Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH SGD 8 MODUL-21

(KEDOKTERAN KEHAKIMAN)

SKENARIO 5

RIFANA ATIFA VASERA


71180811094

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA
T.A 2020/2021
Lembar Penilaian Makalah

NO Bagian yang Dinilai Skor Nilai

1 Ada Makalah 60

2 Kesesuaian dengan LO 0 – 10

3 Tata Cara Penulisan 0 – 10

4 Pembahasan Materi 0 – 10

5 Cover dan Penjilidan 0 – 10

TOT AL

NB : LO = Learning Objective Medan, 5 September 2021

Dinilai Oleh :

Tutor

(dr. Ari Kurniasih, M.Ked.(Ped),Sp.A

i
KATA PENGANTAR

Pertama- tama Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan perkenan-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Miras Oplosan” ini.
Tidak lupa saya juga mengucapkan rasa terima kasih kepada tutor kami SGD 8 yang telah
mengarahkan dan membimbing jalannya diskusi.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas SGD (Small Group Discussion). Dengan
makalah ini saya berharap dapat menambah pengetahuan dan pengalaman.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, saya yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat saya
harapkan dari dosen-dosen sebagai penyempurna makalah ini.

Medan, 5 September 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ..........................................................................................................................................iii
PENDAHULUAN ...................................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................................................................. 1
B. Skenario ......................................................................................................................................... 2
C. Rumusan Masalah ........................................................................................................................ 3
D. Tujuan............................................................................................................................................ 3
BAB II ........................................................................................................................................................ 4
PEMBAHASAN ......................................................................................................................................... 4
1. Definisi alcohol dan konsentrasinya dalam berbagai minuman ................................................ 4
2. Implikasi medicolegal farmakokinetik alkohol ........................................................................... 8
3. Tahapan intoksikasi alkohol ...................................................................................................... 11
4. Pemeriksaan medicolegal untuk intoksikologi alcohol ............................................................. 14
5. Pemeriksaan postmortem untuk intoksikasi alkohol ............................................................... 15
BAB III ..................................................................................................................................................... 20
PENUTUP ................................................................................................................................................ 20
Kesimpulan.......................................................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................... 22

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak kasus terkait dengan keracunan minuman, beralkohol oplosan sudah terjadi dalam
beberapa tahun terakhir ini yang mengakibatkan terjadinya keracunan pada beberapa wisatawan
dan penduduk setempat, bahkan terdapat beberapa kasus hingga menyebabkan kematian beberapa
turis wisatawan asing. Pada tahun 2012, 36 orang yang berasal dari Bangli harus mendapatkan
perawatan di Rumah Sakit Sanglah setelah mengkonsumsi arak oplosan dan mengalami beberapa
gejala keracunan methanol seperti: penglihatan rabun, sulit bergerak dan muntah--‐muntah. Dalam
kasus ini mengakibatkan 2 (dua) orang meninggal dan 8 orang mendapatkan perawatan dan harus
melakukan hemodialisis untuk mencegah gagal ginjal akut (Dinkes Prov. Bali, 2012).
Selain itu, terjadi lagi kasus di Desa Munduk Banyuatis, Kabupaten Buleleng pada tanggal
11 Januari 2014. Dilaporkan bahwa terdapat 55 orang mengalami keracunan methanol, 3 orang
meninggal, 2 orang dirawat inap, dan 50 orang rawat jalan (Dinkes Prov. Bali, 2014). Dan masih
banyak lagi kasus yang terjadi namun tidak terlaporkan. Hal ini perlu segera untuk ditindak lanjuti,
mengingat kasus keracunan minuman beralkohol oplosan yang semakin meningkat dari tahun ke
tahun. Dimulai dengan melakukan promosi Kesehatan mengenai bahaya minuman beralkohol
oplosan pada masyarakat setempat diharapkan dapat meningkatkan kesadaran, kewaspadaan dan
pengetahuan mereka.
Oleh karena itu, sangat penting untuk memberikan pelatihan kepada tenaga Penyuluh
mengenai hal tersebut sehingga mereka mampu menyampaikan informasi yang benar dan tepat
kepada masyarakat. Berdasarkan Global status report on alcohol and health 2014, dari 241.000.000
orang penduduk Indonesia, Prevalensi gangguan karena penggunaan alkohol adalah 0,8% dan
prevalensi ketergantungan alcohol adalah 0,7% pada pria maupun wanita. Apabila dilihat dari
persentasenya, prevalensi gangguan karena penggunaan alkohol dan prevalensi ketergantungan
alkohol sangatlah kecil. Namun, apabila angka tersebut dikalikan dengan jumlah penduduk
Indonesia, sebanyak 1.928.000 orang penduduk Indonesia mengalami gangguan karena
penggunaan alkohol dan sebanyak 1.180.900 orang penduduk Indonesia mengalami
ketergantungan alkohol.
Bahaya mengkonsumsi alkohol termasuk dalam lima besar faktor resiko untuk penyakit,
kecacatan dan kematian di seluruh dunia. Konsumsi alkohol dapat meningkatkan berbagai resiko

1
terhadap kesehatan seperti ketergantungan alkohol, sirosis hepar, kanker dan luka-luka akibat efek
langsung maupun tidak langsung dari intoksikasi alkohol. Tosikologi forensik adalah salah satu
cabang forensik sains, yang menekunkan diri pada aplikasi atau pemanfaatan ilmutoksikologi dan
kimia analisis untuk kepentingan peradilan. Kerja utama dari toksikologi forensik adalah
melakukan analisis kualitatif maupun kuantitatif dari racun dari bukti fisik dan menerjemahkan
temuan analisisnya ke dalam ungkapan apakah ada atau tidaknya racun yang terlibat dalam tindak
kriminal, yang dituduhkan, sebagai bukti dalam tindak kriminal (forensik) di pengadilan.
Hasil analisis dan interpretasi temuan analisisnya ini akan dimuat ke dalam suatu laporan
yang sesuai dengan hukum dan perundangan-undangan. Pada tahun 2500 SM, bangsa Sumeria
diketahui menyembah dewi racun yang disebut Gula. Dalam mitologi Yunani, terdapat beberapa
rujukan tentang racun, di antaranya adalah kosah tentang Medea, cucu dari Helios (dewa
matahari). Medea ingin membunuh anak tirinya, Theseus dengan minuman anggur beracun.
Namun, usaha tersebut digagalkan oleh Aegeus, suami Medea. Tulisan tertua mengenai racun
ditemukan di Mesir dan berangka tahun sekitar 3000 SM dan dokumen tentang penelitian tanaman
beracun yang dilakukan oleh Menes, raja Mesir.

