Anda di halaman 1dari 37

RENCANA KERJA DAN SYARAT

TEKNIS UMUM
A. LINGKUP

1. Persyaratan Teknis Umum ini merupakan persyaratan dari segi teknis yang
secara umum berlaku untuk seluruh bagian pekerjaan di mana persyaratan
ini bisa diterapkan untuk Pelaksanaan Pemeliharaan Jalan Lingkungan
Kampus Politeknik Pertanian Negeri Samarinda Tahun 2023
Pemeliharaan Jalan Lingkungan Kampus Politeknik Pertanian Negeri
Samarinda yang akan dikerjakan meliputi :

No Jenis Pekerjaan

1 Pekerjaan Lapis Resap Pengikat

2 Pekerjaan Lapis Perekat

3 Pekerjaan Laston Lapis Aus (AC-WC) Gradasi Halus/Kasar

4 Pekerjaan Aspal Minyak

2. Kecuali disebut secara khusus dalam dokumen-dokumen dimaksud berikut,


lingkup pekerjaan yang ditugaskan termasuk tetapi tidak terbatas pada hal-
hal sebagai berikut :
a. Pengadaan tenaga kerja
b. Pengadaan bahan/material
c. Pengadaan peralatan dan alat bantu, sesuai dengan kebutuhan lingkup
pekerjaan yang ditugaskan
d. Koordinasi dengan Kontraktor/Pekerja lain yang berhubungan dengan
pekerjaan pada bagian pekerjaan yang ditugaskan
e. Penjagaan kebersihan, kerapian dan keamanan area kerja
f. Pembuatan as built drawing (gambar terlaksana)

3. Persyaratan Teknis Umum ini menjadi satu kesatuan dengan persyaratan


teknis pelaksanaan pekerjaan dan secara bersama-sama merupakan
persyaratan dari segi teknis bagi seluruh pekerjaan sebagaimana
diungkapkan dalam satu atau lebih dari dokumen-dokumen berikut ini :
a. Gambar-gambar pelelangan/pelaksanaan
RENCANA KERJA DAN SYARAT

b. Persyaratan teknis umum/pelaksanaan pekerjaan/bahan


c. Rincian volume pekerjaan/rincian penawaran
c. Dokumen-dokumen pelelangan/pelaksanaan yang lain.

4. Dalam hal adanya bagian dari persyaratan teknis umum ini, yang tidak dapat
diterapkan pada bagian pekerjaan sebagaimana diungkapkan ayat 3 diatas,
maka bagian dari Persyaratan Teknis Umum tersebut dengan sendirinya
dianggap tidak berlaku.

B. REFERENSI

1. Seluruh pekerjaan harus dilaksanakan dengan mengikuti dan memenuhi


persyaratan-persyaratan teknis yang tertera dalam persyaratan Surat
keputusan Standar Nasional Indonesia (SK SNI), Standart Industri Indonesia
(SII) dan Peraturan-peraturan Nasional Nasional Indonesia maupun
peraturan-peraturan setempat lainnya yang berlaku atau jenis-jenis
pekerjaan yang bersangkutan antara lain :
Standar Nasional Indonesia (SNI) :
➢ SNI 2432 : 2011 : Cara Uji Daktilitas Aspal
➢ SNI 2434 : 2011 : Cara Uji Titik Lembek Aspal dengan Alat Cincin dan
Bola (Ring and Ball)
➢ SNI 2488 : 2011 : Cara Uji Penetrasi Aspal
➢ SNI 03-3642-1994: Metode Pengujian Kadar Residu Aspal Emulsi
dengan
Penyulingan
➢ SNI 03-3643-1994: Aspal Emulsi Tertahan Saringan No. 20
➢ SNI 03-3644-1994: Metode Pengujian Jenis Muatan Partikel Aspal
Emulsi
➢ SNI 4798 : 2011 : Spesifikasi Aspal Emulsi Kationik
➢ SNI 03-4799-1998: Spesifikasi Aspal Cair Tipe Penguapan Sedang
➢ SNI 03-6721-2002: Metode Pengujian Kekentalan Aspal Cair dan Aspal
Emulsi dengan Alat Saybolt
➢ SNI 6832 : 2011 : Spesifikasi Aspal Emulsi Anionik
RENCANA KERJA DAN SYARAT

AASHTO
➢ AASHTO M20-70 (2004) : Penetration Graded Asphalt Cement
➢ AASHTO M140-03 : Emulsified Asphalt
➢ AASHTO T44-03 : Solubility of Bituminious Materials
➢ AASHTO T59-01 (2005) : Testing Emulsified Asphalts

Untuk pekerjaan-pekerjaan yang belum termasuk dalam standart-standart


yang disebut diatas, maupun standart-standart Nasional lainnya, maka
diberlakukan standart-standart Internasional yang berlaku atau pekerjaan-
pekerjaan tersebut atau setidak-tidaknya berlaku standart-standart
Persyaratan Teknis dari Negara-negara asal bahan/pekerjaan yang
bersangkutan dan dari produk yang ditentukan pabrik pembuatnya.

2. Dalam hal dimana ada bagian pekerjaan yang persyaratan teknisnya tidak
diatur dalam Persyaratan Teknis Umum/khususnya maupun salah satu dari
ketentuan yang disebutkan dalam ayat 1 diatas, maka atas bagian pekerjaan
tersebut Kontraktor harus mengajukan salah satu dari persyaratan-
persyaratan berikut ini guna disepakati oleh Direksi untuk dipakai sebagai
patokan persyaratan teknis :
a. Standart/norma/kode/pedoman yang bisa diterapkan pada bagian
pekerjaan bersangkutan yang diterbitkan oleh Instansi/Institusi/Asosiasi
Profesi/Asosiasi Produsen/Lembaga Pengujian atau Badan-badan lain
yang berwenang/berkepentingan atau Badan-badan yang bersifat
Internasional ataupun Nasional dari Negara lain, sejauh bahwa atau hal
tersebut diperoleh persetujuan dari Direksi/Pengawas.
b. Brosur teknis dari Produsen yang didukung oleh sertifikat dari Lembaga
Pengujian yang diakui secara Nasional/Internasional.

C. BAHAN BANGUNAN

1. Baru/Bekas
Kecuali ditetapkan lain secara khusus, maka semua bahan yang
dipergunakan dalam/untuk pekerjaan ini harus merupakan bahan yang baru,
penggunaan bahan bekas dalam komponen kecil maupun besar sama sekali
tidak diperbolehkan/dilarang disamakan.
RENCANA KERJA DAN SYARAT

2. Tanda Pengenal
a. Dalam hal dimana pabrik/produsen bahan mengeluarkan tanda pengenal
untuk produk bahan yang dihasilkan, baik berupa cap/merk dagang
pengenal pabrik/produsen ataupun sebagai pengenal
kualitas/kelas/kapasitas, maka semua bahan dari pabrik/produsen
bersangkutan yang dipergunakan dalam pekerjaan ini harus
mengandung tanda pengenal tersebut.
b. Khusus untuk bahan bagi pekerjaan instalasi (penerangan, plumbing, dll)
kecuali ditetapkan lain oleh Direksi/Pengawas, bahan sejenis dengan
fungsi yang sama harus diberi tanda pengenal untuk membedakan satu
bahan dan bahan yang lain. Tanda pengenal ini bisa berupa warna atau
tanda-tanda lain yang mana harus sesuai dengan referensi RKS tersebut
diatas atau dalam hal dimana tidak/belum ada pengaturan yang jelas
mengenai itu, hal ini harus dilaksanakan sesuai petunjuk dari
Direksi/Pengawas.

3. Merk Dagang
a. Penyebutan sesuatu merk dagang bagi suatu bahan/produk didalam
persyaratan teknis umum, secara umum harus diartikan sebagai
persyaratan kesetaraan kualitas penampilan (Performance) dari
bahan/produk tersebut, untuk itu dinyatakan dengan kata-kata “atau yang
setaraf”.
b. Kecuali secara khusus dipersyaratkan lain, maka penggunaan
bahan/produk lain yang dapat dibuktikan mempunyai kualitas
penampilan yang setaraf dengan bahan/produk yang memakai merk
dagang yang disebutkan, dapat diterima sejauh bahwa untuk itu
sebelumnya telah diperoleh persetujuan tertulis dari Direksi/Pengawas
atau kesetarafan tersebut.
c. Penggunaan bahan/produk yang disetujui sebagai “setaraf” tidak
dianggap sebagai perubahan pekerjaan dan karenanya perbedaan harga
dengan bahan produk yang disebutkan merk dagangnya akan diabaikan.
d. Sejauh bisa memenuhi persyaratan teknis yang ditetapkan, penggunaan
produksi dalam negeri lebih diutamakan.
RENCANA KERJA DAN SYARAT

4. Pengganti (Substitusi)
a. Kontraktor/Supplier dalam keadaan terpaksa karena kelangkaan
dipasaran, bisa mengajukan usulan untuk menggantikan sesuatu bahan
produk dengan sesuatu bahan/produk lain dengan penampilan yang
setaraf dengan yang dipersyaratkan.
b. Dalam persetujuan atau sesuatu penggantian (substitusi), perbedaan
harga yang ada dengan bahan/produk yang dipersyaratkan akan
diperhitungkan sebagai perubahan pekerjaan dengan ketentuan sebagai
berikut :
1.) Dalam hal dimana penggantian disebabkan karena kegagalan
Kontraktor/Supplier untuk mendapatkan bahan/produk seperti yang
dipersyaratkan, maka perubahan pekerjaan yang bersifat biaya
tambah dianggap tidak ada.
2.) Dalam hal dimana penggantian dapat disepakati oleh
Direksi/Pengawas dan Pemberi Tugas sebagai masukan (input)
baru yang menyangkut nilai-nilai tambah, maka perubahan
pekerjaan mengakibatkan biaya tambah dapat diperkenankan.

