Anda di halaman 1dari 79

SPONSORED BY MEDIA PARTNER

Diskusi Interaktif
Sesi 1: Acute Chest Pain in Acute Coronary Syndrome
1. Tn. R 53 tahun, Nyeri Dada sejak 12 jam yang lalu. Diawali nyeri dada
hilang timbul sejak 2 minggu yang lalu. Nyeri dada awalnya saat
aktifitas saja. Tapi nyeri dada semakin bertambah. DM dan HT, Tidak
pernah kontrol. Obesitas, tidak pernah olahraga, paman serangan
jantung usia 50 th. Lemas, BP 150/95 mmHg, HR 110 bpm, RR 20x/m

Apa yang dilakukan Anda sebagai dokter di IGD atau DPJP di IGD…
A. Berikan nitrat SL dan pasang infus
B. Ambil darah sambil melakukan anamnesis
C. Cek hemodinamik dan periksa EKG
D. Memberikan loading aspirin dan clopidogrel
E. Memberikan antikoagulan subkutan
Jawaban C

Semua dapat dilakukan secara simultan. Namun


yang pertama adalah melihat hemodinamik dulu.
Kita lihat apabila pasien collapse, henti jantung,
tensi drop, harus ditatalaksana segera seperti
resusitasi. Baru kalau sudah aman bisa pasang EKG.
Baru berikutnya dapat dilakukan yang lain-lainnya
2. Dengan hasil EKG seperti ini, apa diagnosis pasien, dan rencananya…

a. NSTEMI dd/ UAP anterior,


stratifikasi risiko, berikan nitrat
dan DAPT
b. NSTEMI anterior, rencana
trombolitik
c. NSTEMI dd/ UAP anterior, kasih
nitrat dan tunggu hasil lab
karena pasien stabil dan hasil
lab menentukan tindakan
selanjutnya
d. Suspek STEMI anterior, ulang EKG
1 jam lagi untuk melihat ada
evolusi atau tidak sambal
menunggu hasil troponin
e. NSTEMI dd/ UAP, dihitung
risikonya untuk menentukan
waktu revaskularisasi
A

Yang pasti bukan D, karena EKG nya jelas bukan


STEMI.
NSTEMI tidak ada tempatnya untuk trombolitik
sehingga bukan B.
Terpenting adalah, kita melakukan stratifikasi resiko,
berikan tata laksana awal, lalu tentukan hasil
laboratorium. Antara A atau C. Namun paling
mendekati A.
3. Tn. R 53 tahun, Nyeri Dada sejak 12 jam yang lalu. Diawali nyeri
dada hilang timbul sejak 2 minggu yang lalu. Nyeri dada
awalnya saat aktivitas saja. Tapi nyeri dada semakin bertambah.
DM dan HT, Tidak pernah kontrol. Obesitas, tidak pernah
olahraga, paman serangan jantung usia 50 th. Lemas, BP 150/95
mmHg, HR 110 bpm, RR 20 x/m
Terapi medikamentosa apa yang diberikan pada pasien?
A. Loading aspilet 4 tab dan clopidogrel 8 tab
B. Loading aspilet 4 tab dan clopidogrel 6 tab
C. Berikan ACEi/ARB dan high dose statin
D. Nitrat regular 3 x 5 mg
E. Antikoagulan bolus
B

Yang pasti bukan antikoagulan bolus terlebih


dahulu, lalu juga bukan ACE inhibitor dan high dose
statin.
Nitrate 5mg sublingual dapat berulang, kalau
continuous chest pain baru diberikan secara
reguler. Untuk serangan, diberikan sesuai kondisinya
bahkan infus.
Loading betul 4 tablet, namun kalau STEMI yang
akan dilakukan primary PCI 8 tablet kalau bukan
bisa 4 tablet hingga 6 tablet.
4. Tn. R 53 tahun, Nyeri Dada sejak 12 jam yang lalu. Diawali nyeri
dada hilang timbul sejak 2 minggu yang lalu. Nyeri dada awalnya
saat aktifitas saja. Tapi nyeri dada semakin bertambah. DM dan HT,
tidak pernah kontrol. Obesitas, tidak pernah olahraga, paman
serangan jantung usia 50 th. Lemas, BP 150/95 mmHg, HR 110 bpm,
RR 20 x/m

Pasien terus mengalami nyeri dada, bahkan setelah diberikan nitrat,


lalu?
A. Berikan morfin
B. Rencanakan revaskularisasi
C. Segera echo
D. Cari kemungkinan penyebab non kardiak
E. Berikan PPI kombinasi sukralfat
A, B

Yang kita lakukan adalah A dan B. Revaskularisasi


penting karena ini merupakan on going chest pain
sehingga high risk, segera lakukan revaskularisasi.
Namun tidak mungkin pasien dibiarkan nyeri terus
menerus, sehingga diberikan morfin.
5. Setelah dilakukan angiogram,
didapatkan:

Selanjutnya apa yang direncanakan?