B. Skenario
Miras Oplosan
(Level Kompetensi 3A)
Seorang pemuda pingsan usai pesta minuman keras (miras) oplosan bersama dengan
teman-temannya. Pemuda tersebut merasa pusing dan mual setelah meminum miras oplosan
tersebut. Warga mengetahui hal tersebut langsung membawa pemuda itu ke puskesmas.
Sebelumnya warga sudah mengingatkan agar tidak meminum miras terlalu banyak sehingga terjadi
keributan di sekitar permukiman warga. Polisi yang tiba di lokasi masih menyelidiki miras jenis
oplosan tersebut dan dimana membelinya. Berdasarkan informasi yang didapat, pemuda yang
pingsan tersebut yang membeli miras oplosan itu.
Dokter yang bertugas di Puskesmas mendapati pemuda tersebut dalam keadaan:
pernapasan yang lambat dan mendengkur, denyut nadi cepat dan halus. Pasien tidak dapat
dibangunkan walaupun dengan guncangan yang keras. Suhu tubuh dibawah normal, pupil sedikit
mengalami konstriksi. Dokter menduga pasien tersebut akan masuk kedalam keadaan koma karena
kemungkina meminum miras terlalu banyak (dalam dosis fatal). Dokter mengambil sampel dari

2
darah dan urin untuk dilakukan pemeriksaan kualitatif dan kuantitatif. Kemudian sampel tersebut
dikirim ke bagian laboratorium Toksikologi Forensik Polda.

C. Rumusan Masalah
1. Definisi alcohol dan konsentrasinya dalam berbagai minuman
2. Implikasi medicolegal farmako kinetic alkohol
3. Tahapan intoksikasi alcohol
4. Pemeriksaan medicolegal untuk intoksikologi alcohol
5. Pemeriksaan postmortem untuk intoksikasi alkohol

D. Tujuan
1. Untuk memahami definisi alcohol dan konsentrasinya dalam berbagai minuman
2. Untuk memahami implikasi medicolegal farmakokinetik alkohol
3. Untuk memahami tahapan intoksikasi alkohol
4. Untuk memahami pemeriksaan medicolegal untuk intoksikologi alkohol
5. Untuk memahami pemeriksaan postmortem untuk intoksikasi alkohol

3
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi alcohol dan konsentrasinya dalam berbagai minuman
Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian No. 71/M.Ind/PER/7/2012 Tentang
Pengendalian dan Pengawasan Industri Minuman Beralkohol dijelaskan bahwa minuman
beralkohol adalah minuman yang mengandung etil alcohol atau etanol (C2H5OH) yang diproses
dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau
fermentasi tanpa destilasi. Dari definisi ini jelas terlihat bahwa jenis alcohol yang diizinkan dalam
minuman beralkohol adalah etanol dengan batas maksimum etanol yang diizinkan adalah 55%.
Minuman beralkohol oplosan adalah minuman beralkohol jenis vodka, anggur merah beralkohol,
anggur putih beralkohol atau bir dan lainnya yang dicampur dengan berbagai bahan lainnya, di
antaranya dengan minuman berenergi, susu, cola atau minuman bersoda, spiritus, dan obat-obatan
yang berbahaya.
Pada umumnya, orang mengonsumsi minuman beralkohol untuk memperoleh efek
euphoria atau perasaan senang tanpa sebab. Efek ini dihasilkan oleh kadar alcohol yang terkandung
dalam jenis minuman ini yang merupakan zat psikoaktif yang dapat menekan susunan saraf pusat
sehingga konsumsinya menyebabkan penurunan kesadaran. Sebagian orang yang tidak sabar
menunggu terjadinya efek euphoria dari minuman beralkohol lega memilih untuk mempercepat
terjadinya efek ini dengan menambahkan bahan-bahan lain, termasuk obat--‐obatan dan bahan
berbahaya seperti methanol dan obat serangga.

Gambar 1. Minuman Beralkohol Oplosan

4
Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung zat etanol, zat psikoaktif yang
bila dikonsumsi akan mengakibatkan kehilangan kesadaran. Minuman beralkohol juga merupakan
minuman keras yang termasuk kategori jenis zat narkotika yang mengandung alkohol, tidak peduli
berapa kandungan alkohol di dalamnya. Minuman keras alkohol mengandung etil alkohol yang
diperoleh dari hasil fermentasi madu, gula, sari buah, atau umbi-umbian.
Lamanya proses fermentasi bergantung pada bahan dan jenis produk minuman keras yang
dihasilkan. Kandungan etanol yang dihasilkan dalam fermentasi minuman keras beralkohol
biasanya berkisar antara sekitar 18%. Umumnya, minuman keras tidak akan awet pada lingkungan
dengan kandungan etanol di atas 18%. Minuman keras beralkohol dengan kandungan etanol yang
lebih tinggi dapat dihasilkan melalui proses distilasi terhadap produk yang dihasilkan melalui
proses fermentasi. Misalnya, untuk menghasilkan minuman keras alkohol berkadar etanol tinggi,
dengan cara mencampur produk hasil fermentasi dengan produk hasil distilasi. Contohnya, port
wine dan sherry yang termasuk kelompok fortified wine.
Minuman beralkohol (Eat for life, 1992, Woteki dan Thomas) terdiri dari tiga golongan
ditinjau dari kadar alkohol yang ada dalam berbagai jenis dan kemasan minuman yang ada.
Menurut peraturan Menteri Kesehatan No. 86/1977 minuman beralkohol dibagi dalam tiga
golongan yaitu :
a. Golongan A
Minuman keras golongan A adalah minuman keras dengan kadar etanol (C2H5OH)
1% - 5%. Contoh minumannya adalah Bir Bintang, Green sand, Anker Bir, San Miguel,
dan lain lain.
b. Golongan B
Minuman keras golongan B adalah minuman keras dengan kadar etanol (C2H5OH)
lebih dari 5% - 20%. Contoh minuman golongan B antara lain Anggur Malaga, Anggur
Kolesom cap 39, Anggur Ketan Hitam, Anggur Orang Tua, Shochu, Creme Cacao, dan
jenis minuman anggur lainnya.
c. Golongan C
Minuman keras golongan C adalah minuman keras dengan kadar etanol (C2H5OH)
lebih dari 20% - 50%. Contoh minumannya adalah Mansion of House, Scotch Brandy,
Stevenson, Tanqueray, Vodca, Brandy, dan lainnya. Berdasarkan dari beberapa
golongan minuman beralkohol peneliti ingin meneliti yang golongan C, karena kadar

