lawang 23. Bululawang 36. Gondanglegi

11. Ardimulyo 24. Sitiarjo 37. Donomulyo

12. Singosari 25. Tajinan 38. Wajak

13. BP 26. Sumbermanjing Wetan 39. Ngantang

2.1.2. Visi dan Misi


Visi Dinas Kesehatan Kabupaten Malang adalah “Terwujudnya
Masyarakat Kabupaten Malang Sehat yang Berkeadilan dan Mandiri”. Adapun
misinya adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan keterjangkauan akses pelayanan kesehatan di Kabupaten


Malang yang berkualitas dan berkeadilan
2. Meningkatkan kemandirian masyarakat Kabupaten Malang di bidang
Kesehatan melalui pemberdayaan masyarakat, swasta dan kerja sama lintas
sektor.
3. Meningkatkan kualitas Sumber Daya Kesehatan yang merata dan berkeadilan
di masyarakat Kabupaten Malang.
4. Meningkatkan kualitas manajemen pemerintahan bidang kesehatan di
Kabupaten Malang yang efektif dan professional.

2.1.3. Struktur Organisasi


Struktur organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Malang pada tahun 2020
didasarkan pada Peraturan Bupati Malang Nomor 32 tahun 2016 tentang
Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi, serta Taat Kerja Dinas
Kesehatan. Susunan organisasi tercantum pada gambar 2.1. Berdasarkan gambar
2.1, Dinas Kesehatan Kabupaten Malang memiliki 3 Sub Bagian dan 4 Bidang.
Pembagian Sub Bagian adalah sebagai berikut, Umum & Kepegawaian;
Keuangan & Aset; dan Perencanaan, Evaluasi, & Pelaporan. Sedangkan
pembagian bidang menjadi Kesehatan Masyarakat; Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit; Pelayanan Kesehatan; dan Sumber Daya Kesehatan. Pada laporan
kunjungan PKPA ini akan lebih membahas mengenai bidang sumber daya
kesehatan terutama seksi kefarmasian untuk mengetahui peran dan fungsi
apoteker di Dinas Kesehatan Kabupaten Malang.
Kepala Seksi Kefarmasian merupakan seorang apoteker (apt. Nur
Khulaillah, S.Si.) dengan begitu pemahaman terhadap tugas dan fungsi seksi
kefarmasian lebih maksimal. Di bawah seksi kefarmasian terdapat Gudang
Farmasi Kabupaten Malang (GFK). Penanggung jawab kegiatan pengelolaan obat
dan alat kesehatan di Gudang Farmasi Kabupaten (GFK) adalah seorang apoteker
(apt. Lissa Putri Wardhani, S.Farm.).
-------- : Garis Koordinasi
: Garis Komando

Gambar 2.1 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Malang

2.1.4. Seksi Kefarmasian


Tugas Seksi Kefarmasian pada Peraturan Bupati Tahun 2016 pasal 34,
sebagai berikut :
a. Penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional serta
menyiapkan bahan perencanaan, pengadaan obat, dan pengawasan sediaan
kefarmasian, kosmetika, makanan, dan minuman;
b. Melaksanakan bimbingan, upaya, dan promosi di bidang sediaan
kefarmasiaan, kosmetika, makanan dan minuman;
c. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian keamanan mutu obat, narkotika,
psikotropika, zat adiktif dan bahan berbahaya, obat tradisional dan kosmetika,
makanan dan minuman;
d. Menyiapkan bahan dan proses perizinan distribusi pelayanan obat dan sediaan
kefarmasiaan, kosmetika, makanan dan minuman;
e. Pengawasan, monitoring dan evaluasi serta pelaporan di bidang kefarmasian,
kosmetika, makanan dan minuman;
f. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang Sumber Daya
Kesehatan sesuai dengan bidang tugasnya.

