Iklim Kerja
Iklim Kerja
IKLIM KERJA
KELOMPOK 5
INA CHAERUNNISSA FARID
K11113327
Laporan ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang telah memberikan
terima kasih kepada para dosen pembimbing mata kuliah praktikum K3 dan
pengetahuan dan pengalaman praktikan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
Praktikan
DAFTAR ISI
1
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR.............................................................................................
DAFTAR ISI...........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..........................................................................1
B. Tujuan Praktikum......................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Iklim Kerja....................................................................8
B. Jenis Iklim Kerja.......................................................................9
C. Proses Pertukaran Panas antara Tubuh dengan Lingkungan.................13
D. Nilai Ambang Batas (NAB) Iklim Kerja.........................................15
E. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Iklim Kerja...............................19
F. Dampak Iklim Kerja.................................................................21
G. Hirarki Pengendalian Bahaya Iklim Kerja.......................................23
BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Waktu dan Lokasi Praktikum......................................................26
B. Alat dan Bahan.......................................................................26
C. Prinsip Kerja..........................................................................29
D. Prosedur Kerja........................................................................30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil....................................................................................33
B. Pembahasan...........................................................................35
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................41
B. Saran....................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan adanya perkembangan industri yang begitu pesat maka tidak dapat
positif yang dapat dirasakan adalah kondisi negara yang mengalami kemajuan
dan dapat bersaing dengan negara lain, pertumbuhan ekonomi yang terus
yang dapat dirasakan yaitu terjadinya polusi udara akibat dari asap pabrik,
kondisi lingkungan yang tercemar seperti temperatur suhu udara yang panas,
kemudahan bagi suatu proses produksi, tentunya efek samping yang tidak
dapat dielakkan adalah bertambahnya jumlah dan ragam sumber bahaya bagi
1
kesehatan yang baik merupakan potensi untuk meraih produktivitas kerja
yang baik pula. Pekerjaan yang menuntut produktivitas kerja yang tinggi
hanya dapat dilakukan oleh tenaga kerja dengan kondisi kesehatan prima.
produktif, pekerjaan harus dilakukan dengan cara kerja dan pada lingkungan
Kondisi lingkungan kerja yang tidak nyaman dapat disebabkan antara lain
oleh adanya paparan panas di lingkungan kerja. Paparan panas terjadi ketika
tubuh menyerap atau memproduksi panas lebih besar dari pada yang diterima
Lingkungan kerja yang nyaman dapat dilihat dari kondisi iklim di tempat
kerja yang sesuai. Iklim kerja di tempat kerja mempengaruhi kondisi tenaga
pada tubuh seperti meningkatnya kelelahan, efisiensi kerja fisik dan mental
2
menurun,denyut jantung dan tekanan darah meningkat, aktivitas organ-organ
atensi, mengurangi efisiensi, keluhan kaku atau kurang koordinasi otot dan
terhadap tenaga kerja bila berada pada kondisi yang ekstrim panas dan dingin
dengan kadar yang melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yang diperkenankan
ekstrim meliputi panas dan dingin yang berada di luar batas standar kesehatan
sehingga bisa terjadi dehidrasi dan gangguan kesehatan lainnya yang lebih
3
ekstrim dengan menentukan rentang toleransi terhadap temperatur lingkungan
(Suma’mur, 2009).
koloni kuman secara alamiah. Dengan demikian hubungan antara iklim kerja
dengan kejadian penyakit bisa terjadi secara langsung dan tidak langsung.
stress akibat kepanasan yang banyak menimpa bayi, orang lanjut usia dan
buruh-buruh yang melakukan pekerjaan berat secara fisik. Selain itu kenaikan
lain sebagainya.