5
alkoholnya rendah dan sering di konsumsi pasa siswa karena harga golongan C
terjangkau.
Berikut ini adalah beberapa contoh jenis minuman beralkohol yang beredar di Indonesia
dan sering di konsumsi oleh remaja (Hardani, 1999).
a. Anggur
Anggur (atau juga populer disebut dalam bahasa Inggris: wine) adalah minuman
beralkohol yang dibuat dari sari anggur jenis Vitis vinifera yang biasanya hanya tumbuh
di area 30 hingga 50 derajat lintang utara dan selatan. Minuman beralkohol yang dibuat
dari sari buah lain yang kadar alkoholnya berkisar di antara 8% hingga 15% biasanya
disebut sebagai wine buah (fruit wine).
b. Bir
Bir secara harfiah berarti segala minuman beralkohol yang diproduksi melalui proses
fermentasi bahan berpati dan tidak melalui proses penyulingan setelah fermentasi.
Proses pembuatan bir disebut brewing. Karena bahan yang digunakan untuk membuat
bir berbeda antara satu tempat dan yang lain, maka karakteristik bir seperti rasa dan
warna juga sangat berbeda baik jenis maupun klasifikasinya. Salah satu minuman tertua
yang dibuat manusia, yaitu sejak sekitar tahun 5000 SM yang tercatat di sejarah tertulis
Mesir Kuno dan Mesopotamia.
c. Brendi
Brendi (bahasa Inggris: brandy, berasal dari bahasa Belanda, brandewijn) adalah istilah
umum untuk minuman anggur hasil distilasi, dan biasanya memiliki kadar etil alkohol
sekitar 40-60%. Bahan baku brendi bukan hanya anggur, melainkan juga pomace
(ampas buah anggur sisa pembuatan minuman anggur) atau fermentasi sari buah. Bila
bahan baku tidak ditulis pada label, brendi tersebut dibuat dari buah anggur asli.
d. Rum
Rum (rhum) adalah minuman beralkohol hasil fermentasi dan distilasi dari molase
(tetes tebu) atau air tebu yang merupakan produk samping industri gula. Rum hasil
distilasi berupa cairan berwarna bening, dan biasanya disimpan untuk mengalami
pematangan di dalam tong yang dibuat dari kayu ek atau kayu jenis lainnya. Produsen
rum terbesar di dunia adalah negara-negara Karibia dan sepanjang aliran Sungai

6
Demerara di Guyana, Amerika Selatan. Selain itu, pabrik rum ada di negara-negara lain
di dunia seperti Australia, India, Kepulauan Reunion.
e. Sampanye
Sampanye adalah minuman anggur putih bergelembung yang dihasilkan di kawasan
Champagne di Perancis, sekitar 90 kilometer di timur laut Paris. Reims adalah salah
satu wilayah penghasil sampanye yang terkenal. Umumnya terbuat dari anggur pinot
noir, sampanye yang berkualitas bagus mempunyai warna kekuningan. Sampanye
biasanya hanya diminum pada acara-acara khusus seperti perayaan tahun baru dan
sering pula terlihat pada perayaan kemenangan kejuaraan olahraga seperti Formula 1,
di mana sang pemenang di podium membuka sebotol sampanye dan menyemprotkan
isinya.
f. Tuak
Tuak atau juga disebut arak di nusantara adalah sejenis minuman yang merupakan hasil
fermentasi dari bahan minuman/buah yang mengandung gula. Tuak sering juga
disebuat pula arak adalah produk yang mengandung alkohol. Bahan baku yang biasa
dipakai adalah: beras atau cairan yang diambil dari tanaman seperti nira kelapa atau
aren, legen dari pohon siwalan atau tal, atau sumber lain. Kadar alkohol berbeda-beda
bergantung daerah pembuatnya. Arak yang dibuat di pulau Bali yang dikenal juga
dengan nama brem bali, dikenal mengandung alkohol yang kadarnya cukup
tinggi.Beberapa tempat di Pulau Madura dahulu dikenal sebagai sebagai penghasil
tuak, namun orang Madura tidak mempunyai kebiasaan minum yang kuat. Saat ini
dapat dikatakan sangat sedikit orang Madura yang minum tuak atau arak.Masyarakat
Tapanuli (Sumatera Utara), khususnya masyarakat beretnis Batak menganggap bahwa
Tuak berkhasiat menyehatkan badan karena mengandung efek menghangatkan tubuh
g. Vodka
Vodka (bahasa Polandia: wódka; bahasa Rusia bahasa Ukraina г ріл , horilka; bahasa
Belarus: г ріл , harilka) adalah sejenis minuman beralkohol, berkadar tinggi, bening,
dan tidak berwarna, yang biasanya disuling dari gandum yang difermentasi. Banyak
yang menduga bahwa kata Vodka merupakan turunan dari kata bahasa Slavia "voda"
(woda, ) yang berarti "air," meskipun banyak pendapat-pendapat lain.Kecuali untuk
sejumlah kecil perasa, vodka mengandung air dan alkohol (etanol).

7
Vodka biasanya memiliki kandungan alkohol sebesar 35 sampai 60% dari isinya.
Vodka Rusia klasik mengandung 40% (80° kandungan murni), angka tersebut
dirumuskan oleh ahli kimia terkenal Rusia, Dmitri Mendeleev. Menurut Museum
Vodka di St. Petersburg, Rusia, Mendeleev berpendapat bahwa kandungan yang
sempurna yaitu 38%, tetapi karena minuman beralkohol pada waktu itu dikenakan
pajak berdasarkan kandungan alkoholnya, persentasenya dinaikkan menjadi 40 untuk
mempermudah penghitungan pajak.
h. Wiski
Wiski (bahasa Inggris: whisky dari bahasa Gaelik Skotlandia, atau whiskey dari bahasa
Irlandia, fuisce) merujuk secara luas kepada kategori minuman beralkohol dari
fermentasi serealia yang mengalami proses mashing (dihaluskan, dicampur air serta
dipanaskan), dan hasilnya melalui proses distilasi sebelum dimatangkan dengan cara
disimpan di dalam tong kecil dari kayu (biasanya kayu ek).
Berdasarkan dari beberapa macam-macam minuman beralkohol peneliti ingin meneliti
yang sering di konsumsi oleh siswa adalah minuman beralkohol jenis tuak karena mudah
mencarinya dan harganyanya terjangkau.

