Anda di halaman 1dari 30

lOMoARcPSD|17381573

Makalah teori belajar

Ilmu Pendidikan (Universitas Negeri Semarang)

Studocu is not sponsored or endorsed by any college or university


Downloaded by Ratna Tiara (ratnatiara70@gmail.com)
lOMoARcPSD|17381573

MAKALAH TEORI BELAJAR


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pembelajaran Bermakna

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Sri Haryani, M. Si.
Dra. Sri Nurhayati, M. Pd.

Disusun Oleh:
Kelompok 7
Anisa Randina (4301419007)
Hably Darajatal ‘Ulya (4301419012)
Putri Fito Sekar Rindu (4301419058)
Desy Dwi Handayani (4301419061)

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2022

Downloaded by Ratna Tiara (ratnatiara70@gmail.com)


lOMoARcPSD|17381573

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami sampaikan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan kami nikmat sehat dan nikmat kesempatan, sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas makalah ini sebagai hasil dari diskusi kelompok kami mengenai materi “Teori Belajar”
sebagai pemenuhan tugas perkuliahan Pembelajaran Bermakna Universitas Negeri Semarang
yang diampu oleh Prof. Dr. Sri Haryani, M. Si. dan Dra. Sri Nurhayati, M. Pd. Makalah ini
disusun berdasarkan hasil diskusi kelompok kami dan beberapa referensi artikel serta jurnal di
internet.
Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Sri Haryani, M. Si. dan Dra.
Sri Nurhayati, M. Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Pembelajaran Bermakna yang telah
memberikan arahan kepada kami dalam pembuatan tugas makalah ini. Serta kami mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan tugas makalah ini.
Mohon maaf kami sampaikan apabila dalam penyusunan tugas makalah ini masih
terdapat kekurangan, baik dari segi penyusunan maupun dari hasil pengerjaan ini. Semoga
dengan adanya tugas makalah ini, dapat bermanfaat bagi para pembaca dalam memahami
berbagai macam teori belajar, karakteristiknya dan penerapan teori belajar konstruktivisme serta
kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kebaikan kita semua.

Semarang, 20 Februari 2022

Penyusun

ii

Downloaded by Ratna Tiara (ratnatiara70@gmail.com)


lOMoARcPSD|17381573

DAFTAR ISI

COVER i
KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 1
1.3. Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAN 3
2.1. TEORI-TEORI BELAJAR 3
2.2. PENERAPAN TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME 16

BAB III PENUTUP 22


3.1. Kesimpulan 22
3.2. Saran 22

DAFTAR PUSTAKA 23

iii

Downloaded by Ratna Tiara (ratnatiara70@gmail.com)


lOMoARcPSD|17381573

Downloaded by Ratna Tiara (ratnatiara70@gmail.com)


lOMoARcPSD|17381573

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Belajar adalah suatu proses usaha secara sadar yang dilakukan siswa
untuk suatu perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak terampil menjadi
terampil melakukan sesuatu, dan proses yang dapat memberikan perubahan perilaku
siswa. Belajar bukan sekedar proses menghafal, mengingat, dan memetakan
pengetahuan atau informasi yang disampaikan. Tetapi juga mengenai cara supaya
individu terlibat aktif dalam membuat dan mengembangkan hasil belajar yang
diterima menjadi suatu pengalaman yang bermanfaat bagi kehidupannya. Belajar
memiliki tujuan yang sangat banyak, namun pada intinya belajar bertujuan untuk
meningkatkan kualitas pada aspek akal, sikap, jiwa, dan perbuatannya.
Pembelajaran adalah suatu sistem yang dapat membantu siswa belajar serta
berinteraksi dengan sumber belajar dan lingkungannya.

Teori belajar lahir dengan tujuan untuk menjelaskan beberapa peristiwa


tertentu yang diamati secara terpisah dengan menghubungkan fakta-fakta tersebut
dalam suatu model konseptual. Pola itu sendiri tidak dapat diamati tetapi dapat
menghasilkan berapa konsekuensi yang dapat diamati. Dengan memeriksa
konsekuensi ini seringkali dalam berapa tahun teori belajar semakin diterima dan
semakin banyak digunakan untuk menjelaskan peristiwa yang relevan (Dahar,
2007). Perlu kita ketahui bahwa pengetahuan teoritis pembelajaran tidak
diterjemahkan ke dalam penggunaan prosedur pengajaran standar. Demikian juga
suatu teori belajar tidak memberikan proses pengajaran yang paling tepat yang
dapat diterapkan dalam semua situasi pengajaran. Kita tahu bahwa situasi
belajar-mengajar sangat bervariasi. Dengan mengetahui teori belajar, seorang guru
dalam menghadapi masalah perencanaan mengajar melaksanakan kegiatan
pembelajaran atau melakukan penilaian hasil belajar dapat memiliki pengetahuan
tentang berbagai cara untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan kata lain guru
memiliki berbagai alternatif pemecahan masalah yang dihadapinya.

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1 Apa pengertian teori belajar behavioristik
1.2.2 Apa karakteristik teori belajar behavioristik
1.2.3 Apa kelebihan dan kekurangan teori belajar behavioristik
1.2.4 Bagaimana penerapan teori belajar behavioristik
1.2.5 Apa pengertian teori belajar humanistik

Downloaded by Ratna Tiara (ratnatiara70@gmail.com)


lOMoARcPSD|17381573

1.2.6 Apa karakteristik teori belajar humanistik


1.2.7 Apa kelebihan dan kekurangan teori belajar humanistik
1.2.8 Bagaimana penerapan teori belajar humanistik
1.2.9 Apa pengertian teori belajar kognitif
1.2.10 Apa karakteristik teori belajar kognitif
1.2.11 Apa kelebihan dan kekurangan teori belajar kognitif
1.2.12 Bagaimana penerapan teori belajar kognitif
1.2.13 Apa pengertian teori belajar konstruktivisme
1.2.14 Apa karakteristik teori belajar konstruktivisme
1.2.15 Apa kelebihan dan kekurangan teori belajar konstruktivisme
1.2.16 Bagaimana penerapan teori belajar konstruktivisme

1.3. Tujuan
1.2.1 Mengetahui teori belajar behavioristik
1.2.2 Memahami karakteristik teori belajar behavioristik
1.2.3 Mengetahui kelebihan dan kekurangan teori belajar behavioristik
1.2.4 Memahami penerapan teori belajar behavioristik
1.2.5 Mengetahui pengertian teori belajar humanistik
1.2.6 Memahami karakteristik teori belajar humanistik
1.2.7 Mengetahui kelebihan dan kekurangan teori belajar humanistik
1.2.8 Memahami penerapan teori belajar humanistik
1.2.9 Mengetahui pengertian teori belajar kognitif
1.2.10 Memahami karakteristik teori belajar kognitif
1.2.11 Mengetahui kelebihan dan kekurangan teori belajar kognitif
1.2.12 Memahami penerapan teori belajar kognitif
1.2.13 Mengetahui pengertian teori belajar konstruktivisme
1.2.14 Memahami karakteristik teori belajar konstruktivisme
1.2.15 Mengetahui kelebihan dan kekurangan teori belajar konstruktivisme
1.2.16 Memahami penerapan teori belajar konstruktivisme

