Petunjuk Praktikum Fitokimia 2020-2021
Petunjuk Praktikum Fitokimia 2020-2021
PRAKTIKUM FITOKIMIA
SEMESTER 4
NAMA : ………………………....
NIM : ………………………....
KELOMPOK : ……………………........
i
TIM PENYUSUN
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. Atas berkat dan rahmat-Nya
penulisan buku Panduan Praktikum Fitokimia ini dapat kami selesaikan. Praktikum
Fitokimia bertujuan untuk memberikan pemahaman dan keterampilan kepada
mahasiswa tentang prosedur untuk mendapatkan metabolit sekunder.
Praktikum Fitokimia merupakan mata kuliah yang diberikan kepada mahasiswa
S1 Farmasi agar mahasiswa mampu memilih dan menerapkan metode pemisahan
senyawa alam. Materi praktikum disusun sedemikian rupa sehingga dapat menunjang
serta sekaligus memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai materi yang diberikan
pada perkuliahan. Melalui praktikum yang terarah, diharapkan dapat meningkatkan
motivasi dan merangsang inovasi baru dari mahasiswa dalam teknis praktis. Buku
Panduan Praktikum Fitokimia ini diupayakan dapat memberi gambaran mengenai
tahapan pemisahan yang biasa dilakukan oleh para peneliti bahan alam, dimulai dengan
metode ekstraksi padat cair dari bahan tanaman, fraksinasi untuk memisahkan sebagian
besar komponen kimia berdasarkan polaritasnya, metode pemisahan metabolit sekunder
dengan teknik kromatografi kolom beserta monitoring fraksinya dan teknik
kromatografi lapis tipis preparatif, serta metode pemurnian dengan kristalisasi, sehingga
diperoleh komponen tunggal/isolat. Teknik yang diberikan dalam buku panduan ini
merupakan teknik dasar, namun dapat diterapkan di laboratorium dan cukup
terandalkan.
Harapan kami semoga buku Panduan Praktikum Fitokimia ini dapat
dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk proses pembelajaran di Program Studi S1 Farmasi,
Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi. Penyusun juga menyadari bahwa buku ini
masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan buku
ini sangat kami harapkan. Akhirnya penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu terwujudnya buku ini.
Surakarta, Februari 2021
Tim Penyusun
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................................................ ii
TIM PENYUSUN ................................................................................................................. iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... iv
TATA TERTIB ....................................................................................................................... v
Pertemuan 1. Pembuatan Ekstrak ............................................................................................ 1
Pertemuan 2. Ekstraksi Cair-Cair dan Optimasi Fase Gerak untuk KCV ............................. 12
Pertemuan 3. Kromatografi Cair Vakum (KCV)................................................................... 21
Pertemuan 4. Monitoring KLT .............................................................................................. 25
Pertemuan 5. Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP) dan Kristalisasi ........................ 36
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 39
iv
TATA TERTIB
PRAKTIKUM FITOKIMIA
A. Ketentuan Umum
1. Praktikan harus mentaati tata tertib kuliah praktek yang tertera pada Kartu
Praktikum Mahasiswa.
2. Praktikan yang terlambat lebih dari 15 menit setelah praktikum dimulai tanpa alasan
yang dapat diterima, tidak diperkenankan mengikuti praktikum.
3. Praktikan wajib menuliskan data praktikum di tempat yang disediakan di Buku
Panduan Praktikum Fitokimia dan memintakan acc ke dosen pengampu.
4. Praktikan harus menjaga ketertiban, keamanan, dan kebersihan selama menjalankan
praktikum.
5. Praktikan tidak boleh melakukan kegiatan lain yang tidak berkaitan dengan
praktikum, kecuali seijin dosen pengampu.
B. Ketentuan Ijin
1. Mahasiswa wajib mengikuti semua pertemuan praktikum (100% kehadiran).
Apabila kehadiran mahasiswa kurang dari ketentuan tersebut, maka mahasiswa tidak
diperkenankan mengikuti ujian, kecuali :
a. Sakit dan dirawat di Rumah Sakit yang dibuktikan dengan surat rawat inap
dari RS
b. Keluarga inti ada yang meninggal yang dibuktikan dengan surat lelayu
c. Tugas dari Universitas/Fakultas/Program Studi yang dibuktikan dengan surat
tugas.
2. Bagi praktikan yang akan meninggalkan praktikum harus seiijin dosen pengampu.
D. Ketentuan Penilaian
1. Nilai akhir mengikuti Pedoman Akademik yaitu :
A = 85
B = 84-70
C = 60-69
D = 1-59
E=0
2. Komponen pokok penilaian :
a. Tes, di awal, selama berlangsungnya praktek, atau di akhir praktek
b. Laporan
c. Keaktifan
d. Ujian akhir tertulis
3. Laporan resmi dikumpulkan pada pertemuan selanjutnya setelah materi selesai,
ditulis tangan perorangan di kertas folio dengan format :
v
1. Cover
2. Tujuan
3. Dasar teori (singkat)
4. Alat dan bahan (beserta gambar alat utama)
5. Skema kerja
6. Analisis hasil
7. Pembahasan
8. Kesimpulan
9. Daftar Pustaka
Demikian tata tertib ini dibuat untuk diindahkan dan ditaati demi kelancaran
praktikum yang dijalankan dan segala sesuatu yang belum tercantum dalam tata tertib
akan diumumkan pada saat praktikum.
