Anda di halaman 1dari 43

TEORI-TEORI PEMBELAJARAN MENURUT PARA AHLI

Tugas Kelompok

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Stategi Kognitif


Dosen Pengampu: Prof. Dr. Juntika Nurihsan, M.Pd.

Disusun Oleh:
Sansan Ihsan Basyori (23861029)
Padmi Rohmatul Illahi (23816037)
Jamjam Jamilah (23861008)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN


PASCASARJANA
INSTITUT PENDIDIKAN INDONESIA
GARUT

2024
KATA PENGANTAR

Dengan penuh rasa syukur dan hormat, kami mengawali kata pengantar ini dengan

menyebut nama Alloh Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang telah memberikan

kami kekuatan dan petunjuk dalam menyusun makalah ini. Makalah ini merupakan hasil dari

upaya kolaboratif kami dalam memahami dan menggali lebih dalam mengenai topik yang

sangat penting dalam dunia pendidikan, yaitu "Teori Pembelajaran Menurut Para Ahli".

Dalam perjalanan penyusunan makalah ini, kami sadar bahwa kami tidak berjalan

sendiri. Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan,

bimbingan, dan inspirasi selama proses penelitian dan penulisan. Khususnya, kami ingin

menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Juntika Nurihsan, M.Pd., yang telah memberikan

arahan yang berharga serta masukan yang membangun selama penyusunan makalah ini.

Pembelajaran merupakan pondasi utama dalam membentuk individu dan masyarakat

yang berkualitas. Oleh karena itu, memahami teori-teori pembelajaran yang telah dikemukakan

oleh para ahli merupakan langkah awal yang sangat penting dalam upaya meningkatkan

efektivitas dan kualitas pembelajaran. Dalam makalah ini, kami akan menyajikan tinjauan

menyeluruh terkait dengan berbagai teori pembelajaran yang telah dikemukakan oleh para ahli.

Melalui penguraian yang sistematis, kami berharap makalah ini dapat menjadi sumber

pengetahuan yang bermanfaat bagi pembaca, terutama para pendidik, mahasiswa, dan pihak-

pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan. Kami juga berharap makalah ini dapat memicu

diskusi yang lebih luas dan mendalam mengenai topik pembelajaran, serta mendorong

penelitian lanjutan dalam bidang ini.

Selanjutnya, kami akan membahas latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat,

dan metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini. Kami berharap pembaca dapat

menikmati dan mengambil manfaat dari makalah ini. Akhir kata, kami mohon maaf atas segala

i
kekurangan yang terdapat dalam makalah ini, dan kami terbuka untuk menerima kritik dan

saran yang membangun untuk perbaikan di masa mendatang.

Terima kasih.

Garut, 26 Februari 2024

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ----------------------------------------------------------------------------------- i

DAFTAR ISI ----------------------------------------------------------------------------------------------- iii

BAB I PENDAHULUAN ---------------------------------------------------------------------------- 1

A. Latar Belakang ---------------------------------------------------------------------------- 1

B. Rumusan Masalah ------------------------------------------------------------------------ 2

C. Tujuan -------------------------------------------------------------------------------------- 2

D. Manfaat ------------------------------------------------------------------------------------- 3

E. Metode -------------------------------------------------------------------------------------- 4

BAB II PEMBAHASAN ------------------------------------------------------------------------------ 5

A. Teori Behaviorisme ---------------------------------------------------------------------- 5

B. Teori Kognitif ----------------------------------------------------------------------------- 8

C. Teori Konstruktivisme ------------------------------------------------------------------- 14

D. Teori Humanistik ------------------------------------------------------------------------- 25

BAB III PENUTUP -------------------------------------------------------------------------------------- 36

A. Kesimpulan -------------------------------------------------------------------------------- 36

B. Saran ---------------------------------------------------------------------------------------- 38

DAFTAR REFERENSI ---------------------------------------------------------------------------------- 39

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan aspek penting dalam membentuk kepribadian individu.

Selain menjadi upaya untuk memastikan kelangsungan hidup, pendidikan juga merupakan

suatu proses yang melibatkan semua lapisan masyarakat, baik secara sadar maupun tidak.

Setiap tindakan sehari-hari manusia memberikan pengalaman yang dapat menjadi bekal

untuk belajar demi masa depan yang lebih baik. Pengalaman tersebut merupakan bagian

dari proses pembelajaran yang membantu manusia mengembangkan kemampuan untuk

menghadapi tantangan di masa mendatang.

Dalam konteks pembelajaran, fokus utamanya adalah pada kegiatan belajar dan

pembelajaran. Keduanya merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia karena

melalui proses ini, individu dapat menggali potensinya. Tanpa pembelajaran, manusia tidak

akan dapat memenuhi kebutuhan mereka, karena pembelajaran adalah proses yang

mendorong perubahan positif seperti kemajuan dan peningkatan.

Peran seorang pendidik sangatlah krusial dalam dunia pendidikan, menjadi

penghubung utama dalam transfer pengetahuan kepada para peserta didiknya. Seorang

pendidik diharapkan memiliki keahlian dan kemampuan yang sesuai dengan bidangnya

agar mampu mengimplementasikan serta mencapai tujuan pendidikan. Memahami

karakteristik dan kemampuan individual peserta didik juga menjadi hal yang sangat penting

bagi seorang pendidik, karena hal ini dapat memudahkan proses penyampaian materi

pelajaran serta meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap materi tersebut.

Teori belajar, yang menjadi pijakan dasar dalam proses pembelajaran, merupakan

hasil dari pengamatan dan penelitian yang dilakukan oleh para ahli. Dalam ranah teori

1
belajar, berbagai pendekatan yang berbeda telah dikembangkan. Pertama, teori

behaviorisme menekankan peran stimulus dan respons dalam pembelajaran. Kedua, teori

kognitif menekankan proses pemrosesan informasi dalam pembelajaran. Ketiga, teori

konstruktivisme menekankan bahwa pembelajaran merupakan hasil dari konstruksi aktif

pengetahuan oleh individu melalui pengalaman dan refleksi, dengan penekanan pada peran

penting pengalaman dan interaksi sosial. Keempat, teori kognitif sosial menggabungkan

aspek kognitif dan sosial dalam pembelajaran. Kelima, teori konstruktivisme sosial

menekankan pembelajaran sebagai hasil dari interaksi sosial dalam konteks budaya dan

situasi sosial. Terakhir, teori pembelajaran berbasis masalah menekankan pembelajaran

melalui penyelesaian masalah atau tantangan nyata.

Mengingat pentingnya fondasi teori dalam proses pembelajaran, pemahaman yang

mendalam tentang beragam teori pembelajaran sangatlah penting. Hal ini memungkinkan

para pendidik untuk merancang strategi pembelajaran yang efektif dan memahami lebih

baik kebutuhan serta karakteristik peserta didik. Oleh karena itu, makalah ini akan

menjelaskan teori-teori pembelajaran utama, termasuk behaviorisme, kognitif,

konstruktivisme, kognitif sosial, konstruktivisme sosial, dan berbasis masalah.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diperoleh rumusan masalah

“bagaimanakah penjabaran secara kompresensif mengenai teori-teori pembelajaran

menurut para ahli?”

C. Tujuan

Tujuan utama dari makalah ini adalah untuk memberikan pemahaman yang

komprehensif tentang berbagai teori pembelajaran yang telah dikemukakan oleh para ahli.

2
Kami juga bertujuan untuk memperkuat pemahaman pembaca terkait dengan konsep-

konsep dasar yang mendasari teori-teori pembelajaran tersebut.

D. Manfaat

Memahami teori-teori pembelajaran menurut berbagai ahli memiliki sejumlah

manfaat yang penting dalam konteks pendidikan. Dalam penelitian ini, kami

mengeksplorasi manfaat-manfaat tersebut, yang meliputi:

1. Pemahaman Mendalam

Makalah ini memungkinkan pembaca untuk memperoleh pemahaman yang

lebih mendalam tentang beragam teori pembelajaran yang telah diajukan oleh para ahli.

Dengan menjelajahi sudut pandang yang berbeda, pembaca dapat merespons tantangan-

tantangan pendidikan dengan cara yang lebih terinformasi dan efektif.

2. Penerapan Praktis

Melalui analisis teori-teori pembelajaran, pembaca dapat menemukan aplikasi

praktis dalam konteks pendidikan sehari-hari. Ini memungkinkan pendidik untuk

mengintegrasikan konsep-konsep tersebut ke dalam strategi pengajaran mereka,

meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas.

3. Pengembangan Keterampilan Analisis

Proses penelitian ini juga membantu pembaca dalam mengasah keterampilan

analisis kritis. Dengan mengevaluasi berbagai teori pembelajaran, pembaca dapat

mengidentifikasi kelebihan dan kelemahan masing-masing, serta memahami relevansi

dan aplikabilitasnya dalam konteks pendidikan yang berbeda.

4. Kontribusi pada Literatur Akademik

Makalah ini berpotensi untuk berkontribusi pada literatur akademik dengan

menyajikan sintesis yang komprehensif dan analisis yang mendalam tentang teori-teori

3
pembelajaran. Hal ini dapat membuka jalan bagi penelitian lanjutan dan diskusi

akademik lebih lanjut dalam bidang ini.

