Anda di halaman 1dari 22

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang mendorong

lancarnya proses penyelesaian makalah kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia dalam rangka

melengkapi tugas pada mata kuliah Bahasa Indonesia dengan dosen pengampu Bapak Khairil

Anwar,S.Pd.,M.Pd. Makalah ini menjelaskan tentang kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.

Melalui makalah ini, kami berharap substansi di dalam makalah ini dapat membantu

pembaca, utamanya civitas akademika Universitas Lambung Mangkurat Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan untuk dapat lebih memahami dan mengilhami betapa esensial dan krusial nya

kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia.

Akhirnya, tidak ada gading yang tidak retak, begitu pula dengan makalah ini. Penulis

menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh untuk sekedar dikatakan sempurna. Saran dan

kritik dari pembaca yang budiman selalu kami nantikan demi perbaikan dalam penyusunan

makalah kedepannya. Semoga makalah ini memberi manfaat bagi semua pembaca.

Banjarmasin, 20 Sepetember 2019


PENYUSUN,

KELOMPOK 6

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii

BAB 1..............................................................................................................................................1

PENDAHULUAN...........................................................................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................................................1

BAB 2..............................................................................................................................................2

PEMBAHASAN..............................................................................................................................2

A. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia............................................................................2

1. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional.........................................................................4

2. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara............................................................................9

BAB 3............................................................................................................................................18

PENUTUP.....................................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................20

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa merupakan bagian dari kehidupan masyarakat penuturnya. Bagi

masyarakat Indonesia, bahasa Indonesia mempunyai kedudukan dan fungsi di dalam

kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia. Bahasa Indonesia pertama kali

bahasa yang dibicarakan adalah bahasa Melayu sebagai sumber bahasa Indonesia

yang kita pergunakan sampai sekarang. Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang

dari bahasa Melayu, yang sejak dulu sudah dipakai sebagai bahasa perantara (Lingua

Franca), bukan saja di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir diseluruh Asia

Tenggara. Pertanyaan yang mungkin timbul adalah kapan sebenarnya bahasa Melayu

mulai digunakan sebagai alat komunikasi. Berbagai batu bertulis (prasasti) kuno yang

ditemukan, seperti (1) Prasasti Kedudukan Bukit di Palembang, tahun 683, (2)

Prasasti Talang Tuo di Palembang, tahun 684, (3) Prasasti Kota Kapur di Bangka

Barat, tahun 686, dan (4) Prasasti Karang Brahi, Bangko, Kabupaten Merangi, Jambi,

tahun 686 yang bertulis Pra-Negari dan bahasanya bahasa Melayu Kuno, memberi

petunjuk kepada kita bahwa bahasa Melayu dalam bentuk bahasa Melayu kuno sudah

dipakai sebagai alat komunikasi pada zaman Sriwijaya (Halim, 197; 6-7). Prasasti

yang juga di tulis di dalam bahasa Melayu Kuno terdapat di Jawa Tengah (Prasasti

Gandasuli, tahun 832) dan di Bogor (Prasasti Bogor, tahun 942). Kedua prasasti di

Pulau Jawa itu diperkuat pula dugaan kita bahwa bahasa Melayu Kuno pada waktu itu

tidak saja dipakai di Pulau Sumatera tetapi juga dipakai di Pulau Jawa.

1
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia

Kedudukan bahasa adalah status relatif bahasa sebagai sistem lambang nilai

budaya yang dirumuskan atas dasar nilai sosial yang dikaitkan dengan bahasa yang

bersangkutan, sedangkan fungsi bahasa adalah nilai pemakaian atau peranan bahasa

yang bersangkutan (Halim, 1980; Alwi dan dan Sugono, 2003).

Status dan nilai selalu ada dalam kehidupan sehari-hari. Karena bahasa tidak

dapat dipisahkan dengan kehidupan, status, dan nilai itu pun selalu melekat padanya.

Dengan demikian, pemakai bahasa akan memperlakukan bahasa sesuai dengan

“label” (status dan nilai) yang disandangnya. Kejelasan “label” yang diberikan akan

mempengaruhi masa depannya; dan masyarakat dwibahasawan akan memilah-milah

sikap dan pemakaian bahasa-bahasa yang digunakannya, tidak memakai secara

sembarangan, tergantung pada situasi yang dihadapi. Dengan begitu, perkembangan

bahasa itu akan terarah. Demikian juga halnya dengan Bahasa Indonesia.