terjadi kecelakaan kerja yang mengakibatkan korban fatal kurang lebih 6000
perhatian serius oleh pihak-pihak yang terkait dalam proses produksi (Jatim,
4
perusahaan yang telah menerapakan K3 sisanya sekitar 98% (sekitar 14.700
per tahun karena tekanan panas. Menurut Biro Statistik Tenaga Kerja
Departemen Tenaga Kerja AS, pada tahun 2003-2008 terdapat 177 kematian
dan 13.580 pekerja yang tidak masuk kerja karena paparan panas lingkungan
pada angkatan kerja sektor swasta. Selain itu sejak tahun 2001-2003 di
Jepang terdapat 483 pekerja tidak masuk kerja selama 4 hari dan sebanyak 63
pekerja meninggal dunia karena heat illness (Yoshi dan Hiroshi, 2006 dalam
Dawudi, 2015).
iklim kerja dengan produktivitas kerja pada tenaga kerja di PT. Tropica
dari alat atau mesin yang digunakan, dan ruangan atau lingkungan tempat
kerja. Pakaian atau APD (Alat Pelindung Diri) yang digunakan juga tidak
Jika tersedia alat pendingin dalam ruangan atau berupa AC (Air Condition)
yang biasanya dipasang untuk menurunkan panas yang tidak terlalu tinggi,
untuk menurunkan panas radiasi dan pemasangan AC tidak praktis dan tidak
5
Penelitian yang dilakukan oleh Iqbal, dkk (2014) tentang hubungan
tekanan panas dengan kelelahan kerja pada karyawan bagian laundry rumah
pada ruangan dengan tekanan panas yang tidak memenuhi syarat mengatakan
mengatakan tidak ada keluhan kelelahan kerja sebanyak 55,6%. Hasil analisis
panas dengan kejadian kelelahan kerja pada karyawan bagian laundry rumah
merupakan salah satu faktor lingkungan fisik yang dapat mengganggu kondisi
mengetahui tekanan panas yang ada dilingkungan kerja dengan uji coba
dua tempat yakni ruang laboratorium terpadu FKM dan di luar laboratorium
yaitu Kantin Safira, dengan menggunakan 3 (tiga) alat yaitu The WIBGET
6
B. Tujuan Praktikum
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Iklim kerja atau cuaca kerja adalah kombinasi dari suhu udara,
7
dapat mempertahankan kestabilan suhu yang ada dengan berbagai macam
Subaris (2007) menyatakan bahwa iklim kerja adalah suatu kombinasi dari
suhu kerja, kelembapan udara, kecepatan gerakan udara dan suhu radiasi pada
suatu tempat kerja. Cuaca kerja yang tidak nyaman, tidak sesuai dengan
untuk orang Indonesia adalah berkisar 24°C - 26°C dan selisih suhu didalam
dan diluar tidak boleh lebih dari 5°C. Batas kecepatan angin secara kasar
gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh
dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh dapat disebut dengan tekanan
antara suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan udara, dan panas
kering) dan suhu demikian disebut suhu kering. Kelembaban udara diukur
8
dengan menggunakan Hygrometer Lutron LM-8000A. Adapun suhu dan
Kecepatan aliran udara yang besar dapat diukur dengan suatu Anemometer
Tempat kerja yang nyaman merupakan salah satu faktor penunjang gairah
dan keselamatan kerja, lingkungan kerja yang mempunyai iklim dan cuaca
tertentu yang dapat berupa iklim kerja panas dan iklim kerja dingin (Putra,
2011).