5. Inovasi dalam Praktik Pembelajaran

Dengan memahami teori-teori pembelajaran yang ada, pembaca dapat

merangsang inovasi dalam praktik pembelajaran. Mereka dapat mengembangkan atau

mengadaptasi strategi pembelajaran baru yang lebih efektif dan sesuai dengan

kebutuhan pembelajaran saat ini.

6. Pengembangan Intelektual

Proses menulis dan meneliti makalah ini juga berkontribusi pada

pengembangan intelektual pembaca. Ini melibatkan refleksi mendalam, pemikiran

kritis, dan sintesis konsep-konsep yang kompleks, yang pada akhirnya dapat

memperkaya pemahaman dan wawasan pembaca.

Dengan memperhatikan manfaat-manfaat ini, makalah ini bertujuan untuk

memberikan kontribusi yang berarti dalam pemahaman dan pengembangan praktik

pembelajaran yang lebih baik di berbagai konteks pendidikan.

E. Metode

Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah studi pustaka, di

mana kami melakukan pencarian dan analisis terhadap berbagai referensi yang relevan

mengenai teori pembelajaran menurut para ahli.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori Behaviorisme

1. Pengertian Teori Belajar Behaviorisme

Teori belajar Behaviorisme menekankan perubahan perilaku peserta didik

sebagai hasil dari proses pembelajaran. Perubahan perilaku ini dipicu oleh interaksi

antara stimulus dan respons. Pendekatan ini berfokus pada upaya meningkatkan

perilaku yang diinginkan.

2. Prinsip Teori Belajar Behaviorisme

Teori belajar Behaviorisme menitikberatkan pada perubahan perilaku peserta

didik, dengan penerapannya harus sesuai dengan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan.

Mukinan menyatakan bahwa prinsip-prinsip teori Behaviorisme meliputi hal berikut.

Pertama, belajar dianggap terjadi saat individu menunjukkan perubahan perilaku yang

dapat diamati. Kegiatan belajar yang tidak menghasilkan perubahan perilaku dianggap

tidak efektif menurut teori ini. Kedua, teori Behaviorisme menekankan pentingnya

stimulus dan respons yang dapat diamati, sedangkan hal-hal yang tidak dapat diamati

diabaikan. Ketiga, prinsip penguatan (reinforcement) merupakan konsep kunci dalam

teori ini, di mana stimulus tertentu dapat memperkuat respons individu. Penguatan bisa

bersifat positif atau negatif tergantung pada dampaknya terhadap respons yang

ditimbulkannya.

3. Hukum pada Teori Belajar Behaviorisme

Hergenhahn dan Matthew menyatakan bahwa teori belajar ini mencakup empat

hukum, yaitu sebagai berikut.

5
a. Hukum kesiapan

Hukum kesiapan dalam konteks pembelajaran menyiratkan bahwa hasil

yang diinginkan dari kegiatan pembelajaran akan tercapai jika terdapat kesiapan,

baik dari pihak pendidik maupun peserta didik.

b. Hukum latihan

Hukum latihan menyatakan bahwa semakin banyak latihan yang

dilakukan, semakin besar kemungkinan untuk mencapai kesuksesan. Dengan kata

lain, keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran dapat dicapai jika peserta didik

terlibat dalam latihan secara terus-menerus dan terstruktur.

c. Hukum efek

Hukum efek mengindikasikan bahwa dampak yang dirasakan oleh peserta

didik setelah proses pembelajaran akan mempengaruhi motivasi mereka untuk

terus belajar. Sebagai contoh, jika seorang peserta didik menerima hadiah berupa

buku Matematika karena berhasil meraih nilai sempurna dalam ujian, maka

dampak yang dirasakan adalah rasa bangga dan kebahagiaan. Diharapkan bahwa

dampak ini akan memotivasi peserta didik untuk terus belajar.

d. Hukum sikap

Hukum sikap menyiratkan bahwa sikap yang muncul setelah proses

pembelajaran merupakan hasil dari pengalaman yang dialami peserta didik selama

kegiatan pembelajaran. Perubahan sikap dipengaruhi oleh berbagai faktor yang

diperoleh peserta didik selama proses pembelajaran.

4. Ciri-Ciri Teori Belajar Behaviorisme

Sebagian kalangan menganggap teori belajar ini sudah ketinggalan zaman,

namun tetap banyak digunakan di Indonesia hingga sekarang. Apa yang membedakan

teori ini dari teori belajar lainnya? Salah satunya adalah penekanan pada pengaruh

6
lingkungan. Fokusnya pada hasil pembelajaran yang berorientasi pada perilaku yang

diinginkan, serta perhatian yang besar terhadap pembentukan reaksi atau respons

individu. Selain itu, teori ini bersifat mekanistis dengan pendekatan yang khusus,

seperti contohnya dalam tindakan meminta maaf. Pentingnya latihan juga menjadi

salah satu ciri utama dalam proses pembelajaran menurut teori ini.

5. Contoh Penerapan Teori Belajar Behaviorisme

Di Indonesia, teori belajar Behaviorisme sering diterapkan, yang tercermin

dalam praktik-praktik berikut. Guru menyusun materi ajar secara terperinci, mulai dari

yang sederhana hingga kompleks. Saat mengajar, guru cenderung memberikan

instruksi dan contoh-contoh sebagai panduan. Jika ada kesalahan baik dalam materi

maupun perilaku peserta didik, guru akan segera memperbaikinya. Latihan aktif

diberikan oleh guru untuk membentuk kebiasaan yang diinginkan. Evaluasi yang

diberikan oleh guru didasarkan pada perilaku yang teramati. Kemampuan guru untuk

memberikan penguatan, baik positif maupun negatif, juga sangat penting dalam proses

pembelajaran.

6. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Behaviorisme

Seperti halnya produk manusia lainnya, teori belajar Behaviorisme memiliki

kelebihan dan kekurangan yang berlawanan. Adapun kelebihan dan kekurangan teori

belajar ini adalah sebagai berikut:

a. Kelebihan

Peserta didik didorong untuk berlatih dan berpraktik dengan unsur

kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleks, dan daya tahan. Teori ini mampu

menggalakkan pemikiran linier dan konvergen pada peserta didik. Selain itu, teori

ini memfasilitasi peserta didik dalam mencapai tujuan tertentu dalam

pembelajaran.

7
b. Kekurangan

Teori Behaviorisme memiliki beberapa kelemahan, antara lain:

1) Membatasi kreativitas, produktivitas, dan imajinasi peserta didik karena

pembelajaran lebih terfokus pada respons terhadap stimulus, daripada

pengembangan kemampuan kreatif dan produktif.

2) Pembelajaran cenderung berpusat pada guru, yang dapat membuat peserta

didik menjadi pasif dalam proses pembelajaran.

3) Potensi untuk mengakibatkan hukuman verbal dan fisik, seperti memberi

hukuman kepada peserta didik yang melanggar aturan, namun hukuman

semacam itu dapat berdampak negatif pada perubahan perilaku peserta didik.

4) Kesulitan dalam menjelaskan kondisi belajar yang kompleks karena terlalu

bergantung pada stimulus dan respons, sehingga aspek-aspek lain dari

pembelajaran yang kompleks sulit untuk dijelaskan.

B. Teori Kognitif

1. Pengertian Kognitif

Kognitif merujuk pada segala aktivitas mental yang memungkinkan individu

untuk menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan suatu peristiwa, yang pada

akhirnya memberikan individu tersebut pengetahuan. Konsep kognitif ini sangat terkait

dengan tingkat kecerdasan seseorang. Contoh dari aktivitas kognitif dapat ditemukan

ketika seseorang sedang belajar, merancang ide, atau menyelesaikan masalah.

2. Pengertian Menurut Para Ahli

Menurut Williams dan Susanto, kognitif adalah cara individu bertingkah laku,

bertindak, dan kecepatan atau lambatnya individu dalam memecahkan masalah yang

dihadapi. Neisser mendefinisikan kognitif sebagai perolehan, penataan, dan

8
penggunaan pengetahuan. Gagne menyatakan bahwa kognitif adalah proses internal

yang terjadi dalam pusat susunan saraf ketika manusia sedang berpikir. Drever

mengartikan kognitif sebagai istilah yang mencakup metode pemahaman seperti

persepsi, penilaian, penalaran, imajinasi, dan penangkapan makna. Sedangkan menurut

Piaget, kognitif adalah bagaimana anak mengadaptasi dan menginterpretasikan objek

serta kejadian di sekitarnya.

