Anda di halaman 1dari 26

 

 
BAB II
 
TINJAUAN PUSTAKA
 

2.1   Kepribadian Proaktif


  Setiap manusia pasti memiliki kepribadian di mana dengan kepribadian
  inilah ia bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain serta lingkungan
sekitarnya.
  Kepribadian inilah yang membedakan setiap individu. Kepribadian
merupakan keseluruhan total cara seorang individu bereaksi dan berinteraksi
 
dengan yang lain (Robbins, 2003: 120). Sedangkan menurut Cuber. “Pengertian
 
Kepribadian Menurut Para Ahli.” <http://id.shvoong.com/social-
sciences/sociology/1943463-pengertian-kepribadian-menurut-para-ahli/>. 15 Mei
2012., kepribadian adalah gabungan keseluruhan dari sifat-sifat yang tampak dan
dapat dilihat oleh seseorang. Dapat disimpulkan bahwa kepribadian merupakan
perpaduan yang utuh antara sifat, sikap, pola pikir, emosi, dan nilai-nilai yang
mempengaruhi individu agar berbuat sesuatu yang benar sesuai dengan
lingkungannya. Adapun faktor penentu kepribadian menurut Robbins (2003:
120), antara lain: keturunan, lingkungan, situasi. Keturunan mengacu kepada
faktor yang telah ditentukan sejak lahir seperti jenis kelamin dan fisik, sedangkan
faktor lingkungan seperti budaya (culture) di mana kita dibesarkan, norma di
tengah keluarga dan teman. Lingkungan di mana kita tampil memainkan satu
peran penting dalam membentuk kepribadian kita. Faktor penentu ketiga yang
tidak kalah penting yaitu situasi. Situasi merupakan faktor yang mempengaruhi
efek dari keturunan dan lingkungan terhadap kepribadian. Meskipun kepribadian
seseorang cenderung stabil dan konsisten, justru berubah dalam menghadapi
situasi-situasi tertentu seperti saat wawancara kerja.
Dilihat dari sifatnya, perbedaan kepribadian seseorang disebabkan karena
kemampuan, kebutuhan, cara berpikir untuk menentukan pilihan berperilaku,
pengalaman, dan reaksi yang berbeda diantara satu sama lain. Bila dihubungkan
dengan reaksi seseorang terhadap sesuatu, dapat disimpulkan bahwa reaksi
manusia terbagi menjadi dua, yaitu proaktif dan reaktif. Menurut Bateman &
Crant (1993 dalam Kim dkk, 2009: 94) kepribadian proaktif mengacu kepada

6
 
 

 
karakter individu terhadap keterlibatannya dalam orientasi peran aktif, seperti
 
memulai perubahan dan mempengaruhi lingkungannya. Sedangkan menurut
 
Robbins & Judge. “Kepribadian.” <http://id.wikipedia.org/wiki/Kepribadian>. 18
Mei  2012., kepribadian proaktif adalah sikap yang cenderung oportunis,
  berinisiatif, berani bertindak, dan tekun hingga berhasil mencapai perubahan yang
berarti. Kepribadian proaktif juga berkaitan dengan tanggung jawab untuk
 
perubahan yang membangun, atau sejauh mana seseorang merasa bertanggung
 
jawab untuk mendefinisikan kembali kinerja dengan menempatkan upaya untuk
 
memperbaiki situasi, mengembangkan prosedur baru, dan menyelesaikan masalah
  (Fuller dkk, 2006 dalam Kim dkk, 2009: 95). Pribadi proaktif menciptakan
perubahan positif dalam lingkungan tanpa memedulikan batasan atau halangan.
Proaktif sendiri merupakan perilaku seseorang dimana ia tidak bisa
mengendalikan segala yang terjadi, tetapi bisa mengendalikan reaksi diri.
Sedangkan reaktif berfokus pada kelemahan orang lain, masalah di lingkungan,
dan kondisi yang mereka tidak bisa kendalikan (Covey, 1997: 73).
Individu yang proaktif cenderung menyarankan ide-ide baru untuk
meningkatkan kinerja, hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut:
Individu proaktif sangat efektif dalam mencari cara yang lebih baik melakukan banyak hal
pada pekerjaan, ketika ia diberi kesempatan untuk melakukannya. Misalnya, orang proaktif
bekerja secara aktif memanipulasi lingkungan dan mencari informasi baru serta
mempraktekkan sesuatu untuk meningkatkan kinerja mereka (Bateman & Crant, 1993
dalam Kim dkk, 2009: 95).

Dapat disimpulkan dari uraian di atas, bahwa kepribadian proaktif lebih


mengacu kepada antisipatif, perilaku yang berorientasi pada perubahan diri dan
biasanya dimulai pada tempat kerja. Proaktif disini merupakan sikap dimana
seseorang dapat mengendalikan reaksi diri terhadap segala yang terjadi. Hal ini
berarti mengambil kendali dan membuat sesuatu terjadi, bukan hanya
menyesuaikan diri dengan situasi atau menunggu sesuatu terjadi. Seperti halnya
karyawan yang proaktif, mereka tidak perlu diperintah dan tidak memerlukan
petunjuk rinci. Orang-orang proaktif adalah pelaku-pelaku perubahan dan
memilih untuk tidak bersikap reaktif, untuk tidak menyalahkan orang lain. Mereka

7
 
 

 
menggunakan pendekatan dari dalam ke luar untuk menciptakan perubahan.
 
Mereka bertekad menjadi daya pendorong kreatif dalam hidup mereka sendiri.
 
