Anda di halaman 1dari 72

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA

KASUS GANGGUAN KARDIOVASKULER INFARTK


MIOKARD AKUT (IMA)

Disusun oleh:

1. I Wayan Ariana (19089014007)


2. Dewa Ayu Cery Yumaheni (19089014015)
3. Ni Komang Satia Salini (19089014039)
4. Ketut Sudi Astrawan (19089014043)
5. Ni Komang Tri Susanti (19089014050)

KEPERAWATAN SEMESTER VI
KELOMPOK 5

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan
Yang Maha Esa atas rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang
bertajuk “ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT INFARTK
MIOKARD AKUT (IMA)”. Tidak luput penulis mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
aspirasinya baik berupa materi ataupun asumsi-asumsi lainnya. Harapan dari
penulis semoga makalah ini dapat menambah wawasan pengetahuan bagi
pembaca.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, penulis yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritik maupun saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini untuk kedepannya.

Bungkulan, 18 Maret 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Masalah 2
1.4 Manfaat Penulisan 3
BAB II PEMBAHASAN 4
2.1 Definisi Infark Miokard Akut 4
2.2 Insiden Infark Miokard Akut 5
2.3 Epidemiologi Infark Miokard Akut 6
2.4 Penyebab atau Etiologi Infark Miokard Akut 6
2.5 Patofisiologi Infark Miokard Akut 7
2.6 Gejala Klinis Infark Miokard Akut 9
2.7 Manifestasi Klinis Infark Miokard Akut 9
2.8 Patway atau WOC Infark Miokard Akut 11
2.9 Pemeriksaan Fisik Infark Miokard Akut 12
2.10 Pemeriksaan Penunjang atau Diagnostik Infark Miokard Akut 13
2.11 Diagnosis Infark Miokard Akut 14
2.12 Terapi Medis Infark Miokard Akut 15
2.13 Komplikasi Infark Miokard Akut 20
2.14 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Infark Miokard Akut 20
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 43
BAB IV PENUTUP 67
4.1 Kesimpulan 67
4.2 Saran 68
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jantung membutuhkan suplai darah yang kaya oksigen untuk memenuhi
kebutuhan dalam tubuh. Oleh sebab itu perlu diperhatikan keseimbangan
antara permintaan dan ketersediaan oksigen, sehingga dapat berfungsi dengan
baik. Apabila terjadi gangguan apapun dari salah satu arteri koroner dapat
menurunkan aliran darah dan penghantaran oksigen ke daerah miokardium
yang disuplai oleh arteri tersebut, dan mengakibatkan kelainan pada jantung.
Salah satunya adalah Infark Miokard Akut (IMA). Infark Miokard Akut
(IMA) adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi akibat kekurangan
oksigen berkepanjangan (Corwin, 2009).
Penyakit Infark Miokard Akut (IMA) merupakan penyebab kematian
utama di dunia, terhitung sebanyak 7,200,000 (12,2%) kematian terjadi akibat
penyakit infark miokard di seluruh dunia. Menurut WHO (2008) menyatakan
bahwa negara yang berpenghasilan rendah dengan kejadian penyakit infark
miokard adalah penyebab kematian nomor dua dengan angka mortalitas
2.470.000 (9,4%). Selain itu pada tahun 2013, sejumlah ± 478.000 pasien di
Indonesia didiagnosa penyakit jantung koroner. Menurut pengalaman perawat,
penyebab dari IMA tersebut untuk masing masing pasien berbeda bisa
disebabkan berbagai macam faktor. Salah satunya yaitu terjadinya serangan
akibat aktivitas yang berlebihan dari penderita IMA dan kekambuhan dari
pasien IMA karena ketidak patuhan dengan perubahan pola aktivitas yang
berubah.
Peran perawat rumah sakit dalam penanganan pasien IMA terdiri dari
peran promotif/ preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Peran promotif/ preventif
dilakukan perawat pada saat sebelum terjadi serangan akut adalah
mengajarkan hidup yang sehat untuk jantung. Pada saat terjadinya serangan
akut, pasien IMA harus mendapatkan penanganan segera. Pasien harus segera
dilakukan tirah baring/ imobilisasi untuk mengurangi beban kerja jantung dan
kebutuhan oksigen. Tinggikan kepala pasien dan longgarkan baju yang ketat

1
2

di sekitar leher. Pasien diberikan oksigen, jalur intravena (IV) dipasang, dan
pasien disambungkan dengan monitor jantung (Black & Hawks, 2014).
Peran keluarga disini juga sangat dibutuhkan guna memberikan dukungan
fisiologis maupun psikologis kepada pasien. Peran keluarga sebagai motivator,
edukator, dan perawat keluarga sangat diperlukan pasien untuk mengurangi
tingkat kesakitan pasien. Semakin baik peran yang dimainkan oleh keluarga
dalam pelaksanaan program rehabilitasi medik pasien pasca serangan IMA,
maka semakin baik pula hasil yang akan dicapai.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa Definisi Infark Miokard Akut?
1.2.2 Bagaimana Insiden Infark Miokard Akut?
1.2.3 Apa saja Epidemiologi Infark Miokard Akut?
1.2.4 Apa saja Penyebab atau Etiologi Infark Miokard Akut?
1.2.5 Apa saja Patofisiologi Infark Miokard Akut?
1.2.6 Apa saja Gejala Klinis Infark Miokard Akut?
1.2.7 Bagaimana Manifestasi Klinis Infark Miokard Akut?
1.2.8 Apa saja Pathway atau WOC Infark Miokard Akut?
1.2.9 Apa saja Pemeriksaan Fisik Infark Miokard Akut?
1.2.10 Apa saja Pemeriksaan Penunjang atau Diagnostik Fisik Infark Miokard
Akut?
1.2.11 Bagaiman Diagnosis Infark Miokard Akut?
1.2.12 Bagaiman Terapi Medis Infark Miokard Akut?
1.2.13 Apa saja Komplikasi Infark Miokard Akut?
1.2.14 Bagaimana Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Infark Miokard Akut?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan umum
Adapun tujuan umum dalam pembuatan makalah ini adalah untuk
membantu mengetahui dan memahami lebih dalam lagi mengenai
Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Infartk Miokard Akut (Ima).
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Untuk Mengetahui Definisi Infark Miokard Akut
1.3.2.2 Untuk Mengetahui Insiden Infark Miokard Akut
3

1.3.2.3 Untuk Mengetahui Epidemiologi Infark Miokard Akut


1.3.2.4 Untuk Mengetahui Penyebab atau Etiologi Infark Miokard Akut
1.3.2.5 Untuk Mengetahui Patofisiologi Infark Miokard Akut
1.3.2.6 Untuk Mengetahui Gejala Klinis Infark Miokard Akut
1.3.2.7 Untuk Mengetahui Manifestasi Klinis Infark Miokard Akut
1.3.2.8 Untuk Mengetahui Pathway atau WOC Infark Miokard Akut
1.3.2.9 Untuk Mengetahui Pemeriksaan Fisik Infark Miokard Akut
1.3.2.10 Untuk Mengetahui Pemeriksaan Penunjang atau Diagnostik
Infark Miokard Akut
1.3.2.11 Untuk Mengetahui Diagnosis Infark Miokard Akut
1.3.2.12 Untuk Mengetahui Terapi Medis Infark Miokard Akut
1.3.2.13 Untuk Mengetahui Komplikasi Infark Miokard Akut
1.3.2.14 Untuk Mengetahui Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Infark
Miokard Akut
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Manfaat Untuk Penulis
Manfaat bagi penulis yakni agar dapat memenuhi tugas dan untuk
mengetahui lebih dalam mengenai Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
Infartk Miokard Akut (IMA).
1.4.2 Manfaat Untuk Pembaca
Manfaat bagi pembaca yakni agar para pembaca dapat mengetahui
dan memahami mengenai Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Infartk
Miokard Akut (IMA).
1.4.3 Manfaat Untuk Instansi
Manfaat bagi instansi yakni agar dapat memenuhi kepentingan
mahasiswa dalam pembuatan tugas sebagai kerangka acuan atau refrensi
dalam pembuatan makalah dan untuk mengetahui atau mengasah
kemampuan mahasiswa dalam mengerjakan tugas Keperawatan Gawat
Darurat.
BAB II
KONSEP TEORI

2.1 Definisi Infark Miokard Akut (IMA)


Infark Miokard Akut atau biasa di sebut IMA adalah suatu kematian sel -
sel miokardium yang terjadi akibat kekurangan oksigen berkepanjangan.
Suplai oksigen diperlukan oleh sel-sel miokardium untuk menghasilkan ATP
yang dapat memenuhi kebutuhan energinya (Corwin, 2009). Infark Miokard
Akut juga sering dikatakan sebagai gangguan aliran darah ke jantung yang
menyebabkan sel otot jantung mengalami hipoksia. Vena koroner terhambat
sehingga alirn darah ke otot jantung berhenti, dengan pengecualian aliran
darah dalam jumlah terbatas dari vena sekitarnya. Dimana daerah otot yang
sama sekali tidak mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit sehingga
otot jantung tersebut tidak dapat mempertahankan fungsinya dengan baik
sehingga bisa dikatakan sedang mengalami infark.
Infark Miokard Akut adalah suatu nekrosis miokardium yang diakibatkan
oleh ketidakadekuatan pasokan darah akibat dari sumbatan akut pada arteri
koroner. Dimna secara garis besar sumbatan tersebut terjadi dikarenakan
adanya ruptur plak ateroma pada arteri koroner yang kemudian disusul dengan
terjadinya trombosis, vasokontriksi, reaksi inflamasi, dan mikroembiolisasi
distal. Kadang-kadang penyumbatan hebat ini terjadi karena mengencngnya
pembuluh darah koroner, emboli, atau vasculitis. (Perki dalam Muttaqin,
2014).
Neokrosis pada miokard di sebabkan oleh pembusukan miokardium
karena perfusi darah yang kurang didalam jaringan otot kardiovaskuler. Dalam
keadaan ini bisa menyebabkan perubahan mikroskopis pada jantung dan
pelepasan enzim jantung ke aliran darah. Adapun factor resikonya seperti
pertambahan usia, keadaan hiperkoagulable, vaskulitis, dan faktir yang
menjadi predisposisi aterosklerosis. (Tao, Kendall, 2014).
Jadi dapat di simpulkan bahwa Infrak Miokard Akut atau IMA adalah
suatu penyakit yang timbul secara tiba-tiba di sebabkan oleh adanya sumbatan
atau hambatan aliran darah menuju jantung yang akan mengakibatkan

4
5

terjadinya kematian sel-sel miokardium yang disebabkan oleh kurangnya


pasokan oksigen yang berkepanjangan.
2.2 Insiden Infark Miokard Akut (IMA)
Berbicara masalah insiden IMA Dahulu perbandingan insiden IMA pada
usia lansia 8 kali lebih tinggi dibandingkan dengan usia dewasa. Namun saat
ini, insidensi IMA sudah mulai terjadi pergeseran lebih banyak ke usia
dewasa. Seiring dengan peningkatan usia, terjadi perubahan-perubahan
fisiologis, psikologis serta pola hidup atau life style pada setiap individu. Hal
ini, akan mempengaruhi faktor-faktor risiko yang dapat memicu terjadinya
IMA.
Menurut literatur, insiden IMA menigkat 40-60 tahun sebanyak lima kali
lipat di karenakan pada umur >40 tahun terjadi penurunan fungsi dari organ-
organ didalam tubuh termasuk jantung sehingga arteri koroner mengalami
vasokonstriksi kemudian terjadi gangguan aliran darah ke miokard yang akan
menyebabkan nekrosis otot jantung, hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Sargowo pada tahun 2001 mengenai penurunan kadar triglisireda dan
lipoprotein sebagai faktor risiko penyakit jantung koroner, bahwa penderita
IMA meningkat secara nyata pada kelompok umur 39-76 tahun.
Misalnya Insiden IMA tergantung pada risiko terjadinya aterosklerosis,
salah satunya diabetes melitus (DM). Pada pasien DM, kadar glukosa akan
meningkat dan beberapa penelitian melaporkan hubungan antara abnormalitas
glukosa dan mortalitas tetapi hingga saat ini belum jelas. Pada 70 kasus yang
didiagnosis IMA dengan DM hanya terdapat 38 kasus yang memenuhi kriteria
inklusi dan eklusi. Hasil analisis Chi square menunjukkan tidak ada hubungan
yang signifikan antara kadar glukosa darah dengan kematian pada penderita
IMA dengan DM. Pemeriksaan laboratorium juga tidak menunjukkan
perbedaan rata-rata yang signifikan kecuali pemeriksaan leukosit.
Disimpulkan kadar glukosa darah tidak berhubungan dengan kematian
sehingga tidak dapat digunakan sebagai faktor prediktor kematian pada
penderita IMA dengan DM.
Namun sebenarnya banyak penelitian lain menyebutkan Pasien DM
memiliki risiko tinggi terjadinya infark miokard akut dibandingkan dengan
6

pasien nondiabetes. Glukosa puasa memberikan prediksi prognosis pada IMA.