Tim Penyusun
vi
PERTEMUAN 1
PEMBUATAN EKSTRAK
A. Tujuan
Mahasiswa mengetahui cara pembuatan ekstrak dengan berbagai metode ekstraksi padat-cair.
B. Dasar Teori
Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair yang dibuat dengan menyari simplisia
nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung
(Kemenkes RI, 2017). Untuk membuat ekstrak kental dan kering, hasil penyarian selanjutnya
diuapkan hingga semua atau hampir semua pelarutnya menguap, masa atau serbuk yang tersisa
diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Ekstrak kering harus
mudah digerus menjadi serbuk (Depkes RI, 1995). Proses ekstraksi bahan nabati atau bahan
obat alami dapat dilakukan berdasarkan teori tentang penyarian atau ekstraksi (Depkes RI,
1986).
Ekstraksi/penyarian adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari bahan yang
tidak dapat larut dengan pelarut cair. Proses penyarian dapat dipisahkan menjadi : pembuatan
serbuk, pembasahan, penyarian, dan pemekatan (Depkes RI, 1986).
1. Pembuatan Serbuk
Simplisia adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang digunakan untuk pengobatan
dan belum mengalami pengolahan. Pengeringan dapat dilakukan dengan penjemuran di bawah
sinar matahari, diangin-angin, atau menggunakan oven, kecuali dinyatakan lain suhu
pengeringan dengan oven tidak lebih dari 60oC. Simplisia segar adalah bahan alam segar yang
belum dikeringkan (Kemenkes RI, 2017).
Pembuatan serbuk simplisia merupakan proses awal pembuatan ekstrak. Serbuk
simplisia dibuat dari simplisia utuh atau potongan-potongan halus simplisia yang sudah
dikeringkan melalui proses pembuatan serbuk dengan derajat kehalusan tertentu. Serbuk
simplisia nabati adalah bentuk serbuk dari simplisia nabati, dengan ukuran derajat kehalusan
tertentu. Sesuai dengan derajat kehalusannya, dapat berupa serbuk sangat kasar, kasar, agak
kasar, halus, dan sangat halus. Kecuali dinyatakan lain, derajat kehalusan serbuk simplisia untuk
pembuatan ekstrak merupakan serbuk simplisia halus dengan nomor pengayak 60. Serbuk
simplisia nabati tidak boleh mengandung fragmen jaringan dan benda asing yang bukan
merupakan komponen asli dari simplisia yang bersangkutan antara lain telur nematoda, bagian
dari serangga dan hama serta sisa tanah (Kemenkes RI, 2017).
Penyarian merupakan peristiwa pemindahan massa. Zat aktif semula berada di dalam
sel, ditarik oleh cairan penyari sehingga terjadi larutan zat aktif dalam cairan penyari tersebut.
Pada umumnya penyarian akan bertambah baik bila permukaan serbuk simplisia yang
bersentuhan dengan cairan penyari makin luas. Dengan demikian, maka makin halus serbuk
seharusnya penyarian semakin baik. Kenyataan tidak selalu demikian. Masing-masing simplisia
perlu ditetapkan derajat halus yang paling tepat untuk memperoleh hasil penyarian yang baik,
misalnya akar kelembak (8/24); buah cabe (10/24); kulit kayu manis (18/24); kulit kina (34/40);
biji kola (24/34), dan lain-lain (Depkes RI, 1986).
Proses penyerbukan ini dapat mempengaruhi mutu ekstrak dengan dasar beberapa hal
sebagai berikut :
1) Makin halus serbuk simplisia, proses ekstraksi makin efektif dan efisien. Namun, makin
halus serbuk, maka makin rumit secara teknologi peralatan untuk tahapan filtrasi.
2) Selama penggunaan peralatan penyerbukan dimana ada gerakan dan interaksi dengan benda
keras (logam dll), maka akan timbul panas (kalori) yang dapat berpengaruh pada senyawa
kandungan.
3. Penyarian
Pada waktu pembuatan serbuk simplisia, beberapa sel ada yang dindingnya pecah dan
ada sel yang dindingnya masih utuh. Sel yang dindingnya pecah, pembebasan sari tidak
terhalangi. Proses penyarian pada sel yang dindingnya masih utuh, zat aktif yang telarut pada
cairan penyari untuk keluar dari sel, harus melewati dinding sel. Peristiwa osmosa dan difusi
berperan pada proses penyarian tersebut. Difusi lebih berpengaruh daripada osmosa.