2. Implikasi medicolegal farmakokinetik alkohol


Alkohol mengganggu pengaturan eksitasi atau inhibisi di otak, sehingga mengkonsumsi
alkohol dapat mengakibatkan terjadinya disinhibisi, ataksia dan sedasi. Efek farmakologis etanol
meliputi pengaruhnya pada proses timbulnya penyakit, perkembangan prenatal, sistem
gastrointestinal, kardiovaskular dan sistem saraf pusat. Etanol mengganggu keseimbangan eksitasi
dan inhibisi transmisi listrik di otak, yang menyebabkan disinhibisi, ataksia dan sedasi. Toleransi
terhadap etanol mulai timbul setelah penggunaan kronis yang ditunjukkan antara lain dengan
gangguan psikis dan aktivitas bila konsumsi alkohol dihentikan secara tiba-tiba.
Meskipun masyarakat sering menganggap minuman beralkohol sebagai stimulan, etanol
pada dasarnya merupakan depresan sistem saraf pusat. Sama dengan depresan lain seperti
barbiturat dan benzodiazepin, konsumsi minuman beralkohol dalam jumlah sedang dapat
menyebabkan efek antiansietas dan menyebabkan kehilangan inhibisi perilaku dalam suatu
rentang dosis yang luas. Tanda intoksikasi pada tiap individu bervariasi, mulai dari efek eksitasi
dan meluap-luap hingga perubahan mood yang tidak terkontrol dan gejolak emosi yang dapat

8
disertai kekerasan. Pada kasus intoksikasi yang lebih lanjut, fungsi sistem saraf pusat secara umum
akan terganggu dan kemudian menimbulkan kondisi anestesi umum pada tubuh. Akan tetapi, batas
antara efek anestetik dan efek letalnya dari kecil.
Etanol adalah molekul yang larut dalam air dan diserap dengan cepat pada saluran
pencernaan. Puncak konsentrasi etanol dalam darah dapat dicapai dalam waktu 30 menit setelah
ingesti etanol dalam keadaan lambung kosong. Volume distribusi untuk etanol mendekati total air
dalam tubuh (0,5-0,7 l/kg). Karena absorpsi dari usus halus lebih cepat dibandingkan dari lambung
seperti penundaan pengosongan lambung, misalnya, karena adanya makanan dalam lambung,
dapat memperlambat absorpsi etanol.
Dengan dosis alkohol secara oral yang setara, wanita memiliki konsentrasi puncak yang
lebih tinggi daripada pria. Hal ini disebabkan karena wanita memiliki total kadar air tubuh yang
lebih rendah dari pria dan karena perbedaan dalam first-pass metabolism. Metabolisme alkohol
menjadi senyawa acetaldehyde dalam tubuh dibagi menjadi 2 jalur, yaitu melalui jalur alkohol
dehidrogenase dan melalui jalur Microsomal Ethanol-Oxidizing System (MEOS). Acetaldehyde
lalu dioksidasi menjadi asetat oleh proses metabolisme yang ketiga.
Jalur utama untuk metabolisme alkohol melibatkan alkohol dehidrogenase (ADH),
golongan cytosolic enzyme yang mengkatalisis konversi alkohol menjadi acetaldehyde. Enzim ini
terletak terutama di hepar, namun sejumlah kecil ditemukan di organ lain seperti otak dan
lambung. Selama konversi etanol oleh ADH menjadi acetaldehyde, ion hidrogen ditransfer dari
etanol ke kofaktor nicotinamide adenine dinucleotide (NAD+) untuk membentuk NADH. Oksidasi
alkohol yang dihasilkan melebihi reducing equivalents di hepar. Kelebihan produksi NADH
berkontribusi pada gangguan metabolisme pada alkoholisme kronis, dan merupakan penyebab dari
asidosis laktat maupun hipoglikemia pada keracunan alkohol akut. Microsomal Ethanol-Oxidizing
System (MEOS) disebut juga mixed function oxidizing system, menggunakan NADPH sebagai
kofaktor dalam metabolisme etanol dan terdiri dari sitokrom P450 atau disebut juga sebagai CYP
seperti CYP2E1, CYP1A2 dan CYP3A4.
Konsumsi alkohol kronis akan menginduksi aktivitas MEOS. Akibatnya, konsumsi alkohol
kronis tidak hanya menimbulkan peningkatan yang signifikan dalam metabolisme etanol, tetapi
juga dalam metabolisme obat lain yang dilakukan oleh sitokrom P450 dalam sistem MEOS, serta
pembentukan produk sampingan beracun dari reaksi sitokrom P450 seperti toksin, radikal bebas
dan H2O2. Sebagian besar acetaldehyde yang terbentuk dari alkohol dioksidasi di hepar dengan

9
reaksi yang dikatalis oleh mitochondrial NAD-dependent aldehyde dehydrogenase (ALDH).
Produk dari reaksi ini adalah asetat, yang akan dimetabolisme lebih lanjut menjadi CO2 dan air
atau digunakan untuk membentuk asetil KoA.
Kombinasi NADH yang meningkat dan asetil KoA yang lebih tinggi mendukung sintesis
asam lemak serta penyimpanan dan akumulasi triasilgliserida. Jumlah badan keton dalam tubuh
yang meningkat kemudian memperparah kondisi asidosis laktat pada tubuh. Metabolisme etanol
melalui jalur CYP2E1 menyebabkan peningkatan NADP. Hal ini membatasi ketersediaan NADPH
untuk regenerasi glutathione (GSH) yang tereduksi sehingga meningkatkan stres oksidatif.
Alkohol merangsang peningkatan aksis hypothalamic pituitary adrenocortical (HPA). Aktivasi
aksis HPA merupakan komponen utama dari respon stres. Peningkatan aksis HPA dipengaruhi
oleh sejumlah variabel termasuk genotipe, jenis kelamin, dan parameter dosis.
Berdasarkan studi klinis dan praklinis, disregulasi fungsi aksis HPA berhubungan dengan
perubahan dalam aktivitas sistem stres ekstrahipothalamik di otak, sehingga secara signifikan
mempengaruhi motivasi untuk perilaku alcohol self-administration. Pengaruh konsumsi alkohol
terhadap individu berbeda-beda. Akan tetapi terdapat hubungan antara konsentrasi alkohol di
dalam darah (Blood Alkohol Concentration- BAC) dan tingkatan efek yang ditimbulkannya.
Euphoria ringan dan stimulasi terhadap perilaku lebih aktif seiring dengan meningkatnya
konsentrasi alkohol di dalam darah. Orang yang aktif mengkonsumsi alkohol beranggapan bahwa
penampilan mereka menjadi lebih baik, sehingga mereka mengabaikan efek buruknya.
Gejala intoksikasi alkohol yang paling umum adalah "mabuk" atau "teler", dimana kondisi
ini sebenarnya adalah karakteristik intoksikasi alkohol yang dapat menyebabkan cedera, kecacatan
dan kematian. Konsumsi alkohol yang berat dapat menyebabkan penurunan kesadaran, henti nafas
dan kematian. Selain kematian, efek jangka pendek alkohol menyebabkan hilangnya produktivitas
kerja akibat disorientasi dan kecelakaan akibat berkendara dalam keadaan disorientasi tersebut.
Konsumsi alkohol juga memiliki kaitan terhadap perilaku kekerasan dan tindak kriminal.
Sebanyak 70% narapidana menggunakan alkohol sebelum melakukan tindak kekerasan, dan lebih
dari 40% kekerasan dalam rumah tangga dipengaruhi oleh alkohol. Konsumsi alkohol berlebihan
dalam jangka panjang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah yang kemudian menetap
menjadi hipertensi, kerusakan jantung, stroke, kanker payudara, kerusakan hati, kanker saluran
pencernaan dan gangguan pencernaan lainnya. Selain itu alkohol juga dapat menyebabkan

