Anda di halaman 1dari 38

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KELAS INKLUSI DI SD NEGERI GIWANGAN

TAHUN 2022

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan Kepada Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan Universitas Alma Ata Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh :

Mursalin Abd. Syukur

191200222

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAYAH

FAKULITAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ALMA ATA

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-
Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi penelitian yang berjudul
“IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KELAS INKLUSI DI SD NEGERI GIWANGAN”
tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mempelajari cara
pembuatan skripsi pada Universitas Alma Ata Yogykarya dan untuk memperoleh gelar Sarjana
S1 jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah. Pada kesempatan ini, penulis hendak
menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moril
maupun materil sehingga skripsi ini dapat selesai.

Meskipun telah berusaha menyelesaikan skripsi ini sebaik mungkin, penulis menyadari
bahwa skripsi ini masih ada kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari para pembaca guna menyempurnakan segala kekurangan dalam
penyusunan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini berguna bagi para
pembaca dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.

Penyusun,

Mursalin Abd. Syukur


191200222
DAFTAR ISI

Judul.................................................................................................................. i

Daftar isi........................................................................................................... ii

Bab 1................................................................................................................. 1

Latar belakang.................................................................................................. 1

Fokus Penelitian................................................................................................ 8

Batasan Masalah............................................................................................... 8

Rumusan Masalah............................................................................................. 8

Tujuan Penelitian.............................................................................................. 9

Manfaat Penelitian............................................................................................ 9

Bab II................................................................................................................ 11

Kajian Teori...................................................................................................... 11

Pendidikan Inklusi............................................................................................ 11

Tujuan Pendidikan............................................................................................ 13

Kriteria Kelas Inklusi........................................................................................ 14

Landasan Pendidikan Inklusi............................................................................ 17

Klasifikasi Siswa Inklusi dan Karakteristiknya................................................ 19

Implementasi Pendidikan Inklusi..................................................................... 24

Indikator Keberhasilan Pendidikan Inklusi...................................................... 25

Penelitian Relevan............................................................................................ 26

Kerangka Berpikir............................................................................................ 28

Bab III............................................................................................................... 29

Latar Penelitian................................................................................................. 29
Metode Penelitian............................................................................................. 29

Waktu dan Tempat Penelitian........................................................................... 30

Teknik Pengumpulan Data............................................................................... 30

Analisis Data..................................................................................................... 32

Periksa Keabsahan Data................................................................................... 33

Daftar Pustaka .................................................................................................. 34


BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara awam diketahui bahwa mendidik adalah suatu kegiatan telah berlangsung

berabad-abad lamanya di masyarakat. Bahkan kegiatan mendidik ini diyakini telah

berlangsung sejak manusia masih dalam rangka mengenal diri sendiri dan dan

lingkungannya demi memajukan peradaban. Keberadaan pendidikan merupakan khas

yang hanya ada pada manusia dan sepenuhnya ditentukan oleh manusia, tanpa manusia

pendidikan tak pernah ada (Suparlan Suhartono: 2008)

Pendidikan merupakan pengalaman belajar seseorang sepanjang hidup yang

dilakukan secara sadar untuk meningkatkan kemampuan, pengetahuan, pemahaman atau

keterampilan tertentu. Pendidikan wajib mengutamakan asas keterbukaan dan demokrasi

pada setiap orang. Arif Rahman (2011:1). Menurut Plato, pendidikan adalah usaha untuk

membantu perkembangan masing-masing dari jasmani dan akal dari sesuatu yang

memungkinkan tercapainya kesempurnaan. Hamengkubuwono (2016:1)

Ki Hajar Dewantara mengungkapkan bahwa pendidikan adalah tuntutan di dalam

hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya pendidikan yaitu menuntun segala

kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia juga sebagai

anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.

Menurut M.J. Langeveld Pendidikan merupakan upaya dalam membimbing manusia

yang belum dewasa kearah kedewasaan. Pendidikan adalah suatu usaha dalam

menolong anak untuk melakukan tugas-tugas hidupnya agar mandiri dan bertanggung

jawab secara susila. Pendidikan ini yang dimaksud adalah pendidikan yang bisa

dijangkau oleh semua kalangan masyarakat tanpa memandang latar belakang masyarakat
tersebut. Prinsip ini sesuai dengan yang tercantum dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 4

ayat 1 yang berbunyi “pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan

serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan,

nilai kultural, dan kemajemukan bangsa”. Hal ini berarti bahwa pendidikan memberikan

tawaran untuk hidup berkeadilan, karena dalam pendidikan tidak membeda-bedakan kasta

ataupun golongan termasuk juga para kaum disabilitas.

Inklusi berasal dari bahasa Inggris “inclusion” yang berarti mengajak masuk atau

mengikutsertakan. Dengan pengertian tersebut diartikan bahwa inklusi adalah sebuah

lingkungan yang mampu menerima berbagai keberagaman dan berbedaan yang meliputi

perbedaan agama, ras, suku, golongan serta perbedaan kemampuan fisik yang dikenal

dengan disabilitas. Sebagai manusia sosial, kita dituntut untuk berjiwa inklusi artinya

menjadi manusia yang ramah, terbuka, dan mau menerima perbedaan. Kelompok yang

tergabung dalam kelompok inklusi adalah kelompok disabilitas, kelompok disabilitas

mempunyai keterbatasan dalam berpikir karena memiliki kekurangan dari fisik atau tidak

sempurna. Berdasarkan penelitian dilapangan ditemukan hak-hak disabilitas yang tidak

terakomodir secara maksimal dan optimal, termasuk dalam bidang pendidikan.

Perkembangan pendidikan inklusif di dunia pertama kali diprakarsai dan diterapkan

oleh negara-negara Scandinavia (Denmark, Norwegia, Swedia). Pendidikan inklusi

diterapkan di Amerika Serikat pada tahun1960-an oleh Presiden John F. Kennedy

mengirimkan pakar-pakar Pendidikan Luar Biasa ke Scandinavia untuk

mempelajari mainstreaming dan Least restrictive environment, yang ternyata cocok untuk

diterapkan di Amerika Serikat. Selanjutnya di Inggris menerapkan pendidikan inklusi

dalam Ed.Act. 1991 mulai memperkenalkan adanya konsep pendidikan inklusif dengan
ditandai adanya pergeseran model pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus dari

segregatif ke integratif.

