Anda di halaman 1dari 39

PANDUAN PRAKTIKUM

PRAKTIKUM FITOKIMIA
SEMESTER 4

NAMA : ………………………....

NIM : ………………………....

KELOMPOK : ……………………........

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2021

i
TIM PENYUSUN

Ketua : Ghani Nurfiana Fadma Sari, M.Farm., Apt.


Sekretaris : Mamik Ponco Rahayu, M.Si., Apt.
Anggota : Dr. Titik Sunarni, M.Si., Apt.
Fransiska Leviana, M.Sc., Apt.
Fitria Kurniasari, M.Farm., Apt.
Taufik Turahman, M.Farm., Apt.
Ismi Puspitasari, M.Farm., Apt.

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. Atas berkat dan rahmat-Nya
penulisan buku Panduan Praktikum Fitokimia ini dapat kami selesaikan. Praktikum
Fitokimia bertujuan untuk memberikan pemahaman dan keterampilan kepada
mahasiswa tentang prosedur untuk mendapatkan metabolit sekunder.
Praktikum Fitokimia merupakan mata kuliah yang diberikan kepada mahasiswa
S1 Farmasi agar mahasiswa mampu memilih dan menerapkan metode pemisahan
senyawa alam. Materi praktikum disusun sedemikian rupa sehingga dapat menunjang
serta sekaligus memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai materi yang diberikan
pada perkuliahan. Melalui praktikum yang terarah, diharapkan dapat meningkatkan
motivasi dan merangsang inovasi baru dari mahasiswa dalam teknis praktis. Buku
Panduan Praktikum Fitokimia ini diupayakan dapat memberi gambaran mengenai
tahapan pemisahan yang biasa dilakukan oleh para peneliti bahan alam, dimulai dengan
metode ekstraksi padat cair dari bahan tanaman, fraksinasi untuk memisahkan sebagian
besar komponen kimia berdasarkan polaritasnya, metode pemisahan metabolit sekunder
dengan teknik kromatografi kolom beserta monitoring fraksinya dan teknik
kromatografi lapis tipis preparatif, serta metode pemurnian dengan kristalisasi, sehingga
diperoleh komponen tunggal/isolat. Teknik yang diberikan dalam buku panduan ini
merupakan teknik dasar, namun dapat diterapkan di laboratorium dan cukup
terandalkan.
Harapan kami semoga buku Panduan Praktikum Fitokimia ini dapat
dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk proses pembelajaran di Program Studi S1 Farmasi,
Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi. Penyusun juga menyadari bahwa buku ini
masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan buku
ini sangat kami harapkan. Akhirnya penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu terwujudnya buku ini.
Surakarta, Februari 2021

Tim Penyusun

iii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................................................ ii
TIM PENYUSUN ................................................................................................................. iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... iv
TATA TERTIB ....................................................................................................................... v
Pertemuan 1. Pembuatan Ekstrak ............................................................................................ 1
Pertemuan 2. Ekstraksi Cair-Cair dan Optimasi Fase Gerak untuk KCV ............................. 12
Pertemuan 3. Kromatografi Cair Vakum (KCV)................................................................... 21
Pertemuan 4. Monitoring KLT .............................................................................................. 25
Pertemuan 5. Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP) dan Kristalisasi ........................ 36
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 39

iv
TATA TERTIB
PRAKTIKUM FITOKIMIA

A. Ketentuan Umum
1. Praktikan harus mentaati tata tertib kuliah praktek yang tertera pada Kartu
Praktikum Mahasiswa.
2. Praktikan yang terlambat lebih dari 15 menit setelah praktikum dimulai tanpa alasan
yang dapat diterima, tidak diperkenankan mengikuti praktikum.
3. Praktikan wajib menuliskan data praktikum di tempat yang disediakan di Buku
Panduan Praktikum Fitokimia dan memintakan acc ke dosen pengampu.
4. Praktikan harus menjaga ketertiban, keamanan, dan kebersihan selama menjalankan
praktikum.
5. Praktikan tidak boleh melakukan kegiatan lain yang tidak berkaitan dengan
praktikum, kecuali seijin dosen pengampu.

B. Ketentuan Ijin
1. Mahasiswa wajib mengikuti semua pertemuan praktikum (100% kehadiran).
Apabila kehadiran mahasiswa kurang dari ketentuan tersebut, maka mahasiswa tidak
diperkenankan mengikuti ujian, kecuali :
a. Sakit dan dirawat di Rumah Sakit yang dibuktikan dengan surat rawat inap
dari RS
b. Keluarga inti ada yang meninggal yang dibuktikan dengan surat lelayu
c. Tugas dari Universitas/Fakultas/Program Studi yang dibuktikan dengan surat
tugas.
2. Bagi praktikan yang akan meninggalkan praktikum harus seiijin dosen pengampu.

C. Ketentuan Alat dan Ruang


1. Peralatan yang harus dibawa, berupa masker, korok, sabun, spiritus, lap, dan
peralatan lain yang diperintahkan oleh dosen pengampu/petugas laboratorium.
2. Kebersihan dan kelengkapan peralatan menjadi tanggung jawab masing-masing
praktikan dan kelompok.
3. Sebelum meninggalkan laboratorium : alat-alat, meja, wastafel, dan tempat pratikum
harus bersih dan rapi.

D. Ketentuan Penilaian
1. Nilai akhir mengikuti Pedoman Akademik yaitu :
A = 85
B = 84-70
C = 60-69
D = 1-59
E=0
2. Komponen pokok penilaian :
a. Tes, di awal, selama berlangsungnya praktek, atau di akhir praktek
b. Laporan
c. Keaktifan
d. Ujian akhir tertulis
3. Laporan resmi dikumpulkan pada pertemuan selanjutnya setelah materi selesai,
ditulis tangan perorangan di kertas folio dengan format :

v
1. Cover
2. Tujuan
3. Dasar teori (singkat)
4. Alat dan bahan (beserta gambar alat utama)
5. Skema kerja
6. Analisis hasil
7. Pembahasan
8. Kesimpulan
9. Daftar Pustaka

Demikian tata tertib ini dibuat untuk diindahkan dan ditaati demi kelancaran
praktikum yang dijalankan dan segala sesuatu yang belum tercantum dalam tata tertib
akan diumumkan pada saat praktikum.

Surakarta, Januari 2020

Tim Penyusun

vi
PERTEMUAN 1
PEMBUATAN EKSTRAK

A. Tujuan
Mahasiswa mengetahui cara pembuatan ekstrak dengan berbagai metode ekstraksi padat-cair.

B. Dasar Teori
Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair yang dibuat dengan menyari simplisia
nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung
(Kemenkes RI, 2017). Untuk membuat ekstrak kental dan kering, hasil penyarian selanjutnya
diuapkan hingga semua atau hampir semua pelarutnya menguap, masa atau serbuk yang tersisa
diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Ekstrak kering harus
mudah digerus menjadi serbuk (Depkes RI, 1995). Proses ekstraksi bahan nabati atau bahan
obat alami dapat dilakukan berdasarkan teori tentang penyarian atau ekstraksi (Depkes RI,
1986).
Ekstraksi/penyarian adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari bahan yang
tidak dapat larut dengan pelarut cair. Proses penyarian dapat dipisahkan menjadi : pembuatan
serbuk, pembasahan, penyarian, dan pemekatan (Depkes RI, 1986).