Pemilihan cairan penyari harus mempertimbangkan banyak faktor. Cairan penyari yang
baik memenuhi kriteria berikut
a. murah dan mudah diperoleh
b. stabil secara fisika dan kimia
c. bereaksi netral
d. tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar
e. selektif untuk senyawa yang ingin diekstraksi
f. tidak mempengaruhi zat berkhasiat
g. diperbolehkan oleh peraturan (Depkes RI, 1986).
Depkes RI (2000) menjelaskan bahwa cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak
adalah pelarut baik (optimal) untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang aktif, dengan
demikian senyawa tersebut dapat dipisahkan dari bahan dan dari senyawa kandungan lainnya,
serta ekstrak hanya mengandung sebagian besar senyawa kandungan yang diinginkan. Dalam
hal ekstrak total, cairan pelarut dipilih yang melarutkan hampir semua metabolit sekunder yang
terkandung. Faktor utama untuk pertimbangan pada pemilihan cairan penyari adalah :
selektivitas, kemudahan bekerja dan proses dengan cairan tersebut, ekonomis, ramah
lingkungan, keamanan.
Etanol dipertimbangkan sebagai penyari karena kapang dan kamir sulit tumbuh, tidak
beracun, netral, dapat bercampur dengan air dengan segala perbandingan, suhu yang diperlukan
rendah untuk pemekatan. Kekurangannya mahal dan kurang selektif. Untuk meningkatkan
penyarian biasanya digunakan campuran antara etanol dan air. Perbandingan jumlah etanol dan
air tergantung pada bahan yang akan disari. Dengan diketahuinya kandungan yang dapat
ditelusuri dari pustaka, dapat dilakukan beberapa percobaan untuk mencari perbandingan
pelarut yang tepat (Depkes RI, 1986). Pelarut yang digunakan yang dapat menyari sebagian
besar metabolit sekunder yang terkandung dalam serbuk simplisia
Sifat zat aktif yang terkandung di dalam bahan mempengaruhi metode ekstraksi dan
jenis pelarut yang dipilih. Beberapa metode ekstraksi :
a. Maserasi
Maserasi merupakan metode pengekstraksian serbuk simplisia dengan cara merendam
dalam cairan penyari dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada suhu kamar.
Cairan penyari menembus dinding sel dan masuk rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat
aktif larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan
di luar sel, maka larutan terpekat didesak ke luar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi
keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel.
Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang zat aktifnya mudah larut dalam
cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang dalam cairan penyari, tidak
mengandung benzoin, stirak, dll (Depkes, 1986). Keuntungannya adalah cara pengerjaan dan
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive
extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Definisi lain, perkolasi
merupakan cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui simplisia
yang telah dibasahi (Depkes, 1986). Dibandingkan dengan metode maserasi, metode ini tidak
memerlukan tahapan penyaringan perkolat, hanya kerugiannya adalah waktu yang dibutuhkan
lebih lama dan jumlah pelarut yang digunakan lebih banyak (BPOM RI, 2012b).
Prinsip perkolasi adalah sebagai berikut : simplisia ditempatkan dalam suatu bejana
silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke
bawah melalui simplisia, cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel yang dilaluinya sampai
mencapai keadaan jenuh. Gerak ke bawah karena kekuatan gaya beratnya sendiri dari cairan di
atasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan.
Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan simplisia, tahap maserasi antara, tahap
perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak
(perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali simplisia.
F A : perkolator C
D
B : botol cairan penyari
C : keran
D : tutup karet
E E : gabus bertoreh
F : sarangan
G : botol perkolat
c. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu
tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas
bulat bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari
terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan turun
kembali menuju labu alas bulat, akan menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat,
demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna.
d. Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya
dilakukan dengan alat khusus (alat Soxhlet) sehingga terjadi ekstraksi berkesinambungan/
kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Soxhlet
merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan, cairan penyari dipanaskan sehingga
menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi molekul-molekul air oleh pendingin balik
dan turun menyari simplisia dalam klongsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu
alas bulat setelah melewati pipa sifon. Keuntungannya adalah cairan penyari sedikit dan
langsung diperoleh hasil lebih pekat; simplisia disari cairan penyari murni segar sehingga
dapat menyari zat aktif lebih banyak; penyarian dapat dilakukan sesuai keperluan tanpa
menambah volume pelarut. Kerugiannya larutan dipanaskan terus sehingga zat aktif tidak tahan
panas tidak cocok (Depkes RI 1986).
A. Thimble
B. Extraction chamber
C. Boiling flask
D. Condensor
E. Vapour tube
F. Siphon tube
4. Pemekatan/penguapan
Penguapan adalah proses terbentuknya uap dari permukaan cairan. Kecepatan
terbentuknya uap tergantung terjadinya difusi uap melalui lapisan batas di atas cairan yang
bersangkutan. Pada penguapan, terbentuk uap berjalan sangat lambat, sehingga cairan tersebut
mendidih. Selama mendidih, uap terlepas melalui gelembung-gelembung udara yang terlepas
dari cairan. Kecepatan penguapan tergantung pada kecepatan pemindahan panas, sehingga alat
dirancang agar dapat memberi pemindahan panas yang maksimal kepada cairan. Untuk itu,
permukaan harus seluas mungkin, dan lapisan batas dikurangi.