Pendidikan inklusi adalah sebuah pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang

mempunyai kebutuhan pendidikan khusus di sekolah reguler (SD, SMP, SMA) yang

tergolong luar biasa baik dalam arti kelainan, lamban belajar maupun berkesulitan belajar

lainnya (Amos Neolaka: 2007)1. Menurut Permendiknas RI No. 70 tahun 2009 tentang

pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi

kecerdasan dan/atau bakat istimewa dengan rahmat tuhan yang maha esa menteri

pendidikan nasional, dengan tujuan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada

semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau

memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang

bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya, dan mewujudkan

penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, serta tidak diskriminatif

bagi semua peserta didik.

Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak-anak yang memiliki keunikan

tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan mereka dari anak-anak

normal pada umumnya. Keadaan inilah yang menuntut pemahaman terhadap hakikat

anak berkebutuhan khusus. Keragaman ABK terkadang menyulitkan guru dalam upaya

menemukan jenis dan pemberian layanan pendidikan yang sesuai. Namun apabila guru

telah memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai hakikat ABK maka mereka dapat

memenuhi kebutuhan anak yang sesuai.

1
Prof. Dr. Ir. Amos Neolaka, M.Pd dkk. Isu-Isu Kritis Pendidikan: (Utama dan Tetap Penting Namun Terabaikan).
Kencana.
Pada awalnya ABK untuk mendapatkan hak pendidikannya di fasilitasi dengan

adanya sekolah luar biasa (SLB) sekolah dengan strategi dan metode pengajaran khusus

ini memiliki beberapa jenis. Pendidikan inklusi diberlakukan setelah ditetapkan peraturan

menteri pendidikan nasional (permendiknas) nomor 70 tahun 2009 tentang pendidikan

inklusi bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan

atau bakat istimewa dengan rahmat Tuhan Yang maha Esa. Dengan permendiknas ini,

siswa berkebutuhan khusus tidak hanya menempuh pendidikan di sekolah luar biasa

(SLB) tetapi mempunyai hak mengenyam pendidikan di sekolah formal seperti siswa

normal pada umumnya yang disebut kelas inklusi.

Permendiknas ini mengacu pada UUD 1945 pasal 31 ayat 1 yang berbunyi “setiap

warga negara berhak mendapatkan pendidikan”. Undang-undang ini mempertegaskan

bahwa setiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan pendidikan yang layak tanpa

memperhatikan kesempurnaan secara fisik maupun faktor lainnya. Pendidikan inklusi

merupakan solusi untuk menemukan bakat dan mengembangkan minat ABK.

Pendidikan di Indonesia khususnya di Yogyakarta ditemukan beberapa sekolah yang

menerapkan kelas inklusi. Di SD Negeri Giwangan misalnya ada beberapa siswa dalam

kelas yang dikategorikan ABK digabungkan satu kelas dengan siswa normal lainnya,

namun menurut hasil penelitian yang ditemukan dilapangan terdapat beberapa faktor

yang menyebabkan ABK kesulitan dalam memahami materi yang disampaikan oleh guru

sesuai dengan metode pengajaran inklusi. Sifat inklusi adalah pendekatan untuk

membangun dan mengembangkan sebuah lingkungan yang terbuka, mengajak serta

mengikutsertakan semua orang dari berbagai latar belakang, karakteristik, golongan,

suku, kemampuan otak, suku dan lain-lain. Begitu juga dalam dunia pendidikan, ABK.
B. Fokus Penelitian

Berdasarkan hasil latar belakang diatas, maka penelitian akan fokus pada Penelitian

Implementasi Pembelajaran Kelas Inklusi di SD Negeri Giwangan Tahun 2022.

C. Batasan Masalah

Hasil yang diperoleh dari sebuah penelitian yang mengenai tentang Implementasi

Pembajaran dalam kelas Inklusi, di SD Negeri Giwangan penelitian ini membahas

tentang bagaimana Siswa ABK memahami materi yang disampaikan oleh guru pelajaran.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yaitu metode untuk meneliti status

sekelompok manusia, manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu pemikiran atau peristiwa

pada masa sekarang.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang di uraikan di atas, maka dapat dirumuskan rumusan

permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana Siswa ABK memahami bentuk Implementasi Pembelajaran dalam

kelas Inklusi di SD Negeri Giwangan?

2. Bagaimana penyampaian materi oleh guru agar terserap dengan baik oleh siswa

ABK pada kelas inklusi?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah untuk

mendeskripsikan:

1. Memberikan gambaran bagaimana bentuk Implementasi Pembelajaran Kelas


Inklusi di SD Negeri Giwangan.
2. Mendeskripsikan proses pembelajaran Kelas Inklusi di SD Negeri Giwangan.
F. Manfaat Penelitian
Pada penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi peneliti maupun

pembaca baik secara teoretis maupun praktis sebagai berikut

1. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh informasi dan menambah

pengetahuan yang berhubungan dengan proses pembelajaran kelas Inklusi yang

berkaitan dengan siswa ABK.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan ilmu pendidikan dan

memperkuat wacana untuk meningkatkan kualitas pendidikan bagi ABK terutama

pada proses pembelajran inklusi.

2. Manfaat Teoritis

a. Bagi Penulis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan sebagai rujukan dalam

proses pembelajaran kelas inklusi dan penerapan metode yang baik untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran siswa ABK.

b. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan agar sekolah mampu memperbaiki dan

mengevaluasi kualitas pembelajaran inklusii untuk siswa ABK di SD Negeri

Giwangan.
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pendidikan Inklusi

“Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” merupakan salah satu butir dalam

pembukaan UUD 45, tafsiran dari keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

mengandung makna yang luas, yaitu berhak mendapatkan keadilan tanpa memandang

suku, agama, ras, golongan dan kesempurnaan fisik. Keadilan yang dimaksud dalam

pembukaan UUD 45 meliputi adil dalam dunia pendidikan. Setiap warga negara

Indoensia berhak mendapatkan pendidikan yang layak untuk mengembangkan kreatifitas

dan potensi yang ada dalam dirinya. Setiap anak berhak untuk belajar dan diajar tanpa

memandang kesempurnaan fisik, termasuk anak berkebutuhan khusus (ABK). Hal ini

yamg menjadi latar belakang munculnya pendidikan inklusi. Pendidikan ini menjadi

solusi bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) untuk mendapatkan pendidikan dengan

porsi yang sama pada anak normal lainnya.