dapat disebabkan oleh gerakan angin, kelmbaban, suhu udara, suhu radiasi,
9
lingkungan sekitar. Agar tetap seimbang antara pengeluaran dan
istirahat, lebih baik dengan masa istirahat yang diambil dalam lingkungan
Salah satu kondisi yang disebabkan oleh iklim kerja yang terlalu tinggi
beban panas yang diterima tubuh yang merupakan kombinasi dari kerja
fisik, faktor lingkungan (suhu udara, tekanan uap air, pergerakan udara
10
bawah terik matahari dapat mengalami tekanan panas. Selama aktivitas
tubuh untuk mengatur panas terbatas. Bila panas berlebihan ini tidak cepat
terbuang, siklus berantai yang buruk akan timbul. Ini terjadi sebab proses
melalui seleksi pekerja yang fit dan penggunaan pakaian pelindung yang
kerja dengan iklim kerja dingin diantaranya di pabrik es, kamar pendingin,
11
Bagian tubuh yang terkena membengkak, merah,panas dan sakit
dingin walau suhu diatas titik beku. Stadium ini diikuti tingkat
dan konduksi. Apabila seseorang sedang bekerja, tubuh pekerja tersebut akan
udara, kelembaban dan gerakan atau aliran udara. Proses metabolisme tubuh
pekerja mengalami tekanan panas. Tekanan panas ini dapat disebabkan karena
12
Wahyu (2003) mengatakan mekanisme pertukaran panas sebagai berikut:
1. Konduksi
2. Konveksi
melalui kontak udara dengan tubuh. Udara adalah penghantar panas yang
kurang begitu baik, tetapi melalui kontak dengan tubuh dapat terjadi
pertukaran panas antara udara dengan tubuh. Tergantung dari suhu udara
3. Evaporasi
uap air antara kulit dan udara sekitar. Evaporasi atau yang biasa disebut
berada di permukaan kulit diganti dengan suhu yang lebih dingin. Salah
merupakan proses perubahan sifat dari bentuk air, menjadi gas (uap). Pada
13
keringat (kulit). Penguapan terbanyak adalah melalui kulit. Keringat yang
keluar akan cepat menguap bila kelembaban udara rendah. Penguapan ini
4. Radiasi
1. Iklim kerja
Tempat Kerja, diatur mengenai Nilai Ambang Batas iklim kerja Indeks
Suhu Basah dan Bola (ISBB) yang diperkenankan, yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.1
Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah
dan Bola (ISBB) Yang Diperkenankan
14
25% - 50% 32,0 30,0 29,0
0% - 25% 32,2 31,1 30,5
Sumber: Peraturan Menteri Nomor 13 Tahun 2011
Indeks Suhu Basah dan Bola untuk di luar ruangan dengan panas
radiasi:
ISBB = 0,7 Suhu basah alami + 0,2 Suhu bola + 0,1 Suhu
radiasi
Indeks Suhu Basah dan Bola untuk di dalam atau di luar ruangan tanpa
panas radiasi :
Catatan :
a. Beban kerja ringan membutuhkan kalori sampai dengan 200 Kkal /jam
b. Beban kerja sedang membutuhkan kalori lebih dari 200 sampai dengan
Tabel 2.2
Paparan panas WBGT yang diperkenankan sebagai NAB (WBGT dalam oC)
15
Nilai Ambang Batas Iklim Kerja (Panas) dengan Indeks Suhu Basah dan
Catatan :
1. Nilai pada tabel di atas berlaku untuk waktu kerja 8 jam sehari, 5 hari seminggu
2. Nilai kriteria untuk pekerjaan terus menerus dan 25% istirahat untuk
Tabel 2.3
Kategori Beban Kerja Dengan Kategori Tingkat Metabolisme
16
menerus
Sebentar-sebentar mengangkat dengan mendorong atau
menekan beban yang berat
Very Heavy Menyekop pasir basah
Sumber: ACGIH,2005
2. Kecepatan angin
Menurut standar baku mutu Kepmenkes No 261 tahun 1998, kecepatan
aliran udara berkisar antara 0,15 m/s - 0,25 m/s. Prasasti (2005) menyatakan
bahwa kecepatan aliran udara < 0,1 m/s atau lebih rendah menjadikan ruangan
tidak nyaman karena tidak ada pergerakan udara sebaliknya bila kecepatan
udara terlalu tinggi akan menyebabkan cold draft atau kebisingan di dalam
ruangan.