3. Fungsi Kognitif

Adanya fungsi kognitif ini membuat seseorang bisa dengan mudah bergaul satu

sama lain. Adapun fungsinya adalah sebagai berikut:

a. Perhatian

Perhatian adalah proses penyeleksian dari berbagai rangsangan yang ada, di

mana beberapa di antaranya menjadi fokus perhatian sementara yang lain dapat

diabaikan secara bersamaan. Rangsangan tersebut bisa berupa berbagai jenis

stimulus seperti bau, suara, atau gambar.

b. Memori atau Daya Ingat

Memori atau daya ingat memiliki keterkaitan dengan tingkat fokus

seseorang. Semakin tinggi tingkat fokusnya, semakin baik juga kemampuan

memori atau daya ingatnya. Ini mencerminkan bagaimana informasi diproses,

ditransfer, dan disimpan di dalam otak.

c. Fungsi Eksekutif

Fungsi eksekutif adalah kemampuan yang mengarahkan individu untuk

merencanakan dan melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana yang telah dibuat.

Dari sini, dapat dilihat bagaimana seseorang menyelesaikan setiap permasalahan

dengan cara yang terorganisir dan terarah.

9
d. Kemampuan berbahasa

Kemampuan bahasa berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk

menyusun kata-kata dan berkomunikasi dengan orang lain. Kemampuan ini

bervariasi antara individu satu dengan yang lain, tergantung pada fungsi

kognitifnya.

e. Merasakan dan mengenali

Kehadiran fungsi kognitif memungkinkan seseorang untuk merasakan dan

mengenali segala sesuatu di sekitarnya. Contohnya, seseorang dapat membedakan

antara jeruk dan lemon, semangka dan melon, dan sebagainya.

4. Teori Belajar Kognitif

Teori belajar kognitif adalah teori yang menekankan proses belajar lebih dari

hasil akhirnya. Teori ini menyatakan bahwa dalam proses belajar, individu tidak hanya

terfokus pada hubungan antara stimulus dan respons, tetapi juga pada bagaimana

individu menggunakan perilakunya untuk mencapai tujuan pembelajaran.

5. Prinsip Teori Belajar Kognitif

Prinsip-prinsip teori belajar kognitif dalam pembelajaran meliputi:

a. Proses belajar lebih diutamakan daripada hasil akhirnya.

b. Persepsi dan pemahaman terhadap tujuan pembelajaran mencerminkan perilaku

individu.

c. Materi pembelajaran dipecah menjadi komponen kecil untuk dipelajari secara

terpisah.

d. Keaktifan peserta didik selama pembelajaran sangat penting.

e. Proses belajar memerlukan pemikiran yang kompleks.

10
6. Pendekatan Kognitif

Pendekatan kognitif adalah konsep yang menyatakan bahwa melalui tingkah

laku, individu mengalami proses mental yang meningkatkan kemampuan mereka dalam

menilai, membandingkan, dan menanggapi stimulus sebelum memberikan reaksi.

Pendekatan ini menekankan pada pengembangan isi pikiran individu, termasuk

pengalaman, pemahaman, standar moral, dan aspek-aspek lainnya.

7. Perkembangan Kognitif

Setiap anak memiliki kemampuan kognitif yang unik karena perkembangan

kognitif mereka berbeda-beda. Namun, terdapat pola umum yang dapat digunakan

sebagai acuan untuk perkembangan kognitif anak.

Teori Piaget mengelompokkan perkembangan kognitif anak ke dalam empat

tahapan, yaitu:

a. Tahap Sensorimotor (0-2 tahun)

Pada tahap ini, anak mengalami dunia melalui indera dan tindakan fisik.

Mereka mulai mengembangkan pemahaman tentang objek permanen dan

menyadari hubungan antara tindakan mereka dengan hasilnya.

b. Tahap Praoperasional (2-7 tahun)

Anak-anak mulai menggunakan simbol-simbol dalam bahasa dan imajinasi.

Mereka mampu mengembangkan pemikiran representasional, tetapi masih terbatas

pada sudut pandang mereka sendiri.

c. Tahap Operasional Konkret (7-11 tahun)

Pada tahap ini, anak-anak mulai mampu berpikir secara logis tentang objek

konkret dan peristiwa dalam kehidupan sehari-hari. Mereka dapat memahami

konsep-konsep seperti konservasi dan seriasi.

11
d. Tahap Operasional Formal (12 tahun ke atas)

Anak-anak memperoleh kemampuan untuk berpikir secara abstrak dan

hipotetis. Mereka mampu menggeneralisasi, merencanakan masa depan, dan

mempertimbangkan berbagai sudut pandang dalam situasi kompleks.

8. Level Kognitif

Dalam penerapannya dalam pembelajaran, pemahaman tentang konsep kognitif

sangat penting karena akan memengaruhi cara guru menyusun materi pembelajaran dan

mengevaluasi kemajuan peserta didik. Salah satu aspek kognitif yang sangat relevan

adalah level kognitif peserta didik saat menghadapi soal-soal ujian.

Level kognitif peserta didik ini umumnya dibagi menjadi tiga level, yaitu:

a. Level 1

Level ini menunjukkan tingkat kemampuan yang paling rendah karena

hanya menuntut pengetahuan dan pemahaman peserta didik. Jika mengacu pada

taksonomi Bloom, soal level 1 ini mencakup soal C1 (mengingat) dan C2

(memahami).

b. Level 2

Pada level ini, tingkat kemampuannya tentu lebih tinggi daripada level 1

karena menuntut peserta didik untuk mampu menerapkan. Jika mengacu pada

taksonomi Bloom, soal level 2 mencakup soal C3 (mengaplikasikan).

c. Level 3

Tingkat kemampuan soal pada level 3 ini paling tinggi di antara dua level

sebelumnya karena menuntut peserta didik untuk bisa menganalisis, menyintesis,

dan mengevaluasi. Jika mengacu pada taksonomi Bloom, soal level 3 ini mencakup

soal C4 (menganalisis), C5 (mengevaluasi), dan C6 (mencipta).

12
9. Ranah dan Aspek Kognitif

Benjamin Bloom mengembangkan taksonomi Bloom yang mengelompokkan

soal-soal berdasarkan aspek kognitifnya. Terdapat enam aspek dalam taksonomi Bloom

yang digunakan untuk merancang soal-soal di ranah kognitif, yaitu:

a. Pengetahuan: Merupakan tingkat dasar di mana peserta didik diminta untuk

mengingat atau mengulangi fakta-fakta, konsep, atau informasi yang telah

dipelajari.

b. Pemahaman: Peserta didik diminta untuk menginterpretasikan, menggambarkan,

atau menjelaskan informasi yang telah dipelajari dengan menggunakan kata-kata

mereka sendiri.

c. Penerapan: Pada tingkat ini, peserta didik diminta untuk menerapkan pengetahuan

atau konsep yang telah dipelajari dalam situasi atau konteks yang baru.

d. Analisis: Peserta didik diminta untuk memecah informasi menjadi bagian-bagian

yang lebih kecil, mengidentifikasi hubungan antara bagian-bagian tersebut, dan

mengevaluasi informasi tersebut secara kritis.

e. Evaluasi: Peserta didik diminta untuk mengevaluasi atau menilai informasi,

argumen, atau karya berdasarkan kriteria yang telah ditentukan, dan membuat

keputusan atau pendapat berdasarkan evaluasi tersebut.

f. Penciptaan: Merupakan tingkat tertinggi dalam taksonomi Bloom di mana peserta

didik diminta untuk membuat sesuatu yang baru berdasarkan pengetahuan dan

pemahaman mereka, seperti membuat rencana, desain, atau karya seni.

Dengan mempertimbangkan aspek-aspek ini, guru dapat merancang soal-soal

ujian yang mencakup berbagai tingkat kompleksitas kognitif dan memfasilitasi

pembelajaran yang berpusat pada pengembangan pemikiran kritis dan kreatif peserta

didik.

13
C. Teori Konstruktivisme

1. Pengertian Teori Konstruktivisme

Konstruktivisme berasal dari kata konstruktif yang memiliki arti memperbaiki,

membangun, dan membina. Dalam istilah psikologi, konstruktif diartikan sebagai

pemikiran yang menghasilkan kesimpulan baru. Dalam konteks filsafat pendidikan,

konstruktivisme mengacu pada aliran atau paham yang berusaha membangun tata

susunan hidup yang modern. Dengan demikian, teori konstruktivisme dapat dianggap

sebagai suatu teori yang membangun pemikiran-pemikiran sehingga menghasilkan

kesimpulan baru.

Dalam pembelajaran, teori konstruktivisme menyatakan bahwa individu

membangun pemahaman mereka sendiri tentang dunia dengan cara mengumpulkan

informasi, menafsirkannya, dan mengaitkannya dengan pengalaman masa lalu.

Menurut Alan Pritchard dan John Woollard, konstruktivisme dalam pembelajaran

berpendapat bahwa individu membangun pemahaman mereka sendiri tentang dunia

dengan mengumpulkan informasi dan menafsirkannya dalam konteks pengalaman

masa lalu. Dengan demikian, pembelajaran dianggap terjadi ketika individu mampu

membangun pemahaman baru yang berasal dari pengalaman mereka sendiri.

Menurut Fosnot, Konstruktivisme adalah teori yang membahas tentang

pengetahuan dan belajar, yang menguraikan konsep mengenai apa itu knowing

(mengetahui) dan bagaimana seseorang comes to know (menjadi tahu). Ini berarti

bahwa teori ini mempertimbangkan kapan seseorang dikatakan memiliki pengetahuan

dan juga membahas bagaimana proses individu dalam memperoleh pengetahuan

tersebut.