Akan tetapi, hingga saat ini apakah glukosa yang tinggi mempengaruhi tingkat
mortalitas pada pasien IMA dengan DM belum didokumentasikan dengan
baik.
2.3 Epidemiologi Infark Miokard Akut (IMA)
Data dari WHO tahun 2004 menyatakan penyakit infark miokard akut
Merupakan penyebab kematian utama di dunia. Terhitung sebanyak 7.200.000
(12,2%) kematian terjadi akibat penyakit ini di seluruh dunia. Jumlah pasien
penyakit jantung yang menjalani rawat inap dan rawat jalan rumah sakit di
Indonesia mencapai 239.548 jiwa. Case Fatality Rate (CFR) tertinggi terjadi
pada infark miokard akut (13,49%). Sedangkan saat ini, prevalensi STEMI
meningkat dari 25% ke 40% dari presentasi semua kejadian Infark Miokard.
Laporan Profil Kesehatan Kota Semarang tahun 2010 menunjukkan bahwa
kejadian sebanyak 1.847 (2%) kasus merupakan kasus infark miokard akut.
Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan penyakit tidak menular
yang menjadi penyebab utama kematian dan selama periode tahun 2005
sampai dengan tahun 2010 telah terjadi kematian sebanyak 2.941 kasus dan
sebanyak 414 kasus (14%) diantaranya disebabkan oleh infark miokard akut.
Misalnya di Provinsi Jawa Barat khususnya di Sukabumi, menurut Data
Dinas Kesehatan Kota Sukabumi, 2018. Total kasus infark miokard akut
sebanyak 594 kasus. Diperlukan penanganan dan perawatan yang intensif
disemua rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan yang memberikan
pelayanan, khususnya pada pasien infark miokard akut.
2.4 Penyebab/Etiologi Infark Miokard Akut (IMA)
IMA terjadi ketika aliran darah ke jantung menurun menyebabkan iskemia
miokard (kerusakan atau cedera pada otot jantung). Dalam banyak kasus, IMA
disebabkan oleh oklusi dari satu atau lebih pembuluh darah koroner oleh
thrombus, dan disertai dengan nyeri dada yang parah. Dalam beberapa kasus,
selain thrombus aliran darah berkurang disebabkan oleh masalah pembuluh
darah.
Penyebab yang paling mendasari dari IMA adalah penyakit arteri koroner
aterosklerosis, yang menyebabkan obstruksi progresif dari arteri di jantung.
7

Adapun faktor resiko yang mempengaruhi perkembangan penyakit koroner


adalah riwayat keluarga, diet, kurang olahraga, peningkatan LDL, penurunan
HDL, merokok, hipertensi dan diabetes melitus (Mattingly and Lohr, 1990;
Fauci et al., 2010).
2.5 Patofisiologi Infark Miokard Akut (IMA)
Dua macam ke abnormalan (kelainan) yang terjadi pada IMA adalah
adanya masalah hemodinamik dan aritmia. Setelah IMA, miokardium di
sekitarnya akan menunjukkan kualitas sistolik (diskinesia) dengan adanya
akibat penurunan ejection faction, stroke volume (isi sekuncup) dan adanya
suatu peningkatan volume akhir diastolik ventrikel kiri. Karena infark
digambarkan lebih lanjut sesuai dengan penempatannya pada bagian dinding
ventrikel, dengan digambarkan infark miokardium anterior terkena bagian
dinding anterior vertikel kiri. Daerah yang berbeda dapat terkena dampak dari
infark yaitu di bagian inferior, lateral, prosterior dan septum. Penekanan
terakhir diastolik ventrikel kiri naik yang mengakibatkan terjadi tekanan
atrium kiri menjadi naik. Kenaikan tekanan atrium kiri melebihi dari 25
mmHg yang berlarut-larut akan menimbulkan rembesan cairan ke dalam
jaringan intertisium paru (gagal jantung). Kerusakan hemodinamik ini
disebabkan oleh daerah infark, selain itu juga disebabkan oleh daerah iskemik
sekitarnya. Miokardium yang bagus akan melakukan kompensasi, terutama
dengan bantuan rangsangan dari adrenergeik, untuk mengimbangi curah
jantung, namun dengan hasil peningkatan kebutuhan oksigen miokard.
Kompensasi tersebut jelas tidak akan memuaskan jika daerah yang
bersangkutan juga sedang mengalami iskemik atau bahkan sudah terjadi
fibrotik. Apabila infark sedikit dan miokardium yang harus melakukan
kompensasi yang normal, penurunan hemodinamik dapat diminimalkan.
Dengan sebaliknya, apabila infark luas dan miokardium yang harus diperbaiki
memburuk karena iskemia atau infark lama, penekanan akhir diastolik
ventrikel kiri akan meningkat dan terjadi dan akan mengakibatkan gagal
jantung. Karena IMA, memiliki perubahan bentuk dan ukuran ventrikel kiri
dan ketebalan jantung ventrikel baik itu terkontaminasi infark maupun non-
8

infark. Perkembangan ini menyebabkan remodeling ventrikel yang akan


mempengaruhi manfaat ventrikel dan awal munculnya aritmia.
Di dalam perubahan hemodinamik IMA ini tidak statis. Apabila IMA
semakin menjadi lebih stabil, maka kondisi jantung akan lebih membaik
meskipun tidak ditangani. Ini karena daerah-daerah yang sebelumnya iskemik
yang sudah mengalami perbaikan. Daerah diskinetik yang dikarenakan IMA
akan menjadi akinetik, dikarenakan adanya pembentukan jaringan parut yang
kaku atau padat. Miokardium yang sehat juga dapat mengalami hipertropi.
Sebaliknya, pemburukan hemodinamik akan terjadi ketika iskemia yang lama
atau innfrak yang meluas. Terjadinya kerumitan mekanis, misalnya pecahnya
septum ventrikel, regurgitasi mitral yang intens, dan aneurisma ventrikel akan
memperburuk kapasitas hemodinamik kardiovaskular.
Aritmia adalah salah satu yang palig sering mempersulit IMA yang terjadi
terutama pada menit atau jam utama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh
perubahan dalam periode pada masa refrakter, suatu daya hantar rangsangan
dan kepekaan terhadap suatu rangsangan. Suatu sistem saraf otonom juga
berperan penting jika terjadi aritmia. Pasien IMA inferior sebagian besar
mengalami peningkatan tonus parasimpatis dengan kecenderungan
peningkatan bradiaritmia, sementara peningkatan tonus simpatik pada IMA
inferior akan menaikan kecenderungan untuk fibrilasi ventrikel dan perluasan
infark. (Price dan Wilson, 2006). Dan Juga, coba bayangkan di mana otot
jantung yang mengalami infark akan mengalami perubahan selama
berlangsungnya sistem pemulihan. Pertama-tama, otot yang mengalami infark
akan tampak memar dan sianostik akibat aliran darah regional terputus. Di
dalam kurun waktu 24 jam, akan ada edema di sel, dan terjadi suatu reaksir
respon peradangan diikuti dengan adanya infiltrasi leukosit. Suatu enzim
jantung akan dibebaskan dari sel pada hari kedua atau ketiga, hal ini
menyebabkan kerusakan jaringan dan adanya pembuangan semua serat
nekrotik. Selama tahap ini, dinding nekrotik akan berubah dan menjadi agak
tipis. Selain itu, pada minggu ketiga akan ada jaringan parut pada otot jantung,
semakin ditarik lamanya jaringan penghubung fibrosa menggantikan otot yang
terinfeksi nekrotik dan akan mengalami penebalan yang secara progresif, dan
9

pada minggu keenam jaringan parut akan jelas terbentuk. Infark miokard akan
mengurangi fungsi ventrikel karena otot nekrosis kehilangan daya
kontraksinya, sedangkan otot yang iskemik di sekitarnya juga akan mengalami
gangguan kekuatan kontraksi.
2.6 Gejala Klinis Infark Miokard Akut (IMA)
Serangan infark miokard biasanya akut, dengan rasa sakit seperti angina,
tetapi tidak seperti angina yang biasa, maka disini terdapat rasa penekanan
yang luar biasa pada dada atau perasaan akan datangnya kematian. Bila pasien
sebelumnya pernah mendapat serangan angina, maka ia tahu bahwa sesuatu
yang berbeda dari serangan angina sebelumnya sedang berlangsung. Juga,
kebalikan dengan angina yang biasa, infark miokard akut terjadi sewaktu
pasien dalam keadaan istirahat, sering pada jam - jam awal dipagi hari (T.
Bahri, 2004). IMA yang asimtomatik belum tentu lebih ringan dari IMA yang
menunjukkan gejala. Terdapat beberapa gejala khas dari IMA, yaitu:
a. Nyeri dada digambarkan sebagai sensasi tekanan pada bagian tengah dada.
b. Nyeri dada menjalar ke rahang atau gigi, bahu, lengan, dan / atau
punggung.
c. Sesak nafas.
d. Ketidaknyamanan epigastrium dengan atau tanpa mual dan muntah.
e. Berkeringat.
f. Syncope.
g. Penurunan fungsi kognitif tanpa penyebab yang lain. Infark miokard dapat
terjadi setiap saat, namun paling sering timbul pada dini hari atau setelah
melakukan kegiatan fisik berat, atau keduanya. Sekitar 50% pasien
mengalami gejala peringatan (angina pektoris atau angina ekuivalen)
sebelum infark (Bolooki et al, 2010).
2.7 Manifestasi Klinis Infark Miokard Akut (IMA)
Tanda serta gejala yang berasal dari Infark Miokard Akut pada setiap
penderitanya tidak sama, secara luas banyak kejadian serangan jantung yang
timbulnya lambat dengan tanda dan gejala seperti nyeri ringan dan perasaan
tidak nyaman, bahkan untuk Sebagian orang yang yang mengalami IMA tidak
10

menimbulkan gejala sama sekali atau biasa dikenal dengan Silent Heart
Attack. Namun secara umum, IMA ditandai dengan beberapa hal, seperti:
a. Nyeri dada yang tidak terduga dan berlangsung terus menerus, terletak
dibagian bawah tulang dada dan perut bagian atas, ini adalah efek samping
utama yang biasanya sering muncul, nyeri yang dirasakan umumnya akan
lebih sering muncul dan berat tidak bisa ditaha, perasaan nyeri yang berat
dan tajam, dapat menjalar ke bahu dan lengan bagian kiri seperti angina,
tekanan nyeri yang terjadi tiba-tiba atau spontan (tidak setelah bekerja
berat atau adanya pengaruh gangguan emosi) dan berlangsung selama
beberapa jam hingga beberapa hari juga tidak akan menghilang bahkan
seklipun dengan istirahat ataupun adanya pemberian nitrogliserin.
(Brunner, Suddarth dalam Wijaya, Putri, 2013).
b. Tekanan nyeri yang juga disertai dengan adanya sesak nafas dan nafas
pendek, pucat, timbulnya keringat dingin, mual, serta muntah. (Brunner,
Suddarth dalam Wijaya, Putri, 2013).
11