5. Persetujuan Bahan
a. Untuk menghindarkan penolakan bahan di lapangan, dianjurkan dengan
sangat agar sebelum sesuatu bahan/produk akan
dibeli/dipesan/diprodusir, terlebih dahulu dimintakan persetujuan dari
Direksi/Pengawas atau kesesuaian dari bahan/produk tersebut pada
Persyaratan Teknis yang harus diberikan dalam bentuk tertulis yang
dilampirkan pada contoh/brosur dari bahan/produk yang bersangkutan
untuk diserahkan kepada Direksi/Pengawas Lapangan.
b. Penolakan bahan di lapangan karena diabaikannya prosedur diatas
sepenuhnya merupakan tanggung jawab Kontraktor/Supplier, untuk itu
tidak dapat diberikan pertimbangan keringanan apapun.
c. Adanya persetujuan tertulis dengan disertai contoh/brosur seperti
tersebut diatas tidak melepaskan tanggung jawab Kontraktor/Supplier
dari kewajibannya dalam Perjanjian Kerja ini untuk mengadakan
bahan/produk yang sesuai dengan persyaratannya, serta tidak
merupakan jaminan akan diterima/disetujuinya seluruh bahan/produk
tersebut di lapangan, sejauh dapat dibuktikan bahwa tidak seluruh
RENCANA KERJA DAN SYARAT

bahan/produk yang digunakan sesuai dengan contoh brosur yang telah


disetujui.

6. Contoh
Pada waktu memintakan persetujuan atau bahan/produk kepada
Direksi/Pengawas harus disertakan contoh dari bahan/produk tersebut
dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Jumlah contoh
1.) Untuk bahan/produk bila tidak dapat diberikan sesuatu sertifikat
pengujian yang dapat disetujui/diterima oleh Direksi/Pengawas
sehingga oleh karenanya perlu diadakan pengujian kepada
Direksi/Pengawas harus diserahkan sejumlah bahan produk sesuai
dengan persyaratan yang ditetapkan dalam standart prosedur
pengujian, untuk dijadikan benda uji guna diserahkan pada
Badan/Lembaga Penguji yang ditunjuk oleh Direksi/Pengawas.
2.) Untuk bahan/produk atau mana dapat ditunjukkan sertifikat
pengujian yang dapat disetujui/diterima oleh Direksi/Pengawas,
kepada Direksi/Pengawas harus diserahkan 3 (tiga) buah contoh
yang masing-masing disertai dengan salinan sertifikat pengujian
yang bersangkutan.

b. Contoh yang disetujui


1.) Dari contoh yang diserahkan kepada Direksi/Pengawas atau
contoh yang telah memperoleh persetujuan dari Direksi/Pengawas
harus dibuat surat keterangan tertulis mengenai persetujuannya
dan disamping itu oleh Direksi/Pengawas harus dipasangkan tanda
pengenal persetujuannya pada 3 (tiga) buah contoh yang
semuanya akan dipegang oleh Direksi/Pengawas. Bila
dikehendaki, Kontraktor/Supplier dapat meminta sejumlah set
tambahan dari contoh berikut tanda pengenal persetujuan dan
surat keterangan persetujuan untuk kepentingan dokumentasi
sendiri.
RENCANA KERJA DAN SYARAT

2.) Pada waktu Direksi/Pengawas sudah tidak lagi membutuhkan


contoh yang disetujui tersebut untuk pemeriksaan bahan produk
bagi pekerjaan. Kontraktor berhak meminta kembali contoh
tersebut untuk dipasangkan pada pekerjaan.

c. Waktu persetujuan contoh


1.) Adalah tanggung jawab dari Kontraktor/Supplier untuk mengajukan
contoh pada waktunya, sedemikian sehingga pemberian
persetujuan atau contoh tersebut tidak akan menyebabkan
keterlambatan pada jadwal pengadaan bahan.
2.) Untuk bahan/produk yang persyaratannya tidak dikaitkan dengan
kesetarafan pada suatu merk dagang tertentu, keputusan atau
contoh akan diberikan oleh Direksi/Pengawas dalam waktu tidak
lebih dari 10 (sepuluh) hari kerja. Dalam hal dimana persetujuan
tersebut akan melibatkan keputusan tambahan diluar persyaratan
teknis (seperti penentuan model, warna dll.), maka keseluruhan
keputusan akan diberikan dalam waktu tidak lebih dari 21 (dua
puluh satu) hari kerja.
3.) Untuk bahan produk yang masih harus dibuktikan kesetarafannya
dengan sesuatu merk dagang yang disebutkan, keputusan atau
contoh akan diberikan oleh Direksi/Pengawas dalam jangka waktu
21 (dua puluh satu) hari kerja sejak dilengkapinya pembuktian
kesetarafan.
4.) Untuk bahan/produk yang bersifat pengganti (substitusi), keputusan
persetujuan akan diberikan oleh Direksi/Pengawas dalam jangka
waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya dengan lengkap
seluruh bahan-bahan pertimbangan.
5.) Untuk bahan/produk yang bersifat peralatan/perlengkapan ataupun
produk lain yang karena sifat/jumlah harga pengadaannya tidak
memungkinkan untuk diberikan contoh dalam bentuk bahan/produk
jadi permintaan persetujuan bisa diajukan berdasarkan brosur dari
produk tersebut, yang mana harus dilengkapi dengan :
❖ Spesifikasi teknis lengkap yang dikeluarkan oleh
pabrik/produsen.
RENCANA KERJA DAN SYARAT

❖ Surat-surat seperlunya dari agen/importir, sesuai keagenan,


surat jaminan suku cadang dan jasa purna penjualan (after
sales services) dan lain-lain.
❖ Katalog untuk warna, pekerjaan penyelesaian (finishing) dan
lain-lain.
❖ Sertifikat pengujian, penetapan kelas dan dokumen-dokumen
lain sesuai petunjuk Direksi/Pengawas.
6.) Apabila setelah melewati waktu yang ditetapkan diatas, keputusan
atau contoh dari bahan/produk yang diajukan belum diperoleh
tanpa pemberitahuan tertulis apapun dari Direksi/Pengawas, maka
dengan sendirinya dianggap bahwa contoh yang diajukan telah
disetujui oleh Direksi/Pengawas.

7. Penyimpanan Bahan
a. Persetujuan atau sesuatu bahan/produk harus diartikan sebagai perijinan
untuk memasukkan bahan/produk tersebut dengan tetap berada dalam
kondisi layak untuk dipakai. Apabila selama waktu itu ternyata bahwa
bahan/produk menjadi tidak lagi layak untuk dipakai dalam pekerjaan,
Direksi/Pengawas berhak untuk memerintahkan agar :
1.) Bahan/produk tersebut segera diperbaiki sehingga kembali menjadi
layak untuk dipakai.
2.) Dalam hal dimana perbaikan tidak lagi mungkin supaya
bahan/produk tersebut segera dikeluarkan dari lokasi pekerjaan
selama 2 x 24 jam untuk diganti dengan yang memenuhi
persyaratan.

b. Untuk bahan/produk yang mempunyai umur pemakaian yang tertentu


penyimpanannya harus dikelompokkan menurut umur pemakaian
tersebut yang mana harus dinyatakan dengan tanda pengenal dengan
ketentuan sebagai berikut :
1.) Terbuat dari kaleng atau kertas karton yang tidak akan rusak
selama penggunaan ini
2.) Berukuran minimal 40 x 60 cm
3.) Huruf berukuran minimum 10 cm dengan warna merah
4.) Diletakkan ditempat yang mudah terlihat.
RENCANA KERJA DAN SYARAT

c. Penyusunan bahan sejenis selama penyimpanan harus diatur


sedemikian rupa, sehingga bahan yang terlebih dulu masuk akan pula
terlebih dulu dikeluarkan untuk dipakai dalam pekerjaan.