Asrori menjelaskan bahwa teori belajar Konstruktivisme menganggap bahwa

pengetahuan ada dalam diri individu yang sedang belajar, dan pengetahuan tidak dapat

14
disampaikan langsung dari otak pendidik ke otak peserta didik. Oleh karena itu, peserta

didiklah yang harus membangun atau menafsirkan pengetahuan yang mereka terima

sesuai dengan pengalaman-pengalaman mereka sebelumnya.

Sementara itu, menurut Trianto, Konstruktivisme adalah teori yang mendorong

peserta didik secara aktif untuk membangun pengetahuan mereka dengan cara

mengasimilasi dan mengakomodasi informasi baru. Teori ini menekankan peran aktif

peserta didik dalam membangun pemahaman mereka tentang realitas, yang berfokus

pada proses perkembangan kognitif.

Ketika seseorang menemukan pengetahuan baru, mereka perlu

menyesuaikannya dengan pengetahuan dan pengalaman sebelumnya. Proses ini

melibatkan pengubahan atau penolakan pengetahuan yang telah ada sebelumnya,

menunjukkan bahwa individu adalah pencipta aktif dari pengetahuan tersebut. Oleh

karena itu, seseorang perlu mengajukan pertanyaan, mengeksplorasi, dan menilai

pengetahuan yang ada untuk memperoleh pengetahuan yang baru.

Sejalan dengan pandangan tersebut, Donald menjelaskan bahwa teori

Konstruktivisme merupakan suatu pendekatan dalam proses belajar mengajar yang

bertujuan untuk mengoptimalkan pemahaman peserta didik. Pendapat ini juga sejalan

dengan pandangan yang diungkapkan oleh Santrock, bahwa seseorang akan belajar

secara efektif ketika mereka secara aktif mengkonstruksi pengetahuan dan pemahaman

mereka.

Dengan merujuk pada pemikiran para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa

teori Konstruktivisme menekankan peran aktif peserta didik dalam membangun

pemahaman mereka terhadap materi pembelajaran. Hal ini dilakukan dengan cara

peserta didik mengumpulkan informasi, menafsirkannya, dan mengaitkannya dengan

pengalaman yang telah mereka miliki sebelumnya.

15
2. Para Tokoh Konstruktivisme

a. Jean Piaget

Piaget dikenal sebagai tokoh utama dalam teori Konstruktivisme. Ia

menekankan bahwa teori Konstruktivisme menyoroti proses atau cara individu

menemukan pengetahuan yang dibangun dari realitas. Piaget mengasumsikan

bahwa anak-anak menggunakan konsep-konsep mereka tentang dunia untuk

memahaminya, konsep-konsep ini tidak dimiliki sejak lahir, melainkan diperoleh

melalui pengalaman. Informasi dari lingkungan diproses sesuai dengan struktur

mental anak, yang kemudian membentuk pemahaman mereka tentang lingkungan

dan realitas sesuai dengan kapasitas kognitif mereka. Konsep dasar ini berkembang

menjadi pandangan yang lebih luas melalui pengalaman.

Teori Piaget menekankan bahwa pengetahuan tidak hanya berasal dari

lingkungan sosial, melainkan lebih ditentukan oleh aktivitas belajar yang dipandu

oleh individu dan orientasi pada penemuan sendiri. Namun, hal ini tidak

mengabaikan peran penting interaksi sosial dalam pembentukan pengetahuan.

Interaksi sosial berfungsi sebagai stimulus untuk memicu konflik kognitif internal

dalam diri individu.

Proses konstruksi yang dikemukakan oleh Piaget terdiri dari empat tahap:

skema/skemata, asimilasi, akomodasi, dan equilibrasi. Ketika individu menerima

informasi baru, mereka melewati tahapan ini secara berturut-turut. Tahap pertama

adalah skema/skemata, di mana individu menggunakan kumpulan konsep yang

dimilikinya untuk berinteraksi dengan lingkungan. Selanjutnya, dalam tahap

asimilasi, individu mengintegrasikan konsep atau pengalaman baru ke dalam skema

yang sudah ada. Tahap berikutnya adalah akomodasi, di mana individu membentuk

skema baru atau memodifikasi yang sudah ada agar sesuai dengan rangsangan baru.

16
Terakhir, dalam tahap equilibrasi, individu mengintegrasikan pengalaman eksternal

dengan struktur internal mereka, terjadi keseimbangan antara asimilasi dan

akomodasi.

b. Vygotsky

Vygotsky berpendapat bahwa pengembangan intelektual seseorang

dipengaruhi oleh sejarah dan budaya pengalaman individu, serta bergantung pada

sistem-sistem simbolik yang digunakan untuk berpikir, berkomunikasi, dan

menyelesaikan masalah. Dia mendorong adanya setting kelas kooperatif di mana

setiap kelompok terdiri dari peserta didik dengan keterampilan yang berbeda,

sehingga mereka dapat berinteraksi dan merancang solusi untuk masalah yang

dihadapi.

Dalam pembelajaran, Vygotsky menekankan konsep perancahan

(scaffolding), di mana guru memberikan bantuan bertahap kepada siswa selama

proses pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan tersebut sehingga siswa dapat

mengambil alih pembelajarannya sendiri. Bantuan yang diberikan oleh guru bisa

berupa petunjuk, peringatan, motivasi, dan saran.

Inti dari teori Vygotsky adalah perlunya pembelajaran sosiokultural yang

melibatkan interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu.

Pembelajaran akan terjadi ketika siswa dapat menangani tugas-tugas yang belum

mereka kuasai, tetapi masih dalam jangkauan kemampuan mereka.

c. Maria Montessori

Maria Montessori, dalam sejarahnya, menjadi tokoh sentral dalam

pengembangan paradigma Konstruktivisme pada masa awal, di mana pada periode

tersebut, banyak pendekatan pendidikan masih didasarkan pada aliran

behaviorisme. Teori belajar Konstruktivisme yang diperkenalkan oleh Maria

17
Montessori mengadopsi paradigma kognitif yang menitikberatkan pada

pengembangan pengetahuan kognitif dan pemikiran dalam proses pembelajaran.

Paradigma ini diperjuangkan dengan melakukan penelusuran sejarah

perkembangan pengetahuan, dimulai dari Plato, kemudian melalui kontribusi

tokoh-tokoh seperti Descartes, Kant, serta ilmuwan psikologi lainnya, sebelum

kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Jean Piaget & Vygotsky. Berdasarkan

fondasi tersebut, Maria Montessori mengembangkan uji klinis medis terkait

perkembangan teori belajar individu, dengan menitikberatkan pada konsep belajar

sosial. Dalam pendekatan ini, peran guru lebih bersifat memberi dorongan terhadap

ketertarikan siswa dalam diskusi, dan mengambil sikap yang lebih pasif. Inti dari

teori Maria Montessori adalah percaya bahwa ilmu pengetahuan dapat diciptakan

oleh siswa melalui pemahaman pribadi mereka sendiri. Oleh karena itu, dianjurkan

agar guru tidak campur tangan terlalu banyak dalam perkembangan pengetahuan

siswa, melainkan membiarkan mereka berkembang melalui interaksi dengan

lingkungan mereka. Konsep utama dalam teori belajar Konstruktivisme versi Maria

Montessori termasuk kemampuan untuk melakukan konstruksi diri (self-

construction), periode sensitif (sensitive periods), pikiran menyerap informasi

(absorbent mind), serta hukum perkembangan kognitif tertentu. Kemampuan

konstruksi diri mengacu pada kemampuan seorang anak untuk membangun

perkembangan jiwa mereka sendiri berdasarkan perkembangan fisik dan psikologis

mereka. Maria Montessori juga memperhatikan bahwa pada periode awal, setiap

individu memiliki periode sensitif, di mana mereka mudah menerima stimulus

tertentu. Oleh karena itu, sebagai guru, kita harus mendorong mereka untuk

mengembangkan keterampilan mereka sejak dini. Pemikiran anak juga mampu

menyerap informasi dengan baik, sehingga mereka memiliki kemampuan untuk

18
belajar secara otodidak. Perkembangan kognitif manusia, menurut teori Montessori,

terjadi melalui beberapa tahap, termasuk tahap sensorimotor (lahir-2 tahun),

pemikiran pra-operasional (2-7 tahun), operasi konkret (7-12 tahun), dan operasi

formal (12-15 tahun).

d. Jerome Brunner

Perspektif Bruner menyatakan bahwa pembelajaran akan berhasil jika

prosesnya terarah pada konsep dan struktur yang ada dalam materi yang diajarkan.