2.8 Pathway/WOC Infark Miokard Akut (IMA)

Arterosklerosis, trombisis, Aliran darah kejantung


kontriksi arteri koroner menurun

Gangguan Suplai oksigen dan nutrisi


Perfusi Jaringan ke miokard menurun

Jaringan miokard istemik

Penurunan kontraktilitas Infark


miokard miokardium

Kelemahan miokard Metabolisme


anaerob meningkat

Suplai darah ke Tekanan vena Gangguan Asam laknat


jaringan tidak pulmonalis Pertukaran Gas meningkat
adekuat meningkat

Kelemahan fisik Hipertensi kapiler Odem Nyeri


paru paru dada

Intoleransi
Aktifitas Resiko Penurunan
Nyeri Akut
Curah Jantung

Kegagalan pompa
jantung

Kurang
Gagal jantung pengetahuan

Resiko Kelebihan Ansietas


Volume Cairan
12

2.9 Pemeriksaan Fisik Infark Miokard Akut (IMA)


Pemeriksaan fisik pasien terdiri atas keadaan umum dan B1- B6. Keadaan
umum, Pada pemeriksaan keadaan umum pasien IMA biasanya didapatkan
kesadaran baik atau compos mentis dan akan berubah sesuai tingkat gangguan
yang melibatkan perfusi sistem saraf pusat.
a. B1 (Breathing): Terlihat sesak, frekuensi napas melebihi normal, dan
keluhan napas seperti tercekik. Biasanya juga terdapat dispnea kardia.
Sesak napas ini terjadi akibat pengerahan tenaga dan disebabkan oleh
kenaikan tekanan akhir diastolik dari ventrikel kiri yang meningkatkan
tekanan vena pulmonalis. Hal ini terjadi karena terdapat kegagalan
peningkatan curah darah ventrikel kiri pada waktu melakukan kegiatan
fisik.
b. B2 (Bleeding): Pemeriksaan B2 yang dilakukan dapat melalui teknik
inspeksi, palpasi, dan auskultasi. Inspeksi adanya parut palpasi denyut
perifer melemah; auskultasi tekanan darah, bunyi jantung tambahan;
perkusi adanya pergeseran batas jantung.
c. B3 (Brain): Kesadaran biasanya CM, tidak didapatkan sianosis perifer.
Pengkajian objektif pasien berupa adanya wajah meringis, perubahan
postur tubuh, menangis, merintih, meregang dan menggeliat.
d. B4 (Bladder): Pengukuran volume keluaran urine berhubungan dengan
asupan cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memantau adanya oliguria
pada pasien IMA karena merupakan tanda awal dari syok kardiogenik.
e. B5 (Bowel): Kaji pola makan pasien apakah sebelumnya terdapat
peningkatan konsumsi garam dan lemak. Adanya nyeri akan memberikan
respon mual dan muntah. Palpasi abdomen didapatkan nyeri tekan pada
keempat kuadran. Penurunan peristaltik usus merupakan tanda kardial
pada IMA.
f. B6 (Bone): Hasil yang biasanya terdapat pada pemeriksaan B6 adalah
sebagai berikut.
a) Aktivitas, gejala: kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, gerak statis,
dan jadwal olahraga tidak teratur.
13

b) Tanda: takikardi, dispnea pada saat istirahat/ aktivitas, dan kesulitan


melakukan tugas perawatan diri.
2.10 Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang Infark Miokard Akut (IMA)
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam
tatalaksana pasien IMA. Pemeriksaan petanda kerusakan jantung yang
dianjurkan adala creatinine kinase (CK) MB dan cardiac specific
troponin (cTn) T atau cTn 1 yang dilakukan secara serial. cTn harus
digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien IMA yang disertai
kerusakan otot skletal karena pada keadaan juga akan diikuti
peningkatan CKMB. Peningkatan nilai enzim diatas dua kali batas atas
normal menunjukkan adanya nekrosis jantung. Selain itu, Troponin juga
digunakan sebagai marker yang spesifik pada kerusakan otot jantung,
karena reseptor troponin lebih khas pada otot jantung dibandingkan
dengan CKMB. Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu mioglobin,
creatinine kinase (CK), Lactic dehydrogenase (LDH). Reaksi non
spesifik terhadap injuri miokard adalah leukositosis polimorfonuklear
yang dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap
selama 3-7 hari. Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/ul.
b. Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan EKG 12 sandapan umumnya pada IMA terdapat
gambaran iskemia, injuri dan nekrosis yang timbul menurut urutan
tertentu sesuai dengan perubahan-perubahan pada miokard yang disebut
evolusi EKG. Fase evolusi yang terjadi bisa sangat bervariasi, bisa
beberapa jam hingga 2 minggu. Selama evolusi atau sesudahnya,
gelombang Q bisa hilang sehingga disebut infark miokard non-Q.
Gambaran infark miokard subendokardial pada EKG tidak begitu jelas
dan memerlukan konfirmasi klinis dan laboratoris, pada umumnya
terdapat depresi segmen ST yang disertai inversi segmen T yang
bertahan beberapa hari. Pada infark miokard pada umumnya dianggap
bahwa Q menunjukkan nekrosis miokard, sedangkan R menunjukkan
miokard yang masih hidup, sehingga bentuk QR menunjukkan infark
14

non-transmural sedangkan bentuk QS menunjukkan infark transmural.


Pada infark miokard non-Q, berkurangnya tinggi R menunjukkan
nekrosis miokard. Pada infark miokard dinding posterior murni,
gambaran EKG menunjukkan bayangan cermin dari infark miokard
anteroseptal terhadap garis horisontal, jadi terdapat R yang tinggi di V1,
V2, V3 dan disertai T yang simetris.
c. Photo Thorak
Hasil dari photo thorak pada pasien Infark Miokard Akut ada 2
macam, yang pertama bisa normal, dan yang kedua terdapat adanya
pembesaran pada jantung dan diduga adanya anurisma ventrikuler.
2.11 Diagnosis Infark Miokard Akut (IMA)
Menurut Irmalita (1996), diagnosis IMA ditegakkan bila didapatkan dua
atau lebih dari 3 kriteria berikut, yaitu :
a. Adanya Nyeri Dada
Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan
pemberian nitrat biasa.
b. Perubahan Elektrokardiografi (EKG)
Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal infark
miokard akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner
menunjukkan elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa
elevasi segmen ST akan berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian
kecil berkembang menjadi gelombang non-Q. Ketika trombus tidak
menyebabkan oklusi total, maka tidak terjadi elevasi segmen ST. Pasien
dengan gambaran EKG tanpa elevasi segmen ST digolongkan ke dalam
unstable angina atau Non STEMI (Cannon, 2005).
c. Peningkatan Petanda Biokimia
Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang
interstitial dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal
dan aliran limfatik (Patel, 1999). Oleh sebab itu, nekrosis miokard dapat
dideteksi dari pemeriksaan protein dalam darah yang disebabkan
kerusakan sel. Protein-protein tersebut antara lain aspartate
aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase, creatine kinase
15

isoenzyme MB (CK-MB), mioglobin, carbonic anhydrase III (CA III),


myosin light chain (MLC), cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT)
(Samsu, 2007). Peningkatan kadar serum protein-protein ini
mengkonfirmasi adanya infark miokard (Nigam, 2007).
2.12 Terapi Medis Infark Miokard Akut (IMA)
a. Terapi Awal
Tata laksana awal IMA mengikuti alur tata laksana acute coronary
syndrome atau sindrom koroner akut. Penanganan didahului
pemeriksaan awal dan anamnesis yang mengarah kepada angina
pektoralis tipikal. Terapi awalnya berupa seperti berikut ini:
a) Aspirin
Bila kecurigaan adanya infark kuat, maka pasien perlu segera
mendapatkan tablet kunyah aspirin 160−325 mg peroral, sebagai
agen antitrombotik. Suplementasi oksigen juga perlu diberikan pada
pasien dengan saturasi oksigen <94%, yaitu sebanyak 4 liter/menit.
b) Nitrogliserin
Penanganan dapat dilakukan dengan pemberian nitrogliserin bila
keadaan pasien memungkinkan, yaitu hemodinamik stabil, tidak ada
kecurigaan infark ventrikel kanan, dan tidak ada riwayat
mengonsumsi obat disfungsi ereksi seperti sildenafil. Nitrogliserin
dapat diberikan secara sublingual maupun spray buccal, dengan dosis
0,3−0,5 mg setiap pemberian. Bila gejala tidak berkurang setelah 3
kali pemberian dengan jarak 5 menit, nitrogliserin dapat diberikan
melalui intravena dengan dosis awal 5−10 µg/menit dan dosis titrasi
naik sebanyak 10 µg/menit setiap 3−5 menit. Nitrogliserin diberikan
sampai gejala angina berkurang, tekanan darah sistolik turun hingga
<90 mmHg, atau dosis mencapai 200 µg/menit.
c) Morfin
Bila nyeri tidak berkurang dengan nitrogliserin atau pada pasien
yang tidak memungkinkan dengan pemberian nitrogliserin, maka
nyeri dapat diatasi dengan pemberian analgesik opioid berupa
morfin. Morfin diberikan dengan dosis 2–4 mg, dan dapat diulangi
16

5–15 menit kemudian bila nyeri tidak berkurang. Dosis maksimal


adalah pemberian total 20 mg. Pemberian morfin perlu dilakukan
dengan pemantauan hemodinamik, karena morfin dapat
menyebabkan konstriksi vena, bradikardi, hingga blok jantung.
b. Terapi Reperfusi
Tujuan penanganan IMA adalah untuk mengembalikan perfusi
arteria coroner sesegera mungkin. Pada kasus NSTEMI, terapi reperfusi
dapat ditunda sesuai dengan stratifikasi risiko. Sedangkan pada kasus
STEMI dengan onset ≤12 jam, terapi reperfusi secara mekanik atau
farmakologis harus dilakukan secepatnya. Berdasarkan onset gejala,
terapi reperfusi dilakukan pada keadaan IMA sebagai berikut:
a) <12 jam setelah onset: terapi reperfusi farmakologis maupun
mekanik dilakukan pada seluruh pasien dengan gejala disertai
gambaran elevasi segmen ST dan left bundle branch block (LBBB)
baru yang persisten.
b) >12 jam setelah onset dan masih berlangsung proses iskemik:
diutamakan untuk dilakukan primarypercutaneous coronary
intervention (pPCI).
c) 12–24 jam setelah onset: PCI dapat dipertimbangkan untuk pasien
yang kondisinya stabil.
d) >24 jam: tidak dianjurkan dilakukan PCI walaupun sebelumnya telah
dilakukan terapi fibrinolisis.
Terapi reperfusi dengan fibrinolisis adalah memberikan agen
farmakologis yang bertujuan melisiskan trombus. Fibrinolisis sangat
penting terutama bila tidak terdapat fasilitas untuk PCI. Dalam beberapa
panduan disebutkan untuk memberikan terapi fibrinolisis saat pra rumah
sakit, tetapi hal ini tidak umum dilakukan. Fibrinolisis dianjurkan
dilakukan dalam <12 jam setelah onset gejala, dan jika pPCI tidak dapat
dilakukan dalam 90 menit sejak pasien tiba di IGD. Fibrinolisis
dilakukan dengan target 30 menit sejak pasien tiba di IGD.
17

c. Terapi Antitrombotik
Terapi antitrombotik, selain aspirin, merupakan tata laksana
adjunctive untuk pasien IMA. Terapi antitrombotik terdiri dari
antiplatelet oral atau intravena, juga dapat diberikan antikoagulan
intravena, misalnya sebagai berikut :
a) Antiplatelet
Terapi antiplatelet adjunctive, selain aspirin, dapat diberikan
secara oral maupun intravena. Sebagai terapi rumatan pada pasien
IMA, antiplatelet oral biasa digunakan dalam dual antiplatelet
therapy (DAPT) atau kombinasi dua antiplatelet, yaitu aspirin dalam
dosis 81 mg (rentang 75 sampai 100 mg) dan P2Y12 receptor
inhibitor (clopidogrel, ticagrelor, atau prasugrel).
Terapi antiplatelet oral dapat dipilih antara obat berikut:
1) Clopidogrel loading dose 300–600 mg, diikuti dosis rumatan 75
mg per 24 jam.
2) Ticagrelor loading dose 180 mg, diikuti dosis rumatan 90 mg per
12 jam.
3) Prasugrel loading dose sebelum PCI 60 mg, diikuti dosis rumatan
10 mg per 24 jam.
Terapi antiplatelet intravena dapat antara obat berikut:
1) Abciximab dosis 0,25 mg/kgBB bolus, diikuti rumatan infus
0,125 µg/kgBB/menit dalam 12–24 jam, dosis maksimal 10
µg/menit.
2) Eptifibatide dosis 180 µg/kgBB bolus, diberikan 2 kali dengan
jarak 10 menit, diikuti rumatan 2 µg/kgBB/menit selama 72–96
jam.
3) Cangrelor dosis 30 µg/kgBB bolus, diikuti rumatan 4
µg/kgBB/menit
b) Antikoagulan
Pilihan terapi antikoagulan adjunctive adalah salah satu dari obat di
bawah ini:
18