D. PELAKSANAAN PEKERJAAN

1. Rencana Pelaksanaan
a. Dalam waktu 7 (tujuh) hari sejak ditandatanganinya Kontrak oleh kedua
belah pihak, Kontraktor harus menyerahkan kepada Direksi/Pengawas
sebuah “Network Planing” mengenai seluruh kegiatan yang perlu
dilakukan untuk melaksanakan pekerjaan ini dalam diagram yang
dinyatakan pula urutan logis serta kaitan/hubungan antara seluruh
kegiatan-kegiatan tersebut.
b. Kegiatan-kegiatan Kontraktor untuk/selama masa pengadaan/pembelian
serta waktu pengiriman/pengangkutan dari :
1.) Bahan, elemen, komponen dari pekerjaan maupun pekerjaan
persiapan/pembantu.
2.) Peralatan dan perlengkapan untuk pekerjaan.
c. Kegiatan-kegiatan Kontraktor untuk/selama waktu fabrikasi, pemasangan
dan pembangunan.
d. Pembuatan gambar-gambar kerja.
e. Permintaan persetujuan atau bahan serta gambar kerja maupun rencana
kerja.
f. Harga borongan dari masing-masing kegiatan tersebut.
g. Jadwal untuk seluruh kegiatan tersebut.
h. Direksi/Pengawas akan memeriksa rencana kerja Kontraktor dan
memberikan tanggapan untuk itu dalam waktu 2 (dua) minggu.
i. Kontraktor harus memasukkan kembali perbaikan atau rencana kerja
kalau Direksi/Pengawas meminta diadakannya
perbaikan/penyempurnaan atau rencana kerja tadi paling lambat 4
(empat) hari sebelum dimulainya waktu pelaksanaan.
j. Kontraktor tidak dibenarkan memulai sesuatu pelaksanaan atau
pekerjaan sebelum adanya persetujuan dari Direksi/Pengawas atau
rencana kerja ini. Kecuali dapat dibuktikan bahwa Direksi/Pengawas
RENCANA KERJA DAN SYARAT

telah melalaikan kewajibannya untuk memeriksa rencana kerja


Kontraktor pada waktunya, maka kegagalan Kontraktor untuk memulai
pekerjaan sehubungan dengan belum adanya rencana kerja yang
disetujui Direksi, sepenuhnya merupakan tanggung jawab dari
Kontraktor bersangkutan.

2. Gambar Kerja (Shop Drawing)


a. Untuk bagian-bagian pekerjaan dimana gambar pelaksanaan
(Constructions Drawings) belum cukup memberikan petunjuk mengenai
cara untuk mencapai keadaan terlaksana, Kontraktor wajib untuk
mempersiapkan gambar kerja yang secara terperinci akan
memperlihatkan cara pelaksanaan tersebut.
b. Format dari gambar kerja harus sesuai dengan petunjuk yang diberikan
oleh Direksi/Pengawas.
c. Gambar kerja harus diajukan kepada Direksi/Pengawas untuk
mendapatkan persetujuannya, gambar-gambar tersebut harus
diserahkan dalam rangkap 3 (tiga).
d. Pengajuan gambar kerja tersebut paling lambat 14 (empat belas) hari
sebelum pemesanan bahan atau pelaksanaan pekerjaan dimulai.

3. Ijin Pelaksanaan
Ijin pelaksanaan paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum memulai pekerjaan
tersebut, Kontraktor diwajibkan untuk mengajukan ijin pelaksanaan secara
tertulis kepada Direksi/Pengawas dengan dilampiri gambar kerja yang sudah
disetujui.
Ijin pelaksanaan yang sudah disetujui sebagai pegangan Kontraktor untuk
melaksanakan pada bagian pekerjaan tersebut.

4. Contoh Pekerjaan (Mock Up)


Bila pekerjaan atau dikehendaki Direksi/Pengawas, Kontraktor wajib
menyediakan sebelum pekerjaan dimulai.

5. Rencana Mingguan dan Bulanan


RENCANA KERJA DAN SYARAT

a. Selambat-lambatnya pada setiap hari Sabtu dalam masa dimana


pelaksanaan pekerjaan berlangsung, Kontraktor wajib untuk
menyerahkan kepada Direksi/Pengawas suatu rencana mingguan yang
berisi rencana pelaksanaan dari berbagai bagian pekerjaan yang akan
dilaksanakan dalam minggu berikutnya.
b. Selambat-lambatnya pada minggu terakhir dari setiap bulan, Kontraktor
wajib menyerahkan kepada Direksi/Pengawas suatu rencana bulanan
yang menggambarkan dalam garis besarnya, berbagai rencana
pelaksanaan dari berbagai bagian pekerjaan yang direncanakan untuk
dilaksanakan dalam bulan berikutnya.
c. Kelalaian Kontraktor untuk menyusun dan menyerahkan rencana
mingguan maupun bulanan dinilai sama dengan kelalaian dalam
melaksanakan perintah Direksi/Pengawas dalam pelaksanaan
pekerjaan.
d. Untuk memulai suatu bagian pekerjaan yang baru, Kontraktor diwajibkan
untuk memberitahu Direksi/Pengawas mengenai hal tersebut paling
sedikit 2 x 24 jam sebelumnya.

6. Kualitas Pekerjaan
Pekerjaan harus dikerjakan dengan kualitas pengerjaan yang terbaik untuk
jenis pekerjaan bersangkutan.

7. Pengujian Hasil Pekerjaan


a. Kecuali dipersyaratkan lain secara khusus, maka semua pekerjaan akan
diuji dengan cara tolok ukur pengujian yang dipersyaratkan dalam
referensi yang ditetapkan dalam pasal B Referensi dari Persyaratan
Teknis Umum ini.
b. Kecuali dipersyaratkan lain secara khusus, maka Badan/Lembaga yang
akan melakukan pengujian dipilih atau persetujuan Direksi/Pengawas
dari Lembaga/Badan Penguji milik Pemerintah atau yang diakui
Pemerintah atau Badan lain yang oleh Direksi/Pengawas dianggap
memiliki obyektivitas dan integritas yang meyakinkan. Atau hal yang
terakhir ini Kontraktor/Supplier tidak berhak mengajukan sanggahan.
RENCANA KERJA DAN SYARAT

c. Semua biaya pengujian dalam jumlah seperti yang dipersyaratkan


menjadi beban Kontraktor.
d. Dalam hal dimana Kontraktor tidak dapat menyetujui hasil pengujian dari
Badan Penguji yang ditunjuk oleh Direksi, Kontraktor berhak
mengadakan pengujian tambahan pada Lembaga/Badan lain yang
memenuhi persyaratan Badan Penguji seperti tersebut diatas untuk
mana seluruh pembiayaannya ditanggung sendiri oleh Kontraktor.
e. Apabila ternyata bahwa kedua hasil pengujian dari kedua Badan tersebut
memberikan kesimpulan yang berbeda, maka dapat dipilih untuk :
1.) Memilih Badan/Lembaga Penguji ketiga atau kesepakatan
bersama.
2.) Melakukan pengujian ulang pada Badan/Lembaga Penguji pertama
atau kedua dengan ketentuan tambahan sebagai berikut :
❖ Pelaksanaan pengujian ulang harus disaksikan oleh
Direksi/Pengawas dan Kontraktor/Supplier maupun wakil-
wakilnya.
❖ Pada pengujian ulang harus dikonfirmasikan penerapan dari
alat-alat penguji.
3.) Hasil dari pengujian ulang harus dianggap final, kecuali bilamana
kedua belah pihak sepakat untuk menganggapnya demikian.
4.) Apabila hasil pengujian ulang mengkonfirmasikan kesimpulan dari
hasil pengujian yang pertama, maka semua akibat langsung
maupun tidak langsung dari adanya semua pengulangan pengujian
menjadi tanggungan Kontraktor/Supplier.
5.) Apabila hasil pengujian ulang menunjukkan ketidaktepatan
kesimpulan dari hasil pengujian yang pertama dan membenarkan
kesimpulan dari hasil pengujian yang kedua, maka :
❖ 2 (dua) dari 3 (tiga) penguji yang bersangkutan, atas pilihan
Kontraktor/Supplier akan diperlakukan sebagai pekerjaan
tambah.
❖ Atas segala penundaan pekerjaan akibat adanya
penambahan/pengulangan pengujian akan diberikan tambahan
waktu pelaksanaan pada bagian pekerjaan bersangkutan dan
bagian-bagian lain yang terkena akibatnya, penambahan waktu
tersebut adalah sesuai dengan penundaan yang terjadi.
RENCANA KERJA DAN SYARAT

8. Penutupan Hasil Pelaksanaan Pekerjaan


a. Sebelum menutup suatu bagian pekerjaan dengan bagian pekerjaan
yang lain yang memungkinkan secara visual menghalangi
Direksi/Pengawas untuk memeriksa bagian pekerjaan yang terdahulu,
Kontraktor wajib melaporkan secara tertulis kepada Direksi/Pengawas
mengenai rencananya untuk melaksanakan bagian pekerjaan yang akan
menutupi bagian pekerjaan tersebut, sedemikian rupa sehingga
Direksi/Pengawas berkesempatan secara wajib melakukan pemeriksaan
pada bagian yang bersangkutan untuk dapat disetujui kelanjutan
pengerjaannya.
b. Kelalaian Kontraktor untuk menyampaikan laporan diatas, memberikan
hak kepada Direksi/Pengawas untuk dibelakang hari menuntut
pembongkaran kembali bagian pekerjaan yang menutupi tersebut, guna
memeriksa hasil pekerjaan yang terdahulu dengan akibat yang
ditimbulkan sepenuhnya akan ditanggung oleh Kontraktor.
c. Dalam hal dimana laporan telah disampaikan dan Direksi tidak
mengambil langkah-langkah untuk menyelesaikan pemeriksaan yang
dimaksud, maka setelah lewat dari 2 (dua) hari kerja sejak laporan
disampaikan, Kontraktor berhak melanjutkan pelaksanaan pekerjaan dan
menganggap bahwa Direksi telah menyetujui bagian pekerjaan yang
ditutup tersebut.
d. Pemeriksaan dan persetujuan oleh Direksi/Pengawas atau suatu
pekerjaan tidak melepaskan Kontraktor dari kewajibannya untuk
melaksanakan pekerjaan sesuai dengan Surat Perjanjian Pekerjaan
(SPP).
e. Walaupun telah diperiksa dan disetujui bila ada hal-hal yang dicurigai
ada penyimpangan kepada Kontraktor masih dapat diperintahkan untuk
membongkar bagian pekerjaan yang menutupi bagian pekerjaan lain
guna pemeriksaan bagian pekerjaan yang tertutupi.

