Anda di halaman 1dari 55

LAPORAN PRAKTIKUM

DASAR KESEHATAN MASYARAKAT

PENILAIAN STATUS GIZI


SECARA BIOKIMIA

RIMA EKA JULIARTI


K011171306
KELOMPOK I
KESMAS B

LABORATORIUM KIMIA BIOFISIK


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hal yang penting dalam kehidupan manusia adalah meningkatkan perhatian


terhadap kesehatan guna mencegah terjadinya malnutrisi (gizi salah) dan risiko
untuk menjadi gizi kurang. Status gizi ini menjadi penting karena merupakan
salah satu faktor risiko untuk terjadinya kesakitan dan kematian. Status gizi
yang baik pada seseorang akan berkontribusi terhadap kesehatannya dan juga
terhadap kemampuan dalam proses pemulihan. Peran dan kedudukan Penilaian
Status Gizi (PSG) di dalam ilmu gizi adalah untuk mengetahui status gizi, yaitu
ada tidaknya malnutrisi pada individu atau masyarakat (Hartriyanti & Triyanti,
2013).
Penilaian status gizi perlu dilakukan untuk mengidentifikasi individu atau
kelompok populasi yang berisiko mengalami masalah gizi. Jika individu atau
kelompok tersebut dapat dideteksi sejak dini, maka tindakan yang cepat dan
tepat akan dapat dilaksanakan sehingga kondisi individu atau keompok tersebut
dapat segera dicegah untuk tidak berlanjut menjadi masalah gizi. Penilaian
status gizi juga diperlukan untuk mengidentifikasi individu atau kelompok
populasi yang mengalami masalah gizi sehingga individu atau kelompok
tersebut segera mendapatkan tindakan penanggulangan agar masalah dapat
teratasi dan tidak berlanjut berkembang menjadi tahap yang lebih parah.
Penilaian status gizi juga penting dilakukan dalam rangka mengukur
keberhasilan program gizi dan intervensi yang telah dilaksanakan untuk
menaggulangi masalah gizi yang ada di masyarakat. Perubahan status gizi yang
terjadi dapat diukur setelah program atau intervensi dilaksanakan dalam kurun
waktu tertentu dan dibandingkan hasilnya dengan penilaian status gizi awal
atau sebelum intervensi dilakukan (Jafar dkk, 2018).
Tingkat kesehatan seseorang dipengaruhi beberapa faktor di antaranya
bebas dari penyakit atau cacat, keadaan sosial ekonomi yang baik, keadaan
lingkungan yang baik, dan status gizi juga baik. Orang yang mempunyai status
gizi baik tidak mudah terkena penyakit, baik penyakit infeksi maupun penyakit
degeneratif. Status gizi merupakan salah satu faktor penting dalam mencapai
derajat kesehatan yang optimal. Namun pada masyarakat kita masih ditemui
berbagai penderita penyakit yang berhubungan dengan kekurangan gizi.
Masalah gizi pada dasarnya merupakan refleksi konsumsi zat gizi yang belum
mencukupi kebutuhan tubuh. Seseorang akan mempunyai status gizi baik,
apabila asupan gizi sesuai dengan kebutuhan tubuhnya. Asupan gizi yang
kurang dalam makanan, dapat menyebabkan kekurangan gizi, sebaliknya orang
yang asupan gizinya berlebih akan menderita gizi lebih. Jadi status gizi adalah
gambaran individu sebagai akibat dari asupan gizi sehari-hari (Par’i dkk,
2017).
Ada salah satu masalah gizi terkait penilaian status gizi secara biokimia
yang telah dirangkum dalam data Riskesdas (2013), yaitu anemia. Anemia
merupakan suatu keadaan ketika jumlah sel darah merah atau konsentrasi
pengangkut oksigen dalam darah (Hb) tidak mencukupi untuk kebutuhan
fisiologis tubuh. Menurut Riskesdas (2013) bahwa proporsi penduduk umur ≥
1 tahun dengan keadaan anemia mencapai 21,7% secara nasional. Berdasarkan
pengelompokan umur, didapatkan bahwa anemia pada balita cukup tinggi,
yaitu 28,1% dan cenderung menurun pada kelompok umur anak sekolah,
remaja sampai dewasa muda (34 tahun), tetapi cenderung meningkat kembali
pada kelompok umur yang lebih tinggi.
Kelompok ibu hamil (bumil) merupakan salah satu kelompok yang berisiko
tinggi mengalami anemia, meskipun anemia yang dialami umumnya
merupakan anemia relatif akibat perubahan fisiologis tubuh selama kehamilan.
Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa angka penderita anemia masih
cukup tinggi. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013,
menunjukkan bahwa anemia gizi besi masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat dengan prevalensi pada anak balita sebesar 28,1%, ibu hamil
sebesar 37,1%, remaja putri (13-18 tahun) sebesar 22,7%, dan wanita usia
subur (15-49 tahun) sebesar 22,7%. Angka prevalensi anemia gizi besi pada
ibu hamil yang tinggi telah mendekati masalah kesehatan masyarakat berat
(severe public health problem) (Par’i dkk, 2017).
Metode penilaian status gizi dikelompokkan dalam dua bagian besar, yaitu
secara langsung dan tidak langsung. Metode secara langsung merupakan
metode yang berhubungan dengan pengukuran individual menggunakan
kriteria pengukuran objektif . Metode tidak langsung menggunakan indeks
kesehatan yang relevan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi.
Adapun secara langsung, metode penilaian status gizi yang digunakan antara
lain: pengukuran antropometri, penilaian diet (survei konsumsi), pemeriksaan
klinis dan pemeriksaan biokimia (laboratorium) (Jafar dkk, 2018).
Pada umumnya yang dinilai dalam penilaian status gizi secara biokimia
antara lain, yaitu: zat besi, vitamin, protein, dan mineral. Contoh sampel berupa
serum darah, urine, rambut (untuk melihat Zn), serta feces. Pemeriksaan
biokimia digunakan untuk menilai status gizi sehingga hasilnya memberikan
gambaran lebih tepat, objektif, dan hanya dilakukan orang yang terlatih. Hasil
pemeriksaan biokimia tersebut dibandingkan dengan standar normal yang telah
ditetapkan. Dalam penilaian status gizi dengan cara pemeriksaan secara
biokimia sering memerlukan peralatan yang hanya ada di rumah sakit atau
puskemas, sehingga sulit terjangkau oleh penduduk yang tinggal jauh dari
sarana kesehatan. Namun kemudian dapat diupayakan oleh anggota
keluarganya atau kerabat untuk mengumpulkan urine dan feces atau darah oleh
petugas kesehatan yang bertugas di daerah tersebut untuk kemudian dibawa ke
laboratorium untuk dianalisis selanjutnya oleh tenaga analis kesehatan (Par’i
dkk, 2017).
Menurut Jafar dkk (2018) bahwa penilaian status gizi di laboratorium
(secara biokimia) memberikan banyak keuntungan dibandingkan dengan cara
lain, baik yang didasarkan pada penilaian makanan (dietary assessment),
pemeriksaan fisik maupun antropometrik. Secara umum, penilaian secara
biokimia dapat memberikan ketepatan, sensitivitas dan spesifikasi yang lebih
baik dibandingkan dengan pengukuran-pengukuran gizi secara tidak langsung.
Jika dilakukan dengan benar, penilaian biokimiawi dapat digunakan secara
efektif untuk menyatakan tahapan atau menggambarkan keadaan dari suatu
penyakit yang disebabkan oleh gizi salah.
Penilaian status gizi secara biokimia dilakukan pemeriksaan glukosa,
pemeriksaan kolesterol, pemeriksaan trigliserida, pemeriksaan HDL,
pemeriksaan LDL, pemeriksaan status seng, dan pemeriksaan status
hemoglobin. Peranan utama karbohidrat di dalam tubuh adalah menyediakan
glukosa bagi sel-sel tubuh, yang kemudian diubah menjadi energi. Glukosa
memegang peranan sentral dalam metabolisme karbohidrat. Jaringan tertentu
hanya memperoleh energi dari karbohidrat seperti sel darah merah serta
sebagian besar otak dan sistem saraf. Salah satu fungsi utama hati adalah
menyimpan dan mengeluarkan glukosa sesuai kebutuhan tubuh. Kelebihan
glukosa akan disimpan di dalam hati dalam bentuk glikogen. Bila persediaan
glukosa darah menurun, hati akan mengubah sebagian dari glikogen menjadi
glukosa dan mengeluarkannya ke dalam aliran darah. Sel-sel otot dan sel-sel
lain di samping glukosa menggunakan lemak sebagai sumber energi. Sel-sel
otot juga menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen sebanyak 2/3 bagian.
glikogen ini hanya digunakan sebagai energi untuk keperluan otot saja dan
tidak dapat dikembalikan sebagai glukosa ke dalam aliran darah (Parekh et al,
2010).
Kolesterol dalam darah umumnya berasal dari menu makanan yang
dikonsumsi. Semakin banyak makan makanan berlemak, semakin berpeluang
menaikkan kadar kolesterol. Makanan tersebut seperti gorengan, minyak
kelapa atau kelapa sawit, alpukat, durian, daging berlemak, jeroan, kacang
tanah dan sejenisnya. Di antara unsur-unsur lipid serum, kolesterol adalah yang
paling sering dianggap sebagai satusatunya lipid yang berkaitan dengan insiden
aterosklerosis dan jantung koroner. Meskipun demikian, parameter lainnya
seperti trigliserida serum memperlihatkan kaitan dengan insiden aterosklerosis
dan jantung koroner lebih kecil (Rosyid, 2009).
Kadar trigliserida dipengaruhi oleh usia, asupan, dan aktivitas fisik. Asupan
lemak jenuh dan asupan karbohidrat sederhana akan disimpan sebagai
trigliserida di bawah kulit dan di organ-organ lain. Kelebihan asupan lemak
jenuh dan asupan karbohidrat sederhana dapat meningkatkan kadar trigliserida
terutama pada penderita obesitas sentral. Usia 40-50 tahun adalah usia yang
sering mengalami peningkatan kadar trigliserida dan risiko penyakit jantung
karena berkurangnya hormon reproduktif baik pada pria maupun wanita
(Rahmawati dkk, 2014). Adapun zink sebagai salah satu trace element yang
esensial mempunyai fungsi yang penting di dalam tubuh manusia, di antaranya
adalah sebagai kofaktor lebih dari 100 metaloenzim untuk sintesis DNA,
integritas seluler, berperan dalam metabolisme tulang dan hati, berguna untuk
proses transkripsi dan regulasi ekspresi gen, untuk proliferasi dan diferensiasi
jaringan (Meneng, 2009).
Hemoglobin merupakan salah satu senyawa dalam sel darah merah yang
berfungsi mengangkut zat oksigen ke dalam sel-sel tubuh (Makawekes dkk,
2016). Hemoglobin merupakan suatu protein tetramerik eritrosit yang mengikat
molekul bukan protein, yaitu senyawa porfirin besi yang disebut heme.
Hemoglobin mempunyai dua fungsi pengangkutan penting dalam tubuh
manusia, yakni pengangkutan oksigen dari organ respirasi ke jaringan perifer
dan pengangkutan karbondioksida dan berbagai proton dari jaringan perifer ke
organ respirasi untuk selanjutnya diekskresikan ke luar (Kosasi dkk, 2014).
Hemoglobin adalah parameter yang digunakan secara luas untuk menetapkan
prevalensi anemia (Jafar dkk, 2018).
Banyak parameter yang digunakan untuk mengukur status gizi pada
seseorang secara biokimia. Masing-masing parameter mempunyai indikator
penilaian status gizi tersendiri. Berdasarkan penjelasan di atas, maka perlu
dilakukan penilaiaan status gizi secara biokimia untuk mengetahui status gizi
perseorangan. Pemeriksaan jenis ini dilakukan dengan dasar bahwa
pemeriksaan biokimia dalam penilaian status gizi memberikan hasil yang lebih
tepat dan objektif daripada menilai konsumsi pangan dan pemeriksaan lain.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat diperoleh rumusan masalah