1) Unfractionatedheparin, diberikan dalam dosis 60 unit/kgBB


(maksimal 4000 U) bolus intravena dan dilanjutkan infus 12
unit/kgBB/jam (maksimal 1000 U/jam).
2) Low molecular weightheparin seperti enoxaparin, diberikan
dalam dosis inisial 30 mg bolus intravena, dan rumatan 1
mg/kgBB secara subkutan.
3) Fondaparinux diberikan dalam dosis 2,5 mg per 24 jam secara
subkutan.
Selain terapi terapi diatas, adapun Terapi IMA berdasar National
Guideline Clearinghouse "Myocardial infarction" tahun 2005 meliputi:
1. Pengobatan gejala akut
a. Pemberian oksigen apabila pasien mengalami kesulitan dalam
pernafasan.
b. Untuk menanggulangi nyeri:
a) Pemberian morfin 4-6 mg i.v, dan dapat ditambahkan 4 mg
sebanyak 1-3 kali dalam interval 5 menit, bila perlu.
b) Pemberian beta blocker (metoprolol, atenolol, practolol) 2-5
mgi.v.
2. Menyelamatkan jiwa dan reduksi komplikasi
a. Pemberian asetosal 250 mg, kecuali ada kontra indikasi, seperti ulkus
peptik aktif, hipersensitifitas terhadap aspirin, antikoagulasi.
b. Pemberian beta blocker, kecuali jika ada kontra indikasi seperti
asma, hipotensi, bradikardi. Beta blocker sangat berguna apabila
diberikan pada pasien takikardi dan hipertensi, tapi tidak mengalami
gagal jantung. Beta blocker, seperti metoprolol dan atenolol, dapat
diberikan secara i.v pada nyeri pertama atau oral apabila pasien
sudah terbebas dari rasa nyeri. Dosis oral: 2x25-50 mg, dosis i.v
:5mg.
c. Pemberian asetosal, atau asetosal yang dikombinasi dengan
klopidogrel, untuk mencegah trombosis.
d. Immediate PTCA jika tersedia, dan apabila pasien kontra indikasi
dengan trombolitik.
19

e. Pemberian ACEI apabila pasien menampakkan gejala gagal jantung


atau fraksi ejeksi < 40, infarkanterior atau reinfark. Misal: Kaptopril,
mulai dengan dosis 6,25 mg.
f. Terapi nitrogliserin yang berkesinambungan. Terapi ini dapat
diberikan melalui infus, apabila pasien mengalami nyeri iskemik,
atau apabila terapi nyeri yang diberikan diatas tidak berefek. Selain
itu dapat pula diberikan dalam bentuk oral, seperti Isosorbit dinitrat
(ISDN), 2-3 x 10-20 mg.
g. Pemberian heparin juga diperlukan apabila Pasien memerlukan
istirahat panjang dan tidak mengalami obesitas, mengalami fibrilasi
atrium, aneurysm ventricular, angina pektoris tidak stabil, dan
komplikasi emboli.
3. Meminimalkan daerah infark
a. Pemberian oksigen untuk mereduksi kerja jantung
b. Pemberian trombolisis.
4. Pencegahan serangan sekunder :
a. Pemberian asetosal, 50-100 mg Apabila mengalami alergi dengan
asetosal dapat diganti dengan klopidogrel, selama 3-6 bulan.
b. Pemberian beta blocker, pada pasien komplikasi dengan hipertensi,
angina pektoris, aritmia ventrikel, pembesaran hati, fraksi ejeksi
lemah, dan lemah jantung.
c. Pemberian nitrat dan beta blocker, pada pasien dengan komplikasi
angina pektoris dan iskemik. Nitrat berfungsi untuk mengobati
gejala, sehingga terapi ini dapat dihentikan.
d. Pemberian ACEI pada pasien dengan fraksi ejeksi <40%. Terapi ini
dapat diberikan secara konstan, dan diberikan pada hampir sejumlah
pasien IMA.
e. Pemberian statin pada pasien dengan kolesterol LDL > 3 mmol.
f. Pemberian antikoagulan jika pasien mengalami fibrilasi atrium,
komplikasi emboli, ventricular aneurysm, serta dapat pula diberikan
sebagai terapi jangka pendek pada IMA anterior.
20

Nah, yang perlu diperhatikan pada terapi IMA yaitu tujuan pengobatan
IMA adalah dengan menghilangkan semua faktor resiko. Operasi bypass,
yang menawarkan terapi simptomatik primer, dilakukan hanya untuk
menghilangkan beberapa obstruksi yang ada (NGC, 2005).
2.13 Komplikasi Infark Miokard Akut (IMA)
Menurut Black dan Hawks (2014) komplikasi IMA terdiri dari gangguan
irama dan konduksi. Meliputi:
a. Aritmia
b. Sinus Bradikardia
c. Gangguan Hantaran Aterioventrikuler
d. Sinus Takikardia, Kontraksi Prematur Ventrikel
Adapun komplikasi lain yang ada pada infark miokard akut yaitu
a. Gagal jantung
b. Syok kardiogenik
c. Tromboembolisme
d. Perikarditis
e. Aneurisma ventrikel
2.14 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pasien Infark Miokard Akut
1. Pengkajian
a. Primary Survey
a) Airway
Airway adalah mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga
jalan nafas disertai control servikal. Airway/Jalan Napas adalah
pemeriksaaan/pengkajian menggunakan metode look, listen, feel.
1) Look: Lihat status mental,pergerakan/pengembangan dada,
terdapat sumbatan jalan napas/tidak,sianosis,ada tidaknya
retraksi pada dinding dada,ada/tidaknya penggunaan otot-otot
tambahan.
2) Listen: Mendengar aliran udara pernapasan,suara
pernapasan,ada bunyi napas tambahan seperti
snoring,gurgling,atau stidor.
21

3) Feel: Merasakan ada aliran udara pernapasan,apakah ada


krepitasi,adanya pergeseran/deviasi trakhea,ada hematoma
pada leher,teraba nadi karotis atau tidak.
Tindakan yang harus di lakukan perawat adalah:
a. Penilaian untuk memastikan tingkat kesadaran adalah dengan
menyentuh,menggoyang dan di beri rangsangan atau respon
nyeri.
b. Periksa dan atur jalan napas untuk memastikan kepatenan.
c. Periksa apakah pasien tersebut mengalami kesulitan
bernapas.
d. Buka mulut pasien dengan ibu jari dan jari-jari anda untuk
memegang lidah dan rahang bawah dan tengadah dengan
perlahan.
e. Identifikasi dan keluarkan benda asing
(darah,muntahan,sekret,ataupun benda asing) yang
menyebabkan obstruksi jalan napas baik parsial maupun total
dengan cara memiringkan kepala pasien ke satu sisi (bukan
pada trauma kepala).
f. Pasang orofaringeal airway/nasofaringeal airway untuk
mempertahankan kepatenan jalan napas.
g. Pertahankan dan lindungi tulang servikal.
b) Breathing
Breathing adalah mengecek pernafasan dengan tujuan
mengelola pernafasan agar oksigen adekuat.
Breathing/pernafasan merupakan Pemeriksaan/pengkajian
menggunakan metode look, listen, feel
1) Look: Nadi karotis ada/tidak,frekuensi pernapasan tidak ada
dan tidak terlihat adanya pergerakan dinding dada, kesadaran
menurun, sianosis, identifikasi pola pernapasan
abnormal,periksa penggunaan otot bantu dll.
2) Listen: Mendengar hembusan napas
3) Feel: Tidak ada pernapasan melalui hidung/mulut.
22

Tindakan yang harus dilakukan perawat adalah:


a. Atur posisi pasien untuk memaksimalkan ekspansi dinding
dada.
b. Berikan therapy O2 (oksigen).
c. Beri bantuan napas dengan menggunakan masker/bag valve
mask (BMV)/ endo tracheal tube (ETT) jika perlu.
d. Tutup luka jika didapatkan luka terbuka pada dada.
e. Kolaborasi therapy untuk mengurangi
bronkhospasme/adanya edema pulmonal,dll.
c) Circulation/Sirkulasi
Circulation/Sirkulasi adalah mengecek sistem
sirkulasidisertai kontrol perdarahan.
1) Periksa denyut nadi karotis dan brakhialis
2) Periksa perubahan warna kulit seperti sianosis
d) Disability
Disability adalah nengecek status neurologis. Disability
merupakan Pengkajian kesadaran dengan metode AVPU
meliputi:
1) Alert (A): Pasien tidak berespon terhadap lingkungan
sekelilingnya/tidak sadar terhadap kejadian yang menimpa.
2) Respon verbal (V): Klien tidak berespon terhadap pertanyaan
perawat.
3) Respon nyeri (P): Klien tidak berespon terhadap respon nyeri.
4) Tidak berespon (U): Tidak berespon terhadap stimulus verbal
dan nyeri.
Cara pengkajian :
a. Anamnesa (tanya) : nama dan kejadian
b. Cubit daerah pundak/tepuk wajah
c. Dengan GCS (E1 M1 V1 ), pupil, kemampuan motorik
e) Exposure
Exposure enviromental control, buka baju penderita tapi
cegah hipotermia.
23

Survei primer bertujuan untuk mengetahuidengan segera


kondisi yang mengancam nyawa pasien. Survei primer dilakukan
secara sekuensial sesuai dengan prioritas. Tetapi dalam prateknya
dilakukan secara bersama dalam tempo waktu yang singkat
(kurang dari 10 detik). Apabila teridentifiaksi henti nafas dan henti
jantung maka resusitasi harus segera dilakukan. Apabila
menemukan pasien dalam keadaan tidak sadar maka pertama kali
amankan lingkungan pasien atau bila memungkinkan pindahkan
pasien ke tempat yang aman. Selanjutnya posisikan pasien ke
dalam posisi netral (terlentang) untuk memudahkan pertolongan.
b. Sekundary Survey
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang
dilakukan secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary
survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian
tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai membaik.
Adapun tahapan Secondary Survey yaitu sebagai berikut:
a) Memberikan intervensi pada korban sesuai hasil temuan di prymary
survey, seperti: pasang infus, pasang bidai.
b) Memeriksa TTV
c) Menanyakan pada pasien : S A M P L E
 S : Symptom : Keluhan yang dirasakan
 A : Alergi : makanan/ obat/
 M : Medication : Obat yang terahir dikonsumsi
 P : Penyakit : Penyakit yang diderita
 L : Last Meal: Makan terahir jam berapa
 E : Event : Kejadiannya bagaimana
Anamnesis yang dilakukan meliputi AMPLE yang bisa didapat dari
pasien dan keluarga.
a. A: (Adakah alergi pada pasien, seperti obat-obat, plester, makanan).
b. M: Medikasi atau obat-obatan, (obat-obatan yang diminum seperti
sedang menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung,
dosis, atau penyalahgunaan obat).
24

c. P: Pertient medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit


yang pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan
obat-obatan herbal).
d. L: Last meal, (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi,
dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga periode
menstruasi termasuk dalam komponen ini).
e. E: Event, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian
yang menyebabkan adanya keluhan utama).
Pemeriksaan Fisik Head Toe To yaitu:
a. Kepala
- Inspeksi: simetris pada kepala, rambut terlihat kering dan kusam,
warna rambut hitam atau beuban, tidak adanya hematom pada
kepala, tidak adanya pedarahan pada kepala.
- Palpasi: tidak teraba benjolan pada kepala, rambut teraba kasar.
b. Mata
- Inspeksi : simetris kanan dan kiri, tidak ada kelainan pada mata,
reflek pupil terhadap cahaya baik, konjungtiva anemis, sklera
tidakikterik, tidak ada pembengkakan pada mata, tidak memakai
kacamata.
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan lepas pada daerah mata, tidak
teraba benjolan disekitar mata
c. Telinga
- Inspeksi: simetris kiri dan kanan pada telinga, tidak
terjadiperdarahan, tidak ada pembengkakan, dan pendengaran
masih baik.
- Palpasi: tidak terasa benjolan pada daun telinga, tidak ada
nyerisaat diraba bagian telinga, tidak ada perdarahan pada telinga
baikluar maupun dalam.
d. Hidung
- Inspeksi: simetris pada hidung, tidak ada kelainan bentuk
padahidung, tidak ada perdarahan, ada cuping hidung, terpasang
oksigen.
25

- Palpasi: tidak terasa benjolan pada hidung dan tidak ada


perdarahan pada hidung.
e. Mulut dan tenggorokan
- Inspeksi: mulut terlihat bersih, gigi lengkap atau tidak sesuai
dengan usia, mukosa lembab/ kering, tidak ada stomatitis, dan
tidak terjadi kesulitan menelan.
f. Thoraks
- Inspeksi: dada tampak simetris tidak ada lesi pada thorak, tidak
ada otot bantu pernafasan, dan tidak terjadi perdarahan pada
thorak.
- Palpasi: tidak teraba benjolan pada dada, suhu pada thorak teraba
sama kiri kanan
- Perkusi: sonor seluruh lapang paru
- Auskultasi: vesikuler atau terdapat suara tambahan pada thoraks
seperti ronkhi, wheezing, dullness
g. Jantung
- Inspeksi: ictus cordis terlihat, arteri carotis terlihat dengan jelas
di leher.
- Palpasi: denyut nadi meningkat, CRT > 3 detik.
- Perkusi: pekak
- Auskultasi: S1 dan S2 reguler atau terdapat suara tambahan
seperti mur-mur dan gallop.
h. Abdomen
- Inspeksi: abdomen tampak datar, tidak ada pembesaran, tidak ada
bekas operasi, dan tidak adanya lesi pada abdomen.
- Auskultasi: bising usus 12x/m.
- Perkusi: saat diperkusi terdengat bunyi tympani.
- Palpasi: tidak terasa adanya massa/ pembengkakan, hepar dan
limpa tidak terasa,tidak ada nyeri tekan dan lepas didaerah
abdomen.
i. Genitalia
26