A. Pemasangan stent di tempat lesi
B. CABG elektif
C. Lakukan stress test atau FFR
D. Konservatif, karena ternyata masih
mengair sampai distal LAD
E. Lanjutkan antikoagulan drip
sampai 7 hari
A

jelas sekali ada lesi yang menyebabkan infark,


proksimal dari RAD sehingga harus pasang stent
disitu untuk membuka lesinya.
Q&A
Main Event: Sabtu,
11 Desember
Internal Medicine 2021

Acute Chest Pain in Acute Coronary Syndrome


Sesi 1
Bila ada pasien STEMI datang disertai dengan adanya melena ec
PSMBA, apakah bisa dilakukan pemberian loading DAPT? atau
bagaimana tatalaksana awal sebaiknya?

Jawaban:
Pertimbangan risk and benefit selalu menjadi pertimbangan kita dalam memilih terapi
yang terbaik bagi pasien. Apabila melena terjadi secara masif maka tatalaksana pemberian
DAPT harus dipertimbangkan dengan hati-hati bahkan sampai kita tidak bisa memberikan
DAPT loading maupun maintenancenya. Yang bisa kita lakukan adalah usaha untuk
menghentikan melenanya dgn drip PPI dll dan STEMInya kita tatalaksana sementara hanya
dengan pemberian nitrat drip atau obat2an yang lain.
Pada daerah perifer dan di Puskesmas di mana kami tidak mempunyai EKG dan pasien keluhan
nyeri dada atypical seperti pada lansia, apakah boleh di lakukan trial terapi dengan Nitral dan
loading antiplatelet jika dicurigai ACS ataukah dirujuk dan menunggu hasil pasti dari EKG dan
enzim jantung?

Jawaban:
Bila nyeri dada typical tidak ada salahnya untuk melakukan trial dengan memberikan
nitrat terlebih dahulu kemudian lihat apabila berkurang nyeri dadanya maka kemungkinan
besar memang pasien tersebut mengalami ACS. Bila tidak ada perdarahan maka loading
DAPT dapat diberikan sambal mempersiapkan untuk dirujuk. Sekali lagi kondisi seperti ini
harus diperhatikan kasus demi kasus dan selalu mempertimbangkan risk and benefit.
Pemilihan anti-platelet pada tatalaksana awal ACS apakah membutuhkan
DAPT atau cukup dengan single platelet saja?

Jawaban:
Pada tatalaksana ACS pemberian antiplatelet membutuhkan DAPT dan diloading dengan
jumlah sesuai indikasi.
Jika bekerja di RS tanpa adanya fasilitas PCI dimana pasien usia lanjut
dengan hematemesis melena dan STEMI, bagaimana penatalaksanaannya?

Jawaban:
Pertimbangan risk and benefit selalu menjadi pertimbangan kita dalam memilih terapi
yang terbaik bagi pasien. Apabila melena terjadi secara masif maka tatalaksana pemberian
DAPT harus dipertimbangkan dengan hati-hati bahkan sampai kita tidak bisa memberikan
DAPT loading maupun maintenancenya. Yang bisa kita lakukan adalah usaha untuk
menghentikan melenanya dgn drip PPI dll dan STEMInya kita tatalaksana sementara hanya
dengan pemberian nitrat drip atau obat-obatan yang lain.
Apakah boleh dibahas mengenai jenis-jenis ECG patterns lain seperti wellens,
shark T, de winter, dll yang mengarah kepada oklusi koroner?

Jawaban:

Secara singkat saja ya:


Wellens = T inverted dalam atau gambaran bifasik di lead V2-V3 (bisa V1-V6) yang
mengindikasikan oklusi di proksimal LAD
Shark T = biasa juga disebut Shak Fin, Lamda-Wave, giant R wave, triangular QRS-ST-T
waveform. Yaitu gambaran yang menunjukan bergabungnya gelombang QRS dengan T
yang menggambarkan kondisi STEMI yg khas dan high risk (berbahaya).
de Winter = digambarkan sebagai ST depresi yang diikuti gelombang T yang tinggi dan
simetris. Pattern ini menggambarkan awal ST elevasi dan diasosiasikan dengan oklusi
total di proksimal LAD
Tombstone = gambaran bergabungnya gelombang QRS-ST-T menjadi gambaran deplesi
keatas monofasik. Ini menggambarkan ST elevasi akut yang bisa sangat berbahaya
Jika ada pasien kondisi STEMI + syok cardiogenik, untuk pereda nyerinya bisa
menggunakan pilihan obat apa ya?

Jawaban:

Kita harus berusaha untuk meningkatkan dulu tekanan darahnya dengan pemberian inotrop
Kemudian bisa diberikan nitrat atau morfin. Revaskularisasi segera merupakan indikasi
untuk dilakukan segera dengan kondisi pasien seperti ini.
Apabila pada pemeriksaan EKG pertama mendapati bahwa hasil EKG masih normal namun
dengan gejala ACS khas, maka diperlukan pengulangan EKG 1 jam kemudian, selama
menunggu EKG yang ke-2 apakah boleh memberikan terapi :
- Nitrat 5 mg sublingual bila tidak ada hipotensi?
- Apakah aspirin dan clopidogrel boleh masuk dahulu?
- Captopril sublingual bila TD semisal > 200/100 mg/dL?

