Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Sistem Bilangan Real


Sebelum diuraikan tentang sistem bilangan real, marilah kita mengiingat
kembali konsep tentang himpunan (set). Himpunan berperan penting dalam memahamai
sistem bilangan real. Secara eksplisit himpunan didefinisikan sebagai sekumpulan
objek, unsur atau sesuatu yang mempunyai ciri-ciri, kriteria dan syarat yang tertentu.
Objek, unsur atau sesuatu suatu himpunan A dinamakan anggota. Anggota-anggota
suatu himpunan biasanya dinyatakan dengan huruf a, b, c, d, …, atau 1, 2, 3, 4, ….
Tanda .sedangkan nama himpunan dinyatakan dengan huruf kapital A, B, C, D, dan
seterusnya. Jika a anggota suatu himpunan A, maka dituliskan dan dibaca “a
anggota A”. Jika a bukan anggota himpunan A, maka dituliskan dan dibaca “a
bukan anggota A. Jika A suatu himpunan dan tidak memiliki anggota, maka A disebut
himpunan kosong. Himpunan kosong dinotasikan dengan  atau { }.
Untuk menyatakan keanggotaan suatu himpunan, dapat dilakukan dengan
metode pencirian (ruler method) dan metode perincian (roster method). Cara penulisan
himpunan dengan metode pencirian adalah dengan menuliskan syarat keanggotaan yang
dimiliki oleh seluruh anggota suatu himpunan tetapi tidak dimiliki oleh unsur-unsur
yang bukan anggota himpunan tersebut. ,
Contoh:
1) B = {y|y bilangan prima kurang dari 10}
2) C = { x|x faktor prima dari 24}
3) D = {x|x2 < 0 }
4) W = {x|x2 – 3x – 4 = 0 }

5) P = {x|x = , a bilangan bulan b bilangan asli kurang dari 5}

6) Q = {x|x adalah pembagi prima dari 24}


Cara penulisan keanggotaan suatu himpunan dengan metode perincian adalah
mendaftar seluruh anggota himpunan yang memenuhi syarat dan ketentuan yang
diberikan dalam suatu himpunan.
Contoh
1) A = {1, 2, 3, 4, 5, 6, 7}
2) B = {senin, selasa, rabu, kamis, jum’at, sabtu}
3) C = {2, 3, 5, 7, 11, 13, 17, 19}
4) D = {merah, kuning, hijau}
5) E = { 0 }
6) F = { } =

Misal A dan B suatu himpunan, himpunan A disebut himpunan bagian


himpunan B, ditulis dengan notasi , jika setiap anggota A merupakan anggota B.
Kiranya tidaklah sulit untuk dipahami bahwa untuk sebarang himpunan A. Jika
setiap anggota himpunan anggota A juga merupakan anggota setiap himpuna B maka
dinotasikan dengan A B.
Berikut ini diberikan beberapa himpunan bilangan yang banyak ditemukan di
Kalkulus Diferensial. Himpunan-himpunan bilangan tersebut adalah:
1) Himpunan bilangan Asli (Natural) dan dinotasikan dengan N = {1, 2, 3, 4, 5, ...}.
Bilangan asli tertutup terhadap operasi penjumlahan dan perkalian, artinya untuk
setiap a, b asli maka (a+b) dan (a.b) bilangan asli. Oleh karena itu, himpunan semua
bilangan asli membentuk suatu sistem dan biasa disebut sistem bilangan asli.
2) Bilangan cacah (whole) dengan notasi W = {0, 1, 2, 3, 4, 5, … }
3) Sistem bilangan asli bersama-sama dengan bilangan nol dan lawan dari bilangan-
bilangan bulat negatif membentuk Sistem Bilangan Bulat, ditulis dengan notasi Z
(Zahlen). Z = { …, -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3…..}
4) Bilangan pecahan atau rasional (quotient) dan dinotasikan dengan Q.

Sehingga Q = a, b bilangan bulat dan b 0.

p=

Kalkulus Diferensial : Dwi Purnomo- 2


q=

r=

Bilangan-bilangan rasional di atas, dapat dinyatakan dalam bilangan-bilangan


desimal, yaitu

p= = 0,333333…

q= = -0,285714285714285714….

r= = 3,142857142657142857…

Jika kita cermati, bilangan bilangan desimal di atas selalu berulang angkanya,
sehingga bilangan rasional juga disebut bilangan desimal berulang. Sebaliknya kita
dapat menentukan bentuk rasional dari bilangan desimal berulang.
Contoh:
1. 0,12121212 .....
Bilangan 0,12121212..... adalah bilangan desimal dengan 2 angka berulang yaitu
angka 1 dan angka 2. Misal banyaknya angka berulang sebanyak n, maka
kalikan bilangan semula dengan 10 , sehingga:
Misal x = 0,1212121...
100 x = 12,12121212...
100x – x = (12,12121212…) – (0,12121212..)
99 x = 12

x=

Bentuk rasional dari bilangan 0,1212121… adalah

2. 1,41233333333.....
Bilangan 1,41233333333..... adalah desimal dengan 1 angka berulang yaitu
angka 3, sehingga
Misal x = 1,412333333...