sebagai berikut:
1. Bagaimana penentuan status gizi perseorangan berdasarkan pemeriksaan
kadar Glukosa dalam darah?
2. Bagaimana penentuan status gizi perseorangan berdasarkan pemeriksaan
kadar Kolesterol dalam darah?
3. Bagaimana penentuan status gizi perseorangan berdasarkan pemeriksaan
kadar Trigliserida dalam darah?
4. Bagaimana penentuan status gizi perseorangan berdasarkan pemeriksaan
kadar HDL dalam darah?
5. Bagaimana penentuan status gizi perseorangan berdasarkan pemeriksaan
kadar LDL dalam darah?
6. Bagaimana penentuan status gizi perseorangan berdasarkan analisis status
Seng (Zn)?
7. Bagaimana penentuan status gizi perseorangan berdasarkan pemeriksaan
Hemoglobin?

C. Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dilaksanakannya praktikum ini adalah:


1. Tujuan Umum
Tujuan umum kegiatan praktikum ini adalah untuk menilai status gizi
individu secara biokimia.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus praktikum ini adalah:
a. Untuk mengetahui kadar Glukosa dalam serum darah.
b. Untuk mengetahui kadar Kolesterol dalam serum darah.
c. Untuk mengetahui kadar Trigliserida serum darah.
d. Untuk mengetahui kadar HDL dalam serum darah.
e. Untuk mengetahui kadar LDL dalam serum darah.
f. Untuk mengetahui tingkat ketajaman rasa seseorang dalam
menentukan kadar Seng dalam tubuh.
g. Untuk mengetahui kadar Hemoglobin dalam tubuh seseorang.
D. Manfaat Praktikum

Adapun manfaat dari praktikum ini adalah:


1. Agar dapat mengetahui status gizi berdasarkan kadar glukosa dalam serum
darah.
2. Agar dapat mengetahui status gizi berdasarkan kadar kolesterol dalam
serum darah.
3. Agar dapat mengetahui status gizi berdasarkan kadar trigliserida serum
darah.
4. Agar dapat mengetahui status gizi berdasarkan kadar HDL dalam serum
darah.
5. Agar dapat mengetahui status gizi berdasarkan kadar LDL dalam serum
darah.
6. Agar dapat mengetahui status gizi berdasarkan tingkat ketajaman rasa
seseorang dalam menentukan kadar Seng dalam tubuh.
7. Agar dapat mengetahui status gizi berdasarkan kadar Hemoglobin dalam
tubuh seseorang.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Glukosa