Keinginan untuk berubah menjadi lebih baik sangatlah dibutuhkan agar kita
 
mempunyai semangat untuk melakukan perubahan. Tanpa itu, semuanya tinggal
  mimpi dan cita-cita yang kita harapkan tidak akan tercapai. Orang proaktif bisa
menjaga dirinya agar tetap bahagia. Namun, banyak orang yang merasa tidak
 
bahagia terhadap kehidupannya. Mereka kira bahwa ketidakbahagiaan mereka
 
disebabkan karena apa yang terjadi pada diri mereka. Mungkin yang sebenarnya
  karena cara mereka memberi makna atas apa yang terjadi.
adalah
 
2.1.1 Proaktif

Menurut Covey (2001: 22) proaktif mengandung arti bertanggung jawab


atas hidup kita sendiri. Orang proaktif relatif tidak dibatasi oleh kekuatan
situasional, mereka mengindentifikasi, menggunakan kesempatan,
memperlihatkan inisiatif, dan tetap bertahan sampai terjadi perubahan yang berarti
(Crant, 2000 dalam Kim dkk, 2009: 94). Kebiasaan bertanggungjawab (proaktif),
bukan sekedar menunjukkan sifat agresif dan mengambil inisiatif, tetapi suatu
karakter baik yang disertai dengan perilaku yang bertanggungjawab. Tanggung
jawab dalam bahasa inggris responsible berasal dari dua kata yaitu respons terbaik
terhadap stimulus yang bagaimanapun negatifnya. Orang sukses mengakui
tanggung jawab tersebut. Mereka bertanggung jawab bahwa apa pun yang dialami
sekarang merupakan akibat dari pilihan sendiri di masa lalu. Mereka tidak
menyalahkan kondisi atau pengkondisian atas perilaku mereka. Mereka lakukan
ini dengan mengembangkan serta menggunakan empat karunia manusia yang
unik, yaitu: kesadaran diri, hati nurani, daya imajinasi, dan kehendak bebas.
Proaktif berarti menyadari bahwa kita bertanggung jawab terhadap pilihan-
pilihan kita dan memiliki kebebasan untuk memilih berdasarkan prinsip dan nilai,
dan bukan berdasarkan suasana hati atau kondisi di sekitar kita. Ada tiga nilai
penting dalam hidup, yaitu pengalaman (yang terjadi pada diri kita), kreatif
(menjadikan ada), dan sikap (tanggapan terhadap persoalan sulit). Itu semua
adalah yg menjadi dasar seseorang untuk menjadi proaktif.

8
 
 

Sumber: Covey (1997: 61)


Gambar 2.1 Model Proaktif

Covey meringkas definisi tentang sifat proaktif dari para ahli tentang ciri-
ciri individu proaktif (1997). Bila ciri-ciri individu proaktif dibandingkan dengan
individu reaktif setidaknya ada lima, yaitu:
1. Orang proaktif selalu bertanggung jawab. Mereka tidak menyalahkan keadaan,
kondisi, atau pengkondisian untuk perilaku mereka. Perilaku adalah produk
dari pilihan sadar, berdasarkan nilai, dan bukan produk dari suasana hati,
conditioning, atau tekanan sosial yang diterima.
2. Orang proaktif menfokuskan upaya mereka pada lingkaran pengaruh
(mencakup segala hal yang dapat dipengaruhi). Mereka mengerjakan hal-hal
yang terhadapnya, mereka dapat melakukan sesuatu. Sifat dari energi mereka
adalah positif, memperluas dan memperbesar, yang menyebabkan lingkaran
pengaruh mereka meningkat.
3. Berfokus pada lingkaran pengaruh, orang proaktif bekerja dari dalam ke luar (in
side-out), yaitu berusaha memulai
memulai perubahan dengan mengubah dirinya lebih
dahulu, bahkan dari yang paling dalam dari dirinya, yaitu dengan memeriksa
kebenaran paradigma dan persepsi-persepsinya.

9
 
 

 
4. Orang proaktif hidup berpusat pada prinsip (principle centered) kemudian ia
 
menerjemahkan prinsip-prinsip itu kedalam seperangkat nilai-nilai (values)
 
yang telah dipilihnya dengan sadar. Berdasarkan nilai-nilai itulah ia
 
mengarahkan pilihan sikap dan perilakunya.
  5. Orang proaktif mengembangkan dan menggunakan “empat anugrah unik
manusianya” secara optimal. Empat anugrah itu adalah sifat-sifat unik manusia
 
yang membuatnya berbeda dengan makhluk hidup lainnya. Covey
 
menyebutkan “four unique himant gifts” itu adalah Self Awareness (kesadaran
 
diri), Conscience (hati nurani), Creative Imagination (imajinasi kreatif) dan
  Independent Will (kebebasan kehendak).

Proaktif didasarkan pada nilai, bukan didasarkan pada perasaan. Tindakan


dan pola pikir yang proaktif tidak dikendalikan oleh lingkungan disekitarnya.
Orang yang proaktif tetap dipengaruhi oleh stimulus luar, baik fisik, sosial,
maupun psikologis. Namun, respons yang dikeluarkan terhadap stimulus tersebut
didasarkan pada pilihan atau respons yang berdasar pada nilai-nilai tertentu seperti
kehendak bebas, imajinasi, suara hati, dan kesadaran diri. Eleanor Roosevelt
mengemukakan (dalam Covey, 1997: 62) “Tak seorangpun dapat menyakiti Anda
tanpa persetujuan Anda” dan Ghandi (dalam Covey, 1997: 62) “Mereka tidak
dapat merenggut harga diri kita, jika kita tidak memberikannya kepada mereka”.
Dapat disimpulkan, bahwa orang proaktif selalu merespon segala sesuatu
berdasarkan nilai-nilai yang dianutnya.
Sifat dasar seseorang adalah bertindak, dan bukan menjadi sasaran tindakan.
Selain memungkinkan untuk memilih jawaban terhadap keadaan tertentu, sifat ini
memberikan kekuatan untuk menciptakan keadaan tertentu. Sifat kebalikan dari
proaktif adalah reaktif. Menurut Covey (1997: 61), sikap reaktif adalah sikap
seseorang yang gagal membuat pilihan respon dikala mendapatkan stimulus.
Orang yang reaktif cenderung bertindak secara spontan dan tidak didasarkan
kepada nilai-nilai yang dianut, dan membiarkan suasana hatinya dikendalikan oleh
lingkungan sosial, tidak ditentukan oleh diri sendiri. Hal tersebut dapat terlihat
pada bahasa yang digunakan orang proaktif dan reaktif (Tabel 2.1).