Rumusan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia diperlukan karena

perumusan itu memungkinkan penutur bahasa Indonesia mengadakan pembedaan

antara kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia pada satu pihak serta kedudukan dan

fungsi bahasa-bahasa lain (bahasa daerah dan bahasa asing yang digunakan di

Indonesia) pada pihak lain. Kekaburan pembedaan kedudukan dan fungsi bahasa

Indonesia dengan kedudukan dan fungsi bahasa-bahasa lain itu tidak saja akan

2
merugikan bagi pengembangan dan pembakuan bahasa Indonesia, tetapi juga dapat

menyebabkan terjadinya kekacauan dalam cara berpikir para penutur (terutama

penutur pemula) yang dwibahasawan.

Akibat yang mungkin ditimbulkan oleh kekaburan pembedaan kedudukan dan

fungsi itu adalah mengalirnya unsur-unsur bahasa yang pada dasarnya tidak

diperlukan dari bahasa yang satu ke bahasa yang lain. Demikianlah, terjadinya

pembanjiran bahasa Indonesia oleh unsur-unsur yang tidak diperlukan oleh bahasa-

bahasa lain (baca:asing), terutama bahasa Inggris. Dengan mengalirnya unsur-unsur

bahasa dari bahasa-bahasa lain ke dalam bahasa Indonesia, pembakuan bahasa

Indonesia menjadi jauh lebih sulit daripada yang semestinya. Pembedaan kedudukan

dan fungsi bahasa memungkinkan mengatur masuknya unsur-unsur baru dari bahasa-

bahasa lain itu sedemikian rupa sehingga hanya unsur-unsur yang benar-benar

dibutuhkan bagi pemerkayaan bahasa Indonesia sajalah yang diterima. Meniadakan

sama sekali masuknya unsur-unsur bahasa lain ke dalam bahasa Indonesia tentu tidak

mungkin dilakukan karena adalah suatu kenyataan bahwa apabila dua bahasa atau

lebih dipergunakan dalam masyarakat yang sama, terjadilah kontak bahasa yang mau

tidak mau mengakibatkan terjadinya hubungan timbal balik yang saling

memengaruhi.

Dengan demikian, yang perlu dilakukan adalah pengaturan hubungan timbal

balik itu sedemikian rupa sehingga tidak perlu terjadi kepincangan dalam

pengembangan bahasa-bahasa yang bersangkutan, dan setiap bahasa tetap

mempertahankan identitasnya masing-masing. Selain itu, masuknya unsur-unsur

3
bahasa lain ke dalam bahasa Indonesia tidak perlu dihindarkan sama sekali, asalkan

saja pemasukannya sesuai dengan keperluan dalam upaya mengembangkan dan

membakukan bahasa Indonesia. Dengan kata lain, bahasa Indonesia sebagai bahasa

modern hendaklah bersifat terbuka, dengan pengertian memberikan tempat bagi

unsur-unsur bahasa lain yang diperlukannya, yang apabila perlu dipungut dari bahasa-

bahasa lain melalui penyerasian dengan sistem bahasa Indonesia itu sendiri, dan pada

saat yang sama, tetap mempertahankan identitasnya. Untuk hal itulah, perlu

dirumuskan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia itu dengan secermat-cermatnya.

Bahasa Indonesia menyandang dua kedudukan akan di bahas pada subbab

berikut ini, yaitu sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa negara.

1. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional

Kedudukan sebagai bahasa nasional ini disandang oleh bahasa Indonesia sejak

dicetuskannya Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Sebagaimana diketahui, isi

bagian ketiga sumpah itu berkenaan dengan menjunjung bahasa persatuan, bahasa

Indonesia. Istilah Indonesia yang dicantumkan di belakang kata bahasa pada sumpah

itu jelas-jelas berkonotasi politik, sejalan dengan cita-cita kaum pergerakan bangsa

Indonesia pada masa itu. Sesungguhnya, yang dimaksud sebagai bahasa Indonesia

pada saat itu tidak lain daripada bahasa Melayu. Muncul pertanyaan, Mengapa bahasa

Melayu yang diangkat menjadi bahasa persatuan (nasional)? Mengapa bukan bahasa

Jawa, misalnya, yang jumlah pendukungnya meliputi hampir separuh jumlah

penduduk Indonesia? Atau, mengapa bukan bahasa Sunda dan atau yang lainnya?