Glukosa merupakan salah satu bentuk hasil metabolisme karbohidrat yang


berfungsi sebagai sumber energi utama yang dikontrol oleh insulin (Auliya
dkk, 2016). Glukosa merupakan karbohidrat terpenting yang kebanyakan
diserap ke dalam aliran darah sebagai glukosa dan gula lain diubah menjadi
glukosa di hati. Glukosa adalah bahan bakar utama dalam jaringan tubuh serta
berfungsi untuk menghasilkan energi. Kadar glukosa darah sangat erat
kaitannya dengan penyakit DM. Peningkatan kadar glukosa darah sewaktu ≥
200 mg/dL yang disertai dengan gejala poliuria, polidipsia, polifagia, dan
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya sudah cukup
untuk menegakkan diagnosis DM (Amir dkk, 2015). Kadar gula darah
merupakan banyaknya glukosa di dalam peredaran darah manusia. Terjadinya
peningkatan kadar gula darah puasa disebabkan oleh kerusakan fungsi
pangkreas manusia. Kejadian kadar gula darah puasa yang tinggi dipengaruhi
oleh mengkonsumsi makanan yang mengandung gula tinggi (Rudi & Kwureh,
2017).
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit akibat gangguan metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein dengan gejala berupa hiperglikemia kronik,
yang dapat disebabkan antara lain oleh defisiensi sekresi atau aktivitas insulin,
atau keduanya. Saat ini terjadi kecenderungan peningkatan penderita DM di
seluruh dunia. Pengelolaan diabetes dilakukan dengan tiga cara, yaitu: obat
antidiabetik oral, insulin, dan diet. Mengelola diabetes melalui diet berarti
menerapkan pola makan seimbang dan membatasi diet secara terkendali (terapi
nutrisi), yang berlaku untuk semua penderita diabetes. Untuk diabetes tipe 1
diperlukan keseimbangan asupan makanan dan suntikan insulin untuk
mencapai kadar glukosa darah yang terkendali sedangkan untuk diabetes tipe 2,
dalam beberapa kasus, pola diet yang baik saja sudah dapat mengendalikan
kadar glukosa darah (Diyah dkk, 2016). Orang yang hidup dengan DM tipe 2
lebih rentan terhadap berbagai bentuk baik komplikasi jangka pendek dan
jangka panjang, yang sering menyebabkan kematian dini mereka (Olokoba et
al, 2012).
Secara khusus tingginya konsumsi biji-bijian, kacang-kacangan, buah-
buahan dan sayur-sayuran berhubungan dengan penurunan risiko kejadian
Diabetes Mellitus tipe 2. Makanan-makanan ini merupakan sumber kaya
magnesium yang merupakan mineral yang terlibat didalam 300 lebih proses
reaksi enzimatik dalam tubuh. Magnesium merupakan komponen yang penting
pada berbagai enzim dan merupakan mineral kedua terbanyak dalam intrasel.
Magnesium akan mempermudah glukosa masuk ke dalam sel dan dan juga
merupakan kofaktor dari berbagai enzim untuk oksidasi glukosa (Faradhita
dkk, 2014).
Komplikasi diabetes mellitus dapat terjadi karena kadar gula darah yang
buruk. Agar kadar gula darah tetap terkendali maka perlu dilakukan perawatan
dan pengelolaan diabetes. Strategi dalam melakukan perawatan dan
pengelolaan diabetes untuk mencapai kadar gula darah yang memuaskan
diantaranya yaitu melakukan edukasi pengobatan, terapi nutrisi medis dan
aktivitas yang rutin. Hal yang tidak kalah penting dalam pengendalian terhadap
diabetes mellitus yakni memeriksa kadar gula darah secara berkala.
Pengendalian kadar gula darah bagi penderita diabetes merupakan hal yang
penting karena dengan pengendalian gula darah yang baik maka komplikasi
akibat diabetes dapat dicegah. Namun dari beberapa penelitian yang dilakukan
diketahui bahwa sebagian besar penderita diabetes memiliki kadar gula darah
yang tidak terkendali. Berbagai faktor mempengaruhi tinggi rendahnya kadar
gula darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2, antara lain lama menderita
diabetes, obesitas, aktivitas fisik, jenis latihan jasmani, frekuensi latihan
jasmani, kepatuhan diet, kepatuhan minum obat, dukungan keluarga, dan
motivasi. Banyaknya faktor yang berhubungan dengan kadar gula darah pada
penderita diabetes tipe 2 membuat tindakan perawatan dan terapi dilakukan
dengan lebih cermat. Hal tersebut perlu dilaksanakan demi mencegah maupun
memperlambat terjadinya komplikasi pada penderita diabetes mellitus tipe 2
(Rahayu dkk, 2018). Gula telah lama dikenal untuk mempengaruhi gigi. Anak-
anak dan orang dewasa di Amerika Serikat mengonsumsi rata-rata 19 dan 18
sendok teh sehari-hari, masing-masing dengan perkiraan yang sama di Inggris
dan Australasia. Untuk mengendalikan karies gigi, para peneliti di London
School of Hygiene and Tropical Medicine menyarankan tidak lebih dari 3%
dari kalori atau 3 sendok teh per hari (Malhotra et al, 2018).
Pengetahuan tentang khasiat dan keamanan tanaman obat di Indonesia
biasanya hanya berdasarkan pengalaman empiris yang biasanya diwariskan
secara turun temurun dan belum teruji secara ilmiah. Untuk itu diperlukan
penelitian tentang obat tradisional, sehingga nantinya obat tersebut dapat
digunakan dengan aman dan efektif. Meniran (Phyllanthus niruri L.)
merupakan tumbuhan liar suku Euphorbiaceae yang hidup di daerah beriklim
tropis. Di Indonesia tanaman ini sangat mudah ditemukan di tepi jalan, tanah
kosong, kebun, sungai bahkan di pekarangan rumah. Zat yang terkandung
dalam meniran seperti flavonoid, filantin, hipofilantin, damar dan tanin diper-
caya berkhasiat sebagai diuretik, antioksidan, antiinflamasi, antidiabetes,
antipiretik dan penambah nafsu makan. Dalam herba Meniran terdapat
kandungan flavonoid yang berperan sebagai antioksidan. Dalam penelitian
yang dilakukan oleh Wahyu Widowati (2008 dikutip dalam Nugrahani, 2012)
dijelaskan bahwa antioksidan vitamin bermanfaat dapat mengurangi kerusakan
oksidatif pada penderita diabetes.

B. Tinjauan Umum tentang Kolesterol

Kolesterol memainkan peran utama dalam kesehatan jantung manusia dan


kolesterol tinggi merupakan faktor risiko utama untuk penyakit kardiovaskular
manusia seperti penyakit jantung koroner dan stroke (Ma & Shieh, 2006).
Kolesterol adalah zat alamiah dengan sifat fisik berupa lemak tetapi memiliki
rumus steroida. Kolesterol merupakan bahan pembangun esensial bagi tubuh
untuk sintesis zat-zat penting seperti membran sel dan bahan isolasi sekitar
serat saraf, begitu pula hormone kelamin, dan anak ginjal, vitamin D, serta
asam empedu. Namun, apabila dikonsumsi dalam jumlah berlebih dapat
menyebabkan peningkatan kolesterol dalam darah yang disebut
hiperkolesterolemia, bahkan dalam jangka waktu yang panjang bisa
menyebabkan kematian. Kadar kolesterol darah cenderung meningkat pada
orang-orang yang gemuk, kurang berolahraga, dan perokok (Listiyana dkk,
2013). Sekitar separuh kolesterol tubuh dibuat oleh tubuh sendiri dan sisanya
diperoleh dari makanan yang kita makan sehari-hari. Hepar dan usus masing-
masing menghasil-kan sekitar 10% dari sintesis total pada manusia. Hampir
semua jaringan yang memiliki sel berinti dapat membentuk kolesterol, yang
berlangsung di retikulum endoplasma dan sitosol (Sanhia dkk, 2015).
Kolesterol adalah komponen lemak darah, yang tidak dibutuhkan dalam
makanan, karena dalam jumlah cukup telah disintesis oleh tubuh. Kolesterol
terdapat dalam makanan dan tubuh terutama sebagai kolesterol bebas atau
sebagai ester dengan asam lemak. Kolesterol yang dibutuhkan secara normal
diproduksi sendiri dalam jumlah yang tepat. Namun kolesterol juga dapat
meningkat jika sering mengonsumsi makanan dengan kadar lemak hewan
tinggi (otak sapi, daging merah, seafood, kuning telur, keju, dan lain-lain) atau
makanan cepat saji (Mamat & Sudikno, 2010).
WHO menganjurkan bahwa konsumsi lemak untuk orang dewasa
minimum 20% dari energi total (sekitar 60 gram/hari). Konsumsi lemak pada
masyarakat Indonesia masih kurang 20% (sekitar 60 gram/hari). Walaupun
konsumsi lemak yang rendah dan didominasi oleh minyak nabati sekitar 80%
dari lemak total. Penyakit jantung koroner di Indonesia semakin meningkat dan
termasuk penyakit penyebab kematian urutan teratas (Sartika, 2008).
Menurut Plaisance (2008), tubuh menggunakan kolesterol untuk membuat:
1. Hormon seks (yang sangat penting bagi perkembangan dan fungsi organ
seksual).
2. Hormon korteks adrenal (penting bagi metabolisme dan keseimbangan
garam di dalam tubuh).
3. Vitamin D (tanpa vitamin D kita tidak bisa menyerap kalsium untuk tubuh
kita).
4. Garam empedu (yang membantu usus menyerap lemak).
Menurut Jafar dkk (2018) bahwa kolesterol total sebenarnya merupakan
susunan dari banyak zat, termasuk trigliserida, LDL kolesterol, dan HDL
kolesterol. Trigliserida adalah salah satu bentuk lemak yang diserap oleh usus
setelah mengalami hidrolisis. Trigliserida kemudian masuk ke dalam plasma
dalam dua bentuk, yaitu sebagai klomikron yang berasal dari penyerapan usus
setelah makan lemak dan sebagai VLDL (Very Low Density Lipoprotein) yang
dibentuk oleh hepar dengan bantuan insulin. Trigliserida tersebut di dalam
jaringan di luar hepar (pembuluh darah, otot, jaringan lemak) akan dihidrolisis
oleh enzim lipoprotein lipase.
Bentuk kombinasi kolesterol dengan asam lemak adalah ester kolesteroid.
Kolesterol terdapat dalam lemak hewani tetapi tidak dijumpai dalam bentuk
nabati. Kolesterol merupakan komponen penting dalam membran sel dan
merupakan prekurson hormone steroid dalam kelenjar adrenal dan precursor
asam-asam empedu dalam hati. Kolesterol juga membantu tubuh dalam
mengabsorbsi vitamin D dengan bantuan sinar ultraviolet. Kolesterol selalu
terikat dengan lemak. Lemak jenuh meningkatkan sirkulasi jumlah kolesterol
dalam darah sedangkan lemak tak jenuh ganda akan menurunkan kolesterol
(Par’i dkk, 2017).