10
 
 

 
Tabel 2.1 Perbandingan Bahasa Reaktif dan Bahasa Proaktif
 

Sumber: Covey (1997: 68)

Menurut Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Indonesia (2008: 556),


inisiatif adalah usaha yang mula-mula; prakarsa. Inisiatif ini merupakan
kemampuan seseorang dalam melakukan sesuatu tanpa menunggu perintah lebih
dahulu dengan tujuan meningkatkan hasil pekerjaan dan menciptakan peluang
baru guna menghindari timbulnya masalah.
Banyak orang yang menunggu sesuatu terjadi atau menunggu seseorang
untuk mengurusnya, tetapi bagi orang proaktif yang mempunyai inisiatif untuk
mengerjakan apa yang diperlukan, konsisten dengan prinsip yang benar. Salah
satu cara untuk kita lebih sadar diri sehubungan dengan tingkat proaktivitas
adalah dengan melihat dimana kita memfokuskan waktu dan energi kita. Menurut
Covey (1997: 71), kita dapat memisahkannya dari hal-hal yang tidak melibatkan
secara emosional atau mental dengan menciptakan “Lingkungan Kepedulian”.

11
 
 

 
Sumber: Covey (1997: 73)
 

  Gambar 2.2 Fokus Proaktif


(Energi positif memperbesar lingkaran pengaruh)

Dengan menentukan mana dari kedua lingkaran ini yang merupakan fokus
dari sebagian besar waktu dan energi kita, kita dapat menemukan banyak hal
tentang tingkat proaktivitas kita. Orang proaktif memfokuskan usaha di dalam
lingkaran pengaruhnya. Mereka selalu mengerjakan hal-hal yang terhadapnya,
mereka dapat melakukan sesuatu. Sifat energi proaktif adalah positif, yang
menyebabkan lingkaran pengaruh mereka meningkat.

Sumber: Covey (1997: 74)

Gambar 2.3 Fokus Reaktif


(Energi negatif mengurangi lingkaran pengaruh)

12
 
 

 
Kebalikan dari orang proaktif, orang reaktif memfokuskan upaya mereka di
 
dalam lingkaran kepedulian. Mereka berfokus pada keadaan yang mereka tidak
 
bisa kendalikan, masalah di lingkungan, dan kelemahan orang lain. Hal tersebut
 
berakibat pada meningkatnya perasaan menjadi korban, sikap menyalahkan orang
  lain, dan bahasa yang reaktif. Selain merasa jadi korban, orang kreatif menurut
Covey (2001: 84) mempunyai cirri seperti: 1) mudah tersinggung, 2) cenderung
 
menyalahkan orang lain, 3) cepat marah dan mengucapkan kata-kata yang
 
belakangan mereka sesali, 4) cenderung merengek dan mengeluh, 5) menunggu
 
segalanya terjadi kepada mereka, dan 6) berubah hanya kalau perlu. Selama kita
  berada di dalam lingkaran kepedulian, kita memberi kekuasaan kepada hal di
dalamnya untuk mengendalikan kita. Kita tidak akan mengambil tindakan proaktif
yang perlu guna mengadakan perubahan menuju hal yang positif.

2.2 Kreativitas

Semua manusia rasanya ingin menjadi kreatif atau setidaknya menilai


kreativitas sebagai sesuatu yang positif. Edison (dalam Kasali dkk, 2010: 48)
berpendapat bahwa “Kreativitas terdiri dari 1 persen inspirasi dan 99 persen
perspirasi”. Di sisi lain, masih banyak pihak yang menentang dan memandang
sebelah mata aktivitas kreatif itu sendiri. Menurut Robert Epstein, pendidikan
formal adalah salah satu faktor pembatas kreativitas manusia sejak dini. Selain itu,
pandangan negatif orang tua terhadap prospek pekerjaan di industri kreatif (desain
grafis, sastra, film), membuat banyak orang merasa kemampuan kreatif hanya
pantas didalami oleh orang-orang tertentu saja. Sebenarnya, hal itu tidak benar.
Seperti yang ditekankan John Houtz bahwa kreativitas tidak terbatas pada
kreativitas besar (big ‘C’) yang sifatnya mahakarya dan revolusioner, seperti
lukisan Da Vinci atau lampu Edison. Ada pula yang disebut kreativitas kecil (little
‘c’), yaitu kelihaian atau kecerdikan yang dapat kita gunakan untuk memecahkan
masalah sehari-hari. Kreativitas bukanlah bakat yang dianugerahkan sejak lahir,
melainkan sesuatu yang harus diusahakan dengan kerja keras. Orang-orang kreatif
adalah mereka yang memiliki kedisiplinan untuk terus menciptakan ide-ide baru
dan ketekunan untuk mewujudkan ide-ide mereka.

13
 
 

 
Rhodes (dalam Setyawan, 2006: 7) berpendapat bahwa Four P’s of
 
Creativity terdiri dari: Person, Press, Process, Product. Keterkaitan dari keempat
 
P tersebut adalah: pribadi kreatif akan mencari dan melibatkan diri dalam proses
 
kreatif yang aman, dengan dukungan dan dorongan dari lingkungan yang
  memungkinkan pengembangan kreativitasnya secara optimal dan memungkinkan
adanya produk-produk kreatif bermakna. Adapun penjelasan secara lebih rinci
 
mengenai Four P’s of Creativity, sebagai berikut:
 
1. Pribadi. Kreativitas terkait dengan dijumpainya karakteristik kreativitas pada
  diri individu baik yang bersifat aptitude (kognitif), seperti, keluwesan,

  keunikan, dan kelancaran, maupun karakteristik yang bersifat non aptitude


(afektif) seperti, ingin mencoba hal baru, rasa ingin tahu, berani menghadapi
resiko dan tidak takut berbuat salah.
2. Pendorong. Pendorong internal dari dalam individu berupa motivasi yang
kuat pada diri sendiri. Sedangkan pendorong eksternal, berasal dari luar diri
individu, seperti, didapatkannya berbagai macam pengalaman kerja,
lingkungan perusahaan yang cenderung kondusif menghargai berbagai ide
dari individu dan sarana dan prasarana di perusahaan yang mendukung
pengembangan sikap kreatif.
3. Proses. Kreativitas dari segi proses merupakan aktivitas-aktivitas kreatif dari
karyawan. Penekanannya pada bagaimana karyawan melibatkan diri pada
kegiatan kreatif dan apa yang dihasilkan proses tersebut melalui gagasan-
gagasan dalam pikiran.
4. Produk. Arti kreativitas mengacu pada kemampuan karyawan untuk
menciptakan produk-produk “baru” dalam hal apapun.