Pasien terpasang kateter, produksi urin banyak karena pasien


jantung dapat diuretik.
j. Ekstremitas
- Ekstremitas atas: terpasang infus salah satu ekstremtas atas, tidak
ditemukan kelainan pada kedua tangan, turgor kulit baik, tidak
terdapat kelainan, akral teraba hangat, tidak ada edema, tidak ada
terjadi fraktur pada kedua tangan.
- Ekstremitas bawah: tidak ditemukankelainan pada kedua kaki,
terlihat edema pada kedua kaki dengan piring udem > 2 detik,
type derajat edema, tidak ada varises pada kaki, akral teraba
hangat.
Selesai Secondary Lakukan dokumentasi. Observasi berkala : ABC,
TTV, irama EKG, kelancaran infus, Aliran oksigen.
2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera biologis (iskemia).
b. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen.
c. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian, ancaman pada
status terkini atau perubahan besar (Kesehatan dan status sosio
ekonomi).
d. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan faktor resiko
perubahan frekuensi jantung, perubahan irama jantung.
e. Resiko tinggi terhadap perfusi jaringan berhubungan dengan faktor
resiko hipovolemia , hipoksia, hipoksemia.
f. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran
darah ke alveoli.
g. Risiko tinggi kelebihan volume cairan berhubungan dengan faktor
risiko peningkatan natrium/retensi urin.
27

3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
1. Nyeri Akut NOC: NIC:
berhubungan dengan  Pain Level, Pain Management
agen cedera biologis  Pain control, 1. Observasi
(iskemia)  Comfort level a. Observasi reaksi
Setelah dilakukan tindakan nonverbal dari
keperawatan selama 1 x 24 ketidaknyamanan
jam dihrapkan nyeri dapat b. Kaji kultur yang
berkurang. Dengan kriteria mempengaruhi
hasil: respon nyeri
a. Mampu mengontrol c. Lakukan pengkajian
nyeri (tahu penyebab nyeri secara
nyeri, mampu komprehensif
menggunakan tehnik termasuk lokasi,
nonfarmakologi untuk karakteristik, durasi,
mengurangi nyeri, frekuensi, kualitas
mencari bantuan) dan faktor presipitasi
b. Melaporkan bahwa d. Kontrol lingkungan
nyeri berkurang dengan yang dapat
menggunakan mempengaruhi nyeri
manajemen nyeri seperti suhu ruangan,
c. Mampu mengenali nyeri pencahayaan dan
(skala, intensitas, kebisingan
frekuensi dan tanda 2. Terapeutik
nyeri) a. Bantu pasien dan
d. Menyatakan rasa keluarga untuk
nyaman setelah nyeri mencari dan
berkurang menemukan
dukungan
b. Berikan analgetik
untuk mengurangi
28

nyeri
c. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
d. Kurangi faktor
presipitasi nyeri
3. Edukasi
a. Ajarkan keluarga
pasien tentang teknik
non farmakologi
4. Kolaborasi
a. Kolaborasikan
dengan dokter jika
ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak
berhasil
b. Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri dan pemilihan
rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
2. Intoleransi Aktivitas NOC: NIC:
berhubungan dengan  Self care: ADLs Activity Management
ketidak seimbangan  Activity tolerance 1. Observasi
antara suplai dan  Energy conservation a. Observasi adanya
kebutuhan oksigen Setelah dilakukan tindakan pembatasan klien
keperawatan selama 1 x 24 dalam melakukan
jam diharapkan pasien dapat aktivitas
29

bertoleransi terhadap b. Kaji adanya faktor


aktivitasnya. Dengan yang menyebabkan
kriteria hasil: kelelahan
a. Berpartisipasi dalam c. Monitor nutrisi dan
aktivitas fisik tanpa sumber energi yang
disertai peningkatan adekuat
tekanan darah, nadi dan d. Monitor pasien
RR akan adanya
b. Mampu melakukan kelelahan fisik dan
aktivitas sehari hari emosi secara
(ADLs) secara mandiri berlebihan
c. Keseimbangan atktivitas e. Monitor respon
dan istirahat kardivaskuler
terhadap aktivitas
(takikardi,
disritmia, sesak
nafas, diaporesis,
pucat, perubahan
hemodinamik)
f. Monitor pola tidur
dan lamanya
tidur/istirahat
pasien
g. Monitor respon
fisik, emosi, sosial
dan spiritual
2. Terapeutik
a. menyediakan
penguatan positif
bagi yang aktif
beraktivitas
b. Membantu klien
30

untuk membuat
jadwal latihan
diwaktu luang.
c. Membantu pasien
untuk
mengidentifikasi
dan mendapat
sumber yang
diperlukan untuk
aktivitas yang
mampu dilakukan
d. Membantu untuk
memilih aktivitas
konsisten yang
sesuai dengan
kemampuan fisik,
psiologi dan social
e. Bantu untuk
mengidenfikasi dan
mrndapatkan
sumber
yangdiperlukan
untuk aktivitas yang
diinginkan
f. Bantu untuk
mendapat alat
bantuan aktivitas
seperti kursi roda,
krek
3. Edukasi
a. Anjurkan pasien
untuk
31

mengindentifikasi
aktivitas yang
disukai
b. Anjurkan pasien /
keluarga untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
c. Ajarkan pasien
untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
4. Kolaborasi
a. Kolabirasikan
dengan tenaga
rehabilitasi medik
dalam
merencanakan
program terapi
yang tepat
3. Ansietas berhubungan NOC: NIC:
dengan ancaman  Anxiety self-control Anxiety Reduction
kematian, ancaman  Anxiety level (penurunan kecemasan)
pada status terkini atau  Coping 1. Observasi
perubahan besar Setelah dilakukan tindakan a. Kaji tingkat
(Kesehatan dan status keperawatan selama 1 x 24 kecemasan dan
sosioekonomi) jam dihrapkan ansietas reaksi fisik pada
dapat teratasi. Dengan tingkat kecemasan
kriteria hasil: (takikardi, takipnea,
a. Klien mampu ekspresi cemas non
mengidentifikasi dan verbal).
32

mengungkapkan gejala b. Pahami prespektif


cemas. pasien terhadap
b. Mengidentifikasi, situasi stress
mengungkapkan dan 2. Terapeutik
menunjukkan tehnik a. Gunakan
untuk mengontrol pendekatan yang
cemas. menenangkan
c. Vital sign dalam batas b. Nyatakan dengan
normal jelas harapan
d. Postur tubuh, ekspresi terhadap pelaku
wajah, bahasa tubuh dan pasien
tingkat aktivitas c. Temani pasien
menunjukkan untuk memberikan
berkurangnya keamanan dan
kecemasan. mengurangi takut
d. Temani pasien
untuk memberikan
keamanan dan
mengurangi takut
e. Lakukan back/neck
rub
f. Bantu pasien
mengenal situasi
yang menimbulkan
kecemasan
g. Dorong pasien
untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi
3. Edukasi
a. Jelaskan semua
33

prosedur dan apa


yang dirasakan
selama prosedur
b. Berikan informasi
faktual mengenai
diagnosis, tindakan
prognosis
c. Libatkan keluarga
untuk
mendampingi klien
d. Anjurkan pasien
menggunakan
teknik relaksasi
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi
Pemberian obat
untuk mengatasi
kecemasan
4. Resiko penurunan NOC : NIC:
curah jantung Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi
berhubungan dengan keperawatan selama 1 x 24 a. Monitor status
faktor resiko jam dihrapkan resiko kardiovaskuler
perubahan frekuensi penurunan curah jantung b. Monitor status
jantung, perubahan dapat berkurang dengan, pernafasan yang
irama jantung. Kriteria Hasil: menandakan gagal
a. Tanda Vital dalam jantung
rentang normal c. Monitor abdomen
(Tekanan darah, Nadi, sebagai indikator
respirasi) penurunan perfusi
b. Dapat mentoleransi d. Monitor balance
aktivitas, tidak ada cairan
kelelahan e. Monitor adanya
34

c. Tidak ada edema paru, perubahan tekanan


perifer, dan tidak ada darah
asites f. Monitor respon
d. Tidak ada penurunan pasien terhadap efek
kesadaran pengobatan
antiaritmia
g. Atur periode latihan
dan istirahat untuk
menghindari
kelelahan
h. Monitor toleransi
aktivitas pasien
i. Monitor adanya
dyspnea, fatigue,
takipnea dan
ortopnea
j. Monitor kualitas
dari nadi
k. Monitor jumlah dan
irama jantung
l. Monitor bunyi
jantung
m. Monitor frekuensi
dan irama
pernapasan
n. Monitor suara paru
o. Monitor pola
pernapasan
abnormal
p. Monitor sianosis
perifer
2. Terapeutik
35

a. Evaluasi adanya
nyeri dada (
intensitas,lokasi,
durasi)Catat adanya
b. disritmia jantung
c. Catat adanya tanda
dan gejala
penurunan cardiac
output
d. Monitor respon
pasien terhadap efek
pengobatan
antiaritmiaa.
e. Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital sign
3. Edukasi
a. Anjurkan untuk
menurunkan stress
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi
pemberian
antiaritmia, bila
perlu
5. Resiko tinggi terhadap NOC : NIC :
perfusi jaringan Setelah diberikan asuhan Peripheral Sensation
berhubungan dengan keperawatan selama 1x24 Management
faktor resiko jam, diharapkan tidak terjadi (Manajemen sensasi
hipovolemia, hipoksia, gangguan perfusi jaringan perifer):
hipoksemia. pada pasien dengan , 1. Observasi
Kriteria hasil: a. Monitor adanya
Status sirkulasi : daerah tertentu yang
36

a. Tekanan systole dan hanya peka


b. diastole dalam rentang terhadap
yang diharapkan panas / dingin /
c. Tidak ada ortostatik tajam/ tumpul
d. Hipertensi b. Monitor adanya
e. Tidak ada tanda tanda Paretese
peningkatan tekanan c. Monitor
intrakranial (tidak lebih kemampuan BAB
dari 15 mmHg) d. Monitor adanya
Tissue Perfusion: tromboplebitis
cerebral : 2. Terapeutik
a. Menunjukkan fungsi a. Gunakan sarung
sensori motori cranial tangan untuk
yang utuh tingkat Proteksi
kesadaran membaik b. Batasi gerakan pada
tidak ada gerakan kepala, leher dan
gerakan involunter. punggung
3. Edukasi
a. Lnstruksikan
keluarga untuk
mengobservasi kulit
jika ada isi atau
laserasi
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi
pemberian analgetik
b. Diskusikan
menganai penyebab
perubahan sensasi.
6. Kerusakan pertukaran NOC : NIC :
gas berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi
dengan gangguan keperawatan selama 1 x 24 a. Kaji suara napas,
37

aliran darah ke alveoli jam dihrapkan kerusakan frekuensi kedalaman


pertukaran gas pasien dan usaha napas,
teratasi dengan, dan produksi
Kriteria Hasil : sputum sebagai
a. Respon alergi: sistemik; indicator keefektifan
keparahan respon penggunaan alat
hipersensitifitas imun penunjang.
sistemik terhadap b. Pantau saturasi o2
antigen lingkungan dengan oksimetri
tertentu. nadi
b. Keseimbangan elektrolit c. Pantau hasil gas
dan asam basa; darah
keseimbangan elektrolit d. Pantau hasil
dan non elektrolit dalam elektrolit
kompartemen intrasel e. Pantau status mental
dan ekstrasel tubuh f. Pantau status
c. Respon ventilasi pernapasan dan
mekanis: orang dewasa; oksigenasi sesuai
pertukaran alveolar dan kebutuhan
perfusi jaringan yang g. Pantau adanya
disokong oleh ventilasi edema perifer,
mekanis distensi vena
d. Status pernapasan: jugularis dan bunyi
pertukaran gas; jantung s3 dan s4
pertukaran o2 dan co2 h. Pantau alat fungsi
di alveoli untuk pacu jantung
mempertahankan 2. Terapeutik
konsentrasi gas darah a. Auskultasi suara
e. Status pernapasan: napas, tandai area
ventilasi; pergerakan penurunan atau
udara yang masuk dan hilangnya ventilasi
keluar ke dan dari paru dan adanya bunyi
38