10
impotensi dan berkurangnya kesuburan, kesulitan tidur, kerusakan otak dengan perubahan
kepribadian dan suasana perasaan, gangguan ingatan dan gangguan konsentrasi.
Penggunaan alkohol yang terus menerus dapat menimbulkan toleransi dan ketergantungan.
Toleransi adalah keadaan dimana seseorang yang mengkonsumsi alkohol harus meningkatkan
dosis penggunaan alkohol dari jumlah kecil menjadi jumlah besar, untuk mendapatkan pengaruh
yang sama. Ketergantungan adalah keadaan dimana alkohol menjadi bagian yang penting dalam
kehidupan seseorang yang mengkonsumsinya, dimana apabila konsumsi tersebut dihentikan, dapat
menyebabkan berbagai rentang gangguan kesehatan fisik dan psikis serta penurunan produktivitas
hidup pada orang dengan ketergantungan terhadap konsumsi alkohol tersebut.
Seseorang yang ketergantungan secara fisik terhadap alkohol, akan mengalami gejala putus
alkohol apabila menghentikan atau mengurangi jumlah penggunaannya. Gejala biasanya terjadi
mulai 6-24 jam setelah konsumsi yang terakhir. Gejala ini dapat berlangsung selama 5 hari,
diantaranya adalah gemetar, mual, cemas, depresi, berkeringat, nyeri kepala dan sulit tidur.
Penggunaan alkohol selama kehamilan dapat menyebabkan Fetal Alcohol Syndrome yang dapat
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin. Jumlah minum alkohol yang aman pada
kehamilan belum diketahui, sehingga konsumsi alkohol tidak dianjurkan dalam keadaan hamil.
3. Tahapan intoksikasi alkohol
Tahap –tahap konsumsi alkohol menurut Jellinek, 1942 (dalam George, 1990) antara lain:
1) Tahap pra alcoholic
Individu kadang – kadang minum pada acara tertentu, dan belum ada konsekwensi
serius yang ditimbulkan. Frekuensi minumnya akan bergerak antara kadang-kadang ke
tahap peminum rutin, dari awalnnya yang bermotif sosial menjadi peminum yang
mendapatkan “sesuatu” dari rutinitas minum tersebut, biasanya efek psikologikal misalnya
mengurangi stress, dan akan mulai mencari kesempatan untuk dapat minum, hal ini akan
dengan cepat berubah menjadi standar pribadi individu untuk mengatasi stress, tahap ini
biasanya berjalan 1 bulan hingga 2 tahun.
2) Tahap prodomal
Individu minum dalam jumlah banyak namun belum tampak pada gejala masalah
yang dapat diamati dari luar. Individu masih terjaga namun beberapa kali mengalami apa
yang dinamakan kehilangan kesadaran. Untuk mengurangi stress, terkadang beberapa
individu dapat berhenti minum dan kembali menjadi peminum yang bermotif sosial.

11
Bagaimanapun juga, banyak diantara mereka melanjutkan untuk memperbanyak minum
dan mulai minum-minuman yang berbeda. Mencuri-curi waktu untuk minum sebelum atau
selama pesta minum terjadi. Dalam tahap ini orang tersebut tidak menganggap alkohol
sebagai minuman tetapi juga kebutuhan. Bagi individu dalam tahap ini, konsumsi alkohol
menjadi sangat banyak. Periode ini berlangsung antra 5 bulan – 4,5 tahun tergantung
kondisi individu, dan diakhiri dengan kehilangan kontrol.
3) Tahapan crucial
Hilangnya kontrol terhadap perilaku minum alkohol dan kadang kadang individu
minum secara sangat berlebihan sebagai permintaan fisik untuk minum lebih banyak.
Individu tidak dapat mengontrol berapa jumlah ia minum pada saat sekali minum, bisa atau
tidak bisa mengontrol peminum akan tetap meminum alkohol. Individu mulai menyadari
dan mulai berpikir rasional, kadang-kadang periode tersebut muncul saat peminum
mencoba-coba membuktikan pada orang lain, bahwa minum-minum bukanlah suatu
masalah. Disisi lain pola pikir orang tersebut akan berubah menjadi “Jika aku hanya, maka
hal itu takkan menjadi masalah bagiku. Perubahan yang umum terjadi biasanya adalah
meminum minuman yang berbeda, misalnya dari wisky ke bir, perubahan dalam bekerja,
minum-minum di tempat lain dan mencampur beberapa jenis minuman. Bagaimanapun
juga, perubahan individu ini berakhir pada kegagalan, kurang bisa mengontrol diri,
perilaku agresif, serta gangguan dalam kehidupan keluarga dan bermasyarakat. Peminum
biasanya menjadi orang gampang marah, merasa bersalah dan hidup menjadi terpusat pada
alkohol.
4)Tahapan kronic
Aktivitas primer individu sepanjang hari adalah seputar memperoleh dan meminum
alkohol yang mana alkohol mendominasi hidupnya. Jika dalam tahap sebelumnya orang
tersebut bisa tetap menjalani hidupnya (meskipun agak terganggu), pada tahap ini individu
akan kehilangan pekerjaan dan mengalami konflik dengan lingkungan dan keluarga.
Peminum akan minum di pagi buta, jeda antara botol pertama dan selanjutnya biasanya
terpaut sekitar 4 jam. Peminum menemukan bahwa rasa bersalah menjadi alasan utama dia
untuk tetap minum. Selanjutnya akan terbentuk lingkaran setan, dimana mereka tidak akan
bisa tenang jika tidak minum, mereka bisa minum sepanjang waktu, bahkan minum
bersama orang yang selama ini mereka hindari. Toleransi menurun drastis, menjadi