Faktor yang mempengaruhi penguapan :
a. suhu
Makin tinggi suhu, makin cepat penguapan. Suhu juga berperan terhadap kerusakan bahan
yang diuapkan. Banyak glikosida dan alkaloid terurai pada suhu di bawah 100 0C. Hormon,
enzim, antibiotika lebih peka terhadap pemanasan. Karena itu, pengaturan suhu sangat
penting agar penguapan dapat berjalan cepat dan kemungkinan terjadinya peruraian dapat
ditekan sekecil mungkin. Untuk zat yang sangat peka terhadap panas, dilakukan penguapan
dengan pengurangan tekanan.
b. waktu
Penerapan suhu relatif tinggi dengan waktu singkat kurang menimbulkan kerusakan
dibandingkan suhu rendah dengan waktu lama.
c. kelembaban
Beberapa senyawa kimia lebih mudah terurai bila kelembaban tinggi, terutama pada
kenaikan suhu. Beberapa reaksi peruraian seperti hidrolisa memerlukan air sebagai medium
berlangsungnya reaksi. Hal ini diterapkan pada pengeringan ekstrak yang sudah kental.
Pengeringan ekstrak encer dilakukan pada suhu rendah, sedang sisa terakhir yang telah amat
D. Cara Kerja
Setiap kelompok harus mengerjakan dua metode ekstraksi yaitu maserasi dan
soxhlet, sedangkan perkolasi hanya didemokan di kelompok besar.
1. Maserasi (Depkes RI, 1986; BPOM, 2012a; BPOM, 2012b)
1) Timbang 75-100 g serbuk herba ciplukan, lalu dimasukkan ke dalam bejana
maserasi.
2) Tuangi cairan penyari dengan perbandingan simplisia : penyari (1 : 7,5 bagian),
tutup, biarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil berulang-ulang
diaduk.
3) Setelah 5 hari serkai, peras.
4) Bilas ampas dengan etanol secukupnya hingga diperoleh 10 bagian.
5) Pindahkan ke dalam bejana tertutup, biarkan di tempat sejuk, terlindung dari
cahaya selama 2 hari. Jangan diaduk.
6) Setelah 2 hari, enaptuangkan atau saring.
7) Pekatkan ekstrak dengan penguap putar (vacuum rotary evaporator) atau
dipanaskan di atas waterbath sehingga diperoleh ekstrak kental.
8) Timbang bobot ekstrak kental yang diperoleh.
9) Hitung rendemennya.
Rendemen ekstrak =
2. Soxhlet
1) Timbang 30 gram serbuk herba ciplukan
2) Bungkus dengan kertas saring dan masukkan dalam alat soxhlet.
3) Tambahkan etanol 96% paling sedikit sebanyak satu setengah kali sirkulasi.
4) Panaskan cairan penyari dengan kecepatan 4-5 sirkulasi/jam.
5) Lakukan penyarian hingga filtrat tidak berwarna.
6) Pekatkan filtrat yang diperoleh dengan penguap putar (vacuum rotary
evaporator) atau waterbath hingga diperoleh ekstrak kental.
7) Timbang ekstrak.
8) Hitung rendemen ekstrak yang diperoleh.
9) Ambil sedikit ekstrak, masukkan vial, dan beri label.
3. Perkolasi (Demo)
1) Timbang 30 gram serbuk herba ciplukan.
2) Basahi simplisia dengan cairan penyari dengan perbandingan 10 bagian
simplisia dengan 2,5 - 5 bagian penyari, kemudian masukkan dalam bejana
tertutup sekurang-kurangnya selama 3 jam.
3) Pindahkan massa sedikit demi sedikit ke dalam perkolator sambil tiap kali
ditekan dengan hati-hati.
4) Tuangi dengan cairan penyari secukupnya sampai cairan mulai menetes dan di
atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari.
5) Tutup perkolator dan biarkan selama 24 jam.
6) Alirkan pelarut hingga selalu terdapat selapis cairan penyari di atas simplisia
dan biarkan menetes dengan kecepatan 1 ml/menit.
7) Proses pengaliran dihentikan jika 500 mg perkolat yang keluar terakhir
diuapkan tidak meninggalkan sisa atau perkolat yang keluar terakhir tidak
berwarna.
8) Hitung volume pelarut yang digunakan.
Organoleptis
Rendemen (%)
Perhitungan :
Surakarta,
Dosen
(.............................................)