Ini membantu anak memahami materi dan mencari hubungan antara konsep-konsep

tersebut. Menurut Bruner, materi dengan pola atau struktur tertentu lebih mudah

dipelajari dan diingat oleh anak. Peserta didik diharapkan dapat menemukan

keteraturan dalam materi dengan cara mengelompokkan bahan yang berkaitan

dengan keteraturan intuitif yang mereka miliki. Untuk memahami konsep dan

materi, peserta didik perlu terlibat secara aktif dalam proses belajar. Bruner

menyoroti tiga tahap penting dalam pembelajaran: penerimaan informasi baru,

perubahan informasi, dan pengujian relevansi informasi terhadap pengetahuan yang

ada. Secara keseluruhan, teori Bruner sejalan dengan pandangan Jean Piaget tentang

bagaimana individu memperoleh pengetahuan. Ini menggambarkan bahwa individu

menyaring informasi sebelum menerima pengetahuan baru.

e. John Dewey

John Dewey meyakini bahwa pendidikan seharusnya merefleksikan

kehidupan sosial secara menyeluruh dan menggunakan masalah aktual sebagai alat

pembelajaran. Menurut teori Dewey, pendidikan harus mendorong partisipasi aktif

peserta didik dalam proyek-proyek atau tugas-tugas yang berfokus pada masalah-

masalah dunia nyata. Pendidik juga diharapkan membantu peserta didik untuk

memahami dan mengatasi tantangan sosial dan intelektual. Dalam konteks teori

19
konstruktivisme menurut Dewey, proses pembelajaran dapat dilakukan melalui

penyajian masalah yang relevan dengan kehidupan nyata, dan metode pembelajaran

yang sesuai adalah pendekatan penemuan (discovery learning) dan pembelajaran

bermakna (meaningful learning).

f. Tasker

Menurut Tasker, teori belajar Konstruktivisme menekankan tiga hal yang

penting dalam proses pembelajaran:

1) Peserta didik harus berperan aktif dalam membangun pengetahuan yang

memiliki makna.

2) Mengaitkan ide-ide baru satu sama lain sangat penting dalam proses

pembangunan pengetahuan.

3) Mengaitkan informasi baru dengan gagasan-gagasan yang sudah ada

merupakan langkah penting dalam pembelajaran.

Teori yang dijelaskan oleh Tasker ini sejalan dengan pandangan Jean Piaget

dan Brunner tentang proses perolehan pengetahuan. Mereka berpendapat bahwa

individu akan menyaring informasi yang diterima dan mengaitkannya dengan

gagasan-gagasan yang telah ada sebelumnya sebelum akhirnya menerima

pengetahuan baru.

3. Prinsip-prinsip Teori Konstruktivisme

Menurut Wheatley, terdapat dua prinsip prioritas dalam proses pembelajaran

menurut teori Konstruktivisme. Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh secara

pasif, melainkan secara aktif melalui struktur kognitif siswa. Kedua, kognisi memiliki

fungsi adaptif yang membantu dalam pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang

dimiliki peserta didik.

20
Dua prinsip yang dijelaskan oleh Wheatley ini menekankan pentingnya peran

kognisi individu dalam proses pembelajaran. Pengetahuan tidak dapat ditransfer secara

langsung dari satu individu ke individu lainnya, melainkan harus diinterpretasikan

secara unik oleh setiap individu. Setiap individu harus membangun pengetahuannya

sendiri melalui proses kognisi yang meliputi berpikir, mengetahui, mengingat, menilai,

dan menyelesaikan masalah. Ini karena pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah jadi,

tetapi merupakan proses yang terus berkembang.

Vygotsky mengemukakan empat prinsip utama Konstruktivisme, yaitu

pembelajaran sosial, zona perkembangan proksimal, magang kognitif, dan

pembelajaran yang dimediasi. Prinsip pembelajaran sosial menekankan pentingnya

pembelajaran kooperatif, di mana siswa belajar dan berkolaborasi dalam menyelesaikan

tugas melalui interaksi dengan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih cakap.

Prinsip zona perkembangan proksimal mengacu pada kemampuan siswa untuk

mempelajari konsep-konsep secara efektif jika tingkat kerumitannya masih berada

dalam jangkauan mereka dan memerlukan bantuan dari orang lain. Prinsip magang

kognitif adalah proses di mana siswa memperoleh kecakapan intelektual secara

bertahap melalui interaksi dengan individu yang lebih ahli. Prinsip pembelajaran yang

dimediasi menekankan pada penggunaan scaffolding, di mana siswa diberi bantuan

secukupnya dalam menyelesaikan masalah yang kompleks, sulit, dan realistik.

Puisi "Learning by Teaching" yang disusun oleh Mel Silberman

menggambarkan esensi teori Konstruktivisme dengan indah. Puisi ini mencerminkan

bahwa pembelajaran bukan hanya tentang menerima informasi, tetapi juga tentang

mengolahnya, mendiskusikannya, dan akhirnya mengajarinya kepada orang lain.

Prinsip-prinsip Konstruktivisme yang diuraikan oleh Twomey Fosnot dan Wray

dan Lewis menyediakan kerangka kerja yang kokoh untuk memahami pendekatan ini

21
dalam pembelajaran. Mereka menegaskan bahwa pengetahuan baru yang diperoleh

oleh peserta didik sangat tergantung pada apa yang sudah mereka ketahui sebelumnya,

dan pembelajaran harus berfokus pada pengalaman yang bermakna serta

pengembangan pemahaman yang lebih dalam.

Kesimpulan yang dapat ditarik dari prinsip-prinsip Konstruktivisme adalah

bahwa pembelajaran adalah proses aktif di mana peserta didik tidak hanya menerima

pengetahuan, tetapi juga membangunnya melalui pengalaman, refleksi, dan interaksi

dengan orang lain. Guru berperan sebagai fasilitator yang membantu peserta didik

dalam mengeksplorasi, mengkonstruksi, dan mengkaitkan pengetahuan baru dengan

pengetahuan yang sudah ada. Dengan demikian, pembelajaran yang efektif dalam

konteks Konstruktivisme melibatkan model pembelajaran kooperatif yang mendorong

peserta didik untuk aktif dalam proses pembelajaran seperti pembelajaran penemuan

dan pembelajaran bermakna.

4. Kelebihan dan Kekurangan Teori Konstruktivisme

Teori konstruktivisme menawarkan beberapa keunggulan yang dapat

meningkatkan efektivitas pembelajaran. Pertama, teori ini menggeser peran guru dari

menjadi satu-satunya sumber pengetahuan menjadi sebagai fasilitator pembelajaran,

memungkinkan peserta didik untuk aktif dalam mengonstruksi pengetahuan mereka

sendiri. Hal ini juga mendorong peserta didik untuk menjadi lebih aktif, kreatif, dan

berpikir kritis dalam proses pembelajaran. Kedua, pembelajaran konstruktivis

memberikan makna yang lebih dalam karena peserta didik harus mengaitkan informasi

baru dengan pengalaman pribadi dan pengetahuan sebelumnya. Ketiga, teori ini

menghargai perbedaan individual dan memberikan kesempatan bagi peserta didik

untuk belajar sesuai dengan gaya dan kebutuhan mereka. Keempat, pembelajaran

22
konstruktivis memungkinkan pengembangan pengetahuan baru melalui elaborasi ide

dan konsep yang sudah dipelajari sebelumnya.

Namun demikian, teori konstruktivisme juga memiliki beberapa kelemahan.

Pertama, adanya perbedaan antara pandangan peserta didik dengan konsep yang

diajarkan oleh para ahli, karena peserta didik menciptakan pengetahuan berdasarkan

pemahaman dan pengalaman pribadi mereka. Kedua, penerapan teori ini membutuhkan

waktu yang cukup lama karena peserta didik harus membangun pengetahuannya

sendiri. Perbedaan individual seperti kepribadian, kemampuan, dan latar belakang

pengalaman juga perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran. Ketiga, kondisi

lingkungan sekolah juga dapat memengaruhi efektivitas pembelajaran konstruktivis.

Jika lingkungan tidak mendukung tema pembelajaran, maka tujuan pembelajaran

konstruktivis dapat terhambat.Meskipun memiliki kelebihan dan kekurangan, teori

konstruktivisme tetap menjadi pendekatan yang berharga dalam pembelajaran karena

menempatkan peserta didik sebagai agen aktif dalam proses pembelajaran dan

mendorong mereka untuk membangun pemahaman mereka sendiri secara

berkelanjutan.

5. Implikasi Teori Konstruktivisme dalam Pembelajaran

Implikasi teori Piaget dalam pembelajaran yaitu (Efgivia, Ry, et al., 2021):

a. Merumuskan tujuan belajar.

b. Memilah bahan pembelajaran.

c. Membuat tema-tema dengan memungkinkan akan dipelajari peserta didik dengan

cara aktif.

d. Memilih serta menyusun proses pembelajaran yang sesuai dengan tema

pembelajaran, misal proses belajar mengajar dengan berbentuk kelompok,

eksperimen, role play, dan problem solving.

23
e. Menyiapkan bermacam-macam pertanyaan yang bisa menciptakan karakter kreatif

peserta didik untuk berpikir kritis, berdiskusi dan mengajukan pertanyaan.

f. Menilai kegiatan serta hasil dari pembelajaran.