Menurut Soegoto (2009: 79), ada beberapa ciri individu yang memiliki sifat
kreatif, antara lain:
1. Imajinatif
Orang-orang kreatif mempunyai kemampuan dalam berimajinasi dan
menggunakannya untuk merealisasikan ide-ide kreatifnya. Orang yang

14
 
 

 
mempunyai ciri imajinatif ini, akan mampu membayangkan hal-hal baru
 
yang mungkin belum terpikirkan oleh orang lain.
 
2. Inisiatif
  Orang-orang kreatif mempunyai inisiatif dalam melakukan sesuatu. Inisiatif

  disini berarti mampu mengembangkan dan memberdayakan daya pikir


kreatifnya untuk merencanakan ide menjadi sesuatu yang baru dan
 
diharapkan dapat bermanfaat bagi dirinya serta orang lain. Selain itu, orang
 
yang mempunyai inisiatif akan dapat melihat dan memanfaatkan
  kesempatan yang ada.

  3. Minat yang luas (rasa ingin tahunya tinggi)


Minat merupakan kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Dalam
hal ini, orang kreatif memiliki rasa ingin tahu yang tinggi terhadap hal yang
ia sukai.
4. Berpikir mandiri
Mandiri merupakan keadaan seseorang dimana ia dapat berdiri sendiri.
Orang-orang kreatif yang berpikir mandiri cenderung tidak bergantung pada
orang lain.
5. Petualang
Petualang mengandung pengertian senang mencari pengalaman yang sulit.
Jadi orang kreatif lebih menyenangi sesuatu yang berbeda dan dapat
menguji mental mereka.
6. Rajin
Orang kreatif akan selalu bekerja keras, sungguh-sungguh, dan selalu
berusaha untuk mencapai tujuan hidupnya.
7. Energik
Energik berarti bersemangat dalam menjalani hidup. Orang kreatif akan
selalu penuh energi dalam menjalani sesuatu.
8. Percaya diri
Percaya diri adalah kepercayaan akan kemampuan diri sendiri dan
menyadari kemampuan yang dimiliki, serta dapat memanfaatkannya secara
tepat. Dengan percaya diri, orang-orang kreatif akan mampu mengenal dan

15
 
 

 
memahami dirinya. Sementara itu, kurangnya percaya diri pada seseorang
 
akan menghambat pengembangan potensi diri. Dapat disimpulkan orang
 
yang kurang percaya diri akan menjadi seseorang yang pesimis dalam
  menghadapi tantangan, takut dan ragu-ragu untuk menyampaikan gagasan,

  serta bimbang dalam menentukan pilihan dan sering membanding-


bandingkan dirinya dengan orang lain.
 
9. Siap menghadapi risiko (tidak takut gagal atau dikritik)
 
Orang-orang kreatif akan siap menghadapi risiko. Ia akan siap menghadapi
  segala kemungkinan (bahaya dan hambatan) yang akan terjadi serta siap

  menghadapi segala akibat yang akan timbul dari sikap atau perbuatannya.
10. Yakin
Yakin disini berarti percaya, dalam artian tahu, mengerti, dan sungguh-
sungguh. Orang-orang kreatif akan selalu yakin kepada segala sesuatu yang
dikerjakannya, tanpa melihat apakah hal tersebut berisiko besar atau tidak.
11. Mempunyai pendirian (siap mempertahankannya).
Setiap orang yang memiliki sikap kreatif, cenderung memiliki pendirian
kuat terhadap sesuatu yang ia yakini, walaupun hal tersebut bertentangan
dengan banyak pihak. Ia selalu siap mempertahankan apa yang ia anggap
benar.

Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa kreativitas merupakan sesuatu yang
harus diusahakan dengan kerja keras karena kreativitas sendiri bukanlah bakat
yang dianugerahkan sejak lahir. Orang-orang kreatif adalah mereka yang memiliki
kedisiplinan untuk terus menciptakan ide-ide baru dan mewujudkannya dalam
kehidupan nyata.

2.2.1 Definisi Kreativitas

Kreativitas adalah kemampuan untuk mencipta; daya cipta (Pusat Bahasa


Departemen Pendidikan Indonesia, 2008: 760). Menurut Soegoto (2009: 78),
kreativitas adalah sifat yang melekat pada diri seseorang yang mampu

16
 
 

 
berimajinasi dan memiliki inisiatif dalam menghasilkan sesuatu produk atau jasa
 
yang baru. Kreativitas karyawan mengacu pada penciptaan yang berharga, produk
 
baru yang berguna, jasa, ide, prosedur, atau proses oleh individu yang bekerja
 
bersama-sama dalam suatu sistem sosial yang kompleks (Woodman dkk, 1993
  dalam Kim dkk, 2009: 95). Dari tiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
kreativitas adalah aset penting di tempat kerja dan mencirikan keunggulan daya
 
saing serta perkembangan organisasi.
 

  Tahap-tahap Proses Kreativitas


2.2.2
 
Pada dasarnya kreativitas akan muncul dengan suatu proses. Proses-proses
ini akan mengalami beberapa tahap untuk membentuk kreativitas dari seseorang.
Menurut Wallas (dalam Satiadarma dan Waruwu, 2003: 112), terdapat
empat tahap proses berpikir kreatif, antara lain:
1. Tahap persiapan (preparation)
Tahap persiapan merupakan tahap peletakan dasar, berupa pengumpulan
informasi, data-data, dan bahan-bahan untuk memecahkan masalah. Dalam
tahap ini, individu mempelajari latar belakang masalah, seluk-beluk dan
problematikanya.
2. Inkubasi (incubation)
Tahap inkubasi adalah tahap dimana individu seakan-akan melepaskan diri
untuk sementara dari masalah tersebut, dalam arti bahwa ia tanpa sadar
”mengerami” permasalahan tersebut dalam alam pra sadar. Tahap ini
berlangsung dalam waktu yang tak menentu, bisa lama dan bisa juga hanya
sebentar.
3. Iluminasi (illumination)
Tahap ini merupakan tahap munculnya pemahaman. Dalam tahap ini muncul
bentuk-bentuk ide atau gagasan, pemecahan masalah, penyelesaian, cara kerja
serta jawaban baru.

17
 
 

 
4. Verifikasi (verification)
 
Tahap verifikasi adalah tahap pengujian ide atau kreasi baru terhadap realitas.
 