C. Tinjauan Umum tentang Trigliserida

Trigliserida merupakan lemak utama di dalam tubuh, dibentuk di hati dari


gliserol dan lemak yang berasal dari makanan atau dari kelebihan kalori akibat
makan berlebihan. Hampir seluruh trigliserida terutama yang bersifat jenuh
dapat diserap oleh tubuh, sehingga mengonsumsi makanan yang mengandung
lemak jenuh tinggi memberikan kontribusi besar dalam meningkatkan kadar
trigliserida dalam darah (Sondakh dkk, 2013). Trigliserida merupakan bentuk
esterifikasi dari gliserol dengan asam lemak yang disimpan dalam tubuh
dengan konsentrasi energi yang tinggi. Trigliserida mencapai hampir 95%
dalam lemak. Strukturnya terdiri dari trihidroksi alkohol yang diketahui
sebagai gliserol yang terikat dengan 3 asam lemak. Trigliserida dalam tubuh
mempunyai: 1) cadangan energi, 2) mengisolasi suhu yang ekstrim, 3)
melindungi organ tubuh dari benturan, 4) membantu tubuh menggunakan
karbohidrat dan protein secara efisien (Par’i dkk, 2017). Studi epidemiologi
telah menunjukkan bahwa peningkatan kadar trigliserida yang independen
berhubungan dengan meningkatnya risiko kardiovaskular (Budoff, 2016).
Trigliserida merupakan jenis lemak yang paling banyak pada tubuh
manusia dan dapat ditemukan dalam darah. Trigliserida berguna sebagai
sumber energi untuk berbagai proses metabolik tubuh. Akan tetapi jika kadar
trigliserida terlalu tinggi maka dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan
(Oway dkk, 2013). Pemeriksaan kadar trigliserida dapat membantu perubahan
pola dan gaya hidup sehat, dapat dihindari mengonsumsi makanan yang
mengandung karbohidrat atau kadar gula yang tinggi berisiko terkena penyakit
jantung dan stroke akan meningkat seiring dengan tingginya kadar trigliserida
seseorang. Pemeriksaan untuk menentukan kadar trigliserida biasanya
menggunakan sampel serum dan plasma (Hardisari & Koiriyah, 2016).
Trigliserida merupakan komponen lipid utama dalam asupan makanan,
terdapat sekitar 98% dari total lipid dan 2% sisanya terdiri atas fosfolipid dan
kolesterol (bebas dan ester). Trigliserida dapat disimpan dalam jumlah
berlimpah untuk memasok kebutuhan energi tubuh selama berbulan-bulan,
seperti dalam kasus orang obesitas. Trigliserida disimpan dalam jaringan
adiposa, otot rangka, hati, paru-paru, dan usus untuk menyediakan energi untuk
proses metabolisme (Putri & Isti, 2015). Trigliserida dibentuk di hati dari
gliserol dan asam lemak dalam makanan atau dari kelebihan kalori akibat
makan berlebihan (Rachmat dkk, 2015).
Trigliserida atau triasgliserol merupakan hasil kondensasi dari satu
molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak yang diproduksi didalam
hari. Kadar trigliserida dipengaruhi oleh usia, asupan, dan aktivitas fisik.
Asupan lemak jenuh dan asupan karbohidrat sederhana akan disimpan sebagai
trigliserida di bawah kulit dan di organ-organ lain. Kelebihan asupan lemak
jenuh dan asupan karbohidrat sederhana dapat meningkatkan kadar trigliserida
terutama pada penderita obesitas sentral (Rahmawati & Rahayuningsih, 2014).
Sebagian besar lemak dan minyak dalam alam terdiri atas 98-99%
trigliserida. Berat jenis lemak lebih rendah daripada air, oleh karena itu
mengapung ke atas dalam campuran air dan minyak atau cuka dan minyak.
Sifat fisik trigliserida ditentukan oleh proporsi dan struktur kimia asam lemak
yang membentuknya. Titik cair, dengan demikian tingkat kepadatannya
meningkat dengan bertambah panjangnya rantai assam lemak dan tingkat
kejenuhannya. Semakin banyak mengandung asam lemak rantai pendek dan
ikatan tidak jenuh, semakin lunak dan cair lemak tersebut. sifat trigliserida juga
ditentukan oleh omega dan posisi asam lemak pada molekul gliserol (Supariasa
dkk, 2016). Adapun nilai normal kadar trigliserida yaitu: < 200 mg/dL
(Sirajuddin dkk, 2018).
Lemak yang paling sering terdapat dalam trigliserida pada tubuh manusia
adalah (Putri & Isti, 2015):
1. Asam stearat, yang mempunyai rantai karbon - 18 dan sangat jenuh dengan
atom hidrogen.
2. Asam oleat, mempunyai rantai karbon - 18 tetapi mempunyai satu ikatan
ganda di bagian tengah rantai.
3. Asam palmitat, mempunyai 16 atom karbon dan sangat jenuh.
Usia 40-50 tahun adalah usia yang sering mengalami peningkatan kadar
trigliserida dan risiko penyakit jantung karena berkurangnya hormon
reproduktif baik pada pria maupun wanita. Perlu pencegahan kenaikan kadar
trigliserida ketika tahap hipertrigliseridemia ringan (100-199 mg/dL) untuk
menurunkan risiko penyakit jantung koroner. Cara yang aman untuk
menurunkan kadar trigliserida darah tanpa menimbulkan efek samping antara
lain dengan modifikasi diet rendah lemak jenuh dan karbohidrat sederhana
serta diperlukan juga mengkonsumsi makanan yang dapat mengurangi kadar
trigliserida dalam darah sehingga diet yang dilakukan menjadi lebih efektif.
Modifikasi diet yang direkomendasikan adalah dengan mengkonsumsi 25-40
gram serat makanan yang meliputi 7-13 gram serat larut perhari minimal 3
minggu untuk menurunkan kadar trigliserida (Rahmawati & Rahayuningsih,
2014).
D. Tinjauan Umum tentang HDL