Staub dan Peck (1995) mengemukakan bahwa pendidikan inklusi adalah

penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas

reguler. Hal ini menunjukkan bahwa kelas reguler merupakan tempat belajar yang

relevan bagi anak berkelainan, apapun jenis kelainannya dan bagaimanapun gradasinya.2

Berit H. Johnsen dan Meriam D. Skorten (2003: 288) menyatakan, bahwa prinsip

yang disesuaikan dengan sekolah inklusi menyebabkan adanya tuntutan yang besar

terhadap guru reguler maupun pendidikan khusus. Ini menuntut pergeseran dari tradisi

2
Irdamurni,”Pendidikan Inklusif solusi dalam mendidik anak berkebutuhan khusus”, ( Prenamedia group, Jakarta, 2019) hal. 7
“mengajarkan materi yang sama kepada semua siswa di kelas”, menjadi mengajar setiap

anak sesuai dengan kebutuhan individualnya tetapi dalam setting kelas.3

O Neil, (1995) menyatakan bahwa pendidikan inklusi sebagai sistem layanan


pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah
sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya. Selanjutnya Irdamurni
& Rahmiati, (2015) menegaskan pendidikan inklusif menghargai keberagaman, tidak
diskriminatif terhadap hak anak, serta menghormati bahwa semua orang adalah bagian
dari sesuatu yang berharga dalam kebersamaan di masyarakat4.

Pengertian pendidikan inklusi senada dengan Permendiknas diatas yaitu sesuai

dengan Permendiknas Nomor 32 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan

Kompetensi Guru Pendidikan Khusus, bahwa pendidikan inklusi adalah pendidikan yang

memberikan kesempatan bagi peserta didik berkebutuhan khusus karena kelainan fisik,

emosional, mental, intelektual, sosial, dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat

istimewa untuk belajar bersama-sama dengan peserta didik lain pada satuan pendidikan

umum dan satuan pendidikan kejuruan, dengan cara menyediakan sarana dan prasarana,

pendidik, tenaga kependidikan dna kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan

individual peserta didik.

Dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan

inklusi dalam dunia pendidikan semua anak disama ratakan dalam memperoleh

pendidikan baik anak berkebutuhan khusus (ABK) dengan anak normal pada umumnya

disatukan dalam satu kelas, karena anak berkebutuhan khusus (ABK) juga bagian dari

masyarakat sekolah dimana mereka belajar dan guru dituntut mampu memberikan

pengawasan dan bimbingan terhadap anak berkebutuhan khusus (ABK). Prinsip

3
Ibid
4
Ibid hal. 8
mendasar dari sekolah inklusi adalah bahwa selama memungkinkan, semua anak

seyogianya belajar bersama-sama, tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang

mungkin ada pada diri mereka. Sekolah inklusi harus mengenal dan merespons terhadap

kebutuhan yang berbedabeda dari para siswanya, dan menjamin diberikannya pendidikan

yang berkualitas kepada semua siswa melalui penyusunan kurikulum yang tepat,

pemanfaatan sumber dengan sebaik-baiknya, dan penggalangan kemitraan dengan

masyarakat sekitarnya.5

Pemerintah melalui UU No. 23 tahun 2003 tentang pendidikan nasional pasal 5 ayat

(1) “setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang

bermutu” kemudian dilanjutkan dalam pasal 11 ayat (1) “pemerintah daerah wajib

memberikan kemudahan dan layanan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang

bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi”. Undang-undang ini mempertegas

bahwa yang berhak mendapatkan pendidikan yang bermutu tidak hanya berlaku untuk

siswa normal pada umumnya namun anak berkebutuhan khusus (ABK) Juga berhak

memperoleh pendidikan dengan porsi yang sama. Pemerataan pendidikan tanpa

diskriminatif tidak hanya bicara terkait hak asasi dan hak untuk mendapatkan pendidikan

saja namun, Anak berkebutuhan khusus (ABK) juga memiliki potensi yang bisa di

kembangkan, cita-cita dan masa depan.

B. Tujuan Pendidikan

Secara umum tujuan pendidikan di Indonesia adalah untuk mewujudkan tujuan

UUD 1945 namun lebih khusus tercantum dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003

Sisdiknas pasal 1 ayat (1) yang berbunyi “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana

5
Budiyanto, Pengantar pendidikan inklusif berbudaya lokal, (Prenamedia group, Jakarta, 2017) Hal. 26
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan negara.

Pendikan inklusi memiliki tujuan yang tetap mengacu pada tujuan pendidikan

umum, sesuai dengan Permendikbud RI No. 70 tahun 2009 tentang pendidikan inklusi

bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan atau

memiliki bakat istimewa dalam pasal 2 yang berbunyi:

1. Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang

memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial, atau memiliki potensi

kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu

sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.

2. Mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan

tidak diskriminatif bagi semua peserta didik sebagaimana yang dimaksud pada

pasal yang pertama.

C. Kriteria Kelas Inklusi

Inklusi berasal dari kata inclusion yang berarti penyatuan. Inklusi menyatukan

sesuatu yang mendeskripsikan Sekolah inklusi merupakan sekolah dimana anak-anak

berkebutuhan khusus (ABK) digabungkan satu kelas bersama-sama anak normal pada

umumnya namun tetap ada guru pembimbing selama proses belajar mengajar dalam

kelas.

Menurut Dirjen PLB (2006) pendidikan inklusif merupakan system penyelenggaraan

pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua pesert didik dari berbagai
kondisi dan latar belakang untuk mengikuti pendidikan dalam satu lingkungan

pendidikan secara bersama-sama, dengan layanan pendidikan yang disesuaikan

kebutuhan dan kemampuan peserta didik. 6 Sistem pembelajaran, pengajaran, kurikulum,

fasilitas, sistem penilaian disekolah akan mengakomodir kebutuhan anak berkebutuhan

khusus (ABK) dan mereka mampu beradaptasi sebaik-baiknya.

