Anda di halaman 1dari 4

Sesi 1

QnA dengan dr. Simon Salim Sp.PD-KKV

1. Yuranto Eka Putra 01:22 PM


Q: Skoring covid yang standar menggunakan bakan skoring yang mana ya?
A: Bila yang dimaksudkan standar adalah yang sudah berulang – ulang dilakukan validasi dan
terbukti selalu dapat memberikan hasil yang baik di semua tempat, saya rasa belum ada yang
dapat dikatakan standar, beberapa penelitian memberikan “skoring” untuk variable – variable
yang ditemukan membantu memprediksi motalitas atau prognosis pasien, berdasarkan set data
yang mereka miliki, tentunya setiap sistem ini perlu diperhatikan benar – benar karakteristik
data dasar pasien yang digunakan, apakah dapat diaplikasikan pada karakteristik pasien yang
kita jumpai. Penjelasan yang lebih lengkap di luar topik bahasan kita kali ini.

2. Perdana Aditya Rahman 01:33 PM


Q: Yth. dr. Simon: Apakah semua pasien COVID-19 perlu dievaluasi Troponin dan NT-pro-BNP?
A: Ada peneliti yang menganjurkan untuk membantu triage dan prognosis pasien – pasien
COVID, namun apakah algoritme yang diajukan tersebut benar – benar memberikan hasil luaran
(outcome) klinis yang berbeda tentunya masih perlu diuji cobakan lebih lanjut.

3. Fatimah Agustiani 01:40 PM


Q: Pertanyaan ditujukan kepada dr simon: Pasa pasien covid dan riwayat pjk, setelah krs sampai
berapa lama pemberian anticoagulan dan bagaimana dengan pemakaian cardioaspirin yang
selama ini diminum
A: Sekali lagi, pengalaman dan pengetahuan kita mengenai COVID masih terbatas, kita memiliki
data pada pasien sebelum era COVID yang sempat dirawat karena penyakit non bedah (acute
medical illness hospitalized patients) dapat memiliki risiko DVT yang lebih meningkat sampai 90
hari pasca perawatan. Beberapa faktor risiko juga diketahui meningkatkan risiko DVT ini seperti
usia lanjut dan penyakit kronis seperti kanker. Bagaimana profil pada pasien COVID-19 belum
dapat dikatakan secara pasti. Apabila diputuskan untuk dilakukan pemberian anticoagulant
profilaksis, aspirin dapat dihentikan pada pasien PJK stabil (bukan dalam 1 tahun pertama
serangan jantung akut, atau tindakan invasive pada pembuluh darah koroner)

4. Winarko Luminturahardjo 01:45 PM


Q: Pertanyaan utk dr Simon, pada pasien covid19 yang mendapatkan hidroksi klorokuin (HCQ)
dan QT interval memanjang, apakah HCQ harus distop, berapa lama atau dapat diadjust
dosisnya?
A: Pemberian HCQ pada dosis yang dianjutkan dan lama waktu yang dianjurkan (5 hari) pada
beberapa laporan dapat meningkatkan QT interval, namun kejadian TdP relative sangat jarang.
Apabila ditemukan pemanjangan QT interval, koreksi penyebab yang dapat dikoreksi seperti
elektrolit, dan sapih obat2an lain yang memperpanjang QT interval. Keputusan untuk
melanjutkan atau menghentikan HCQ diserahkan kepada DPJP, apakah benefit dinilai lebih
besar dibandingkan potensi harm.

5. Rizki Febriawan 01:49 PM


Q: Selamat siang dokter. ijin bertanya. bagaimanakah Cara membedakan miokarditis dan infark
pada gambaran EKG dimasa pandemi ini? apakah pemberian steroid memberi manfaat pada
case miokarditis? terima kasih
A: Sulit untuk membedakan, dan Sebagian disebabkan karena laporan mengenai miokarditis
COVID juga masih tersebar – sebar. Kombinasi dari gambaran klinis dan serial EKG, bila
diperlukan echocardiografi mungkin dapat membantu, namun pada akhirnya lebih penting
untuk melakukan stabilisasi hemodinamik daripada hanya sekedar mengetahui apakah ada
tidaknya myocarditis. Hal ini juga karena kita pun belum memiliki terapi definitive yang akan
“menyembuhkan” seandainya myocarditis COVID ditegakkan. Di lain pihak manajemen invasive
untuk infark miokard pada pasien COVID memerlukan lab kateterisasi yang khusus dan tidak
semua tempat dapat melakukan, sehingga pada akhirnya Kembali ke manajemen stabilisasi
hemodinamik.