Kalkulus Diferensial : Dwi Purnomo- 3


10 x = 14,123333333...
10x – x = (14,12333333...) – (1,412333333…)
9 x = 12,711

x= karena pembilang bukan bilangan bulat maka

Bentuk rasional dari bilangan 1,41233333333..... adalah

3. -0,9826273273273.....
Bilangan = -0,9826273273273..... adalah desimal dengan 3 angka berulang yaitu
angka 2, angka 7, dan angka 3, sehingga
Misal x = -0,9826273273273.....
1000x = -982,6273273273......
1000x – x = (-982,6273273…) – (0,9826273273…)
999 x = -981,6447

x= , pembilang bukan bilangan bulat, maka:

Sehingga -0,9826273273273..... =

4. 0,0543254325432.....
Bilangan = 0,0543254325432..... adalah bilangan desimal dengan 4 angka
berulang yaitu angka 5, angka 4, angka 3, dan angka 2 sehingga
Misal x = 0,0543254325432.....
10000x = 543,254325432…..
10000x – x = (543,254325432…) - (0,054325432…)
9999 x = 543,2

x=

Kalkulus Diferensial : Dwi Purnomo- 4


Sehingga 0,0543254325432..... =

5) Bilangan Ir-rasional ( ) yaitu bilangan yang tidak dapat dinyatakan dalam bentuk

a,b dan b 0. Karena bilangan rasional dapat dinyatakan dengan bilangan

desimal yang angka-angkanya berulang, maka bilangan Ir-rasional adalah bilangan


desimal yang angka-angkanya tidak ada yang berulang.
Dalam kehidupan nyata seringkali dijumpai adanya bilangan-bilangan Ir-rasional.
Contoh bilangan irasional antara lain adalah dan . Bilangan adalah
panjang sisi miring segitiga siku-siku dengan panjang sisi-sisi tegaknya masing-
masing adalah 1. Perhatikan gambar berikut.

Sedangkan bilangan  merupakan hasil bagi antara keliling sebarang lingkaran


dengan panjang garis tengah lingkaran tersebut. Perhatikan gambar berikut ini.

l1 l2

d1 d2

Contoh
1) = 1,41421356237...
2) = 1,73205080756...
3) = 3,316625790355...
4) π = 3.14159265358979….
5) e = 2,71828 18284 59045 23536 02874 71352…

Kalkulus Diferensial : Dwi Purnomo- 5


Berdasarkan contoh di atas, tampak bilangan-bilangan dalam bentuk akar umumnya
adalah bilangan desimal yang angka-angkanya tidak ada yang berulang. Sehingga
bilangan akar juga disebut bilangan Ir-rasional. Dengan demikian apa yang selama

ini dianggap sama yaitu = tidaklah selalu benar. Karena adalah

bilangan rasional, sedangkan adalah bilangan ir-rasional.

6) Himpunan semua bilangan Ir-rasional bersama-sama dengan bilangan rasional


membentuk himpunan semua bilangan real (R). Seperti telah diketahui, untuk
menyatakan sebarang bilangan real seringkali digunakan cara desimal.

Contoh

bilangan-bilangan masing-masing dapat dinyatakan dalam desimal

sebagai Dapat ditunjukkan bahwa


bentuk desimal bilangan-bilangan rasional adalah salah satu dari 2 tipe berikut:

i. berhenti ( ), atau

ii. berulang beraturan ( ).

Sifat-sifat Sistem Bilangan Real


Untuk sebarang berlaku sifat-sifat sebagai berikut:
1) Sifat komutatif
(i).
2) Sifat asosiatif

3) Sifat distibutif perkalian terhadap penjumlahan

4) (i).

Kalkulus Diferensial : Dwi Purnomo- 6


(ii).

(iii).

5) (i).
(ii).
(iii).

6) (i). , untuk setiap bilangan .

(ii). tak terdefinisikan.

(iii). , untuk setiap bilangan .

7) Hukum kanselasi
(i). Jika dan maka .

(ii). Jika maka .

8) Sifat pembagi nol


Jika maka atau .

Sifat-sifat terurut bilangan Real


Prinsip adalah aturan atau sifat yang digunakan sebagai dasar atau landasan
dalam uraian yang berkaitan dengan bukti sesuatu. Prinsip dapat diambil dari definisi,
aksioma, atau dalil-dalil yang “dimunculkan” kembali untuk digunakan pada bagian lain
suatu konsep yang memerlukan. Diantara prinsip dalam matematika adalah prinsip
urutan (Well Ordering Principle).

Prinsip urutan berkaitan dengan kepositipan dan ketaksamaan antara bilangan-


bilangan real. Cara yang dapat dilakukan untuk melakukan sifat keterurutan adalah
mengidentifikasi suatu subset khusus dari R dengan menggunakan gagasan
“kepositipan”.

Kalkulus Diferensial : Dwi Purnomo- 7


Definisi
Misalkan P himpunan bagian R dan P . Untuk selanjutnya P disebut bilangan
real positip kuat, maka berlaku sifat-sifat berikut ini:
(1) Jika a,b P, maka (a+b) P
(2) Jika a,b P, maka (a.b) P
(3) Jika a R, maka tepat dari salah satu yang berikut dipenuhi
a P, a = 0, -a P
Dua sifat yang pertama menjamin kesesuaian dari urutan dengan operasi penjumlahan
dan perkalian secara berurutan. Sifat (3) biasanya disebut sifat trikotomi karena
membagi R menjadi 3 jenis unsur yang berbeda. Dinyatakan bahwa himpunan {-a: a
P} dari bilangan real negatip tidak mempunyai unsur persekutuan dengan P, dan
selanjutnya himpunan R merupakan gabungan dari tiga himpunan yang saling asing.
Definisi
1) Jika a P, kita mengatakan bahwa a adalah suatu bilangan real positip kuat
(strictly positip) dan dituliskan dengan a > 0, Jika a P {0}, maka a disebut
bilangan real tidak negatip dan dituliskan dalam bentuk a 0.
2) Jika -a P, kita mengatakan bahwa a adalah suatu bilangan real negatip kuat
(strictly negatip) dan dituliskan dalam bentuk a < 0, Jika -a P {0}, maka a
disebut bilangan real tidak positip dan dituliskan dalam bentuk a 0.
3) Jika a, b R dan jika a – b P maka dituliskan dalam bentuk a > b atau b < a.
4) Jika a,b R dan jika a – b P {0}, maka a b atau b a
Untuk kesepakatan bersama kita akan menuliskan a < b < c yang berarti a < b dan b <
c. Demikian juga jika a b dan b c maka a b c dan seterusnya
Berikut ini beberapa teorema yang berkaitan dengan prinsip keterurutan