HDL (high density lipoprotein) disebut juga kolesterol baik memiliki


banyak protein dibandingkan lemak. HDL bertindak sebagai vacuum cleaner
yang mengisap sebanyak mungkin kolesterol berlebih yang bisa diisapnya.
Oleh karena itu HDL dapat membantu dalam mengurangkan LDL atau
kolesterol jahat (Togelang dkk, 2013). HDL adalah lipoprotein heterogen yang
diproduksi dalam liver dan usus halus. HDL terutama terdiri dari fosfolipid dan
protein (70%), dengan sedikit sekali trigliserida (5%) dan sejumlah kolesterol
(25%), yang mewakili hampir 25% kolesterol dalam darah. Salah satu fungsi
HDL adalah sebagai alat angkut utama kelebihan kolesterol dari jaringan
ekstrahepatik dan sel pembersih (scavenger cells), untuk kemudian dikeluarkan
melalui empedu. Selain itu HDL juga berfungsi untuk meningkatkan sintesis
reseptor LDL pada hepatosit sehingga gangguan atau penurunan kadar HDL
akan berakibat pada penurunan sintesis reseptor LDL, yang berakibat
terjadinya penumpukan remnant VLDL, remnant kilomikron dan LDL di
dalam plasma dan jaringan ekstraseluler lain. Peningkatan kadar ini akan
berpengaruh terhadap proses pembentukan plak (aterogenesis) (Gardjito,
2009).
High Density Lipoprotein (HDL) adalah lipoprotein yang mengandung
apoA-I, disamping apolipoprotein lainnya. Salah satu fungsi HDL ialah
transpor balik kolesterol untuk menurunkan kadar kolesterol di jaringan perifer.
Rendahnya kolesterol HDL sering dikaitkan dengan obesitas. Tingginya
kolesterol, obesitas dan rendahnya kadar HDL merupakan faktor risiko
penyakit jantung koroner. Individu dengan berat badan berlebihan berpeluang
lebih besar untuk terkena penyakit jantung dan stroke (Syahrullah dkk, 2013).
Konsentrasi HDL-C mempunyai korelasi negatif dengan perkembangan
risiko penyakit jantung. Densitas HDL berkisar 1063-1210 g/l mempunyai
mobilitas alpha, dan 50% terdiri dari protein. HDL dibentuk dalam liver dan
usus halus dan bertanggung jawab untuk membawa 20-30% dari kolesterol
total. HDL-C kaya akan partikel protein sebagai media mengembalikan
kolesterol dari jaringan ke liver. Apo A-I dan apo A-II adalah sebagian besar
protein. HDL dibentuk di hati dari trigliserida dan kolesterol dengan apoprotein
A, B, C dan E sebagai bahan utama. HDL membawa sedikit lemak dan protein
sebagai wahana pengangkutan kolesterol dari sel-sel jaringan ke dalam sel
hepar untuk dikatabolisme dan dibuang sebagai asam empedu. HDL sangat
penting di dalam tubuh karena HDL berfungsi: 1) mengangkut kelebihan
kolesterol dari jaringan ekstrahepatik ke hati untuk dikatabolisme, 2)
merupakan sumber apoprotein untuk metabolisme remnant VLDL dan
chylomicron, 3) dapat meningkatkan sintesa reseptor LDL, sehingga proses
aterogenik terhambat, 4) merupakan bahan baku sintesa prostasiklin yang
penting sebagai antitrombosis (Par’i dkk, 2017).
Hasil penelitian Silvia et al (2012) menunjukkan bahwa peningkatan kadar
nitrit plasma yang merupakan penanda fungsi endotel memiliki keterkaitan
dengan penurunan kolesterol total/nilai rasio HDL (high density lipoprotein)
pada pasien penderita penyakit pembuluh arteri perifer yang diobati dengan
atorvastatin. Pada tahap awal PAD (peripheral artery disease), dampak rasio
total kolesterol/kolesterol HDL mungkin berhubungan dengan kerusakan
endotel.
Penelitian Framingham Heart Study telah membuktikan bahwa terdapat
hubungan erat antara rendahnya kadar kolesterol-HDL dan meningkatnya
kejadian PJK, baik pada pria maupun wanita. Hasil yang sama telah
diperlihatkan oleh penelitian Prospective Cardiovascular Munster (PROCAM)
dimana kadar kolesterol-HDL yang tinggi mempunyai efek pencegahan PJK.
Dari hasil-hasil ini dan penelitian prospektif lainnya dapat disimpulkan bahwa
kolesterol-HDL merupakan suatu faktor risiko independen yang membutuhkan
penanganan tersendiri. Hubungan terbalik antara kolesterol-HDL tinggi dan
pencegahan penyakit kardiovaskuler berlaku baik bagi pria maupun wanita,
juga terhadap morbiditas maupun mortalitas (Rampengan, 2015). Hal tersebut
juga dikemukakan oleh Zheng dan Aikawa (2012) bahwa studi observasional
telah menunjukkan bahwa setiap 1 mg/dL penurunan konsentrasi HDL-C
dikaitkan dengan 2% hingga 3% peningkatan risiko penyakit kardiovaskular.
Penyakit jantung koroner biasanya terpicu oleh kondisi meningkatnya
kadar kolesterol Low Density Lipoprotein (LDL) dan menurunnya kadar
kolesterol High Density Lipoprotein (HDL). Rendahnya kadar koleterol HDL
merupakan faktor risiko untuk terjadinya aterosklerosis. Fungsi utama dari
HDL adalah transport balik kolesterol yaitu mengembalikan kolesterol dari
jaringan perifer ke hati sehingga mencegah terbentuknya aterosklerosis. Untuk
setiap kenaikan HDL sebesar 1 mg/dL dapat menurunkan risiko timbulnya
serangan jantung sebesar 2-4%. Apabila terjadi penurunan 1 mg/dL kadar
koleterol HDL dapat meningkatkan risiko penyakit arteri koroner sebesar 2-
3%. Asupan lemak yang tinggi akan semakin besar peluang untuk menaikkan
kadar kolesterol total dan menurunkan kadar HDL (Sinaga dkk, 2013).

E. Tinjauan Umum tentang LDL

Kolesterol-LDL merupakan suatu lipoprotein atau alat pengangkut yang


paling banyak mengandung kolesterol, yaitu sekitar 45%, dibandingkan
dengan jenis lipoprotein lainnya. Fungsi utama kolesterol-LDL ialah
membawa kolesterol ke berbagai jaringan perifer di seluruh tubuh. Namun,
ada juga kolesterol-LDL yang mengendap di pembuluh darah dan
menyebabkan aterosklerosis (Saputra dkk, 2015). Berbagai studi
epidemiologi telah dilakukan dan didapatkan beragam faktor risiko yang
dikaitkan dengan aterosklerosis seperti faktor usia, genetik, dislipidemia,
merokok, diabetes mellitus hingga inflamasi (Liana, 2014).
Asupan gizi atau pola makan merupakan salah satu faktor risiko
lingkungan utama dari penyakit kardiovaskular melalui kolesterol darah.
Asupan gizi khususnya asupan asam lemak berkaitan erat dengan
peningkataan kadar LDL kolesterol pada plasma darah. Asupan asam lemak
jenuh yang umumnya berasal dari produk hewani jika dikonsumsi dalam
jumlah banyak secara signifikan akan meningkatkan kadar LDL kolesterol
darah maupun HDL kolesterol. Sedangkan, asupan asam lemak tidak jenuh
sebagian besar berasal dari minyak yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan
kacang-kacangan dapat menurunkan kadar LDL dan HDL kolesterol darah
(Djuwita, 2013). Hal ini juga dikemukakan oleh Xu Tao et al (2012) bahwa
hasil studi subklinik dan klinik menunjukkan bahwa penggantian asam lemak
jenuh dengan asam lemak tak jenuh dalam diet, berhasil menurunkan kadar
kolesterol total dan kolesterol LDL tanpa menurunkan kolesterol HDL,
sehingga dapat menurunkan risiko penyakit jantung koroner.
Obat-obatan dan diet keduanya telah terbukti efektif dalam mengurangi
kadar kolesterol darah yang merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskular
dan kematian. Namun demikian, ketidakefektifan strategi diet konvensional
untuk mengurangi kolesterol darah dibandingkan dengan statin telah
mengurangi antusias untuk diet sebagai pilihan terapi. Dalam upaya untuk
meningkatkan efektivitas diet dalam menurunkan kolesterol darah, The
National Cholesterol Education Program (NCEP) Adult Treatment Panel III
dan American Heart Association baru-baru ini merekomendasikan penggunaan
makanan fungsional atau makanan tinggi komponen yang mengurangi
kolesterol sebagai pilihan dalam strategi diet. Bahan-bahan fungsional
termasuk serat kental, protein kedelai, sterol, dan kacang-kacangan (David et
al, 2007).
Berbagai faktor yang dapat menyebabkan peningkatan kadar kolesterol
LDL dalam darah seperti faktor genetik, diet tinggi kolesterol, dan kurangnnya
aktivitas fisik. Olahraga tipe aerobik dengan intensitas tinggi dapat
menurunkan kadar kolesterol LDL, hal ini berhubungan dengan meningkatnya
aktivitas mitokondria dan transport kolesterol dari jaringan perifer ke hepar
untuk didegradasi selama olahraga tipe aerobik berlangsung. Pada orang-orang
dengan kadar kolesterol LDL tinggi, didapatkan lemak subkutan abdomen yang
tebal. Dengan olahraga, terjadi penurunan ketebalan lemak subkutan abdomen
yang diikuti penurunan kadar kolesterol LDL (Batjo dkk, 2013).
Adapun pada lansia, dapat dilakukan aktivitas fisik seperti senam bugar.
Strategi tersebut diharapkan mampu mempertahankan kualitas hidup lansia
agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari. Senam adalah salah satu bentuk
olahraga yang gerakannya mudah untuk diikuti oleh siapapun, termasuk lansia.
Senam bugar lansia adalah senam aerobik low impact (menghindari loncat-
loncat), intensitas ringan sampai sedang, gerakan mudah dilakukan, gerakan
tidak menimbulkan risiko cedera, gerakan harus bersifat ritmis, tidak terhentak-
hentak, jarang merubah gerakan secara tiba-tiba. Beberapa penelitian
membuktikan bahwa olahraga secara rutin dan teratur dapat meningkatkan
kadar HDL dan menurunkan kadar LDL dalam darah (Sugeha dkk, 2013).