Downloaded by Ratna Tiara (ratnatiara70@gmail.com)


lOMoARcPSD|17381573

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. TEORI-TEORI BELAJAR


1. Teori Belajar Behavioristik
a. Pengertian Teori Belajar Behavioristik
Behavioristik merupakan aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi
jasmaniyah dan mengabaikan aspek-aspek mental seperti kecerdasan, bakat, minat dan
perasaan individu. Menurut teori ini semua kecakapan, kecerdasan dan perasaan bisa
timbul setelah melakukan kontak dengan alam sekitar (Muktar, 2019). Teori belajar
behavioristik adalah sebuah aliran belajar yang menekankan pada pentingnya tingkah
laku (behavior) yang dapat diamati. Menurut aliran behavioristik, belajar pada
hakikatnya adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap panca indera
dengan kecenderungan untuk bertingkah laku. Secara sederhana berkaitan dengan
hubungan antara stimulus dan respon (S-R) sehingga teori ini juga dinamakan teori
Stimulus-Respons. Para ahli behavioristik berpendapat bahwa belajar adalah perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Belajar merupakan akibat adanya interaksi
antara stimulus dengan respons dimana adanya input berupa stimulus dan output yang
berupa respon (Andriyani, 2015). Para tokoh teori belajar behavioristik menjelaskan
belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku dimana penguatan, penghargaan
dan hukuman menjadi stimulus yang merangsang siswa dalam berperilaku (Syahbana et
al., 2020)
b. Tokoh-tokoh Teori Belajar Behavioristik
Tokoh-tokoh yang mengembangkan teori belajar behavioristik diantaranya sebagai
berikut :
1. Ivan Petrovich Pavlov (Classic Conditioning)
Ivan Petrovich Pavlov merupakan ilmuwan Rusia yang mengembangkan teori
behavioristik melalui percobaan tentang anjing dan air liurnya. Secara otomatis
anjing akan mengeluarkan air liur saat diberikan makanan. Kemudian Pavlov
melakukan eksperimen dengan membunyikan bel sebelum anjing diberi makanan
dan air liur pun keluar. Perlakuan tersebut diberikan secara berulang-ulang hingga
anjing akan mengeluarkan air liur apabila mendengar bunyi bel walaupun tidak
diperlihatkan atau diberikan makanan (Nahar, 2016). Makanan yang diberikan
kepada anjing disebut stimulus tak bersyarat (unconditioned stimulus), sementara bel
yang semula sebagai stimulus netral (neutral stimulus) setelah dilakukan latihan
pembiasaan secara berulang menjadi stimulus bersyarat (conditioned stimulus). Baik
stimulus bersyarat maupun stimulus tak bersyarat, anjing memberikan respon
berupa keluarnya air liur yang disebut unconditioned response. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa untuk membentuk tingkah laku tertentu harus dilakukan
berulang-ulang dengan pengkondisian tertentu (Andriyani, 2015).

Downloaded by Ratna Tiara (ratnatiara70@gmail.com)


lOMoARcPSD|17381573

2. Edward Lee Thorndike


Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya
asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus dengan respon.
Thorndike bereksperimen dengan kucing yang lapar dengan beberapa kondisi untuk
mendapatkan makanan. Terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon mengikuti
hukum-hukum berikut :
a) Hukum kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme
memperoleh suatu perubahan tingkah laku maka akan menimbulkan kepuasan
individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
b) Hukum latihan (law of exercise), yaitu semakin sering suatu tingkah laku
dilakukan, maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.
c) Hukum akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung
diperkuat apabila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika
akibatnya tidak memuaskan.
Teori behavioristik menurut Thorndike dapat disimpulkan bahwa perubahan tingkah
laku dibentuk melalui stimulus dan respon (Amsari & Mudjiran, 2018).
3. John Broadus Watson
Watson mengembangkan teori belajar dari Ivan Pavlov tentang classical
conditioning. Ia mengadakan eksperimen tentang perasaan takut pada anak yang
bernama Albert. Pada mulanya anak tersebut tidak takut dengan tikus, ketika ia
memegangnya Watson mengeluarkan suara dengan tiba-tiba dan keras. Anak
tersebut ketakutan dengan suara sekaligus takut dengan tikus (Anwar, 2017). Watson
menyimpulkan bahwa pengubahan tingkah laku dapat dilakukan melalui latihan atau
pembiasaan merespon terhadap stimulus-stimulus yang diterima. Menurutnya,
stimulus dan respon tersebut harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati
(Andriyani, 2015)
4. Burrhus Frederic Skinner (Operant Conditioning)
Menurut Skinner perilaku yang dapat menguatkan cenderung diulangi
kemunculannya, sedangkan perilaku yang tidak dapat menguatkan cenderung
menghilang. Dalam operant conditioning, individu belajar mengenai hubungan
antara sebuah perilaku dan konsekuensinya. Tingkah laku bukan sekedar respon
terhadap stimulus, melainkan ada suatu tindakan yang disengaja (operant) yang
berupa pengendalian konsekuensi. Konsekuensi sangat menentukan apakah
seseorang akan mengulangi suatu tingkah laku pada saat yang lain di watu akan
datang atau tidak. Skinner melakukan eksperimen dengan tikus yang ditempatkan
pada skinner box. (Isti’adah, 2020).
Skinner mengatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan.
Penguatan ini terbagi menjadi dua, yaitu penguatan positif dan penguatan negatif.
Bentuk penguatan positif berupa hadiah, senyum atau penghargaan, sedangkan
bentuk penguatan negatif antara lain menunda atau tidak memberi penghargaan,

Downloaded by Ratna Tiara (ratnatiara70@gmail.com)


lOMoARcPSD|17381573

memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang. Contoh


penerapan prinsip belajar Skinner adalah hasil belajar harus segera diberitahukan
kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguatan (Syahbana et al.,
2020).
c. Karakteristik Teori Belajar Behavioristik
Berikut adalah karakteristik pada teori belajar humanistik :
1) Proses belajar terjadi akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon
2) Perubahan tingkah laku hasil belajar harus dapat diamati dan diukur, sehingga
perubahan mental individu tidak diperhatikan dan tidak dianggap hasil belajar
karena tidak dapat diamati.
3) Pelaksanaan pembelajaran menekankan pada aspek penguatan (reinforcement)
4) Proses belajar timbul setelah melakukan kontak dengan alam dan lingkungan
sosial
5) Perkembangan tingkah laku seseorang bergantung pada cara ia belajar dengan
lingkungannya
6) Sifatnya mekanis atau mementingkan kebiasaan-kebiasaan
7) Tingkah laku terbentuk karena pengalaman dan latihan (Syahbana et al., 2020)
d. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Behavioristik
Kelebihan yang dimiliki teori belajar behavioristik diantaranya :
1) Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar
2) Adanya pengulangan dan pelatihan yang berkesinambungan dapat
mengoptimalkan bakat dan kecerdasan siswa.
3) Mampu membentuk perilaku siswa sebagaimana yang diinginkan melalui
penguatan positif maupun penguatan negatif
4) Memiliki kontribusi nyata untuk membentuk kedisiplinan dan tanggung jawab
Adapun kekurangan teori behavioristik diantaranya sebagai berikut :
1) Tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, karena hanya sekedar
berhubungan dengan respon dan stimulus dan tidak menjelaskan penyimpangan
yang mungkin terjadi
2) Kurang mampu menjelaskan tentang adanya variasi tingkat emosi siswa
3) Mengesampingkan keadaan jiwa manusia
4) Cenderung mengarahkan siswa berpikir linier, tidak produktif dan kreatif
5) Siswa dipandang pasif dan selalu butuh motivasi dari luar yang berupa
penguatan dari guru.
6) Terlalu fokus pada perubahan perilaku sehingga kurang memperhatikan
penanaman nilai-nilai.
e. Penerapan Teori Belajar Behavioristik
Proses pembelajaran yang berpijak pada teori belajar behavioristik adalah sebagai
berikut:

Downloaded by Ratna Tiara (ratnatiara70@gmail.com)


lOMoARcPSD|17381573

1) Menentukan tujuan pembelajaran dalam bentuk standar kompetensi (SK) dan


kompetensi dasar (KD) serta indikator ketercapaian
2) Menentukan materi pelajaran yang akan diberikan
3) Merinci materi menjadi bagian-bagian kecil dalam bentuk pokok bahasan, sub
pokok bahasan, dan sebagainya
4) Memberikan stimulus berupa pertanyaan-pertanyaan, latihan-latihan, dan
tugas-tugas dalam proses pembelajaran
5) Adanya aktivitas memberikan hadiah dan hukuman
(Syahbana et al.,2020)

2. Teori Belajar Humanisme


a. Pengertian Teori Belajar Humanisme

Berdasarkan teori humanistik, proses belajar dimulai dan ditujukan untuk


kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Teori belajar humanistik mempelajari
tentang konsep-konsep pendidikan yang bertujuan untuk membentuk manusia yang
diinginkan dan tentang proses belajar dalam bentuk yang paling ideal (Zulhammi, 2016).
Teori belajar humanistik dalam pendidikan lebih menekankan pada perkembangan
positif. Pendekatan yang berpusat pada kemampuan manusia dalam mencari potensi
yang dimilikinya serta mengembangkannya. Keterampilan atau kemampuan
membangun diri dengan cara yang positif merupakan hal yang penting dalam
pendidikan karena berhubungan dengan keberhasilan akademik (Perni, 2019).