A. Tujuan
Setelah melakukan praktikum para mahasiswa diharapkan mampu:
1. Melakukan pemisahan/fraksinasi ekstrak tanaman menggunakan metode
ekstraksi cair-cair
2. Menentukan fase gerak yang cocok untuk pemisahan senyawa menggunakan
metode KLT
B. Dasar Teori
1. Ekstraksi Cair-Cair
Ekstraksi cair-cair adalah proses pemisahan dimana suatu zat terbagi dalam dua
pelarut yang tidak bercampur. Dalam metode ini, senyawa didistribusikan dalam dua
pelarut menurut koefisien partisi yang berbeda. Teknik ini sangat efektif sebagai
langkah pertama pemisahan senyawa dalam skala yang cukup besar dari ekstrak
senyawa bahan alam. Penggunaan ekstraksi cair-cair pada fitokimia sering diistilahkan
dengan metode partisi pelarut. Teknik pemisahan menggunakan partisi pelarut
melibatkan penggunaan dua pelarut tak bercampur dalam corong pisah, dan senyawa-
senyawa tersebut didistribusikan dalam dua pelarut sesuai dengan koefisien partisi yang
berbeda.
C1 konsentrasi zat terlarut dalam fase organik
KD = =
C2 konsentrasi zat terlarut dalam fase air
KD adalah koefisien distribusi atau koefisien partisi yang merupakan tetapan
keseimbangan yang merupakan kelarutan relatif dari suatu senyawa terlarut dalam dua
pelarut yang tidak bercampur. C1 dan C2 adalah kadar senyawa terlarut dalam pelarut 1
dan pelarut 2. Kerap kali sebagai pelarut pertama adalah air, sedangkan pelarut kedua
adalah pelarut organik yang tidak bercampur dengan air. Dengan demikian, ion
inorganik atau senyawa organik polar sebagian besar akan terdapat dalam fasa air,
sedangkan senyawa organik nonpolar sebagian besar akan terdapat dalam fasa organik.
Hal ini dikatakan like dissolves like yang berarti bahwa senyawa polar akan mudah larut
dalam pelarut polar, dan sebaliknya.
Menurut Nerst : ” Apabila suatu zat berada dalam suatu campuran pelarut yang
tidak saling bercampur maka zat tersebut akan terdistribusi sedemikian rupa di antara
kedua pelarut tersebut dan akan berada dalam kesetimbangan pada temperatur dan
tekanan tertentu asalkan tidak terjadi interaksi kimia antara zat-zat dalam larutan ”.
Ekstrak bahan alam mengandung campuran senyawa yang bervariasi sifat kimia
dan fisika. Strategi dasar untuk memisahkan komponen didasarkan pada sifat fisika
kimiawinya dengan pemisahan awal berdasarkan variasi gugus kimia. Namun, dalam
beberapa kasus, dari pencarian literatur pada genus dan famili yang berkaitan, dapat
diprediksi kandungan senyawa dalam sebagian ekstrak. Senyawa bahan alam biasanya
diekstraksi dengan pelarut dengan polaritas yang meningkat, misalnya, n-heksana
pertama, lalu dietileter, kloroform (CHCl3), diikuti oleh lebih banyak pelarut polar,
yaitu metanol (MeOH), tergantung pada bahan kimia dan sifat fisik senyawa target.
Gambar 7. Pemilihan fase gerak untuk kromatografi kolom dengan metode KLT
A. Fraksinasi ekstrak
Fraksi n-heksana Fraksi etil asetat Fraksi air
Organoleptis
Bobot
Ekstrak (g)
Bobot
Fraksi (g)
Rendemen
Fraksi (%)
Perhitungan:
Warna noda
Kode
Sampel Rf Pereaksi
bercak Visibel UV 254 nm UV 366 nm
...............................
Warna noda
Kode
Sampel Rf Pereaksi
bercak Visibel UV 254 nm UV 366 nm
...............................
Warna noda
Kode
Sampel Rf Pereaksi
bercak Visibel UV 254 nm UV 366 nm
...............................
Warna noda
Kode
Sampel Rf Pereaksi
bercak Visibel UV 254 nm UV 366 nm
...............................
(.............................................)
A. Tujuan
Mahasiswa mengetahui cara memisahkan senyawa dalam suatu ekstrak/fraksi
menggunakan metode kromatografi cair vakum
B. Dasar Teori
Di tahun 1903 Tswett menemukan teknik kromatografi. Teknik ini bermanfaat
sebagai cara untuk menguraikan suatu campuran. Dalam kromatografi, komponen-
komponen terdistribusi dalam dua fase. Salah satu fase adalah fase diam. Transfer
massa antara fase bergerak dan fase diam terjadi bila molekul-molekul campuran serap
pada permukaan partikel-partikel atau terserap di dalam pori-pori partikel atau terbagi
ke dalam sejumlah cairan yang terikat pada permukaan atau di dalam pori. Ini adalah
sorpsi (penyerapan). Laju perpindahan suatu molekul zat terlarut tertentu di dalam
kolom atau lapisan tipis zat penyerap secara langsung berhubungan dengan bagian
molekul-molekul tersebut di antara fase bergerak dan fase diam.
2. Dry packing
Dry packing merupakan metode yang efisien untuk mengemas kolom dan
biasanya digunakan untuk silika gel atau bonded silica gel. Fase diam kering dituangkan
ke dalam kolom, lalu divibrasi agar kolom mampat atau kolom diketuk-ketuk saat
pengisian. Lalu kolom disetimbangkan dengan fase gerak secukupnya. Dry packing
biasa digunakan untuk metode vacuum liquid chromatography (VLC) dengan silika gel
(Sarker et al 2006).