Berkaitan dengan pertanyaan itu, sekalipun dalam format yang berbeda-beda Slamet

4
Mulyana (1965), S. Suharianto (1981), J. S. Badudu (1993), dan Anton M. Moeliono

(2000) mengemukakan adanya empat faktor yang menjadi penyebabnya, yaitu faktor

historis (Kesejarahan, bahasa Melayu sebagai lingua franca), faktor psikologis

(semangat mengutamakan kepentingan bersama), faktor demokratisasi

(kesederhanaan) bahasa, dan faktor reseptif (kemudahan bahasa menerima pengaruh

untuk pengembangannya).

Perbedaan antara bahasa Melayu pada 27 Oktober 1928 dan bahasa Indonesia

pada 28 Oktober 1928? Dari segi wujud, baik struktur, sistem maupun kosakatanya,

jelas tidak ada, kerangkanya tetap sama. Yang berbeda adalah semangat dan jiwa

barunya. Sebelum peristiwa Sumpah Pemuda, semangat dan jiwa bahasa Melayu

masih bersifat kedaerahan atau kemelayuan. Akan tetapi, pada saat (dan setelah)

Sumpah Pemuda, semangat dan jiwa yang tadinya kedaerahan itu sudah menjadi

bersifat nasional atau berjiwa keindonesiaan. Pada saat itulah, bahasa Melayu yang

berjiwa dan bersemangat baru diganti dengan nama bahasa Indonesia.

Hasil perumusan Seminar Bahasa Nasional (Jakarta, 25 – 28 Februari 1975),

yang kemudian dikukuhkan dalam Seminar Politik Bahasa (Cisarua, Bogor, 8 – 12

November 1999), antara lain menegaskan bahwa dalam kedudukannya sebagai

bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) lambang kebanggan nasional,

(2) lambang identitas nasional, (3) alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda-

beda latar belakang sosial, budaya, dan bahasanya, dan (4) alat perhubungan

antarbudaya dan daerah.

5
Lambang kebanggan nasional, bahasa Indonesia mencerminkan sekaligus

memancarkan nilai-nilai sosial budaya luhur bangsa Indonesia. Dengan keluhuran

nilai sosial budaya yang dicerminkan bahasa Indonesia, bangsa Indonesia harus

menjunjungnya, memelihara, mengembangkan, dan mempertahankannya. Kebanggan

memakainya senantiasa harus ditumbuhkembangkan dalam diri setiap insan

Indonesia. Sebagai realisasi kebanggan itu, bangsa Indonesia harus menggunakannya

tanpa rasa rendah diri, tanpa rasa malu, dan tanpa rasa acuh tak acuh.

Lambang identitas nasional, bahasa Indonesia merupakan lambang bangsa

Indonesia. Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dibuktikan dengan

digunakannya Bahasa Indonesia dalam bulir-bulir sumpah pemuda. Yang bunyinya

sebagai berikut:

Kami poetera dan poeteri Indonesia mengakoe bertumpah darah satoe, Tanah Air

Indonesia.

Kami poetera dan poeteri Indonesia mengakoe berbangsa satoe, Bangsa Indonesia.

Kami poetera dan poeteri Indonesia mendjoengdjoeng bahasa persatoean, Bahasa

Indonesia.

Bahasa Indonesia dikatakan sebagai identitas nasional berarti bahasa

Indonesia dapat mengetahui identitas kewarganegaraan seseorang dan juga dapat

membedakkan masyarakat antar negara lain, yang bisa dilihat dari karakter,

kepribadian, dan watak sebagai Bahasa Indonesia. Titik kepribadian tersebut harus

diwujudkan dan dijaga jangan sampai kepribadian tersebut luntur.

6
Dalam hal ini, bahasa Indonesia dapat dikatakan memiliki kedudukan yang

setara dan serasi dengan lambang kebangsaan yang lain, seperti bendera merah putih,

garuda pancasila, dan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Ini berarti, dengan bahasa

Indonesia, bangsa Indonesia menyatakan jati dirinya, menyatakan sifat, perangai, dan

wataknya sebagai bangsa Indonesia. "Bahasa menunjukkan bangsa", kata pepatah.