Jawaban:

Bisa diberikan karena kita sudah curiga suatu ACS kecuali ada kontrandikasi
Apabila ada peningkatan bilirubin/insufisiensi hepar, bagaimana adjustment
pemberian clopidogrel mengingat metabolisme clopidogrel terjadi di hepar?
Atau tetap diberikan sesuai guideline?

Jawaban:

Tetap diberikan dan tidak ada adjustment, mesti dilihat juga kondisi insuf heparnya secara
menyeluruh bagaimana.
Apa kontraindikasi pemberian golongan nitrat pada pasien ska? Jika tidak
bisa diberi apa opsi lain untuk pengganti nitrat?

Jawaban:

Kontrainsikasinya bila terjadi hipotensi, opsi lainnya bisa diberikan morphine atau nitrat
diberikan bersamaan dengan morphine. Manajemen tensi yang rendah harus dilakukan
dan apabila terindikasi adanya syok kardiogenik maka masuk ke highrisk dan harus
dilakukan segera PCI.
Pada pasien dengan gambaran EKG iskemik inferior kontraindikasi
pemberian nitrat, untuk tatalaksana awal sebaiknya dokter ?

Jawaban:

Tetap diberikan loading DAPT, kalau memungkinkan berikan morphine dan terapi lain
seperti ACEi atau ARB. Bila kontraindikasinya karena syok kardiogenik maka indikasi
segera PCI
Jika di temukan pasien nyeri dada ke arah ACS dengan EKG yang sesuai
dengan ACS dengan tensi dibawah 90 apakah aman untuk di berikan CPG
dan aspilet?

Jawaban:
Aman, berikan segera di loading terlebih dahulu
Apabila tidak terdapat pemeriksaan marker enzim jantung tropinin hanya
ada CK Nac dan LDH apakah efektif untuk terapi dan diagnosis angina
pectoris?

Jawaban:

Kalau tidak ada troponin bia digunakan CK dan LDH namun kelemahannya tidak spesifik
Jika ada pasien pria usia muda dengan keluhan angina, TD 140/90, EKG normal,
tidak ada fasilitas pemeriksaan troponin. apakah sebaiknya tetap dilakukan
tatalaksana awal ACS? dan jika tdk ada clopidogrel/ticagrelor, apakah boleh hanya
diberikan aspirin & isdn saja?

Jawaban:
Belum tegak ACS, setidaknya diulang dulu EKGnya. Apabila nyeridada tipical dan pasien
memiliki risiko mengalami aterosklerosis maka bisa saja kita anggap ACS dulu. Bisa
diberikan nitrat terlebih dahulu. Apa yang ada dulu diberikan dgn tetap diloading.
Perlukah troponin dicek berkala setiap beberapa jam sekali disesuaikan
dengan perubahan gejala klinis? Terima kasih

Jawaban:

Ya utk pasien yang tidak tegak dengan jelas apakah suatu ACS atau bukan. Pemeriksaan
Troponin serial adalah salah satu cara me-rule in atau rule out ACS
Pada pasien dengan KU pingsan mendadak dan kejang, terdapat penurunan
kesadaran dengan hematemesis, pada EKG ditemukan STEMI anteroseptal
dan riwayat post-COVID dan chronic coronary syndrome, bagaimana
tatalaksana awal yang tepat untuk ini?

Jawaban:

Awal tetap primary survey CAB, bila tidak ada sirkulasi dilakukan resusitasi sesuai BLS-
ACLS.
Selanjutnya bila hemodinamik stabil diberikan talaksana awal ACS seperti diberikan nitrat,
oksigen dan loading DAPT. Bila hematemesis akut maka loading DAPT bisa ditunda.
Segera pastikan tidak ada stroke atau penyebab lain yang menyebabkan pasien pingsan
dan kejang.
Segera lakukan PCI setelah tatalaksana awal dilakukan
Pasien datang ke igd pkm dengan tidak sadar, pupil merespon tapi midriasis, TD 60/40,
keluhan sebelumnya nyeri dada, hanya saja tidak ada ekg, sebaiknya apa yang harus kami
lakukan? Setelah kami resusitasi dan pemberi oksigen pasien sadar dan muntah hebat,
tetapi diperjalanan menuju RS pasien kembali syok dan meninggal dan badan menghitam,
apakah diagnosanya memang acs?
Jawaban:

Sepertinya lebih ke stroke walapun ACS masih bisa sebagai DD/. Yang dilakukan sudah
betul yaitu lakukan resusitasi dengan berupaya mempertahankan sirkulasi pasien dengan
upaya menaikan MAP nya.
Pada pasien ini sulit utk menyatakan ACS hanya berdasarkan keluhan sebelumnya
nyeridada.
1) pada pasien nyeri dada tipikal, dengan ekg nsteacs namun tidak ada pemeriksaan
enzim jantung di faskes apakah bisa dibedakan uap dengan nstemi hanya dengan EKG?
2) pada pasien klinis nyeri dada hebat, dan EKG namun dengan TD<90, obat apakah yang
bisa diberikan?