Kegiatan kegiatan rutin yang dilakukan seksi kefarmasian Dinas


Kesehatan Kabupaten Malang sebagai berikut:
1. Perencanaan obat yang diperlukan untuk 1 tahun kedepan. Perencanaan
sesuai dengan formularium nasional da nada beberapa dari formularium
kabupaten.
2. Pengadaan obat untuk setiap tahunnya.
3. Pengawasan mutu obat
4. Distribusi obat ke 39 Puskesmas dan 1 BP, masing-masing 2 bulan sekali.
Setiap puskesmas memiliki jadwal sendiri saat obat akan di ditribusikan.
5. Dinas kesehatan kabupaten setiap 2 bulan sekali keliling mengunjungi
puskesmas dengan total 39 puskesmas.
6. Monitoring dan evaluasi peresepan rasional puskesmas
7. Monitoring dan evaluasi pengelolaan obat puskesmas
8. Repacking obat PKD untuk pendistribusian ke Puskesmas
9. Pengawasan Obat Tradisional
10. Pengawasan pelaporan obat di Apotek dan Toko Obat
11. Supervisi ke rumah sakit, klinik rawat inap dan rawat jalan
12. Pengurusan Surat Izin Praktek Apoteker, Surat Izin Apotek.
13. Rekomendasi Apoteker di Apotek, Instalasi Farmasi RS, PBF dan IKOT
14. Rekapitulasi pelaporan sipnap apotek dan puskesmas.
2.1.5. Peran Apoteker
Standar pelayanan kefarmasian menurut undang-undang adalah meliputi
perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian, dan
pencatatan atau pelaporan. Peran apoteker dalam struktur organisasi Dinas Kesehatan
Kabupaten Malang sebagian besar terpusat pada seksi kefarmasian. Kepala Seksi
Kefarmasian sendiri adalah seorang apoteker. Dalam memimpin dan
mengkoordinasikan pekerjaan/pelayanan kefarmasian dengan staf, seorang kepala
menerbitkan surat Uraian Tugas / Tugas Pokok kepada masing-masing staff. Surat ini
berisi daftar tugas atau Job Description dari masing-masing unit kerja Seksi
Kefarmasian.
Berikut adalah peran apoteker dalam seksi kefarmasian unit kerja bidang
sumber daya kesehatan sesuai surat uraian tugas.
1. Menerima dan memeriksa obat datang dari distributor.
2. Mendokumentasikan LPLPO.
3. Memeriksa dan menyerahkan obat ke puskesmas,
a. sesuai jadwal (obat PKD dan buffer stock)
b. tidak sesuai jadwal (Obat Program, Gizi , dan lain-lain).
4. Mencatat obat yang diberikan ke Puskesmas pada kartu stelling.
5. Melakukan rekapitulasi pemberian obat ke puskesmas.
6. Mengolah data laporan bulanan mutasi obat.
7. Membuat laporan stock opname Instalasi Farmasi Kabupaten tiap tahun,
melaksanakan tugas lain yang sesuai bidang tugas, yang diberikan oleh, kepala
kefarmasian dan kepala bidang sumber daya kesehatan.
8. Menyiapkan pelaksanaan pembinaan Toko Obat dan Peracik/Penyalur Obat
Tradisional,
a. menyiapkan bahan pemeriksaan berupa : check list, laporan akhir tahun, dan
bahan lain untuk keperluan pemeriksaan
b. mendokumentasikan pemeriksaan setempat.
9. Sertifikasi IRTP, pembinaan dan pengawasan IRTP.
Selain yang disebutkan diatas, peran apoteker di dinas kesehatan Selain yang
disebutkan diatas, peran apoteker di dinas kesehatan adalah juga untuk menerima
pelaporan dari apotek-apotek dan toko obat tradisional yang berada dibawah naungan
Dinas Kabupaten, serta pengurusan surat ijin pembukaan Apotek, Surat Izin Praktik
Apoteker (SIPA) untuk Apotek dan Surat Perijinan Terpadu untuk toko obat dan
jamu. Peran apoteker dalam seksi kefarmasian juga turut memantau dan melakukan
survei obat, makanan, dan minuman.

a. SOP Perijinan SIPA (Surat Ijin Praktek Apoteker)


Dasar Hukum
1. Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
2. Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2010 tentang Pekerjaan
Kefarmasian
3. Permenkes No. 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin
Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian
4. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1331/Menkes/SK/X/2002
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
167/Kab/B.VIII/1972 tentang Pedagang Eceran Obat
5. Peraturan Bupati Nomor 6 tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat
Daerah DInas Kesehatan Kabupaten Malang.
Kualifikasi Pelaksana
1. Memahami kebijakan mengenai Perundang-undangan tentang Ijin
Praktik / Kerja Apoteker .
2. Memiliki kemampuan meneliti kelengkapan persyaratan Ijin
Apoteker.
3. Memiliki ijazah apoteker.
Alur SOP Perijinan SIPA

Staff memberikan informasi tentang penerbitan Surat Ijin Kerja Apoteker (SIKA/SIPA)

Mengajukan permohonan dan melengkapi berkas persyaratan serta mengisi formulir


permohonan

Pemeriksaan kelengkapan berkas dan keabsahan berkas permohonan

Penelitian administrasi

Mengecek ulang kelengkapan dan keabsahan berkas permohonan

Pembuatan surat ijin kerja

Persetujuan draft SIKA/SIPA oleh sekretaris

Penandatanganan SIKA/SIPA oleh Kepala Dinas

Penyerahan Surat Ijin Kerja Apoteker (SIKA/SIPA)

b. SOP Perijinan Apotek


Dasar Hukum
1. Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
2. Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2010 tentang Pekerjaan
Kefarmasian
3. Permenkes No. 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin
Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian
4. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
922/Menkes/PerIX/Tentang Ketentuan dan Tata cara Pemberian Ijin
Apotek
5. Kepmenkes 1197/Menkes/SK/X/2004 Tentang Standart Pelayanan
Kefarmasian di Apotek
6. Peraturan Bupati Nomor 6 tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat
Daerah Dinas Kesehatan Kabupaten Malang