1. Pembuatan Serbuk
Simplisia adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang digunakan untuk pengobatan
dan belum mengalami pengolahan. Pengeringan dapat dilakukan dengan penjemuran di bawah
sinar matahari, diangin-angin, atau menggunakan oven, kecuali dinyatakan lain suhu
pengeringan dengan oven tidak lebih dari 60oC. Simplisia segar adalah bahan alam segar yang
belum dikeringkan (Kemenkes RI, 2017).
Pembuatan serbuk simplisia merupakan proses awal pembuatan ekstrak. Serbuk
simplisia dibuat dari simplisia utuh atau potongan-potongan halus simplisia yang sudah
dikeringkan melalui proses pembuatan serbuk dengan derajat kehalusan tertentu. Serbuk
simplisia nabati adalah bentuk serbuk dari simplisia nabati, dengan ukuran derajat kehalusan
tertentu. Sesuai dengan derajat kehalusannya, dapat berupa serbuk sangat kasar, kasar, agak
kasar, halus, dan sangat halus. Kecuali dinyatakan lain, derajat kehalusan serbuk simplisia untuk
pembuatan ekstrak merupakan serbuk simplisia halus dengan nomor pengayak 60. Serbuk
simplisia nabati tidak boleh mengandung fragmen jaringan dan benda asing yang bukan
merupakan komponen asli dari simplisia yang bersangkutan antara lain telur nematoda, bagian
dari serangga dan hama serta sisa tanah (Kemenkes RI, 2017).
Penyarian merupakan peristiwa pemindahan massa. Zat aktif semula berada di dalam
sel, ditarik oleh cairan penyari sehingga terjadi larutan zat aktif dalam cairan penyari tersebut.
Pada umumnya penyarian akan bertambah baik bila permukaan serbuk simplisia yang
bersentuhan dengan cairan penyari makin luas. Dengan demikian, maka makin halus serbuk
seharusnya penyarian semakin baik. Kenyataan tidak selalu demikian. Masing-masing simplisia
perlu ditetapkan derajat halus yang paling tepat untuk memperoleh hasil penyarian yang baik,
misalnya akar kelembak (8/24); buah cabe (10/24); kulit kayu manis (18/24); kulit kina (34/40);
biji kola (24/34), dan lain-lain (Depkes RI, 1986).
Proses penyerbukan ini dapat mempengaruhi mutu ekstrak dengan dasar beberapa hal
sebagai berikut :
1) Makin halus serbuk simplisia, proses ekstraksi makin efektif dan efisien. Namun, makin
halus serbuk, maka makin rumit secara teknologi peralatan untuk tahapan filtrasi.
2) Selama penggunaan peralatan penyerbukan dimana ada gerakan dan interaksi dengan benda
keras (logam dll), maka akan timbul panas (kalori) yang dapat berpengaruh pada senyawa
kandungan.

Gambar 1. Ilustrasi pengecilan ukuran partikel.

Panduan Praktikum Fitokimia TA 2020/2021 1


2. Pembasahan
Dinding sel tumbuhan terdiri dari selulosa. Serabut selulosa pada simplisia segar
dikelilingi air. Jika simplisia dikeringkan, lapisan air menguap, sehingga terjadi pengerutan,
sehingga terjadi pori-pori. Pori-pori pada sel tersebut diisi oleh udara.
Bila serbuk dibasahi, maka serabut selulosa tadi dikelilingi cairan penyari, sehingga
simplisia akan membengkak kembali. Pembengkakan terbesar terjadi pada pelarut yang
mengandung gugusan OH. Dan pembengkakan tersebut akan makin besar bila perbandingan
antara volume gugusan OH dan volume molekul pelarut tersebut makin besar.
Agar penyarian dapat berjalan dengan baik, maka udara yang terdapat dalam pori-pori
dihilangkan dan diganti dengan cairan penyari. Pembasahan serbuk sebelum dilakukan
penyarian dimaksudkan memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada cairan penyari
memasuki seluruh pori-pori dalam simplisia sehingga mempermudah penyarian selanjutnya
(Depkes RI, 1986).

3. Penyarian
Pada waktu pembuatan serbuk simplisia, beberapa sel ada yang dindingnya pecah dan
ada sel yang dindingnya masih utuh. Sel yang dindingnya pecah, pembebasan sari tidak
terhalangi. Proses penyarian pada sel yang dindingnya masih utuh, zat aktif yang telarut pada
cairan penyari untuk keluar dari sel, harus melewati dinding sel. Peristiwa osmosa dan difusi
berperan pada proses penyarian tersebut. Difusi lebih berpengaruh daripada osmosa.
Pemilihan cairan penyari harus mempertimbangkan banyak faktor. Cairan penyari yang
baik memenuhi kriteria berikut
a. murah dan mudah diperoleh
b. stabil secara fisika dan kimia
c. bereaksi netral
d. tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar
e. selektif untuk senyawa yang ingin diekstraksi
f. tidak mempengaruhi zat berkhasiat
g. diperbolehkan oleh peraturan (Depkes RI, 1986).

Depkes RI (2000) menjelaskan bahwa cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak
adalah pelarut baik (optimal) untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang aktif, dengan
demikian senyawa tersebut dapat dipisahkan dari bahan dan dari senyawa kandungan lainnya,
serta ekstrak hanya mengandung sebagian besar senyawa kandungan yang diinginkan. Dalam
hal ekstrak total, cairan pelarut dipilih yang melarutkan hampir semua metabolit sekunder yang
terkandung. Faktor utama untuk pertimbangan pada pemilihan cairan penyari adalah :
selektivitas, kemudahan bekerja dan proses dengan cairan tersebut, ekonomis, ramah
lingkungan, keamanan.
Etanol dipertimbangkan sebagai penyari karena kapang dan kamir sulit tumbuh, tidak
beracun, netral, dapat bercampur dengan air dengan segala perbandingan, suhu yang diperlukan
rendah untuk pemekatan. Kekurangannya mahal dan kurang selektif. Untuk meningkatkan
penyarian biasanya digunakan campuran antara etanol dan air. Perbandingan jumlah etanol dan
air tergantung pada bahan yang akan disari. Dengan diketahuinya kandungan yang dapat
ditelusuri dari pustaka, dapat dilakukan beberapa percobaan untuk mencari perbandingan
pelarut yang tepat (Depkes RI, 1986). Pelarut yang digunakan yang dapat menyari sebagian
besar metabolit sekunder yang terkandung dalam serbuk simplisia
Sifat zat aktif yang terkandung di dalam bahan mempengaruhi metode ekstraksi dan
jenis pelarut yang dipilih. Beberapa metode ekstraksi :
a. Maserasi
Maserasi merupakan metode pengekstraksian serbuk simplisia dengan cara merendam
dalam cairan penyari dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada suhu kamar.
Cairan penyari menembus dinding sel dan masuk rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat
aktif larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan
di luar sel, maka larutan terpekat didesak ke luar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi
keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel.
Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang zat aktifnya mudah larut dalam
cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang dalam cairan penyari, tidak
mengandung benzoin, stirak, dll (Depkes, 1986). Keuntungannya adalah cara pengerjaan dan

Panduan Praktikum Fitokimia TA 2020/2021 2


peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Kerugiannya adalah pengerjaannya
lama dan penyarian kurang sempurna.
Kecuali dinyatakan lain, maserasi dilakukan sebagai berikut: masukkan 10 bagian
simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok ke dalam sebuah bejana,
tuangi dengan 75 bagian cairan penyari, tutup, biarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya
sambil sering diaduk, serkai, peras, cuci ampas dengan cairan penyari secukupnya hingga
diperoleh 100 bagian. Pindahkan ke dalam bejana tertutup, biarkan di tempat sejuk, terlindung
dari cahaya selama 2 hari. Enap tuangkan atau saring (BPOM RI, 2012a; BPOM RI, 2012b).
Berdasarkan Kemenkes RI (2017), buat ekstrak dari serbuk kering simplisia dengan
cara maserasi menggunakan pelarut yang sesuai. Gunakan pelarut yang dapat menyari sebagian
besar metabolit sekunder yang terkandung dalam serbuk simplisia. Kecuali dinyatakan lain
dalam monografi, gunakan etanol 70% LP. Masukkan satu bagian serbuk kering simplisia ke
dalam maserator, tambahkan 10 bagian pelarut. Rendam selama 6 jam pertama sambil sekali-
sekali diaduk, kemudian diamkan selama 18 jam. Pisahkan maserat dengan cara sentrifugasi,
dekantasi atau filtrasi. Ulangi proses penyarian sekurang-kurangnya satu kali dengan jenis
pelarut yang sama dan jumlah volume pelarut sebanyak setengah kali jumlah volume pelarut
pada penyarian pertama. Kumpulkan semua maserat, kemudian uapkan dengan penguap vakum
atau penguap tekanan rendah hingga diperoleh ekstrak kental.
Maserasi dapat dimodifikasi menjadi beberapa metode yaitu:
1) Digesti. Digesti adalah cara maserasi kinetik dengan pengadukan kontinu pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan atau dengan pemanasan lemah
(40-50 C). Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk simplisia yang zat aktifnya
tahan terhadap pemanasan.
2) Maserasi dengan mesin pengaduk. Penggunaan mesin pengaduk berputar terus-
menerus, waktu proses maserasi dapat dipersingkat 6-24 jam.
3) Remaserasi. Cairan penyari dibagi dua. Seluruh serbuk simplisia dimaserasi dengan
cairan penyari pertama, sesudah dienaptuangkan dan diperas, ampas dimaserasi lagi
dengan cairan penyari yang kedua.
4) Maserasi melingkar. Maserasi melingkar adalah maserasi yang diperbaiki dengan
mengusahakan agar cairan penyari selalu bergerak dan menyebar. Dengan cara ini
penyari selalu mengalir kembali secara berkesinambungan melalui serbuk simplisia dan
melarutkan zat aktifnya.
5) Maserasi melingkar bertingkat. Maserasi melingkar bertingkat adalah penyempurnaan
maserasi melingkar karena perpindahan massa berhenti bila keseimbangan telah terjadi,
dengan maserasi melingkar bertingkat :
- simplisia mengalami proses penyarian beberapa kali sesuai jumlah bejana
penampung
- sebelum dikeluarkan dari bejana penyari, simplisia disari lagi dengan cairan
penyari baru
- hasil penyarian sebelum diuapkan digunakan dulu untuk menyari simplisia baru
- penyarian berulang-ulang mendapat hasil yang lebih baik daripada sekali
dengan jumlah pelarut sama