Implikasi teori konstruktivisme dalam pembelajaran, sebagaimana dijabarkan

oleh para ahli seperti Vygotsky, Brunner, Brooks, Budiningsih, dan lainnya, menyoroti

peran penting guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran. Berikut adalah

beberapa implikasi teori konstruktivisme tersebut:

1) Setting kelas kooperatif: Teori konstruktivisme menekankan pentingnya kolaborasi

antara siswa dalam pembelajaran. Guru diharapkan menciptakan lingkungan di

mana siswa dapat saling berinteraksi dan membantu satu sama lain dalam

memecahkan masalah.

2) Scaffolding: Guru diharapkan memberikan bantuan kepada siswa dalam mengatasi

masalah mereka, namun secara bertahap mengurangi bantuan tersebut sehingga

siswa dapat belajar untuk mengatasi masalah secara mandiri.

3) Penyajian konsep dan hubungan antar konsep: Guru diharapkan menyajikan contoh

dari konsep-konsep yang diajarkan dan membantu siswa untuk mengenali

hubungan antar konsep tersebut. Hal ini membantu siswa memahami materi secara

lebih mendalam.

4) Mendorong kemandirian siswa: Guru harus membantu siswa dalam

mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri dan memahami cara berpikir siswa

dalam belajar. Selain itu, guru juga perlu memberi kesempatan kepada siswa untuk

mengambil keputusan dan bertindak secara mandiri.

5) Pembelajaran berpusat pada siswa: Dalam teori konstruktivisme, siswa menjadi

pusat kegiatan belajar, sedangkan guru bertindak sebagai fasilitator. Siswa aktif

24
dalam mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri melalui kegiatan belajar yang

melibatkan interpretasi, refleksi, dan kolaborasi.

Melihat implikasi ini, dapat disimpulkan bahwa peran guru dan peserta didik

memiliki peran yang penting dalam memastikan efektivitas pembelajaran konstruktivis.

Guru harus mampu menciptakan lingkungan pembelajaran yang mendukung kolaborasi

dan kemandirian siswa, sementara siswa harus aktif dalam mengkonstruksi

pengetahuan mereka sendiri melalui berbagai kegiatan belajar yang terlibat. Dengan

demikian, pembelajaran dapat menjadi lebih efektif dan bermakna bagi semua peserta

didik.

D. Teori Humanistik

1. Pengertian Teori Humanistik

Teori belajar humanistik merupakan pendekatan dalam pembelajaran yang

menekankan pada pengembangan potensi dan aktualisasi diri individu. Dalam teori ini,

tujuan utama pembelajaran adalah untuk memungkinkan individu mencapai potensi

penuh mereka dan mengenali diri mereka sendiri dengan lebih baik. Proses belajar

humanistik membutuhkan perhatian yang besar dalam pendekatannya, dengan harapan

menciptakan pencapaian yang baik dan membangun kesejahteraan manusia secara

keseluruhan.

Dalam konteks teori humanistik, proses pembelajaran diarahkan untuk

menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan, kepuasan, dan pemenuhan

kebutuhan psikologis dan emosional individu. Ini mencakup memberikan kesempatan

bagi siswa untuk mengembangkan kemandirian, motivasi intrinsik, dan kesadaran diri.

Guru atau fasilitator pembelajaran dalam pendekatan humanistik berperan

sebagai pembimbing yang memfasilitasi proses pembelajaran, memberikan dukungan,

25
dan memotivasi siswa untuk mencapai potensi mereka yang tertinggi. Mereka

menempatkan kebutuhan dan minat siswa di tengah-tengah pembelajaran, serta

memungkinkan siswa untuk mengambil peran aktif dalam proses belajar mereka

sendiri.

Dengan pendekatan humanistik, diharapkan bahwa setiap individu dapat

mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang diri mereka sendiri, mencapai

pertumbuhan pribadi yang maksimal, dan meraih kebahagiaan serta kesejahteraan

dalam kehidupan mereka. Berikut ini pengertian proses belajar humanistik yang

dipaparkan oleh para ahli.

a. Teori Humanistik Menurut Arthur Combs

Pemikiran Arthur Combs tentang belajar dari perspektif teori humanistik

memang menyoroti pentingnya memahami bahwa proses pembelajaran tidak hanya

tentang menghafal fakta-fakta, tetapi juga tentang pengembangan diri yang holistik.

Beliau menekankan bahwa belajar adalah sebuah proses aktif di mana individu

memiliki kebebasan untuk menemukan cara belajar yang paling sesuai dengan

dirinya sendiri. Ini berarti bahwa pendidik perlu memberikan kesempatan kepada

siswa untuk mengeksplorasi dan mengembangkan pemahaman mereka sendiri

melalui berbagai cara yang mereka anggap efektif.

Dalam pendekatan humanistik, individu dipandang sebagai agen aktif dalam

proses pembelajaran mereka. Mereka didorong untuk mengembangkan potensi dan

kemampuan mereka secara mandiri. Pendekatan ini menekankan pentingnya

otonomi dan kemandirian siswa dalam mengelola pembelajaran mereka.

Jadi, melalui pemikiran Combs, kita memahami bahwa teori humanistik

menekankan pada pentingnya memperlakukan siswa sebagai individu yang unik

dengan kebutuhan, minat, dan gaya belajar yang berbeda-beda. Ini memungkinkan

26
setiap siswa untuk menemukan potensi mereka dan mencapai aktualisasi diri

melalui proses belajar yang sesuai dengan kebutuhan dan preferensi mereka.

b. Teori Humanistik Menurut Abraham Maslow

Pemikiran Abraham Maslow tentang proses belajar dari sudut pandang teori

humanistik memang menekankan pentingnya proses tersebut dalam mencapai

aktualisasi diri. Melalui teori hierarki kebutuhan Maslow, kita memahami bahwa

belajar adalah salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan individu, terutama

kebutuhan akan pemahaman diri dan aktualisasi diri.

Maslow mengajukan bahwa manusia memiliki hierarki kebutuhan yang

perlu dipenuhi, dimulai dari kebutuhan dasar seperti kebutuhan fisik dan keamanan,

hingga kebutuhan yang lebih tinggi seperti kebutuhan akan pengakuan, hubungan

sosial, dan aktualisasi diri. Dalam konteks pembelajaran, proses belajar dapat

menjadi sarana untuk memenuhi kebutuhan ini, terutama kebutuhan akan

aktualisasi diri.

Menurut Maslow, ketika individu merasa didukung dan memiliki

kesempatan untuk belajar dan tumbuh secara pribadi, mereka dapat mencapai

potensi tertinggi mereka. Oleh karena itu, proses belajar yang diperkuat oleh

pendekatan humanistik memungkinkan individu untuk mengembangkan

pemahaman diri, mengidentifikasi potensi mereka, dan bekerja menuju aktualisasi

diri mereka.

Dalam konteks pendidikan, pemikiran Maslow menyoroti pentingnya

menciptakan lingkungan pembelajaran yang mendukung, di mana siswa merasa

didorong untuk mengeksplorasi minat, bakat, dan aspirasi mereka secara aktif. Hal

ini memungkinkan mereka untuk meraih keberhasilan pribadi dan mencapai tujuan

hidup mereka dengan lebih baik.

27
c. Teori Humanistik Menurut Carl Rogers

Pendapat Carl Rogers tentang teori belajar humanistik menekankan

pentingnya hubungan yang positif antara guru dan murid dalam proses

pembelajaran. Menurut Rogers, lingkungan belajar yang kondusif untuk

pertumbuhan individu harus ditandai dengan sikap saling menghargai, empati, dan

pemahaman antara guru dan murid.

Rogers menekankan bahwa guru seharusnya tidak hanya berperan sebagai

penyampai informasi, tetapi juga sebagai fasilitator yang memfasilitasi

pertumbuhan dan perkembangan pribadi setiap murid. Dalam hubungan yang penuh

dengan saling menghargai dan empati, murid merasa didukung untuk menjelajahi

minat dan bakat mereka, serta merasa nyaman untuk menghadapi tantangan dan

mengatasi kesulitan dalam pembelajaran.

Rogers juga menekankan pentingnya keterbukaan dan ketulusan dalam

komunikasi antara guru dan murid. Dengan adanya komunikasi yang terbuka, murid

merasa lebih bebas untuk menyatakan pemikiran, perasaan, dan kebutuhan mereka,

yang pada gilirannya memungkinkan guru untuk memberikan dukungan yang

sesuai dan memandu proses pembelajaran dengan lebih efektif.

Dalam konteks pendidikan, pendekatan Rogers menggarisbawahi

pentingnya membangun hubungan yang positif, penuh kasih, dan inklusif antara

guru dan murid. Hal ini membantu menciptakan lingkungan belajar yang

mendukung pertumbuhan pribadi, pengembangan diri, dan aktualisasi potensi

setiap individu. Dengan demikian, sikap saling menghargai dan memahami antara

guru dan murid menjadi landasan penting dalam teori belajar humanistik.