Jawaban:

1. Tidak bisa membedakan. Kalau tidak bisa dibedakan tidka apa apa yang penting
dinilai stratifikasi risikonya
2. DAPT, dan naikan tensi dengan inotrop. Setelah nsik berikan nitrat atau morphine
Diskusi Interaktif
Sesi 2: Clinical Approach to Septic and Septic Shock
1. Seorang laki-laki, 54 tahun dibawa ke IGD dengan keluhan sesak
napas yang memberat sejak 6 jam sebelumnya. Pasien sudah
merasakan demam tinggi disertai batuk berdahak kuning kehijauan
sejak 4 hari yang lalu, yang bertambah berat walaupun telah
berobat dan diberikan Cefixime 2x200mg sejak 2 hari yang lalu.

Parameter yang harus dinilai untuk menilai disfungsi pada organ,


kecuali:
A. Respirasi: PaO2
B. Hati: bilirubin
C. Gastrointestinal: bising usus
D. Neurologis: kesadaran
E. Ginjal: produksi urin
C

Memang yang dinilai 6 organ, sesuai tabel di


presentasi.
Gastrointestinal memang tidak dinilai, bisa ada
disfungsi namun tidak dinilai. Hati dinilai namun
dengan bilirubin tidak dengan SGOT SGPT, karena
bukan menggambarkan fungsi namun destruksi.
2. Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit berat, kesadaran
somnolen, tekanan darah 80/60 mmHg, nadi 112x/ menit, isi lemah,
frekuensi napas 30x/menit, suhu 38,2 oC. Sklera ikterik, paru suara
napas bronkovesikular, ronki basah kasar pada kedua lapang paru.
Pada pemeriksaan darah didapatkan Hemoglobin 11,1 g/dl, Leukosit
28.300/mm3, Trombosit 67.000/mm3.

Diagnosis infeksi yang tepat untuk pasien ini adalah:


A. Pneumonia
B. Sepsis ec pneumonia
C. Sepsis berat ec pneumonia
D. Syok sepsis ec pneumonia
E. Syok hemoragik
D

Nomenklatur saat ini hanya sepsis dan syok sepsis,


dan harus disebutkan penyebabnya apa, seperti
pada kasus ini yaitu pneumonia
3. Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit berat, kesadaran
somnolen, tekanan darah 80/60 mmHg, nadi 112x/ menit, isi lemah,
frekuensi napas 30x/menit, suhu 38,2 oC. Sklera ikterik, paru suara
napas bronkovesikular, ronki basah kasar pada kedua lapang paru.
Pada pemeriksaan darah didapatkan Hemoglobin 11,1 g/dl, Leukosit
28.300/mm3, Trombosit 67.000/mm3.

Pemeriksaan berikut perlu dikerjakan pada pasien tersebut dalam 1 jam


sesudah diagnosis sepsis ditegakkan:
A. Kultur darah, laktat
B. Kultur darah, procalcitonin
C. Laktat, procalcitonin
D. Laktat, CRP
E. CRP, procalcitonin
A

procalcitonin membantu guide antibiotik, tetapi


bukan hal yang vital
Jadi kultur darah dan laktat yang esensial
4. Prinsip pemberian antibiotik empirik yang tepat diberikan dalam 1
jam pertama penanganan sepsis:

A. Pemberian karbapenem
B. Pemberian antibiotik spektrum luas
C. Pemberian antibiotik yang mencakup spektrum anti-Pseudomonas
D. Pemberian antibiotik menunggu hasil kultur darah
E. Pemberian antibiotik sesudah hemodinamik pasien stabil
B

didunia nyata orang ingat sepsis ingat


carbapenem, ini merupakan hal salah, sepsis tidak
sama dengan carbapenem
sepsis masalah dengan etiologi dan antimikrobial
yang sesuai, sehingga kalau tidak bijak
pemakaiannya, bisa ada dampak yaitu resistance.
maka, harus tetap cari tau peneyababnya
untuk jawaban D D jangan menunggu juga kultur
darah
untuk E, tidak usah menunggu juga hemodinamik
stabil langsung saja empirik secara cepat
5. Sesudah dilakukan resusitasi, pasien tampak sakit berat, kesadaran
somnolen, tekanan darah 80/60 mmHg, nadi 116x/ menit, isi lemah,
frekuensi napas 30x/menit, suhu 38,2 oC.