b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive
extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Definisi lain, perkolasi
merupakan cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui simplisia
yang telah dibasahi (Depkes, 1986). Dibandingkan dengan metode maserasi, metode ini tidak
memerlukan tahapan penyaringan perkolat, hanya kerugiannya adalah waktu yang dibutuhkan
lebih lama dan jumlah pelarut yang digunakan lebih banyak (BPOM RI, 2012b).
Prinsip perkolasi adalah sebagai berikut : simplisia ditempatkan dalam suatu bejana
silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke
bawah melalui simplisia, cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel yang dilaluinya sampai
mencapai keadaan jenuh. Gerak ke bawah karena kekuatan gaya beratnya sendiri dari cairan di
atasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan.
Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan simplisia, tahap maserasi antara, tahap
perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak
(perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali simplisia.

Panduan Praktikum Fitokimia TA 2020/2021 3


A

F A : perkolator C
D
B : botol cairan penyari
C : keran
D : tutup karet
E E : gabus bertoreh
F : sarangan
G : botol perkolat

Gambar 2. Rangkaian alat perkolator.


Keuntungan perkolasi daripada maserasi :
a. aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi dengan
larutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga derajat perbedaan konsentrasi
naik.
b. ruangan antara butir-butir simplisia membentuk saluran tempat mengalir cairan
penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut, maka kecepatan pelarut cukup
mengurangi lapisan batas, sehingga perbedaan konsentrasi meningkat.

Menurut Depkes RI (1986), penyarian dengan perkolasi dilakukan dengan membasahi


10 bagian simplisia dengan 2,5 – 5 bagian cairan penyari, kemudian dimasukkan ke dalam
bejana tertutup sekurang-kurangnya selama 3 jam. Kemudian massa dipindahkan sedikit demi
sedikit ke perkolator sambil tiap kali ditekan hati-hati. Selanjutnya dituangi dengan cairan
penyari sampai cairan mulai menetes dan di atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari.
Perkolator ditutup dan dibiarkan 24 jam. Lalu cairan dibiarkan menetes dengan kecepatan 1 ml
per menit dan ditambahkan berulang-ulang cairan penyari hingga selalu terdapat selapis cairan
penyari di atas simplisia, hingga jika 500 mg perkolat yang keluar terakhir diuapkan tidak
meninggalkan sisa. Perkolat disuling atau diuapkan dengan tekanan rendah pada suhu tidak
lebih dari 500C hingga konsistensi yang dikehendaki.
Beberapa istilah yang digunakan untuk menyampaikan kecepatan mengalir adalah
lambat untuk kecepatan menetes 1 ml tiap menit, sedang untuk kecepatan antara 1-3 ml tiap
menit, dan cepat untuk kecepatan antara 3-5 ml tiap menit Depkes RI (1986). Metode perkolasi
dapat dimodifikasi menggunakan ekstraktor yang dilengkapi dengan mantel pemanas (BPOM,
2012b).
Menurut BPOM (2012b), kecuali dinyatakan lain, lakukan sebagai berikut: Rendam
serbuk simplisia dengan penyari, proses ini dilakukan di dalam perkolator. Tutup perkolator dan
biarkan selama 24 jam. Setelah itu buka keran perkolator, biarkan cairan menetes dengan
kecepatan tertentu, tambahkan berulang-ulang cairan penyari secukupnya sehingga bahan selalu
terendam. Penetesan dihentikan pada saat jumlah pelarut yang digunakan sudah mencapai 10
(sepuluh) kali jumlah serbuk simplisia. Peras massa, campurkan cairan perasan ke dalam
perkolat. Pindahkan ke dalam bejana, tutup, biarkan selama 2 hari ditempat sejuk, terlindung
dari cahaya. Enap tuangkan atau saring.

c. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu
tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas
bulat bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari
terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan turun
kembali menuju labu alas bulat, akan menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat,
demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna.

Panduan Praktikum Fitokimia TA 2020/2021 4


Penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh
dikumpulkan dan dipekatkan. Keuntungan dari metode ini adalah digunakan untuk
mengekstraksi sampel-sampel yang mempunyai tekstur kasar dan tahan pemanasan langsung.

d. Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya
dilakukan dengan alat khusus (alat Soxhlet) sehingga terjadi ekstraksi berkesinambungan/
kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Soxhlet
merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan, cairan penyari dipanaskan sehingga
menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi molekul-molekul air oleh pendingin balik
dan turun menyari simplisia dalam klongsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu
alas bulat setelah melewati pipa sifon. Keuntungannya adalah cairan penyari sedikit dan
langsung diperoleh hasil lebih pekat; simplisia disari cairan penyari murni segar sehingga
dapat menyari zat aktif lebih banyak; penyarian dapat dilakukan sesuai keperluan tanpa
menambah volume pelarut. Kerugiannya larutan dipanaskan terus sehingga zat aktif tidak tahan
panas tidak cocok (Depkes RI 1986).

A. Thimble
B. Extraction chamber
C. Boiling flask
D. Condensor
E. Vapour tube
F. Siphon tube

Gambar 3. Rangkaian alat soxhlet.

4. Pemekatan/penguapan
Penguapan adalah proses terbentuknya uap dari permukaan cairan. Kecepatan
terbentuknya uap tergantung terjadinya difusi uap melalui lapisan batas di atas cairan yang
bersangkutan. Pada penguapan, terbentuk uap berjalan sangat lambat, sehingga cairan tersebut
mendidih. Selama mendidih, uap terlepas melalui gelembung-gelembung udara yang terlepas
dari cairan. Kecepatan penguapan tergantung pada kecepatan pemindahan panas, sehingga alat
dirancang agar dapat memberi pemindahan panas yang maksimal kepada cairan. Untuk itu,
permukaan harus seluas mungkin, dan lapisan batas dikurangi.
Faktor yang mempengaruhi penguapan :
a. suhu
Makin tinggi suhu, makin cepat penguapan. Suhu juga berperan terhadap kerusakan bahan
yang diuapkan. Banyak glikosida dan alkaloid terurai pada suhu di bawah 100 0C. Hormon,
enzim, antibiotika lebih peka terhadap pemanasan. Karena itu, pengaturan suhu sangat
penting agar penguapan dapat berjalan cepat dan kemungkinan terjadinya peruraian dapat
ditekan sekecil mungkin. Untuk zat yang sangat peka terhadap panas, dilakukan penguapan
dengan pengurangan tekanan.
b. waktu
Penerapan suhu relatif tinggi dengan waktu singkat kurang menimbulkan kerusakan
dibandingkan suhu rendah dengan waktu lama.
c. kelembaban
Beberapa senyawa kimia lebih mudah terurai bila kelembaban tinggi, terutama pada
kenaikan suhu. Beberapa reaksi peruraian seperti hidrolisa memerlukan air sebagai medium
berlangsungnya reaksi. Hal ini diterapkan pada pengeringan ekstrak yang sudah kental.
Pengeringan ekstrak encer dilakukan pada suhu rendah, sedang sisa terakhir yang telah amat

Panduan Praktikum Fitokimia TA 2020/2021 5


kecil kadar airnya dapat dilakukan pada suhu tinggi untuk menghilangkan sisa air yang
tertinggal.
d. cara penguapan
Panci penguapan dan alat penyuling akan menghasilkan produk bentuk cair atau padat.
Penguapan lapis tipis menghasilkan produk bentuk cair. Umumnya pemekatan tidak
dilakukan dengan satu cara tapi lebih dari satu cara.
e. konsentrasi
Pada penguapan, cairan menjadi lebih pekat, sehingga kadar bentuk padatnya meningkat.
Hal ini mengakibatkan kenaikan titik didih larutan tersebut. Dengan kenaikan suhu dan
kadar zat padat akan memperbesar risiko kerusakan zat yang tidak tahan pemanasan dan
mengurangi perbedaan suhu yang merupakan daya dorong untuk pemindahan panas
(Depkes RI 1986).