f. Perfusi jaringan paru; tambahan


keadekuatan aliran b. Auskultasi bunyi
darah melewati vaskular jantung
paru yang utuh untuk c. Berikan udara yang
perfusi unit alveoli- dilembabkan atau
kapiler oksigen, jika perlu
g. TTV dalam batas d. Atur posisi pasien
normal. keposisi
trendelenburg, jika
perlu.
3. Edukasi
a. Ajarkan kepada
pasien teknik
bernapas dan
relaksasi
b. Ajarkan tentang
batuk efektif
c. Ajarkan pada pasien
bagaimana
menggunakan
inhaler yang
dianjurkan sesuai
kebutuhan
d. Jelaskan pada
pasien dan keluarga
alas an pemberian
oksigen dan
tindakan lainnya
4. Kolaborasi
a. Konsultasikan
dengan dokter
tentang pentingnya
39

pemeriksaan gas
darah arteri dan
penggunaan alat
bantu yang
dianjurkan sesuai
dengan adanya
perubahan pada
kondisi pasien.
7. Risiko tinggi kelebihan NOC : NIC :
volume cairan Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi
berhubungan dengan keperawatan selama 1 x 24 a. Kaji komplikasi
faktor risiko jam dihrapkan volume pulmonal atau
peningkatan cairan kembali normal kardiovaskuler yang
natrium/retensi urin. dengan, diindikasikan
Kriteria Hasil : dengan peningkatan
a. Keseimbangan elektrolit tanda gawat napas,
dan asam basa; nadi, TD, buni
keseimbangan elektrolit jantung yang
dan non elektrolit abnormal, dan suara
didalam kompertemen napas tidak normal
intrasel serta ekstrasel b. Kaji ekstremitas
tubuh atau bagian tubuh
b. Keseimbangan cairan; yang edema
keseimbangan cairan terhadap gangguan
dalam kompartemen sirkulasi dan
intrasel dan ekstrasel integritas kulit
tubuh c. Kaji efek
c. Keparahan overload pengobatan
cairan; keparahan d. Pantau secara
kelebihan cairan teratur lingkar
didalam kompartemen abdomen atau
intrasel dan ekstrasel ekstremitas
40

tubuh 2. Terapeutik
d. Fungsi ginjal; filtrasi a. Manajemen cairan
darah dan eliminasi b. Timbang berat
produk sisa metabolism badan setiap hari
melalui bentukan urin. dan pantau
kecenderungannya
c. Pertahankan catatan
asupan dan haluaran
yang akurat
d. Pantau hasil
laboratorium yang
relevan terhadap
retensi cairan
e. Pantau indikasi
kelebihan atau
retensi cairan, sesuai
dengan keperluan.
f. Berikan diuretic jika
perlu
g. Tinggikan
ekstremitas untuk
meningkatkan aliran
balik vena
h. Pertahankan dan
alokasikan
pembatasan cairan
pasien
i. Manajemen cairan :
distribusikan asupan
cairan selama 24
jam jika perlu
3. Edukasi
41

a. Ajarkan pasien
tentang penyebab
dan cara mengatasi
edema, pembatasan
diet, penggunaan
dosis dan efek
samping obat yang
diprogramkan
4. Kolaborasi
a. Konsultasikan
dengan penyedia
layanan kesehatan
primer mengenai
penggunaan stoking
antiemboli atau
bulatan Ace
b. Konsultasikan
dengan ahli gizi
untuk memberikan
diet dengan
kandungan protein
yang adekuat dan
pembatasan natrium
c. Konsultasikan ke
dokter jika tanda
dan gejala kelebihan
cairan menetap atau
memburuk.
42

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapu kestatus kesehatan yang lebih baik yang
menggambarkan criteria hasil yang diharapkan. Implementasi
disesuaikan dengan intervensi keperawatan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai
tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui
pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari
proses keperawatan. Penilaian keberhasilan adalah tahap yang
menentukan apakah tujuan tercapai. Evaluasi dilakukan setelah
pelaksanaan implementasi.
BAB III
PEMBAHASAN DAN TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.D DENGAN INFARK MIOKARD


AKUT (IMA) DI RUANG UGD RSUD KABUPATEN BULELENG

1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT (UGD)


Tgl/Jam : 22/03/2022/10.00 wita No. RM : 3441
Triage : Level 2 Diagnosis Medis: Infark Miokard
Akut (IMA)
Transportasi : Mobil Pribadi

Nama : Tn.D Jenis Kelamin : Laki - laki


Umur : 63 tahun Alamat : Singaraja
Agama : Hindu Status Perkawinan : Kawin
IDENTITAS

Pendidikan : SMP Sumber Informasi : Pasien dan


Istrinya
Pekerjaan : Petani Hubungan : Istri
Suku/Bangsa : Bali/Indonesia

KeluhanUtama : Nyeri pada bagian dada.

Mekanisme Cedera (Trauma): Pasein sedang bersama dengan istrinya,


RIWAYATSAKIT&KESEHATAN

pada saat sedang mengobrol dengan istrinya, tiba – tiba pasien


didatangi oleh teman anaknya. Teman anaknya memberitahu bahwa
anaknya berkelahi sampai luka ringan. Pasien sangat syok ketika
mengetahui hal tersebut dan pada saat anak pasien sampai dirumah
pasien langsung memarahi anaknya. Namun anak pasien melawan
perkataan pasien dan membantah dengan mengucapkan kata – kata
kasar. Sehingga membuat pasien sangat marah dan kesal dan membuat
pasien mengalami atau terkena serangan jantung atau Infark Miokard
Akut (IMA). Mengetahui hal tersebut pasien kemudian dibawa ke
RSUD untuk mendapatkan perawatan cepat.

43
44

Sign/ Tanda Gejala : Nyeri pada bagian dada, dengan skala nyeri 7
(dari 10).

Allergi : Tidak ada.

Medication/ Pengobatan : Aspirin dosis loading 150-300mg, dosis


pemeliharaan 75-100mg, Clopidogrel dosis loading 300mg, dosis
pemeliharaan 75mg/hari, Fondaparinuks 2,5mg subkutan, Heparin tidak
terfaksi bolus IV 60U/g, dosis terfaksi maksimal 4000U. Captopril 2-3 x
6,25-50mg, Isosorbid dinitrate (ISDN) sublingual 2.5-15mg (onset 5
menit).

Past Medical History : Pasien dan keluarga mengatakan tidak pernah


mengalami nyeri dada sebelumnya, namun pasien mengatakan dahulu
pernah dirawat dirumah sakit karena penyakit hipertensi.

Last Oral Intake/Makan terakhir: Jam 09:00 WITA

Event leading injury : Pasien sedang mengobrol bersama istrinya, tidak


lama setelah itu pasien mendapatkan kabar dari teman anaknya bahwa
anak pasien berkelahi sampai mengalami luka ringan. Kemudian tidak
lama setelah itu anak pasien sampai dirumah pasien langsung memarahi
anaknya, namun anak pasien melawan perkataan pasien sampai
mengeluarkan kata – kata kasar. Sehingga pasien sangat marah dan kesal
sehingga membuat pasien merasakan nyeri hebat pada dada dan pasien
terkena serangan jantung atau infark miokard akut (IMA).

Jalan Nafas : :Paten


 Tidak Paten

Obstruksi : Lidah Cairan  Benda Asing


 Tidak Ada
AIRWAY

 Muntahan  Darah Edema

Suara Nafas : Snoring Gurgling  Stridor


 Tidak Ada

Keluhan lain : Tidak ada

Masalah Keperawatan: Tidak ada


45

Nafas : Spontan Tidak Spontan

Gerakan dinding dada: Simetris Asimetris

Irama Nafas : Cepat  Dangkal Normal

Pola Nafas :  Teratur Tidak Teratur

Jenis :  Dispnoe  Kusmaul Cyene Stoke


Lain tidak ada… …
BREATHING

Suara Nafas :  Vesikuler  StidorWheezing  Ronchi

Sesak Nafas : Ada  Tidak Ada

Cuping hidung :  Ada Tidak Ada

Retraksi otot bantu nafas :  Ada Tidak Ada

Pernafasan :
 Pernafasan Dada Pernafasan Perut

RR : Diatas normal yaitu 30x/mnt

Keluhan Lain: Adanya suara nafas Ronchi

Masalah Keperawatan: Gangguan Pertukaran Gas

Nadi : Teraba Tidak teraba

N: 102x/mnt, Tekanan Darah : 100/70mmHg

Pucat : Ya Tidak


CIRCULATION

Sianosis : Ya Tidak

CRT : <> 2 detik <2 detik

Akral : Hangat Dingin

S: 37,5℃

Pendarahan : Ya, Lokasi: rongga perut atau usus…..Jumlah ……cc


Tidak ada
46

Turgor : Elastis Lambat

Diaphoresis: Ya Tidak

Riwayat Kehilangan cairan berlebihan: Diare Muntah Luka bakar

Keluhan Lain: Tidak ada

Masalah Keperawatan: Tidak ada

Kesadaran: Composmentis Delirium Somnolen  Apatis


Koma

GCS :  Eye 4  Verbal 5  Motorik 6

Pupil : Isokor  Unisokor PinpointMedriasis


DISABILITY

Refleks Cahaya: Ada Tidak Ada

Refleks fisiologis: Patela (+/-) Lain-lain … …

Refleks patologis :  Babinzky (+/-) Kernig (+/-)  Lain-lain

Kekuatan Otot : Sedang

Keluhan Lain : Tidak ada


Masalah Keperawatan : Tidak ada
47

Deformitas : Ya  Tidak Lokasi ...


Contusio : Ya  Tidak Lokasi ...
Abrasi : Ya  Tidak Lokasi ... ...
Penetrasi : Ya Tidak Lokasi
EXPOSURE

Laserasi : Ya  Tidak Lokasi ... ...


Edema : Ya  Tidak Lokasi Edema pada paru
Luka Bakar : Ya  Tidak Lokasi ... ...
Grade %
Jika ada luka/ vulnus, kaji: Tidak ada
Luas Luka :-
Warna dasar luka :-
Kedalaman :-
Lain-lain :-
Masalah Keperawatan : Tidak ada

Monitoring Jantung :  Sinus Bradikardi Sinus Takikardi

Saturasi O2 : 90%
FIVE INTERVENSI

Kateter Urine : Ada Tidak

Pemasangan NGT :  Ada, Warna Cairan Lambung : kehijauan ...


Tidak ada

Pemeriksaan Laboratorium : (terlampir)


Lain-lain: ......