Teorema 1
Misalkan a,b,c R
1. Jika a > b dan b > c maka a > c
2. Tepat dari salah satu pernyataan berikut ini dipenuhi
a > b, a = b , a < b

Kalkulus Diferensial : Dwi Purnomo- 8


3. Jika a b dan b a maka a = b
Bukti
1) a > b maka menurut definisi a – b > 0 atau a – b P
b > c maka menurut definisi b – c > 0 atau b – c P
Karena a – b P dan b – c P maka menurut definisi diperoleh
(a-b) + (b-c) P.
Sehingga a – c P atau a > c
2) Dengan sifat trikotomi dalam definisi, maka tepat salah satu dari yang berikut
mungkin terjadi
a – b > 0, atau a-b = 0, atau –(a-b) = 0 sehingga
a > b atau a = b atau a < b.
3) Jika a b, maka a – b 0, sehingga dari bukti (b) kita dapatkan a – b P atau b-a
P yakni a > b atau b > a. Dalam kasus lainnya salah satu dari hipotesisi tersebut
kontradiksi. Jadi haruslah a = b.

Teorema 2
1. Jika a R dan a 0, maka a2 > 0
2. 1 > 0
3. Jika n N, maka n > 0
Bukti
1. Dengan sifat trikotomi jika a 0, maka a P atau –a P. Jika a P maka
dengan definisi kita mempunyai a2 = a, untuk a P. Dengan cara yang sama Jika -
a P maka dengan definisi sebelumnya diperoleh bentuk (-a)2 = (-a)(-a) P.
Dari teorema sebelumnya berakibat bahwa:
(-a)(-a) = ((-1)a)((-1)a) = (-1)(-1)a2 = a2. Akibatnya bahwa a2 P. Jadi kita
simpulkan bahwa jika a 0, maka a2 > 0.
2. Karena 1 = (1)2, menurut bukti di atas akan menyebabkan bahwa
1 > 0.
3. Kita dapat menggunakan induksi matematika untuk membuktikan pernyataan ini.

Kalkulus Diferensial : Dwi Purnomo- 9


Pernyataan tersebut benar untuk n = 1 yakni 1 > 0. Selanjutnya kita anggap benar
untuk n = k, dengan k bilangan asli.
Karena 1 > 0 dan 1 P, maka k + 1 P, sehingga pernyataan di atas benar
adanya dengan menggunakan definisi sebelumnya.

Teorema 3
Misalkan a,b,c R
1. Jika a > b, maka a+c > b+c
2. Jika a > b, dan c > d maka a+c > b+d
3. Jika a > b, c>0 maka ca > cb
4. Jika a > b, c<0 maka ca < cb
5. Jika a >0 maka 1/a > 0
6. Jika a < 0 maka 1/a < 0.
Bukti teorema di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Karena a > b berarti menurut definisi sebelumnya a – b > 0. Karena a-b > 0
sehingga a – b P.
(a – b ) = (a-b) + (c-c)
(a – b ) + (c – c ) = (a+c) – (b+c)
Sehingga (a+c) – (b+c) P. Dengan kata lain (a+c) – (b+c) > 0
Karena (a+c) – (b+c) > 0 berarti (a+c) > (b+c)
2. Karena a > b, dan c > d berarti a – b > 0 dan c – d > 0.
Hal ini berarti a - b P dan c – d P.
Menurut definisi bilangan real positip kuat (1) diperoleh
(a-b) + (c-d) P. Dengan kata lain (a-c) + (c-d) > 0, atau
(a+c) – (b+d) > 0 sehingga berlaku (a+c) > (b+d)
3. Karena a > b, dan c > 0 berarti a – b > 0 dan c > 0.
Hal ini berarti a - b P dan c P.
Menurut definisi bilangan real positip kuat (2) diperoleh
(a-b) c P. Dengan kata lain (ac – bc) P, atau
(ac) – (bc) > 0 sehingga berlaku ac > bd

Kalkulus Diferensial : Dwi Purnomo- 10


4. Karena a > b, dan c < 0 berarti a – b > 0 dan c < 0 atau –(c) > 0.
Hal ini berarti a - b P dan -c P.
Menurut definisi bilangan real positip kuat (2) diperoleh
(a-b)(-c) P. Dengan kata lain (bc – ac) P, atau
(bc) – (ac) > 0 sehingga berlaku bc > ac
5. Jika a > 0, maka a 0 (berdasarkan sifat trikotomi). Karena a > 0, berdasarkan sifat
sebelumnya maka berlaku 1/a 0. Jika 1/a < 0, berdasarkan teorema sebelumnya
diperoleh 1 = a(1/a) < 0.
Hal ini bertentangan dengan kenyataan bahwa 1 < 0. Jadi haruslah
1/a > 0.
6. Jika a < 0, maka a 0 (berdasarkan sifat trikotomi). Karena a < 0, berdasarkan sifat
sebelumnya maka maka berlaku 1/a 0. Jika
1/a < 0, berdasarkan teorema sebelumnya diperoleh 1 = a(1/a) < 0.
Hal ini bertentangan dengan kenyataan bahwa 1 < 0. Jadi haruslah
1/a < 0.

Teorema 4

Jika a,b R, maka a > (a+b) > b.

Bukti.
Karena a > b, maka dapat diperoleh a + a > a + b atau 2a > a + b. Demikian pula
a > b maka dapat diperoleh a + b > b + b atau a + b > 2b
Dari ketaksamaan 2a > a + b dan a + b > 2b didapatkan
2a > a+b > 2b
a=1/2(2a) > ½(a+b) > ½(2b)=b
a > ½(a+b) > b.
Akibat dari teorema di atas adalah:
jika a R dan a > 0 maka a > 1/2a > 0.