Vacuum rotary evaporator waterbath


Gambar 4. Alat pemekatan/penguapan.
Pembuatan ekstrak berdasarkan Kemenkes RI (2010) adalah sebagai berikut: buat
ekstrak dari serbuk kering simplisia dengan cara maserasi menggunakan pelarut yang sesuai.
Gunakan pelarut yang dapat menyari sebagian besar metabolit sekunder yang terkandung dalam
serbuk simplisia. Jika tidak dinyatakan lain gunakan etanol 70% P. Masukkan satu bagian
serbuk kering simplisia ke dalam maserator, tambahkan 10 bagian pelarut. Rendam selama 6
jam pertama sambil sekali-sekali diaduk, kemudian diamkan selama 18 jam. Pisahkan maserat
dengan cara pengendapan, sentrifugasi, dekantasi, atau filtrasi. Ulangi proses penyarian
sekurang-kurangnya dua kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Berdasarkan
Kemenkes RI (2013), ulangi proses penyarian sekurang-kurangnya dua kali dengan jenis dan
setengah kali jumlah pelarut. Kumpulkan semua maserat, kamudian uapkan dengan penguap
vakum atau penguap tekanan rendah hingga diperoleh ekstrak kental. Rendemen harus
mencapai angka sekurang-kurangnya sebagaimana ditetapkan pada masing-masing monografi
ekstrak. Pembuatan ekstrak bisa dilakukan dengan cara lain seperti perkolasi, sokletasi, atau
“counter current”.

Kajian tentang tanaman Physalis angulata L


Tanaman ciplukan (Physalis angulata L) merupakan jenis tanaman obat yang secara
klinis terbukti memiliki khasiat sebagai antimalaria, antioksidan, antiartritis, dan antiinflamasi.
Golongan senyawa yang terdapat dalam herba ciplukan yaitu golongan steroid, flavonoid, dan
alkaloid. Salah satu senyawa yang terdapat dalam herba ciplukan yaitu Physalin F dan
Withangulatin A. Senyawa physalin mempunyai BM 528,55, titk lebur 248-249, physalin ini
termasuk senyawa dari golongan steroid.
Berdasarkan Kemenkes RI (2010), zat identitas herba ciplukan adalah fisalin A. Herba
ciplukan mengandung flavonoid total tidak kurang dari 0,86% dihitung sebagai kuersetin.
Ekstrak herba ciplukan memiliki rendemen tidak kurang dari 9,6% dan mengandung flavonoid
total tidak kurang dari 3,54% dihitung sebagai kuersetin.

Panduan Praktikum Fitokimia TA 2020/2021 6


Gambar 5. Struktur senyawa pada herba ciplukan.

C. Alat dan Bahan


Alat : Perkolator, beaker glass, batang pengaduk, gelas ukur, kertas saring, kapas, bejana
gelap, Erlenmeyer, seperangkat alat soxhlet, batu didih, bejana maserasi, corong,
waterbath, vacuum rotary evaporator.
Bahan : Simplisia herba ciplukan (Physalis angulata L), etanol.

D. Cara Kerja
Setiap kelompok harus mengerjakan dua metode ekstraksi yaitu maserasi dan
soxhlet, sedangkan perkolasi hanya didemokan di kelompok besar.
1. Maserasi (Depkes RI, 1986; BPOM, 2012a; BPOM, 2012b)
1) Timbang 75-100 g serbuk herba ciplukan, lalu dimasukkan ke dalam bejana
maserasi.
2) Tuangi cairan penyari dengan perbandingan simplisia : penyari (1 : 7,5 bagian),
tutup, biarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil berulang-ulang
diaduk.
3) Setelah 5 hari serkai, peras.
4) Bilas ampas dengan etanol secukupnya hingga diperoleh 10 bagian.
5) Pindahkan ke dalam bejana tertutup, biarkan di tempat sejuk, terlindung dari
cahaya selama 2 hari. Jangan diaduk.
6) Setelah 2 hari, enaptuangkan atau saring.
7) Pekatkan ekstrak dengan penguap putar (vacuum rotary evaporator) atau
dipanaskan di atas waterbath sehingga diperoleh ekstrak kental.
8) Timbang bobot ekstrak kental yang diperoleh.
9) Hitung rendemennya.
Rendemen ekstrak =

2. Maserasi (Kemenkes RI, 2017)


1) Masukkan satu bagian serbuk kering simplisia ke dalam maserator, tambahkan
10 bagian pelarut.
2) Rendam selama 6 jam pertama sambil sekali-sekali diaduk\
3) Diamkan selama 18 jam.
4) Pisahkan maserat dengan cara sentrifugasi, dekantasi atau filtrasi.

Panduan Praktikum Fitokimia TA 2020/2021 7


5) Ulangi proses penyarian sekurang-kurangnya satu kali dengan jenis pelarut yang
sama dan jumlah volume pelarut sebanyak setengah kali jumlah volume pelarut
pada penyarian pertama.
6) Kumpulkan semua maserat,
7) Uapkan dengan penguap vakum atau penguap tekanan rendah hingga diperoleh
ekstrak kental.

2. Soxhlet
1) Timbang 30 gram serbuk herba ciplukan
2) Bungkus dengan kertas saring dan masukkan dalam alat soxhlet.
3) Tambahkan etanol 96% paling sedikit sebanyak satu setengah kali sirkulasi.
4) Panaskan cairan penyari dengan kecepatan 4-5 sirkulasi/jam.
5) Lakukan penyarian hingga filtrat tidak berwarna.
6) Pekatkan filtrat yang diperoleh dengan penguap putar (vacuum rotary
evaporator) atau waterbath hingga diperoleh ekstrak kental.
7) Timbang ekstrak.
8) Hitung rendemen ekstrak yang diperoleh.
9) Ambil sedikit ekstrak, masukkan vial, dan beri label.

3. Perkolasi (Demo)
1) Timbang 30 gram serbuk herba ciplukan.
2) Basahi simplisia dengan cairan penyari dengan perbandingan 10 bagian
simplisia dengan 2,5 - 5 bagian penyari, kemudian masukkan dalam bejana
tertutup sekurang-kurangnya selama 3 jam.
3) Pindahkan massa sedikit demi sedikit ke dalam perkolator sambil tiap kali
ditekan dengan hati-hati.
4) Tuangi dengan cairan penyari secukupnya sampai cairan mulai menetes dan di
atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari.
5) Tutup perkolator dan biarkan selama 24 jam.
6) Alirkan pelarut hingga selalu terdapat selapis cairan penyari di atas simplisia
dan biarkan menetes dengan kecepatan 1 ml/menit.
7) Proses pengaliran dihentikan jika 500 mg perkolat yang keluar terakhir
diuapkan tidak meninggalkan sisa atau perkolat yang keluar terakhir tidak
berwarna.
8) Hitung volume pelarut yang digunakan.

Panduan Praktikum Fitokimia TA 2020/2021 8


LAPORAN SEMENTARA
PEMBUATAN EKSTRAK
Simplisia :
Pelarut :

Ekstrak Maserasi Ekstrak Sokhlet

Organoleptis

Jumlah pelarut yang


digunakan (ml)
Kecepatan sirkulasi
Bobot serbuk (g)

Bobot ekstrak (g)

Rendemen (%)

Perhitungan :

Demo ekstraksi dengan metode perkolasi

Surakarta,
Dosen

(.............................................)