F. Tinjauan Umum tentang Zinc

Seng/zinc adalah salah satu mineral yang dibutuhkan oleh tubuh dan
dikelompokkan dalam golongan trace mineral. Fungsi seng terbilang sangat
penting bagi kelangsungan hidup sel-sel tubuh manusia. Seng dapat mudah
ditemukan pada berbagai jenis makanan yang kaya akan kandungan protein
seperti daging, kacang-kacangan, dan polong-polongan. Asupan seng yang
dibutuhkan tubuh manusia sebenarnya sangat sedikit, namun ternyata
penyerapan seng oleh tubuh pun sangatlah kecil. Dari sekitar 4-14 mg/hari
jumlah seng yang dianjurkan untuk dikonsumsi, hanya sekitar 10-40% yang
dapat diserap. Sumber paling baik adalah sumber protein hewani, terutama
daging, hati, kerang, biji-bijian (lengkap), serealia, leguminosa dan telur (Par’i,
dkk, 2017). Tubuh manusia mengandung 2-3 gram seng, dan hampir 90%
ditemukan dalam otot dan tulang. organ lain yang mengandung konsentrasi
seng termasuk prostat, hati, saluran pencernaan, ginjal, kulit, paru-paru, otak,
jantung, dan pancreas (Plum et al, 2010).
Zinc (Zn) merupakan salah satu mineral mikro yang dibutuhkan bagi setiap
sel di dalam tubuh. Kecukupan mineral ini penting dalam menjaga kesehatan
secara optimal. Fungsi Zn sebagai kofaktor berbagai enzim, struktur dan
integritas sel, sintesis DNA, penyimpanan dan pengeluaran hormonal,
imunotransmisi dan berperan dalam sistem tanggap kebal. Defisiensi Zn dapat
menyebabkan penurunan nafsu makan, dermatitis, pertumbuhan lambat,
kematangan seksual lambat, infertilitas dan imunodefisiensi. Kejadian ini
dikaitkan dengan perubahan fungsi sistem tanggap kebal, seperti menurunnya
fungsi sel B dan T, menurunnya fagositosis dan menurunnya produksi sitokin.
Pada defisiensi Zn yang parah ditandai dengan menurunnya fungsi tanggap
kebal dan meningkatnya kejadian infeksi. Zn mampu berperan di dalam
meningkatkan respon tanggap kebal secara nonspesifik maupun spesifik. Peran
respon tanggap kebal non-spesifik melalui aktivitas fagositosis yang
diperantarai oleh sel netrofil dan monosit. Sedangkan peran respon tanggap
kebal spesifik meliputi humoral maupun seluler yang diperantarai oleh sel
limfosit B maupun sel limfosit T. Pemberian Zn mampu meningkatkan kinerja
sel leukosit, melalui stimulasi produksi tumor necrosis factor-alpha (TNF-α)
oleh sel monosit, sehingga kemampuan fagositosis meningkat. Selain itu, Zn
juga mampu meningkatkan produksi limfokin yang menyebabkan sel limfosit
mampu berdiferensiasi dan berproliferasi (Widhyari, 2012).
Zn adalah zat gizi yang berperan penting pada banyak fungsi tubuh seperti
pertumbuhan sel, pembelahan sel, metabolisme tubuh, fungsi imunitas dan
perkembangan. Suplementasi Zn secara bermakna mempunyai respon yang
positif terhadap kenaikan berat badan dan tinggi badan, serta mampu
meningkatkan pertumbuhan linear pada remaja dan anak stunted. Adanya
pengaruh Zn terhadap pertumbuhan dikarenakan Zn termasuk salah satu zat
gizi yang tergolong dalam nutrien tipe 2. Nutrien tipe 2 merupakan bahan
pokok komposisi sel dan sangat penting untuk fungsi dasar jaringan. Selain itu,
nutrien yang masuk dalam tipe ini seperti halnya Zn memiliki karakteristik
yaitu tidak memiliki tempat penyimpanan sehingga diperlukan masukan terus-
menerus dalam jumlah yang kecil. Dampak utama jika terjadi defisiensi Zn
adalah kegagalan pertumbuhan dan berkurangnya volume jaringan (loss of
tissue). Zinc dibutuhkan untuk proses pertumbuhan bukan hanya karena efek
replikasi sel dan metabolisme asam nukleat tetapi juga sebagai mediator
hormon pertumbuhan (Kusudaryati dkk, 2017).
Defisiensi zinc merupakan kondisi yang sering terjadi di negara
berkembang. Berbagai masalah dapat timbul akibat defisiensi zinc. Sebuah
telaah menunjukkan defisiensi zinc meningkatkan kejadian diare dan
pneumonia. Berbagai faktor risiko ditengarai berkonstribusi pada keadaan
defisiensi zinc, di antaranya adalah asupan kandungan zinc yang rendah,
kebutuhan meningkat, maupun ekskresi berlebihan, misalnya pada diare. Diare
akan menyebabkan peningkatan ekskresi zinc dalam tinja, balans zinc yang
negatif, dan menurunkan konsentrasi zinc dalam jaringan. Pada diare, zinc
berperan dalam inhibisi second messenger induced Cl secretion (cAMP,
cGMP, ion kalsium) meningkatkan absorpsi natrium, memperbaiki
permeabilitas intestinal, dan fungsi enzim pada enterosit, meningkatkan
regenerasi epitel usus dan respons imun lokal dengan membatasi bacterial
overgrowth, dan meningkatkan klirens pathogen (Marlia dkk, 2015).
Pada keadaan diare, seng berperan sebagai antioksidan, mempengaruhi
absorpsi air dan natrium, meningkatkan metabolism vitamin A, mencegah
defisiensi enzim disakaridase, meningkatkan sistem imun, dan sebagai kofaktor
enzim (Artana, 2005 dalam Arnisama dkk, 2013). Kekurangan seng dapat
mempengaruhi ketidakseimbangan antara fungsi sel Th1 dan Th2. Kekurangan
seng juga berhubungan langsung dengan regulasi respon imun yang berkurang
adalah karena menurun di lymphopoesis, serta penurunan populasi absolut
limfosit perifer dan spleenocytes sehingga berpengaruh pada respon imun dan
produksi antibodi pada host yang normal (Goswami dkk, 2005 dalam Mastuti,
2015).
Seng berpengaruh baik secara langsung pada sistem gastrointestinal
maupun secara tidak langsung dalam sistem imun. Seng berperan dalam
menjaga integritas mukosa usus melalui fungsinya dalam regenerasi sel dan
stabilitas membran sel. Defisiensi seng merusak epidermis dan mukosa saluran
cerna sehingga memudahkan invasi kuman pada saluran cerna (Fedriyansyah,
2010 dalam Arnisama dkk, 2015). Ibs dan Rink (2003 dikutip dalam Widhyari,
2012) melaporkan bahwa penurunan kadar Zn dalam tubuh dapat mengganggu
aktivitas sel natural killer (NK) dan fagositosis oleh makrofag dan netrofil,
selain itu juga menurunkan jumlah leukosit granulosit. Defisiensi Zn jangka
panjang menurunkan produksi sitokin dan merusak pengaturan aktivitas sel T
helper. Untuk pengobatan defisiensi zinc, terapi penggantian seng dengan dosis
seng harian sekitar 30 mg dianggap relatif aman. Namun, studi lebih lanjut dari
keamanan dan efek samping dari terapi penggantian seng juga diperlukan
(Yanagisawa, 2004).
G. Tinjauan Umum tentang Hemoglobin