Menurut teori humanistik, proses belajar dikatakan berhasil apabila siswa


memahami dirinya sendiri dan lingkungannya. Dalam proses belajar, siswa harus
berusaha agar dapat mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar
humanistik berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya. Teori
belajar humanistic bertujuan supaya pendidik mampu membantu siswa untuk
mengembangkan dirinya dan mengenal dirinya sebagai manusia yang unik, serta
membantu mewujudkan potensi-potensi yang terdapat dalam diri mereka (Wati, 2010).

Beberapa ahli mendefinisikan teori belajar humanisme sebagai berikut:

1. Arthur Combs

Downloaded by Ratna Tiara (ratnatiara70@gmail.com)


lOMoARcPSD|17381573

Menurut Arthur Combs, belajar adalah kegiatan yang dapat dilakukan di mana
saja dan memberikan hasil bagi dirinya. Dalam kegiatan belajar, seseorang bahkan guru
tidak dapat memaksakan hal yang tidak disukai oleh pribadi yang bersangkutan.

2. Abraham Maslow

Menurut Maslow, belajar adalah serangkaian proses yang harus dilakukan untuk
mengaktualisasi dirinya. Dalam kegiatan belajar, siswa diharapkan dapat memahami
dirinya sendiri dengan baik.

3. Carl Rogers

Menurut Carls Rogers, dalam proses belajar membutuhkan sikap saling


menghargai dan tanpa prasangka antara siswa yang sedang belajar dan pihak yang
memberikan pembelajaran.

b. Karakteristik Teori Belajar Humanisme

Karakteristik teori humanistik yaitu berusaha untuk mengamati perilaku seseorang


dari sudut si pelaku dan bukan si pengamat. Sebagai makhluk hidup, mereka harus
melangsungkan, mempertahankan, dan mengembangkan hidupnya melalui potensi –
potensi yang mereka miliki (Baharuddin, 2007).

Suatu pembelajaran dikatakan menggunakan teori belajar humanistik apabila


memiliki ciri-ciri berikut :

1. Mementingkan pada aktualisasi diri individu (manusia sebagai sosok individu


yang dapat mengeksplorasi dirinya).
2. Proses belajar adalah hal penting yang menjadi fokus belajar.
3. Melibatkan peran aspek kognitif dan afektif.
4. Mengedepankan pengetahuan atau pemahaman.
5. Mengedepankan bentuk perilaku diri sendiri.
6. Tidak ada yang seseorang yang berhak mengatur proses belajar setiap individu.
c. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Humanisme

Downloaded by Ratna Tiara (ratnatiara70@gmail.com)


lOMoARcPSD|17381573

Kelebihan :

1. Siswa akan merasa senang mengikuti pembelajaran dan termotivasi dengan


sendirinya.
2. Guru menerima setiap karakteristik siswa karena guru perlu memahami jiwa dan
pola pikir siswa.
3. Siswa mempunyai pengetahuan yang bermakna.
4. Teori belajar humanistik memiliki karakter yang menekankan pada
pengembangan sikap, mental, kepribadian, dan analitik.
5. Dalam jangka panjang, siswa dapat meraih potensi diri dengan baik.
6. Siswa akan memiliki pola pikir dan perasaan halus yang baru.
7. Siswa akan mempunyai mental yang kuat dan berkarakter. Siswa mampu menjadi
manusia seutuhnya berani, kuat, bebas dan dapat mengontrol kepribadiannya
dengan penuh tanggung jawab.
8. Siswa akan lebih kreatif dan inovatif dalam menguasai pembelajaran secara
mudah.

Kekurangan :

1. Siswa yang memiliki karakteristik cenderung pasif dan kurang inisiatif akan
tertinggal dalam pembelajaran.
2. Jika siswa tidak didukung oleh motivasi dan lingkungan yang baik, penerapan
teori belajar humanistik akan terhambat.
3. Penerapan teori belajar humanistik akan sulit untuk diaktualisasi dalam bentuk
yang lebih efektif.
4. Siswa akan tertinggal dalam pembelajaran apabila siswa malas dalam memahami
dan mendalami potensi diri yang dia miliki.
5. Implementasi teori belajar humanistik akan membuat siswa cenderung lebih
mementingkan diri sendiri.
6. Pertumbuhan karakter siswa akan semakin berkurang.
7. Faktor dari kesuksesan pembelajaran lebih berpengaruh atas sikap dan perilaku
siswa.

Downloaded by Ratna Tiara (ratnatiara70@gmail.com)


lOMoARcPSD|17381573

d. Penerapan Teori Belajar Humanisme

Aplikasi teori humanistik dalam pembelajaran menekankan pada ruh atau spirit
selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diaplikasikan. Dalam
teori belajar humanistik, guru berperan menjadi fasilitator bagi para siswa serta
memberikan motivasi dan kesadaran tentang belajar dalam kehidupan siswa. Sedangkan
siswa memiliki peran sebagai pelaku utama yang memaknai proses pengalaman
belajarnya sendiri.

1. Metode Pembelajaran Kooperatif

Penerapan teori belajar humanistik dalam pembelajaran kooperatif yaitu


siswa bekerja kelompok supaya dapat saling membantu antara satu dengan yang
lain dalam memahami dan mempelajari materi pelajaran. Sehingga siswa
diharapkan mampu berdiskusi dan berargumentasi bersama dengan temannya
untuk mengasah pengetahuan yang sedang dipelajari.

2. Metode Problem Solving

Penerapan teori belajar humanistik dalam metode problem solving yaitu


siswa diajak untuk berpikir kritis secara sistematis dengan menghadapkan mereka
pada suatu problem yang berkaitan dengan materi pelajaran tersebut. Dalam
metode ini, kegiatan berpusat pada siswa, sehingga siswa diharapkan dapat
mengaplikasikannya ketika mereka berada dalam situasi problematis dalam
hidupnya.

3. Metode Discovery

Penerapan teori belajar humanistik dalam metode discovery melibatkan


proses mental dalam usaha menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang
berkaitan dengan materi pelajaran tersebut. Contoh proses mental yang dilakukan
siswa yaitu mengamati, mengukur, menggolongkan, menduga, dan mengambil
kesimpulan.

Downloaded by Ratna Tiara (ratnatiara70@gmail.com)


lOMoARcPSD|17381573

4. Metode Inquiry

Penerapan teori belajar inquiry juga melibatkan proses mental yang


dilakukan siswa. Proses mental pada metode inquiry yaitu merumuskan masalah,
membuat hipotesa, merencanakan eksperimen, melakukan eksperimen,
mengumpulkan dan menganalisis data, serta menarik kesimpulan.