Di tahap ini, ide atau kreasi sudah mulai dicocokkan dengan kondisi yang
  sebenarnya (nyata).

 
2.2.3 Jenis-jenis Kreativitas
 

  Kreativitas penting adanya di dalam suatu organisasi ataupun perusahaan


karena akan mencirikan perkembangan dari organisasi/perusahaan tersebut. Di
 
dalam kreativitas itu sendiri terdapat jenis-jenis dari produk kreativitas.
 
Menurut Basemer dan Treffinger (dalam Munandar, 1999: 41-42), terdapat
tiga kategori produk kreativitas, yaitu:
1. Kebaruan (novelty)
Sejauh mana produk itu baru, dalam hal jumlah dan proses yang baru, teknik
baru, bahan baru, konsep baru, atau dalam hal dampak dari produk kreatif
dimasa depan. Produk itu harus orisinal dan dapat menimbulkan gagasan
produk orisinal lainnya.
2. Pemecahan (resolution)
Sejauh mana produk itu memenuhi kebutuhan dari situasi yang bermasalah.
Produk harus bermakna dan berguna, sehingga dapat diterapkan secara
praktis.
3. Kerincian (elaboration)
Sejauh mana produk itu menggabungkan unsur-unsur yang tidak sama
menjadi keseluruhan yang baru.

2.2.4 Faktor-faktor Kreativitas

Setiap individu ada kecenderungan atau dorongan untuk mewujudkan diri,


potensi, dan dorongan untuk berkembang. Dorongan ini merupakan motivasi yg
timbul pada diri seseorang untuk meningkatkan kreativitas.
Menurut Hurlock (1978: 10), terdapat dua faktor penting yang dapat
membantu meningkatkan kreativitas, yaitu:

18
 
 

 
a. Sikap sosial
 
Lingkungan sekitar individu harus dapat memberikan dorongan dan
 
rangsangan agar dapat membantu individu untuk berkreasi.
b.   Kondisi
  Kondisi yang menguntungkan bagi perkembangan kreativitas harus diberikan
supaya potensi kreatif dalam diri individu dapat berkembang secara baik.
 

 
Sedangkan menurut Guilford (dalam Gandadiputra, 1983: 54) terdapat lima
  penting dalam kreativitas, yaitu :
faktor
  a. Kelancaran
Kesigapan, kelancaran, kemampuan untuk menghasilkan banyak gagasan.
b. Fleksibilitas
Kemampuan untuk menggunakan bermacam-macam pendekatan dalam
mengatasi persoalan.
c. Originalitas
Kemampuan untuk mencetuskan gagasan-gagasan asli.
d. Elaborasi
Kemampuan untuk melakukan hal-hal secara detail terperinci.
e. Definisi ulang
Kemampuan untuk merumuskan batasan-batasan dengan melihat dari sudut
lain daripada cara-cara yang lazim.

Badawy (dalam Timpe, 1999: 219) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang


penting dalam menstimulasi kreativitas adalah:
a. Kepuasan
Adanya pengakuan dan penghargaan dari perusahaan akan menimbulkan
kepuasan bagi individu.
b. Kebebasan
Memberikan kebebasan bagi individu untuk bekerja di bidang-bidang yang
diminatinya akan dapat mendorong individu untuk mengembangkan
kreativitasnya.

19
 
 

 
c. Dukungan
 
Sangat penting untuk menciptakan hubungan yang baik antar sesama rekan
 
sekerja. Rekan kerja terkadang turut memberikan rangsangan, sehingga
  individu semakin bersemangat untuk berkreasi.

  d. Motivasi
Adanya keberanian dari dalam diri individu untuk mengambil resiko,
 
sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang baru, unik, dan terkadang keluar
 
dari cara-cara yang biasa digunakan.
 

  2.2.5 Hambatan Kreativitas

Dalam kehidupan, ada banyak hambatan untuk menjadi kreatif, baik


hambatan dalam keluarga, diri sendiri, lingkungan atau hambatan lain yang berada
disekitar kita. Sebagai makhluk sosial, manusia diciptakan dengan keunikannya
masing-masing. Tidak ada di dunia ini, dua orang yang 100% sama, walaupun
mereka kembar. Dalam ilmu ekonomi, semua keunikan memiliki nilai ekonomis
yang dapat dibentuk menjadi sesuatu yang menghasilkan kesejahteraan.
Kesalahan yang banyak dilakukan oleh manusia adalah ketidakmauan dalam
memahami keunikan diri sendiri dan ketidakmampuan dalam mengatasi hambatan
berkreasi. Sebagai akibatnya, mereka memilih hidup yang biasa-biasa saja.
Menurut Bowman, Carol K. “7 Hambatan Kreatif.”
<http://lumansupra.wordpress.com/2008/09/05/7-hambatan-kreatif/>. 17 Mei
2012., setiap orang memiliki kreativitas, bahkan mereka yang sudah di atas 45
tahun sekalipun masih dianugerahi kemampuan untuk menjadi kreatif.
Kesimpulannya, selama otak masih berfungsi, kreativitas masih mengalir dalam
diri seseorang.
Ada beberapa orang yang menyalahkan pekerjaannya tidak sesuai dengan
bakat yang dimilikinya dan merasa sia-sia melakukan apapun. Ada juga yang
menyalahkan atasan yang tidak memberikan ruang gerak bagi orang tersebut.
Bagaimana pun keadaanya, manusia yang tidak kreatif akan melakukan sesuatu
yang sama secara berulang-ulang dan cenderung menghindari risiko.

20
 
 

 
Hambatan kreativitas menurut Adams (dalam Kasali dkk, 2010: 40), dapat
 
dilihat pada Tabel 2.2.
 
Tabel 2.2
  Hambatan Kreativas menurut Adams
 

Sumber: Kasali dkk (2010: 40)

Penjelasan hambatan kreativitas menurut Adams (Kasali dkk, 2010: 40),


sebagai berikut:
a) Hambatan Persepsi
Merupakan hambatan yang membuat manusia sulit mempersepsikan masalah
atau menangkap informasi yang relevan (berguna secara langsung). Beberapa
jenis hambatan kreativitas ini adalah:
1. Pola pikir stereotip.
Adalah sesuatu yang membuat Anda tidak bisa mengembangkan pikiran
dan stereotip ini mengabaikan pandangan serta membuat Anda tidak
kreatif.