12
linglung setelah minum. Guncangan terhadap diri menjadi sering terjadi, terkena penyakit
yang terkait dengan alkohol. Pada tahap ini individu bisa meninggal atau mengalami
kerusakan otak yang parah, dan menjadi kandidat utama untuk perawatan.
Berdasarkan dari beberapa tahapan konsumsi minuman beralkohol yang kebayakan siswa
alami yaitu tahapan crucial karena siswa susah mengontrol diri untuk tidak minum-minuman
beralkohol. Intoksikasi alkohol akut dapat dikenali dengan gejala-gejala kesadaran menurun,
gangguan perhatian, gangguan daya nilai, emosi labil dan disinhibisi, agresi, jalan sempoyongan,
nistagmus, bicara cadel/pelo, nafas berbau alkohol. Komplikasi akut pada intoksikasi atau
overdosis paralisis pernapasan, biasanya bila muntahan masuk saluran pernapasan, obstructive
sleep apnoea, aritmia jantung fatal ketika kadar alkohol darah lebih dari 0,4 mg/ml.
Intoksikasi yang terkait alkohol, termasuk methanol, etilen glikol, dietilen glikol, propilen
glikol, dan ketoasidosis alkoholik dapat menunjukkan metabolik asidosis dengan kesenjangan
osmolal. Akumulasi alkohol dalam darah dapat menyebabkan peningkatan kesenjangan anion dan
menurunnnya kadar bikarbonat. Di samping metabolik asidodis, gagal ginjal akut, dan gangguan
saraf dapat terjadi pada pasien yang mengalami intoksikasi alkohol. Dialisis untuk menghilangkan
alkohol yang belum termetabolisme dan mengatasi anion asam organik dapat membantu dalam
terapi intoksikasi alkohol. Pemberian fomepizol atau etanol yang dapat menghambat enzim
alkohol dehidrogenase bermanfaat dalam terapi intoksikasi etilen glikol dan methanol.
Jenis Zat yang menyebabkan Gambaran klinis dan
gangguan toksisitas abnormalitas laboratorium
Metabolik asidosis, mortalitas
Ketoasidosis Asam Β-hidroksibutirik relatif lebih rendah
Alkoholik Asam Asetoasetik dibandingkan dengan jenis
alkohol lainnya,

(Ethanol) reversibel dengan pemberian


cairan
Asam Formik Metabolik asidosis,
Intoksikasi Methanol Asam Laktik hiperosmolalitas, kerusakan
Keton retina dengan kebutaan,
gangguan putamen dengan

13
disfungsi neurologik,
kematian dapat terjadi cepat
jika tidak ditangani segera

Kerusakan otot jantung, otak,


dan gagal ginjal,
Intoksikasi Asam glikolik
metabolik asidosis,
Etilen glikol Kalsium Oksalat
hiperosmolalitas, dan
hipokalsemia

Kerusakan saraf, gagal ginjal,


metabolik asidosis,
Asam
Intoksikasi hiperosmolalitas, seringkali
2-Hydroksietosiasetik
Dietilen glikol. akibat meminum obat
yang terkontaminasi atau
produk komersial

4. Pemeriksaan medicolegal untuk intoksikologi alcohol


1. Deteksi dini dan tegakkan diagnosis dengan segera.
2. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan dengan segera dan dalam waktu singkat.
3. Pemeriksaan fisik dan laboratorium
a. Gejala utama : Waspada berlebihan, kegelisahan, agitasi psikomotor, mondar-
mandir, banyak bicara dan tekanan pada pembicaraan, rasa nyaman dan elasi.
Sering kali agresif, perilaku kekerasan dan daya nilai terganggu, takikardi,
hipertensi, dilatasi pupil, mengigil dan diaforesis, anoreksia, mual dan muntah dan
insomnia
b. Breath analyzer
4. Terapi
• Bilas lambung, induksi muntah, atau gunakan karbon aktif untuk mengeluarkan
alcohol dari saluran cerna (gastrointestinal) jika pasien datang kurang dari 60 menit
setelah minum alkohol

14
• Pemberian etanol atau fomepizole untuk memperlambat atau mencegah
terbentuknya metabolit toksik
• Dialisis (hemodialysis, peritoneal dialysis) berguna untuk mengeluarkan alkohol
dan metabolit toksik yang mungkin terbentuk dan pemberian basa pada pasien
untuk mengatasi metabolik asidosis.
• Kondisi Koma:
1) Posisi miring untuk mencegah aspirasi
2) Observasi ketat tanda vital setiap 15 menit
a. Injeksi Thiamine 100 mg i.v untuk profilaksis terjadinya Wernicke
Encephalopathy
b. Kondisi hipoglikemi maka berikan 50 ml Dextrose 40% iv
c. Problem Perilaku (gaduh/gelisah):
▪ Petugas keamanan dan perawat siap bila pasien agresif
▪ Terapis harus toleran dan tidak membuat pasien takut atau merasa
terancam
▪ Buat suasana tenang
▪ Beri dosis rendah sedatif; Lorazepam 1-2 mg atau Haloperidol 5 mg
per oral, bila
▪ gaduh gelisah berikan secara parenteral (i.m)
Rekomendasi untuk intoksikasi methanol: Berikan fomepizole (alkohol jika fomepizole
tidak tersedia) dan hemodialisis jika kadar methanol >20 mg/dl dan terdapat metabolik asidosis.
Lakukan hemodialisis saja jika metabolic asidosis terjadi dan kadar methanol <10 mg/dl atau tidak
terdapat rentang osmolal tetapi terdapat kecurigaan kuat meminum methanol. Berikan asam folat.
Berikan basa pada asidosis berat jika pasien tidak dihemodialisis. Hentikan terapi jika pH normal
dan kadar methanol< 10 mg/dl atau tidak terdeteksi. Jika pengukuran methanol tidak tersedia
gunakan pH darah dan serum osmolalitas yang kembali normal sebagai tujuan terapi.