Dalam berbagai definisi, pendidikan inklusi dikatakan sebagai sistem pelayanan

pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus (ABK) belajar di sekolah-

sekolah terdekat di kelas biasa dengan teman-teman sebayanya. Pendidikan inklusi

mengandung pengertian bahwa sekolah perlu mengakomodasi kebutuhan pendidikan

semua anak dengan tidak menghiraukan kondisi fisik, intelektual, sosial, emosional,

bahasa, dan kondisi-kondisi lainnya. Dengan demikian anak-anak normal, anak-anak

berkebutuhan khusus, anak-anak dengan latar bahasa dan etnik minoritas, anak-anak

jalanan, anak-anak yang bekerja, anak-anak yang berasal dari keluarga yang tidak

mampu, anak-anak di daerah terpencil atau anak-anak dari suku yang berpindah-pindah,

serta anak-anak yang berasal dari kondisi yang kurang beruntung lainnya perlu mendapat

akses terhadap pendidikan.

Untuk menunjang keberhasilan sekolah inklusi, sekolah perlu memperhatikan

beberapa kriteria yang diantaranya adalah:

1. Sekolah yang ramah

Sekolah ramah anak merupakan wujud dari sekolah inklusi, itulah hubungan sekolah

ramah anak dengan sekolah insklusi. Sesuai dengan prinsip pendidikan inklusi, anak

berkebutuhan khusus (ABK) berhak mendapatkan rasa kenyamanan, keamanan,

perlindungan dan pelayanan pendidikan di sekolah yang sama dengan anak normal pada
6
Amka, “Manajemen sarana sekolah inklusi”, (Nizamia learning center, Sidoarjo: 2020) Hal. 45
umumnya. Selain pelayanan dalam bidang pendidikan yang mengakomodir berbagai

karakteristik anak dengan segala keunikannya, sekolah juga harus menciptakan suasana

lingkungan yang ramah bagi anak berkebutuhan khusus (ABK).

2. Guru yang ramah

Menurut Mulyasa (2011:37-65) menyatakan terdapat beberapa peran guru

diantaranya:

a. Guru sebagai pendidik

b. Guru sebagai pengajar

c. Guru sebagai pembimbing

d. Guru sebagai pelatih

e. Guru sebagai penasehat.7

Dari beberapa peran guru di atas, dapat disimpulkan bahwa peran guru ramah dalam

sekolah inklusi adalah guru dalam menyampaikan pembelajaran menyenangkan,

mampu meberikan contoh yang baik, bersikap sabar dalam menyikapi karakteeristik

siswa yang beragam.

3. Sarana dan prasaran yang mendukung

Menurut Tim Penyusun Pedoman Pembakuan Media Pendidikan Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, yang dimaksud dengan: “Sarana pendidikan adalah

semua fasilitas yang diperlukan dalam proses belajar-mengajar, baik yang bergerak

maupun yang tidak bergerak agar pencapaian tujuan pendidikan dapat berjalan

dengan lancar, teratur, efektif dan efisien”.8

4. Kerja sama orang tua dan sekolah

7
Risal Septiyan Dwi Cahyono, “Peran guru dalam sekolah ramah anak di SD Muhammadiyah 16 Surakarta”, Hal.
5
8
Amka, “Manajemen sarana sekolah inklusi”, (Nizamia learning center, Sidoarjo: 2020) Hal. 71
Untuk mengembangkan kreativitas dan potensi anak, kerjasama yang erat antara

orangtua dan guru dapat menghasilkan solusi terbaik dalam melayani kebutuhan

belajar anak di sekolah. Keterlibatan orangtua secara aktif terhadap pendidikan anak

di sekolah, sangat penting dalam kaitannya dengan pertimbangan dalam mencari

solusi yang tepat dengan pendidikan anak yang baik di sekolah.

D. Landasan Pendidikan Inklusi

1. Landan Filosofis

Abdulrahman dalam Kemdikbud (2011) mengemukakan bahwa landasan

filosofi pendidikan inklusi di Indonesia adalah Pancasila yang merupakan lima pilar

sekaligus cita–cita yang didirikan atas fondasi yang lebih mendasar lagi, yaitu

Bhineka Tunggal Ika. Selain itu landasan filosofi pendidikan inklusi lainnya adalah

agama dan filosofi pendidikan inklusi.

Menurut Yusuf bahwasannya landasan filosofi utama dalam penyelenggaraan

pendidikan inklusi di Indonesia adalah filsafat Pancasila yang memiliki semboyan

“Bhinneka Tunggal Ika” merupakan lambang dan simbol pengakuan bahwa Indonesia

merupakan negara multibudaya, multietnik, dan multibahasa, adat istiadat, agama dan

kepercayaan sebagai sebuah kekayaan yang harus dijaga, dipelihara dan

dikembangkan dalam kerangka NKRI.9

Dari pendapat ahli diatas dapat diartikan bahwa Indonesia dengan beragam

perbedaan yang meliputi ras, suku, golongan, agama dll. Mampu di satukan dalam

semboyan bhineka tunggal ika tanpa membeda-bedakan satu dengan yang lainnya

jika di terapkan dalam dunia pendidikan, anak bekebutuhan khusus (ABK) dan anak-

9
Eka Sari Setianingsih, “Implementasi Pendidikan Inklusi: Manajemen Tenaga Kependidikan,” Malih Peddas 7, No.
2 (Desember 2017): 128
anak normal pada umumnya diberlakukan sama tanpa memandang kesempurnaan

fisik.

Dengan demikian pendidikan inklusi dengan landasan bhineka tunggal ika adalah

tidak pendidikan di Indonesia tidak memandang perbedaan.

2. Landasan Yuridis

Landasan yuridis merupakan landasan yang dilihat dari sudut pandang hukum,

pendidikan inklusi secara hukum mengacu pada:

a. UUD 1945.

b. UU Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat.

c. UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.

d. UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

e. UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

f. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional

Pendidikan.

g. Surat Edaran Dirjen Dikdasmen No. 380/C.C6/MN/2003 Tanggal 20 Januari 2003

Perihal Pendidikan Inklusif: Menyelenggarakan dan mengembangkan di setiap

Kabupaten/Kota sekurang-kurangnya 4 (empat) sekolah yang terdiri dari SD,

SMP, SMA, dan SMK10

3. Landasan Pedagogis

Pada landasan ini, anak berkebutuhan khusus (ABK) dilatih untuk bertanggung

jawab dan mampu mengembangkan kreativitas serta potensi yang ada dalam dirinya

dengan melakukan bimbingan dan memperhatikan sisi psikomotoriknya.