Melalui bahasa Indonesia, bangsa Indonesia menyatakan kepribadian dan harga

dirinya. Karena fungsinya yang demikian itu, bangsa Indonesia harus menjaganya;

jangan sampai ciri kepribadian bangsa Indonesia tidak tercermin di dalamnya; jangan

sampai bahasa Indonesia tidak menunjukkan gambaran bangsa Indonesia yang

sebenarnya. Implikasinya adalah bahwa bahasa Indonesia harus memiliki identitasnya

sendiri. Identitas itu baru bisa dimiliki hanya jika masyarakat pemilik dan

pemakainya membina dan mengembangkannya sedemikian rupa sehingga ia bersih

dari unsur-unsur bahasa lain, terutama bahasa asing (seperti bahasa Inggris) yang

tidak benar-benar dibutuhkan.

Fungsi bahasa Indonesia sebagai lambang kebanggaan dan identitas nasional

berkaitan erat dengan fungsinya yang ketiga, yaitu sebagai alat yang memungkinkan

terlaksananya penyatuan berbagai suku bangsa yang mempunyai latar belakang

sosial, budaya, dan bahasa daerah yang berbeda-beda ke dalam satu kesatuan

kebangsaan yang bulat, bersatu dalam cita-cita, dan rasa nasib yang sama. Dalam

hubungan dengan hal ini, bahasa Indonesia memungkinkan berbagai suku bangsa itu

mencapai keserasian hidup sebagai bangsa yang bersatu dengan tidak perlu

meninggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan kepada nilai-nilai sosial, budaya, dan

7
latar belakang bahasa daerah yang bersangkutan. Malahan lebih daripada itu, dengan

bahasa nasional itu, bangsa Indonesia dapat meletakkan kepentingan nasional jauh di

atas kepentingan daerah dan golongan.

Latar belakang sosial budaya dan latar belakang bahasa daerah yang berbeda-

beda itu tidak pula menghambat adanya perhubungan antardaerah dan antarbudaya.

Berkat adanya bahasa nasional, mereka (masyarakat yang berbeda-beda latar

belakang etnis, budaya, dan bahasa daerah) dapat berhubungan satu sama lain

sedemikian rupa sehingga kesalahpahaman sebagai akibat perbedaan latar belakang

itu tidak perlu dikhawatirkan. Setiap orang dapat bepergian dari pelosok yang satu ke

pelosok yang lain di tanah air ini dengan hanya memanfaatkan bahasa Indonesia

sebagai satu-satunya alat komunikasi. Kenyataan ini dan meningkatnya

penyebarluasan pemakaian bahasa Indonesia dalam fungsinya sebagai alat

perhubungan antardaerah dan antarbudaya telah dimungkinkan pula oleh peningkatan

sarana perhubungan darat, laut dan udara; oleh bertambah luasnya penggunaan sarana

komunikasi massa, seperti radio, televisi, internet, surat kabar dan majalah; oleh

peningkatan arus perpindahan penduduk, baik dalam bentuk perantauan perseorangan

maupun dalam bentuk transmigrasi yang berencana; oleh peningkatan jumlah

perkawinan antarsuku; serta oleh pemindahan pejabat-pejabat negara, baik sipil

maupun militer dari satu daerah ke daerah lain.

Sejalan dengan fungsinya sebagai alat perhubungan antardaerah dan

antarbudaya, bahasa Indonesia telah berhasil pula melaksanakan fungsinya sebagai

alat pengungkapan perasaan. Jika pada awalnya ada yang merasa bahwa bahasa

8
Indonesia belum sanggup mengungkapkan nuansa perasaan yang halus-halus, kini

tersaji kenyataan bahwa seni sastra dan drama - baik yang dituliskan maupun yang

dilisankan serta dunia perfilman dan sinematografi elektronik (sinetron) telah pula

berkembang sedemikian rupa sehingga nuansa perasaan yang betapa pun halusnya

dapat diungkapkan dengan memakai bahasa Indonesia. Kenyataan ini tentulah

menambah tebalnya rasa bangga insan Indonesia akan kemampuan bahasa

nasionalnya.

2. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara

Sejalan dengan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus

1945 dan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, ditetapkan pulalah bahasa

Indonesia sebagai bahasa negara. Hal itu dinyatakan dalam UUD 1945, bab XV, pasal

36. Pemilihan sebuah bahasa sebagai bahasa negara bukanlah pekerjaan yang mudah.

Banyak hal yang harus dipertimbangkan. Salah timbang akan berakibat bagi tidak

stabilnya negara.