Pengaplikasian sampel ke dalam kolom dapat melalui dua cara. Cara pertama
adalah sampel dilarutkan dalam sedikit fase gerak awal lalu diaplikasikan di atas kolom
melewati dinding kolom. Biasanya untuk mencegah disintegrasi permukaan atas kolom,
ditaruh selapis sand 5-10 mm, kertas saring, atau glass wool di permukaan kolom. Cara
kedua, jika sampel tidak dapat larut pada fase gerak awal, maka sampel diaplikasikan
sebagai serbuk kering free flowing. Cara ini adalah pilihan untuk fase diam silika gel
dengan fase gerak awal nonpolar. Caranya adalah sampel dilarutkan dengan sejumlah
pelarut yang cocok (DCM, etil asetat, atau metanol) dan silika gel (faktor berat 10), lalu
fase gerak dihilangkan di vacuum rotary evaporator sementara sampel akan teradsorbsi
pada silika gel (Sarker et al 2006).
D. Cara Kerja
1. Persiapan sampel
a. Siapkan fraksi herba ciplukan ± 5 gram, masukkan ke dalam mortir.
b. Jika konsistensi fraksi kering, tambahkan etanol sedikit dengan volume terukur.
Jika konsistensi fraksi tidak kering, tidak perlu ditambah etanol.
c. Tambahkan silika gel 60 (perbandingan fraksi dengan silika 1:1).
d. Gerus sampai homogen sampai terbentuk serbuk kering.
2. Persiapan fase gerak
a. Timbang 11 botol untuk tempat fase gerak
b. Buat fase gerak dengan sistem elusi gradien (elusi dari nonpolar polar).
c. Buat perbandingan fase gerak, masukkan ke dalam botol yang sudah ditimbang
1) N-heksana 100% = 100 ml (untuk penyetimbangan fase
diam)
2) N-heksana : Etil asetat (8:2)
3) N-heksana : Etil asetat (6:4)
4) N-heksana : Etil asetat (4:6) Setiap botol @ 50 ml
5) N-heksana : Etil asetat (2:8)
6) Etil asetat 100% = 50 ml
7) Etil asetat : Metanol (8:2)
8) Etil asetat : Metanol (6:4) Setiap botol @ 50 ml
9) Etil asetat : Metanol (4:6)
10) Etil asetat : Metanol (2:8)
11) Metanol 100% = 50 ml
3. Persiapan kolom
a. Timbang silika gel 60 sebanyak 30 gram untuk kolom diameter kecil dan 50
gram untuk kolom diameter besar.
b. Masukkan silika gel ke dalam kolom sedikit demi sedikit hingga tidak ada
rongga dan ratakan
c. Masukkan sampel yang sudah berbentuk serbuk kering ke dalam kolom
d. Masukkan selapis kapas dan batu pemberat
e. Mulai lakukan elusi dengan memasukkan n-heksana sebagai langkah awal untuk
penyetimbangan fase diam.
f. Alirkan setiap fase gerak yang digunakan ke kolom dan eluat ditampung pada
botol fase gerak yang sama.
g. Setiap subfraksi yang diperoleh dipekatkan dan ditimbang
10
11
(.............................................)
A. Tujuan
Mahasiswa mampu monitoring kandungan kimia ekstrak, fraksi-fraksi, dan
subfraksi dari ekstrak dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT).
B. Dasar Teori
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah suatu tehnik pemisahan yang sederhana
dan banyak digunakan. Metode ini menggunakan lempeng kaca atau lembaran plastik
yang ditutupi penyerap untuk lapisan tipis dan kering bentuk silika gel, alumina,
selulosa dan poliamida. Untuk menotolkan larutan cuplikan pada lempeng kaca, pada
dasarnya dgunakan mikro pipet/ pipa kapiler. Setelah itu, bagian bawah dari lempeng
dicelup dalam fase gerak di dalam wadah yang tertutup (chamber). Pemisahan
campuran dengan cara kromatografi didasarkan pada perbedaan kecepatan merambat
antara partikel-partikel zat yang bercampur pada medium tertentu. Dalam kehidupan
sehari-hari pemisahan secara kromatografi dapat kita temui pada rembesan air pada
dinding yang menghasilkan garis-garis dengan jarak ternentu.
Monitoring KLT digunakan untuk mengetahui kandungan senyawa dalam fraksi.
Fraksi dan ekstrak yang telah diperoleh dimonitoring dengan KLT menggunakan sistem
yang sama. Reagen semprot dapat digunakan untuk senyawa yang dapat memberikan
reaksi berupa perubahan warna dan dapat digunakan setelah senyawa ditotolkan pada
plat KLT.
After elution
Gambar 11. Pelaksanaan KLT.