9. Kebersihan dan Keamanan


a. Kontraktor bertanggung jawab untuk menjaga agar area kerja senantiasa
berada dalam keadaan rapi dan bersih.
RENCANA KERJA DAN SYARAT

b. Kontraktor bertanggung jawab atas keamanan di area kerja, termasuk


apabila diperlukan tenaga, peralatan atau tanda-tanda khusus.
E. PENYELESAIAN DAN PENYERAHAN
1. Dokumen Terlaksana (As Built Document)

a. Pada penyelesaian dari setiap pekerjaan Kontraktor wajib menyusun


Dokumen Terlaksana yang terdiri dari :
1) Gambar-gambar terlaksana (as built drawings)
2) Persyaratan teknis terlaksana dari pekerjaan, sebagaimana yang
telah dilaksanakannya.
b. Dikecualikan dari kewajiban diatas adalah Kontraktor untuk pekerjaan :
1.) Pekerjaan persiapan
2.) Supply bahan, perlengkapan/peralatan kerja
c. Dokumen terlaksana bila disusun dari :
1.) Dokumen pelaksanaan
2.) Gambar-gambar perubahan
3.) Perubahan persyaratan teknis
4.) Brosur teknis yang diberi tanda pengenal khusus berupa cap sesuai
petunjuk Direksi/Pengawas.
d. Dokumen terlaksana ini harus diperiksa dan disetujui oleh
Direksi/Pengawas.
e. Khusus untuk pekerjaan kunci, dokumen terlaksana ini harus dilengkapi
dengan peralatan/perlengkapan yang mengidentifikasi lokasi dari
masing-masing barang tersebut.
f. Kecuali dengan ijin khusus dari Direksi/Pengawas dan Pemberi Tugas,
Kontraktor harus membuat dokumen terlaksana hanya untuk diserahkan
kepada Pemberi Tugas. Kontraktor tidak dibenarkan
membuat/menyimpan salinan ataupun copy dari dokumen terlaksana
tanpa ijin khusus tersebut.

2. Penyerahan
a. 2 (dua) set dokumen terlaksana
b. Untuk peralatan/perlengkapan
• 2 (dua) set pedoman operasi (operation manual).0
• Suku cadang sesuai yang dipersyaratkan
RENCANA KERJA DAN SYARAT

c. Untuk berbagai macam :


• Semua kunci orisinil disertai “Construction Key” (bila ada)
• Minimum 1 (satu) set kunci duplikat
d. Dokumen-dokumen resmi (seperti surat ijin, tanda pembayaran cukai,
surat fiskal pajak dan lain-lain)
e. Segala macam surat jaminan berupa Guarantee/Warranty sesuai yang
dipersyaratkan
f. Surat pernyataan pelunasan sesuai petunjuk Direksi/Pengawas
g. Bahan finishing cat minimal 3 (tiga) gallon (masing-masing warna)
h. Bahan finishing lantai/dinding masing-masing minimal 2 m²

F. KEAMANAN/PENJAGAAN
1. Untuk keamanan Kontraktor diwajibkan mengadakan penjagaan, bukan saja
terhadap pekerjaannya, tetapi juga bertanggung jawab atas keamanan,
kebersihan bangunan-bangunan, jalan-jalan, pagar, pohon-pohon dan
taman-taman yang telah ada.
2. Kontraktor berkewajiban menyelamatkan bangunan yang telah ada, apabila
bangunan yang telah ada terjadi kerusakan akibat pekerjaan ini, maka
Kontraktor berkewajiban untuk memperbaiki/membetulkan sebagaimana
mestinya.
3. Kontraktor harus menyediakan penerangan yang cukup di lapangan
terutama pada waktu lembur, jika Kontraktor menggunakan aliran listrik dari
bangunan/komplek, diwajibkan bagi Kontraktor untuk memasang meter
sendiri untuk menetapkan sewa listrik yang dipakai.
4. Kontraktor harus berusaha menanggulangi kotoran-kotoran debu agar tidak
mengurangi kebersihan dan keindahan bangunan-bangunan yang telah ada.
5. Segala operasi yang diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan untuk
pembangunan pekerjaan sementara sesuai dengan ketentuan kontrak harus
dilaksanakan sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan gangguan
terhadap ketentraman penduduk atau jalan-jalan yang harus digunakan jalan
perorangan atau umum milik Pemberi Tugas ataupun milik pihak lain.
Kontraktor harus membebaskan Pemberi Tugas dari segala tuntutan ganti
rugi sehubungan dengan hal tersebut diatas.
6. Kontraktor harus bertanggung jawab atas kerusakan-kerusakan pada jalan
raya atau turap yang menghubungkan proyek sebagai akibat dari lalu lalang
RENCANA KERJA DAN SYARAT

peralatan ataupun kendaraan yang dipergunakan untuk mengangkut bahan-


bahan/material guna keperluan proyek.
7. Apabila Kontraktor memindahkan alat-alat pelaksanaan, mesin-mesin berat
atau unit-unit alat berat lainnya dari bagian-bagian pekerjaan, melalui jalan
raya atau turap yang mungkin akan mengakibatkan kerusakan dan
seandainya Kontraktor akan membuat perkuatan-perkuatan diatasnya, maka
hal tersebut harus terlebih dahulu diberitahukan kepada Pemberi Tugas dan
Instansi yang berwenang. Biaya untuk perkuatan tersebut menjadi
tanggungan Kontraktor.

SPESIFIKASI TEKNIS

A. PEKERJAAN PENDAHULUAN
RENCANA KERJA DAN SYARAT

1. Pengaturan Jam Kerja dan Perlindungan Bangunan/Sarana Yang Ada


a. Kontraktor harus mengatur jam kerja para pekerja bangunan, dan jika
ada lembur wajib melapor kepada direksi.
b. Semua pekerja Kontraktor DILARANG KERAS untuk tinggal/tidur di
area konstruksi
c. Kontraktor wajib memfasilitasi tempat tinggal para pekerja di luar guna
kemudahan para pekerjanya.
d. Selama pekerjaan berlangsung, Kontraktor harus selalu menjaga
kondisi jalan / area sekitar dan bertanggung jawab sepenuhnya
terhadap kerusakan-kerusakan akibat pelaksanaan pekerjaan ini.

2. Pembersihan Lapangan
a. Sebelum pekerjaan konstruksi dilakukan, kondisi jalan dibersihkan dari
kotoran yang dapat mengganggu jalannya pekerjaan.
b. Bila dalam batas rencana jalan atau lainnya terdapat bangunan
instansi lain, Kontraktor tidak diperkenankan
membongkar/memindahkan tanpa persetujuan tertulis dari Direksi.

3. Pengukuran Dan Pematokan


a. Kontraktor diwajibkan mempelajari seluruh gambar dan uraian syarat
teknis. Bila dalam rencana tersebut ada sesuatu perbedaan ukuran
diantara gambar, maka pemborong diwajibkan mempelajari seluruh
gambar dan uraian syarat teknis. Bila dalam rencana tersebut ada
suatu perbedaan ukuran diantara gambar, maka Pemborong wajib
melaporkan kepada Direksi untuk mendapat keputusan.

b. Kontraktor tidak dibenarkan memperbaiki sendiri perbedaan ukuran


yang terdapat dalam perencanaan tersebut. Akibat kelalaian
Kontraktor seluruhnya menjadi tanggung jawabnya. Kontraktor
bertanggung jawab atas tepatnya pelaksanaan pekerjaan sesuai
dengan ketentuan-ketentuan peil-peil dan ukuran yang ditetapkan
dalam gambar kerja dan rencana kerja dan syarat-syarat teknis.
Kontraktor mencocokkan seluruh ketentuan ukuran satu sama lain tiap
RENCANA KERJA DAN SYARAT

pekerjaan dan segera melaporkan kepada Direksi seluruh keputusan


pembetulan harus disetujui oleh Direksi.

c. Sebelum memulai pekerjaan Kontraktor terlebih dahulu mengecek


ketepatan patok lahan yang tercantum dalam gambar dan uraian
syarat teknis. Ketepatan dalam ukuran peil-peil mutlak diperhatikan
dengan sesungguhnya. Andaikan terjadi kesalahan yang menyimpang
dari ketentuan yang ada, maka Kontraktor tidak dapat ditolerir. Karena
itu Direksi berhak memerintahkan untuk membongkar dengan resiko
menjadi tanggung jawab Kontraktor

d. Kontraktor melakukan pengukuran dan pencocokan kembali terhadap


pengukuran yang dilakukan pertama yaitu peil ketinggian permukaan
dan lebar gorong - gorong.

e. Kontraktor memulai pekerjaan setelah dapat ditentukan ukuran dasar


(Bouwplank). Papan bouwplank dari papan meranti. Sisi atas lurus
(waterpass) dan tidak terpengaruh akibat cuaca, dipasang kuat dengan
tiang-tiang balok 5/7 kayu meranti.