3. Teori Belajar Kognitif


a. Pengertian Teori Belajar Kognitif
Definisi “Cognitive” berasal dari kata “Cognition” yang mempunyai persamaan dengan
“knowing” yang berarti mengetahui. Dalam arti yang luas kognition/kognisi ialah
perolahan penataan, penggunaan pengetahuan. Teori belajar kognitivisme lebih
mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar
melibatkan hubungan antara stimulus dan respon sebagaimana dalam teori
behaviorisme, lebih dari itu belajar dengan teori kognitivisme melibatkan proses berpikir
yang sangat kompleks (Nurhadi, 2020).
Teori psikologi kognitif memandang belajar sebagai proses perfungsian unsur-unsur
kognisi, terutama unsur pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang
datang dari luar. Teori psikologi kognitif menekankan pada cara-cara seseorang
menekankan pikirannya untuk belajar, mengingat, dan penggunaan pengetahuan yang
telah diperoleh dan disimpan di dalam pikirannya secara efektif. Pendekatan kognitif
berkaitan dengan penentuan hubungan antara faktor internal dan eksternal dalam proses
belajar mengajar. Faktor internal meliputi proses belajar, hasil belajar, pengetahuan dan
keterampilan peserta didik. Faktor eksternal meliputi manipulasi pembelajaran dan
kinerja atau hasil pembelajaran.
Pengertian dari Para Ahli
- Piaget
Menurut Jean Piaget (1975) salah seorang penganut aliran kognitif yang kuat,
bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan yakni (1) asimilasi, (2)
akomodasi, dan (3) equilibrasi (penyeimbangan). Proses asimilasi adalah proses
penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada
dalam benak siswa. Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif kedalam
situasi yang baru. Equilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara
asimilasi dan akomodasi.
Menurut Piaget, proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan
kognitif yang dilalui siswa, yang dalam hal ini Piaget membaginya menjadi empat
tahap, yaitu tahap sensori-motor (ketika anak berumur 1,5 sampai 2 tahun), tahap
Pra-operasional (2/3 sampai 7/8 tahun), tahap operasional konkret (7/8 sampai

10

Downloaded by Ratna Tiara (ratnatiara70@gmail.com)


lOMoARcPSD|17381573

12/14 tahun), dan tahap operasional formal (14 tahun atau lebih). Proses belajar
yang dialami seorang anak pada tahap sensori-motor tentu lain dengan
yang dialami seorang anak yang sudah mencapai tahap kedua (pra-operasional)
dan lain lagi yang dialami siswa lain yang telah sampai ke-tahap yang lebih tinggi
(operasional konkret dan operasional formal). Secara umum, semakin tinggi
tingkat kognitif seseorang semakin teratur (dan juga semakin abstrak) cara
berfikirnya. Dalam kaitan ini seorang guru seyogyanya memahami tahap-tahap
perkembangan anak didiknya ini, serta memberikan materi belajar dalam jumlah
dan jenis yang sesuai dengan tahap-tahap tersebut.
Konsep kunci Piaget mengajukan tiga konsep pokok dalam menjelaskan
perkembangan kognitif. Keempat konsep yang dimaksud adalah skema, asimilasi,
akomodasi dan ekuilibrium. Skema menggambarkan tindakan mental dan fisik
dalam mengetahui dan memahami objek. Skema merupakan kategori pengetahuan
yang membantu seseorang dalam memahami dan menafsirkan dunianya.
Asimilasi, merupakan proses memasukkan informasi ke dalam skema yang telah
dimiliki disebut dengan asimilasi. Proses ini agak bersifat subjektif, karena
seseorang cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi yang agak atau
sesuai dengan keyakinan yang telah dimiliki sebelumnya. Akomodasi merupakan
proses mengubah skema yang telah dimiliki dengan informasi baru. Akomodasi
itu sendiri melibatkan kegiatan pengubahan skema atau gagasan yang telah
dimiliki karena adanya informasi atau pengalaman baru, dan yang terakhir yaitu
Ekuilibrium, Piaget percaya bahwa setiap anak mencoba memperoleh
keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi dengan cara menerapkan
mekanisme ekuilibrium.
- Pandangan tentang Perkembangan Kognitif menurut Vygotsky ada tiga konsep,
yaitu: (1) keahlian kognitif anak dapat dipahami apabila dianalisis dan
diinterpretasikan secara developmental; (2) kemampuan kognitif dimediasi
dengan kata, bahasa, dan bentuk diskursus yang berfungsi sebagai alat psikologis
untuk membantu dan mentransformasikan aktivitas mental dan (3) kemampuan
kognitif berasal dari relasi sosial dan dipengaruhi oleh latar belakang
sosiokultural. Vygotsky percaya bahwa kemampuan kognitif berasal dari
hubungan sosial dan kebudayaan. Teori Vygotsky mengandung pandangan bahwa
pengetahuan dapat dipengaruhi situasi dan bersifat kolaboratif, artinya
pengetahuan didistribusikan di antara orang dan lingkungan, yang mencakup
objek, artifak, alat, buku dan komunitas tempat orang berinteraksi dengan orang
lain.
- Ausubel
Menurut Ausubel (1968) siswa akan belajar dengan baik jika apa yang disebut
pengatur kemajuan (belajar) (advance organizers) didefinisikan dan
dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa. Pengatur kemajuan belajar

11

Downloaded by Ratna Tiara (ratnatiara70@gmail.com)


lOMoARcPSD|17381573

adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi (mencakup) semua isi
pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa. Ausubel percaya bahwa advance
organizers dapat memberikan tiga macam manfaat, yakni:
1) Dapat menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi belajar yang
akan dipelajari oleh siswa;
2) Dapat berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara apa yang
sedang dipelajari siswa saat iniǁ dengan apa yang akan dipalajari siswa;
3) Mampu membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih
mudah.
- Bruner
Bruner (1960) mengusulkan teorinya yang disebut free dicovery learning.
Menurut teori ini, proses belajar akan berjalan dengan baik dan kretif jika guru
memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aliran (termasuk
konsep, teori, definisi, dan sebagainya) melalui contoh-contoh yang
menggambarkan (mewakili) antara yang menjadi sumbernya. Dengan kata lain,
siswa di bimbing secara induktif untuk memahami suatu kebenaran umum. Untuk
memahami konsep kejujuran misalnya, siswa pertama-tama tidak menghapal
definisi kata kejujuran tetapi mempelajari contoh-contoh konkret tentang
kejujuran. Dari contoh-contoh itulah siswa dibimbing untuk mendefinisikan kata
kejujuran (Ratnawati, 2016).
b. Karakteristik Teori Belajar Kognitif
Belajar kognitif ciri khasnya terletak dalam belajar memperoleh dan mempergunakan
bentuk-bentuk representatif yang mewakili obyek-obyek itu di representasikan atau
dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau lambang, yang
semuanya merupakan sesuatu yang bersifat mental, misalnya seseorang menceritakan
pengalamannya selama mengadakan perjalanan keluar negeri, setelah kembali
kenegerinya sendiri. Tempat-tempat yang dikunjuginya selama berada di lain negara
tidak dapat dibawa pulang, orangnya sendiri juga tidak hadir di tempat-tempat itu. Pada
waktu itu sedang bercerita, tetapi semua tanggapan-tanggapan, gagasan dan tanggapan
itu di tuangkan dalam kata-kata yang disampaikan kepada orang yang mendengarkan
ceritanya.
Adapun ciri-ciri dari Teori Belajar Kognitif
a. Mementingkan apa yang ada dalam diri manusia;
b. Mementingkan keseluruhan dari pada bagian-bagian;
c. Mementingkan peranan kognitif;
d. Mementingkan kondisi waktu sekarang;
e. Mementingkan pembentukan struktur kognitif.
(Nurhadi, 2020)
c. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Kognitif
Kelebihan

12

Downloaded by Ratna Tiara (ratnatiara70@gmail.com)


lOMoARcPSD|17381573

a) Menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri; membantu siswa memahami bahan
belajar secara lebih mudah.
b) Sebagian besar dalam kurikulum pendidikan negara Indonesia lebih menekankan
pada teori kognitif yang mengutamakan pada pengembangan pengetahuan yang
dimiliki pada setiap individu.
c) Pada metode pembelajaran kognitif pendidik hanya perlu memberikan dasar-dasar
dari materi yang diajarkan untuk pengembangan dan kelanjutannya diserahkan
pada peserta didik, dan pendidik hanya perlu memantau, dan menjelaskan dari
alur pengembangan materi yang telah diberikan.
d) Dengan menerapkan teori kognitif ini maka pendidik dapat memaksimalkan
ingatan yang dimiliki oleh peserta didik untuk mengingat semua materi-materi
yang diberikan karena pada pembelajaran kognitif salah satunya menekankan
pada daya ingat peserta didik untuk selalu mengingat akan materi-materi yang
telah diberikan.
e) Menurut para ahli kognitif itu sama artinya dengan kreasi atau pembuatan satu hal
baru atau membuat suatu yang baru dari hal yang sudah ada, maka dari itu dalam
metode belajar kognitif peserta didik harus lebih bisa mengkreasikan hal-hal baru
yang belum ada atau menginovasi hal yang yang sudah ada menjadi lebih baik
lagi.
f) Metode kognitif ini mudah untuk diterapkan dan juga telah banyak diterapkan
pada pendidikan di Indonesia dalam segala tingkatan.
Kelemahan
a) Teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan; sulit di praktikkan
khususnya di tingkat lanjut; beberapa prinsip seperti intelegensi sulit dipahami
dan pemahamannya masih belum tuntas.
b) Dasarnya teori kognitif ini lebih menekankan pada kemampuan ingatan peserta
didik, dan kemampuan ingatan masing-masing peserta didik, sehingga kelemahan
yang terjadi di sini adalah selalu menganggap semua peserta didik itu mempunyai
kemampuan daya ingat yang sama dan tidak dibeda-bedakan.
c) Adakalanya juga dalam metode ini tidak memperhatikan cara peserta didik dalam
mengeksplorasi atau mengembangkan pengetahuan dan cara-cara peserta
didiknya dalam mencarinya, karena pada dasarnya masing-masing peserta didik
memiliki cara yang berbeda-beda.
d) Apabila dalam pengajaran hanya menggunakan metode kognitif, maka dipastikan
peserta didik tidak akan mengerti sepenuhnya materi yang diberikan.
e) Jika dalam sekolah kejuruan hanya menggunakan metode kognitif tanpa adanya
metode pembelajaran lain maka peserta didik akan kesulitan dalam praktek
kegiatan atau materi.