5. Pemeriksaan postmortem untuk intoksikasi alkohol


Secara umum, spesimen biologis harus disimpan pada suhu 4oC sebelum diangkut ke
laboratorium. Pengecualian untuk ini termasuk rambut dan kuku, yang stabil pada suhu kamar,
dan kertas saring yang diadsorpsi darah kering, yang merupakan cara mudah untuk menyimpan

15
dan mengangkut sampel darah untuk analisis tertentu jika transportasi dan penyimpanan
berpendingin tidak ada. Setiap botol spesimen harus disegel dengan aman untuk mencegah
kebocoran, dan dikemas secara terpisah dalam kantong plastik terpisah.
Perhatian khusus harus diberikan pada kemasan sampel yang akan dikirim melalui pos atau
kurir agar sesuai dengan peraturan kesehatan dan keselamatan saat ini. Volume sampel atau jumlah
yang lebih kecil dari yang ditunjukkan pada cukup memadai untuk melengkapi analisis yang
dibutuhkan. Pengiriman sampel yang sangat kecil dapat mengurangi sensitivitas dan cakupan
analisis yang dilakukan, namun sampel semacam itu harus selalu diteruskan ke laboratorium.
Spesimen sisa harus disimpan pada suhu -20oC atau di bawah sampai penyelidikan atas kejadian
telah selesai.
Kelainan yang ditemukan pada korban mati tidak khas, Mungkin ditemukan gejala-gejala
yang sesuai dengan asfiksia. Seluruh organ menunjukkan tanda perbendungan, darah lebih encer,
berwarna merah gelap. Mukosa lambung menunjukkan tanda perbendungan, kemerahan dan tanda
inflamasi tapi kadangkadang tidak ada kelainan. Organ-organ termasuk otak dan darah berbau
alkohol. Pada pemeriksaan histopatologik dapat dijumpai edema dan pelebaran pembuluh darah
otak dan selaput otak, degenerasi bengkak keruh pada bagian parenkim organ dan inflamasi
mukosa saluran cerna. Pada kasus keracunan kronik yang, meninggal, jantung dapat
memperlihatkan fibrosis interstisial, hipertrofi serabut otot jantung, sel-sel radang kronik pada
beberapa tempat, gambaran seran lintang otot jatunng menghilang, hialinisasi, edema dan
vakuolisasi serabut otot jantung. Schneider melaporkan miopati alhokolik akut dengan
miohemoglobinuri yang disebabkan oleh nekrosis tubuli ginjal dan kerusakan miokardium.
Korban mati akibat keracunan umumnya dapat dibagi menjadi 2 golongan, yang sejak
semula sudah dicurigai kematian akibat keracunan dan kasus yang sampai saat sebelum di autopsi
dilakukan, belum ada kecurigaan terhadap kemungkinan keracunan. Harus dipikirkan
kemungkinan kematian akibat keracuan bila pada pemeriksaan setempat (scene investigation)
terdapat kecurigaan akan keracunan, bila pada autopsi ditemukan kelainan yang lazim ditemukan
pada keracunan dengan zat tertentu, misalnya lebam mayat yang tidak biasa, luka bekas suntikan
sepanjang vena dan keluarnya buih dari mulut dan hidung serta bila pada autopsi tidak ditemukan
penyebab kematian.
Dalam menangani kasus kematian akibat keracunan perlu dilakukan beberapa pemeriksaan
penting, yaitu :

16
a. Pemeriksaan di tempat kejadian
Perlu dilakukan untuk membantu penentuan penyebab kematian dan menentukan cara
kematian. Mengumpulkan keterangan sebanyak mungkin tentang saat kematian.
Mengumpulkan barang bukti.
b. Pemeriksaan luar
- Dari bau yang tercium dapat diperoleh petunjuk racun apa yang kiranya ditelan oleh
korban. Segera setelah pemeriksa berada di samping mayat ia harus menekan dada
mayat untuk menentukan apakah ada suatu bau yang tidak biasa keluar dari lubang-
lubang hidung dan mulut.
- Pemeriksa harus segera berada di samping mayat dan harus menekan dada mayat
dan menentukan apakah ada suatu bau yang tidak biasa keluar dari lubang hidung
dan mulut.
- Pada pakaian dapat ditemukan bercak-barcak yang disebabkan oleh tercecernya
racun yang ditelan atau oleh muntahan. Misalnya bercak berwarna coklat karena
asam sulfat atau kuning karena asam nitrat.
- Warna lebam mayat yang tidak biasa juga mempunyai makna, karena warna lebam
mayat pada dasarnya adalah manifestasi warna darah yang tampak pada kulit.
c. Pembedahan jenazah
Segera setelah rongga dada dan perut dibuka, tentukan apakah terdapat bau yang tidak
biasa (bau racun). Bila pada pemeriksaan luar tidak tercium "bau racun" maka sebaiknya rongga
tengkorak dibuka terlebih dahulu agar bau visera perut tidak menyelubungi bau tersebut. Bau
sianida, alkohol, kloroform, dan eter akan tercium paling kuat dalam rongga tengkorak. Perhatikan
warna darah. Pada intoksikasi dengan racun yang menimbulkan hemolisis (bisa ular), pirogarol,
hidrokuinon, dinitrophenol dan arsen. Darah dan organ-organ dalam berwarna coklat kemerahan
gelap. Pada racun yang menimbulkan gangguan trombosit, akan terdapat banyak bercak
perdarahan, pada organ-organ. Bila terjadi keracunan yang cepat menimbulkan kematian, misalnya
sianida, alcohol, kloroform maka darah dalam jantung dan pembuluh darah besar tetap cair tidak
terdapat bekuan darah.
Pada lidah perhatikan apakah ternoda oleh warna tablet atau kapsul obat atau menunjukan
kelainan disebabkan oleh zat korosif. Pada esophagus bagian atas dibuka sampai pada ikatan atas
diafragma. Adakah terdapat regurgitasi dan selaput lendir diperhatikan akan adanya hiperemi dan