10
Wathoni, “Implementasi Pendidikan Inklusi Dalam Pendidikan Islam.”. 102.
4. Landasan Empiris Sekolah Inklusi Meliputi:

a) Deklarasi Hak Asasi Manusia 1948 (Declaration of Human Rights).

b) Konvensi Hak Anak 1989 (Convention of The Rights of Children).

c) Konferensi Dunia Tentang Pendidikan untuk Semua 1990 (World Conference

on ducation for All).

d) Resolusi PBB nomor 48/96 Tahun 1993 Tentang Persamaan Kesempatan Bagi

Orang Berkelainan (the standard rules on the equalization of opportunitites for

person with dissabilities).

e) Pernyataan Salamanca Tentang Pendidikan Inklusi 1994 (Salamanca Statement

on Inclusive Education).

f) Komitmen Dakar mengenai Pendidikan Untuk Semua 2000 (The Dakar

Commitment on Education for All).

g) Deklarasi Bandung 2004 dengan komitmen “Indonesia Menuju Pendidikan

Inklusif”.11

E. Klafikasi Siswa Inklusi dan Karakteristiknya

1. Tunanetra

Tunanetra merupakan gabungan dari kata “tuna” yang berarti rusak dan “netra”

berarti penglihatan dengan demikian tunanetra adalah rusak penglihatan. Menurut

Persatuan Tunanetra Indonesia / Pertuni (2004) Orang tunanetra adalah mereka yang

tidak memiliki penglihatan sama sekali (buta total) hingga mereka yang masih

memiliki sisa penglihatan tetapi tidak mampu menggunakan penglihatannya untuk

membaca tulisan biasa berukuran 12 point dalam keadaan cahaya normal meskipun

11
Ibid
dibantu dengan kaca mata (kurang awas). Tunanetra di golongkan dalam beberapa

karakter salah satunya adalah karakter akademik.

Dampak ketunanetraan tidak hanya terhadap perkembangan kognitif, tetapi

juga berpengaruh pada perkembangan keterampilan akademis, khususnya dalam

bidang membaca dan menulis. Sebagai contoh, ketika anda membaca atau menulis

anda tidak perlu memperhatikansecara rinci bentuk huruf atau kata, tetapi bagi

tunanetra hal tersebuttidak bisa dilakukan karena ada gangguan pada ketajaman

penglihatannya. Anak-anak seperti itu sebagai gantinya mempergunakan berbagai

alternatif media atau alat untuk membaca dan menulis, sesuai dengan kebutuhannya

masing-masing. Mereka mungkin mempergunakan braille atau huruf cetak dengan

berbagai alternatif ukuran.12 Dengan bimbingan dan metofe pembelajaran yang

sesuai, anak tuna netra mampu bisa membaca dan menulis seperti teman-teman

normal pada umumnya.

2. Tuna rungu

Tuna rungu merupakan gabungan dari dua “tuna” yang berarti rusak dan

“rungu” yang berarti kurang dalam pendengaran. Tuli adalah kehilangan pendengaran

yang sangat berat sehingga indra pendengaran tidak berfungsi dan karenanya

perkembangan berbicara menjadi terhambat. Pendengaran rusak, adalah pendengaran

yang walaupun rusak tetapi masih berfungsi, sehingga perkembangan bahasa bicara

tidak terhambat. Heward dan Orlansky (1988).13

Ada beberapa faktor yangg melatarbelakangi seorang anak mengalami

tunarungu, faktor yang pertama terjadi saat sebelum dilahirkan dan sesudah

12
Ibid Hal. 20
13
Irdamurni, “Memahami anak berkebutuhan khusus”, (Kuningan, Goresan pena:2016) Hal. 20
dilahirkan. Menurut Sardjono mengemukakan bahwa faktor penyebab ketunarunguan

dapat dibagi dalam:

a. Faktor-faktor sebelum anak dilahirkan (pra natal)

1) Faktor keturunan Cacar air,

2) Campak (Rubella, Gueman measles)

3) Terjadi toxaemia (keracunan darah)

4) Penggunaan pilkina atau obat-obatan dalam jumlah besar

5) Kekurangan oksigen (anoxia)

6) Kelainan organ pendengaran sejak lahir

b. Faktor-faktor saat anak dilahirkan (natal)

1) Anak lahir pre mature

2) Anak lahir menggunakan forcep (alat bantu tang)

3) Proses kelahiran yang terlalu lama

c. Faktor-faktor sesudah anak dilahirkan (post natal)

1. Infeksi

2. Meningitis (peradangan selaput otak)

3. Tunarungu perseptif yang bersifat keturunan

4. Otitismedia yang kronis

5. Terjadi infeksi pada alat-alat pernafasan.14


14
Fifi Nofiaturahmah, Problematika anak tunarungu dan cara mengatasinya, “Jurnal QUALITY Volume 6, Nomor 1,
2018: 1-15
3. Kesulitan Membaca (Diseleksia)

Anak yang memiliki keterlambatan kemampuan membaca, mengalami

kesusahan dalam memahami atau mengenali struktur kata (misalnya huruf atau suara

yang seharusnya tidak diucapkan, sisipan, penggantian atau kebalikan) atau

memahaminya (misalnya, memahami fakta-fakta dasar, gagasan utama, urutan

pristiwa, atau topik sebuah bacaan). Martini Jamaris, (2014: 139) mendefinisikan

dyslexia sebagai kondisi yang berkaitan dengan kemampuan membaca yang sangat

tidak memuaskan. Individu yang mengalami dyslexia memiliki IQ normal, bahkan di

atas normal, akan tetapi memiliki kemampuan membaca satu atau satu setengah

tingkat di bawah IQ-nya.

Semasa usia dini, anak yang mengalami kesulitan dalam mempelajari bahasa

lisan. Selanjutnya ketika memasuki usia untuk sekolah, anak ini mengalami kesulitan

dalam mengenali dan mengeja kata-kata, yang mengakibatkan mereka mengalami

masalah dalam memahami maknanya. Metode fonik adalah cara yang paling

sederhana, paling efektif untuk membantu anak-anak menderita disleksia belajar

membaca adalah. Idealnya anak-anak akan mempelajari fonik disekolah bersama

guru, dan juga meluangkan waktu untuk berlatih fonik di rumah bersama orang tua

mereka.