Kualifikasi Pelaksana
1. Memahami kebijakan mengenai Perundang-undangan tentang
Perijinan
2. Memiliki kemampuan meneliti kelengkapan persyaratan Perijinan
Apotek
3. Memiliki kemampuan melkaukan supervisi ke Apotek
4. Memiliki kemampuan membuat Berita Acara Pemeriksaan
5. Memiliki ijazah apoteker dan atau Tenaga Teknis Kefarmasian

Alur SOP Perijinan Apotek

Staff memberikan informasi tentang penerbitan Surat Ijin Kerja Apotek (SIA)

Staff menerima permohonan dan memeriksa kelengkapan berkas permohonan

Staff meneruskan berkas yang telah lengkap ke Bidang Pengkajian & Pemrosesan
PTSP untuk menentukan bentuk kajian dan komposisi Tim Teknis

Staf melakukan kajian teknis terhadap permohonan izin yang diterima, melakukan
kunjungan lapangan dan atas dasar tersebut menerbitkan rekomendasi diterima atau
ditolaknya suatu permohonan izin kepada Kepala DPMPTSP selalu koordinator TIM
Teknis, membuat dan menandatangani BAPL

Kepala DPMPTSP menandatangani izin yang telah dicetak dan dicap stempel dan
diarsipkan di Bidang Pelayanan Perizinan diteruskan ke loket penyerahan.

Petugas loket penyerahan memeriksa bukti pendaftaran, bukti pembayaran dan


kesesuaian identitas pemohon

Petugas loket penyerahan menyerahkan izin kepada pemohon.


c. SOP Supervisi Puskesmas, Apotek, dan Toko Obat
Dasar Hukum
1. Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
2. Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2010 tentang Pekerjaan
Kefarmasian
3. Kepmenkes 1197/Menkes/SK/X/2004 Tentang Standart Pelayanan
Kefarmasian di Apotek
4. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Pedoman
Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Puskesmas
5. Peraturan Bupati Nomor 6 tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat
Daerah Dinas Kesehatan Kabupaten Malang

Kualifikasi Pelaksana

1. Memahami kebijakan mengenai Perundang-undangan tentang


Pengelolaan Obat
2. Memiliki kemampuan meneliti usulan obat, obat datang, mutasi obat,
pemusnahan obat dan penggunaan obat yang rasional
3. Memiliki kemampuan melakukan supervisi pengelolaan obat di
Puskesmas
4. Memiliki kemampuan membuat Berita Acara Pemeriksaan
5. Memiliki ijazah apoteker dan atau tenaga teknis kefarmasian
6. Memiliki kemampuan membuat materi pembinaan pengelolaan obat
di Puskesmas
7. Memiliki kemampuan menganalisa hasil supervisi
8. Memiliki kemampuan menganalisa rekapitulasi usulan kebutuhan obat
9. Memiliki kemampuan membuat Berita Acara Pemeriksaan

Pencatatan dan Pendataan

1. Laporan bulanan mutasi obat, peresepan rasional, penggunaan


narkotika psikotropika, dan ketersediaan
2. Laporan hasil supervisi pengelolaan obat di puskesmas
Kegiatan

1. Menyiapkan data apotek, toko jamu, dan puskesmas


2. Membuat kerangka acuan supervisi ke Puskesmas, Toko Jamu, dan
Apotek untuk pembinaan pengelolaan sediaan farmasi
3. Menyampaikan draft kerangka acuan kerja kepaa Kabid
4. Membuat nota dinas
5. Menyampaikan draft nota dinas kepada Kabid
6. Menyampaikan draft nota dinas kepada Kadin
7. Pembuatan surat tugas dan SPPD
8. Menandatangani surat tugas dan SPPD
9. Melaksanakan supervisi ke Puskesmas, Toko Jamu, dan Apotek
10. Membuat laporan hasil supervisi
11. Merencakanan pertemuan untuk menyampaikan umpan balik
12. Lanjut ke SOP pertemuan

2.2. Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP)
di Instalasi Farmasi Kabupaten Malang/Gudang Farmasi Kabupaten
Malang.
Pengelolaan sediaan farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP)
dilakukan mulai dari perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pengendalian, pencatatan, pelaporan, pemantauan, dan evaluasi.
Tujuan pengelolaan sediaan farmasi dan BMHP bertujuan untuk melaksanakan
pelayanan obat kepada masyarakat secara rasional, baik dan menyeluruh.
2.2.1. Perencanaan
Perencanaan merupakan suatu proses kegiatan seleksi Sediaan Farmasi dan
Bahan Medis Habis Pakai dilakukan untuk menentukan jenis dan jumlah sediaan
farmasi dan BMHP dalam rangka pemenuhan kebutuhan puskesmas. Tujuan
perencanaan adalah untuk mendapatkan perkiraan jenis dan jumlah sediaan
farmasi dan BMHP yang mendekati kebutuhan, meningkatkan penggunaan obat
secara rasional, dan meningkatkan efisiensi penggunaan obat.
Perencanaan kebutuhan sediaan farmasi dan BMHP dengan metode
konsumsi dan usulan dari puskesmas. Metode perencanaan diperoleh dari laporan
pengeluaran gudang selama 1 tahun. Laporan tersebut didapatkan dari hasil
rekapan setahun pengeluaran obat dan perbekalan farmasi di gudang yang dicek
perbulan. Selain itu, puskesmas juga memberikan rekomendasi atau usulan jenis
obat yang terkoordinir dilakukan setiap periode.