B. PEKERJAAN INTI
LAPIS RESAP PENGIKAT & LAPIS PEREKAT
I. BAHAN
1.) Bahan Lapis Resap Pengikat
a) Bahan aspal untuk Lapis Resap Pengikat haruslah salah satu dari
berikut ini :
• Aspal emulsi reaksi sedang (medium setting) atau reaksi lambat
(slow Setting) yang memenuhu SNI 03-4798-1998. Umumnya
hanya aspal emulsi yang dapat menunjukkan peresapan yang
baik pada lapis pondasi tanpa pengikat yang disetujui. Aspal
emulsi harus mengandung residu hasil penyulingan minyak bumi
(aspal dan pelarut) tidak kurang dari 60 % dan mempunyai
penetrasi aspal tidak kurang dari 80/100. Direksi pekerjaan dapat
mengijinkan penggunaan aspal emulsi yang diencerkan dengan
perbandingan 1 bagian air bersih dan 1 bagian emulsi dengan
RENCANA KERJA DAN SYARAT

syarat tersedia alat pengaduk mekanik yang disetujui oleh direksi


pekerjaan.
• Aspal semen Pen 80/100 atau Pen. 60/70, memenuhi AASHTO
M20, diencerkan dengan minyak tanah (Kerosen). Proporsi
minyak tanah yang digunakan sebagaimana diperintahkan oleh
Direksi Pekerjaan, setelah percobaan diatas lapis pondasi atas
yang telah selesai sesuai dengan yang disyaratkan. Kecuali
diperintah lain oleh Direksi Pekerjaan, perbandingan pemakaian
minyak tanah pada percobaan pertama harus dari 80 – 85 bagian
minyak per 100 bagian aspal semen (80 pph – 85 pph) kurang
lebih ekivalen dengan viskositas aspal cair hasil kilang jenis MC –
30)
b) Pemilihan jenis aspal emulsi yang digunakan, kationik atau anionic,
harus sesuai dengan muatan batuan lapis pondasi. Gunakan aspal
emulsi kationik bila agregat untuk lapis pondasi adalah agregat basa
(Bermuatan Negatif) dan gunakan aspal emulsi bila agregat untuk
lapis pondasi adalah agregat asam (bermuatan posistif). Bila ada
keraguan atau bila aspal emulsi anionic sulit didapatkan, direksi
pekerjaan dapat memerintahkan untuk menggunakan aspal emulsi
kationik.
c) Bilamana lalu lintas diijinkan lewat atas Lapis Resap Pengikat maka
harus digunakan bahan penyerap (blotter material) dari hasil
pengayakan kerikil atau batu pecah, terbebas dari butiran – butiran
berminyak atau lunak, bahan kohesif atau bahan organic. Tidak
kurang dari 98 persen harus lolos ayakan ASTM 3/8” (9,5 mm) dan
tidak lebih dari 2 persen harus lolos ayakan ASTM No. 8 (2,36 mm).

2.) Bahan Lapis Perekat


a) Aspal emulsi reaksi cepat (rapid setting) yang memenuhi ketentuan
SNI 03-6932-2002 atau SNI 03-4798-1998. Direksi pekerjaan dapat
mengijinkan penggunaan aspal emulsi yang diencerkan dengan
perbandingan 1 bagian air bersih dan 1 bagian aspal emulsi dengan
syarat tersedia alat pengaduk mekanik yang disetujui oleh Direksi
Pekerjaan.
RENCANA KERJA DAN SYARAT

b) Aspal semen Pen.60/70 atau Pen. 80/100 yang memenuhi ketentuan


AASHTO M20, diencerkan dengan 25 – 30 bagian minyak tanah per
100 bagian aspal (25 pph – 30 pph).
c) Aspal emulsi modifikasi reaksi cepat (rapid setting) harus bahan
styrene butadiene rubber latex atau polycholoprene latex sesuai
dengan AASHTO M316-99 (2003) table 1 CRS – 2L dengan
kandungan karet kering minimum 60%. Kadar bahan modifikasi
(polymer padat) dalam aspal emulsi haruslah min 2,5% terhadap berat
residu aspal. Dalam kondisi apapun, aspal emulsi modifikasi tidak
boleh diencerkan di lapangan. Aspal emulsi modifikasi reaksi cepat
(rapid setting, CRS-1) yang digunakan harus memenuhi tabe di
bawah ini.

d) Bila lapis perekat dipasang di atas lapis beraspal atau berbahan


pengikat aspal, gunakan aspal emulsi kationik. Bila lapis perekat
dipasang diatas perkerasan beton atau berbahan pengikat semen,
gunakan aspal emulsi anionic.bila ada keraguan atau bila aspal
emulsi anionic sulit di dapatkan, Direksi Pekerjaan dapat
memerintahkan untuk menggunakan aspal emulsi kationik.

II. PELAKSANAAN PEKERJAAN


1) Penyiapan Permukaan yang akan Disemprot Aspal
a) Apabila pekerjaan Lapis Resap Pengikat dan Lapis Perekat akan
dilaksanakan pada permukaan perkerasan jalan yang ada atau bahu
jalan yang ada, semua kerusakan perkerasan maupun bahu jalan
harus diperbaiki.
RENCANA KERJA DAN SYARAT

b) Apabila pekerjaan Lapis Resap pengikat dan Lapis Perekat akan


dilaksanakan pada perkerasan jalan baru atau bahu jalan baru,
perkerasan atau bahu itu harus telah dikerjakan sepenuhmya.
c) Untuk lapis resap pengikat, jenis aspal emulsi dan lapis perekat yang
digunakan harus menfgacu pada aturan sebelumnya.
d) Permukaan yang akan disemprot itu harus dipelihara menurut
standar, sebelum pekerjaan pelaburan dilaksanakan.
e) Sebelum penyemprotan aspal dimulai, permukaan harus dibersihkan
dengan memakai sikat mekanis atau kompresor atau kombinasi
keduanya. Bilaman peralatan ini belum dapat memberikan
permukaan yang benar – benar bersih, penyapuan tambahan harus
dikerjakan manual dengan sikat yang kaku.
f) Pembersihan harus dilaksanakan melebihi 20 cm dari tepi bidang
yang akan disemprot.
g) Tonjolan yang disebabkan oleh benda – benda asing lainnya harus
disingkirkan dari permukaan dengan memakai penggaruk baja atau
dengan cara lainnya yang telah disetujui atau sesuai dengan perintah
Direksi Pekerjaan dan bagian yang telah digaruk tersebut harus
dicuci dengan air dan di sapu.
h) Untuk pelaksanaan Lapis Resap Pengikat di atas Lapis Pondasi
Agregat Kelas A, permukaan akhir yang telah disapu harus rata,
rapat, bermosaik agregat kasar dan halus, permukaan yang hanya
mengandung agregat halus tidak akan diterima.
i) Pekerjaan penyemprotan aspal tidak boleh dimulai sebelum
perkerasan telah disiapkan dapat diterima oleh Direksi Pekerjaan.

2) Takaran dan Temperatur Pemakaian Bahan Aspal


a) Penyedia jasa harus melakukan percobaan lapangan di bawah
pengawasan direksi pekerjaan untuk mendapatkan tingkat takaran
yang tepat (liter per meter persegi) dan percobaan tersebut akan
diulangi, sebagaimana diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan, bila
jenis dari permukaan yang akan disemprot atau jenis dari bahan
aspal berubah. Biasanya takaran pemakaian yang didapatkan akan
berada dalam batas – batas sebagai berikut:
Lapis Resap Pengikat : 0,4 sampai 1,3 liter per meter persegi untuk
RENCANA KERJA DAN SYARAT

Lapis Pondasi Agregat tanpa bahan pengikat.


Lapis Perekat : Sesuai dengan jenis permukaan yang akan
menerima pelaburan dan jenis bahan aspal
yang akan dipakai. Untuk jenis takaran
pemakaian lapis aspal dapat dilihat seperti
table di bawah.
b) Temperature penyemprotan harus sesuai dengan tabel dibawah,
kecuali diperintahkan lain oleh Direksi Pekerjaan. Temperature
penyemprotan untuk aspal cair yang kandungan minyak tanahnya
berbeda dari yang ditentukan dalam daftar ini, temperaturnya dapat
diperoleh dengan cara interpolasi.

c) Frekuensi pemanasan yang berlebihan atau pemanasan yang


berulang ulang pada temperature tinggi haruslah dihindari. Setiap
bahan yang menurut pendapat direksi pekerjaan, telah rusak akibat
pemanasan berlebihan harus ditolak dan harus diganti atas biaya
penyedia jasa.