Panduan Praktikum Fitokimia TA 2020/2021 1


PERTEMUAN 2
EKSTRAKSI CAIR-CAIR DAN OPTIMASI FASE GERAK UNTUK KCV

A. Tujuan
Setelah melakukan praktikum para mahasiswa diharapkan mampu:
1. Melakukan pemisahan/fraksinasi ekstrak tanaman menggunakan metode
ekstraksi cair-cair
2. Menentukan fase gerak yang cocok untuk pemisahan senyawa menggunakan
metode KLT
B. Dasar Teori
1. Ekstraksi Cair-Cair
Ekstraksi cair-cair adalah proses pemisahan dimana suatu zat terbagi dalam dua
pelarut yang tidak bercampur. Dalam metode ini, senyawa didistribusikan dalam dua
pelarut menurut koefisien partisi yang berbeda. Teknik ini sangat efektif sebagai
langkah pertama pemisahan senyawa dalam skala yang cukup besar dari ekstrak
senyawa bahan alam. Penggunaan ekstraksi cair-cair pada fitokimia sering diistilahkan
dengan metode partisi pelarut. Teknik pemisahan menggunakan partisi pelarut
melibatkan penggunaan dua pelarut tak bercampur dalam corong pisah, dan senyawa-
senyawa tersebut didistribusikan dalam dua pelarut sesuai dengan koefisien partisi yang
berbeda.
C1 konsentrasi zat terlarut dalam fase organik
KD = =
C2 konsentrasi zat terlarut dalam fase air
KD adalah koefisien distribusi atau koefisien partisi yang merupakan tetapan
keseimbangan yang merupakan kelarutan relatif dari suatu senyawa terlarut dalam dua
pelarut yang tidak bercampur. C1 dan C2 adalah kadar senyawa terlarut dalam pelarut 1
dan pelarut 2. Kerap kali sebagai pelarut pertama adalah air, sedangkan pelarut kedua
adalah pelarut organik yang tidak bercampur dengan air. Dengan demikian, ion
inorganik atau senyawa organik polar sebagian besar akan terdapat dalam fasa air,
sedangkan senyawa organik nonpolar sebagian besar akan terdapat dalam fasa organik.
Hal ini dikatakan like dissolves like yang berarti bahwa senyawa polar akan mudah larut
dalam pelarut polar, dan sebaliknya.
Menurut Nerst : ” Apabila suatu zat berada dalam suatu campuran pelarut yang
tidak saling bercampur maka zat tersebut akan terdistribusi sedemikian rupa di antara
kedua pelarut tersebut dan akan berada dalam kesetimbangan pada temperatur dan
tekanan tertentu asalkan tidak terjadi interaksi kimia antara zat-zat dalam larutan ”.
Ekstrak bahan alam mengandung campuran senyawa yang bervariasi sifat kimia
dan fisika. Strategi dasar untuk memisahkan komponen didasarkan pada sifat fisika
kimiawinya dengan pemisahan awal berdasarkan variasi gugus kimia. Namun, dalam
beberapa kasus, dari pencarian literatur pada genus dan famili yang berkaitan, dapat
diprediksi kandungan senyawa dalam sebagian ekstrak. Senyawa bahan alam biasanya
diekstraksi dengan pelarut dengan polaritas yang meningkat, misalnya, n-heksana
pertama, lalu dietileter, kloroform (CHCl3), diikuti oleh lebih banyak pelarut polar,
yaitu metanol (MeOH), tergantung pada bahan kimia dan sifat fisik senyawa target.

Panduan Praktikum Fitokimia TA 2020/2021 2


Gambar 6. Corong pisah.

Dalam bidang fitokimia ekstraksi cair-cair juga digunakan untuk purifikasi.


Purifikasi dapat terjadi jika solut memiliki koefisien partisi besar, sedangkan pengotor
memiliki koefisien partisi yang lebih rendah.
Kesempurnaan ekstraksi dipengaruhi oleh pH, macam pelarut, jumlah volume
pelarut, dan jumlah ekstraksi yang dilakukan.
1. pH
Zat aktif yang digunakan dalam industri farmasi pada umumnya adalah zat
organik yang bersifat basa lemah atau asam lemah di mana kelarutannya sangat
dipengaruhi oleh pH pelarutnya. Kelarutan asam-asam organik lemah dalam air
akan bertambah dengan naiknya pH karena terbentuknya garam yang mudah
larut dalam air, sedangkan basa basa organik lemah pada umumnya sukar larut
dalam air. Apabila senyawa bersifat asam lemah, jika pH larutan diturunkan
dengan penambahan asam kuat maka struktur zat akan terbentuk garam yang
mudah larut dalam air. Untuk senyawa yang bersifat asam lemah pada pH yang
absolut rendah praktis tidak mengalami ionisasi (kelarutan intrinsik)
2. Pengaruh jenis pelarut
Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar akan
melarutkan lebih baik zat polar dan ionik, begitu sebaliknya. Kelarutan juga
bergantung pada struktur zat seperti perbandingan gugus polar dan nonpolarr
dari suatu molekul makin panjang rantai gugus nonpolarr dari suatu zat makin
sukar zat makin sukar zat tersebut larut dalam air.
3. Jumlah ekstraksi yang dilakukan dan volume pelarut
Setelah n kali penyarian dengan pelarut organik, banyaknya zat terlarut yang
tersisa dalam air adalah Wn dirumuskan :
Kd. Va
n
Wn = Wo [ ]
(Kd.Va)+Vorg
Jika koefisien distribusinya sangat besar (lebih dari 1000), penyarian sekali
dengan corong pisah telah memungkinkan hampir semua senyawa terlarut telah
tersari. Walaupun demikian penyarian akan lebih efektif jika larutan penyari
dibagi dalam beberapa bagian kecil dari penyarian sekali dengan semua penyari
yang tersedia. Tujuan penyarian berulang kali adalah untuk mendapatkan harga
Wn sekecil mungkin untuk berat tertentu penyari, untuk itu n harus besar dan
Vorg kecil (Sudjadi 1988).
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam penyiapan bahan yang akan
diekstrak dan pelarut diantaranya selektivitas, kelarutan, kemampuan tidak saling
bercampur, kerapatan, reaktivitas, titik didih.
Yang perlu diperhatikan pada ekstraksi cair-cair dengan corong pisah yaitu
corong hendaknya tidak diisi melebihi ¾ bagian, penggojokan mula-mula pelan dan
kelebihan tekanan dibebaskan melalui tangkai, penggojokan dilakukan ke arah badan.

Panduan Praktikum Fitokimia TA 2020/2021 3


Pencegahan terjadi emulsi dengan menjenuhkan lapisan air dengan NaCl (jika salah satu
pelarut air), menambah beberapa tetes alkohol, mendiamkan beberapa saat.

2. Optimasi fase gerak kromatografi kolom dengan KLT


Kromatografi adalah suatu cara pemisahan dimana komponen-komponen yang
akan dipisahkan didistribusikan antara 2 fase, salah satunya yang merupakan fase diam
dan yang lainnya berupa fase gerak. Kromatografi lapis tipis (KLT) telah banyak
digunakan dalam analisis ekstrak suatu bahan alam dan juga memainkan bagian penting
dalam fraksinasi, isolasi, dan deteksi senyawa aktif hadir dalam ekstrak tanaman. KLT
merupakan metode sederhana dan murah untuk mendeteksi adanya senyawa aktif dalam
suatu tanaman tanaman, sampel dan peralatan yang dibutuhkan juga sedikit dan tidak
membutuhkan waktu analisis yang lama.
Penentuan fase gerak kromatografi kolom tergantung polaritas sampel. Jika
senyawa dalam sampel diketahui, dapat menggunakan protokol pemisahan yang sudah
dipublikasi. Jika polaritas senyawa dalam sampel belum diketahui, KLT dapat
digunakan untuk menetukan fase gerak yang sesuai. Caranya dengan mengelusi sampel
dengan sistem solven yang bervariasi, lalu dibandingkan profil kromatogramnya, lalu
fase gerak dipilih dengan ketentuan Rf senyawa berkisar 0,2-0,3. Untuk crude extract,
fase gerak yang menghasilkan Rf senyawa paling tinggi 0,5 sebagai fase gerak awal,
sedangkan fase gerak yang menghasilkan Rf senyawa paling rendah 0,2 sebagai fase
gerak akhir (Sarker et al 2006).

Gambar 7. Pemilihan fase gerak untuk kromatografi kolom dengan metode KLT

C.Alat dan Bahan


Alat : Corong pisah, batang pengaduk, Erlenmeyer, kertas saring, cawan, lempeng
KLT silika gel 60 F254, bak kromatografi, pipa kapiler, cawan penguap,
klem dan statif, lampu UV 254 nm dan 366 nm.
Bahan : Ekstrak herba ciplukan, n-heksana, etil asetat, aquadest.

Panduan Praktikum Fitokimia TA 2020/2021 4


D. Cara Kerja
1. Ekstraksi Cair-Cair
1. Timbang sejumlah tertentu ekstrak dan masukkan ke dalam beker gelas, lalu
tambahkan sejumlah tertentu etanol 96% secukupnya (jika perlu), tambahkan
dengan 75 ml aquadest.
2. Masukkan larutan ke dalam corong pisah dan ekstraksi dengan 3 x 75 ml
n-heksana
3. Pisahkan fase n-heksana dan kumpulkan
4. Ekstraksi residu dengan 3 x 75 ml etil asetat
5. Pisahkan fase etil asetat dan kumpulkan
6. Pisahkan fase air
7. Ambil masing-masing sebanyak 0,1 ml filtrat fase n-heksana, fase etil asetat, dan
fase air dan beri label.
8. Pekatkan seluruh fase n-heksana, etil asetat, dan air
9. Timbang masing-masing ketiga fraksi yang didapat
10. Hitung rendemen dari fraksi n-heksan, etil asetat, dan air
11. Idealnya ekstraksi cair-cair ekstrak tidak meninggalkan fraksi tidak larut. Jika
terbentuk fraksi tidak larut, keringkan fraksi tersebut dengan oven 50ºC, lalu
timbang bobotnya.