Perencanaan dimulai dengan penerimaan data pemakaian obat dalam


Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) dari Puskesmas
sekabupaten Malang oleh Instalasi Farmasi Kabupaten (IFK / GFK) kemudian
Dinkes melakukan kompilasi data pemakaian obat dari LPLPO tersebut untuk
mengetahui pemakaian obat setiap bulan dari masing-masing jenis obat di
Puskesmas selama setahun. LPLPO tersebut menggambarkan jumlah sediaan
farmasi dan BMHP yang dibutuhkan oleh setiap puskesmas. Dinkes kemudian
melakukan perencanaan pengadaan berdasarkan hasil rekapan dan kompilasi
usulan, DOEN, pedoman pengobatan dasar, sisa stok di IFK/GFK. Setelah
melakukan kompilasi maka dilakukan penyesuaian anggaran yang dimiliki dengan
mempertimbangkan kekosongan obat, buffer stock, serta menghindari stok yang
berlebihan, sehingga tidak terjadi kadaluarsa yang dapat menimbulkan kerugian.
Perencanaan di IFK dilakukan oleh apoteker.

2.2.2. Pengadaan
Pengadaan obat di IFK untuk menunjang pelayanan kesehatan dilakukan
berdasarkan formularium nasional (FORNAS), Daftar Obat Essensial Nasional
(DOEN), Formularium Kabupaten (FORKAB) dan obat yang ada di Lembaga
Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Pengadaan didanai
melalui berbagai sumber anggaran dana yaitu DAU (Dana Anggaran Umum),
DAK (Dana Alokasi Khusus), DID (Dana Insertif Daerah), dan BTT (Bantuan
Dana Tak Terduga). DAK merupakan sumber dana yang didapatkan dari pusat
dan pembelian obat melalui LKPP yang dimulai pada Bulan Februari setiap
tahunnya. BTT didapatkan karena terjadi wabah COVID-19. Pembuatan SP
dilakukan cepat dan proses pembayaran disertai kwitansi. Metode pengadaannya
adalah penunjukkan langsung.

Pembelian obat melalui e-katalog (http://e-katalog.lkpp.go.id). Obat-obat


yang dipesan pada e-katalog yaitu obat generik dan non generik yang tercantum
dalam e-katalog. Jika pemesanan pada e-katalog ditolak berarti obat sedang tidak
tersedia, habis, dan belum diproduksi. Jika sudah memilih pesanan akan keluar
lembar e-purchasing lalu menunggu barang datang. Untuk pengadaan obat
psikotropika dan narkotik, diperlukan SP (surat pemesanan) apoteker. Pemesanan
dapat melalui e-katalog atau pembelian dari provinsi. Jumlah yang diberikan
mengikuti permintaan dari masing-masing puskesmas, tidak dilebihkan seperti
obat yang fast moving karena ketatnya penggunaan obat tersebut.

Pengadaan obat program atau obat dropping dilakukan oleh Dinas


Kesehatan Kabupaten sesuai kebutuhan dari masing-masing pemegang program
sehingga puskesmas tidak melakukan pengadaan obat sendiri. Apabila puskesmas
membutuhkan obat yang tidak masuk dalam FORNAS atau DOEN, maka
puskesmas dapat mengajukan daftar obat yang akan dibeli sendiri ke seksi
kefarmasian yang nantinya akan disetujui oleh kepala seksi kefarmasian dan
diberikan surat persetujuan untuk membeli obat sendiri namun dengan jumlah
yang sudah dibatasi.

2.2.3. Penerimaan
Setelah dari bagian pengaadan, tim penerimaan barang di GFK akan
menerima berkas-berkas pengadaan berupa Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK),
Surat Pesanan (SP) dan lampiran bukti transaksi e-katalog yang digunakan untuk
menerima barang. Setiap barang datang dilakukan cek kesesuaian antara berkas-
berkas pengadaan dengan barang yang datang dan faktur yang diberikan. Hal-hal
yang perlu diperiksa oleh tim penerimaan diantaranya nama obat, jumlah obat,
nomor batch, tanggal kadaluarsa, jenis sediaan dan kondisi fisik barang. Apabila
barang yang diterima tidak sesuai dengan permintaan atau kondisi fisik yang tidak
sesuai, tim penerima barang akan menghubungi distributor barang tersebut dan
mengkonfirmasi bahwa barang yang diterima tidak sesuai dengan permintaan atau
kondisi fisik yang tidak sesuai. Selanjutnya tim penerima barang akan meminta
penggantian barang dengan kondisi sesuai dengan permintaan. Sedangkan, apabila
barang yang diterima sesuai dengan kriteria, maka tim penerimaan membuat
Berita Acara Penerimaan (BAP) obat dan ditandatangani oleh panitia penerimaan
obat. Berita Acara Penerimaan (BAP) tersebut kemudian ditandatangani oleh
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Malang.