3) Pelaksanaan Penyemprotan
a) Batas permukaan yang akan disemprot oleh setiap lintasan
penyemprotan harus diukur dan ditandai. Khususnya untuk Lapis
RENCANA KERJA DAN SYARAT

Resap Pengikat, batas batas lokasi yang disemprot harus ditandai


dengan cat atau benang.
b) Agar bahan aspal dapat merata pada setiap titik maka bahan aspal
harus disemprotkan dengan batang penyemprot dengan kadar aspal
yang diperintahkan, kecuali jika penyemprotandengan distributor
tidaklah praktis untuk lokasi yang sempit, direksi pekerjaan dapat
menyetujui pemakaian penyemprotan aspal tangan (hand sprayer).
Alat penyemprot aspal harus dioperasikan sesuai grafik
penyemprotan yang telah disetujui. Kecepatan pompa, kecepatan
kendaraan, ketinggian batang semprot dan penempatan nosel harus
disetel sesuai ketentuan grafik tersebut sebelum dan selama
pelaksanaan penyemprotan.
c) Bila diperintahkan, bahwa lintasan penyemprotan bahan aspal harus
satu lajur atau setengah lebar jalan dan harus ada bagian yang
tumpang tindih (overlap) selebar 20 cm sepanjang sisi – sisi lajur
yang bersebelahan. Sambungan memanjang selebar 20 cm ini harus
dibiarkan terbuka dan tidak boleh ditutup oleh lapisan berikutnya
sampai lintasan penyemprotan di lajur yang bersebelahan telah
selesai dilaksanakan. Demikian pula lebar yang telah disemprot
harus lebih besar dari pada lebar yang ditetapkan, hal ini
dimaksudkan agar tepi permukaan yang ditetapkan tetap mendapat
semprotan dari tiga nosel, sama seperti permukaan yang lain.
d) Lokasi awal dan akhir penyemprotan harus dilindungi dengan bahan
yang cukup kedap. Penyemprotan harus dimulai dan dihentikan
sampai seluruh batas bahan pelindung tersemprot, dengan demikian
seluruh nosel bekerja dengan benar pada sepanjang bidang jalan
yang akan tersemprot. Distributor aspal harus mulai bergerak kira –
kira 5 meter sebelum daerah yang akan disemprot dengan
demikiankecepatan lajunya dapat dijaga konstan sesuai ketentuan,
agar batang semprot mencapai bahan pelindung tersebut dan
kecepatan ini harus tetap dipertahankan sampai melalui titik akhir.
e) Sisa aspal dalam tangki distributor harus dijaga tidak boleh kurang
dari 10 persen dari kapasitas tangki untuk mencegah udara yang
terperangkap (masuk angin) dalam system penyemprotan.
RENCANA KERJA DAN SYARAT

f) Jumlah pemakaian bahan aspal pada setiap kali lintasan


penyemprotan harus segera diukur dari volume sisa dalam tangki
dengan meteran tongkat celup.
g) Takaran pemakaian rata – rata bahan aspal yang telah dipakai dibagi
luas bidang yang disemprot. Luas lintasan penyemprotan
didefinisikan sebagai hasil kali panjang lintasan penyemprotan
dengan jumlah nosel yang digunakan dan jarak antara nosel.
Takaran pemakaian rata – rata yang dicapai harus sesuai dengan
yang diperintahkan Direksi Pekerjaan.
h) Penyemprotan harus segera dihentikan jika ternyata ada
ketidaksempurnaan peralatan semprot pada saat beroperasi.
i) Setelah pelaksanaan penyemprotan, khususnya untuk lapis perekat,
bahan aspal yang berlebihan dan tergenang di atas permukaan yang
telah disemprot harus diratakandengan menggunakan alat pemadat
roda karet, sikat ijuk atau alat penyapu dari karet.
j) Tempat – tempat yang disemprotkan dengan Lapis Resap Pengikat
yang menunjukkan adanya bahan aspal berlebihan harus ditutup
dengan bahan penyerap (blotter material) yang memenuhi dari
spesifikasi sebelum penghamparan lapis berikutnya. Bahan penyerap
(blotter material)hanya boleh dihampar 4 jam setelah penyemprotan
Lapis Resap Pengikat.
k) Tempat – tempat bekas kertas resap untuk pengujian kadar bahan
aspal harus dilabur kembali dengan bahan aspal yang sejenis secara
manual dengan kadar yang hamper sama dengan kadar disekitarnya.

LASTON LAPIS AUS (AC-WC) GRADASI HALUS/KASAR


Lapis Aspal Beton (Laston) yang selanjutnya disebut AC, terdiri dari tiga jenis
campuran, AC Lapis Aus (AC-WC), AC Lapis Antara (AC-Binder Course, AC-
RENCANA KERJA DAN SYARAT

BC) dan AC Lapis Pondasi (AC-Base) dan ukuran maksimum agregat masing –
masing campuran adalah 19 mm, 25,4 mm, 37,5 mm. setiap jenis campuran
AC yang menggunakan bahan Aspal Polimer atau Aspal dimodifikasi dengan
Aspal Alam atau Aspal Multigrade disebut masing – masing sebagai AC-WC
Modified, AC-BC Modified, dan AC-Base Modified.

I. BAHAN
1. Agregat Kasar
a) Fraksi agregat kasar untuk rancangan campuran adalah yang tertahan
ayakan no. ¾” yang dilakukan secara basah dan harus bersih, keras,
awet dan bebas dari lempung atau bahan yang tidak dikehendaki
lainnya dan memenuhi ketentuan yang diberikan dalam tabel dibawah.
b) Fraksi agregat kasar harus dari batu pecah mesin dan disiapkan dalam
ukuran nominal sesuai dengan jenis campuran yang direncanakan
seperti ditunjukkan pada tabel.
c) Angularitas agregat kasar di definisikan sebagai persen terhadap berat
agregat yang lebih besar dari agregat yang tertahan pada ayakan no.
3/4” dengan muka bidang pecah satu atau lebih.
d) Agregat kasar untuk Latasir kelas A dan B boleh dari kerikil yang bersih.
e) Fraksi agregat kasar harus ditumpuk terpisah dan harus dipasok ke
instalasi pencampuran aspal dengan menggunakan pemasok
penampung dingin (cold bin feeds) sedemikian rupa sehingga gradasi
gabungan agregat dapat dikendalikan dengan baik.
f)
RENCANA KERJA DAN SYARAT

2. Agregat Halus
a) Agregat halus dari sumber bahan manapun, harus terdiri dari pasir atau
hasil pengayakan batu pecah dan terdiri dari bahan yang lolos ayakan
No. 4 (4,75 mm).
b) Fraksi agregat halus mesin dan pasir harus ditempatkan terpisah dari
agregat kasar.
c) Pasir alam dapat digunakan dalam campuran AC sampai suatu batas
yang tidak melampaui 15 % terhadap berat total campuran.
d) Agregat halus harus merupakan bahan yang bersih, keras, bebas dari
lempung, atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya.apabila fraksi
agregat halus yang diperoleh dari hasil pemecah batu tahap pertama
(Primary Crusher), tidak memenuhi pengujian Standar Setara Pasir,
maka fraksi agregat harus dipisahkan dengan scalping screen sebelum
masuk pemecah batu tahap kedua (secondary crusher) atau harus
diperoleh melalui proses pencucian secara mekanis.
e) Agregat pecah halus dan pasir harus ditumpuk terpisah dan harus
dipasok ke instalasi pencampuran aspal dengan menggunakan
pemasok penampung dingin (cold bin feeds) yang terpisah sehingga
fgradasi gabungan dan presentase pasir di dalam campuran dapat
dikendalikan dengan baik.
f) Agregat halus harus memenuhi ketentuan sebagaimana ditunjukkan
pada tabel berikut.
RENCANA KERJA DAN SYARAT

II. CAMPURAN
a) Komposisi Umum Campuran
Campuran beraspal dapat terdiri dari agregat, bahan pengisi, bahan aditif
dan aspal.
b) Kadar Aspal dalam Campuran
Persentase aspal yang actual ditambahkan ke dalam campuran ditentukan
berdasarkan percobaan laboratorium dan lapangan sebagaimana tertuang
dalam Rencana Campuran Kerja (JMF) dengan memperhatikan penyerapan
agregat yang digunakan.
c) Prosedur Rancangan Campuran
• Sebelum diperkenankan untuk menghampar setiap campuran beraspal
dalam pekerjaan, penyedia jasa disyaratkan untuk menunjukkan semua
usulan metoda kerja, agregat, aspal dan campuran yang memadai
dengan membuat dan menguji campuran percobaan di laboratorium
dan juga dengan penghamparan campuran percobaan yang dibuat di
instalasi pencampuran aspal.
• Pengujian yang diperlukan meliputi analisa ayakan, berat jenis dan
penyerapan air dan semua jenis pengujian lainnya sebagaimana yang
dipersyaratkan untuk semua agregat yang digunakan. Pengujian pada
campuran beraspal percobaan akan meliputi penentuan Berat Jenis
maksimum campuran beraspal (SNI 03-6893-2002), pengujian sifat –
sifat Marshall (SNI 06-2489-1990) dan Kepadatan Membal (Refusal
Density) campuran rancangan.
• Contoh agregat untuk rancangan campuran harus diambil dari pemasok
dingin (cold bin) dan dari penampung panas (hot bin). Rumusan
campuran kerja yang ditentukan dari campuran di laboratorium harus
dianggap berlaku sementara sampai diperkuat oleh hasil percobaan
pada instalasi pencampuran aspal dan percobaan penghamparan dan
pemadatan lapangan.
• Pengujian percobaan penghamparan dan pemadatan lapangan harus
dilaksanakan dalam tiga langkah dasar berikut ini :
RENCANA KERJA DAN SYARAT