21
 
 

 
2. Membatasi masalah secara berlebihan.
 
Seringkali kita kesulitan dengan hambatan (batasan) yang kita ciptakan
 
sendiri, sehingga kita selalu berpikir hanya dalam satu kotak saja, tidak out
  of box.
  3. Terlalu banyak atau terlalu sedikit informasi.
Terlalu sedikit informasi akan menyulitkan kita. Hal sama juga akan
 
terjadi jika terlalu banyak informasi. Terlalu banyak informasi akan
 
memperluas masalah (tidak fokus) dan informasi yang banyak serta terlalu
  detail, dapat membuat kita tidak menangkap gambaran utamanya.
  b) Hambatan Emosi
Hambatan ini dapat menggangu kemampuan seseorang dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapi dengan berbagai cara. Beberapa contoh dari hambatan
emosi, antara lain:
1. Takut mengambil risiko.
Banyak orang tidak diberi kesempatan untuk melakukan kesalahan,
sehingga ia merasa takut berbuat salah dan secara otomatis takut
mengambil risiko.
2. Berani menghadapi ketidakpastian.
Kita harus berani berpindah dari zona nyaman ke zona yang baru agar kita
menjadi lebih kreatif, sehingga dapat belajar untuk menghadapi
ketidakpastian maupun kekacauan.
3. Lebih suka menilai daripada menghasilkan gagasan baru.
Hal ini seringkali muncul ketika berpikir negatif. Banyak orang yang
selalu berpikir negatif terhadap apa pun. Sikap ini sangatlah merugikan
karena jika penilaian dilakukan terlalu dini, maka akan banyak gagasan
hebat yang diabaikan.
4. Kurang tantangan.
Seringkali kita memandang sesuatu dengan sebelah mata. Permasalahan
yang ada dianggap sangat mudah untuk diselesaikan. Segala sesuatu yang
dipandang sebelah mata, membuat kita kurang memiliki tantangan
sehingga tidak bergerak untuk menyelesaikannya.

22
 
 

 
5. Terburu-buru
 
Sikap ini dapat menghambat kreativitas kita karena untuk menjadi
 
seseorang yang kreatif, seringkali dibutuhkan tahap dimana ia harus
  memikirkan kembali permasalahan secara lebih mendalam dalam suasana
  yang lebih tenang.
c) Hambatan Kultural
 
Hambatan kultural dapat menghampiri seseorang jika ia dihadapkan pada
 
seperangkat pola kultural di lingkungannya. Salah satu contoh hambatan ini
  adalah takut mengemukakan pendapat yang mungkin dianggap kontroversial,

  takut mengambil tindakan, dan takut untuk tampil berbeda dari yang lain.
d) Hambatan Lingkungan
Merupakan hambatan kultural yang lebih luas. Budaya perusahaan dapat
menjadi penghambat atau pemicu kreativitas organisasi/perusahaan di mana
dapat mengupayakan lingkungan yang kondusif terhadap kreativitas. Selain
itu, nilai-nilai yang dianut manajer, bawahan, pelanggan ataupun anggota
kelompok juga dapat memicu atau menghambat kreativitas seseorang.

Menurut Adams (dalam Kasali dkk, 2010: 43), ada beberapa elemen
penghambat, antara lain:
 Tidak ada kerja sama dan rasa saling percaya antara tim kerja.
 Atasan bersikap otoriter, tidak menghargai pendapat orang lain.
 Gangguan rutin, misalnya telepon, tamu yang tak putus-putus, dan ruang
kerja yang gaduh.
 Kurangnya dukungan untuk mematangkan gagasan.
 Budaya kebersamaan (solidaritas) atau anti persaingan.
e) Hambatan Intelektual
Hambatan ini biasanya disebabkan oleh sikap mental yang tidak efisien atau
ketidakmauan untuk menggunakan pendekatan baru, misalnya:
 Kecenderungan yang sangat kuat untuk mempertahankan tradisi,
menggunakan metode atau cara yang dulu pernah terbukti efektif.
 Terlalu mengandalkan logika.

23
 
 

 
 Tidak mau menggunakan intuisi.
 
 Terlalu mengandalkan statistik/perhitungan dan pengalaman masa lalu
 
sehingga gagasan-gagasan baru terlalu cepat diuji secara mental.
 

  Fogler & LeBlanc (dalam Kasali dkk, 2010: 43) menambahkan satu faktor
hambatan kreativitas yaitu Hambatan Ekspresif, yaitu ketidakmampuan seseorang
 
untuk mengkomunikasikan gagasan, baik secara lisan maupun tertulis.
 
Sebenarnya, mutu gagasan tidak harus selalu dikemukakan secara lisan. Bila kita
 
kurang lancar berbicara, kita dapat mengatasinya dengan membuat ilustrasi,
  bagan, gambar, atau memanfaatkan”bahasa tubuh’ untuk lebih ekspresif. Kita
tidak perlu sungkan untuk menyampaikan gagasan, walaupun menghabiskan
waktu.
Goman (dalam Kasali dkk, 2010: 44), mengidentifikasikan hambatan
kreativitas beserta pendorong untuk keluar dari hambatan tersebut. Hal ini dapat
dilihat pada Gambar 2.4.

Sumber: Goman, 2001 (dalam Kasali dkk, 2010: 44).

Gambar 2.4 Hambatan kreativitas dan pendorong kreativitas

Potensi kreativitas Anda dapat ditingkatkan, bila mampu mengatasi


hambatan kreativitas dan menggantinya dengan pendorong kreativitas.