13

Downloaded by Ratna Tiara (ratnatiara70@gmail.com)


lOMoARcPSD|17381573

f) Dalam menerapkan metode pembelajaran kognitif perlu diperhatikan kemampuan


peserta didik untuk mengembangkan suatu materi yang telah diterimanya
(Nurhadi, 2020).

4. Teori Belajar Konstruktivisme


a. Pengertian Teori Belajar Konstruktivisme
Konstruktivis berarti bersifat membangun. Belajar dalam pandangan
konstruktivisme adalah “mengkonstruksi” pengetahuan atau dengan kata lain
“membangun” pengetahuan. Artinya pengetahuan dibangun dari proses pengintegrasian
pengetahuan baru terhadap struktur kognitif yang sudah ada dan dilakukannya
penyesuaian struktur kognitif dengan informasi baru yang didapatkan (Riyanto, 2009).
Konstruktivisme adalah teori tentang bagaimana siswa membangun pengetahuan dari
pengalaman, yang unik untuk setiap individu. Dalam proses belajar mengajar, guru tidak
serta merta memindahkan pengetahuan kepada peserta didik dalam bentuk yang serba
sempurna. Peserta didik harus membangun suatu pengetahuan itu berdasarkan
pengalamannya masing-masing. Pembelajaran adalah hasil dari usaha peserta didik itu
sendiri.
Teori belajar konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan
terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan
menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut dengan bantuan orang lain, sehingga
teori ini memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri
kompetensi, pengetahuan, atau teknologi dan hal lain yang diperlukan guna
mengembangkan dirinya sendiri (Sugrah, 2019).
Tokoh–tokoh pendidik yang menggagas pendekatan Konstruktivisme dalam
belajar antara lain; John Dewey; Jean Piaget; Maria Montessori; dan Lev Vigotsky.
Tujuan dari pendekatan Konstruktivisme adalah agar siswa memiliki kemampuan
dalam menemukan, memahami, dan menggunakan informasi atau pengetahuan
(Masgumelar, 2021).
Berikut ini, beberapa definisi teori konstruktivisme dari beberapa ahli (Lamijan,
2015 :
1. John Dewey bahwa belajar bergantung pada pengalaman dan minat siswa sendiri
dan topik dalam Kurikulum harus saling terintegrasi bukan terpisah atau tidak
mempunyai kaitan satu sama lain. Belajar harus bersifat aktif,langsung terlibat,
berpusat pada Siswa (SCL= Student Centered Learning) dalam konteks
pengalaman sosial.
2. Jean Piaget menyatakan bahwa pengetahuan yang diperoleh seorang anak
merupakan hasil dari konstruksi pengetahuan awal yang telah dimiliki dengan
pengetahuan yang baru diperolehnya
3. Lev Vygotsky berkata ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky yaitu :

14

Downloaded by Ratna Tiara (ratnatiara70@gmail.com)


lOMoARcPSD|17381573

(1) Zone of Proximal Development (ZPD), Kemampuan pemecahan masalah di


bawah bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama dengan teman sejawat
yang lebih mampu; dan (2) Scaffolding, pemberian sejumlah bantuan kepada
siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan
memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin
besar setelah ia dapat melakukannya (Ummi, 2016).

b. Karakterisasi Teori Belajar Konstruktivisme


Karakteristik pendekatan konstruktivisme menurut Hanafiah dan Suhana dalam
Wardoyo adalah sebagai berikut:
1. Proses pembelajaran berpusat pada peserta didik.
2. Proses pembelajaran merupakan proses integrasi pengetahuan baru dengan pengetahuan
lama yang dimiliki peserta didik.
3. Pandangan yang berbeda di antara peserta didik dihargai sebagai tradisi dalam proses
pembelajaran.
4. Dalam proses pembelajaran peserta didik didorong untuk menemukan berbagai
kemungkinan dan mensintesiskan secara terintegrasi.
5. Proses pembelajaran berbasis masalah dalam rangka mendorong peserta didik dalam
proses pencarian yang alami
6. Proses pembelajaran mendorong terjadinya kooperatif dan kompetitif di kalangan peserta
didik secara aktif, kreatif, inovatif, dan menyenangkan.
7. Proses pembelajaran dilakukan secara kontekstual yaitu peserta didik dihadapkan ke
dalam pengalaman nyata.

Menurut Donald et al. (2006) implementasi pendekatan Konstruktivisme dalam


aktivitas pembelajaran memiliki beberapa karakteristik penting yaitu;
1. Belajar aktif (active learning),
2. Siswa terlibat dalam aktivitas pembelajaran bersifat otentik dan situasional,
3. Aktivitas belajar harus menarik dan menantang,
4. Siswa harus dapat mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah dimiliki
sebelumnya dengan sebuah proses yang disebut "bridging",
5. Siswa harus mampu merefleksikan pengetahuan yang sedang dipelajari,
6. Guru lebih berperan sebagai fasilitator yang dapat membantu siswa dalam melakukan
konstruksi pengetahuan;
7. Guru harus dapat memberi bantuan berupa scaffolding yang diperlukan oleh siswa
dalam menempuh proses belajar.
Scaffolding diartikan sebagai dukungan yang diberikan kepada siswa selama
menempuh proses pembelajaran. Dukungan tersebut dapat berupa pemberian bimbingan
dan petunjuk dalam mempelajari konsep-konsep yang sulit difahami. Scaffolding dapat
juga pemberian contoh-contoh konsep yang diajarkan untuk memudahkan pemahaman

15

Downloaded by Ratna Tiara (ratnatiara70@gmail.com)


lOMoARcPSD|17381573

siswa. Implementasi konsep scaffolding dalam pendekatan Konstruktivisme


bertujuan untuk menjamin pemahaman siswa terhadap isi atau materi pembelajaran.

c. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Konstruktivisme


Kelebihan yang dimiliki teori belajar Konstruktivisme, diantaranya :
1. Dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme siswa akan aktif dalam pembelajaran.
2. Menjadikan proses pembelajaran tersebut menyenangkan dan lebih bermakna bagi siswa.
3. Siswa membangun sendiri pengetahuannya maka siswa tidak mudah lupa dengan
pengetahuannya.
4. Suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena menggunakan realitas
kehidupan sehingga siswa tidak cepat bosan belajar.
5. Siswa merasa dihargai dan semakin terbuka, karena setiap jawaban siswa ada
penilaiannya.
6. Memupuk kerjasama dalam kelompok.

Kekurangan yang dimiliki teori belajar Konstruktivisme, diantaranya :


1. Siswa masih kesulitan dalam menemukan sendiri jawabannya.
2. Membutuhkan waktu yang lama terutama bagi siswa yang lemah.
3. Siswa yang pandai kadang-kadang tidak sabar dalam menanti temannya yang belum
selesai.
4. Siswa memerlukan waktu beradaptasi dengan proses belajar mengajar yang baru
(Riyanto, 2009).