3. Kelembaban Udara
a) Kelembaban Absolut, yaitu berat uap air per unit volume udara
pada suatu temperatur terhadap banyaknya uap air dalam udara telah
jenuh dengan uap air pada temperatur tersebut yang dinyatakan dalam
persen
17
yang nyaman berkisar 40-60%. Dalam aturan ini pun dijelaskan bila
kelembaban udara ruang kerja > 60% perlu menggunakan alat dehumidifier,
kerja ruangan industri, nilai kelembaban yang nyaman bagi pekerja berkisar
dalam lingkungan panas yang sama. Hal ini terkait dengan beberapa faktor
1. Kemampuan Aklimatisasi
darah menurun dan suhu tubuh menurun. Proses adaptasi ini biasanya
2. Umur
Makin tua makin sulit untuk merespon panas. Makin tua makin
menurunkan suhu inti. Pada pekerjaan yang sama, tenaga kerja yang
berusia tua mempunyai suhu inti yang lebih tinggi daripada tenaga kerja
3. Etnis
18
Pada etnis tertentu respon panas berbeda dengan etnis lain,
misalnya antara etnis Arab dan etnis Eropa. Tetapi perbedaan respon panas
pada kedua etnis tersebut lebih merupakan perbedaan diet (pola makan)
4. Gizi
Misalnya pekerjaan berat yang memerlukan kalori lebih dari 500 kcal akan
bersangkutan.
5. Masa Kerja
6. Lama kerja
Waktu kerja bagi seseorang menentukan efisiensi dan
c) Waktu bekerja sehari menurut periode yang meliputi pagi, siang, sore,
dan malam.
19
7. Kebiasaan
Seorang tenaga kerja yang terbiasa dalam suhu panas akan lebih
(Purwanto, 2010).
8. Ukuran Tubuh
Purwanto (2010) menyatakan bahwa orang yang ukuran tubuh
dibandingkan orang yang kurus. Hal ini karena orang yang gemuk
mempunyai rasio luas permukaan badan dengan berat badan lebih kecil di
9. Suhu Udara
meteorologi dari lingkungan kerja yang dapat disebabkan oleh gerakan angin,
kelembaban, suhu udara, suhu radiasi dan sinar matahari. Efek dari iklim
kerja yang tidak sesuai dengan kapasitas manusia juga dapat menyebabkan
1. Dehidrasi adalah tubuh letih, lesu, lemas karena tubuh kekurangan cairan
20
2. Heat stroke merupakan heat stress yang paling berat, mengakibatkan
cepat,tekanan darah naik atau turun dan tidak mampu berkeringat, suhu
darah. Korban merasa fatigue (lelah berlebihan) dan lemah sebelum kolaps
adequate. Timbulnya kelainan seperti otot kejang dan sakit, terutama otot
merah di kulit dan agak gatal karena terganggunya fungsi kelenjar keringat
6. Suhu inti tubuh lebih dari 38 oC dapat mengakibatkan kemandulan bagi
sebagai berikut:
1. Heat Cramps
Merupakan kejang-kejang otot tubuh dan perut yang dapat
2. Heat Exhaustion
21
Biasanya mengeluarkan keringat sangat banyak, mulut kering,
sangat haus, lemah dan sangat lemah. Dapat terjadi pada keadaan
dehidrasi.
3. Heat Stroke
Suhu badan naik, kulit kering dan panas, tremor. Keadaan ini
disebabkan karena aliran darah ke otak tidak cukup karena sebagian besar
terasa nyeri bila kepanasan. Hal ini terjadi sebagai akibat sumbatan
setiap 20 menit.
c) Pemberian ijin pada pekerja untuk membatasi paparan panas terhadap
dirinya.
d) Menganjurkan teman sekerja mendeteksi tanda dan gejala heat strain.
metabolisme.
22
b) Menyediakan pergerakan udara general, mengurangi proses panas dan
yang panas.
d) Mengurangi bertambahnya panas konveksi. Kipas angin untuk
yang penuh.
b) Untuk mempersingkat pajanan dibutuhkan jadwal istirahat yang pendek
23
a) Untuk bekerja ditempat kerja yang panas dan lembap, perlu disediakan
baju yang tipis dan berwarna tenang hingga pengeluaran panas tubuh
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
Praktikum dilakukan pada hari Selasa tanggal 5 April 2016 pada pukul
Safira.