1. Penentuan proporsi takaran agregat dari pemasok dingin untuk dapat


menghasilkan komposisi yang optimum. Perhitungan proporsi
takaran agregat dari bahan tumpukan yang optimum harus
digunakan untuk penentuan awal bukaan pemasok dingin. Contoh
dari pemasok panas harus diambil setelah penentuan besarnya
bukaan pemasok dingin. Selanjutnya proporsi takaran pada pemasok
panas dapat ditentukan
2. DMF, data dan grafik percobaan campuran di laboratorium harus
diserahkan pada Direksi Pekerjaan untuk mendapatkan persetujuan.
Direksi pekerjaan akan menyetujui atau menolak usulan DMF
tersebut dalam waktu tujuh hari. Percobaan produksi dan
penghamparan tidak boleh dilaksanakan sampai DMF disetujui.
3. Percobaan produksi dan penghamparan serta persetujuan terhadap
Rumusan Campuran Kerja (Job Mix Formula, JMF). JMF adalah
suatu dokumen yang menyatakan bahwa rancangan campuran
laboratorium yang tertera dalam DMF dapat diproduksi dengan
instalasi pencampur aspal (Asphalt Mixing Plant, AMP), dihamparkan
dan dipadatkan di lapangan dengan peralatan yang telah ditetapkan
dan memenuhi derajat kepadatan lapangan terhadap kepadatan
laboratorium hasil pengujian Marshall dari benda uji yang campuran
beraspalnya diambil dari AMP.
RENCANA KERJA DAN SYARAT

III. PEMBUATAN DAN PRODUKSI CAMPURAN BERASPAL


1.) Kemajuan Pekerjaan
Kecuali untuk pekerjaan manual atau penambalan, campuran beraspal
tidak boleh diproduksi bilamana tidak cukup tersedia peralatan
RENCANA KERJA DAN SYARAT

pengangkutan, penghamparan atau pembentukan, atau pekerja yang


dapat menjamin kemajuan pekerjaan dengan tingkat kecepatan minimum
60% kapasitas instalasi pencampuran.
2.) Penyiapan Bahan Aspal
Bahan aspal harus dipanaskan dengan temperature sampai dengan 1600
C di dalam suatu tangki yang dirancang sedemikian rupa sehingga dapat
mencegah terjadinya pemanasan langsung setempat dan mampu
mengalirkan bahan aspal secara berkesinambungan ke alat pencampur
secara terus menerus pada temperature yang merata setiap saat. Pada
setiap hari sebelum proses pencampuran dimulai, kuantitas aspal
minimum harus mencukupi untuk pekerjaan yang direncanakan pada hari
itu yang siap untuk dialirkan ke alat pencampur.
3.) Penyiapan Agregat
a) Setiap fraksi agregat harus disalurkan ke instalasi pencampuran aspal
melalui pemasok penampang dingin yang terpisah. Pra pencampuran
agregat dari berbagai jenis atau dari sumber yang berbeda tidak
diperkenankan. Agregat untuk campuran beraspal harus dikeringkan
dan dipanaskan pada alat pengering sebelum dimasukkan ke dalam
alat pencampur. Nyala api yang terjadi dalam proses pengeringan dan
pemanasan harus diatur secara tepat agar dapat mencegah
terbentuknya selaput jelaga pada agregat.
b) Bila agregat akan dicampur dengan bahan aspal, maka agregat harus
kering dan dipanaskan terlebih dahulu dengan temperature dalam
rentang yang disyaratkan untuk bahan aspal, tetapi tidak melampaui
100 C diatas temperature aspal.
c) Bahan pengisi (filler) tambahan harus ditakar secara terpisah dalam
penampungan kecil yang dipasang tepat di atas alat pencampur.
Bahan pengisi tidak boleh ditabur di atas tumpukkan agregat maupun
dituang ke dalam penampung instalasi pemecah batu. Hal ini
dimaksudkan agar pengendalian kadar filler dapat terjamin.

4.) Penyiapan pencampuran


a) Agregat kering yang telah disiapkan seperti yang dijelaskan di atas,
harus dicampur di instalasi pencampuran dengan proporsi tiap fraksi
agregat yang tepat agar memenuhi rumusan campuran kerja (JMF).
RENCANA KERJA DAN SYARAT

Proporsi takaran ini harus di tentukan dengan mencari gradasi secara


basah dari contoh yang diambil dari penampungan panas (hot bin)
segera sebelum produksi campuran dimulai dan pada interval waktu
tertentu sesudahnya, sebagaimana ditetapkan direksi pekerjaan, untk
menjamin pengendalian penakaran. Bahkan aspal harus ditimbang
atau diukur dan dimasukkan ke dalam alat pencampur dengan jumlah
yang ditetapkan sesuai dengan JMF. Bilamana digunakan instalasi
pencampur system penakaran, didalam unit pengaduk seluruh agregat
harus dicampur kering terlebih dahulu, kemudian baru aspal dan aditif
dengan jumlah yang tepat disemprotkan langsung ke dalam unit
pengaduk dan diaduk dengan waktu sesingkat mungkin yang telah
ditentukan untuk menghasilkan campuran yang homogen dan semua
butiran agregat terselimuti aspal dengan merata. Waktu pencampuran
total harus ditetapkan oleh direksi pekerjaan dan diatur dengan
perangkat pengendali waktu yang handal. Lama waktunya
pencampuran harus ditentukan secara berkala atas perintah Direksi
Pekerjaan melalui “pengujian derajat penyelimutan aspal terhadap
butiran agregat kasar” sesuai dengan prosedur AASHTO T195-67
(2007)(biasanya sekitar 45 detik).
b) Temperature campuran beraspal saat dikeluarkan dari alat pencampur
harus dalam rentang absolute seperti yang akan di jelaskan dalam
table dibawah ini. Tidak ada campuran beraspal yang diterima dalam
pekerjaan bilamana temperature pencampuran melampui temperature
pencampuran maksimum yang disyaratkan.
5.) Temperature Pembuatan dan Penghamparan Campuran
Viskositas aspal untuk masing – masing prosedur pelaksanaan dan
perkiraan temperature aspal umumnya seperti yang dicantumkan dalam
table dibawah. Direksi pekerjaan dapat memerintahkan atau menyetujui
rentang temperature lain berdasarkan pengujian viskositas actual aspal
atau aspal modifikasi yang digunakan pada proyek tersebut, dalam
rentang viskositas seperti diberikan pada table dibawah ini dengan melihat
sifat – sifat campuran di lapangan saat penghamparan, selama pemadatan
dan hasil pengujian kepadatan pada ruas percobaan. Campuran aspal
yang tidak memenuhi batas temperature yang disyaratkan pada saat
pencurahan dari AMP kedalam truk atau pada saat pengiriman kea lat
RENCANA KERJA DAN SYARAT

penghampar, tidak boleh diterima untuk digunakan pada pekerjaan yang


permanen.

IV. PENGHAMPARAN CAMPURAN


1.) Menyiapkan Permukaan yang akan dilapisi
a) Bilamana permukaan yang akan dilapisi termasuk perataan setempat
dalam kondisi rusak, menunjukkan ketidakstabilan atau permukaan
aspal lama telah berubah bentuk secara berlebihan atau tidak melekat
dengan baik dengan lapisan di bawahnya, harus dibongkar atau
dengan cara perataan kembali lainnya, semua bahan yang lepas atau
lunak harus dibuang dan permukaannya dibersihkan dan atau
diperbaiki dengan campuran beraspal atau bahan lain yang disetujui
oleh direksi pekerjaan. Bilamana permukaan yang akan dilapisi
terdapat atau mengandung sejumlah bahan dengan rongga dalam
campuran yang tidak memadai, sebagaimana yang ditunjukkan
dengan adanya kelelehan plastis dan atau kegemukan (Bleeding),
seluruh lapisan dengan bahan plastis ini harus dibongkar.
Pembongkaran semacam ini harus diteruskan ke bawah sampai
diperoleh bahan yang keras (sound). Toleransi permukaan setelah
diperbaiki harus sama dengan yang disyaratkan untuk pelaksanaan
lapis pondasi agregat.
b) Sesaat sebelum penghamparan, permukaan yang akan dihampar
harus dibersihkan dari bahan yang lepas dan yang tidak dikehendaki
dengan sapu mekanis yang dibantu dengan cara manual bila
RENCANA KERJA DAN SYARAT