2.2. PENERAPAN TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME


Penerapan Teori Belajar Konstruktivisme dalam pembelajaran kimia, bisa diterapkan
pada materi sel elektrokimia, yang mana Sel Elektrokimia ini adalah suatu alat yang
menghasilkan arus listrik dari energi yang dihasilkan oleh reaksi di dalam selnya, yaitu reaksi
oksidasi dan reaksi reduksi (reaksi redoks). Sel Elektrokimia tersusun dari dua material
penghantar atau konduktor listrik yang disebut dengan katoda dan anoda. Pemahaman tepat yang
disampaikan guru akan mempermudah siswa dalam mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM) yang telah ditetapkan sekolah. Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Usinawati
yang meneliti di SMA Negeri 1 Kayuagung, dengan melalui strategi pembelajaran
konstruktivisme dalam meningkatkan prestasi belajar pada materi sel elektrokimia.
Menurut Usinawati Pendekatan Konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:
1) Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
2) Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
3) Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling
memengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.

16

Downloaded by Ratna Tiara (ratnatiara70@gmail.com)


lOMoARcPSD|17381573

4) Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara
aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah
ada.
5) Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini
berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau
sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
6) Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman
pelajar untuk menarik minat pelajar.
Tindakan yang dilakukan, pertama melakukan tes awal materi untuk mengukur
kemampuan, setelah mendapatkan hasilnya peneliti memutuskan untuk menggunakan media
karton struktur berbantu kata krisis yang sudah ditentukan. Guru menentukan permasalahan atau
bagian krisisnya, kemudian secara berpasangan siswa mengerjakannya secara bebas, setelah itu
dilakukan tes akhir untuk mengukur kemampuan apakah dengan penerapan strategi ini dapat
mengalami kenaikan skor rata-rata.
Penelitian dilakukan dua siklus, sebelum diberikan tindakan skor rata-rata yang diperoleh
64,53 kemudian setelah diberikan tindakan pada akhir siklus I skor rata-rata menjadi 68,53. Skor
rata-rata pada akhir siklus II yaitu 81,17. Hal tersebut menunjukan adanya peningkatan sebesar
12,64 poin. Kemudian dapat disimpulkan bahwa bagi guru kimia disarankan untuk menggunakan
strategi konstruktivisme dalam pembelajaran sel elektrokimia agar pembelajaran lebih menarik,
inovatif, menyenangkan dan tidak membosankan. Berusaha memperhatikan dan memahami
setiap kesulitan belajar siswa kemudian dicari solusi dan pemecahannya.

Berikut adalah penerapan teori belajar konstruktivisme menurut beberapa tokoh :


1. Teori Piaget
Teori belajar konstruktivisme menurut Piaget didasarkan pada pandangannya tentang
perkembangan psikologis anak-anak menegaskan bahwa penemuan adalah dasar teorinya.
Piaget berpendapat bahwa memahami berarti menemukan atau merekonstruksi dengan cara
penemuan kembali. Piaget membahas bahwa anak-anak melewati tahap-tahap di mana
mereka menerima gagasan yang nantinya bisa mereka ubah atau tidak terima. Oleh karena
itu, pemahaman dibangun selangkah demi selangkah melalui partisipasi dan keterlibatan
aktif dan siswa tidak dapat dianggap pasif dalam setiap langkah atau tahap perkembangan
(Sugrah, 2020).
Salah satu penerapan belajar konstruktivisme menurut Piaget adalah dengan
mengembangkan model pembelajaran PBL. Pelaksanaan PBL sepenuhnya tergantung pada
keaktifan, sikap, dan keterampilan siswa selama KBM. Guru dalam hal ini hanya berperan
sebagai pembimbing dan fasilitator, sedangkan pembelajaran didominasi oleh aktivitas
siswa dalam membangun pengetahuan. Proses belajar yang dimaksud dalam hal ini adalah
bagaimana siswa itu dapat terlibat aktif dalam pembelajaran dan penemuan konsep, berbeda
dengan konsep teacher centered yang seluruh kegiatan didominasi oleh guru sehingga siswa
cenderung hanya menghafal (Wasonowati, Redjeki, & Ariani, 2014).

17

Downloaded by Ratna Tiara (ratnatiara70@gmail.com)


lOMoARcPSD|17381573

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Wasonowati et al (2014), dengan menerapkan


model PBL pada materi hukum-hukum dasar kimia, yang meliputi hukum kekekalan massa,
perbandingan tetap, hukum kelipatan perbandingan, hukum penggabungan volume Gay
Lussac, dan hukum Avogadro. Semua hukum dasar tersebut saling berkaitan dan merupakan
dasar dari penentuan reaksi-reaksi kimia. Oleh karena itu, dalam mempelajarinya diperlukan
cara berpikir dan analisis yang tinggi untuk membangun serta mengaitkan konsep hukum
satu dan yang lain melalui kegiatan-kegiatan ilmiah agar seluruh konsep mampu tertanam
kuat di dalam pikiran siswa, teori ini sesuai dengan teori konstruktivisme.
Pada pokok bahasan pertama adalah hukum kekekalan massa (Lavoisier). Indikator
pembelajaran pada pertemuan ini adalah membuktikan berdasarkan percobaan bahwa massa
zat sebelum dan sesudah reaksi tetap. Langkah yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan
pembelajaran tersebut adalah dengan melakukan pembuktian dan pengamatan langsung
melalui kegiatan praktikum. Rata-rata nilai posttest hukum kekekalan massa adalah 77,06
dengan 56,25% siswa yang mencapai nilai KKM (75). Pertemuan kedua membahas hukum
perbandingan tetap dan kelipatan perbandingan. Indikator pembelajaran pertemuan kedua
adalah membuktikan berdasarkan percobaan dan menafsirkan data tentang perbandingan
massa dua unsur yang bersenyawa (hukum Proust) dan membuktikan berlakunya hukum
kelipatan perbandingan (hukum Dalton) pada beberapa senyawa melalui beberapa data
percobaan. Pertemuan ini dilaksanakan dengan dua kegiatan yaitu praktikum untuk materi
hukum perbandingan tetap dan diskusi untuk materi hukum kelipatan perbandingan.
Pertemuan ketiga membahas mengenai hukum perbandingan volume Gay Lussac dan
hukum Avogadro. Indikator pembelajaran pada pertemuan ketiga ini adalah menggunakan
data percobaan untuk membuktikan hukum perbandingan volume Gay Lussac dan
menemukan hubungan antara volume gas dengan jumlah molekulnya yang diukur pada suhu
dan tekanan yang sama (hukum Avogadro). Pembelajaran PBL dilaksanakan dengan
kegiatan diskusi. Penerapan model PBL tersebut membuat siswa yang awalnya pasif terlihat
bersemangat dan ikut terlibat aktif saat praktikum. Hasil belajar siswa pada ranah
pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa dengan model PBL dilengkapi LKS
dikategorikan baik dengan persentase siswa yang mencapai kompetensi inti kurikulum 2013
berturut-turut adalah 78%, 81,24% dan 78,13%.
2. Teori Ausubel
David Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan yang terkenal dengan teori
belajar bermakna (meaningful). Ausubel membedakan antara belajar menerima dan
menemukan. Belajar menerima artinya siswa hanya menerima dan tinggal
menghafalkannya, namun belajar menemukan artinya siswa menemukan konsep sehingga
tidak hanya sekedar menerima pelajaran. Menurut Ausubel (Burhanuddin, 1996)
pembelajaran bermakna adalah suatu proses yang menghubungkan informasi baru pada
konsep-konsep relevan yang ada pada struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif terdiri
dari; fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan
diingat siswa.