6. Indiyah Suryani 01:53 PM


Q: Pemeriksaan apa saja yang direkomendasikan untuk mengetahui gangguan cardiovaskuler
untuk pasien covid, dan evaluasi pemeriksaan lanjutan dilakukan setelah berapa lama?
A: Belum ada rekomendasi spesifik karena COVID ini masih baru; untuk pasien pada umumnya
yang memberikan gejala penurunan fungsi jantung, biasanya dianjurkan setidaknya untuk
dilakukan evaluasi treadmill test (menilai kapasitas fungsional dan respons jantung terhadap
stress fisik) dan echocardiografi. Berdasarkan data yang diperoleh dapat dipertimbangkan
pemeriksaan lebih lanjut.

7. Mochamad Fachrureza 01:54 PM


Q: Selamat siang. Izin bertanya kepada dr Simon, apakah perlu dilakukan screening kadar
troponin pada pasien covid 19 dengan underlying riwayat penyakit kardiovaskular tanpa ada
gejala angina? Bagaimana dengan terapi AF pada pasien covid apakah ada perbedaan dengan
AF pada non covid? Terima kasih.
A: Sama dengan jawaban sebelumnya, troponin mungkin dapat membantu dalam stratifikasi
prognosis namun belum ada saran definitive perubahan terapi berdasarkan hasil troponin
semata – mata. Dokter penanggung jawab yang perlu memastikan perlu tidaknya dilakukan
suatu pemeriksaan bila tidak akan merubah diagnosis atau tatalaksana, atau algoritme mana
yang digunakan. Khusus untuk AF, manajemen utama berupa pencegahan stroke dan
mengurangi laju nadi (rate control) serupa pada pasien non covid (jangan karena COVID, kita
lupa stroke prevention pada pasien AF), sebaliknya anticoagulant dapat diberikan lebih lama
sesuai dengan CHADSVASC score (khusus pada AF yang tidak disertai kelainan Mitral stenosis
atau protesa valve), dan pada semua AF yang mengalami kelainan mitral stenosis sedang - berat
/ katup protesa.

8. dr. Susy Erwinasari 01:54 PM


Q: To dr Simon. Efektivitas pemberian antiplatelet pada pasien covid 19 dengan myocard infark.
Terimakasih
A: Belum ada studi mendetil mengenai hal ini, namun kita tetap beranggapan bahwa terapi
antiplatelet masih diperlukan pada pasien COVID dengan miocard infarct. Sebagai catatan,
Pasien pasca miocard infarct meskipun tidak dilakukan manajemen invasive, tetap memerlukan
dual antiplatelet selama 12 bulan, bila pasien karena COVID nya memerlukan anticoagulant,
maka penggunaan anticoagulant + single antiplatelet sudah cukup memadai pada sebagian
besar kasus. Pada beberapa kasus saja yang dapat dipertimbangkan triple therapy
(anticoagulant + dual antiplatelet), keputusan mengenai hal ini akan mempertimbangkan profil
manfaat dan risiko dari pencegahan thrombosis dan perdarahan pada setiap individu pasien.
9. Yosefin Ratnaningtyas 01:56 PM
Q: Saya Yosi dari Purwokerto. Ingin bertanya kepada dr. Simon Salim, bagaimana penanganan
pasien dengan nyeri dada dan EKG ST Elevasi + rontgen paru clear tadi di era Covid bila kita
dapatkan di daerah yang tidak memiliki sumber daya cukup, apakah tetap diterapi sebagai ACS?
A: Ada beberapa laporan kasus pasien dicurigai sindrom coroner akut, dan paru2 bersih,
ternyata Ketika dilakukan pemeriksaan angiografi coroner didapatkan hasil yang bersih, dan
follow up mendapatkan pasien ternyata mengalami cardiac involvement dari COVID dengan
manifestasi paru yang sangat minimal. Penanganan tetap sebaiknya sesuai standar penanganan
SKA, namun dengan protokol keamanan tenaga medis sesuai dengan menghadapi COVID. Saat
ini menurut saya pribadi sebaiknya dalam menghadapi semua pasien, kita selalu menganggap
pasien tersebut berpotensi menularkan COVID, sehingga APD yang digunakan jangan kendor
hanya karena diagnose COVID tidak dinyatakan atas pasien tersebut.