Rekomendasi obat yang diberikan adalah:


A. Dobutamine
B. Dopamine
C. Sulfas atropine
D. Norepinefrin
E. Amiodaron
D

norepinefrin
jangan tertipu dengan dobutamin karena inotropik
septik syok pentingnya adalah vasopressor, berikan
norepinefron
kalau ada masalah dengan jantung baru inotropik
ditambah vasopressor
pilihannya antara norepinefrin atau dopamin,
namun dopamin dapat membuat masalah
konduksi
jadi gold standard adalah norepinefrin
Q&A
Main Event: Sabtu,
11 Desember
Internal Medicine 2021

Clinical Approach to Septic and Septic Shock


Sesi 2
Untuk resusitasi kristaloid pada pasien syok sepsis dengan BB 50kg , jika TD membaik sebelum 1500cc
habis diberikan apakah kita hentikan resusitasinya atau kita habiskan sisanya?

Lalu jika setelah membaik hipotensinya krn di resusitasi, dan beberapa menit atau jam kemudian kembali
hipotensi, apakah kita memberikan dosis resusitasi kristaloid yg sama seperti awal? atau kita langsung beri
vasopresor?

Jawaban:
Dapat diberikan seusai indikasi
Bagaimana tindakan awal pada pasien sepsis dengan riwayat CKD on HD,
seperti pemberian antibiotik tertentu yang tidak merusak fungsi ginjal?

Jawaban:

pilih antibiotik gangguan disfungsi organ nefrotoksik tapi perlu diadjust karena obat ini
clearancenya lewat ginjal (tidak ngerusak tapi karena tidak bisa dikeluarkan nanti
malah numpuk karena overload)
adjusmentnya disini
- pilih regimen
- dosis

dosis apa yg dipiilh? liat farmako dinamik dan kinetik


- pada hari pertama mau konsenstrasi maksimum bolus dosis full jadi tidak
diadjust
- adjust hari berikutnya sesuai dengan fungsi ginjal
Seberapa sering monitoring lactate level harus dilakukan untuk
mengevaluasi resusitasi secara lactate guided? Lalu untuk
monitoring-nya apakah bisa menggunakan lactate secara
glukometer juga?

Jawaban:
Monitoring dapat digunakan dengan laktat point of care testing
Dikerjakan dalam 6 jam sesudah resuitasi, namun dapat dinilai
ulang lebih dini.
Bagaimana dengan fasilitas yang tidak memiliki pemeriksaan laktat?
Bagaimana dengan penggunaan vasoproser pada pasien riwayat gagal
jantung?

Jawaban:
Sebagai alternatif laktat dapat dilakukan monitoring klinis sebagai
penanda kecukupan resusitasi (laju nadi, napas, produksi urin,
dsb)
Dapat diberikan sesuai indikasi
Untuk pemeriksaan D-dimer dan Immature Platelet Factor
apakah dapat dijadikan sebagai biomarker sepsis?

Jawaban:
Ya
Pada pasien sepsis karena gangren pedis, kapan
perlu dilakukan operasi untuk infection control?
Apakah ada target perbaikan KU terlebih dahulu?
Jawaban:

Secepatnya kondisi pasien stabil dan layak untuk


dilakukan operasi, source control perlu segera
dikerjakan
Pada pasien dengan sepsis namun ada komorbid CKD
sehingga tidak dapat dilakukan resusitasi cairan karena
ditakutkan overload, apakah langsung diberikan vasopressor
bila pasien mengarah ke syok?
Jawaban:
Dinilai dahulu kecukupan cairannya saat tersebut, karena tidak
tertutup kemungkinan pasien CKD dalam keadaan kekurangan
cairan
Apabila pasien tidak berespon juga dengan
pemberian norepinephrine apakah selanjutnya
boleh dilanjutkan dengan pemberian vassopressin?
Jawaban:

Dapat dilanjutkan dengan vasopresor lain, seperti


vasopresin
Diskusi Interaktif
Sesi 3: Hypoglycemia and Hyperglycemia Crisis:
Early Diagnosis and Management
1. Apakah perbedaan KAD dan HHS?

A. Pada KAD terdapat peningkatan betahidroksibutirat


B. Pada KAD terdapat hiperglikemia
C. Pada HHS terdapat dehidrasi
D. Pada HHS terdapat peningkatan counter regulatory hormones
A

KAD kita bicara mengenai absolute insulin


deficiency, maka muncul lah ketosis
HHS tuh tidak absolute insuline deficiency, maka
tidak muncal ketosis

Disebut dengan counterregulary hormone: ketone


hormone, pada KAD akan berada diatas 0.6
2. Laki-laki, 68 tahun, dibawa keluarganya ke IGD karena tidak sadar sejak 6 jam
SMRS. Pasien mengeluh demam dan batuk sejak 5 hari sebelumnya. Pasien
memiliki riwayat diabetes dan mendapat terapi Glargine 1x30 unit dan Metformin
500 mg 3x/hari.
○ Pemeriksaan fisik: Kesadaran somnolen, tekanan darah 100/60 mmHg, denyut
nadi 124x/menit, frekuensi nafas 28x/menit cepat dan dalam, suhu 39°C.
○ Laboratorium: Hb 14,2 g/dL, Ht 37 mg/dL, Leukosit 21.000/uL, Trombosit
356.000/uL, glukosa sewaktu 321 mg/dL, Beta hidroksi butirat 1,2 mmol/L, AGD
7,34/23/92/15/BE -2,4.