Ciri-ciri anak yang mengalami diseleksi adalah:

a) Membaca dengan amat lamban dan terkesan tidak yakin atas apa yang

diucapkannya.

b) Menggunakan jarinya untuk mengikuti pandangan matanya yang beranjak dari

saru teks ke teks yang berikutnya.


c) Melewatkan beberapa suku kata, kata, frasa atau bahkan baris-baris dalam

teks.

d) Menambahkan kata-kata atau frasa yang tidak ada dalam teks yang dibaca.

e) Membolak-balik susunan huruf atau suku kata dengan memasukkan huruf-

huruf lain.

f) Salah melafalkan kata-kata yang sedang dia baca, walaupun kata-kata tersebut

sudah akrab.

g) Mengganti satu kata dengan kata lainnya, sekalipun kata yang diganti tidak

memiliki arti yang penting dalam teks yang dibaca.

h) Membuat kata-kata sendiri yang tidak memiliki arti.

i) Mengabaikan tanda-tanda baca15

Kesimpulannya anak yang mengalami kesulitan membaca akan

mengalami kesulitan dalam belajar dan akan tertinggal dengan teman-teman

sekelasnya dalan belajar.

4. Down Syndrome

Down synndrome merupakan kelainan genetik yang menyebabkan penderitanya

mengalami kecerdasan yang rendah dan memiliki kelainan pada fisiknya.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya down syndrome pada manusia:

a. Faktor genetic

Faktor genetik merupakan faktor yang muncul dari keturunan nenek moyang

anak tersebut. Bukti yang mendukung teori ini adalah berdasarkan atas hasil

penelitian epidemiologi yang menyatakan adanya peningkatan resiko berulang

bila dalam keluarga terdapat anak dengan Down Syndrom. Faktor genetik
15
Loeziana, “Urgensi Mengenal Ciri Disleksia,” Ar-Raniry III, no. 2 (July 2017): 42–56
diantaranya adalah ras, jenis kelamin dan faktor yang bersifat bawaan seperti

penyakit keturunan.

b. Faktor infeksi

Menurut hasil penelitian infeksi juga termasuk dalam faktor yang

mempengaruhi down syndrome

c. Faktor Usia orang tua

d. Usia hamil ibu

F. Implementasi Pendidikan Inklusi

Saat mengimpelementasikan pendidikan inklusi di sekolah umum terdapat ada

beberapa unsur yang perlu di perhatikan.

1. Proses Pendidikan Inklusi

a. Perencanaan

Dalam proses belajar mengajar diperlukan adanya perangkat pembelajaran

seperti minggu efektif, silabus, media pembelajaran, metode mengajar, dan

rencana pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Untuk menunjang kelancaran proses

belajar mengajar maka setiap guru wajib membuat RPP (Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran) dan juga PPI (Program Pembelajaran Individual). PPI khusus untuk

anak berkebutuhan khusus yang di susun oleh guru pembimbing khusus. RPP

pada kelas rendah menggunakan rancangan tematik dengan memadukan beberapa

mata pelajaran yang bisa dikolaborasikan.

b. Proses pembelajaran

Pelaksanaan belajar siswa inklusif menerapkan sistem kelas Pull Out,

maksudnya Selama anak berkebutuhan khusus (ABK) dapat mengikuti


pembelajaran di dalam kelas reguler, maka siswa tersebut akan belajar bersama-

sama dengan siswa regular lainnya.16

Kesimpulannya jika dalam proses belajar mengajar tersebut terdapat beberapa

mata pelajaran yang bisa diikuti anak berkebutuhan khusus dengan siswa normal

lainnya. Namun ada juga beberapa mata pelajaran yang tidak bisa diikuti

bersamaan dan anak berkebutuhan khusus (ABK) tersebut akan memasuki

ruangan inklusi dan menggunakan PPI yang telah dirancang khusus oleh guru

pembimbing.

Dalam pendidikan inklusi terdapat beberapa unsur yaitu:

a. Guru sebagai tenanga pendidik

b. Model pembelajaran inklusi

c. Media pembelajaran yang digunakan guru dalam mengajar

d. Bahasa yang digunakan guru dalam menyampaikan pelajaran

G. Indikator Keberhasilan Pendidikan Inklusi

Indikator keberhasilan pendidikan Inklusif setiap satuan pendidikan yang akan

menyelenggarakan pendidikan inklusif sekurang- kurangnya harus memenuhi standar

keberhasilan sebagai berikut:

a) Tersedia guru pembimbing khusus yang dapat memberikan program pembelajaran

bagi siswaber kebutuhan khusus.

b) Tersedia sarana dan prasarana bagi siswa kebutuhan khusus, sekolah

memperhatikan aksesibilitas dan alat sesuai kebutuhan peserta didik.

16
Angga Saputra, “Kebijakan Pemerintah Terhadap Pendidikan Inklusif”, Golden Age Jurnal Ilmiah Tumbuh
Kembang Anak Usia Dini, Vol. 1, No. 3 (2016), P. 11
c) Memiliki program kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan pendidikan

inklusif.

H. Penelitian Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dalam penelitian ini antara lain:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Dian Novita (2020) mahasiswa dari Universitas

Andalas, Padang dengan judul “Implementasi Program Pendidikan Inklusif di Kota

Padang”. Penelitian ini mendeskripsikan proses implementasi Program Pendidikan

Inklusif di Kota Padang. Program Pendidikan Inklusif merupakan program yang

bertujuan memberikan kesempatan kepada setiap anak berkebutuan khusus (ABK)

untuk mendapatkan pembelajaran yang sama tanpa adanya diskriminasi untuk

bergabung dengan siswa normal di lingkungan sekolah reguler atau umum.

Persamaan peneliti diatas dengan penelitian “Implementasi Pembelajaran Kelas

Inklusi di SD Negeri Giwangan” yaitu objeknya sama-sama membahas tentang

Implementasi Pembelajaran Inklusi. Perbedaan penelitian diatas dengan penelitian

“Implementasi Pembelajaran Kelas Inklusi di SD Negeri Giwangan” yaitu penelitian

diatas membahas tentang pendidikan inklusi yang ada di kota Padang, sedangkan

penelitian “Implementasi Pembelajaran Kelas Inklusi di SD Negeri Giwangan”

berfokus pada sekolah, tidak mencakup semua sekolah yang ada di Yogyakarta.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Asep Supena, Ricka Tesi Muskania dengan judul

“Implementasi Pembelajaran Di Sekolah Dasar Inklusi Bagi Tunarungu Selama

Covid-19”. Penelitian ini menjelaskan proses pembelajaran bagi peserta didik

tunarungu dapat dilaksanakan dengan menerapkan blended learning agar

pembelajaran berlangsung dengan lebih optimal.