10. Roynikko - 01:56 PM


Q: Saya dr. Roynikko, izin bertanya ke narasumber.. Apakah terdapat laporan kasus mengenai
Covid dengan kejadian vaskulitis?
A: Ada beberapa, meskipun sekali lagi pengetahuan kita mengenai hal ini masih terbatas, dan
manifestasinya tidak sebanyak / seberat kelainan organ lain seperti paru dan jantung. Karena
fokus utama dari penanganan COVID pada Sebagian besar centre adalah untuk meningkatkan
survival, patofisiologi vasculitis pada COVID mungkin memerlukan waktu lagi untuk lebih
established

11. Risna Sagitasari 01:57 PM


Q: Saya dr. risna, Samarinda ingin bertanya pads dr. Simon: kapan waktu yang optimal untuk
pemberian obat golongan ARB, pagi atau malam?
A: Pertanyaan ini di luar topik pembahasan kita kali ini. Tapi menurut saya, belum ada bukti yang
cukup meyakinkan bahwa perbedaan waktu minum obat akan memberikan major outcome yang
berbeda mengingat obat yang digunakan sekarang didesain untuk memberikan efek 24 jam.
Mungkin ada beberapa laporan yang menunjukkan perbaikan proteinuria atau rasio tekanan
darah malam dan pagi hari, namun saya pribadi belum yakin untuk menganjurkan timing
tertentu Ketika mengkonsumsi obat yang didesain bekerja untuk 24 jam. Mungkin ke depan kita
dapat memperoleh penelitian – penelitian lain yang lebih meyakinkan.

12. Nikko Darnindro 01:57 PM


Q: T inverter luas, apa bisa jadi penanda miokarditis? Apakah tropinin bisa diganti ck ckmb?
A: EKG hendaknya menjadi alat bantu diagnosis dan bukan penentu diagnosis satu – satunya.
Kecuali kelainan aritmia yang ditangkap pada EKG pada saat aritmia itu muncul, barulah EKG
memiliki nilai diagnostic yang tinggi, pada kondisi lain seperti kelainan gelombang t, bisa terjadi
pada berbagai kelainan, dan tidak bisa serta merta dihubungkan ke myocarditis. Troponin dan
CK CKMB memiliki beberapa perbedaan sensitifitas dan spesifisitas organ jantung, dan berbeda
dalam kondisi fungsi ginjal yang berbeda – beda pula.

13. DINAR YUDISTIRA FIRDAUS 01:58 PM


Q: Mohon ijin bertanya dok, merujuk dari casereport terkait myocarditis pada cov19 dgn klinis
ACS, apakah perlu dilakukan konfirm cov19 pada semua pasien dengan klinis ACS? bagaimana
manajemen tatalaksana dalam menunggu hasil konfirm cov19 tersebut dok?
A: Manajemen ACS sebaiknya tidak tertunda bila memungkinkan pada kasus yang sedang
menunggu konfirmasi COVID. Hal – hal seperti stabilisasi hemodinamik, pemberian antiplatelet
tentunya sudah dapat dikerjakan sambil menunggu hasil. Kebijakan untuk melakukan skrining
COVID diserahkan kepada fasilitas kesehatan masing- masing, namun saya pribadi
menganjurkan apapun hasilnya dari skrining (misal rapid test COVID dan CT scan paru
memberikan hasil negative covid), perlakukan semua pasien sebagai potensial menularkan
COVID, sehingga APD tidak diturunkan hanya karena diagnose COVID tidak tegak.

14. Margiastoeti Margiastoeti 02:00 PM


Q: ke dr. simon: Bagaimana menjaga karyawan yang sudah pasang ring agar tidak terpapar c19,
dan apakah bisa bekerja shift (2 hari pagi, 2 hari siang, 2 hari malam dan 2 hari off). Terimakasih
(dr. margiastoeti, IHC Mulia Industrindo)
A: Pertanyaan ini di luar topik yang kita bahas. Tidak terpapar covid dilakukan dengan karantina,
menurunkan risiko penularan menggunakan masker dengan benar, menjaga jarak (mengurangi
kepadatan dan ventilasi udara yang baik), dan cuci tangan. Shift termasuk membantu karena
diharapkan dapat mengurangi kepadatan, tapi bukan shift pada dirinya sendiri yang
menurunkan risiko penularan. Ketika dilakukan shift namun tidak disiplin dalam menggunakan
masker, dan menjaga jarak (Ketika makan duduk dekat2 buka masker dan ruangan tertutup
yang padat) tentunya shift menjadi kurang manfaatnya.

Anda mungkin juga menyukai