2.2.4. Penyimpanan
Penyimpanan obat dan perbekalan kesehatan yang baik bertujuan untuk
memelihara mutu obat, menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab,
menjaga kelangsungan persediaan dan memudahkan pencarian dan pengawasan
( Kemenkes, 2012). Ketidaksesuaian prosedur dalam penyimpanan dapat
berakibat pada ketidakefektifan obat bahkan sampai menyebabkan kerusakan obat
yang dapat merugikan bagi negara dan tentunya bagi pasien yang akan
mengkomsumsi obat tersebut. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi
kualitas suatu obat yang disimpan. Salah satu yang dapat mempengaruhi kondisi
penyimpanan yaitu suhu. Produk farmasi harus disimpan pada suhu yang sesuai
untuk mencegah atau meminimalisir terjadinya penurunan obat yang akan
mempengaruhi kualitas dan keamanan obat (BPOM, 2012).

Penyimpanan sediaan farmasi dan alat kesehatan di Gudang Farmasi


Kabupaten (GFK) berdasarkan alfabetis, bentuk sediaan, dan kestabilan obat.
Sediaan obat yang disimpan di GFK dibedakan menjadi obat program (Cacing,
kusta, lepra,TB, HIV, Tablet Penambah Darah, dan Obat Jiwa), obat Covid- 19,
Narkotika, Psikotropika, dan Prekusor serta obat-obatan dalam bentuk tablet, cair
(sirup, suspensi, dan injeksi). Penyimpanan obat-obatan narkotika, psikotropika,
dan prekursor dilakukan secara terpisah di dalam lemari besi yang dilengkapi
kunci dan ruangan terkunci yang hanya dapat diakses oleh apoteker penanggung
jawab GFK. Hal ini bertujuan agar meminimalisir adanya penyalahgunaan dari
oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. GFK juga dilengkapi dengan lemari
pendingin yang digunakan untuk menyimpan yang memiliki kestabilan khusus
dan dilakukan pada suhu dibawah suhu ruang (± 2-8OC) seperti suppositoria,
ovula, oksitosin, superoid, serum anti bisa ular (SABU), dan metilergometin.
Barang yang masuk dan keluar di GFK menggunakan prinsip first in first out
(FIFO) dan first expired first out (FEFO) dan perlu dicatat di kartu stelling dan
kartu stock. Hal ini bertujuan untuk memudahkan proses administrasi yang
kemudian setiap bulannya dicocokkan dan dilaporkan dalam laporan mutasi
barang.
2.2.5. Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka menyalurkan
atau menyerahkan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan atau pasien dengan tetap
menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu. Menurut BPOM
(2012), tujuan utama pelaksanaan distribusi obat yang baik adalah:
a. terselenggaranya suatu sistem jaminan kualitas oleh distributor, mencakup
terjamin penyebaran obat secara merata dan teratur agar dapat diperoleh obat
yang dibutuhkan pada saat diperlukan
b. terlaksananya pengamanan lalu lintas dan penggunaan obat tepat sampau
kepada pihak yang membutuhkan secara sah untuk melindungi masyarakat
dari kesalahan penggunaan atau penyalahgunaan
c. terjamin keabsahan dan mutu obat agar obat yang sampai ke tangan
konsumen adalah obat yang efektif, aman, dan dapat digunakan sesuai tujuan
penggunaannya
d. terjamin penyimpanan obat yang aman dan sesuai kondisi yang
dipersyaratkan (termasuk selama transportasi)