18

Downloaded by Ratna Tiara (ratnatiara70@gmail.com)


lOMoARcPSD|17381573

Pembelajaran bermakna dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu struktur kognitif,


stabilitas dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu pada waktu tertentu.
Pembelajaran bermakna terjadi jika seseorang belajar dengan mengasosiasikan fenomena
baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Dalam proses belajar seseorang
mengkonstruksi apa yang telah dipelajari dan mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan
fakta-fakta baru ke dalam struktur pengetahuan mereka.
Tipe belajar menurut Ausubel, yaitu:

1. Belajar dengan penemuan yang bermakna yaitu mengaitkan pengetahuan yang


telah dimiliki siswa dengan materi pelajaran yang sedang dipelajari.
2. Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna yaitu siswa menemukan sendiri
pelajaran yang sedang dipelajari tanpa mengaitkan pengetahuan yang telah
dimilikinya, lalu dihafalkan.
3. Belajar menerima (ekspositori) yang bermakna yaitu materi pelajaran yang telah
tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudian
pengetahuan yang baru diperoleh dikaitkan dengan pengetahuan lain yang telah
dimiliki siswa.

Langkah-langkah belajar bermakna menurut Ausubel :

1. Menentukan tujuan pembelajaran.


2. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, motivasi, gaya
belajar, dan sebagainya).
3. Memilih materi pelajaran sesuai dengan karakteristik siswa dan mengaturnya
dalam bentuk konsep-konsep inti.
4. Menentukan topik dan memaparkannya dalam bentuk advance organizer
yang akan dipelajari.
5. Mempelajari konsep-konsep inti lalu menerapkannya dalam bentuk nyata.
6. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.

Berdasarkan kutipan Ratna Wilis, Ausubel mengemukakan bahwa struktur kognitif


seseorang diatur secara hirarkis dengan konsep – konsep dan proposisi – proposisi dari
yang bersifat umum ke khusus dan belajar akan lebih bermakna jika siswa sadar terdapat
hubungan antar konsep. Penggunaan konsep dalam proses pembelajaran dapat diketahui

19

Downloaded by Ratna Tiara (ratnatiara70@gmail.com)


lOMoARcPSD|17381573

dengan pertolongan peta konsep. Pemahaman akan peta konsep dan keterampilan siswa
dalam menentukan hubungan – hubungan atau keterkaitan antar konsep yang saling
berhubungan akan membantu siswa dalam persoalan mata pelajaran kimia. Pemetaan
konsep adalah model belajar yang menampilkan bagaimana konsep-konsep saling
berkaitan dengan mempergunakan kata penghubung dengan membentuk proposisi
bermakna. Pemetaan konsep akan memaparkan rangkaian hierarki dengan meletakkan
konsep yang paling umum pada puncak peta konsep lalu menurun ke konsep-konsep
yang kurang umum, konsep-konsep yang lebih khusus atau contoh-contoh.

3. Teori Brunner
Teori belajar konstruktivistik Jerome Brunner, dapat dikatakan juga dengan teori
belajar penemuan. Ada empat hal pokok yang berkaitan dengan teori belajar brunner.
1) Individu hanya belajar dan mengembangkan pikirannya apabila ia menggunakan
pikirannya.
2) Dengan melakukan proses-proses kognitif dalam penemuan, siswa akan
memperoleh sensasi dan kepuasan intelektual yang merupakan suatu penghargaan
intrinsik.
3) Satu-satunya cara seseorang dapat mempelajari teknik-teknik dalam melakukan
penemuan adalah ia memiliki kesempatan untuk melakukan penemuan.
4) Dengan melakukan penemuan maka akan memperkuat retensi ingatan
Mengkonstruksi pengetahuan dengan berdasar pada pengalaman individu dengan
interaksi sosial, di mana pengetahuan direfleksikan dari dunia luar yang kemudian disaring
melalui serta dipengaruhi oleh bahasa, budaya, keyakinan, interaksi dengan orang lain,
modeling, dan pelajaran langsung. Jerome Bruner memiliki pandangan lain yang berlainan
pendapat dari Piaget dan Vygotsky, Bruner mengatakan dalam teorinya itu memiliki asumsi
bahwa pertumbuhan kognitif dapat berlangsung dari dalam ke luar dan juga dari luar ke
dalam. Dampak yang mendalam dimunculkan dari asumsi yang demikian itu, pada cara
memahami pertumbuhan dan keahlian intelektual anak, bagaimana cara anak diajar, belajar,
baik dalam keadaan formal maupun dalam keadaan informal. Apabila disimpulkan, Bruner
memiliki sebagian asumsi yang mempunyai kemiripan terhadap asumsi pada pendekatan
etologi, yaitu kecenderungan dalam berperilaku dengan cara tertentu yang diwarisi oleh
manusia. Cara tersebut dapat berasal dari para generasi terdahulu yang berdasar pada latar
evolusi dan biologi manusia. Lebih lanjut perkembangan pada diri manusia menurut Bruner
adalah bersifat unik yang memiliki arti berbeda daripada hewan-hewan lainnya dikarenakan
ada konteks kultural pada tempat di mana perkembangan manusia terjadi.
Lebih lanjut menurut Bruner, yang dimaksud dengan pembelajaran ialah pelajar yang
membina ide baru dengan berdasarkan pengetahuan yang lalu dengan proses yang aktif.
Bruner juga menjelaskan bahwa bahan kajian yang diajarkan kepada siswa adalah supaya

20

Downloaded by Ratna Tiara (ratnatiara70@gmail.com)


lOMoARcPSD|17381573

siswa dibuat mampu untuk berpikir bagi diri mereka sendiri, dan ikut ambil bagian dalam
proses pengetahuan itu didapatkan. Kemudian menurut Bruner, yang dimaksud dengan
“mengetahui” adalah prosesnya dan bukan merupakan produknya (Kurniawan, 2021).
4. Teori Vygotsky
Berbeda dengan Piaget yang lebih fokus pada tahap-tahap perkembangan
intelektual, Vygotsky menempatkan aspek sosial sebagai aspek penting dalam pembelajaran.
Menurut Vygotsky interaksi sosial dengan orang lain memacu pembangunan ide-ide baru
dan memperkaya perkembangan intelektual siswa. Ide pokok yang dikemukakan adalah apa
yang disebut sebagai zone of proximal development (zona perkembangan terdekat), yaitu
serangkaian tugas yang terlalu sulit dikuasai anak secara sendirian tetapi dapat dipelajari
dengan bantuan dari orang dewasa atau anak yang lebih mampu. Menurut Vygotsky, siswa
memiliki dua tingkat perkembangan berbeda; tingkat perkembangan aktual dan tingkat
perkembangan potensial. Tingkat perkembangan aktual didefinisikan sebagai tingkat
perkembangan intelektual individu saat ini dan kemampuan mempelajari hal-hal khusus atas
upaya individu sendiri. Adapun tingkat perkembangan potensial didefinisikan sebagai
tingkat perkembangan intelektual yang dapat dicapai individu dengan bantuan orang lain,
seperti guru, orang tua atau teman yang lebih dewasa. Zona antara tingkat perkembangan
aktual dan tingkat perkembangan potensial siswa inilah yang oleh Vygotsky disebut sebagai
zone of proximal development (Slavin, 2006). Penekanan Vygotsky pada ZPD menegaskan
keyakinannya akan arti penting dari pengaruh sosial, terutama pengaruh instruksi atau
pengajaran, terhadap perkembangan kognitif anak(Santrock, 2010).
Gagasan ZPD ini berkaitan erat dengan konsep scaffolding, yaitu sebuah teknik
untuk mengubah level dukungan. Menurut Vygotsky,scaffolding merupakan proses atau cara
memberikan bantuan yang diberikan oleh orang dewasa atau teman sebaya yang lebih
berkompeten (capable peers) agar siswa beranjak dari zona aktual menuju zona potensial.
Ide-ide Vygotsky ini merupakan dasar pembelajaran koperatif, di mana dalam paradigma
kooperatif pembelajaran terjadi melalui interaksi sosial antara siswa dengan guru dan teman
sebaya. Dengan tantangan dan bantuan yang sesuai dari guru atau teman sebaya yang lebih
mampu, siswa bergerak maju dalam zona perkembangan terdekat mereka, tempat terjadinya
pembelajaran baru. Dalam hal ini penerapan teori konstruktivisme Lev Vygotsky adalah
memberdayakan teman sebaya sebagai ahli. Maka salah satu penerapan strategi yang dapat
dilakukan adalah pembelajaran peer tutoring. Pembelajaran Peer Tutoring (Tutor Sebaya)
merupakan salah satu bentuk penerapan teori konstruktivisme sosial terutama pada
pengaplikasian konsep ZPD. Dimana seorang murid mengajar murid lainnya. Peer Tutoring
merupakan kegiatan interaksi antar siswa yang memudahkan siswa untuk mengeluarkan
pendapat atau pikiran kepada temannya sendiri, hal ini meminimalisir kelemahan siswa
yang memiliki rasa malu/sungkan untuk bertanya kepada guru. Dalam tutoring teman lintas
usia, teman yang mengajar biasanya usianya lebih tua sedangkan tutoring teman seusia,
teman yang mengajar biasanya teman sekelas. Tutoring teman lintas usia biasanya lebih
efektif daripada tutoring teman seusia (Santrock, 2013).