1. Alat
Alat yang digunakan ada 3 macam, yaitu :
a. The WIBGET Heat Stress Monitor RSS-214 RSS-214, terdiri dari 3
termometer yaitu :
1) Termometer Basah/Wet Bulb Temperature
2) Termometer Bola/Globe Bulb Temperature
3) Termometer Kering/Dry Bulb Temperature
24
Gambar 1. The WIBGET Heat Stress Monitor RSS-214
Sumber : Data Primer, 2016
c. Stopwacth
Gambar 3. Stopwatch
25
Sumber : Data Primer, 2016
2. Bahan
a.Demineralizer
b. Aquades
26
C. Prinsip Kerja
mengukur Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB). Pada The WIBGET Heat
menggunakan satuan oC), dan adapula tombol view yang memiliki fungsi
untuk melihat pengukuran suhu basah (WB), suhu bola (GT), suhu kering
alat ini terdapat tombol Power yang berfungsi untuk mengaktifkan alat.
kecepatan angin dan suhu serta tombol display yang berfungsi untuk
mengaktifkan alat, lalu terdapat tombol rec yang berfungsi untuk merekam
hasil kelembaban udara dan suhu serta tombol display yang memiliki
27
D. Prosedur Kerja
yaitu:
masing.
b) Gabus dan sumbu dipasang pada termometer suhu basa kemudian
muncul kode WBGT in pada monitor, lalu ditunggu selama tiga menit
kode WB in pada monitor, lalu ditunggu selama tiga menit lalu nilai
kode GT pada monitor lalu ditunggu selama tiga menit kemudian nilai
muncul kode WBGT out pada monitor, lalu ditunggu selama tiga menit
28
sampai muncul kode DB pada monitor lalu ditunggu selama tiga menit
menit.
d) Lihatlah angka yang muncul pada display kemudian hasilnya dicatat.
3. Hygrometer Lutron LM-8000A
a. Sensor dengan alat dihubungkan.
b. Alat diarahkan pada sumber, dalam praktikum ini sumbernya adalah AC
29
BAB IV
A. Hasil
Heat Stress Monitor RSS-214, diperoleh nilai Indeks Suhu Basah dan Bola
Tabel 4.1
Pengukuran Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB)
di Laboratorium Terpadu FKM Unhas 2016
30
WBGT ooutdoor adalah 17,8 °C. Dapat dilihat hasil pengukuran ISBB
Tabel 4.2
Nilai Hasil Pengukuran Kecepatan Angin dan Suhu dengan
Anemometer Lutron LM-8000A di Laboratorium Terpadu FKM
Unhas 2016
.
1 Kecepatan Angin Maksimal 1,8 m/s 0,2 m/s
2 Kecepatan Angin Minimal 0,0 m/s 0,0 m/s
3 Suhu Maksimal 30,2 °C 31,6 °C
4 Suhu Minimum 30,2 °C 31,6 °C
Sumber: Data Primer, 2016
angin maksimal dalam ruangan adalah 1,8 m/s sedangkan kecepatan angin
menunjukkan hasil yang sama yaitu 30,2 °C. Untuk pengukuran diluar
ruangan 0,2 m/s pada kecepatan maksimalnya dan 0,0 m/s pada kecepatan
31
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diperoleh hasil pengukuran
Tabel 4.3
Hasil Pengukuran Kelembaban Udara dan Suhu dengan
Hygrometer Lutron LM-8000A di Laboratorium Terpadu
FKM Unhas Tahun 2016
o
1 Kelembaban maksimal 74,4% RH 74,6% RH
2 Kelembaban minimal 67,4% RH 68,9% RH
3 Suhu maksimal 31,8 °C 31,7 °C
4 Suhu minimal 31,8 °C 31,7 °C
Sumber: Data Primer, 2016
B. Pembahasan
terpadu FKM dan di Kantin Safira FKM Unhas. Pada praktikum ini
1. Iklim Kerja
32
Pengukuran iklim kerja dilakukan menggunakan alat The WIBGET
Heat Stress Monitor RSS-214 untuk mengetahui nilai ISBB (Indeks Suhu
Basah dan Bola), WB (suhu basah), DB (suhu kering), dan GT (suhu bola).
6-8 jam perhari dan masuk dalam kategori beban kerja ringan berdasarkan
masih berada pada ISBB yang diperkenankan dan tidak dalam kondisi
mencegah pekerja dari penyakit yang disebabkan oleh faktor iklim kerja.