Kegiatan pendistribusian di Dinas Kesehatan Kabupaten Malang


dilakukan secara terpusat di Gudang Farmasi Kabupaten Malang (GFK Malang).
Pendistribusian dilakukan sebanyak 6 kali dalam 1 tahun dan kegiatan
pendistribusian ke puskesmas atau unit pelayanan dibagi menjadi 3 radius
berdasarkan jarak tempuhnya. Kegiatan distribusi rutin dilakukan melalui
pengiriman secara langsung dari GFK untuk kebutuhan di 39 puskesmas
(Kabupaten Malang), rumah sakit yang telah bekerja sama, dan unit-unit lain yang
ada dalam ruang lingkup kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Malang. Pembagian
obat disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing puskesmas atau unit yang
dibuat dalam format Lembar Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO).
Kegiatan pendistribusian yang dilakukan GFK Kabupaten Malang, yaitu:
1. Pihak GFK Kabupaten Malang membuat jadwal pengambilan selama 1 tahun
dengan periode pengambilan tiap puskesmas ialah 2 bulan sekali.
2. Puskesmas mengemailkan LPLPO untuk kebutuhan puskesmas selama 2
bulan.
3. Pihak Farmasi Dinkes mencetak LPLPO dengan format nama obat/alat
kesehatan/BMHP dan jumlah yang dipesan. LPLPO sudah diurutkan
berdasarkan jenis sediaan.
4. Petugas yang telah ditunjuk menyiapkan obat sesuai dengan LPLPO dan
dikemas dalam kardus besar dengan sediaan injeksi yang berada paling atas.
Kemudian barang akan diletakkan di ruang depan dan akan dicekkan kembali
sebelum dikirimkan. Setiap pengambilan obat dan alkes dilakukan pencatatan
di kartu steling yaitu pemotongan stok.
5. Pengiriman ke puskesmas-puskesmas Kabupaten Malang dan menyerahkan
obat dan alkes disertai tanda tangan penerima. Sebelum ditandatangani maka
petugas wajib memeriksa kembali kesesuaian antara barang yang diserahkan
dengan LPLPO. Apabila barang yang dipesan habis maka pihak puskesmas
diperkenankan untuk mengadakan sendiri dalam jumlah terbatas. Dalam
pengiriman pihak farmasi memastikan barang tertata dengan aman dan tidak
terjadi kerusakan.

Pendistribusian sediaan obat/alkes/BMHP juga dapat dilakukan dengan


cara khusus, seperti diambil langsung oleh pihak puskesmas. Hal tersebut
biasanya dilakukan untuk obat program pemerintah, dimana puskesmas tidak
mengadakan namun pemerintah mendistribusikan obat dalam jumlah besar ke
Dinas Kesehatan untuk dibagikan di puskesmas, misalnya obat anti-tuberkulosis
(OAT). Pihak Farmasi bertugas untuk menyiapkan obat sesuai dengan jumlah
yang ditentukan. Masing-masing pihak puskesmas akan datang mengambil dan
menandatangani form bukti pengambilan. Selain obat program khusus, pihak
puskesmas dapat mengambil obat secara langsung untuk pesanan cito. Untuk
pendistribusian obat secara khusus dikeluarkan Surat Bukti barang Keluar
(SBBK) yang ditandatangani oleh petugas yang menerima dan menyerahkan
sediaan obat/alat kesehatan/BMHP tersebut.

2.2.6. Pengendalian
Pengendalian sediaan obat dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP)
dilakukan untuk meminimalisir adanya kehilangan atau kerusakan yang sengaja
atau tidak disengaja. Pengendalian yang dilakukan di GFK Kabupaten Malang
yaitu menggunakan kartu stelling. Kartu stelling berfungsi mencatat pemasukan
dan pengeluaran barang, terdapat keterangan jenis obat, dan nama puskesmas
pemohon (bila terdapat obat keluar karena permintaan LPLPO).