Monitoring KLT sering digunakan untuk menilai keberhasilan proses pemisahan
kromatografi kolom tekanan rendah. Fraksi hasil kromatografi kolom yang ideal jika
pada hasil KLT menunjukkan :
1. noda tunggal
2. terdapat fraksi yang tidak mengandung senyawa di antara senyawa yang berbeda.
D. Cara Kerja
1. Jenuhkan fase gerak pada chamber yang berisi campuran n-heksana : etil asetat (7:3)
2. Siapkan lempeng KLT dengan ukuran 10x7 cm. Beri tanda batas kira-kira 1 cm dari
batas bawah plat dengan pensil. Beri tanda batas atas untuk 5 cm elusi. Ditotolkan
ekstrak, fraksi, dan subfraksi pada garis batas bawah plat KLT.
3. Masukkan lempeng KLT ke dalam chamber, kemudian amati lempeng KLT hingga
fase gerak mengelusi senyawa sampai batas atas.
4. Ambil lempeng dan kering anginkan, kemudian amati bercaknya pada sinar visibel,
lampu UV 254 nm dan 366 nm dan beri tanda pada bercak menggunakan pensil
5. Identifikasi senyawa dengan pereaksi semprot :
a. Alkaloid Pereaksi Dragendrof (+ terjadi perubahan warna coklat
kekuningan)
b. Flavonoid - uap amonia
- Pereaksi sitroborat, lalu oven pada suhu 110oC selama 3-5 menit
(+ terjadi perubahan warna kuning)
c. Steroid / Triterpen : Pereaksi Lieberman Burchard, dipanaskan 1000C selama 10
menit (+ terjadi perubahan warna kuning untuk steroid dan ungu untuk
triterpen)
6. Amati pada perubahan warna pada sinar tampak dan lampu UV 366 nm
7. Hitung Rf =
1. Herba ciplukan
Fase gerak :
Fase diam :
Pereaksi Pendeteksi :
Kode F1 F2 F3
bercak Rf vis UV 254 UV 366 Pere- Rf vis UV 254 UV 366 Pere- Rf vis UV 254 UV 366 Pere-
nm nm aksi nm nm aksi nm nm aksi
Kode F7 F8 F9
bercak Rf vis UV 254 UV 366 Pere- Rf vis UV 254 UV 366 Pere- Rf vis UV 254 UV 366 Pere-
nm nm aksi nm nm aksi nm nm aksi
(.............................................)
Panduan Praktikum Fitokimia TA 2020/2021 20
PERTEMUAN 5
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF (KLTP)
DAN KRISTALISASI
A. Tujuan
1. Mahasiswa mampu melakukan identifikasi komponen kimia dari fraksi herba
ciplukan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis Preparatif.
2. Mahasiswa mampu melakukan kristalisasi dari senyawa yang diperoleh.
B. Dasar Teori
1. Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP)
Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP) merupakan metode isolasi yang
sudah lama popular karena digunakan secara universal oleh mahasiswa dan peneliti
khususnya bahan alam. KLTP merupakan proses isolasi yang terjadi berdasarkan
perbedaan daya serap dan daya partisi serta kelarutan dari komponen-komponen kimia
yang akan bergerak mengikuti kepolaran eluen oleh karena daya serap adsorben
terhadap komponen kimia tidak sama, maka komponen bergerak dengan kecepatan
yang berbeda sehingga hal inilah yang menyebabkan pemisahan.
Pemisahan komponen kimia dengan metode kromatografi lapis tipis preparatif
pada dasarnya sama dengan kromatografi lapis tipis biasa, namun perbedaan yang nyata
ialah pada KLT preparatif menggunakan lempeng kaca yang berukuran besar (ukuran
20 x 20 cm) dengan ketebalan silika 0,5 – 2 mm.
2. Kristalisasi
Kristalisasi senyawa dilakukan dari larutan prosesnya adalah :
1. Larutan jenuh mengandung satu atau lebih senyawa menjadi sangat jenuh
2. terjadi nukleasi dan pertumbuhan kristal
Kristalisasi merupakan proses collision. Molekul berbenturan untuk membentuk
kumpulan yang disebut nukleus, yang kemudian berkembang menjadi kristal dengan
karakteristik bentuk internal dan eksternal (Sarker 2006). Syarat pelarut yang baik untuk
rekristalisasi yaitu :
1. Senyawa lebih larut pada suhu tinggi daripada suhu kamar atau suhu di bawahnya
2. Dapat dihasilkan kristal yang berbentuk bagus
3. Pengotor sangat larut
4. Pelarut harus mudah dihilangkan
5. Tidak bereaksi dengan senyawa
6. Pelarut harus tidak sangat volatil dan sangat mudah terbakar (Armarego & Chai
2013)
Rekristalisasi adalah teknik pemurnian suatu zat padat dari campuran atau
pengotornya yang dilakukan dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut setelah
dilarutkan dalam pelarut yang sesuai atau cocok. Metode ini cukup sederhana, material
padatan terlarut dalam pelarut yang cocok pada suhu tinggi (dekat dengan titik didih
pelarutnya) untuk mendapatkan larutan jenuh. Ketika larutan panas perlahan
didinginkan. Kristal akan mengendap karena kelarutan padatan biasanya menurun bila
suhu diturunkan. Diharapkan pengotor tidak akan mengkristal karena konsentrasinya
dalam larutan tidak terlalu tinggi untuk mencapai jenuh. Pelarut yang lebih diinginkan
umumnya mempunyai titik didih rendah dan pelarut tersebut umumnya bersifat
nonpolar.