Persamaan penelitian diatas dengan penelitian “Implementasi Pembelajaran

Kelas Inklusi di SD Negeri Giwangan” yaitu metode penelitiannya menggunakan

metode deskripsi kualitatif yaitu dengan menggunakan metode observasi dan

wawancara. Perbedaan penelitian diatas dengan penelitian “Implementasi

Pembelajaran Kelas Inklusi di SD Negeri Giwangan” yaitu penelitian diatas

membahas menjelaskan proses pembelajaran bagi peserta didik tunarungu dapat

dilaksanakan dengan menerapkan blended learning agar pembelajaran berlangsung

saat kondisi covid-19 sedangkan penelitian “Implementasi Pembelajaran Kelas

Inklusi di SD Negeri Giwangan” tidak menjelaskan penerapan metode apa yang

dipakai saat pembelajaran dilakukan.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Itsam Samrotul (2020) mahasiswa dari Institut Ilmu

Al-Qur’an Jakarta dengan judul “Implementasi Pembelajaran Inklusif Di Sd Pelita

Bangsa Global Islamic School (Gis), Tangerang Selatan. Penelitian ini

mendeskripsikan bagaiaman rencana pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan

penialian pembelajaran di SD Pelita Bangsa Global Islamic School (GIS) Tangerang

Selatan. Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana implementasi pembelajaran

inklusif di SD Pelita Bangsa GIS, Tangerang Selatan.

Persamaan penelitian diatas dengan penelitian “Implementasi Pembelajaran

Kelas Inklusi di SD Negeri Giwangan” yaitu penggunaan metode penelitian yang

sama yaitu metode deskripsi kualitatif. Perbedaan penelitian diatas dengan penelitian

“Implementasi Pembelajaran Kelas Inklusi di SD Negeri Giwangan” yaitu penelitian

diatas menjelaskan upaya melakukan perencanaan pembelajaran khususnya pada

mata pelajaran Bahasa Arab yang tepat bagi siswa berkebutuhan khusus, sedangkan
penelitian “Implementasi Pembelajaran Kelas Inklusi di SD Negeri Giwangan” tidak

menyebutkan mata pelajaran apa yang di upayakan saat pembelajaran

I. Kerangka Berpikir

Implementasi Pembelajaran Kelas Inklusi di SD Negeri


Giwangan

Pendidikan Inklusi

Tujuan Pendidikan Inklusi

Landasan Pendidikan Inklusi

Landasan filosofis
Klasifikasi Siswa Inklusi dan
Kriterianya
Landasan yudiris Tunatera
Implementasi pendidikan
Inklusi
Landasan pedagogis Tuna rungu

Perencanaan Proses pembelajaran

Landasan empiris Kesulitan membaca

Down syndrome
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Latar Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui mencoba memberikan

gambaran Implementasi pembelajaran Kelas Inklusi di SD Negeri Giwangan. Metode

yang dipakai dalam penelitian ini yaitu menggunakan observasi, wawancara, dan

dokumetasi. Metode ini bertujuan untuk menguraikan memberikan gambaran

Implementasi pembelajaran Kelas Inklusi di SD Negeri Giwangan. Penelitian ini

menggunakan bersifat deskriptif kualitatif, hal ini dikarenakan objek penelitian ini

berupa survei lapangan atau observasi kelas.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian deskpritif kualitatif, yakni penelitian yang

menghasilkan data berupa kata-kata atau tulisan yang diamati oleh peneliti. Moleong

(2007:11) mengatakan bahawa laporan penelitian kualitatif yaitu laporan yang berisi

kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran tentang laporan tersebut. Data yang

dimaksud mungkin data hasil berupa dari wawancara, hasil observasi, video, foto,

atau catatan lainnya.

Menurut Sutopo (2002:111) penelitian deskriptif kualitatif mengarah pada

pendeskripsian secara rinci dan mendalam tentang potret kondisi tentang apa yang

sebenarnya terjadi menurut apa adanya dilapangan studinya. Dengan demikian, dalam
penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran Implementasi pembelajaran

Kelas Inklusi di SD Negeri Giwangan.

C. Waktu dan Tempat Penelitan

Waktu yang digunakan oleh peneliti pada penelitian ini dilaksanakan pada saat

PLP 1 bulan Januari. Setelah peneliti melakukan observasi selama 1 Minggu, peneliti

mengamati sekitar sekolah baik diluar kelas maupun di dalam ruangan kelas. Setelah

peneliti mengamati, peneliti langsung mengangkat judul proposal yaitu

“Implementasi Pembelajaran Inklusi di SD Negeri Giwangan.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam

penelitian, karena telah di ketahui tujuan dari penelitian adalah untuk mendapatkan

data. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

menggunakan observasi dan wawancara. Teknik observasi, wawancara dan

dokumentasi berarti peneliti sebagai instrumen kunci dalam peneliti itu.

1. Wawancara

Wawancara adalah suatu cara pengumpulan data dengan jalan

mengadakan dialog atau tanya jawab dengan orang yang dapat memberikan

keterangan. Seiring dengan perkembangan kemajuan teknologi informasi saat ini

wawancara tidak hanya dilakukan dengan tatap muka saja, tetapi juga bisa melalui

media telekomunikasi. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa wawancara

(interview) adalah suatu kejadian atau suatu proses interaksi antara pewawancara
(interviewer) dan sumber informasi atau orang yang di wawancarai (interviewee)

melalui komunikasi langsung (yusuf, 2014).

Wawancara bertujuan untuk mendapatkan suatu informasi yang ingin

diperoleh pewawancara. Dengan melakukan interview ini peneliti daopat

memperoleh lebih banyak data yang sehingga peneliti dapat memahami bahasa

ekspresi atau bahasa hak yang dinterviewkan. Pada penelitian ini wawanacara

ditujukkan kepada kepala sekolah, guru kelas, wali murid dan siswa yang

bersangkutan di SD Negeri Giwangan.