2.2.7. Pencatatan, Pelaporan, dan Pengarsipan


Proses administrasi Insalasi Farmasi Kabupaten Malang meliputi
pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan. Pencatatan merupakan rangkaian
kegiatan yang berkesinambungan sebagai bukti bahwa kegiatan telah dilakukan.
Kegiatan pencatatan bertujuan untuk menertibkan kegiatan pengelolaan sediaan
farmasi (obat, alkes, dan BMHP) mulai dari perencanaan hingga distribusi ke unit
pelayanan kesehatan. Secara umum, pendokumentasian kegiatan Instalasi Farmasi
Kabupaten terdiri dari:
a) Laporan perbekalan farmasi, dimana laporan tersebut dibuat setiap bulan
yang mencakup stok awal, penerimaan, distribusi, stok opname (Laporan
Mutasi)
b) Laporan tahunan yang berisi jumlah obat yang digunakan
c) Laporan usulan obat yang diminta oleh puskesmas
d) Laporan ketersediaan obat yang mencakup jangka waktu sisa obat dapat
digunakan (Laporan Ketersediaan)
e) Laporan narkotika serta psikotropika setiap bulan, per tiga bulan, dan tahunan
f) Laporan Suhu
Berdasarkan waktu pencatatannya, sistem pencatatan di Dinas Kesehatan
Kabupaten Malang terdiri dari pencatatan bulanan dan tahunan, antara lain:
a) Pencatatan bulanan : meliputi stok awal, penerimaan barang, mutasi barang,
stok opname, pencatatan penggunaan obat narkotika dan psikotropika.
b) Pencatatan tahunan : meliputi laporan penggunaan narkotika dan
psikotropika, rekap obat yang diminta oleh puskesmas, jumlah obat yang
digunakan dan sisa stok
Instalasi Farmasi Kabupaten (IFK) menerima LPLPO (Laporan Pemakaian
dan permintaan obat) dari beberapa puskesmas setiap bulan. LPLPO dapat
digunakan sebagai bukti penggunaan obat di puskesmas. Setelah menerima
LPLPO, IFK akan melakukan penyiapan obat maksimal 10 hari, yang kemudian
seluruh LPLPO yang telah terkumpul akan direkap maksimal 5 hari dengan
penambahan SBBK, kartu stelling dan kartu stok untuk merekapitulasi distribusi
obat PKD ke puskesmas, kunjungan ke puskesmas yang bersangkutan, laporan
mutasi obat bulanan, laporan psikotropika dan naroktika. Laporan mutasi obat dan
perbekalan kesehatan dilakukan untuk mengetahui jumlah obat dan perbekalan
kesehatan yang sudah digunakan atau didistribusikan ke puskesmas dan untuk
mengetahui sisa stok obat. IFK juga melakukan pelaporan narkotika dan
psikotropika tiap bulan melalui sipnap. Perhitungan fisik persediaan meliputi
pemeriksaan mutu, pencacahan jenis maupun jumlah obat dan BMHP yang
dilaporkan satu kali dalam setahun.
Setiap bulan juga akan dilakukan pengecekan kartu stelling dan kartu stok
dicek untuk stok opname bulanan dan tahunan. Pelaksanaan stock opname ini
biasanya dilaksanakan selama 3 hari dengan kelengkapan LPLPO, SBBK, kartu
stelling, dan kartu stok. Untuk menunjang pencatatan, pelaporan dan pengarsipan
di Instalasi Farmasi Kabupaten, IFK telah dilengkapi dengan checklist supervisi
puskesmas, format usulan kebutuhan obat PKD, format laporan tribulan, format
stok opname, format LPLPO, format Berita Acara Pemeriksaan, dan format Berita
Acara Pemusnahan. Selain itu, IFK juga telah ditunjang dengan sistem pencatatan
digital melalui aplikasi yaitu e-farmasi yang dapat membantu pencatatan,
pelaporan dan pengarsipan lebih efektif dan efisien. Selain pencatatan digital, juga
dilakukan pencatatan manual di gudang penyimpanan obat melalui kartu stelling
yang ada di setiap rak obat. Ketika dilakukan stock opname, jumlah fisik stock
sediaan farmasi yang ada di gudang IFK akan di crosscheck kembali dengan sisa
stock yang ada di catatan manual (kartu stelling) dan catatan digital (e-farmasi).
IFK juga melakukan pemusnahan apabila terdapat obat-obatan yang telah
memasuki dan melewati tanggal expired date yang tertera di kemasan, obat-
obatan yang mengalami kerusakan dan adanya penarikan obat oleh BPOM
(mandatory recall). Kemudian, obat-obatan yang tanggal ED sudah dekat, akan
dipisahkan dan dengan segera didistribusikan ke puskesmas yang membutuhkan.
Sejak tahun 2015 - 2020 IFK belum pernah melakukan pemusnahan obat ED.
Obat-obatan yang ED, tersebut dikumpulkan dan dipisahkan dari obat-obatan lain
di bagian belakang gudang. Rencananya obat ED tersebut akan dimusnahkan pada
tahun ini (2020), namun anggaran untuk pemusnahan obat tersebut saat ini
dialokasikan untuk penanganan wabah COVID-19, sehingga pemusnahannya pun
masih tertunda. Secara umum, pemusnahan obat akan dilaksanakan oleh pihak
ketiga yang memiliki insenerator dengan dilengkapi adanya berita acara ke Dinas
Kesehatan Kabupaten Malang untuk disetujui dilakukannya pemusnahan.
2.2.8. Pemantauan dan Evaluasi Pengendalian
Berdasarkan Permenkes Nomor 74 Tahun 2016, pemantauan dan evaluasi
pengendalian sediaan farmasi dilakukan secara periodik dengan tujuan untuk:
1. Mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam pengelolaan
sediaan farmasi dan BMHP sehingga kualitas maupun pemerataan pelayanan
dapat terjaga.
2. Memperbaiki sistem pengelolaan sediaan farmasi dan BMHP yang kurang
baik.
3. Memberikan penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan.
Seluruh kegiatan pengelolaan sediaan farmasi, harus dilaksanakan sesuai
Standar Prosedur Operasional (SPO) yang telah ditetapkan. Instalasi Farmasi
Kabupaten (IFK) melakukan pemantauan dan evaluasi pengendalian sediaan
farmasi dan BMHP pada puskesmas melalui kegiatan audit untuk setiap
puskesmas dalam periode waktu yang telah ditentukan oleh IFK dan puskemas
masing-masing. Audit dilakukan untuk mengevaluasi, menilai, dan
menyempurnakan kualitas pelayanan kefarmasian. Audit dibedakan menjadi audit
profesional dan audit klinis. Audit profesional dilakukan pada pelayanan
kefarmasian yang tidak secara langsung melibatkan pasien seperti audit sistem
manajemen, sedangkan audit klinis adalah penilaian yang dilakukan terhadap
kegiatan farmasi yang berkaitan dengan pasien.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dinas kesehatan adalah instansi pemerintah di bidang kesehatan yang
bertujuan untuk penyediaan penyelenggaraan upaya kesehatan baik perorangan
maupun masyarakat di kabupaten atau kota. Pengelolaan sediaan farmasi, yaitu
obat, alat kesehatan dan BMHP di lingkup pemerintahan dilaksanakan oleh dinas
kesehatan kabupaten atau kota khususnya di bagian sumberdaya kesehatan pada
seksi kefarmasian dibawah tanggung jawab apoteker. Pengelolaan sediaan farmasi
meliputi kegiatan perencanaan, pengadaan, penyimpanan, distribusi, serta
pencatatan dan pelaporan. Perencanaan dilakukan untuk menentukan jumlah obat
dalam rangka pemenuhan kebutuhan puskesmas sekabupaten Malang selama 1
tahun. Pengadaan obat yang dilakukan berdasarkan Formularium Nasional
(FORNAS), Daftar Obat Essensial Nasional (DOEN) dan obat yang ada di
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) melalui e-
katalog (http:/e-katalog.lkpp.go.id). Saat penerimaan barang beberapa hal yang
perlu diperiksa diantaranya jumlah obat, nama obat, nomor batch, jenis sediaan,
tanggal kadaluarsa dan kondisi fisik barang. Penyimpanan sediaan farmasi dan
alat kesehatan di Gudang Farmasi Kabupaten (GFK) berdasarkan alfabetis, bentuk
sediaan, dan kestabilan obat dan prinsip FIFO dan FEFO. Pendistribusian obat
dan BMHP dilakukan setiap 2 bulan sekali untuk didistribusikan ke 39 puskesmas
sesuai dengan LPLPO dari masing-masing puskesmas. Pengendalian obat dan
BMHP dilakukan dengan cara pencatatan pada pada sistem (komputer), kartu
stelling dan LPLPO serta pengecekan ulang pada saat stock opname akhir bulan.
Beberapa laporan yang dibuat IFK yaitu laporan bulanan, laporan tahunan,
laporan perencanaan, laporan ketersediaan obat, dan laporan narkotika
psikotropika.
3.2. Saran
Sebaiknya dilakukan pembatasan jumlah tumpukan kardus/karton untuk
sediaan farmasi baik obat, alkes, maupun BMHP. Selain itu juga gudang farmasi
perlu diperhatikan kebersihannya seperti kebersihan rak penyimpanan (contohnya
berdebu). Serta memastikan penataan obat digudang tersusun rapi dan diberi alas
(pallet).
DAFTAR PUSTAKA