17
korosi. Pada epiglotis dan glotis perhatikan apakah terdapat hiperemi atau edema, disebabkan oleh
inhalasi atau aspirasi gas atau uap yang meransang atau akibat regurgitasi dan aspirasi zat yang
meransang. Edema glotis juga dapat ditemukan pada pemakaian akibat syok anafilaktik, misalnya
akibat penisilin. Pemeriksaan usus diperlukan pada kematian yang terjadi beberapa jam setelah
korban menelan zat beracun dan ini ingin diketahui berapa lama waktu tersebut. Pada hati apakah
terdapat degenerasi lemak atau nekrosis. Degenerasi lemak sering ditemukan pada peminum
alcohol. Nekrosis dapat ditemukan pada keracunan fosfor, karbon tetraklorida, klorform dan
trinitro toulena.
Dalam pemeriksaan postmortem, penggunaan tabung plastik keras sekali pakai
(polystyrene) steril direkomendasikan. Jika tidak tersedia, wadah dengan penutup yang aman
sesuai dengan volume spesimen harus digunakan. Beberapa laboratorium menyediakan wadah
spesimen untuk mengumpulkan spesimen darah dan urine postmortem. Penting untuk dicatat jika
urin diperoleh dengan menggunakan kateter. Kemasan yang sesuai untuk pengiriman spesimen
melalui pos juga dapat diberikan. Saat kematian terjadi di rumah sakit dan keracunan dicurigai,
spesimen antemortem residual harus diperoleh sebagai dari laboratorium patologi rumah sakit
(tidak hanya patologi dan hematologi kimiawi, tetapi juga imunologi, obat transfusi, dan virologi
mungkin sumber spesimen semacam itu) dan diajukan untuk analisis toksikologi selain spesimen
postmortem. Perhatikan bahwa ketersediaan spesimen ante atau peri-mortem tidak meniadakan
kebutuhan untuk mengumpulkan spesimen postmortem.
Semua sampel organ dan jaringan, dan setiap botol tablet atau residu kejadian, harus
ditempatkan di wadah terpisah untuk menghindari kemungkinan kontaminasi silang. Sampling
melalui jaringan yang mengandung konsentrasi analit tinggi dapat menyebabkan kontaminasi
sampel. Semua sampel organ dan jaringan, dan setiap botol tablet atau residu pemandangan, harus
ditempatkan di wadah terpisah untuk menghindari kemungkinan kontaminasi silang. Sampling
melalui jaringan yang mengandung konsentrasi analit tinggi dapat menyebabkan kontaminasi
sampel.
Integritas sampel adalah perhatian utama jika ada implikasi medicolegal karena bukti
mungkin diperlukan di pengadilan. Tindakan pencegahan untuk memastikan integritas sampel
meliputi:
a. Pelabelan sampel yang tepat,
b. Penggunaan wadah anti-tamper,

18
c. Pengumpulan sampel seperti rambut, kuku, dan darah femoral sebelum tindakan otopsi,
d. Dokumentasi yang tepat (dokumen chain of custody). Sampel yang dikumpulkan untuk
tujuan klinis (atau bahkan untuk petugas pemeriksa mayat) seringkali bukan
merupakan bukti yang baik, namun sampel semacam itu mungkin merupakan sampel
yang tersedia.
Uji DNA dapat digunakan untuk menentukan asal sampel dimana ada kekhawatiran
terhadap integritas sampel.

19
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam ilmu kimia, alkohol adalah istilah yang umum bagi senyawa organik apapun yang
memiliki gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada atom karbon, yang ia sendiri terikat pada atom
hidrogen dan atau atom karbon lain. Dilihat dari gugus fungsinya, alkohol memiliki Alkohol dapat
dianggap sebagai molekul organic yang analog dengan air. Kedua ikatan C-O dan H-O bersifat
polar karena elektronegatifitas pada oksigen. Sifat ikatan O-H yang sangat polar menghasilkan
ikatan hidrogen dengan alkohol lain atau dengan sistem ikatan hidrogen yang lain, misal alkohol
dengan air dan dengan amina.
Saat keadaan normal, di dalam otak terdapat control inhibitorik, yang akan mencegah kita
untuk tidak melakukan hal yang memalukan atau hal yang keliru. Segala jenis obat-obatan
terlarang yang bersifat supresif, termasuk alkohol, akan menghambat jalan saraf otak dan
menghilangkan hambatan tersebut. Kemampuan untuk membuat penilaian, melindungi tubuh atau
kehormatan, kualitas kemanusiaan akan berada di bawah pengaruh obat-obatan terlarang
Toksikologi forensik adalah salah satu dari cabang ilmu forensik. Menurut Saferstein yang
dimaksud dengan Forensic Science adalah ”the application of science to low”, maka secara umum
ilmu forensik (forensik sain) dapat dimengerti sebagai aplikasi atau pemanfaatan ilmu pengetahuan
tertentu untuk penegakan hukum dan peradilan. Guna lebih memahami pengertian dan ruang
lingkup kerja toksikologi forensik, maka akan lebih baik sebelumnya jika lebih mengenal apa itu
bidang ilmu toksikologi. Ilmu toksikologi adalah ilmu yang menelaah tentang kerja dan efek
berbahaya zat kimia atau racun terhadap mekanisme biologis suatu organisme.
Racun adalah senyawa yang berpotensi memberikan efek yang berbahaya terhadap
organisme. Sifat racun dari suatu senyawa ditentukan oleh: dosis, konsentrasi racun di reseptor,
sifat fisiko kimis toksikan tersebut, kondisi bioorganisme atau sistem bioorganisme, paparan
terhadap organisme dan bentuk efek yang ditimbulkan. Tosikologi forensik menekunkan diri pada
aplikasi atau pemanfaatan ilmu toksikologi untuk kepentingan peradilan. Kerja utama dari
toksikologi forensic adalah melakukan analisis kualitatif maupun kuantitatif dari racun dari bukti
fisik dan menerjemahkan temuan analisisnya ke dalam ungkapan apakah ada atau tidaknya racun
yang terlibat dalam tindak kriminal, yang dituduhkan, sebagai bukti dalam tindak kriminal
(forensik) di pengadilan. Hasil analisis dan interpretasi temuan analisisnya ini akan dimuat ke

20
dalam suatu laporan yang sesuai dengan hukum dan perundanganundangan. Menurut Hukum
Acara Pidana (KUHAP), laporan ini dapat disebut dengan Surat Keterangan Ahli atau Surat
Keterangan. Jadi toksikologi forensic dapat dimengerti sebagai pemanfaatan ilmu tosikologi untuk
keperluan penegakan hukum dan peradilan. Toksikologi forensik merupakan ilmu terapan yang
dalam praktisnya sangat didukung oleh berbagai bidang ilmu dasar lainnya, seperti kimia analisis,
biokimia, kimia instrumentasi, farmakologitoksikologi, farmakokinetik, biotransformasi.
.

21
DAFTAR PUSTAKA

Agus, M. and Wirasuta, G. (2008) ‘Analisis Toksikologi Forensik Dan Interpretasi Temuan
Analisis *’, 1(1), pp. 47–55.

Maula, L. K. and Yuniastuti, A. (2017) ‘Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Penyalahgunaan


dan Adiksi Alkohol pada Remaja di Kabupaten Pati Abstrak’, 2(2), pp. 168–174.

Purbayanti, D. (2017) ‘Efek Mengkonsumsi Minuman Beralkohol Terhadap Kadar Triglisrida’,


Jurnal Surya Medika, 3, p. 7.

Studi, P. et al. (no date) ‘Modul Pelatihan Penyuluh Bahaya Minuman Beralkohol Oplosan Modul
Pelatihan Penyuluh Bahaya Minuman Beralkohol Oplosan’.

Tritama, T. K., Kedokteran, F. and Lampung, U. (2015) ‘Konsumsi Alkohol dan Pengaruhnya
terhadap Kesehatan’, 4(November), pp. 7–10.

22

Anda mungkin juga menyukai