Soal-soal
1) Misalkan a,b.c. d R, buktikan pernyataan berikut:

Kalkulus Diferensial : Dwi Purnomo- 11


a) Jika a < b, b < c maka ad+bc < ac+bd
b) Jika a b dan c < d, maka a+c < b+d
c) a2 + b2 = 0 jika dan hanya jika a=0 atau b=0
1) Carilah bilangan a,b,c,d R yang memenuhi 0 < a < b dan a < d < 0 dan berlaku
a) ac < bd

b) ac > bd.

2) Tentukan bilangan real x, sedemikian sehingga:


a) x2 > 3x +4
b) 1 < x2 < 4

c) <x

Garis Bilangan
Secara geometris, sistem bilangan real R dapat digambarkan dengan garis lurus.
Mula-mula diambil sebarang titik untuk dipasangkan dengan bilangan 0. Titik ini
dinamakan titik asal (origin), ditulis dengan O. Pada kedua sisi dari O dibuat skala sama
dan disepakati arah positif disebelah kanan O sedangkan arah negatif disebelah kiri O.
Selanjutnya, bilangan-bilangan bulat positif 1, 2, 3, … dapat dipasangkan dengan
masing-masing titik di kanan O dan bilangan-bilangan dengan titik-
titik di sebelah kiri O. Dengan membagi setiap segmen, maka dapat ditentukan lokasi

untuk bilangan-bilangan dst.

Perhatikan gambar berikut.

      
2 1 0 1 2 3

Dengan cara demikian, maka setiap bilangan real menentukan tepat satu titik pada garis
lurus dan sebaliknya setiap titik pada garis lurus menentukan tepat satu bilangan real.
Oleh sebab itu, garis lurus sering disebut pula Garis Bilangan Real.

Kalkulus Diferensial : Dwi Purnomo- 12


1.2 Persamaan dan Pertidaksamaan
Istilah persamaan dan pertidaksamaan umumnya berhubungan dengan peubah
atau variabel. Peubah adalah lambang yang digunakan untuk menyatakan sebarang
anggota suatu himpunan. Jika himpunannya real maka perubahnya disebut peubah real.
Selanjutnya yang dimaksud dengan peubah dalam persamaan dan pertidaksamaan yang
akan dibahas adalah peubah real.
Persamaan adalah kalimat terbuka dalam matematika yang memuat satu peubah
atau lebih dengan tanda sama dengan (=).
Contoh
1) 2x + 3 = 4
2) 2x3 + 2x2 = 7
3) x – y = 12
4) x2 – 3x – 4 = 0

5)

6)

Pertidaksamaan adalah kalimat terbuka dalam matematika yang memuat satu


peubah atau lebih dan tanda ketidaksamaan (<, >, , ).
Contoh
1) 2x + 3 > 4
2) 2x3 + 2x2 7
3) 2x2 – x 12
4) x2 – 3x – 4<= 0

5)

6)

7)

Kalkulus Diferensial : Dwi Purnomo- 13


Karena persamaan dan pertidaksamaan merupakan kalimat terbuka dan mempunyai
peubah, maka peubah tersebut dapat ditentukan sehingga memenuhi persamaan atau
pertidaksamaan dimaksud, sehingga persamaan atau pertidaksamaan mempunyai arti
dan bernilai benar. Nilia peubah yang memenuhi persamaan atau pertidaksamaa disebut
selesaian. Himpunan semua bilangan yang demikian ini disebut himpunan selesaian.
Sifat-sifat dan hukum dalam R sangat membantu dalam menentukan selesaian
persamaan atau pertidaksamaan.
Contoh
Tentukan selesaian persamaan dan pertidaksamaan di bawah ini.
1) 2x + 4 = -3
Penyelesaian:
2x + 4 = -3

Jadi selesaian persamaan 2x + 4 = -3 adalah x =

2) x2 – 3x – 4 = 0
Penyelesaian
x2 – 3x – 4 = 0

Jadi selesaian persamaan x2 – 3x – 4 = 0 adalah x = 4 atau x = -1

3) Tentukan selesaian pertidaksamaan .


Penyelesaian

Kalkulus Diferensial : Dwi Purnomo- 14


Jadi, selesaian pertidaksamaan .adalah x > -4
Pertidaksamaan tipe lain mungkin lebih sulit diselesaikan dibandingkan
pertidaksamaan-pertidaksamaan seperti pada contoh di atas.
Beberapa contoh diberikan sebagai berikut.
4) Tentukan selesaian
Penyelesaian:
Dengan memfaktorkan ruas kiri pertidaksamaan, maka diperoleh:

Telah diketahui bahwa hasil kali 2 bilangan real positif apabila ke dua faktor
positif atau ke dua faktor negatif. Oleh karena itu,
(i). Jika ke dua faktor positif maka:

Sehingga diperoleh: .
(ii).Jika ke dua faktor negatif, maka:

Diperoleh: .
Jadi, selesaian persamaan adalah x < 2 atau x > 3.
Selesaian pertidaksamaan di atas dapat pula diterangkan sebagai berikut: Ruas kiri
pertidaksamaan bernilai nol jika . Selanjutnya, ke dua bilangan ini
membagi garis bilangan menjadi 3 bagian: .

x<2 2<x<3 x>3

     
0 2 3 4
Pada bagian , nilai keduanya negatif, sehingga hasil kali
keduanya positif. Pada segmen , bernilai positif sedangkan

Kalkulus Diferensial : Dwi Purnomo- 15


bernilai negatif. Akibatnya, hasil kali keduanya bernilai negatif. Terakhir, pada bagian
, masing-masing bernilai positif sehingga hasil kali keduanya
juga positif. Rangkuman uraian di atas dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tanda nilai
Kesimpulan
x<2 - - + Pertidaksamaan dipenuhi
2<x<3 + - - Pertidaksamaan tidak dipenuhi
x>3 + + + Pertidaksaman dipenuhi
Jadi, selesaian pertidaksamaan adalah x < 2 atau x > 3.