Badan POM RI, 2012. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Tahun 2012 tentang Penerapan Pedoman Cara
Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009, Undang-Undang Republik


Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009, Peraturan Pemerintah No. 51


Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian, Departemen Kesehatan RI:
Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI, 2012. Pedoman penyimpanan Persediaan Di


Lingkungan Kementerian Kesehatan.

Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.


LAMPIRAN
Keterangan:

A = Rak Sediaan Tablet

B = Rak Sediaan Injeksi

C = Rak Sediaan Salep

D = Rak Sediaan Tetes

E = BMHP

F = Rak Obat HIV

G = Rak Obat Covid-19

H = Rak Obat Paten

I = Rak BMHP Paten

J = Rak Obat NE ( Non E-catalog )


Lampiran 1. Contoh Kartu Stelling

Lampiran 2.
Contoh
LPLPO

Lampiran 3.
Contoh
Surat Bukti
Barang
Keluar
(SBBK)
Lampiran 4. Laporan Penggunaan Obat Narkotika
Lampiran 5. Contoh Surat Pesanan
Lampiran 6. Contoh Surat Perintah Tugas
Lampiran 7. Contoh Rencana Kebutuhan Obat
Lampiran 8. Contoh Sistem Pengadaan secara Elektronik

Lampiran 9. Berita Acara Pemeriksaan / Penerimaan Barang


Lampiran 10. Contoh Surat Pengiriman Barang
Lampiran 11. Contoh Lembar Penerimaan Obat Datang di IFK
Lampiran 12. Contoh Surat Keterangan Bebas Pemotongan Pajak
Penghasilan
Lampiran 13. Contoh Faktur Pajak
Lampiran 14. Contoh Lembar Pemantauan Suhu
Lampiran 15. SOP Perizinan SIPA / SIKA
Lampiran 16. SOP Perizinan Apotek
Lampiran 17. SOP Perencanaan Obat

Lampiran 18. SOP Perencanaan Kebutuhan Obat dan BMHP


Lampiran 19. SOP Pengadaan Obat dan BMHP E-catalog / E-purchasing
Lampiran 20. SOP Penerimaan Obat dan BMHP di IFK
Lampiran 21. SOP Penerimaan dan Penyimpanan Obat Dropping di IFK

Lampiran 22. SOP Penyimpanan Obat dan BMHP di IFK


Lampiran 23. SOP Pencatatan dan Pelaporan di IFK
Lampiran 24. SOP Distribusi Obat dan BMHP dari IFK

Anda mungkin juga menyukai