Apakah diagnosis yang paling tepat untuk pasien tersebut?

A. Ketoasidosis diabetikum
B. Status Hiperglikemia Hiperosmolar
A
ingat kata kuncinya, beta hydroxybutyrate lebih
tinggi dari 0.6mmol/L itu kunci DKA
3. Laki-laki, 68 tahun, dibawa keluarganya ke IGD karena tidak sadar sejak 6 jam
SMRS. Pasien mengeluh demam dan batuk sejak 5 hari sebelumnya. Pasien
memiliki riwayat diabetes dan mendapat terapi Glargine 1x30 unit dan Metformin
500 mg 3x/hari.
○ Pemeriksaan fisik: Kesadaran somnolen, tekanan darah 100/60 mmHg, denyut
nadi 124x/menit, frekuensi nafas 28x/menit cepat dan dalam, suhu 39°C.
○ Laboratorium: Hb 14,2 g/dL, Ht 37 mg/dL, Leukosit 21.000/uL, Trombosit
356.000/uL, glukosa sewaktu 321 mg/dL, Beta hidroksi butirat 1,2 mmol/L, AGD
7,34/23/92/15/BE -2,4.

Apakah penatalaksanaan yang paling tepat untuk pasien tersebut?

A. Infus koloid, insulin kerja cepat IV kontinyu dan sliding scale


B. Infus kristaloid, insulin kerja cepat SC dengan cara sliding scale
C. Infus kristaloid, insulin kerja cepat IV kontinyu dan KCl 50 mEq/12 jam
D. Infus kristaloid, bolus IV insulin kerja cepat, dilanjutkan IV kontinyu
D

Cairan diperhatikan, memperhatikan insulin juga,


lalu juga potassium
jawaban A salah karena tidak pakai koloid
jawaban B tidak gunakan sliding scale lagi karena
sangat menjadi fluktuatif
jawaban C kalium masih normal, jangan diberikan
langsung tetapi di cek dahulu dan kalau kalium
rendah, di hold dulu insulin, jadi jangan berikan dulu
dikasus ini sampai ada hasilnya
biknat jangan langung dikasih kalaul belum
dibawah 6.9
4. Seorang laki-laki, 45 tahun dibawa ke unit gawat darurat karena tidak sadar
sejak 3 jam SMRS. Istri pasien mengatakan sejak 4 hari pasien sering buang
air kecil, tidak nafsu makan dan lemah. Berat badan pasien menurun 10 kg
dalam 3 bulan. Pasien riwayat diabetes tapi tidak pernah berobat.
○ Pemeriksaan fisik: Kesadaran somnolen, TD 90/50 mmHg, N 122x/menit,
isi kurang, irama reguler, P 24x/menit, S 38,2oC
○ Laboratorium: Hb 17,3 g/dl; Ht 47%; GDS 452 mg/dl, kreatinin 1,3 mg/dl; Na
140 mEq/L; K 3,0 mEq/L; Cl 110 mEq/L; pH 7,34; pCO223 mmHg; pO2 92
mmHg; HCO3 22 mEq/L; BE -2,4; Saturasi O2 95%. ß hidroksi butirat 0,4
mmol/L

Apakah penatalaksanaan awal pada pasien tersebut?

A. Rehidrasi adekuat
B. Koreksi Hipokalemia
C. Drip insulin intravena
D. Pemberian dobutamin
A

yang pertama dikoreksi adalah cairan, yang lain


juga bisa tapi ini paling penting
5. Apakah komplikasi yang bisa terjadi karena terapi
KAD dan HHS ?

A. Syok hipovolemia
B. Trombosis
C. Hipoglikemia
D. Hiperkalemia
C
komplikasi karena terapi, jadi hipoglisemia
Q&A
Main Event: Sabtu,
11 Desember
Internal Medicine 2021

Hypoglycemia and Hyperglycemia Crisis: Early


Diagnosis and Management
Sesi 3
1. Jika pasien hipoglikemia tanpa riwayat diabetes setelah diberikan bolus
D40% dan dimaintenance D10% gula darah menjadi tinggi diatas 200, apakah
maintenance dihentikan? atau tetap dilanjutkan?

Jawaban:

Jika bukan diabetes, harus dicari tahu penyebab hipoglikemianya apa. Target
penatalaksanaan tidak harus 200 mg/dL, tapi hanya diambang normal. Jika
penyebab bukan diabetes, akan sulit mencapai GD>200 karena penyebabnya
belum ditatalaksana, misal insulinoma atau intake yang kurang. Kalau hanya
intake kurang, jika diet sudah diperbaiki dan GD >200, hentikan infus Dx.
Namun pada insulinoma, hipoglikemia ini akan sulit tertangani, jadi harus segera
ditatalaksana insulinoma nya
2. Jika pasien hipoglikemi dengan riwayat GD2PP yang rendah dibanding
GDP dan pasien saat ini datang ke IGD dengan kondisi hipoglikemia dan baru
selesai makan beberapa jam sebelum masuk IGD, bagaimana tatalaksananya
dok?