24
 
 

 
Menurut Soegoto (2009: 79), pemecahan masalah kreatif dapat dilakukan
 
melalui tahapan:
 
1. Mengumpulkan fakta.
2.  Menemukan masalah.
  3. Menemukan gagasan.
4. Menentukan jawaban.
 
5. Implementasi jawaban.
 

2.2.6
  Teknik Meningkatkan Kreativitas

  Latihan memfokuskan pikiran yang bersifat soft skill dapat meningkatkan


kreativitas. Pola pikir kreatif dapat ditingkatkan dengan teknik CREATE dan
teknik VISUAL. Menurut Kasali dkk (2010: 48), teknik CREATE adalah:
 Combination : Membuat kombinasi baru.
 Membuat kombinasi baru ini mencerminkan orisinalitas dalam
berpikir serta kemampuan untuk mengkombinasikan suatu gagasan
agar dapat menciptakan sesuatu yang baru. Dalam hal ini, sesuatu
yang baru tidak berarti sebelumnya tidak ada, tetapi sesuatu yang
dapat berupa hal yang belum dikenal sebelumnya.
 Random : Menggunakan input yang random.
 Teknik masukan acak (random input) adalah salah satu teknik yang
digunakan untuk memperoleh keterampilan berpikir kreatif. Pada
banyak jenis pemecahan masalah, kita cenderung berpikir dengan
menggunakan pola-pola yang kita lihat di masa lalu, dan menerapkan
solusi yang telah kita lihat berfungsi dalam memecahkan masalah
semacam itu. Seringkali, kita terjebak dalam pola-pola ini. Masukan
acak adalah teknik untuk menghubungkan pola berpikir lain ke pola
berpikir yang biasa kita gunakan. Dengan demikian, ini membantu
kita bergerak di luar cara berpikir biasa kita, sehingga kita bisa
memperoleh solusi baru untuk memecahkan masalah yang sedang kita
hadapi.

25
 
 

 
 Elimination : Membuat eliminasi.
 
 Teknik membuat eliminasi ini dapat diartikan jika kita menghadapi
 
suatu permasalahan, kita tentu akan mempunyai alternatif
  pemecahannya. Alternatif-alternatif tersebut haruslah kita eliminasi
  satu per satu dan menyimpulkan yang terbaik dari semuanya, karena
tidak semua pemecahan masalah itu baik, terkadang ada pula yang
 
tidak sesuai. Hal ini juga berarti, berani melakukan pengurangan
 
fungsi bila ternyata hal tersebut justru menurunkan efektivitas dan
  efisiensi kerja.
   Alternative : Menggunakan alternatif.
 Dalam pembuatan keputusan ada beberapa hal yang kita lakukan,
seperti merumuskan masalah dan membuat alternatif-alternatif.
Pengambilan alternatif ini, memudahkan kita dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan sebelum pembuatan keputusan.
 Turn Around : Mencoba cara pikir terbalik.
 Cara berpikir terbalik merupakan cara kreatif dalam memecahkan
suatu masalah. Bila Anda mencoba mempraktekkannya, Anda akan
mengetahui betapa makin kaya pemahaman kita atas masalah itu.
Mungkin saja kita menemukan hal-hal yang akan terlewatkan bila kita
memakai satu sudut pandang. Anda mungkin menemukan segi-segi
yang tak terduga. Dengan berpikir pula dari sisi sebaliknya, bisa jadi
kita mendapatkan jalan keluar yang lebih tepat. Yang seringkali terjadi
ialah kita bersikukuh bahwa sudut pandang tertentu itu yang paling
tepat tanpa mencoba terlebih dulu sudut pandang lain, apa lagi yang
berseberangan. Padahal, sebelum suatu keputusan diambil, kita
semestinya membebaskan diri untuk melihat suatu persoalan dari
sudut manapun. Bukan sebaliknya, justru memenjarakan diri dalam
satu sudut pandang saja.

26
 
 

 
 Extreme : Ekstrem kasus.
 
 Ekstrem kasus merupakan teknik peningkatan pola pikir kreatif
 
dengan cara mencoba hal-hal yang bersifat ekstrim untuk melatih dan
  membangun mental kita agar lebih kuat.
 
Adapun teknik VISUAL berkaitan dengan Seeing, Imagining, dan Drawing.
 
 Teknik Visual ini berkaitan dengan Seeing, Imagining, dan Drawing, yang
 
mengandung pengertian bahwa dalam peningkatan pola pikir kreatif dapat
  dilakukan dengan cara amati, tiru, dan modifikasi. Maksudnya jika kita
  melihat sesuatu, kita haruslah mengamati, meniru, dan memodifikasinya
agar tidak sama dengan yang ada sebelumnya, tetapi memiliki keunikan
serta kelebihan tersendiri yang membuat orang tertarik.

2.3 Pengaruh Kepribadian Proaktif Terhadap Kreativitas Karyawan

Dalam suatu perusahaan, kepribadian proaktif perlu diarahkan untuk


mencapai tujuan perusahaan. Kepribadian proaktif biasanya didasarkan pada
tujuan motivasi yang diperlihatkan melalui usaha-usaha yang dilakukannya.
Proaktif mengacu kepada antisipatif, kepribadian yang berorientasi pada
perubahan diri yang banyak dimulai di tempat kerja. Proaktif tidak terbatas pada
peran perilaku kinerja. Karyawan dapat proaktif dalam peran yang ditentukan
mereka (misalnya dengan mengubah cara mereka melakukan tugas inti untuk
lebih efisien).
Proaktif berarti menyadari bahwa kita bertanggung jawab terhadap pilihan-
pilihan kita dan memiliki kebebasan untuk memilih berdasarkan prinsip dan nilai,
dan bukan berdasarkan suasana hati atau kondisi di sekitar kita. Menurut Covey
(1997), ada tiga nilai penting dalam hidup, yaitu pengalaman (yang terjadi pada
diri kita), kreatif (menjadikan ada), dan sikap (tanggapan terhadap persoalan
sulit). Semua itu merupakan dasar seseorang untuk menjadi proaktif.
Pengembangan kreativitas dalam diri individu sebenarnya berasal dan
bermuara pada kreativitas itu sendiri. Kreativitas merupakan salah satu aspek dari
kepribadian proaktif yang biasanya dianggap sebagai proses yang meliputi