D. Cara Kerja
1. Kromatografi lapis tipis preparatif
a. Timbang wadah untuk melarutkan sampel.
b. Larutkan 2 gram fraksi ciplukan dalam 5 ml pelarut yang sesuai dalam wadah
tersebut, kemudian totolkan 5 ml larutan pada papan kromatografi perlahan-
lahan, setiap tahap diikuti dengan pengeringan. Penotolan dilakukan pada daerah
3 cm dari sisi bawah papan kromatografi dalam bentuk garis melintang.
c. Keringkan sisa dalam wadah, lalu timbang sisa tersebut.
d. Masukkan fase gerak (n-heksana : etil asetat 7:3) ke dalam bak kromatografi
kemudian masukkan kertas saring. Diamkan beberapa saat hingga kertas saring
dibasahi pelarut sampai atas, sehingga bisa dijadikan indikator bahwa pelarut
sudah jenuh.
e. Masukkan papan kromatografi yang telah ditotoli ke dalam bak kromatografi.
Lakukan elusi dengan pelarut n-heksana:etil asetat (7:3) dan hentikan elusi bila
pelarut telah mencapai daerah sekitar 1 cm dari sisi atas papan kromatografi.
Papan kromatografi diangkat dan dikeringanginkan.
f. Amati noda di bawah lampu UV 254 nm dan 366 nm, beri tanda pada noda.
Kerok lapisan pada daerah yang bertanda, hasil kerokan dikumpulkan dan
dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 100 ml, tambahkan 50 ml pelarut yang
sesuai, aduk sampai homogen, kemudian disaring, tampung filtrat dalam beker
glass. Residu penyaringan dimasukkan dalam labu Erlenmeyer kembali dan
ditambah 50 ml pelarut yang sesuai, saring, dan tampung filtrat, kumpulkan
dengan filtrat pertama. Uapkan filtrat sampai diperoleh kristal kasar.
g. Timbang kristal kasar
h. Hitung rendemen kristal kasar =
2. Rekristalisasi
a. Masukkan kristal kasar dalam Erlenmeyer kemudian larutkan dengan
sejumlah pelarut yang cocok untuk kristalisasi. Jika perlu, proses pelarutan
dilakukan dengan pelarut yang dipanaskan.
b. Panaskan di atas waterbath hingga homogen (± 10 menit)
c. Saring menggunakan kertas saring, kemudian filtrat dimasukkan dalam gelas
(yang sudah ditimbang) dan disimpan dalam freezer sampai terbentuk kristal
murni
d. Timbang kristal murni
e. Hitung rendemen kristal =
g. Cek kemurnian kristal secara KLT
h. Hitung % kemurnian kristal
1-
2. Kristalisasi
Sampel yang dikristalisasi =
Hasil kristalisasi :
- Organoleptis kristal murni =
- Bobot kristal =
- Rendemen kristal =
Warna noda
Kode
Sampel Rf Pereaksi
bercak Visual UV 254 nm UV 366 nm
...............................
Surakarta,
Dosen
(.............................................)
Armarego WLF & Chai CLL. 2013. Purification of Laboratory Chemicals. Elsevier Inc.
USA.
BPOM RI [Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia]. 2012a. Acuan
Sediaan Herbal. Volume ke-7 Edisi 1. BPOM RI. Jakarta
BPOM RI [Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia]. 2012b. Pedoman
Teknologi Formulasi Sediaan Berbasis Ekstrak. Volume 1. BPOM RI. Jakarta.
Cannel RJP. 1998. Natural Products Isolation : Methods in Biotechnology. Humana
Press. New Jersey.
Depkes RI [Departemen Kesehatan Republik Indonesia]. 2000. Parameter Standar
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta. 9-16.
Depkes RI [Departemen Kesehatan Republik Indonesia]. 1986. Sediaan Galenik.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Handa SS, Khanuja SPS, Longo G, Rakesh DD. 2008. Extraction Technologies for
Medicinal and Aromatic Plants. Trieste: International Centre For Science And
High Technology.
Houghton PJ and Raman A. 1998. Laboratory Handbook for the Fractionation of
Natural Extracts. 1st Edition. London: Chapman & Hall.
Kemenkes RI [Kementerian Kesehatan Republik Indonesia]. 2017. Farmakope Herbal
Indonesia. Edisi II. Kemenkes RI. Jakarta.
Sarker SD, Latif Z, Gray AI. 2006. Methods in Biotechnology : Natural Products
Isolation. 2nd Ed. New Jersey: Humana Press.
Sudjadi. 1988. Metode Pemisahan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.