Jawaban:
Gula darah puasa lebih dari tinggi dibandingkan PP, ini sering terjadi pada pasien
DM baru. Ini terjadi pada pasien dengan resistensi insulin tinggi. Apabila dia
hipoglikemia habis makan, bisa dilihat kemungkinan terapinya terlalu agresif (jika
memang sudah menggunakan obat DM), sehingga dosis perlu disesuaikan

Jika bukan diabetes tatalaksana sama dengan hipoglikemia biasa dan cari
penyebabnya (baca jawaban No. 1)
3. Terkait hipoglikemia, bila di RS glucagon tidak tersedia di dapatkan, apakah
dapat di beri kortikosteroid dosis tinggi sebagai pengganti glucagon? Batasan
dosis dan brp kali dapat di coba diberikan dan kortikosteroid yang baik digunakan
hidrokortison atau methyprednisolone dapat di berikan?

Jawaban:
Tatalaksana awal adalah diberikan glukosa jika sadar, dan infus/bolus Dx jika tidak sadar.
Glukagon 1 mg IM dapat diberikan sebagai alternatif lain terapi hipoglikemia jika akses
intravena sulit dicapai (hati – hati pada pasien malnutrisi kronik, penyalahgunaan alkohol,
dan penyakit hati berat).

Harus dipertimbangkan penyebab hipoglikemia nya insulin atau obat yang bekerja berapa
lama. Hal ini akan menentukan berapa lama hipoglikemia yang akan terjadi. Jangan
terburu2 memberikan steroid, koreksi dengan Dx dahulu.

Boleh dipertimbangkan steroid jika memang sudah dikoreksi berkali kali namun GD masih
tetap rendah
4. Bagaimana cara penatalaksanaan hiperglikemi di puskesmas?

Jika hiperglikemia tanpa KAD atau HHS, tatalaksana DM sesuai pilar di konsensus
Perkeni:
- Edukasi
- Perencanaan makan
- Aktifitas fisik yang teratur
- Obat2an (yang ada di tempat kerja Anda)
- Pemantauan mandiri

Jika sudah melakukan itu semua dengan dosis obat yang sudah optimal (terkadang
dosis masih suboptimal) namun masih belum terkontrol setelah 6-12 bulan,
pertimbangkan untuk rujuk ke Faskes sekunder.

Jika yang dimaksud adalah tatalaksana KAD/HHS di puskemas:


- Segera pasang IV line
- Pasang oksigen
- dst sesuai algoritma di slide berikut
- Sesuai dengan kemampuan tempat kerja Anda, jika akan merujuk. Pastikan sudah
terpasang IV line, jika memungkinkan sudah terpasang insulin drip juga dengan
dosis kecil. Dan sudah diberikan bolus insulin
Saat akan mendiagnosis KAD, lakukan
pemeriksaan yang bisa dilakukan di
tempat anda bekerja sesuai dgn tabel
di sebelah ini
5. Pada pasien KAD dengan asidosis, untuk pemberian cairan dengan NaCl
apakah tidak masalah dengan risiko asidosis akibat rehidrasi dengan NaCl?

Jawaban:
Kristaloid boleh apa aja, NaCl atau RL bisa digunakan
6. Jika pasien dengan riwayat DM dengan GDP 400 mg/dL apakah perlu
tatalaksana agresif seperti HHS atau KAD?

Jawaban:

Patikan pada pasien terdapat gejala dan tanda kearah KAD atau HHS, jika tidak ada,
bisa ditatalaksana dengan oral/injeksi di rumah dengan pemantauan ketat utk cek
gula darah mandiri. Sampaikan juga jika terjadi tanda/gejala ke arah KAD/HHS segera
ke RS
Selain itu harus dicaritahu penyebab GD bisa setinggi itu dan segera tatalaksana
penyebabnya, misal tidak minum/suntik obat DM, makan tidak sesuai atudan DM, ada
infeksi dll
7. Bagaimana regulasi gula darah yang tepat pada pasien lansia dengan
dispepsi DD gastropati DM dengan riwayat DM dan intake kurang?
Bagaimana regulasi gula darah yang tepat pada pasien lansia dengan
dispepsi DD gastropati DM dengan riwayat DM dan intake kurang?
Jawaban:

- Tentukan target glikemik yang anda inginkan


- Pada pasien lansia apalagi dengan komorbid, target tidak perlu terlalu ketat, sesuai
dengan kondisi pasiennya, misal Hb1C 7-7,5
- Cari obat yang bisa mencapai target itu denan efek samping GI yang minimal,
misal:
• metformin dosis rendah dulu 2x500 mg, jika tidak ada ES bermakna bisa
dinaikkan 3x500 mg.
• Sebaiknya tidak diberikan acarbose krn ES flatulens cukup berat
• SU kerja panjang, misal glimepiride mulai dosis rendah 0,5-1 mg atau
glibenklamid 5 mg
• SU kerja pendek, misal glikuidon mulai dengan 2x15 mg
- Jangan terlalu ketat dalam meberikan diet pada lansia, apalagi dengan intake
kurang. Pada dasarnya diet DM adalah diet seimbang, diet yang sama dengan
orang sehat. Kecuali jika terdapat komorbid atau komplikasi, diet akan mengikuti
komorbid atau komplikasi nya
8. Jika pasien hipoglikemi dengan riwayat GD2PP yang rendah dibanding
GDP dan pasien saat ini datang ke IGD dengan kondisi hipoglikemia dan baru
selesai makan beberapa jam sebelum masuk IGD, bagaimana
tatalaksananya?