Metode penyelesaian seperti pada contoh 4 di atas dapat pula diterapkan pada
bentuk-bentuk pertidaksamaan yang memuat lebih dari 2 faktor maupun bentuk-bentuk
pecahan.
5) .
Penyelesaian:
Apabila ke dua ruas pada pertidaksamaan di atas ditambah 1, maka diperoleh:

Jika , maka diperoleh: .


Selanjutnya, perhatikan table berikut:
Nilai-nilai peubah x = -1, x = 1, x = 2 disebut titik kritis.

Tanda nilai/nilai
Kesimpulan
x < -1 - - - - Pertidaksamaan dipenuhi

-1 < x < 1 + - - + Pertidaksamaan tidak


dipenuhi
1<x<2 + + - - Pertidaksamaan dipenuhi

x>2 + + + + Pertidaksamaan tidak


dipenuhi

Kalkulus Diferensial : Dwi Purnomo- 16


x = -1 0 -2 -3 0 Pertidaksamaan dipenuhi

x=1 2 0 -1 0 Pertidaksamaan dipenuhi

x=2 3 1 0 0 Pertidaksamaan dipenuhi

Jadi, penyelesaian adalah x atau 1 .


Cara lain untuk menentukan selesaian pertidaksamaan .
adalah dengan menggunakan garis bilangan

Dengan memilih satu titik sebarang disetiap interval diatas diperoleh:

--------- +++++++ --------- +++++++

Berdasarkan garis bilangan di atas selesaian pertidaksamaan adalah


x atau 1 .

6) .

Penyelesaian
Apabila pada ke dua ruas ditambahkan maka diperoleh:

Kalkulus Diferensial : Dwi Purnomo- 17


Nilai nol pembilang adalah , sedangkan nilai nol penyebut adalah 2.

Sekarang, untuk mendapatkan nilai x sehingga diperhatikan tabel

berikut:

Tanda nilai/nilai
Kesimpulan

x < -2 - - - - Pertidaksamaan tidak


dipenuhi
-2 < x < 2 + - - + Pertidaksamaan
dipenuhi
2<x<5 + + - - Pertidaksamaan tidak
dipenuhi
x>5 + + + + Pertidaksamaan
dipenuhi
x = -2 0 -4 -7 0 Pertidaksamaan
dipenuhi
x=2 4 0 -3 Tidak Pertidaksamaan tidak
terdefinisi dipenuhi
x=5 7 3 0 0 Pertidaksamaan
dipenuhi

Jadi, selesaian pertidaksamaan adalah


Berdasarkan contoh di atas, bahwa tampak selesaian suatu persamaan berupa titik
(diskrit), sedangkan selesaian pertidaksamaan berupa selang/interval (kontinu).

Selang
Diberikan sebarang dua bilangan real a dan b, dengan . Berturut-turut
didefinisikan:

Kalkulus Diferensial : Dwi Purnomo- 18


1.3 Nilai Mutlak
Misal x suatu bilangan real, nilai mutlak x dinotasikan dengan dan
didefinisikan sebagai panjang atau jarak bilangan tersebut dari bilangan 0. Definisi
Misal x real maka:

Bentuk lain dari definisi di atas adalah sebagai berikut:


.
Contoh

, , , , dst.

Selanjutnya, sifat-sifat nilai mutlak diterangkan sebagai berikut.

Sifat-sifat Nilai Mutlak


1. Jika maka:
a)
b)
c)

d)

e) (Ketaksamaan segitiga)
f)

Kalkulus Diferensial : Dwi Purnomo- 19


Secara geometris, nilai mutlak dapat diartikan sebagai jarak dari a ke x.
Sebagai contoh, jika maka artinya x berjarak 7 unit di sebelah kanan atau di
sebelah kiri 3 (lihat Gambar 1.1.5).

7 unit 7 unit

                 
4 3 10

Gambar 1.1.5

Jadi selesaian adalah .█

Dengan mengingat nilai mutlak sebelumnya kiranya mudah dipahami sifat


berikut:

2. Jika , maka: .

Contoh,

Dengan cara yang sama

3. Jika , maka:
a) .
b) .
Contoh

Kalkulus Diferensial : Dwi Purnomo- 20


Tentukan selesaian pertidaksamaan yang memuat nilai mutlak di bawah ini:
1) Selesaikan .
Jawab

Jadi selesaian pertidaksamaan adalah

2) Tentukan semua nilai x yang memenuhi .

Jawab

Selanjutnya, karena:

maka, diperoleh: .█

3) Tentukan selesaian .
Jawab:
(i). Apabila , maka selalu berlaku untuk setiap x. Sehingga
diperoleh: .
(ii). Jika , maka:

Kalkulus Diferensial : Dwi Purnomo- 21


Dari (i) dan (ii), diperoleh .█

4) Tentukan selesaian .

Penyelesaian:
Berdasarkan nilai mutlak dperoleh:

Jadi selesaian pertidaksamaan adalah .

4.

Contoh
Tentukan selesaian dari pertidaksamaan
a.
Jawab
Menurut sifat 4 di atas, maka:

Kalkulus Diferensial : Dwi Purnomo- 22


Titik kritis pertidaksamaan adalah x = 7/3 dan x = 5 sehingga gambar garis bilangan

+++++++++++ ------------- +++++++


Jadi selesaian pertidaksamaan adalah (-

Soal Latihan
Tentukan selesaian pertidakasamaan dibawah ini!
1. 2. 3.
4. 5. 6.

7. 8. 9.

10. 11. 12.

13. 14. 15.

16. 17. 18.

19. 20. 21.

Untuk soal 22 – 24 tentukan x sehingga masing-masing pernyataan mempunyai arti.

22. 23. 24.

25. Jika dan maka tunjukkan .

26. Jika maka tunjukkan bahwa . Bilangan disebut rata-rata

aritmatika dari bilangan a dan b.