21

Downloaded by Ratna Tiara (ratnatiara70@gmail.com)


lOMoARcPSD|17381573

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Pengetahuan tentang teori belajar berguna bagi guru karena dapat memberikan arah,
pilihan-pilihan dan prioritas dalam memecahkan masalah-masalah yang ditemuinya pada
proses belajar mengajar. Ada beberapa macam teori belajar yang muncul di dalam masa
perkembangan psikologi pendidikan, diantaranya yaitu:
1. Teori Belajar Behaviorisme
2. Teori Belajar Humanistik
3. Teori Belajar Kognitif
4. Teori Belajar Konstruktivisme
Teori belajar Behaviorisme mengutamakan hubungan antara stimulus dan respon dalam
proses belajar. Seseorang dianggap telah belajar jika dia dapat menunjukkan perubahan
perilakunya. Teori belajar Humanistik merupakan teori belajar dan pembelajaran yang
mengutamakan memanusiakan manusia serta diharapkan mampu untuk mengembangkan
potensi diri. Teori belajar Kognitif adalah teori belajar yang lebih mengutamakan proses
pembelajarannya dibandingkan dengan hasil yang dicapai. Teori belajar Konstruktivisme
adalah sebuah teori pendidikan yang mengedepankan peningkatan perkembangan logika dan
konseptual pembelajar, menanamkan pembelajaran dalam konteks pengalaman sosial, dan
pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman.

3.2. Saran
Dengan memahami berbagai teori belajar, karakterisasi teori belajar dan penerapan teori
belajar, semoga akan menghasilkan peserta didik yang berkualitas yang mampu membentuk
manusia Indonesia seutuhnya.

22

Downloaded by Ratna Tiara (ratnatiara70@gmail.com)


lOMoARcPSD|17381573

DAFTAR PUSTAKA

Amsari, D., & Mudjiran. (2020). Jurnal basicedu. Jurnal Basicedu, 2(2), 52–60.

Andriyani, F. (2015). Teori Belajar Behavioristik Dan Pandangan Islam Tentang


Behavioristik. Syaikhuna, 10(2), 165–180.

Anwar, C. (2017). Buku Terlengkap Teori-Teori Pendidikan Klasik hingga Kontemporer.


IRCiSoD.

Baharuddin, Haji., Makin, Moh. (2017). Pendidikan Humanistik : (Konsep, Teori, dan
Aplikasi Praksis dalam Dunia Pendidikan). Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Dahar, R.W dan Sumarna, A. (2007). Pengelolaan Pengajaran Kimia. Jakarta: UT


Karunika.

Elvinawati. (2011). Optimalisasi pembelajaran kimia pemisahan melalui penerapan


pendekatan konstruktivisme dan model peta konsep. Jurnal Exacta, IX(1), 23–28.

Gazali, F., & Yusmaita, E. (2018). Analisis Prior Knowledge Konsep Asam Basa Siswa
Kelas XI SMA untuk Merancang Modul Kimia Berbasis REACT. Jurnal Eksakta
Pendidikan (Jep), 2(2), 202.

Isti’adah, F. N. (2020). Teori-Teori Belajar dalam Pendidikan. Edu Publisher.

Kurniawan, W. Y. (2021). Implementasi Teori Belajar Konstruktivistik Jerome Bruner


dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 9 Yogyakarta.
ISLAMIKA, 3(1), 21-37.

Masgumelar, N., & Mustafa. (2021). Teori Belajar Konstruktivisme dan Implikasinya dalam
Pendidikan dan Pembelajaran. Islamic Education Journal, 2(1), 49-57.

Muktar, M. (2019). Pendidikan Behavioristik Dan Aktualisasinya. Tabyin: Jurnal


Pendidikan Islam, 1(1), 14–30.

Nahar, N. I. (2016). Penerapan Teori Belajar Behavioristik dalam Proses Pembelajaran.


Nusantara (Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial), 1(3), 64–74.

Nurhadi, N. (2020). Teori Kognitivisme serta Aplikasinya dalam Pembelajaran. EDISI,


2(1), 77-95.

23

Downloaded by Ratna Tiara (ratnatiara70@gmail.com)


lOMoARcPSD|17381573

Perni, N. N. (2019). Penerapan Teori Belajar Humanistik Dalam Pembelajaran. Adi Widya:
Jurnal Pendidikan Dasar, 3(2), 105.

Rahmah, N. (2018). Belajar Bermakna Ausubel. Al-Khwarizmi: Jurnal Pendidikan


Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, 1(1), 43–48.

Ratnawati, E. (2016). Karakteristik teori-teori belajar dalam proses pendidikan


(perkembangan psikologis dan aplikasi). Edueksos: Jurnal Pendidikan Sosial &
Ekonomi, 4(2). 78-86.

Riyanto, Y. (2009). Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana.

Santrock, J. W. (2010). Educational Psichology 2nd Ed. Dialihbahasakan oleh Tri wibowo
B.S. Jakarta: Kencana Prenada Media.

Santrock, J. W. (2013). Psikologi Pendidikan. (2nd ed.). (Terjemahan Tri Wibowo). Jakarta:
Kencana Prenada Media Grup. (Edisi asli diterbitkan tahun 2004 oleh McGraw Hill
Company, Inc).

Shahbana, E. B., Farizqi, F. K., & Satria, R. (2020). Implementasi Teori Belajar
Behavioristik Dalam Pembelajaran. Jurnal Serunai Administrasi Pendidikan, 9(1),
24–33.

Slavin, R. E. (2006). Educational Psychology: Theory and Practice. Upper Saddle River ;
Columbus, Ohio : Pearson.

Sundawan, M. D. (2016). Perbedaan Model Pembelajaran Konstruktivisme Dan Model


Pembelajaran Langsung. Jurnal Logika, XVI(1), 1–11.

Sugrah, N. (2019). Implementasi Teori Belajar Konstruktivisme Dalam Pembelajaran Sains.


Humanika, 19(2), 121-138.

Ummi, H., & Indrya Mulyaningsih. (2016). Penerapan Teori Konstruktivistik Pada
Pembelajaran Bahasa Arab. Journal Indonesian Language Education and Literature,
1(2), 162-172.

Usinawati, U. (2020). Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas Xii Ipa 1 Pada Pelajaran
Kimia Materi Sel Elektrokimia Sma Negeri 1 Kayuagung Melalui Strategi
Pembelajaran Konstruktivisme. Jurnal Edukasi: Kajian Ilmu Pendidikan, 6(2),
225-238.

24

Downloaded by Ratna Tiara (ratnatiara70@gmail.com)


lOMoARcPSD|17381573

Wasonowati, R. R. T., Redjeki, T., & Ariani, S. R. D. (2014). Penerapan Model Problem
Based Learning (PBL) pada Pembelajaran Hukum–Hukum Dasar Kimia Ditinjau dari
Aktivitas dan Hasil. Jurnal Pendidikan Kimia, 3(3), 66–75.

Wati, W. (2010). Pembelajaran Teori Belajar Dan Pembelajaran Oleh : Widya Wati Dosen
Pembimbing.

Wardoyo, Sigit. (2013). Pembelajaran Konstruktivisme. Bandung: Alfabeta.

Zulhammi, Z. (2016). Teori Belajar Behavioristik dan Humanistik dalam perspektif


Pendidikan Islam. DARUL’ILMI: Jurnal Ilmu Kependidikan Dan Keislaman, 3(1),
105–125.

25

Downloaded by Ratna Tiara (ratnatiara70@gmail.com)

Anda mungkin juga menyukai