33
penerapan hygiene, yaitu tindakan-tindakan yang diambil oleh perorangan
bahan yang mudah menyerap keringat seperti bahan yang terbuat dari
2. Kecepatan Angin
Pengukuran kecepatan angin dan suhu dilakukan dengan
maksimal 1,8 m/s dan kecepatan minimal 0,0 m/s dengan suhu maksimal
dan minimal 30,2°C. Kemudian diluar ruangan yaitu Kantin Safira hasil
pengukuran untuk kecepatan maksimal 0,2 m/s dan minimal 0,0 m/s dengan
34
aliran udara < 0,1 m/s atau lebih rendah menjadikan ruangan tidak nyaman
sebab tidak ada pergerakan udara sebaliknya bila kecepatan udara terlalu
dengan pemasangan ventilasi atau jendela untuk menjaga agar aliran udara
tetap lancar.
Sebanyak 400 sampai 500 juta orang khususnya di negara yang sedang
ruangan. Di Amerika, polusi udara dalam ruang mencuat ketika EPA pada
tahun 1989 mengumumkan studi polusi udara dalam ruangan lebih berat
3. Kelembaban Udara
Kelembaban udara di dalam ruangan laboratorium yaitu didepan AC
sama yaitu 31,8 °C, sedangkan pengukuran diluar ruangan yaitu Kantin
minimal 68,9% RH dengan suhu maksimal dan minimal yang sama yaitu
35
RH melewati NAB Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
kualitas udara dalam ruangan SBS pada pekerja wanita di Mall Blok-M
58,32 %, kecepatan aliran udara 0,14 m/s (dibawah standar) dan kepadatan
36
kadar formaldehid; dimana kelembaban udara paling kuat hubungannya.
kontaminan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
yaitu Kantin Safira. Dengan menggunakan 3 (tiga) alat yaitu The WIBGET
37
2. Dari hasil praktikum diperoleh data yakni :
a) Iklim kerja
18,2 °C, sedangkan hasil pengukuran ISBB pada Kantin Safira adalah
b) Kecepatan Angin
Berdasarkan hasil pengukuran kecepatan angin maksimal
Kantin Safira sebesar 0,2 m/s pada kecepatan maksimalnya dan 0,0 m/s
menunjukkan hasil yang sama yaitu 31,7 ⁰C. Dapat disimpulkan hasil
38
iklim kerja. Sedangkan, di Kantin Safira hasil pengukuran masih dalam
B. Saran
1. Bagi pihak yang bekerja didalam ruangan yang agak tertutup seperti
dinyalakan karena kipas angin yang ada tidak diaktifkan sehingga kondisi
Kantin Safira agar pertukaran aliran udara ditempat tersebut tetap aman
dan nyaman.
DAFTAR PUSTAKA
ACGIH. 2005. Threshold Limit Velue fo Physical dan Chemical Substance and
Exposure Indices. ACGIH-USA
39
Basri, Hasan. 2012. Pengaruh Iklim Kerja Terhadap Kondisi Kesehatan
Karyawan Bagian Sewing Di Konveksi Ii Dan Iv Pt. dan Liris Banaran
Kabupaten Sukoharjo. Surakarta: Fakultas Kesehatan Prodi Kesehatan
Masyarakat Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Budiono, Sugeng. 2008. Bunga Rampai Higiene Perusahaan Ergonomi.
Surakarta: PT Tri Tunggal Tata Fajar.
Dawudi, Yusuf. 2015. Hubungan Tekanan Panas dengan Kelelahan pada Pekerja
di Bagian Produksi PT. Ngk Busi Indonesia. Jakarta: Program Studi
Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Esa
Unggul.
Depkes RI. 2003. Upaya Kesehatan Kerja Sektor Informal di Indonesia.
Jakarta:Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat.
Fadhilah, Rizki. 2014. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Heat Strain
Pada Pekerja Pabrik Kerupuk Di Wilayah Ciputat Timur. Jakarta: Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Harrianto, Ridwan. 2010. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta: Kedokteran EGC.
Harrington, Gill. 2011. Buku Saku Kesehatan Kerja. Jakarta: Kedokteran EGC.