2. Observasi

Selain wawancara, observasi juga merupakan salah satu teknik dalam

pengumpulan data yang sangat lazim dalam metode penelitian kualitatif.

Observasi adalah bagian dalam pengumpulan data. Observasi adalah metode

teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui sesuatu pengamatan terhadap

suatu objek atau peristiwa yang disertai dengan catatan-catatan, dokumentasi

terhadap suatu keadaan atau prilaku objek sasaran. Menurut Widoyoko (2014:46)

observasi merupakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap

unsur-unsur yang nampak dalam suatu gejala pada objek penelitian”.

Menurut Riyanto (2010:96) “observasi merupakan metode pengumpulan

data yang menggunakan pengamatan secara langsung maupun tidak langsung.

Observasi berarti mengumpulkan data langsung dari lapangan (Semiawan, 2010).

Sedangkan menurut Zainal Arifin dalam buku (Kristanto, 2018) observasi adalah

suatu proses yang didahului dengan pengamatan kemudian pencatatan yang

bersifat sistematis, logis, objektif, dan rasional terhadap berbagai macam


fenomena dalam situasi yang sebenarnya, maupun situasi buatan. Dalam

penelitian ini peneliti melakukan obervasi di SD Negeri Giwangan untuk

mendapatkan data yang diperoleh.

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah mencari data, mengenai hal-hal atau variabel yang

berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti notulen rapat,

lenger, agenda dan sebagainya. Jadi metode dokumentasi adalah cara

pengumpulan data dengan jalan mengumpulkan bukti-bukti tertulis atau tercetak,

gambar dan sebagainya. Studi dokumentasi ialah teknik pengumpulan data

dengan mempelajari catatan-catatan mengenai data pribadi responden, seperti

yang dilakukan psikolog dalam meneliti perkembangan seorang klien melalui

catatan pribadinya. Dalam metode dokumentasi ini, peneliti dalam

mengumpulkan data responden, harus mempelajari terlebih dahulu catatan-catatan

mengenai data pribadi responden, untuk mempermudah peneliti dalam melakukan

penelitian. Adapun dokumen yang diperlukan dalam penelitian ini adalah proses

pelaksanaan pembelajaran inklusi siswa di SD Negeri Giwangan untuk

melengkapi dan menguatkan data dalam penelitian, dan buku-buku yang berkaitan

dengan penelitian.

E. Analisis Data

Analisis adalah sebuah aktivitas yang dilakukan terhadap sebuah objek guna

untuk memperoleh data. Data yang diperoleh dari wawnacara, observasi dan
dokumentasi diolah sehingga data tersebut mudah dipahami dan dapat dijadikan

informasi kepada orang lain.

Adapun langkah-langkah dalam analisis data ialah yang pertama pengumpulan

data, reduksi data, penyajian data dan kesimpulan.

F. Periksa Keabsahan Data

Untuk mendapatkan keabsahan data dalam penelitian, perlu dilakukan

pengecekan terhadap data. Keabsahan data yang dimaksud ialah agar memperoleh

data yang akurat. Keabsahan data pada peneliti ini digunakan untuk mengetahui

keakuratan antara hasil penelitian yang dibuat. Harapannya, dengan hasil penelitian

yang akurat ini akan tercapainya absahan data dan dijadikan sebagai hasil penelitian.

Adapun teknik prosedur dalam pengecekan data adalah sebagai berikut:

1. Melakukan penelitian data sesuai dengan fakta yang ada dan sebenar-benarnya.

2. Peneliti melakukan pengamatan dan data yang sesuai dengan fakta yang ada.

3. Menggunakan trianggulasi sumber.

Trianggulasi sumber dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

a. Penggunaan beberapa sumber data seperti jurnal, buku, kamus serta

referensi dari internet dengan tujuan untuk mendapatkan data yang

akurat.

b. Melalui peneliti maksudnya peneliti melakukan konsultasi dengan

dosen pembelajaran. Konsultasi ini bertujuan untuk mendapatkan

kejelasan data yang diteliti.


DAFTAR PUSTAKA

Amka. 2020. Manajemen sarana sekolah inklusi. Sidoarjo: Nizamia learning center

Angga Saputra. Kebijakan Pemerintah Terhadap Pendidikan Inklusif. Golden Age Jurnal
Ilmiah Tumbuh Kembang Anak Usia Dini. Vol. 1. No. 3 (2016) Hal. 11
Anggun Novitasari, Nur Ernawati, Warsyanti. Teori dan metode pengajaran pada anak
deleksia. Proseding Seminar Nasional PGSD UPY dengan Tema Strategi Mengatasi
Kesulitan Belajar ketika Murid Anda seorang Disleksia, Hal. 137

Asep Supena, Ricka Tesi Muskania “Implementasi Pembelajaran di Sekolah Dasar Inklusi
Bagi Tunarungu Selama covid-19” Vol.7, No. 2, 2020. Dalam Jurnal Pendidikan Dasar
Islam.

Budiyanto. 2017. Pengantar pendidikan inklusif berbudaya lokal. Jakarta: Prenamedia


group

Dian Novita. (2020) “Implementasi Program Pendidikan Inklusif di Kota Padang” Fakultas
Ilmu Sosial dan Politik. Universitas Andalas Padang.

Irdamurni. 2019. Pendidikan Inklusif solusi dalam mendidik anak berkebutuhan khusus.
Jakarta: Prenamedia group
Kadir, Abd. 2015. Penyelenggaraan sekolah inklusi di Indonesia. Jurnal Pendidikan
Agama Islam 03. No. 01 (Mei 2015): 2-22
Risal Septiyan Dwi Cahyono. Pendidikan Inklusi. Peran guru dalam sekolah ramah anak
di SD Muhammadiyah 16 Surakarta. 2017. Hal. 5

Setyaningsih, Eka, Sari. Implementasi Pendidikan Inklusi: Manajemen Tenaga


Kependidikan. Malih Peddas 7, No. 2 (Desember 2017): Hal. 128
Utomo, Nadya Muniroh. Pendidikan anak dengan hambatan penglihatan. Banjar Baru,
Prodi. PJ JPOK FKIP ULM Press: 2019) Hal. 13

Wathoni. Implementasi Pendidikan Inklusi Dalam Pendidikan Islam. Pp. 102.

Anda mungkin juga menyukai