diperlukan. Lapis perekat (tack coat) atau lapis resap pengikat (Prime
coat) harus diterapkan sesuai dari spesifikasi ini.
2.) Acuan Tepi
Untuk menjamin sambungan memanjang vertical maka harus digunakan
besi profil siku dengan ukuran tinggi 5 mm lebih kecil dari tebal rencana
dan dipaku pada perkerasan dibawahnya.
3.) Penghamparan dan Pembentukan
a) Sebelum memulai penghamparan, sepatu (screed) alat penghampar
harus dipanaskan.campuran beraspal harus dihampar dan diratakan
sesuai dengan kelandaian, elevasi, serta bentuk penampang
melintang yang disyaratkan.
b) Penghamparan harus dimulai dari lajur yang lebih rendah menuju lajur
yang lebih tinggi bilamana pekerjaan yang dilaksanakan lebih dari
satu lajur.
c) Mesin vibrasi pada screed alat penghampar harus dijalankan selama
penghamparan dan pembentukan.
d) Penampung alat penghampar (hopper) tidak boleh dikosongkan, sisa
campuran beraspal harus dijaga tidak kurang dari temperature yang
disyaratkan.
e) Alat penghampar harus dioperasikan dengan suatu kecepatan yang
tidak menyebabkan retak permukaan, koyakan atau bentuk
ketidakrataan lainnya pada permukaan. Kecepatan penghamparan
harus disetujui oleh direksi pekerjaan dan ditaati.
f) Bilamana terjadi segregasi, koyakan atau alur pada permukaan, maka
alat penghampar harus dihentikan dan tidak boleh dijalankan lagi
sampai penyebabnya telah ditemukan dan diperbaiki.
g) Proses perbaikan lubang – lubang yang timbul karena terlalu kasar
atau bahan yang tersegregasi karena penaburan material yang halus
sedapat mungkin harus dihindari sebelum pemadatan. Butiran yang
kasar tidak boleh dilebarkan diatas permukaan yang telah padat dan
bergradasi rapat.
h) Harus diperhatikan agar campuran tidak terkumpul dan mendingin
pada tepi – tepi penampung alat penghampar atau tempat lainnya.
i) Bilamana jalan akan dihampar hanya setengah lebar jalan atau hanya
satu lajur untuk setiap kali pengoperasian, maka urutan
RENCANA KERJA DAN SYARAT

penghamparan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga perbedaan


akhir antara panjang penghamparan lajur yang satu dengan yang
bersebelahan pada setiap hari produksi dibuat seminimal mungkin.
j) Selama pekerjaan penghamparan fungsi – fungsi berikut ini harus
dipantau dan dikendalikan secara elektronik atau secara manual
sebagaimana yang diperlukan untuk menjamin terpenuhinya elevasi
rancangan dan toleransi yang diisyaratkan serta ketebalan dari
lapisan beraspal :
• Tebal hamparan aspal gembur sebelum dipadatkan, sebelum
dibolehkannya pemadatan (diperlukan pemeriksaan secara
manual).
• Kelandaian sepatu (screed) alat penghampar untuk menjamin
terpenuhinya lereng melintang dan super elevasi yang
diperlukan.
• Elevasi yang sesuai pada sambungan dengan aspal yang telah
dihampar sebelumnya, sebelum dibolehkannya pemadatan.
• Perbaikan penampang memanjang dari permukaan aspal lama
dengan menggunakan batang perata, kawat baja atau hasil
penandaan survey.

4.) Pemadatan
a) Segera setelah campuran beraspal dihampar dan diratakan,
permukaan tersebut harus diperiksa dan setiap ketidaksempurnaan
yang terjadi harus diperbaiki. Temperature campuran beraspal yang
terhampar dalam keadaan gembur harus dipantau dan penggilasan
harus dimulai dalam rentang viskositas aspal.
b) Pemadatan campuran beraspal harus terdiri dari tiga operasi yang
terpisah berikut ini :
• Pemadatan awal
• Pemadatan antara
• Pemadatan akhir
c) Pemadatan awal atau breakdown rolling harus dilaksanakan baik
dengan alat pemadat roda baja. Pemadatan awal harus dioperasikan
dengan roda penggerak berada di dekat alat penghampar. Setiap titik
perkerasan harus menerima minimum dua lintasan penggilasan awal.
RENCANA KERJA DAN SYARAT

Pemadatan kedua atau utama harus dilaksanakan dengan alat


pemadat roda karet sedekat mungkin di belakang penggilasan awal.
Pemadatan akhir atau penyelesaian harus dilaksanakan dengan alat
pemadat roda baja tanpa penggetar (vibrasi). Bila hamparan aspal
tidak menunjukkan bekas jejak roda pemadatan setelah pemadatan
kedua, pemadatan akhir bisa tidak dilakukan.
d) Pertama – tama pemadatan harus dilakukan pada sambungan
melintang yang telah terpasang kasau dengan ketebalan yang
diperlukan untuk menahan pergerakan campuran beraspal akibat
penggilasan. Bila sambungan melintang dibuat untuk menyambung
lajur yang dikerjakan sebelumnya, maka lintasan awal harus dilakukan
sepanjang sambungan memanjang untuk suatu jarak yang pendek
dengan posisi alat pemadat berada pada lajur yang telah dipadatkan
dengan tumpang tindih pada pekerjaan baru kira – kira 15 cm.
e) Pemadatan harus dimulai dari tempat sambungan memanjang dan
kemudian dari tepi luar. Selanjutnya, penggilasan dilakukan sejajar
dengan sumbu jalan berurutan menuju kea rah sumbu jalan, kecuali
untuk superelevasi pada tikungan harus dimulai dari tempat yang
terendah dan bergerak ke arah yang lebih tinggi. Lintasan yang
berurutan harus saling tumpah tindih (overlap) minimum setengah
lebar roda dan lintasan – lintasan tersebut tidak boleh berakhir pada
titik yang kurang dari satu meter dari lintasan sebelumnya.
f) Bilamana menggilas sambungan memanjang, alat pemadat untuk
pemadatan awal harus terlebih dahulu memadatkan lajur yang telah
dihampar sebelumnya sehingga tidak lebih dari 15 cm dari lebar roda
pemadat yang memadatkan tepi sambungan yang belum dipadatkan.
Pemadatan dengan lintasan yang berurutan harus dilanjutkan dengan
menggeser posisi alat pemadat sedikit demi sedikit melewati
sambungan, sampai tercapainya sambungan yang dipadatkan dengan
rapi.
g) Kecepatan alat pemadat tidak boleh melebihi 4 km/jam untuk roda baja
dan 10 km/jam untuk roda karet dan harus selalu dijaga rendah
sehingga tidak mengakibatkan bergesernya campuran panas tersebut.
Garis, kecepatan dan arah penggilasan tidak boleh diubah secara tiba
RENCANA KERJA DAN SYARAT

– tiba atau dengan cara yang menyebabkan terdorongnya campuran


beraspal.
h) Semua jenis operasi penggilasan harus dilaksanakan secara menerus
untuk memperoleh pemadatan yang merata saat campuran beraspal
masih dalam kondisi mudah dikerjakan sehingga seluruh bekas jejak
roda dan ketidakrataan dapat dihilangkan.
i) Roda alat pemadat harus dibasahi dengan cara pengabutan secara
terus menerus untuk mencegah pelekatan campuran beraspal pada
roda alat pemadat, tetapi air yang berlebihan tidak diperkenankan.
Roda karet boleh sedikit diminyaki untuk menghindari lengketnya
campuran beraspal pada roda.
j) Peralatan berat atau alat pemadat tidak diijinkan berada di atas
permukaan yang baru selesai dikerjakan, sampai seluruh permukaan
tersebut dingin.
k) Setiap produksi minyak bumi yang tumpah atau tercecer dari
kendaraan atau perlengkapan yang digunakan oleh Penyedia Jasa di
atas perkerasan yang sedang dikerjakan, dapat menjadi alas an
dilakukannya pembongkaran dan perbaikan oleh Penyedia jasa atas
perkerasan yang terkontaminasi, selanjutnya semua biaya pekerjaan
perbaikan ini menjadi beban penyedia jasa.
l) Permukaan yang telah dipadatkan harus halus dan sesuai dengan
lereng melintang dan kelandaian yang memenuhi toleransi yang
disyaratkan. Setiap campuran beraspal padat yang menjadi lepas atau
rusak, tercampur dengan kotoran, atau rusak dalam bentuk apapun,
harus dibongkar dan diganti dengan campuran panas yang baru serta
dipadatkan secepatnya agar sama dengan lokasi sekitarnya. Pada
tempat – tempat tertentu dari campuran beraspal terhampar dengan
luas 1000 cm2 atau lebih yang menunjukkan kelebihan atau
kekurangan bahan aspal harus dibongkar dan diganti. Seluruh tonjolan
setempat, tonjolan sambungan, cekungan akibat ambles dan segregasi
permukaan yang keroposharus diperbaiki sebagaimana diperintahkan
oleh direksi pekerjaan.
m) Sewaktu permukaan sedang dipadatkan dan diselesaikan, penyedia
jasa harus memangkas tepi perkerasan agar bergaris rapi. Setiap
bahan yang berlebihan harus dipotong tegak lurus setelah pemadatan
RENCANA KERJA DAN SYARAT

akhir dan dibuang oleh Penyedia Jasa di luar daerah milik jalan
sehingga tidak kelihatan dari jalan yang lokasinya disetujui oleh Direksi
Pekerjaan.

5.) Sambungan
a) Sambungan memanjang maupun melintang pada lapisan yang
berurutan harus diatur sedemikian rupa agar sambungan pada lapis
satu tidak terletak segaris yang lainnya. Sambungan memanjang harus
diatur sedemikian rupa agar sambungan pada lapisan teratas berada di
pemisah jalur atau pemisah lajur lalu lintas.
b) Campuran beraspal tidak boleh dihampar di samping campuran
beraspal yang telah dipadatkan sebelumnya kecuali bilamana tepinya
telah tegak lurus atau telah dipotong tegak lurus atau dipanaskan
dengan menggunakan lidah api (dengan menggunakan alat burner).
Bila tidak ada pemanasan, maka pada bidang vertical sambungan
harus lapis perekat.

Anda mungkin juga menyukai