27
 
 

 
identifikasi masalah atau peluang, dan timbulnya ide-ide baru atau pendekatan
 
(Amabile, 1997 & Shalley dkk, 2000 dalam Kim dkk, 2009: 95). Orang-orang
 
kreatif selalu berusaha untuk mencari solusi yang baru dan menarik terhadap
  permasalahan yang sedang dihadapinya. Kreativitas dapat menyebabkan
suatu
  kita diberi tanggung jawab yang lebih oleh perusahaan (misalnya, kenaikan
pangkat dan peningkatan karir). Peningkatan tanggung jawab tersebut kemudian
 
menjadi pendorong bagi lahirnya kreativitas-kreativitas baru yang akan
 
mendatangkan tanggung jawab baru. Sekali kita melangkah dengan ide, proses
dan  hasil yang kreatif, dan didukung oleh lingkungan kondusif, kita tidak akan
  pernah berhenti untuk terus menjadi kreatif. Kreatifitas akan mendorong
karyawan tidak hanya melakukan seperti yang ditugaskan, mencari dan
memanfaatkan kesempatan yang ada, serta mampu menghasilkan perubahan yang
membangun agar dapat memberi keuntungan pada perusahaan dan konsumen.
Woodman dkk (1993 dalam Kim dkk, 2009: 95) menegaskan adanya
hubungan positif antara kepribadian proaktif dengan kreativitas karyawan, yang
dapat dilihat pada kutipan berikut, “Kepribadian proaktif secara positif
berhubungan dengan kreativitas karyawan. Kreativitas karyawan mengacu pada
penciptaan sesuatu yang bermanfaat, produk baru yang berguna, jasa, ide, serta
prosedur atau proses oleh individu yang bekerja bersama dalam suatu sistem
sosial yang kompleks". Pendapat yang sama menurut Seibert dkk (2001 dalam
Kim dkk, 2009: 95) mengatakan bahwa “kepribadian proaktif, positif
berhubungan dengan perilaku inovatif individu seperti mengembangkan ide-ide
baru dan menunjukkan inovasi-inovasi pada satu bidang pekerjaan”.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kepribadian proaktif
mempunyai hubungan positif dengan kreativitas karyawan. Jika kepribadian
proaktif karyawan tinggi maka tingkat kreativitas karyawan akan tinggi,
begitupun sebaliknya. Dengan kata lain, kepribadian proaktif dapat meningkatkan
kreativitas karyawan.

28
 
 

 
2.4 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian
 
Sumber Daya Manusia (SDM) memegang peranan penting dalam mencapai
 
tujuan organisasi. Bila perusahaan memiliki individu-individu dengan kualitas
 
yang sesuai, maka perusahaan dapat bersaing dan unggul dalam hal kualitas,
  produk, jasa maupun biaya. Selain itu, SDM juga akan mempengaruhi prestasi,
  dedikasi, dan loyalitas serta kecintaan terhadap pekerjaannya, sehingga
peningkatan
  efisiensi dan produktivitas SDM sangat diperlukan. Salah satu upaya
yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut yaitu dengan menerapkan
 
kepribadian proaktif di perusahaan.
 
Proaktif mengandung arti bertanggung jawab atas hidup kita sendiri (Covey,
2001: 22). Menurut Covey (1997), ada tiga nilai penting dalam hidup, yaitu
pengalaman (yang terjadi pada diri kita), kreatif (menjadikan ada), dan sikap
(tanggapan terhadap persoalan sulit). Semua itu merupakan dasar seseorang untuk
menjadi individu yang proaktif. Proaktivitas berkaitan dengan prestasi individu
dan entrepreneurship (atribut psikologis yang kental dengan kreativitas).
Pernyataan tersebut diperkuat Woodman dkk (1993 dalam Kim dkk, 2009: 95)
bahwa kepribadian proaktif secara positif berhubungan dengan kreativitas
karyawan. Pendapat yang sama, menurut Seibert dkk (2001 dalam Kim dkk, 2009:
95) menemukan bahwa kepribadian proaktif, positif berhubungan dengan perilaku
inovatif individu seperti mengembangkan ide-ide baru dan menunjukkan inovasi
pada suatu bidang pekerjaan. Dengan kata lain, kepribadian proaktif akan dapat
meningkatkan kreativitas karyawan.
Kreativitas adalah sifat yang melekat pada diri seseorang yang mampu
berimajinasi dan memiliki inisiatif dalam menghasilkan sesuatu produk atau jasa
yang baru (Soegoto, 2009: 78). Banyak faktor yang dapat memicu kreativitas
kita, seperti yang diuraikan Badawy (dalam Timpe, 1999: 219) tentang faktor-
faktor yang penting dalam menstimulasi kreativitas, seperti: kepuasan, kebebasan,
dukungan, motivasi. Karyawan dengan kreativitas tinggi merupakan karyawan
yang percaya dan yakin akan kemampuan yang ada dalam dirinya. Kepercayaan
diri yang rendah dapat menghambat kreativitas pada diri seseorang, karena
tantangan akan dirasakan sebagai ancaman, dan perubahan harus dihindari. Untuk

29
 
 

 
menggunakan kreativitas, yang terpenting adalah percaya pada kemampuan
 
kreatif kita (West, 2000: 31). Kreativitas juga merupakan kunci bagi
 
pengembangan kemampuan karyawan. Secara umum, kreativitas di tempat kerja
 
didefinisikan sebagai pembuatan gagasan baru yang bermanfaat sebagai solusi
  dalam pemecahan masalah (Amabile dkk, 1988 dalam Zhou & George, 2003:
547).
 
Setiap perusahaan membutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang
 
handal dan kompetitif, serta mampu mengembangkan perusahaan. Karyawan
 
dituntut memiliki kemampuan untuk dapat bekerja mengembangkan perusahaan
  dan menghadapi kompetisi dalam dunia kerja saat ini. Untuk bersaing dalam
ekonomi global, organisasi membutuhkan karyawan yang melakukan pekerjaan
secara proaktif (dengan melalui inisiatif), serta secara aktif memiliki kemauan
untuk belajar. Kreatifitas akan mendorong karyawan tidak hanya melakukan
seperti yang ditugaskan, mencari dan memanfaatkan kesempatan yang ada, serta
mampu menghasilkan perubahan agar dapat memberi keuntungan pada
perusahaan dan konsumen.
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, dapat digambarkan model
penelitian sebagai berikut:

Kreativitas Karyawan
Kepribadian Proaktif

Gambar 2.5: Model Penelitian

30
 
 

 
 Hipotesis Penelitian
 
Berdasarkan paparan di atas, dapat diajukan hipotesis penelitian sebagai
 
berikut:
 
H0: Tidak terdapat pengaruh yang positif antara Kepribadian Proaktif
  terhadap Kreativitas karyawan.
  Ha: Terdapat pengaruh yang positif antara Kepribadian Proaktif terhadap
Kreativitas
  karyawan.

31
 

Anda mungkin juga menyukai