Masalah Keperawatan: Tidak Ada

Nyeri :  Ada  Tidak

Problem : Nyeri pada bagian dada


GIVE COMFORT

Qualitas/ Quantitas : Nyeri seperti ditusuk – tusuk dan berdenyut

Regio : Nyeri dirasakan pada dada kiri

Skala : 7 (dari 10)

Timing : Terus - menerus

Lain-lain : tidak ada


48

Masalah Keperawatan: Nyeri Akut

(Fokus pemeriksaan pada daerah trauma/sesuai kasus non trauma)


Kepala dan wajah :
a. Kepala: Kepala nampak bersih dan tidak adanya nyeri tekan
pada kepala, rambut klien beruban, tidak tampak
pembengkakan pada kepala dan tidak tampak pendarahan pada
kepala serta tidak ada luka.
b. Wajah : Wajah nampak bersih dan tidak ada luka,
c. Mata: Mata nampak simetris, conjungtiva normal, reflex
cahaya ada, tidak ada nyeri tekan atau lepas pada bagian mata,
dan tidak ada luka
d. Hidung: Hidung nampak simetris, hidung nampak bersih, tidak
HEAD TO TOE

ada sekret, reaksi alergi tidak ada dan tidak ada luka
e. Mulut : Turgor bibir kering dan tidak ada luka
f. Telinga : Telinga kanan kiri simetris, telinga nampak bersih,
tidak ada serumen, dan tidak ada luka
g. Leher: Tidak adanya pembengkakan kelenjar tiroid dan tidak
ada luka
h. Dada: Pasien mengalami nyeri pada daerah dada, dan pasien
terlihat sulit bernafas namun tidak ada luka
i. Abdomen dan Pinggang: Tidak ada nyeri tekan pada perut dan
pinggang, tidak ada kelaian yang terlihat pada abdomen, bising
usus normal, dan tidak ada luka
j. Pelvis dan Perineum: Tidak ada luka dan tidak adanya kelainan
k. Ekstremitas : Tidak ada luka, tidak ada nyeri akan tetapi pasien
merasa lemas, akral hangat, pada ekstremitas kiri terpasang
infus RL 10 tpm.
Masalah Keperawatan: Tidak ada
49

Jejas :  Ada Tidak


Deformitas : Ada  Tidak
INSPEKSI BACK/ POSTERIOR Tenderness : Ada Tidak
Crepitasi : Ada  Tidak
Laserasi : Ada  Tidak
Lain-lain :.....
SURFACE

Masalah Keperawatan : Tidak ada

Pemeriksaan Penunjang
Tanggal : 22 Maret 2022 Hasil pemeriksaan:
a. Hematologi Rutin
WBC : 12,60 nilai normal 3,80 – 10,5
HGB : L13,41 nilai normal 13,5 – 17,5
PLT : 270 nilai normal 150 - 440
HCT : L37,38 nilai normal 40,0 – 52,0

Koagulasi
Waktu Perdarahan (BT) 2’15” menit nilai normal 1’00”-3’00”
Waktu Pembekuan (CT) 6’30” menit nilai normal 6’00”-15’00’
b. Glukosa Darah
Glukosa darah sewaktu 130 mg/dl nilai normal <= 200
c. Faal Ginjal
Ureum : 19 mg/dl nilai normal 6- 20
Kreatinin serum : 1,6 mg/dl nilai normal 0,90 – 1,30
d. Faal Hati
SGOT : 24 U/L nilai normal 15 – 40
SGPT : 22 U/L nilai normal 10 – 40
e. Elektrolit dan gas darah
Kalium (K) : L3,38 mmol/L nilai normal 3,50 – 5,30
Natrium (Na) : 138,30 mmol/L nilai normal 135 – 148
Chloride (Cl) : 103,70 mmol/L nilai normal 98 – 107
Kalsium Ion (Ca) : 1,220 mmol/L nilai normal 1,10 – 1,30
f. Radiografi BOF
Hasil radiologi BOF (terlampir)
g. Radiografi Thorax
50

Hasil foto Thorak, Cor : besar dan bentuk kesan normal


Pulmo : tak tampak infiltrat/nodul
Sinus phrenicocostalis kanan kiri tajam. Tulang – tulang tampak baik.
Kesimpulan : saat ini foto thorak tak tampak kelainan
h. EKG

Pada V2 dan V3 ditemukan ST elevasi.

Medikasi :
1. Aspirin dosis loading 150-300mg, dosis pemeliharaan 75-100mg
2. Ticagrelor dosis loading 180mg, dosis pemeliharaan 2x90mg/hari
3. Clopidogrel dosis loading 300mg, dosis pemeliharaan 75mg/hari
4. Fondaparinuks 2,5mg subkutan
5. Enoksapirin 1 mg/kg dua kali sehari
6. Heparin tidak terfaksi bolus IV 60U/g, dosis terfaksi maksimal
4000U. Infus IV 12U/kg selama 24-48 jam dengan dosis maksimal
1000U/jam target aPTT 11/2-2x control
7. Captopril 2-3 x 6,25-50mg
8. Ramipril 2,5-10 mg/hari dalam 1 atau 2 dosis
9. Lisinopril 2,5-20mg/hari dalam 1 dosis
10. Enalapril 5-20mg/hari dalam 1 atau 2 dosis
11. Isosorbid dinitrate (ISDN) sublingual 2.5-15mg (onset 5 menit).
Oral 15-80mg/hari dibagi 2-3 dosis
Intravena 1,25-5mg/jam
12. Isosorbid 5 mononitrate, oral 2x20mg/hari. Oral (slow release) 120-
240mg/hari
13. Nitroglycerin sublingual tablet 0,3-0,6mg-1,5mg. (trinitrin, TNT,
glyceryl trinitrate) intravena 5-200mcg/menit
51

2. ANALISA DATA

Nama : Tn.D No.RM : 3441


Umur : 63 Tahun Dx Medis : Infark Miokard Akut
(IMA)
Ruang rawat : Ruang UGD Alamat : Singaraja

NO. DATA FOKUS ETIOLOGI PROBLEM


1. DS: Infark miokard akut terjadi Nyeri Akut
- Pasien mengatakan karena usia, hipertensi dan
nyeri pada dada dan diabetes yang menyebabkan
menjalar ke penimbunan lipid/jaringan
punggung, nyeri fibrosa dalam pembuluh
seperti ditusuk – darah yang nantinya
tusuk membentuk plek dan terjadi
- Pasien mengatakan akumulasi plek dalam arteri
nyeri yang dirasakan koroner. Plek secara
pada saat progresif membesar dan
beraktivitas dan saat menebal sehingga terjadi
beristirahat perkapuran yang
- Pasien mengatakan menyebabkan lumen arteri
nyeri yang dirasakan koroner menyempit obstruksi
sangat berat arteri koroner yang
sehingga membuat menyebabkan penurunan
sulit untuk bernafas aliran darah koroner
P : Nyeri dirasakan sehingga tidak adekuat suplai
pada saat beraktivitas O2 ke otot jantung dan
dan saat beristirahat menimbulkan nyeri akut.
Q : Nyeri seperti
ditusuk – tusuk
R : Nyeri pada dada
sampai kepunggung
52

S : Skala nyeri 7
T : Nyeri dirasakan
terus menerus dan
sangat berat

DO :
- Pasien nampak
lemah
- Pasien nampak
kesakitan dan
meringis
- Pasien terlihat
memegang bagian
dadanya
- Keadaan umum
lemah
- Akral teraba hangat
- Skala nyeri 7
- TTV:
TD : 110/70mmHg
N : 102x/mnt
RR : 30x/mnt
SPO2 : 90%
S : 37,5℃
CRT : 2 detik
2. DS: Infark Miokard Akut terjadi Gangguan
- Pasien mengatakan karena iskemik miokard Pertukaran
sesak nafas yang menyebabkan aliran Gas
- Pasien mengatakan darah ke miokard terganggu
cepat lelah saat sehingga beban kerja jantung
beraktivitas meningkat dan kontraktilitas
jantung menurun yang
53

DO : meneybabkan penurunan
- Keadaan umum cardiac output dan
lemah perembesan cairan ke paru
- Kesadaran pasien meningkat dan terjadi edema
composmentis paru yang menyebabkan
- Mukosa bibir dispnea. Fungsi pernafasan
sianosis mulai menurun dan
- Warna kulit menimbulkan gangguan
abnormal (pucat) pertukaran gas
- GCS 456
- TTV
TD : 110/70mmHg
N : 102x/mnt
RR : 30x/mnt
SPO2 : 90%
S : 37,5℃
CRT : 2 detik

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera biologis (iskemia) ditandai
dengan ekspresi wajah nyeri
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke
alveoli ditandai dengan pola pernafasan abnormal
54

4. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Diagnosa
No NOC NIC
Keperawatan
1. Nyeri Akut NOC: NIC:
berhubungan dengan  Pain Level, Pain Management
agen cedera biologis  Pain control, 1. Observasi
(iskemia) ditandai  Comfort level a. Kaji kultur yang
dengan ekspresi Setelah dilakukan mempengaruhi
wajah nyeri tindakan keperawatan respon nyeri
selama 1 x 24 jam b. Lakukan
dihrapkan nyeri dapat pengkajian nyeri
berkurang dengan, secara
Kriteria Hasil: komprehensif
a. Mampu mengontrol termasuk lokasi,
nyeri (tahu penyebab karakteristik,
nyeri, mampu durasi, frekuensi,
menggunakan tehnik kualitas dan
nonfarmakologi untuk faktor presipitasi
mengurangi nyeri, c. Kontrol
mencari bantuan) lingkungan yang
b. Melaporkan bahwa dapat
nyeri berkurang mempengaruhi
dengan menggunakan nyeri seperti suhu
manajemen nyeri ruangan,
c. Mampu mengenali pencahayaan dan
nyeri (skala, intensitas, kebisingan
frekuensi dan tanda d. Monitor TTV
nyeri) 2. Terapeutik
d. Menyatakan rasa a. Berikan analgetik
nyaman setelah nyeri untuk mengurangi
berkurang nyeri
b. Pilih dan lakukan
55

penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan
inter personal)
c. Kurangi faktor
presipitasi nyeri
3. Edukasi
a. Ajarkan keluarga
pasien tentang
teknik non
farmakologi
4. Kolaborasi
a. Berikan analgetik
untuk
mengurangi nyeri
dan pemilihan
rute pemberian
secara IV, IM
untuk pengobatan
nyeri secara
teratur
2. Gangguan NOC: NIC:
pertukaran gas Setelah dilakukan 1. Observasi
berhubungan dengan tindakan keperawatan a. Kaji suara napas,
gangguan aliran selama 1 x 24 jam frekuensi
darah ke alveoli dihrapkan kerusakan kedalaman dan
ditandai dengan pola pertukaran gas pasien usaha napas, dan
pernafasan abnormal teratasi dengan, produksi sputum
Kriteria Hasil : sebagai indicator
a. Respon alergi: keefektifan
sistemik; keparahan penggunaan alat
respon penunjang.
56

hipersensitifitas imun b. Pantau saturasi o2


sistemik terhadap dengan oksimetri
antigen lingkungan nadi
tertentu. c. Pantau hasil gas
b. Keseimbangan darah
elektrolit dan asam d. Pantau status
basa; keseimbangan pernapasan dan
elektrolit dan non oksigenasi sesuai
elektrolit dalam kebutuhan
kompartemen intrasel e. Pantau adanya
dan ekstrasel tubuh edema perifer,
c. Respon ventilasi distensi vena
mekanis: orang jugularis dan
dewasa; pertukaran bunyijantung s3
alveolar dan perfusi dan s4
jaringan yang f. Pantau alat fungsi
disokong oleh pacu jantung
ventilasi mekanis 2. Terapeutik
d. Status pernapasan: e. Auskultasi suara
pertukaran gas; napas, tandai
pertukaran o2 dan co2 area penurunan
di alveoli untuk atau hilangnya
mempertahankan ventilasi dan
konsentrasi gas darah adanya bunyi
e. Status pernapasan: tambahan
ventilasi; pergerakan f. Auskultasi bunyi
udara yang masuk dan jantung
keluar ke dan dari g. Berikan udara
paru yang
f. Perfusi jaringan paru; dilembabkan atau
keadekuatan aliran oksigen
darah melewati 3. Edukasi
57

vaskular paru yang e. Ajarkan kepada


utuh untuk perfusi pasien teknik
unit alveoli-kapiler bernapas dan
g. TTV dalam batas relaksasi
normal. f. Jelaskan pada
pasien dan
keluarga alasan
pemberian
oksigen dan
tindakan lainnya
4. Kolaborasi
a. Konsultasikan
dengan dokter
tentang
pentingnya
pemeriksaan gas
darah arteri dan
penggunaan alat
bantu yang
dianjurkan sesuai
dengan adanya
perubahan pada
kondisi pasien.
58

5. IMPLEMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN


Hari,
Diagnosa Implementasi Respon
tgl, Keperawatan Keperawatan (EvaluasiFormatif) Paraf
jam
Selasa, DX I Melakukan pengkajian DS :
22 nyeri secara - Pasien
Maret komperhensif mengatakan nyeri
2022 termasuk lokasi, pada bagian dada
Jam karakteristik, durasi, menjalar hingga
10.20 frekuensi, kualitas, kepunggung
dan faktor presipitasi - Pasien
mengatakan nyeri
pada saat
beraktivitas dan
beristirahat
DO :
- Pasien terlihat
merasa kesakitan
- Pasien terlihat
memegang
dadanya
- Skala nyeri 7

10.25 DX I Memonitor TTV DS :


- Pasien bersedia
dilakukan
pemeriksaan tanda
– tanda vital
DO :
- TTV
TD : 110/70mmHg
59

N : 102x/mnt
RR : 30x/mnt
SPO2 : 90%
S : 37,5℃
CRT : 2 detik

11.00 DX 1 Mengajarkan keluaga DS :


pasien tentang teknik - Pasien
non farmakologi mengatakan
mengerti dan mau
melakukannya
DO :
- Pasien terlihat
nampak kesakitan
saat bergerak