27. Jika maka tunjukkan bahwa . Bilangan disebut rata-rata
geometri dari bilangan a dan b. Tunjukkan pula bahwa rata-rata geometri dari
bilangan a dan b kurang dari rata-rata aritmatikanya.

Kalkulus Diferensial : Dwi Purnomo- 23


28. Tunjukkan bahwa .

29. Jika dan maka tunjukkan .

30. Jika dan , tunjukkan .

1.4 Sistem Koordinat


Sistem koordinat adalah suatu cara/metode untuk menentukan letak suatu titik.
Ada beberapa macam sistem koordinat: Sistem Koordinat Cartesius, Sistem Koordinat
Kutub, Sistem Koordinat Tabung, dan Sistem Koordinat Bola. Pada bagian ini hanya
akan dibicarakan Sistem Koordinat Cartesius dan Sistem Koordinat Kutub saja.

Sistem Koordinat Cartesius

Pada gambar di atas, terdapat 4 bidang simetris yang dibatasi oleh sumbu-
sumbu koordinat (sumbu X dan Y), masing-masing bidang yang dibatasi oleh bidang

Kalkulus Diferensial : Dwi Purnomo- 24


dinamakan kwadran. Terdapat 4 kwadran, yaitu kuadran I (x>0, y>0), kwadran II (x<0,
y>0), kwadran III (x<0, y<0), dan kwadran IV (x>0, y<0)
Misalkan P(x,y) sebarang titik pada bidang XOY, maka titik tersebut posisinya dapat
dikwadran I, atau II, atau III, atau kwadran IV tergantung besaran x dan y. Misal P(x,y),
maka x disebut absis, y disebut ordinat dan P(x,y) disebut koordinat.
Perhatikan gambar berikut ini.
Misal P(x1,y1) dan terletak di kwadran I hal ini berarti x1 >0 dan y1 >0

Dari gambar di atas, terdapat segitiga yang salah satu sudutnya situ-siku dititik M (
. Menurut teoram Pythagoras
OP2 = OM2 + MP2
= (x1-0)2 + (y1-0)2
= x12 + y12

Bentuk ini dinamakan humus jarak dua titik yang menghubungkan titik O(0,0) dengan
titik P(x ,y )

Kalkulus Diferensial : Dwi Purnomo- 25


Jarak antara Dua Titik pada Bidang
Misal titik P( dan titik Q( terletak pada bidang, maka jarak dua titik P
dan Q dapat dinyatakan dengan rumus

Untuk membuktikan rumus tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan teorema


Pythagoras.
Selanjutnya perhatikan gambar berikut ini!

Berdasarkan gambar di atas, pandang PSQ, dengan menggunakan teorma Pythagoras


PQ = PS + SQ

=
Selanjutnya
Pada gambar di atas M adalah sebarang titik pada garis PQ dengan perbandingan
PM:MQ = m : n
Karena PM : MQ = m : n, maka diperoleh

Kalkulus Diferensial : Dwi Purnomo- 26


PM’ : MQ’ = m : n dan MM’ : QQ’ = m : n
Selanjutnya akan dicari koordinat M.
Karena

maka =

n(x
(m+n)x

x= =

Dengan cara yang sama

maka =

n(
(m+n)y

y=

Diketahui P(x1,y1) dan Q(x2,y2) M(x,y) titik tengah PQ maka


Koordinat M dapat ditentukan dengan humus

dan

Contoh
1) Tentukan jarak titik P(3,5) dan Q(1,-6).
Jawab
Untuk menentukan jarak titik P dan Q dapat digunakan rumus

=
=
=5

Kalkulus Diferensial : Dwi Purnomo- 27


2) Tunjukkan bahwa titik-titik A(3,8), B(-11,3), dan (-8,-2) adalah titik-titik sudut dari
segitiga sama kaki ABC.
Jawab
Dengan menggunakan rumus jarak dua titik, diperoleh
= dan =

3) Tunjukkan bahwa titik A(-3,-2), B(5,2) dan C(9,4).


Jawab
Terlebih dahulu dicari panjang AB, BC, dan AC
Dengan humus jarak dua titik diperoleh AB = 4 5 , BC = 2 dan
AC = 6 , sehingga AC + BC = AC, hal ini berarti titik A, B, dan C terletak pada
satu garis lupus

Gradien Garis Lurus

Kalkulus Diferensial : Dwi Purnomo- 28


Selanjutnya jika garis PQ diperpanjang, maka garis tersebut akan memotong sumbu X
atau sumbu Y. Sudut yang dibentuk oleh garis PQ dengan sumb X disebut disebut
inklinasi.
Selanjutnya perhatikan PQR, menurut perbandingan goniometri diperoleh

tan =

Perbandingan goniometri tersebut selanjutnya disebut kemiringan atau gradien atau


tangensial dan dinotasian dengan

m = tan = = .

Dengan demikian gradien garis lurus didefinisikan sebagai tangen dari sudut inklinasi.
Misal l dan l dua garis yang terletak pada sumbu koordinat, maka beberapa hal
yang mungkin adalah kedua garis sejajar, berpotongan, atau saling tegak lurus. Jika l
dan l sejajar maka m( l ) = m(l ).
Jika l dan l tegak lurus maka, perhatikan gambar di bawah ini

Karena l dan l saling tegak lurus, maka , sehingga

Kalkulus Diferensial : Dwi Purnomo- 29


tan = ( )

Karena l dan l saling tegak lurus, maka , sehingga haruslah


1 + m m = 0 atau m m = -1

Luas Poligon yang Titik Sudutnya Ditentukan


Perhatikan gambar berikut!
Misal P ,Q , dan R . Adalah titik sudut segitiga yang
terletak pada bidang XOY seperti berikut.