Hal-hal yang merupakan penentu keberhasilan pemilihan suatu bahasa

menjadi bahasa negara, antara lain (1) bahasa tersebut dikenal dan dikuasai oleh

sebagian besar penduduk negara itu, (2) secara geografis, bahasa tersebut lebih

menyeluruh persebarannya, dan (3) bahasa tersebut diterima oleh seluruh penduduk

negara itu. Faktor-faktor tersebut terutama butir ketiga, tidak ada di negara Malaysia,

Singapura, Filipina, dan India. Masyarakat multilingual di negara-negara itu saling

ingin mencalonkan bahasa kelompoknya sendiri sebagai bahasa negara. Mereka

saling menolak untuk menerima bahasa kelompok lain sebagai bahasa resmi

9
negaranya. Tidak demikian halnya dengan negara Indonesia. Ketiga faktor penentu

itu sudah dimiliki bahasa Indonesia sejak tahun 1928; bahkan sebelumnya, bahasa

Indonesia sudah menjalankan fungsinya sebagai bahasa nasional, bahasa pemersatu

bangsa Indonesia. Dengan demikian, hal yang dianggap berat bagi Negara-negara

lain, bagi Indonesia bukanlah persoalan. Oleh sebab itu, bangsa Indonesia patut

bersyukur kepada Tuhan atas anugerah yang besar ini.

Hasil seminar Politik Bahasa Nasional (Jakarta, 2 – 28 Februari 1975) yang

disempurnakan dengan hasil seminar Politik Bahasa (Cisarua, Bogor, 8 – 12

November 1999) merumuskan bahwa dalam kedudukannya sebagai bahasa negara,

bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) bahasa resmi kenegaraan, (2) bahasa

pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan, (3) bahasa resmi di dalam

perhubungan pada tingkat nasional, (4) bahasa resmi untuk pengembangan

kebudayaan nasional, (5) sarana dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan

ilmu pengetahuan serta teknologi modern, (6) bahasa media massa, (7) pendukung

sastra Indonesia, dan (8) pemerkaya bahasa dan sastra daerah. Kedelapan fungsi itu

harus dilaksanakan, sebab minimal delapan fungsi itulah memang sebagai ciri

penanda bahwa suatu bahasa dapat dikatakan berkedudukan sebagai bahasa Negara

(Alwi dan Sugiono, 2003).

Fungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa Indonesia dipergunakan

dalam segala upacara, peristiwa dan kegiatan kenegaraan, baik secara lisan maupun

tertulis. Dokumen-dokumen, keputusan-keputusan, dan surat-menyurat yang

dikeluarkan oleh pemerintah dan badan-badan kenegaraan lainnya, seperti DPR,

10
MPR, DPD, MA, BPK, dan Setneg ditulis dalam bahasa Indonesia. Pidato-pidato,

terutama pidato kenegaraan, ditulis dan diucapkan dalam bahasa Indonesia. Hanya

dalam keadaan tertentu, demi keperluan komunikasi antarbangsa, kadang-kadang

pidato resmi kenegaraan ditulis dan diucapkan dalam bahasa asing, terutama bahasa

Inggris. Begitu pula hanya dengan pemakaian bahasa Indonesia oleh warga negara

Indonesia dalam hubungan dengan upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan.

Dengan perkataan lain, komunikasi timbal balik antara pemerintah dan masyarakat

berlangsung dengan mempergunakan bahasa Indonesia.

Untuk melaksanakan fungsinya sebagai bahasa resmi kenegaraan dengan

sebaik-baiknya, pemakaian bahasa Indonesia dalam pelaksanaan administrasi

pemerintahan perlu senantiasa dibina dan dikembangkan; penguasaan bahasa

Indonesia perlu dijadikan salah satu faktor yang menentukan dalam pengembangan

ketenagaan, seperti penerimaan karyawan baru, kenaikan pangkat (baik sipil maupun

militer); dan pemberian tugas-tugas khusus, baik di dalam maupun di luar negeri. Di

samping itu, mutu kebahasaan siaran radio dan televisi perlu pula senantiasa dibina

dan ditingkatkan.