2. Optimasi Fase Gerak Kromatografi Kolom dengan KLT


1. Jenuhkan fase gerak pada chamber yang berisi campuran
a. n-Heksana : etil asetat (7:3)
b. Toluen : etil asetat : kloroform (5:1:4)
c. Etil asetat : asam format : asam asetat glasial : air (8:0,5:0,5:1)
d. Etil asetat : metanol : air (6 : 3 : 1)
2. Siapkan ekstrak herba ciplukan dari proses maserasi dan sokhlet serta siapkan
fraksi n-heksana, fase etil asetat, dan fase air.
3. Siapkan lempeng KLT dengan ukuran 6x6 cm dan beri tanda batas kira-kira 1
cm dari batas dan bawah plat dengan pensil.
4. Totolkan ekstrak dan fraksi herba ciplukan pada garis batas bawah plat KLT.
5. Masukkan lempeng KLT ke dalam chamber, kemudian amati lempeng KLT
hingga fase gerak mengelusi senyawa sampai batas atas.
6. Ambil lempeng dan keringanginkan,
7. Amati bercaknya pada visibel, lampu UV 254 nm, dan UV 366 nm.
8. Hitung Rf =

Panduan Praktikum Fitokimia TA 2020/2021 5


LAPORAN SEMENTARA
EKSTRAKSI CAIR-CAIR DAN OPTIMASI FASE GERAK UNTUK KCV

A. Fraksinasi ekstrak
Fraksi n-heksana Fraksi etil asetat Fraksi air

Organoleptis

Bobot
Ekstrak (g)
Bobot
Fraksi (g)
Rendemen
Fraksi (%)

Fraksi tidak larut : Ada / Tidak


Bobot fraksi tidak larut :

Perhitungan:

B. Optimasi Fase Gerak


1. Perhitungan kebutuhan fase gerak

Panduan Praktikum Fitokimia TA 2020/2021 6


2. Profil kromatogram :
Fase gerak :
Fase diam :
Pereaksi Pendeteksi :

Warna noda
Kode
Sampel Rf Pereaksi
bercak Visibel UV 254 nm UV 366 nm
...............................

Keterangan gambar : (jika ada)

Panduan Praktikum Fitokimia TA 2020/2021 7


Fase gerak :
Fase diam :
Pereaksi Pendeteksi :

Warna noda
Kode
Sampel Rf Pereaksi
bercak Visibel UV 254 nm UV 366 nm
...............................

Keterangan gambar : (jika ada)

Panduan Praktikum Fitokimia TA 2020/2021 8


Fase gerak :
Fase diam :
Pereaksi Pendeteksi :

Warna noda
Kode
Sampel Rf Pereaksi
bercak Visibel UV 254 nm UV 366 nm
...............................

Keterangan gambar : (jika ada)

Panduan Praktikum Fitokimia TA 2020/2021 9


Fase gerak :
Fase diam :
Pereaksi Pendeteksi :

Warna noda
Kode
Sampel Rf Pereaksi
bercak Visibel UV 254 nm UV 366 nm
...............................

Keterangan gambar : (jika ada)

Fase gerak optimum adalah ................................................................................... karena


.............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
Surakarta,
Dosen

(.............................................)

Panduan Praktikum Fitokimia TA 2020/2021 10


PERTEMUAN 3
KROMATOGRAFI CAIR VAKUM (KCV)

A. Tujuan
Mahasiswa mengetahui cara memisahkan senyawa dalam suatu ekstrak/fraksi
menggunakan metode kromatografi cair vakum
B. Dasar Teori
Di tahun 1903 Tswett menemukan teknik kromatografi. Teknik ini bermanfaat
sebagai cara untuk menguraikan suatu campuran. Dalam kromatografi, komponen-
komponen terdistribusi dalam dua fase. Salah satu fase adalah fase diam. Transfer
massa antara fase bergerak dan fase diam terjadi bila molekul-molekul campuran serap
pada permukaan partikel-partikel atau terserap di dalam pori-pori partikel atau terbagi
ke dalam sejumlah cairan yang terikat pada permukaan atau di dalam pori. Ini adalah
sorpsi (penyerapan). Laju perpindahan suatu molekul zat terlarut tertentu di dalam
kolom atau lapisan tipis zat penyerap secara langsung berhubungan dengan bagian
molekul-molekul tersebut di antara fase bergerak dan fase diam.

Gambar 8. Prinsip kromatografi kolom.


Kromatografi kolom adalah suatu teknik pemurnian untuk mengisolasi
komponen yang diinginkan dari suatu campuran dimana fase diam (adsorben padat)
ditempatkan secara vertikal dalam kolom gelas dan fase gerak (cairan) ditempatkan
pada bagian atas kolom dan begerak ke bawah melewati kolom (karena gravitasi atau
tekanan eksternal).
Panduan umum jumlah fase diam adalah 100-500 g per gram crude sample.
Pengemasan fase diam dalam kolom ada 2 cara yaitu slurry packing dan dry packing.
1. Slurry packing
Slurry packing adalah cara yang lebih mudah dan paling sering digunakan.
Penyiapannya, fase diam ditambah dengan sejumlah fase gerak/solven lalu diaduk. Jika
perlu, lebih banyak solven ditambahkan untuk membentuk konsistensi slurry agar
mencegah adanya gelembung gas yang terjerap. Untuk mengemas fase diam yang bisa
mengembang dengan fase gerak misal fase diam karbohidrat (Sephadex G-10) hanya

Panduan Praktikum Fitokimia TA 2020/2021 11


bisa dilakukan pengemasan dengan metode slurry packing dengan tambahan waktu
yang cukup agar fase diam bisa mengembang sempurna. Lalu slurry dituang ke dalam
kolom.

2. Dry packing
Dry packing merupakan metode yang efisien untuk mengemas kolom dan
biasanya digunakan untuk silika gel atau bonded silica gel. Fase diam kering dituangkan
ke dalam kolom, lalu divibrasi agar kolom mampat atau kolom diketuk-ketuk saat
pengisian. Lalu kolom disetimbangkan dengan fase gerak secukupnya. Dry packing
biasa digunakan untuk metode vacuum liquid chromatography (VLC) dengan silika gel
(Sarker et al 2006).

Slurry packing Dry packing


Gambar 9. Metode pengemasan kolom.

Pengaplikasian sampel ke dalam kolom dapat melalui dua cara. Cara pertama
adalah sampel dilarutkan dalam sedikit fase gerak awal lalu diaplikasikan di atas kolom
melewati dinding kolom. Biasanya untuk mencegah disintegrasi permukaan atas kolom,
ditaruh selapis sand 5-10 mm, kertas saring, atau glass wool di permukaan kolom. Cara
kedua, jika sampel tidak dapat larut pada fase gerak awal, maka sampel diaplikasikan
sebagai serbuk kering free flowing. Cara ini adalah pilihan untuk fase diam silika gel
dengan fase gerak awal nonpolar. Caranya adalah sampel dilarutkan dengan sejumlah
pelarut yang cocok (DCM, etil asetat, atau metanol) dan silika gel (faktor berat 10), lalu
fase gerak dihilangkan di vacuum rotary evaporator sementara sampel akan teradsorbsi
pada silika gel (Sarker et al 2006).

Gambar 10. Aplikasi sampel

Panduan Praktikum Fitokimia TA 2020/2021 12


Sistem elusi fase gerak dapat dengan beberapa cara yaitu mengalir berdasarkan
gravitasi, aplikasi tekanan nitrogen, atau vakum (VLC), atau fase gerak dipompa dengan
tekanan bervariasi (flash chromatography). Sistem elusi dapat dilakukan dengan sistem
gradien atau sistem isokratis.