Pada gambar di atas, luas PQR adalah


= (Luas trapesium PP’Q’Q + luas trapesium QQ’R’R)- luas trapesium P’R’RP
= ½ (y +y )( -x ) + ½ (y + )(x -x ) – ½ (y +y )(x - x 1 )

Kalkulus Diferensial : Dwi Purnomo- 30


= ½{ (y +y )( - x ) + (y + )(x -x ) – (y +y )(x - x 1 )}
=½{
=½{
Bentuk di atas dapat dinyatakan dalam bentuk determinan matrik ordo 3 x 3

A=½

Soal-soal
1. Buatlah ruas garis dan tentukan jarak antara pasangan titik yang diketahui berikut
ini:
a. P(4,5) dan Q(-1,3)
b. P(8,-2) dan Q(3,-1)
c. P(-1,-2) dan Q(-3,-8)
d. P(5,3) dan Q(2,-5)
2. Gambarlah luas suatu poligon (segi banyak) yang titik-titik sudutnya adalah
a. (-3,2), (1,5), (5,3), (1,-2)
b. (-5,0), (-3,-4), (3,-3), (7,2), (1,6)
3. Tunjukkan bahwa segitiga yang titik-titik sudutnya dibawah ini adalah sama sisi.
a. A(2,-2), B(-3,-4) dan C(1,6)
b. K(-2,2), L(6,6) dan M(2,-2)
c. P(6,7), Q(-8,-1) dan R(-2,-7)
d. U(2,4), V(5,1) dan W(6,5)
4. Tunjukkan bahwa segitiga berikut adalah siku-siku dan tentukan luasnya dengan
menggunakan aturan yang ada.
a. A(0,9), B(-4,-1), dan C(3,2)
b. P(10,5), B(3,2), dan C(6,-5)
c. A(3,-2), B(-2,3), dan C(0,4)
d. K(-2,8), L(-6,1), dan N(0,4)
5. Buktikan bahwa titik-titik berikut ini adalah paralelogram

Kalkulus Diferensial : Dwi Purnomo- 31


a. (-1,-2), (0,1), (-3,2), dan (-4,-1)
b. (-1,-5), (2,1), (1,5), dan (-2,-1)
c. (2,4), (6,2), (8,6), dan (4,8)
6. Tunjukkan bahwa titik-titik berikut terletak pada satu garis lurus dengan
menggunakan metode jarak.
a. (0,4), (3,-2), dan (-2,8)
b. (-2,3), (-6,1), (-10,-1)
c. (1,2), (-3,10), (4,-4)
d. (1,3), (-2,-3), (3,7)
7. Tentukan sebuah titik yang berjarak 10 satuan dari titik (-3,6)
8. Tentukan koordinat titik P(x,y) yang membagi ruas garis dengan perandingan
diketahui:
a. A(4,-3), B(1,4) dengan AP:PB = r = 2
b. A(2,-5), (6,3) dengan AP:PB = r = ¾
c. A(-5,2), B(1,4) dengan AP:PB = r = -5/3
d. A(0,3), B(7,4) dengan AP:PB = r = -2/7
e. A(-2,3), P(3,-2) dengan AP:PB = r = 2/5
9. Jika M (9,2) membagi ruas garis yang melalui P(6,8) dan Q(x,y) dengan
perbandingan 3/7. Tentukan koordinat titik Q.
10. Tentukan titik pusat (centroid) setiap segitiga diketahui titik-titik sudutnya di bawah
ini:
a. (5,7), (1,-3), (-5,1)
b. (2,-1), (6,7), (-4,-3)
c. (3,6), (-5,2), (7,-6)
d. (7,4), (3-6), (-5,2)
e. (-3,1), (2,4), (6,-2)
11. Tentukan luas poligon yang titik sudutnya adalah:
a. (-3,2), (1,5), (5,3), (1,-2)
b. (-5,0), (-3,-4), (3,-3), (7,2), (1,6)

Kalkulus Diferensial : Dwi Purnomo- 32


12. Tentukan koordinat titik-titik suatu segitiga, jika titik-titik tengah sisi-sisinya
adalah:
a. (-2,1), (5,2), (2,-3)
b. (3,2), (-1,-2), dan (5,-4)
13. Gradien dari garis lurus yang melalui titik A(3,2) adalah ¾. Lukislah titik-titik pada
garis yang berjarak 5 satuan dari A.
14. Tentukan gradien suatu garis lurus yang membuat sudut 45o dengan titik (2,-1) dan
(5,3).
15. Garis p membentuk sudut 60o dengan garis s, Jika gradien p = 1, tentukan gradien
garis s.
16. Sudut yang dibentuk oleh garis l yang melalui titik A(-4,5), B(3,y) dan garis u yang
melalui titik P(-2,4), Q(9,1). Tentukan konstanta y tersebut.

Sistem Koordinat Kutub (Polar)


Pada sistem koordinat Cartesius, letak titik pada bidang dinyatakan dengan
pasangan , dengan x dan y masing-masing menyatakan jarak berarah ke sumbu-y
dan ke sumbu-x. Pada sistem koordinat kutub, letak sebarang titik P pada bidang
dinyatakan dengan pasangan bilangan real , dengan r menyatakan jarak titik P ke
titik O (disebut kutub) sedangkan  adalah sudut antara sinar yang memancar dari titik
O melewati titik P dengan sumbu-x positif (disebut sumbu kutub) (lihat Gambar 1.2.3).


r


O

Kalkulus Diferensial : Dwi Purnomo- 33


Berbeda dengan sistem koordinat Cartesius, dalam koordinat kutub letak suatu
titik dapat dinyatakan dalam tak hingga banyak koordinat. Sebagai contoh, letak titik
dapat digambarkan dengan cara terlebih dulu melukiskan sinar yang

memancar dari titik asal O dengan sudut sebesar radian terhadap sumbu mendatar

arah positif. Kemudian titik P terletak pada sinar tadi dan berjarak 3 satuan dari titik
asal O (lihat Gambar 1.2.4 (a)). Titik P dapat pula dinyatakan dalam koordinat
, dengan k bilangan bulat (lihat Gambar 1.2.4 (b)). Mudah ditunjukkan
pula bahwa koordinat pun juga menggambarkan titik P (lihat Gambar 1.2.4
(c)). Pada koordinat yang terakhir, jarak bertanda negatif. Hal ini dikarenakan titik P
terletak pada bayangan sinar .