International Labour Organization (ILO). 2013. Pedoman Pelamtihan untuk
Manajer dan Pekerja. Jakarta: International Labour Office
Imam. 2013. Desain Perbaikan Lingkungan Kerja Guna Mereduksi Paparan
Kerja Operator di PT.XY. Medan : Departemen Teknik Industri UNSU.
Iqbal, dkk, 2014. Hubungan Tekanan Panas dengan Kelelahan Kerja Karyawan
Bagian Laundry Rumah Sakit di Kota Makassar. Makassar: Bagian
Kesehatan dan Keselamatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin.
Khakima, Nur. 2012. Perbedaan Kelelahan Tenaga Kerja Sebelum Dan Sesudah
Terpapar Panas di Industri Pengecoran Logam Nedya Aluminium Klaten.
Surakarta: Program Diploma IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta. (Online) https://eprints.uns.ac.id.
Diakses 9 April 2016.
40
Putra, Dian Tri. 2011. Hubungan Antara Kebisingan, Iklim Kerja Dan Sikap
Tubuh Saat Bekerja terhadap Kelelahan Kerja Pada Pekerja Di Industri
Meubel Sinar Harapan Karang Paci Samarinda. (Online)
http://www.scribd.com/mobile/documents/57888492/download?
commit=Download+Now&secret_password. Diakses pada tanggal 4 Mei
2014.
Purwanto, Budi, DKK. 2010. Perbedaan Tekanan Darah Pekerja Berdasarkan
Iklim Kerja Di Pabrik Jenang Mubarok Kudus. Semarang: FKM Universitas
Muhammadiyah. (Online) https:digilib.unimus.ac.id. Diakses tanggal 9
April 2016.
Puspita Sari, Nindi. 2014. Pengaruh Iklim Kerja Panas terhadap Dehidrasi dan
Kelelahan pada Tenaga Kerja Bagian Boiler di PT. Albasia Sejahtera
Mandiri Kabupaten Semarang. Skripsi thesis,Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Republik Indonesia. 1998. Keputusan Menteri Kesehatan No.
261/MENKES/SK/II/1998 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Kerja. Jakarta: Depnakertrans RI. http://hukum.unsrat.ac.id/
men/menkes_261_1998.pdf. Diakses pada tanggal 6 April 2016.
Republik Indonesia. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja Perkantoran Dan Industri. Jakarta: Depnakertrans RI.
(Online) http://perpustakaan.depkes.go.id. Diakses pada tanggal 6 April
2016.
Republik Indonesia. 2011. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi
Nomor PER. 13/MEN/X/2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di
Tempat Kerja. Jakarta : Depnakertrans RI. (Online) http://xa.yimg.com/kq/
groups/1051-902/ 1362821294 /name/ PERMENA. Diakses 7 April 2016.
Subaris, Heru. 2007. Hygiene Lingkungan Kerja. Yogyakarta: Mitra Cendikia
Press
Soedirman. 2012. Higiene Perusahaan. Bogor: El Musa Press.
Sucipto, C.D. 2014. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Yogyakarta: Gosyen
41
Publishing.
Suma’mur. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES).
Jakarta: Sagung Seto.
Suma’mur. 2013. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES) Edisi 2.
Jakarta: Sagung Seto.
Tarwaka, 2004. Keselamatan dan Kesehatan Kerja untuk Manajemen dan
Implementasi K3 di Tempat Kerja. Surakarta: HARAPAN PRESS.
Tarwaka. 2008. Manajemen dan Implementasi K3 di Tempat Kerja. Surakarta:
Harapan Press
Umar, Fahmi. 2008. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Jakarta: UI press.
Wahyu, Atjo. 2003. Higiene Perusahaan. Makassar: Jurusan Kesehatan Kerja
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.
Wirastini, Noviana. 2013.Hubungan Kualitas Udara Dalam Ruangan dengan
`Sick Building Syndrome' pada Pekerja Wanita di Mal Blok-M, Jakarta.
Jakarta: Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu
Kesehatan Universitas Indonesia.
LAMPIRAN
42
43