Sebagai bahasa resmi, bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar

pada lembaga-lembaga pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan

perguruan tinggi. Hanya saja, untuk kepraktisan, beberapa lembaga pendidikan

rendah yang anak didiknya hanya menguasai bahasa ibunya (bahasa daerah),

mempergunakan bahasa pengantar bahasa daerah anak didik yang bersangkutan. Hal

ini dapat dilakukan sampai dengan kelas tiga di sekolah dasar.

11
Sebagai konsekuensi penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar

di lembaga pendidikan tersebut, materi pelajaran yang berbentuk media cetak

hendaknya juga berbahasa Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan

menerjemahkannya dari buku-buku yang berbahasa asing atau menyusunnya sendiri.

Jika hal itu dilakukan, tentulah akan sangat membantu peningkatan perkembangan

bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu.

Fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam dunia pendidikan

berhubungan erat dengan fungsinya sebagai alat perhubungan pada tingkat nasional

untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional dan untuk

kepentingan pelaksanaan pemerintahan. Dalam hubungan dengan fungsi ini, bahasa

Indonesia dipakai bukan saja sebagai alat komunikasi timbal-balik antara pemerintah

dan masyarakat luas, bukan saja sebagai alat perhubungan antardaerah dan antarsuku,

melainkan juga sebagai alat perhubungan intradaerah dan intrasuku; dengan

perkataan lain sebagai alat perhubungan dalam masyarakat yang sama latar sosial

budaya dan bahasanya. Dari sudut sosiolinguistik, dapat diketahui bahwa salah satu

faktor dalam pemilihan suatu bahasa yang digunakan oleh masyarakat yang mengenal

pemakaian dua bahasa atau lebih adalah pokok persoalan yang diperkatakan. Jadi,

apabila pokok persoalan yang diperkatakan itu adalah masalah yang menyangkut

masalah tingkat nasional, bukan tingkat daerah, ada kecenderungan untuk digunakan

bahasa nasional, bukan bahasa daerah, apalagi di antara orang-orang yang

bersangkutan terdapat jarak sosial yang cukup besar.

12
Hubungan dengan fungsinya sebagai alat pengembangan kebudayaan

nasional, ilmu pengetahuan, dan teknologi, bahasa Indonesia terasa sekali

manfaatnya. Kebudayaan nasional yang beragam karena berasal dari masyarakat yang

beragam pula, tidaklah mungkin dapat disebarluaskan dan dinikmati oleh masyarakat

Indonesia dengan bahasa lain selain bahasa Indonesia. Apakah mungkin guru tari Bali

mengajarkan menari Bali kepada orang Sunda, Aceh, dan Bugis dengan bahasa Bali?

Tentulah tidak mungkin. Hal demikian juga berlaku dalam penyebarluasan ilmu dan

teknologi modern. Agar jangkauan pemakaiannya lebih luas, penyebaran ilmu dan

teknologi itu, baik yang melalui buku-buku pelajaran, buku-buku populer, majalah-

majalah ilmiah maupun media cetak lain, hendaknya menggunakan bahasa Indonesia.

Dengan demikian, masyarakat bangsa Indonesia tidak perlu bergantung sepenuhnya

pada bahasa-bahasa asing dalam usahanya untuk mengikuti perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi modern serta untuk ikut serta dalam usaha

pengembangannya. Pelaksanaan ini memiliki hubungan timbal balik dengan

fungsinya sebagai bahasa ilmu yang dirintis lewat lembaga-lembaga pendidikan,

khususnya melalui perguruan tinggi.

Bahasa Indonesia merupakan satu-satunya alat yang memungkinkan masyarakat

Indonesia membina dan mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian rupa

sehingga kebudayaan itu memiliki identitasnya sendiri yang membedakannya dari

kebudayaan daerah. Pada waktu yang sama, bahasa Indonesia digunakan sebagai alat

untuk menyatakan nilai-nilai sosial budaya nasional Indonesia.

13
Media masa memiliki peran yang penting, bahkan berkewajiban untuk turut serta

membina bahasa Indonesia. Tidak bisa dipungkiri bahwa persebaran bahasa

Indonesia dewasa ini sudah sampai ke pelosok-pelosok desa karena bantuan

perkembangan teknologi informasi, khususnya di bidang komunikasi, seperti radio,

televisi, koran, dan majalah. Sebagaimana diketahui, misi media massa adalah

memberikan pendidikan, penerangan (informasi), dan hiburan. Dalam hal inilah,

peran media massa sangat penting bagi pembinaan (dan pengembangan) bahasa

Indonesia. Media massa memperkenalkan bahasa Indonesia pada masyarakat luas.