3 3

(b)
(a)

Secara umum, jika(c) menyatakan koordinat kutub suatu titik maka


koordinat titik tersebut dapat pula dinyatakan sebagai berikut:

Kalkulus Diferensial : Dwi Purnomo- 34


atau dengan k bilangan bulat.
Kutub mempunyai koordinat dengan  sebarang bilangan.

Hubungan Antara Sistem Koordinat Cartesius dan Sistem Koordinat Kutub


Suatu titik P berkoordinat dalam sistem koordinat Cartesius dan
dalam sistem koordinat kutub. Apabila kutub dan titik asal diimpitkan, demikian pula
sumbu kutub dan sumbu-x positif juga diimpitkan, maka kedudukan titik dapat
digambarkan sebagai berikut:
y


x x
O

Gambar 1.2.5

Dari rumus segitiga diperoleh hubungan sebagai berikut:


(1.1)
atau:

(1.2)

Contoh

Kalkulus Diferensial : Dwi Purnomo- 35


1) Nyatakan ke dalam system koordinat Cartesius.

a. b. c.

Jawab
Dengan menggunakan persamaan (1.1):

a. .

Jadi, .

b. .

Jadi, dalam system koordinat Cartesius .

c. .

Jadi, .█

Apabila maka persamaan (1.2) dapat dinyatakan sebagai:

(1.3)

Hati-hati apabila menggunakan persamaan (1.3), karena akan memberikan

2 nilai  yang berbeda, . Untuk menentukan nilai  yang benar perlu


diperhatikan letak titik P, apakah di kwadran I atau II, ataukah dikwadran II atau IV.
Apabila dipilih nilai  yang lain, maka .
2) Nyatakan ke dalam sistem koordinat kutub:
a. b.
Penyelesaian: Dari persamaan (1.3), diperoleh:
a.

Kalkulus Diferensial : Dwi Purnomo- 36


Selanjutnya, karena letak titik P di kwadran IV, maka:

, atau

Jadi, atau .

b.

Selanjutnya, karena letak titik Q di kwadran II, maka:

, atau

Jadi, atau .█

3) Nyatakan persamaan ke dalam sistem koordinat Cartesius.


Jawab
Jika ke dua ruas persamaan di atas dikalikan dengan r maka diperoleh:

Selanjutnya, karena dan maka:

yaitu persamaan lingkaran dengan pusat dan jari-jari .█

4) Nyatakan ke dalam system koordinat kutub.


Penyelesaian: Dengan substitusi maka diperoleh:

Kalkulus Diferensial : Dwi Purnomo- 37


Soal Latihan
Untuk soal 1 – 8, nyatakan masing-masing dengan dua koordinat yang lain, satu dengan
dan yang lain dengan .
1. 2. 3. 4.
5. 6. 7. 8.
Untuk soal 9 – 16, nyatakan dalam sistem koordinat Cartesius.
9. 10. 11. 12.
13. 14. 15. 16.

Untuk soal 17 – 23, ubahlah ke dalam sistem koordinat kutub.


17. 18. 19. 20.
21. 22. 23.
Untuk soal 24 – 29, nyatakan masing-masing persamaan ke dalam sistem koordinat
Cartesius.

24. 25. 26.

27. 28. 29.

Nyatakan persamaan pada soal 30 – 32 ke dalam sistem koordinat kutub.


30. 31. 32.
33. Tunjukkan bahwa jarak titik dan adalah:

1.5 Persamaan Garis Lurus

Kalkulus Diferensial : Dwi Purnomo- 38


`

Menurut definisi kemiringan (gradient), garis PQ pada gambar diatas mempunyai


kemiringan

tan =m= ,

Misal M(x,y) Semarang titik pada garis lupus PQ, maka dengan cara yang sama dapat
ditentukan gradien garis mlupus PM.

tan =m= ,

y-y = m(x- )
y = mx - mx + y
Karena m, x , dan y R, maka persamaan tersbut dapat ditulis dalam bentuk y =
mx + c.
Dengan kata lain, persamaan garis lurus yang melalui dua titik dengan gradien m dapat
dinyatakan dengan y = mx + c.
Atau secara umum ditulis dalam bentuk Ax + By + C = 0 dengan gradien

m=

Soal-soal
1) Tentukan gradien dan persamaan garis lurus yang melalui titik-titik
a) (1,2) dan (2,3)
b) (3,5) dan (7,-1)

Kalkulus Diferensial : Dwi Purnomo- 39


c) (3,0) dan (3,3)
d) (3,5) dan (6,5)
e) (2,-4) dan (4,9)
2) Buktikan bahwa segitiga yang titik-titik sudutnya (5,3), (-2,4), dan (10,8) adalah
segitiga sama sisi.
3) Tunjukkan bahwa segitiga yang titik-titik sudutnya (2,-4), (4,0), dan (8,2) adalah
segitiga siku-siku.
4) Tentukan nilai k sedemikian rupa sehingga garis 3x + ky = 5
a) melalui titik (3,1)
b) sejajar sumbu x
c) sejajar garis 2x + y = -1
d) tegak lurus garis y-2 = 3(x+3)
5) Carilah nilai c sedemikian sehingga persamaan cx – 3y = 10
a) sejajar garis y = 2x + 4
b) tegak lurus garis 2x – y – 4 = 0
c) tegak lurus garis 2x + 3y = 6

Kalkulus Diferensial : Dwi Purnomo- 40

Anda mungkin juga menyukai