C. Alat dan Bahan


Alat : Alat kolom vakum batang pengaduk, mortir dan stamfer, botol 100 ml, kapas
Bahan : Fraksi herba ciplukan, n-heksana, etil asetat, silika gel 60 for colom,

D. Cara Kerja
1. Persiapan sampel
a. Siapkan fraksi herba ciplukan ± 5 gram, masukkan ke dalam mortir.
b. Jika konsistensi fraksi kering, tambahkan etanol sedikit dengan volume terukur.
Jika konsistensi fraksi tidak kering, tidak perlu ditambah etanol.
c. Tambahkan silika gel 60 (perbandingan fraksi dengan silika 1:1).
d. Gerus sampai homogen sampai terbentuk serbuk kering.
2. Persiapan fase gerak
a. Timbang 11 botol untuk tempat fase gerak
b. Buat fase gerak dengan sistem elusi gradien (elusi dari nonpolar  polar).
c. Buat perbandingan fase gerak, masukkan ke dalam botol yang sudah ditimbang
1) N-heksana 100% = 100 ml (untuk penyetimbangan fase
diam)
2) N-heksana : Etil asetat (8:2)
3) N-heksana : Etil asetat (6:4)
4) N-heksana : Etil asetat (4:6) Setiap botol @ 50 ml
5) N-heksana : Etil asetat (2:8)
6) Etil asetat 100% = 50 ml
7) Etil asetat : Metanol (8:2)
8) Etil asetat : Metanol (6:4) Setiap botol @ 50 ml
9) Etil asetat : Metanol (4:6)
10) Etil asetat : Metanol (2:8)
11) Metanol 100% = 50 ml
3. Persiapan kolom
a. Timbang silika gel 60 sebanyak 30 gram untuk kolom diameter kecil dan 50
gram untuk kolom diameter besar.
b. Masukkan silika gel ke dalam kolom sedikit demi sedikit hingga tidak ada
rongga dan ratakan
c. Masukkan sampel yang sudah berbentuk serbuk kering ke dalam kolom
d. Masukkan selapis kapas dan batu pemberat
e. Mulai lakukan elusi dengan memasukkan n-heksana sebagai langkah awal untuk
penyetimbangan fase diam.
f. Alirkan setiap fase gerak yang digunakan ke kolom dan eluat ditampung pada
botol fase gerak yang sama.
g. Setiap subfraksi yang diperoleh dipekatkan dan ditimbang

Panduan Praktikum Fitokimia TA 2020/2021 13


LAPORAN SEMENTARA
KROMATOGRAFI CAIR VAKUM (KCV)

Jenis fraksi yang dilakukan KCV =

Bobot fraksi yang dilakukan KCV =

Subfraksi Bobot (g) Rendemen (%) Keterangan*)


1

10

11

* Keterangan diisi organoleptis dan informasi lain Surakarta,


Dosen

(.............................................)

Panduan Praktikum Fitokimia TA 2020/2021 14


PERTEMUAN 4
MONITORING KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT) HASIL

A. Tujuan
Mahasiswa mampu monitoring kandungan kimia ekstrak, fraksi-fraksi, dan
subfraksi dari ekstrak dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT).
B. Dasar Teori
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah suatu tehnik pemisahan yang sederhana
dan banyak digunakan. Metode ini menggunakan lempeng kaca atau lembaran plastik
yang ditutupi penyerap untuk lapisan tipis dan kering bentuk silika gel, alumina,
selulosa dan poliamida. Untuk menotolkan larutan cuplikan pada lempeng kaca, pada
dasarnya dgunakan mikro pipet/ pipa kapiler. Setelah itu, bagian bawah dari lempeng
dicelup dalam fase gerak di dalam wadah yang tertutup (chamber). Pemisahan
campuran dengan cara kromatografi didasarkan pada perbedaan kecepatan merambat
antara partikel-partikel zat yang bercampur pada medium tertentu. Dalam kehidupan
sehari-hari pemisahan secara kromatografi dapat kita temui pada rembesan air pada
dinding yang menghasilkan garis-garis dengan jarak ternentu.
Monitoring KLT digunakan untuk mengetahui kandungan senyawa dalam fraksi.
Fraksi dan ekstrak yang telah diperoleh dimonitoring dengan KLT menggunakan sistem
yang sama. Reagen semprot dapat digunakan untuk senyawa yang dapat memberikan
reaksi berupa perubahan warna dan dapat digunakan setelah senyawa ditotolkan pada
plat KLT.

After elution
Gambar 11. Pelaksanaan KLT.
Monitoring KLT sering digunakan untuk menilai keberhasilan proses pemisahan
kromatografi kolom tekanan rendah. Fraksi hasil kromatografi kolom yang ideal jika
pada hasil KLT menunjukkan :
1. noda tunggal
2. terdapat fraksi yang tidak mengandung senyawa di antara senyawa yang berbeda.

Panduan Praktikum Fitokimia TA 2020/2021 15


Fraksi noda tunggal Fraksi tidak Fraksi noda tunggal
mengandung senyawa
Gambar 12. Kromatogram yang ideal pada fraksi hasil kromatografi kolom

C. Alat dan Bahan


Alat : Chamber, lempeng KLT, pipa kapiler, gelas ukur, pipet
Bahan : Ekstrak dan fraksi-fraksi dari ekstrak herba ciplukan, n-heksana, etanol, etil
asetat.

D. Cara Kerja
1. Jenuhkan fase gerak pada chamber yang berisi campuran n-heksana : etil asetat (7:3)
2. Siapkan lempeng KLT dengan ukuran 10x7 cm. Beri tanda batas kira-kira 1 cm dari
batas bawah plat dengan pensil. Beri tanda batas atas untuk 5 cm elusi. Ditotolkan
ekstrak, fraksi, dan subfraksi pada garis batas bawah plat KLT.
3. Masukkan lempeng KLT ke dalam chamber, kemudian amati lempeng KLT hingga
fase gerak mengelusi senyawa sampai batas atas.
4. Ambil lempeng dan kering anginkan, kemudian amati bercaknya pada sinar visibel,
lampu UV 254 nm dan 366 nm dan beri tanda pada bercak menggunakan pensil
5. Identifikasi senyawa dengan pereaksi semprot :
a. Alkaloid  Pereaksi Dragendrof (+ terjadi perubahan warna  coklat
kekuningan)
b. Flavonoid  - uap amonia
- Pereaksi sitroborat, lalu oven pada suhu 110oC selama 3-5 menit
(+ terjadi perubahan warna  kuning)
c. Steroid / Triterpen : Pereaksi Lieberman Burchard, dipanaskan 1000C selama 10
menit (+ terjadi perubahan warna  kuning untuk steroid dan ungu untuk
triterpen)
6. Amati pada perubahan warna pada sinar tampak dan lampu UV 366 nm
7. Hitung Rf =

Panduan Praktikum Fitokimia TA 2020/2021 16


LAPORAN SEMENTARA
MONITORING

1. Herba ciplukan
Fase gerak :
Fase diam :
Pereaksi Pendeteksi :

Keterangan gambar : (jika ada)

 Fraksi yang mempunyai profil kromatogram yang sama :


 Fraksi yang digabung :

Panduan Praktikum Fitokimia TA 2020/2021 17


Kode Ekstrak Fraksi n-heksana Fraksi etil asetat Fraksi air
bercak Rf vis UV UV Pere- Rf vis UV UV Pere- Rf vis UV UV Pere Rf vis UV UV Per
254 366 aksi 254 366 aksi 254 366 -aksi 254 366 e-
nm nm nm nm nm nm nm nm aksi

Kode F1 F2 F3
bercak Rf vis UV 254 UV 366 Pere- Rf vis UV 254 UV 366 Pere- Rf vis UV 254 UV 366 Pere-
nm nm aksi nm nm aksi nm nm aksi

Panduan Praktikum Fitokimia TA 2020/2021 18


Kode F4 F5 F6
bercak Rf vis UV 254 UV 366 Pere- Rf vis UV 254 UV 366 Pere- Rf vis UV 254 UV 366 Pere-
nm nm aksi nm nm aksi nm nm aksi

Kode F7 F8 F9
bercak Rf vis UV 254 UV 366 Pere- Rf vis UV 254 UV 366 Pere- Rf vis UV 254 UV 366 Pere-
nm nm aksi nm nm aksi nm nm aksi

Panduan Praktikum Fitokimia TA 2020/2021 19


Kode F10 F11 F12
bercak Rf vis UV 254 UV 366 Pere- Rf vis UV 254 UV 366 Pere- Rf vis UV 254 UV 366 Pere-
nm nm aksi nm nm aksi nm nm aksi

Jumlah bercak Kandungan senyawa


Ekstrak
Fraksi n-heksana
Fraksi etil asetat
Fraksi air
Fraksi 1
Fraksi 2
Fraksi 3
Fraksi 4
Fraksi 5
Fraksi 6
Fraksi 7
Fraksi 8
Fraksi 9
Fraksi 10
Fraksi 11
Surakarta,
Dosen

(.............................................)
Panduan Praktikum Fitokimia TA 2020/2021 20
PERTEMUAN 5
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF (KLTP)
DAN KRISTALISASI
A. Tujuan
1. Mahasiswa mampu melakukan identifikasi komponen kimia dari fraksi herba
ciplukan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis Preparatif.
2. Mahasiswa mampu melakukan kristalisasi dari senyawa yang diperoleh.
B. Dasar Teori
1. Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP)
Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP) merupakan metode isolasi yang
sudah lama popular karena digunakan secara universal oleh mahasiswa dan peneliti
khususnya bahan alam. KLTP merupakan proses isolasi yang terjadi berdasarkan
perbedaan daya serap dan daya partisi serta kelarutan dari komponen-komponen kimia
yang akan bergerak mengikuti kepolaran eluen oleh karena daya serap adsorben
terhadap komponen kimia tidak sama, maka komponen bergerak dengan kecepatan
yang berbeda sehingga hal inilah yang menyebabkan pemisahan.
Pemisahan komponen kimia dengan metode kromatografi lapis tipis preparatif
pada dasarnya sama dengan kromatografi lapis tipis biasa, namun perbedaan yang nyata
ialah pada KLT preparatif menggunakan lempeng kaca yang berukuran besar (ukuran
20 x 20 cm) dengan ketebalan silika 0,5 – 2 mm.