Jawaban:
Sama dengan nomor 2
9. Mengenai hipoglikemi bila di RS glucagon tidak tersedia di dapatkan, apakah dapat di
beri kortikosteroid dosis tinggi sebagai pengganti glucagon? Batasan dosis dan berapa
kali dapat di coba diberikan dan kortikosteroid yang baik digunakan hidrokortison atau
methyprednisolone dapat diberikan?

Jawaban:
Sama dengan nomor 3
10. Pada pasien KAD, apakah pemberian kristaloid dulu diselesaikan baru diberikan insulin
bolus cepat dan kontinyu, atau diberikan secara simultan?

Jawaban:
Bisa simultan, tapi mohon dahulukan pemasangan cairan dahulu sambil menyiapkan
insulinnya. Harusnya pasang IV line dan pemberian kristaloid lebih cepat dibanding
pasang insulin drip karena RL atau NaCl pasti sudah tersedia dengan mudah di IGD.
Saat insulin sudah siap, cek kembali gula darahnya karena jika rehidrasinya baik
harusnya GD akan turun
11. Saya pernah mendapatkan dengan GDS sekitar 1300 kondisi somnolen, tidak ada pernapasan kusmaul
di tempat saya bekerja tidak ada pemeriksaan SE dan BGA. Namun di EKG didapatkan gambaran T
tall. yang saya tanyakan apakah ada tempat untuk koreksi kalium dengan injeksi ca gluconas atau
cukup dengan rehidrasi dan insulin?

Jawaban:

GD 1300 kemungkinan besar HHS, namun


tetap sebaiknya cek keton urin untuk
menyingkirkan KAD.
Gambaran T tall menandakan hiperkalemia,
jadi tentu tidak kita berikan KCl dahulu
(walaupun diberikan drip insulin). Lihat
algoritma di sebelah ini. Tidak perlu dberikan
Ca glukonas karena dengan pemberian drip
insulin akan turun dengan sendirinya. Karena
itu cek Kalium secara berkala, untuk
memastikan langkah apa yang perlu
diberikan berikutnya
12. Bagaimana tatalaksana rehidrasi pada pasien hiperglikemi dan riwayat
CHF / hasil ro thorax dengan kardiomegali?

Jawaban:

Tetap diberikan loading cairan namun dengan jumlah yang lebih sedikit dan kecepatan
loading yang lebih lambat. Jumlah dan kecepatan loading sangat bergantung dengan
kondisi klinis pasien, misal diberikan 250 ml dalam 15 menit, kemudian evaluasi tanda
dehidrasi di mukosa, TD, JVP (jika memungkinkan pasang CVP), ronki, dan urin

Kondisi yang harus diwaspadai adalah: CHF, kelainan katup jantung, kardiomegali,
hipertensi lama, nyeri dada krn susp ACS, CKD
13. Bagaimana mengenali KAD pada anak karena pemeriksaan gds pada anak tidak
rutin di igd. Saya pernah dapat kasus anak 10 th dengan keluhan nyeri ulu hati, 2
hari setelah perawatan pasien kejang dan gds 500

Jawaban:

Jika terdapat tanda dehidrasi, tanda dan gejala hiperglikemia harus ditanyakan pd
anamnesis, misal 3P, jika ada harus cek GD. Begitu juga saat terdapat penurunan
kesadaran, pemeriksaan GD adalah wajib, terlepas anak atau dewasa. Apalagi jika
sudah didiagnosis DM sebelumnya, setiap masuk RS harus cek GD
14. Pada hipoglikemia ketika sudah bolus d10% kesadaran pasien dari somnolen naik
menjadi compos mentis, setelah itu pasien mengeluh menggigil, apakah perlu terapi
tambahan mengenai menggigil?

Jawaban:

Demam adalah respons tubuh terhadap inflamasi atau infeksi. Saat tubuh mulai
demam, hipotalamus sebagai pusat termoregulator akan mengirim sinyal untuk
menyamakan suhu dibadan dalam bentuk menggigil, setelah itu tubuh akan
mengeluarkan keringat.

Yang perlu dilakukan saat menggigil adalah selimuti pasien, karena dia sedang
kedinginan, namun saat sudah berkeringat buka selimutnya. Kemudian evaluasi
apakah demamnya karena infeksi atau karena dehidrasi, jika ya, obati infeksinya, bukan
menggigilnya.

Anda mungkin juga menyukai