Implikasinya adalah bahwa dunia massa dituntut memiliki sikap positif dalam

menggunakan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia dalam media massa diharapkan

dapat menjadi panutan (contoh, model) oleh penutur dalam hal penggunaan bahasa

Indonesia yang baik dan benar. Pemakaian bahasa di media massa (radio dan televisi)

di negara-negara maju memiliki standar. Sekalipun yang digunakan berupa bahasa

tutur, ia masih dalam standar kaidah bahasa yang benar (Tobing, 2000). Pelaksanaan

fungsinya sebagai bahasa media massa senantiasa berkaitan erat dengan pelaksanaan

dengan fungsi-fungsi yang lain, baik dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional

maupun bahasa negara. Sebab segala sesuatu yang merupakan pelaksanaan fungsi

bahasa Indonesia tersebut dapat diimplementasikan melalui media massa. Dalam hal

ini, bahasa Indonesia harus mampu menunjukkan kestabilan dan kedinamisannya

serta mampu menjaga indentitasya.

Bahasa merupakan media sosial primer sastra. Tidak ada sastra tanpa bahasa.

Karena menggunakan bahasa sastra menjadi lebih komunikatif dari pada karya-karya

14
seni yang lain. Demikian halnya dukungan bahasa Indonesia terhadap sastra

Indonesia. Dengan bahasa Indonesia, sastra Indonesia diciptakan; dengan bahasa

Indonesia, sastra Indonesia disebarluaskan; dengan bahasa Indonesia pula, satra

Indonesia mengejawantahkan fungsi dan perannya sebagai sarana pendidikan

humaniora bagi masyarakat bangsanya. Dalam perjalanan yang panjang, satra

akhirnya tidak selalu menerima khazanah kata dan nilai dan bahasa; pada jenjang

tertentu, sastra juga bisa memberikan jasa terhadap ibu yang melahirkannya.

Terhadap bahasa daerah dan sastra daerah, bahsa Indonesia juga memberikan

dukungannya. Dengan bahasa daerah, bahasa Indonesia dapat saling memberi dan

menerima. Pengembangan bahasa Indonesia banyak didukung oleh bahasa-bahsa

daerah, sebaliknya, bahasa Indonesia pun memperbanyak khazanah bahasa daerah

sebagai alat komunikasi antarkeluarga dan antaranggota masyrakat daerah yang

bersangkutan.Oleh karena sastra daerah didukung oleh sastra daerah, termasuk bahasa

daerah yang telah diperkaya bahasa Indonesia, bahasa Indonesia pun dapat dikatan

memberi dukungannya terhadap sastra daerah. Disamping itu, dengan bahasa

Indonesia, sastra daerah dapat diperkenalkan kepada masyarakat yang memeiliki latar

belakang bahasa Indonesia yang berbeda-beda.

Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dengan bahasa Indonesia yang

sebagai bahasa negara itu berbeda. Jika dicermati, disamping perbedaan fungsi

sebagaimana telah dipaparkan di atas, ada juga perbedaan dari segi wujud dan proses

terbentuknya.

15
Dari segi wujudnya, dapat dibedakan antara bahasa Indonesia yang dibedakan

dalam pidato-pidato kampanye (pembangunan pilitik, ekonomi, sosial, dan

kebudayaan oleh pejabat negara atau pun oleh pemimpin organisasi sosial politik) dan

bahasa Indonesia dalam dokumen-dokumen resmi, surat-surat dianas atau resmi,

peraturan –peraturan pemerintah, dan surat-surat keputusan. Setidaknya, perbedaan

itu tampak pada penggunaan istilah dan perbendaharaan katanya. Hal itu disebabkan

oleh bidang lapangan pembicaraan yang berbeda-beda. Dalam lapangan politik,

dibutuhkan kosakata tertentu yang berbeda dengan kosakata yang digunakan dalam

bidang lapangan administrasi. Begitu pula dalam lapangan ekonomi, sosial, dan

budaya. Walaupun demikian, secara umum terdapat kesamaan, yaitu digunakannya

bahasa Indonesia yang berciri baku.

