● Tekanan darah sistolik (SBP) lebih besar atau sama dengan 140 mmHg atau
tekanan darah diastolik (DBP) lebih besar atau sama dengan 90 mmHg dengan
selang waktu minimal 4 jam pada pasien yang sebelumnya normotensi.
● PEB : SBP lebih besar atau sama dengan 160 mmHg atau DBP lebih besar atau
sama dengan 110 mmHg pada satu kesempatan (hipertensi dapat dikonfirmasi
dalam hitungan menit untuk memfasilitasi terapi antihipertensi yang tepat waktu).
*Perlu dicatat bahwa hipertensi dan proteinuria dianggap sebagai kriteria klasik untuk
mendiagnosis preeklampsia, tetapi kriteria lain juga penting
DEFINISI EKLAMPSIA
Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG),
eklampsia adalah kondisi yang sangat serius yang terjadi ketika
preeklamsia tidak diobati atau tidak diobati dengan benar. Eklampsia
ditandai dengan kejang atau kejang-kejang yang terjadi pada ibu hamil
atau wanita yang baru melahirkan. Kejang dapat terjadi sebelum,
selama, atau setelah persalinan.
EPIDEMIOLOGI PREEKLAMPSIA
● Data epidemiologi menunjukkan bahwa preeklampsia terjadi pada 2–8%
kehamilan di seluruh dunia.
● Preeklampsia merupakan salah satu penyebab utama kematian maternal dan
perinatal
● Preeklampsia adalah salah satu penyebab mortalitas maternal tertinggi di
Indonesia. Insidensi preeklampsia di Indonesia adalah 128.273 kasus per
tahun atau sekitar 5,3% dari seluruh ibu hamil.
● Dalam 2 dekade terakhir, tidak ada penurunan yang signifikan pada insidensi
preeklampsia di Indonesia
EPIDEMIOLOGI EKLAMPSIA
● Prevalensi eklampsia secara global dilaporkan sebesar 0,3%
● Sebuah studi berbasis populasi menemukan bahwa angka insidensi yang
disesuaikan dengan usia dari gangguan hipertensi maternal selama kehamilan
(termasuk eklampsia) lebih tinggi di negara / wilayah dengan indeks
sosiodemografi dan indeks pembangunan manusia yang lebih rendah
● Wanita multipara dengan eklampsia memiliki risiko lebih tinggi untuk
mengembangkan hipertensi esensial dan memiliki tingkat kematian yang
lebih tinggi dalam kehamilan berikutnya daripada wanita primipara
ETIOLOGI PREEKLAMPSIA
● Kelainan genetik
● Ketidakseimbangan faktor angiogenik
● Peningkatan apoptosis atau nekrosis trofoblas
● Respons inflamasi maternal yang berlebihan terhadap trofoblas juga diperkirakan
merupakan etiologi preeklampsia.
FAKTOR RISIKO PREEKLAMPSIA
● Faktor genetik
● Wanita yang berstatus nullipara, berusia ≥35 tahun, dan/atau memiliki indeks
massa tubuh >30 selama kehamilan
● Kehamilan ganda
● Kehamilan yang diperoleh dari bantuan teknologi reproduksi
● Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
● Penyakit kronis seperti hipertensi kronis, diabetes yang diderita sebelum
kehamilan, trombofilia, dan penyakit ginjal.
● Penyakit yang berkaitan dengan disregulasi sistem imun seperti lupus
eritematosus sistemik dan sindrom antifosfolipid.
ETIOLOGI EKLAMPSIA
Etiologi eklampsia belum diketahui secara pasti. Meskipun mekanisme yang bertanggung
jawab atas perkembangan eklampsia masih belum jelas, beberapa faktor etiologi telah
diusulkan, antara lain:
● Predisposisi genetik
● Gangguan sistem kekebalan tubuh
● Ketidakseimbangan hormon dan gangguan endokrin lainnya
● Kekurangan atau kelebihan nutrisi tertentu dalam diet ibu hamil
● Gangguan pada invasi trofoblas ke dinding rahim
● Gangguan pada sistem koagulasi darah
● Kerusakan pada lapisan dalam pembuluh darah (endotel)
● Gangguan pada adaptasi kardiovaskuler selama kehamilan
● Kekurangan atau kelebihan nutrisi tertentu dalam diet ibu hamil
● Infeksi tertentu telah dikaitkan dengan peningkatan risiko eklampsia.
FAKTOR RISIKO EKLAMPSIA
● Preeklampsia. Preeklampsia adalah faktor risiko utama untuk eklampsia
● Multiparitas
● Wanita yang lebih tua dari 35 tahun atau lebih muda dari 20 tahun
● Wanita yang memiliki indeks massa tubuh (BMI) lebih dari 30
● Faktor genetik
● Gangguan sistem kekebalan tubuh
● Ketidakseimbangan hormon dan gangguan endokrin lainnya
● Kehamilan ganda
● Diabetes, hipertensi, dan penyakit ginjal
● Infeksi
MANIFESTASI KLINIS EKLAMPSIA
Fase Tonik
Fase Klonik
● 1-2 menit setelah fase klonik, otot mulai menyentak dan berkedut, mulai terjadi
kejang
● Lidah dapat tergigit, hematoma lidah, perdarahan lidah
Kondisi janin
● Nifedipine 10–20 mg per oral dapat diberikan dan diulang tiap 30–45
menit sampai dosis maksimal 40 mg. Selanjutnya, untuk dosis
pemeliharaan, gunakan nifedipine lepas lambat dengan dosis 20–60 mg,
1–2 kali sehari, dengan dosis maksimal 120 mg/hari.
● Untuk metildopa, dosis yang direkomendasikan adalah 250–750 mg, 2–3
kali sehari, dengan dosis maksimal 2 gram/hari.
TATALAKSANA PREEKLAMPSIA BERAT
Profilaksis Kejang:
Loading dose :
Maintenance dose :
● 1-2 g/jam selama 24 jam post partum atau setelah kejang terakhir
● Observasi produksi urin, refleks patella, frekuensi napas.
TATALAKSANA PREEKLAMPSIA BERAT
Kontraindikasi Pemberian MgSO4
Antihipertensi (labetalol, Labetalol Dosis awal labetalol adalah 20 mg intravena, kemudian dapat
nifedipine, hydralazine) ditingkatkan menjadi 40–80 mg dengan interval 10 menit,
sampai target penurunan tekanan darah tercapai.
TD > 160/110 mmHg
➢ Target TD harus Hydralazine Dosis awal hydralazine adalah 5–10 mg dalam 2 menit
<150/100 mmHg melalui intravena, kemudian dapat ditingkatkan menjadi 10
dalam 2x periksa mg setelah 20 menit dari dosis awal apabila tekanan darah
dengan jeda 4 jam sistolik masih di atas 160 mmHg atau diastolik masih di atas
➢ Penurunan TD tidak 110 mmHg.
boleh drastis Nifedipine Dosis awal nifedipin adalah 10 mg peroral, dapat ditingkatkan
➢ Kontrol TD post menjadi 20 mg. Nifedipine dapat diulangi hingga 2 kali
partum 48 jam pemberian dengan jeda 30 menit apabila tekanan darah
setelah persalinan sistolik masih di atas 160 mmHg atau diastolik masih di atas
110 mmHg.
TATALAKSANA EKLAMPSIA
Jenis Medikamentosa yang diberikan :