28
2. Ciri-ciri Teori Belajar Humanistik

Ciri-ciri teori belajar humanistik yang Anda sebutkan mencerminkan

pendekatan yang berfokus pada pertumbuhan dan pengembangan pribadi, serta

pengakuan akan kompleksitas individu dalam proses pembelajaran. Berikut adalah

penjelasan lebih lanjut mengenai ciri-ciri tersebut:

a. Fokus pada proses belajar: Teori humanistik menekankan pentingnya proses belajar

itu sendiri, bukan hanya hasil akhirnya. Proses belajar dipandang sebagai

kesempatan bagi individu untuk mengeksplorasi dan mengembangkan potensi

pribadi mereka. Ini menekankan pentingnya keterlibatan aktif dalam belajar dan

refleksi terhadap pengalaman.

b. Peran aspek kognitif dan afektif: Teori humanistik mengakui bahwa belajar

melibatkan tidak hanya aspek kognitif (seperti pemahaman dan pengetahuan), tetapi

juga aspek afektif (seperti sikap, nilai, dan emosi). Keduanya dianggap penting

untuk pertumbuhan pribadi dan aktualisasi diri.

c. Pentingnya pemahaman dan pengetahuan: Dalam pendekatan humanistik,

pembelajaran tidak hanya tentang menghafal fakta, tetapi juga tentang memahami

dan memanfaatkan pengetahuan dalam konteks kehidupan nyata. Proses belajar

bertujuan untuk memperkaya pemahaman individu tentang dunia dan diri mereka

sendiri.

d. Mementingkan sikap dan perilaku: Teori humanistik mengakui bahwa sikap dan

perilaku seseorang memainkan peran penting dalam pembelajaran. Pembelajaran

bukan hanya tentang peningkatan pengetahuan, tetapi juga tentang pengembangan

sikap positif, keterampilan interpersonal, dan kemampuan untuk mengatasi

tantangan.

29
e. Tidak ada proses belajar yang benar-benar ditentukan: Teori humanistik

menekankan bahwa setiap individu memiliki keunikan dan kompleksitasnya

sendiri, oleh karena itu tidak ada pendekatan belajar yang universal atau satu-solusi-

cocok-untuk-semua. Pembelajaran harus disesuaikan dengan kebutuhan, minat, dan

gaya belajar individu.

Dengan memahami ciri-ciri ini, pendekatan humanistik dalam pembelajaran

menekankan pentingnya memberikan ruang bagi pertumbuhan pribadi, pengakuan akan

keunikan individu, dan pengembangan keterampilan sosial dan emosional yang

diperlukan untuk berhasil dalam kehidupan.

3. Tujuan Teori Belajar Humanistik

Pendekatan pembelajaran humanistik memang menempatkan penekanan yang

kuat pada pengembangan aspek manusiawi dan pribadi dari individu. Tujuannya adalah

untuk membantu individu menjadi lebih sadar, peka, dan berempati terhadap diri sendiri

dan lingkungan sekitar, serta mencapai potensi maksimal mereka melalui proses

aktualisasi diri.

Inti dari teori humanistik adalah pengakuan terhadap keunikan dan

kompleksitas individu serta penekanan pada keterlibatan aktif dalam proses

pembelajaran. Murid didorong untuk mengambil peran aktif dalam menentukan cara

dan sistem belajar mereka sendiri, sementara guru berperan sebagai fasilitator yang

membantu dan mendukung mereka dalam menemukan cara belajar yang paling sesuai

dengan kebutuhan dan preferensi mereka.

Dengan pendekatan ini, murid diberi kesempatan untuk mengembangkan

pemikiran kritis mereka, mengevaluasi apa yang efektif dan tidak efektif dalam

pembelajaran mereka, dan secara bertahap mengambil tanggung jawab atas proses

pembelajaran mereka sendiri. Hal ini dapat menghasilkan pembelajaran yang lebih

30
bermakna dan berkelanjutan, karena proses belajar menjadi lebih relevan dan berpusat

pada kebutuhan dan minat individu.

4. Manfaat Teori Belajar Humanistik

Pendekatan pembelajaran humanistik memang memiliki sejumlah manfaat yang

signifikan bagi murid dalam jangka waktu yang panjang. Beberapa manfaat utamanya

meliputi:

a. Partisipatif, Demokratis, dan Humanis: Pendekatan humanistik mendorong

partisipasi aktif, pemberdayaan diri, dan penghormatan terhadap kebebasan

individu. Hal ini menciptakan lingkungan pembelajaran yang demokratis dan

humanis di mana murid merasa dihargai dan diakui sebagai individu yang memiliki

kekuatan dan potensi unik.

b. Pemahaman dan Evaluasi Diri: Melalui pengalaman belajar yang otonom dan

reflektif, murid belajar untuk membedakan antara perilaku atau keputusan yang

mendukung pertumbuhan dan perkembangan pribadi mereka, serta yang tidak.

Mereka menjadi lebih sadar akan nilai-nilai, kepercayaan, dan tujuan pribadi

mereka sendiri.

c. Penghargaan terhadap Kebebasan dan Pendapat Orang Lain: Dengan diberikannya

kesempatan dan kebebasan dalam proses pembelajaran, murid belajar untuk

menghargai kebebasan dan pendapat orang lain. Mereka juga belajar untuk

menghormati perbedaan dan bekerja secara kolaboratif dalam lingkungan yang

inklusif.

d. Meningkatkan Semangat dan Minat Belajar: Keterlibatan aktif dalam proses

pembelajaran, bersama dengan kebebasan untuk mengeksplorasi minat dan

keinginan mereka sendiri, meningkatkan motivasi dan semangat belajar murid.

31
Mereka merasa lebih terlibat dan bersemangat untuk belajar karena proses tersebut

sesuai dengan kebutuhan dan preferensi pribadi mereka.

Dengan demikian, pendekatan belajar humanistik tidak hanya membantu murid

mengembangkan pengetahuan dan keterampilan akademis, tetapi juga membentuk

karakter mereka, memupuk sikap positif terhadap pembelajaran, dan membantu mereka

menjadi individu yang lebih mandiri, sadar, dan bertanggung jawab.

5. Kelebihan dan Kekurangan

Pemahaman terhadap kelebihan dan kekurangan teori belajar humanistik

memang penting untuk mengevaluasi penerapannya dalam konteks pendidikan. Berikut

adalah beberapa kelebihan dan kekurangan yang perlu dipertimbangkan:

Kelebihan:

a. Meningkatkan Minat Belajar: Pendekatan humanistik memungkinkan individu

untuk mengembangkan minat dan motivasi intrinsik terhadap pembelajaran, karena

mereka memiliki kebebasan untuk mengeksplorasi minat dan keinginan pribadi

mereka.

b. Pembentukan Kepribadian yang Positif: Melalui fokus pada pertumbuhan pribadi

dan pemahaman diri, teori humanistik membantu dalam pembentukan kepribadian

yang positif, perubahan sikap yang baik, dan peningkatan hati nurani.

c. Meningkatkan Kreativitas: Dengan memberikan kesempatan untuk

mengekspresikan diri dan mengeksplorasi ide-ide baru, teori humanistik dapat

meningkatkan kreativitas individu.

d. Pola Pikir yang Cerdas dan Luas: Pendekatan ini mendorong pemikiran kritis,

refleksi, dan pemahaman yang mendalam atas materi pembelajaran, yang pada

gilirannya membentuk pola pikir yang cerdas dan luas.

32
e. Pengalaman Pembelajaran yang Menarik: Melalui pendekatan yang menekankan

pengalaman pribadi, pembelajaran menjadi lebih menarik, relevan, dan bermakna

bagi individu.

f. Mencapai Aktualisasi Diri: Teori humanistik mendukung individu untuk mencapai

potensi maksimal mereka dan mencapai aktualisasi diri melalui pengembangan

pribadi yang holistik.

Kekurangan:

a. Perilaku Individualis: Fokus pada pengembangan individu dapat memunculkan

perilaku individualis yang kurang memperhatikan kebutuhan dan kontribusi

kolektif.

b. Gagalnya Proses Belajar tanpa Kesungguhan: Tanpa kesungguhan dan motivasi

intrinsik dari individu, proses belajar dalam pendekatan humanistik dapat gagal.

c. Minimnya Peran Tenaga Pengajar: Keterlibatan guru sebagai fasilitator bisa

menjadi minim, sehingga kurangnya bimbingan dan arahan dapat menghambat

kemajuan belajar.

d. Tidak Cocok untuk Metode Pembelajaran Praktis: Teori humanistik mungkin tidak

cocok untuk situasi di mana pembelajaran praktis atau penerapan langsung

pengetahuan diperlukan.

e. Kesenjangan dalam Pembelajaran: Adanya perbedaan individu dapat menyebabkan

kesenjangan dalam kemajuan belajar antara satu murid dengan yang lainnya.

Dengan memahami baik kelebihan maupun kekurangan teori belajar humanistik,

pendidik dapat mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menerapkannya secara

efektif sesuai dengan kebutuhan dan konteks pembelajaran.

33
6. Konsep Teori Belajar Humanistik

Konsep dasar dari teori belajar humanistik menempatkan individu sebagai agen

utama dalam proses pembelajaran mereka. Motivasi internal dan eksternal memegang

peranan penting dalam meningkatkan minat dan hasil belajar. Peran guru sebagai

fasilitator sangat penting dalam membantu siswa menemukan motivasi mereka dan

mengarahkan mereka menuju tujuan pembelajaran yang sama. Selain itu, pemahaman

tentang pendekatan belajar yang humanis oleh guru dan siswa akan membantu

menciptakan lingkungan belajar yang mendukung dan kolaboratif. Dengan demikian,

keseimbangan antara peran guru dan siswa menjadi kunci dalam mencapai kesuksesan

dalam proses pembelajaran.