Dari segi proses terbentuknya, secara implisit, perbedaan itu terlihat dari

terbentuknya kedua kedudukan bahasa Indonesia, yakni sebagai bahasa nasional dan

sebagai bahasa Indonesia, yakni sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa negara.

Dari paparan terdahulu, kiranya dapat dipahami bahwa latar belakang timbulnya

kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan kedudukan bahasa

Indonesia sebagai bahasa negara jelas-jelas berbeda. Adanya bahasa Indonesia

sebagai bahasa nasional didorong oleh rasa persatuan bansa Indonesia pada waktu itu.

Bangsa Indonesia sadar bahwa persatuan merupakan sesuatu yang mutlak guna

mewujudkan suatu kekuatan. Untuk itu, diperlukan sarana penunjang; salah satunya

berupa sarana berupa sarana komunikasi yang disebut bahasa. Dengan berbagai

16
pertimbangan seperti telah dipaparkan di depan, ditetapkanlah bahasa Indonesia

sebagai bahasa nasional.

Berbeda halnya dengan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.

Terbentuknya dilatari oleh kondisi bahasa Indonesia itu sendiri, yang secara geografis

pemakaiannya menyebar ke hampir seluruh wilayah Indonesia dan dikuasai oleh

sebagian besar penduduknya. Di samping itu, pada saat itu bahasa Indonesia telah

disepakati oleh pemakainya sebagai bahasa pemersatu bangsa sehingga ketika

ditetapkannya sebagai bahasa negara, seluruh pemakai bahasa Indonesia yang

sekaligus sebagai penduduk Indonesia tersebut menerimanya dengan suara bulat.

Dengan memahami, menghayati, dan melaksanakan fungsi-fungsi bahasa

Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional maupun sebagai bahasa

negara, diharapkan bisa diwujudkan adanya integral nasional dan harmoni sosial di

kalangan penutur bahasa Indoneisa yang sifatnya heterogen dari segi etnis, agama,

bahasa daerah, dan latar belakang budaya daerah.

17
BAB 3

PENUTUP

A. Kesimpulan

Bahasa-bahasa yang digunakan di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi

tiga, yaitu bahasa Indonesia, bahasa-bahasa daerah, dan bahasa-bahasa asing.

Penggunaan ketiga jenis bahasa itu dapat menimbulkan masalah jika kedudukan dan

fungsinya masing-masing tidak dirumuskan secara jelas. Rumusan kedudukan dan

fungsi bahasa Indonesia diperlukan karena perumusan itu memungkinkan penutur

bahasa Indonesia mengadakan pembedaan antara kedudukan dan fungsi bahasa

Indonesia pada satu pihak serta kedudukan dan fungsi bahasa-bahasa lain (bahasa

daerah dan bahasa asing yang digunakan di Indonesia) pada pihak yang lain. Bahasa

Indonesia memiliki dua kedudukan, yaitu sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa

negara.

Dalam kedudukan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi

sebagai (a) lambang kebanggan nasional, (b) lambang identitas nasional, (c) alat

pemersatu berbagai masyarakat berbeda-beda latar belakang sosial, budaya, dan

bahasanya, dan (d) alat perhubungan antarbudaya dan antardaerah.

Dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi

sebagai (a) bahasa resmi kenegaraan, (b) bahasa pengantar resmii di lembaga-

lembaga pendidikan, (c) bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional,

(d) bahasa resmi untuk pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu

18
pengetahuan serta teknologi meodern, (f) bahasa media massa, (g) pendukung sastra

Indonesia, dan (h) pemerkaya bahasa dan sastra daerah.

Perbedaan antara bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa

Indonesia sebagai bahasa negara, di samping dapat disikapi lewat fungsinya masing-

masing juga dapat disikapi dari proses terbentuknya dan dari segi wujudnya.

B. Saran

19
DAFTAR PUSTAKA

Alwi, H., & Dendy, S. (2003). Politik Bahasa. Jakarta: Pusat Bahasa.

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. (2016). Pedoman Umum Bahasa

Indonesia. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

Rini Damayanti, T. I. (2015). Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Surabaya:

Victory Inti Cipta.

Sutrisna, I. P. (2019). Konsep dan Aplikasi Bahasa Indonesia untuk Perguruan

Tinggi. Yogyakarta: Penerbit Andi.

20

Anda mungkin juga menyukai