2. Kristalisasi
Kristalisasi senyawa dilakukan dari larutan prosesnya adalah :
1. Larutan jenuh mengandung satu atau lebih senyawa menjadi sangat jenuh
2. terjadi nukleasi dan pertumbuhan kristal
Kristalisasi merupakan proses collision. Molekul berbenturan untuk membentuk
kumpulan yang disebut nukleus, yang kemudian berkembang menjadi kristal dengan
karakteristik bentuk internal dan eksternal (Sarker 2006). Syarat pelarut yang baik untuk
rekristalisasi yaitu :
1. Senyawa lebih larut pada suhu tinggi daripada suhu kamar atau suhu di bawahnya
2. Dapat dihasilkan kristal yang berbentuk bagus
3. Pengotor sangat larut
4. Pelarut harus mudah dihilangkan
5. Tidak bereaksi dengan senyawa
6. Pelarut harus tidak sangat volatil dan sangat mudah terbakar (Armarego & Chai
2013)
Rekristalisasi adalah teknik pemurnian suatu zat padat dari campuran atau
pengotornya yang dilakukan dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut setelah
dilarutkan dalam pelarut yang sesuai atau cocok. Metode ini cukup sederhana, material
padatan terlarut dalam pelarut yang cocok pada suhu tinggi (dekat dengan titik didih
pelarutnya) untuk mendapatkan larutan jenuh. Ketika larutan panas perlahan
didinginkan. Kristal akan mengendap karena kelarutan padatan biasanya menurun bila
suhu diturunkan. Diharapkan pengotor tidak akan mengkristal karena konsentrasinya
dalam larutan tidak terlalu tinggi untuk mencapai jenuh. Pelarut yang lebih diinginkan
umumnya mempunyai titik didih rendah dan pelarut tersebut umumnya bersifat
nonpolar.

Panduan Praktikum Fitokimia TA 2020/2021 35


C. Alat dan Bahan :
Alat : lempeng KLTP, pipa kapiler, Erlenmeyer, kertas saring, beker glass
Bahan : fraksi atau subfraksi herba ciplukan

D. Cara Kerja
1. Kromatografi lapis tipis preparatif
a. Timbang wadah untuk melarutkan sampel.
b. Larutkan 2 gram fraksi ciplukan dalam 5 ml pelarut yang sesuai dalam wadah
tersebut, kemudian totolkan 5 ml larutan pada papan kromatografi perlahan-
lahan, setiap tahap diikuti dengan pengeringan. Penotolan dilakukan pada daerah
3 cm dari sisi bawah papan kromatografi dalam bentuk garis melintang.
c. Keringkan sisa dalam wadah, lalu timbang sisa tersebut.
d. Masukkan fase gerak (n-heksana : etil asetat 7:3) ke dalam bak kromatografi
kemudian masukkan kertas saring. Diamkan beberapa saat hingga kertas saring
dibasahi pelarut sampai atas, sehingga bisa dijadikan indikator bahwa pelarut
sudah jenuh.
e. Masukkan papan kromatografi yang telah ditotoli ke dalam bak kromatografi.
Lakukan elusi dengan pelarut n-heksana:etil asetat (7:3) dan hentikan elusi bila
pelarut telah mencapai daerah sekitar 1 cm dari sisi atas papan kromatografi.
Papan kromatografi diangkat dan dikeringanginkan.
f. Amati noda di bawah lampu UV 254 nm dan 366 nm, beri tanda pada noda.
Kerok lapisan pada daerah yang bertanda, hasil kerokan dikumpulkan dan
dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 100 ml, tambahkan 50 ml pelarut yang
sesuai, aduk sampai homogen, kemudian disaring, tampung filtrat dalam beker
glass. Residu penyaringan dimasukkan dalam labu Erlenmeyer kembali dan
ditambah 50 ml pelarut yang sesuai, saring, dan tampung filtrat, kumpulkan
dengan filtrat pertama. Uapkan filtrat sampai diperoleh kristal kasar.
g. Timbang kristal kasar
h. Hitung rendemen kristal kasar =

2. Rekristalisasi
a. Masukkan kristal kasar dalam Erlenmeyer kemudian larutkan dengan
sejumlah pelarut yang cocok untuk kristalisasi. Jika perlu, proses pelarutan
dilakukan dengan pelarut yang dipanaskan.
b. Panaskan di atas waterbath hingga homogen (± 10 menit)
c. Saring menggunakan kertas saring, kemudian filtrat dimasukkan dalam gelas
(yang sudah ditimbang) dan disimpan dalam freezer sampai terbentuk kristal
murni
d. Timbang kristal murni
e. Hitung rendemen kristal =
g. Cek kemurnian kristal secara KLT
h. Hitung % kemurnian kristal
1-

Panduan Praktikum Fitokimia TA 2020/2021 36


LAPORAN SEMENTARA
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF (KLTP)
DAN KRISTALISASI
1. KLTP
Sampel yang dilakukan KLTP =

Penimbangan terhadap sampel yang dilakukan KLTP


- bobot wadah melarutkan sampel KLTP =
- bobot sampel KLTP =
- bobot wadah + sisa sampel KLTP =
- bobot sampel KLTP =

Organoleptis isolat KLTP =

Bobot isolat KLTP =

Rendemen isolat KLTP =

2. Kristalisasi
Sampel yang dikristalisasi =

Bobot sampel yang dikristalisasi =

Hasil kristalisasi :
- Organoleptis kristal murni =

- Bobot kristal =

- Rendemen kristal =

Panduan Praktikum Fitokimia TA 2020/2021 35


Profil KLT
Sampel :
Fase gerak :
Fase diam :
Pereaksi Pendeteksi :

Warna noda
Kode
Sampel Rf Pereaksi
bercak Visual UV 254 nm UV 366 nm
...............................

Keterangan gambar : (jika ada)

Surakarta,
Dosen

(.............................................)

Panduan Praktikum Fitokimia TA 2020/2021 36


DAFTAR PUSTAKA

Armarego WLF & Chai CLL. 2013. Purification of Laboratory Chemicals. Elsevier Inc.
USA.
BPOM RI [Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia]. 2012a. Acuan
Sediaan Herbal. Volume ke-7 Edisi 1. BPOM RI. Jakarta
BPOM RI [Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia]. 2012b. Pedoman
Teknologi Formulasi Sediaan Berbasis Ekstrak. Volume 1. BPOM RI. Jakarta.
Cannel RJP. 1998. Natural Products Isolation : Methods in Biotechnology. Humana
Press. New Jersey.
Depkes RI [Departemen Kesehatan Republik Indonesia]. 2000. Parameter Standar
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta. 9-16.
Depkes RI [Departemen Kesehatan Republik Indonesia]. 1986. Sediaan Galenik.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Handa SS, Khanuja SPS, Longo G, Rakesh DD. 2008. Extraction Technologies for
Medicinal and Aromatic Plants. Trieste: International Centre For Science And
High Technology.
Houghton PJ and Raman A. 1998. Laboratory Handbook for the Fractionation of
Natural Extracts. 1st Edition. London: Chapman & Hall.
Kemenkes RI [Kementerian Kesehatan Republik Indonesia]. 2017. Farmakope Herbal
Indonesia. Edisi II. Kemenkes RI. Jakarta.
Sarker SD, Latif Z, Gray AI. 2006. Methods in Biotechnology : Natural Products
Isolation. 2nd Ed. New Jersey: Humana Press.
Sudjadi. 1988. Metode Pemisahan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Panduan Praktikum Fitokimia TA 2020/2021 37

Anda mungkin juga menyukai