7. Penerapan Teori Belajar Humanistik pada Metode Pembelajaran

Langkah-langkah penerapan teori belajar humanistic yait pada tahap

persiapan pembelajaran, menentukan tujuan pembelajaran yang jelas dan

merumuskan materi yang sesuai sangat penting untuk mencapai efektivitas

pembelajaran. Selain itu, mengidentifikasi kemampuan individu murid akan

membantu guru dalam menyesuaikan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan

kebutuhan mereka.

Memilih dan menganalisis topik materi yang menarik bagi murid serta

mempersiapkan fasilitas belajar yang efektif juga merupakan langkah yang krusial

dalam proses pembelajaran. Mengajak murid untuk aktif dalam pembelajaran dan

memberikan bimbingan serta dorongan untuk menerapkan pembelajaran dalam

kehidupan sehari-hari adalah strategi yang efektif untuk memastikan pembelajaran

yang berkelanjutan.

Selanjutnya, dalam aplikasi pembelajaran, peran guru sebagai fasilitator

sangat penting. Memberikan motivasi, menjelaskan tujuan pembelajaran, dan

34
memahami karakteristik individu murid adalah langkah awal yang penting.

Penggunaan media pembelajaran yang kreatif dan menjalin komunikasi yang baik

dengan murid akan membantu menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif.

Melalui pemahaman teori belajar humanistik dan pengintegrasian dengan

metode belajar lainnya, para tenaga pengajar dapat menciptakan pengalaman

pembelajaran yang bermakna dan memotivasi siswa untuk mencapai potensi

mereka secara penuh. Terima kasih atas penjelasan yang sangat informatif!

35
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Teori belajar behavioristik adalah teori belajar yang mengedepankan perubahan

perilaku peserta didik sebagai hasil proses pembelajaran. Terjadinya perubahan tingkah

laku diakibatkan oleh adanya interaksi antara stimulus dan respon. Teori belajar ini

berorientasi pada perilaku yang lebih baik.

Penerapan teori belajar behavioristik dalam pembelajaran harus mengacu pada

prinsip yang ada. Menurut Mukinan, prinsip teori belajar behavioristik adalah sebagai

berikut. Apabila seseorang sudah mampu menunjukkan perubahan perilaku, maka

dikatakan sudah belajar. Artinya, kegiatan belajar yang tidak membawa perubahan perilaku

tidak dianggap belajar menurut teori ini. Hal yang paling penting pada teori ini adalah

stimulus dan respon karena bisa diamati. Hal-hal selain stimulus dan respon tidak dianggap

penting karena tidak bisa diamati. Adanya penguatan (reinforcement), yaitu hal-hal yang

bisa memperkuat respon. Penguatan bisa berupa penguatan positif dan negatif.

Teori belajar behavioristik ini adalah teori belajar yang umum digunakan di

Indonesia. Hal itu bisa dilihat dari beberapa contoh berikut. Guru menyusun materi atau

bahan ajar secara lengkap, mulai materi sederhana sampai kompleks. Selama mengajar,

guru lebih banyak memberikan contoh berupa instruksi. Jika guru menjumpai adanya

kesahalan, baik pada materi maupun pada peserta didik maka akan segera diperbaiki. Guru

lebih aktif memberikan latihan agar terbentuk kebiasaan yang diinginkan. Guru

memberikan evaluasi berdasarkan perilaku yang terlihat. Guru harus mampu memberikan

penguatan (reinforcement), baik dari sisi positif dan negatif.

36
Teori belajar kognitif adalah teori belajar yang mementingkan proses belajar

daripada hasilnya. Teori ini menyatakan bahwa pada proses belajar, seseorang tidak hanya

cenderung pada hubungan antara stimulus dan respon, melainkan juga bagaimana perilaku

seseorang dalam mencapai tujuan belajarnya.

Prinsip teori belajar kognitif dalam pembelajaran adalah sebagai berikut. Proses

belajar lebih penting daripada hasil. Persepsi dan pemahaman dalam mencapai tujuan

belajar menunjukkan tingkah laku seorang individu. Materi belajar dipisahkan menjadi

komponen kecil, lalu dipelajari secara terpisah. Keaktifan peserta didik saat pembelajaran

merupakan suatu keharusan. Pada kegiatan belajar, dibutuhkan proses berpikir yang

kompleks.

Pendekatan kognitif merupakan suatu istilah yang menyatakan bahwa melalui

tingkah lakulah seorang individu akan mengalami proses mental yang nantinya bisa

meningkatkan kemampuan menilai, membandingkan, atau menanggapi stimulus sebelum

terjadinya reaksi. Pendekatan ini memberikan penekanan terhadap isi pikiran manusia agar

manusia tersebut mendapatkan pengalaman, pemahaman, standar moral, dan sebagainya.

Teori humanistik atau sering juga disebut teori belajar humanistik adalah satu dari

beberapa teori belajar yang sering digunakan oleh guru maupun tenaga pengajar lainnya.

Secara garis besar teori belajar humanistik adalah teori belajar bertujuan menghasilkan hal

baik bagi kemanusiaan supaya bisa mencapai aktualisasi diri dan membuat orang mampu

mengenali diri sendiri. Oleh karena itu, proses belajar humanistik ini membutuhkan

perhatian yang besar dalam prosesnya dengan harapan menghasilkan pencapaian yang baik.

Teori Piaget menekankan pengalaman belajar dengan mengkonstruksi penge-

tahuannya dalam tahapan-tahapan tertentu. Teori ini sulit menggambarkan kompleksitas

variasi interindividual dan intraindividual dari setiap individual dalam perkembangannya

(Hopkins, 2011), sehingga pada perkembangan selanjutnya banyak peneliti melontarkan

37
kritik pada teori Piaget karena temuan tahapan-tahapan yang disampaikan Piaget tidak

selalu terjadi sesuai dengan umur dalam gagasan teorinya (Bower and Wishart, 1972;

McGarrigle and Donaldson, 1974; Rose and Blank, 1974; Keating, 1979). Teori Vigotsky

yang menimbang faktor-faktor kultural dalam perkembangan anak yang terlihat dari

pemberian bantuan terhadap ZPD, dapat menjelaskan apa yang tidak bisa dijelaskan oleh

teori Piaget.

Sementara itu, teori Vygotsky yang terbatas pada perilaku-perilaku yang tampak,

kurang dapat menjelaskan perilaku-perilaku yang sukar diamati. Dalam hal ini teori Piaget

dapat memberikan penjelasan terhadap persoalan tersebut melalui rumusan tahapantahapan

perkembangan sesuai dengan tingkatannya. Dengan demikian, sesungguhnya kedua teori

ini bersifat saling melengkapi dan memberikan jawaban atas kelemahan masingmasing

teori yang dikemukakan. Implikasi dalam pembelajaran Bahasa Inggris, guru harus mampu

melihat poin-poin penting di setiap teori untuk dapat digunakan dalam pembelajaran untuk

menghadapi kebutuhan dan karakteristik pelajar yang beragam.

B. Saran

Sebagai saran, kami mengajukan perlunya terus melakukan penelitian dan

pengembangan dalam bidang ini guna menghadirkan konsep-konsep pembelajaran yang

lebih inovatif dan efektif. Selain itu, kami juga mendorong para praktisi pendidikan untuk

terus memperdalam pemahaman mereka terhadap berbagai teori pembelajaran yang ada,

sehingga dapat mengaplikasikannya secara lebih optimal dalam proses pembelajaran di

lapangan.

Demikianlah makalah ini kami susun dengan penuh dedikasi dan kerja keras.

Semoga makalah ini dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi pengembangan

dunia pendidikan. Terima kasih.

38
DAFTAR REFERENSI

Jusmiana Andi, S.Pd., M.Pd. 2003. Makalah Teori Pembelajaran. Pendidikan Teknologi
Informasi Komunikasi Universitas Pejuang Republik Indonesia Makassar. Makasar.
https://osf.io/5sm7y/download

Suryana Ermis, Marni Prasyur Aprina, Kasinyo Harto. 2022. Teori Konstruktivistik dan
Implikasinya dalam Pembelajaran. Jurnal Ilmiah Imu Pendidikan, 5 (7).
https://jiip.stkipyapisdompu.ac.id/jiip/index.php/JIIP/article/download/666/621

Utami I.G.A. Lokita Purnamika. 2016. Teori Konstruktivisme dan Teori Sosiokultural:
Aplikasi dalam Pengajaran Bahasa Inggris. Ejournal Undiksha, 11 (1).
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/PRASI/article/view/10964

Yanuardianto Elga. 2019. Teori Kognitif Sosial Albert Bandura. Jurnal Auladuna, 1 (2).
DOI: https://doi.org/10.36835/au.v1i2.235

39

Anda mungkin juga menyukai