11.20 DX I Memberikan analgetik DS :


untuk mengurangi - Pasien bersedia
nyeri dan pemilihan untuk diberikan
rute pemberian secara analgetik dan
IV, IM untuk pemberian obat
pengobatan nyeri melalui IV
secara teratur DO :
- Obat masuk
kedalam tubuh
- Reaksi alergi tidak
ada
- Pasien
mendapatkan obat
Ceptriaxone
60

11.30 DX 2 Memantau saturasi O2 DS :


dengan oksimetri nadi - Pasien
mengatakan
nafasnya berat
- Pasien
mengatakan sulit
bernafas
DO :
- Pasien nampak
pucat dan lemah
- SPO2 pasien 90%

11.50 DX 2 Memantau adanya DS : -


edema perifer, distensi DO :
vena jugularis dan - Tedapat edema
bunyi jantung S3 dan paru
S4 - Suara nafas tidak
teratur
- Adanya suara
nafas Ronchi

12.20 DX 2 Mengajarkan kepada DS :


pasien teknik bernapas - Pasien
dan relaksasi mengatakan
mengerti dan mau
melakukannya
DO :
- Pasien masih
lemah
- Pasien masih
kesulitan saat
61

bernafas

12.40 DX 2 Memantau alat fungsi DS :


pacu jantung - Pasien
mengatakan
bersedia untuk
melakukan
pemeriksaan alat
pacu jantung
DO :
- Pasien nampak
antusias

Rabu, DX 1 Mengontrol DS :
23 lingkungan yang dapat - Pasien
Maret mempengaruhi seperti mengatakan
2022 suhu ruangan, lingkungan
Jam pencahayaan dan sekitarnya bersih,
07.00 kebisingan nyaman, dan
udaranya segar
DO :
- Pasien nampak
nyaman
- Pasien nyampak
tenang

07.30 DX1,2 Memonitor keadaan DS :


umum pasien - Pasien
mengatakan nyeri
pada dadanya
berkurang
62

DO :
- Pasien terlihat
masih sedikit
pucat
- Pasien terlihat
masih sedikit
kesakitan
- Skala nyeri mulai
berkurang yaitu 4
(dari 10)
- Kesadaran pasien
Composmentis
- GCD E4V5M6
- TTV
TD : 120/70mmHg
N : 84x/mnt
RR : 24x/mnt
SPO2 : 98%
S : 37,0℃
CRT : Kurang dari 2
detik
63

6. EVALUASI SUMATIF/ CATATAN PERKEMBANGAN

Inisial Klien : Tn.D


Ruangan : Ruang UGD RSUD Kabupaten Buleleng
No. R.M : 3441

Hari, Diagnosa
Evaluasi Sumatif
tgl, keperawatan Paraf
(SOAP)
jam
Rabu, Nyeri Akut S :
- Pasien mengatakan nyeri
23 berhubungan dengan
pada dada sudah sedikit
Maret agen cedera biologis berkurang
2022 (iskemia) ditandai
O:
08.00 dengan ekspresi - Pasien terlihat sedikit
kesakitan
wajah nyeri
- Pasien masih terlihat
memegang dadanya
- Adanya nyeri tekan pada
dada
- Skala nyeri 4 (dari 10)
- GCS E4V5M6
- CRT pasien kurang dari 2
detik
- TTV
TD : 120/70mmHg
N : 84x/mnt
RR : 24x/mnt
SPO2 : 98%
S : 37,0℃

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi, dan


pantau perkembangan pasien

Gangguan pertukaran S :
- Pasien mengatakan
gas berhubungan
nafasnya sudah mulai
dengan gangguan terasa ringan
aliran darah ke
O:
64

alveoli ditandai - Pasien masih menggunakan


alat bantu pernapasan
dengan pola
- Pasien nampak tenang
pernafasan abnormal - Pasien nampak bernapas
pelan
- GCS E4V5M6
- CRT pasien kurang dari 2
detik
- TTV
TD : 120/70mmHg
N : 84x/mnt
RR : 24x/mnt
SPO2 : 98%
S : 37,0℃
A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi, dan


pantau perkembangan pasien

7. PEMBAHASAN PERBEDAAN TEORI DAN KASUS


Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatan pada Tn.D dengan
diagnosa medis infark miokard akut di Desa Tengalinggah. Pada pembahasan
ini akan diuraikan kesenjangan antara teori dan tinjauan kasus yang sudah
dijelaskan. Pembahasan perbedaan dimulai dari proses keperawatan,
pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi.
Pengkajian Keperawatan
Pada pengkajian teori yang sudah dijelaskan yaitu memaparkan penjelasan
data apa saja yang akan kita kaji pada pasien sedangkan pada tinjauan kasus
data yang diperoleh lebih banyak dan lengkap dari hasil pengkajian yang
dilakukan pada tanggal 22 maret 2022. Pengkajian tersebut yaitu terdiri dari
identitas, riwayat kesehatan, airway, breathing, circulation, disability, exposure,
five intervensi, give comfort, head to toe, dan inspeksi back/posterior surf ace.
Mahasiswa sedikit kesulitan untuk mengkaji pasien tersebut karena pasien
65

mengalami nyeri pada bagian dada dan merasa kesakitan. Sehingga mahasiswa
melakukan pendekatan dengan keluarga dengan menggunakan komunikasi
terapeutik untuk mendapatkan informasi tentang bagaimana pasien mengalami
serangan jantung atau infark miokard akut.
Diagnosa Keperawatan
Perbedaan diagnosa keperawatan teori dan tinjauan kasus yaitu dimana pada
teori ada 7 diagnosa yang muncul pada penyakit infark miokard akut, yaitu
nyeri akut, intoleransi aktivitas, ansietas, resiko penurunan curah jantung,
resiko tinggi terhadap perfusi jaringan, gangguan pertukaran gas, dan resiko
tinggi kelebihan volume cairan, sedangkan pada tinjauan kasus mahasiswa
menggunakan 2 prioritas masalah utama yang dapat mengajam jiwa sesuai
konsep ABCDE pada infark miokard akut yaitu nyeri akut dan gangguan
pertukaran gas.
Intervensi Keperawatan
Perencanaan pada proses keperawatan yang dijelaskan pada teori dengan
tinjauan kasus tidak ada kesenjangan, dimana perencanaan keperawatan yang
telah ditentukan pada teori dapat disesuaikan. Secara teoritis dapat digunakan
dengan sesuai dengan diagnosa keperawatan yang muncul pada saat pengkajian
Implementasi Keperawatan
Pada tahap implementasi keperawatan yaitu di teori dijelaskan tindakan apa
saja yang dapat dilakukan untuk mengatasi pasien dengan penyakit infark
miokard akut (IMA) sedangankan pada tinjauan kasus dari beberapa tindakan
yang dilakukan terdapat data subjektif dan objektif yang kita peroleh sesuai
dengan kondisi pasien. Seperti memonitor TTV pasien, maka mahasiswa akan
mendapatkan data objektif dari pasien tersebut, ataupun dari hasil implementasi
lain yang dilakukan dan pasien akan merespon. Pada pasien infark miokard akut
pasien dapat memberikan respon terkait dengan kondisi yang dialami walaupun
pada pasien infark miokard akut kondisi yang dialami pasien lemah.
Evaluasi Keperawatan
Tahap proses keperawatan yang terakhir yaitu evaluasi dimana evaluasi
digunakan untuk mengukur proses keperawatan apakah masalah keperawatan
yang dilakukan sudah teratasi atau belum dengan kembali mengecek sejauh
66

mana perkembangan pasien dengan melakukan evaluasi sumatif, pada kasus


infark miokard akut evaluasi yang di dapat yaitu data subjektif dengan
mengatahui apakah skala nyeri pasien sudah berkurang dan pernafasan kembali
membaik atau normal, sedangkan data objektif dapat kita lakukan dengan
melakukan pengecekan ulang pada pasien, jika masalah belum teratasi maka
dapat melanjutkan intervensi yang sudah ditetapkan.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Infark Miokard Akut adalah suatu nekrosis miokardium yang diakibatkan
oleh ketidakadekuatan pasokan darah akibat dari sumbatan akut pada arteri
koroner. insiden IMA pada usia lansia 8 kali lebih tinggi dibandingkan dengan
usia dewasa. Penyebab yang paling mendasari dari IMA adalah penyakit arteri
koroner aterosklerosis, yang menyebabkan obstruksi progresif dari arteri di
jantung. Adapun faktor resiko yang mempengaruhi perkembangan penyakit
koroner adalah riwayat keluarga, diet, kurang olahraga, peningkatan LDL,
penurunan HDL, merokok, hipertensi dan diabetes melitus.
Tanda serta gejala yang berasal dari Infark Miokard Akut pada setiap
penderitanya tidak sama, secara luas banyak kejadian serangan jantung yang
timbulnya lambat dengan tanda dan gejala seperti nyeri ringan dan perasaan
tidak nyaman, bahkan untuk Sebagian orang yang yang mengalami IMA tidak
menimbulkan gejala sama sekali atau biasa dikenal dengan Silent Heart
Attack. Pemeriksaan fisik pasien terdiri atas keadaan umum dan B1- B6. Pada
pemeriksaan keadaan umum pasien IMA biasanya didapatkan kesadaran baik
atau compos mentis dan akan berubah sesuai tingkat gangguan yang
melibatkan perfusi sistem saraf pusat.
Terapi Reperfusi Tujuan penanganan IMA adalah untuk mengembalikan
perfusi arteria coroner sesegera mungkin. Pada kasus NSTEMI, terapi
reperfusi dapat ditunda sesuai dengan stratifikasi risiko. Sedangkan pada kasus
STEMI dengan onset ≤12 jam, terapi reperfusi secara mekanik atau
farmakologis harus dilakukan secepatnya. Terapi antitrombotik, selain aspirin,
merupakan tata laksana adjunctive untuk pasien IMA. Terapi antitrombotik
terdiri dari antiplatelet oral atau intravena, juga dapat diberikan antikoagulan
intravena.

67
68

4.2 Saran
Berkaitan dengan manfaat yang dijelaskan di atas maka kami dapat
menyimpulkan saran yaitu sebagai berikut:
4.2.1 Untuk Penulis
Kami selaku penulis menyarankan perlu adanya penambahan
wawasan atau pengetahuan terkait dengan Asuhan Keperawatan Infark
Miokard Akut (IMA). Selain itu perlu adanya penelitian yang lebih
lanjut tentang Asuhan Keperawatan Infark Miokard Akut (IMA) , agar
nantinya bisa berguna bagi banyak orang atau insan.
4.2.2 Untuk Pembaca/Masyarakat
Dengan ini kami menyarankan kepada pembaca khususnya perawat
agar bisa menerapkan bagaimana cara memberikan penanganan pada
Infark Miokard Akut (IMA) , dan kami menyarankan kepada pembaca
agar dapat memahami cara memberikan penanganan pada pasien Infark
Miokard Akut (IMA) .
4.2.3 Untuk Instansi
Berkaitan dengan penulisan makalah ini kami sangat membutuhkan
atau sangat perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang penulisan
makalah ini agar bisa lebih baik lagi dan bisa menjadi panutan bagi
orang banyak nantinya. Dan dapat memahami memahami Asuhan
Keperawatan Infark Miokard Akut (IMA) dan dapat menjadi acuan bagi
perawat sehingga tercipta asuhan pelayanan kesehatan yang baik.
DAFTAR PUSTAKA

Fitriana, S. D. (2018). Penerapan Mobilisasi Dini Pada Pasien Pasca Infark


Miokard Akut (IMA) Dengan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas Di
Rsud Wates Yogyakarta. Karya Tulis Ilmiah, 1(1), 1–12.
Muhammad, G. (2019). Gambaran Faktor Resiko Infark Miokard Akut.
Universitas Diponegoro, 000, 7–22.
PRATIWI, B. R. A. (2020). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Tn.M
Denga Diagnosa Medis Infark Miokard Akut Di Ruangan ICCU RSUD
Provinsi NTB.
Pratiwi, S. I. (2018). Penerapan Range Of Motion (ROM) dalam Mempertahankan
Kestabilan Vital Sign Pada Pasien Infark Miokard Akut di Ruang ICU RS
Siti Khodijah Muhammadiyah Cabang Sepanjang. (Doctoral Dissertation,
Universitas Muhammadiyah Surabaya). http://repository.um-
surabaya.ac.id/id/eprint/3338
Tyas, A. A. (2019). Makalah Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Infark
Miokard Akut.
WADU ERE, Y. (2019). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Tn. MNM
Dengan ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) Di Ruangan ICCU RSUD Prof.
Dr. WZ Johannes Kupang. (Doctoral Dissertation, Poltekkes Kemenkes
Kupang). http://repository.poltekeskupang.ac.id/id/eprint/1824

Anda mungkin juga menyukai