Hemoglobin atau disingkat dengan Hb merupakan bagian penting pada


molekul hemoglobin adalah besi dan pigmen sel darah merah yang membawa
oksigen. Setiap molekul Hemoglobin terdiri dari protein (globin) dan 4
molekul heme. Pengukuran Hemoglobin adalah cara paling umum digunakan
untuk melihat anemia karena kekurangan besi, namun karena orang yang tidak
anemia dan orang yang kekurangan besi saling beririsan pada nilai
hemoglobin, maka penggunaan konsentrasi hemoglobin tidak digunakan
sebagai satu satunya pengukuran status besi individu. Namun, dapat digunakan
untuk melihat status defisiensi besi pada suatu populasi pada situasi yang
spesifik. Nilai Hemoglobin pada darah berbeda menurut waktu, pada malam
hari nilainya lebih rendah dibandingkan pagi hari dan dari hari ke hari berbeda,
namun perbedaannya sangat kecil (Par’i dkk, 2017).
Anemia adalah kondisi dimana kadar hemoglobin kurang dari yang
diharapkan sesuai dengan usia dan jenis kelamin, dimana kadar hemoglobin
saat kita lahir tinggi (20 gram/dL), tetapi menurun pada kehidupan tiga bulan
pertama sampai angka terendah (10 gram/dL) sebelum meningkat kembali
menjadi nilai dewasa normal (> 12 gram/dL pada wanita dan > 13 gram/dL
pada pria). Konsentrasi Hb adalah indikator yang paling dapat diandalkan dari
anemia pada tingkat populasi. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia nomor 736a/Menkes/XI/1989 batas kadar
hemoglobin normal untuk masing-masing kelompok umur dan jenis kelamin
diantaranya adalah 11 gram/dL untuk kelompok anak usia 6 bulan sampai
dengan 6 tahun, 12 gram/dL untuk anak usia 6 sampai dengan 14 tahun, 13
gram/dL untuk kelompok pria dewasa, 12 gram untuk kelompok wanita
dewasa, 11 gram/dL untuk kelompok ibu hamil, dan 12 gram untuk kelompok
ibu menyusui lebih dari 3 bulan (Aulia dkk, 2017).
Pada penderita anemia lebih sering disebut kurang darah, kadar sel darah
merah atau hemoglobin di bawah normal. Penyebabnya bisa karena
kekurangan zat besi, asam folat dan vitamin B12. Tetapi yang sering terjadi
adalah anemia yang disebabkan karena kekurangan zat besi. Anemia defisiensi
besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh,
sehingga kebutuhan zat besi untuk eritropoesis tidak cukup, yang ditandai
dengan gambaran sel darah merah hipokrom-mikrositer, kadar besi serum dan
jenuh transferin menurun, kapasitas ikat besi total meninggi dan cadangan besi
dalam sumsum tulang serta di tempat yang lain sangat kurang atau tidak ada
sama sekali (Arnold et al, 2009).
Adapun menurut Beard (2008) bahwa anemia gizi besi merupakan
kekurangan pasokan zat gizi besi (Fe) yang merupakan inti molekul
hemoglobin sebagai unsur utama sel darah merah. Akibat anemia gizi besi
terjadi pengecilan ukuran hemoglobin, kandungan hemoglobin rendah, serta
pengurangan jumlah sel darah merah. Anemia zat besi biasanya ditandai
dengan menurunnya kadar Hb total dibawah nilai nomal (hipokromia) dan
ukuran sel darah merah lebih kecil dari normal (mikrositosis). Tanda-tanda ini
biasanya akan mengganggu metabolisme energi yang dapat menurunkan
produktivitas.
Kreamer (2007 dikutip dalam Masthalina dkk, 2015) menyatakan bahwa
penyebab anemia adalah akibat faktor gizi dan non gizi. Faktor gizi terkait
dengan defisiensi protein, vitamin, dan mineral, sedangkan faktor non gizi
terkait penyakit infeksi. Protein berperan dalam proses pembentukan
hemoglobin, ketika tubuh kekurangan protein dalam jangka waktu lama
pembentukan sel darah merah dapat terganggu dan ini yang menyebabkan
timbul gejala anemia, sedangkan vitamin yang terkait dengan defisiensi zat
besi adalah vitamin C yang dapat membantu mempercepat penyerapan besi di
dalam tubuh serta berperan dalam memindahkan besi ke dalam darah,
mobilisasisimpanan besi terutama hemosiderin dalam limpa.
Remaja putri merupakan salah satu kelompok yang rentan terhadap
masalah defisiensi zat gizi, salah satunya adalah anemia. Penyebab tersering
anemia adalah kekurangan satu atau lebih zat gizi, di antaranya besi dan asam
folat yang sangat dibutuhkan untuk pembentukan hemoglobin (Pangestika dkk,
2016). Remaja putri berisiko lebih tinggi terkena anemia dibandingkan dengan
remaja laki-laki karena alasan pertama remaja perempuan setiap bulan
mengalami siklus menstruasi dan alasan kedua yaitu karena memiliki
kebiasaan makan yang salah, hal ini terjadi karena para remaja putri ingin
langsing untuk menjaga penampilannya sehingga mereka berdiet dan
mengurangi makan, akan tetapi diet yang dijalankan merupakan diet yang tidak
seimbang dengan kebutuhan tubuh sehingga dapat menyebabkan tubuh
kekurangan zat-zat penting seperti zat besi. Anemia pada remaja akan
berdampak pada penurunan konsentrasi belajar, penurunan kesegaran jasmani,
dan gangguan pertumbuhan sehingga tinggi badan dan berat badan tidak
mencapai normal (Masthalina dkk, 2015).
Dampak anemia yang paling jelas terlihat adalah menurunnya kemampuan
berfikir (konsentrasi dan kecerdasan berkurang) dan terganggunya aktifitas
fisik karena kondisi badan yang mudah lelah. Selain itu, anemia gizi dapat
mengganggu respons sistem kekebalan, terutama sel limfosit-T, sehingga
mempermudah terserang penyakit infeksi. Penelitian yang dilakukan di
Makassar menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara status
KEK dengan kejadian anemia remaja putri. Remaja putri yang KEK berisiko
menderita anemia 4,85 kali lebih besar dibandingkan dengan remaja putri yang
tidak KEK (Pramodya dkk, 2015).
Hemoglobin dapat diukur secara kimia dan jumlah Hb/100 ml darah dapat
digunakan sebagai indeks kapasitas pembwa oksigen pada darah. Kadar
hemoglobin seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: usia,
jenis kelamin, penyakit sistemik dan pola makan. Asupan zat gizi berperan
dalam pembentukan sel darah merah. Asupan zat gizi yang tidak mencukupi
dapat mengganggu pembentukan sel darah merah. Padahal umur sel darah
merah di dalam darah harus selalu dipertahankan cukup banyak. Terganggunya
pembentukan sel darah merah bisa disebabkan makanan yang dikonsumsi
kurang mengandung zat gizi terutama zat-zat gizi penting seperti besi, asam
folat, vitamin B12, protein, vitamin C dan zat gizi penting lainnya (Matayane
dkk, 2014).
Pemberian tablet tambah darah merupakan salah satu upaya untuk
mengatasi anemia, namun masih belum maksimal karena berbagai hambatan
seperti kurangnya kesadaran masyarakat untuk pencegahan dan pengendalian
anemia, terutama untuk melakukan cek kadar hemoglobin di pusat kesehatan
dan status ekonomi yang menjadi hambatan untuk mendapatkan sumber
makanan kaya zat besi. Indonesia kaya akan bahan makanan yang kaya zat
besi, namun belum diketahui oleh masyarakat luas. Salah satunya adalah daun
salam yang sudah digunakan dalam masakan sehari-hari. Daun salam
merupakan tanaman asli Indonesia yang mudah ditemukan dan dimanfaatkan
oleh semua kalangan. Daun salam merupakan pohon tropis yang daunnya
dikenal sebagai bumbu dan juga ramuan untuk jamu dan obat tradisional di
Indonesia yang memiliki aktivitas aktioksidan. Tanaman ini memiliki
kandungan yang berlimpah sehingga merupakan bahan yang menarik untuk
digunakan dalam pengobatan berbagai masalah kesehatan (Adyani dkk, 2018).
BAB III

METODE PRAKTIKUM

A. Tempat dan Waktu Praktikum


Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Biofisik Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin pada tanggal 26 Maret 2019,
pukul 08.00 WITA sampai selesai.

B. Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu spoit 3-5 ml,
torniqued/pengikat karet lengan, botol vial untuk mereaksikan bahan kimia
dalam skala kecil, rak tabung untuk menyimpan botol vial, mikropipet 10 μl
dan 1000 μl untuk memindahkan bahan dalam skala mikro, sentrifuge untuk
menyentrifus bahan, photometer analyzer digunakan untuk membaca
gelombang berskala kecil, spoit tanpa jarum 3-5 ml, beaker glass, blood
lancet untuk menusuk kulit pada jari, softclick, microcuvet untuk mengambil
tetesan darah pada jari, kapas dan alkohol untuk membersihkan jari,
hemoglobinmeter untuk membaca kadar hemoglobin pada darah.
Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu serum atau darah,
larutan glukosa, larutan kolesterol, larutan trigliserida, nodrop HDL,
nodrop LDL, ZnSO4 0,1%.

C. Peserta Praktikum
Adapun peserta praktikum adalah Kelompok 1 kelas Praktikum Dasar
Kesmas B Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.

D. Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja dari praktikum yang dilakukan yaitu:
1. Pengambilan Spesimen (Flebotomi)
Adapun prosedur kerja dalam pengambilan spesimen (flebotomi)
yaitu:
a. Disiapkan alat-alat yang dibutuhkan.
b. Dipasang torniqued (ikatan pembendung) pada lengan bagian atas dan
posisi tangan praktikan mengepal dan membuka tangan beberapa kali
agar vena terlihat jelas.
c. Ditegakkan kulit di bagian lengan dengan jari-jari tangan kiri supaya
vena tidak bergerak-gerak pada saat tusukan.
d. Dibersihkan bagian yang akan ditusuk dengan kapas alkohol dan
dikeringkan.
e. Ditusuk bagian vena yang sudah dibersihkan dengan spoit sampai
ujung jarum masuk ke dalam lumen vena. Ditarik penghisap spoit
perlahan-lahan sampai jumlah darah yang dikehendaki didapat.
f. Dilepaskan torniqued (karet bendungan).
g. Diletakkan kapas diatas jarum dan spoit dicabut.
h. Dibuka jarum spoit dan dialirkan perlahan-lahan dalam tabung
sentrifus secukupnya (± 3 ml) untuk dipisahkan serumnya, diamkan 5-
10 menit sebelum disentrifus.
i. Dialirkan sisanya ke dalam tabung vial yang sudah berisi EDTA,
digoyang-goyang hingga merata.
2. Mendapatkan Serum
Adapun prosedur kerja dalam mendapatkan serum yaitu:
a. Disentrifus darah yang sudah diendapkan dengan kecepatan 1500-
3000 rpm selama 5-10 menit.
b. Diharapkan pipet bagian atas (serum) dengan hati-hati ke dalam
tabung reaksi. Hindari terjadi hemolisis.
3. Pemeriksaan Glukosa
Adapun prosedur kerja dalam pemeriksaan Glukosa yaitu:
a. Disediakan tabung bersih yang telah diberi label.
b. Diisi tabung dengan larutan glukosa sebanyak 1000 μl.
c. Ditambahkan sampel serum sebanyak 10 μl dan dihomogenkan.
d. Diinkubasikan selama 10 menit pada suhu 370C.
e. Diamati dan dicatat perubahan warna yang terjadi.
f. Diukur kadar glukosa dengan menggunakan alat Fotometer
Analyzer.
g. Dicatat nilai kadar glukosa yang akan tertera pada layar.
4. Pemeriksaan Kolesterol
Adapun prosedur kerja dalam pemeriksaan Kolesterol yaitu:
a. Disediakan tabung bersih yang telah diberi label.
b. Diisi tabung dengan larutan kolesterol sebanyak 1000 μl.
c. Ditambahkan sampel serum sebanyak 10 μl dan dihomogenkan.
d. Diinkubasikan selama 10 menit pada suhu 370C.
e. Diamati dan dicatat perubahan warna yang terjadi.
f. Diukur kadar kolesterol dengan menggunakan alat Fotometer
Analyzer.
g. Dicatat nilai kadar Kolesterol yang akan tertera pada layar.
5. Pemeriksaan Trigliserida
Adapun prosedur kerja dalam pemeriksaan Trigliserida yaitu:
a. Disediakan tabung bersih yang telah diberi label.
b. Diisi tabung dengan larutan trigliserida sebanyak 1000 μl.
c. Ditambahkan sampel serum sebanyak 10 μl dan dihomogenkan.
d. Diinkubasikan selama 10 menit pada suhu 370C.
e. Diamati dan dicatat perubahan warna yang terjadi.
f. Diukur kadar trigliserida dengan menggunakan alat Fotometer
Analyzer.
g. Dicatat nilai kadar trigliserida yang akan tertera pada layar.
6. Pembuatan Supernatan HDL
Adapun prosedur kerja dalam pembuatan supernatan HDL yaitu:
a. Disediakan tabung bersih yang telah diberi label.
b. Diisi tabung dengan sampel serum sebanyak 300 μl.
c. Ditambahkan nodrop HDL sebanyak 1 tetes.
d. Ditutup tabung dan dipusingkan dengan alat centrifuge selama 5
menit.
e. Hasil pemusingan pada centrifuge merupakan supernatan.
7. Pembuatan Supernatan LDL
Adapun prosedur kerja dalam pembuatan supernatan LDL yaitu:
a. Disediakan tabung bersih yang telah diberi label.
b. Diisi tabung dengan sampel serum sebanyak 300 μl.
c. Ditambahkan nodrop LDL sebanyak 3 tetes.
d. Ditutup tabung dan pusingkan dengan alat centrifuge selama 5 menit.
e. Hasil pemusingan pada centrifuge merupakan supernatan.
8. Pemeriksaan HDL
Adapun prosedur kerja dalam pemeriksaan HDL yaitu:
a. Disediakan tabung bersih yang telah diberi label.
b. Diisi tabung dengan larutan kolesterol sebanyak 1000 μl.
c. Ditambahkan sampel supernatan sebanyak 10 μl dan dihomogenkan.
d. Diinkubasikan selama 10 menit pada suhu 370C.
e. Diamati dan dicatat perubahan warna yang terjadi.
f. Diukur kadar HDL dengan menggunakan alat Fotometer Analyzer.
g. Dicatat nilai kadar HDL yang akan tertera pada layar.
9. Pemeriksaan LDL
Adapun prosedur kerja dalam pemeriksaan LDL yaitu:
a. Disediakan tabung bersih yang telah diberi label.
b. Diisi tabung dengan larutan kolesterol sebanyak 1000 μl.
c. Ditambahkan sampel supernatan sebanyak 10 μl dan dihomogenkan.
d. Diinkubasikan selama 10 menit pada suhu 370C.
e. Diamati dan catat perubahan warna yang terjadi.
f. Diukur kadar LDL dengan menggunakan alat Fotometer Analyzer.
g. Dicatat nilai kadar LDL yang akan tertera pada layar.
10. Pemeriksaan Status Seng (Zn)
Adapun prosedur kerja dalam pemeriksaan Status Seng yaitu:
a. Disemprotkan sebanyak 3-5 ml ZnSO4 0,1% ke dalam mulut
responden dengan menggunakan spoit tanpa jarum.
b. Dibiarkan cairan dalam mulut selama 10 detik, sesudah itu dibuang
dan kepada responden ditanyakan tentang apa yang dirasakan.
Responden dibagi ke dalam 4 kategori :
1) Tidak merasakan apa-apa/seperti merasakan air biasa walaupun
telah ditunggu 10 detik.
2) Mula-mula tidak merasakan sesuatu dengan pasti, tetapi dalam
beberapa detik kemudian terasa kering, kesat atau manis.
3) Segera merasakan sesuatu dengan pasti tetapi tidak sampai
menyakitkan atau mengganggu rasa tersebut makin lama makin
kuat.
4) Segera timbul rasa yang kuat dan mengganggu sehingga
responden langsung meringis.
Responden yang termasuk kategori 1 dan 2 adalah yang menderita
defisiensi Seng, sedangkan yang termasuk kategori 3 dan 4 adalah
normal.
11. Pemeriksaan Hemoglobin
Adapun prosedur kerja dalam pemeriksaan Hemoglobin yaitu:
a. Disiapkan peralatan yang akan digunakan.
b. Dibersihkan jari yang akan diambil darahnya terlebih dahulu dengan
kapas yang mengandung alkohol.
c. Digunakan blood lancet untuk mengambil darah pada jari yang telah
diolesi alkohol.
d. Dibuang darah pertama yang menetes, selanjutnya tetesan darah
kedua diambil dengan menggunakan microcuvet.
e. Dilakukan pemeriksaan pada alat hemoglobinmeter.
f. Dibandingkan hasilnya dengan kadar Hb normal yaitu untuk pria 13-
16 g/dL dan untuk wanita 12-14 g/dL.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Tabel Hasil
1. Glukosa, Kolesterol, Trigliserida, HDL, dan LDL
Adapun hasil praktikum pemeriksaan glukosa, trigliserida, kolesterol,
HDL, dan LDL yang dilakukan dengan menggunakan sampel serum dari
saudari Dian Nurul Pratiwi oleh Kelompok 4 pada tanggal 26 Maret 2019
di laboratorium ditunjukkan pada tabel 4.1 di bawah ini:

Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Glukosa, Trigliserida, Kolesterol, HDL,


dan LDL pada Praktikan Kelompok 4 pada Tahun 2019
No Sampel Kadar Normal Nilai Hasil Keterangan
1 Glukosa 75-115 mg/dL 74 mg/dL Rendah
2 Kolesterol < 200 mg/dL 161 mg/dL Normal
3 Trigliserida < 200 mg/dL 64 mg/dL Normal
4 HDL < 50 mg/dL 65 mg/dL Tinggi
5 LDL < 150 mg/dL 44 mg/dL Normal
Sumber: Data Primer, 2019

2. Analisis Status Zn (Seng)


Adapun hasil praktikum pemeriksaan status Zn (Seng) yang dilakukan
oleh Kelompok 1 pada tanggal 26 Maret 2019 di laboratorium ditunjukkan
pada tabel 4.2 di bawah ini:

Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Status Zn (Seng) pada Praktikan


Kelompok 1 pada Tahun 2019
Nama Hasil Keterangan
Syahrul 2 Defisiensi Seng
Nurul Fitriani Arfanti 2 Defisiensi Seng
Rini Damayanti 2 Defisiensi Seng
Rima Eka Juliarti 1 Defisiensi Seng
Suci Yanti 3 Normal
A. Nur Awalia Salshabila 3 Normal
A. Nur Batariola 1 Defisiensi Seng
Rifdah Wardani 2 Defisiensi Seng
Astari Rhey Amalia 1 Defisiensi Seng
Alifah Nurfadhilah Sari 4 Normal
Sumber: Data Primer, 2019
Penjelasan tentang hasil pemeriksaan singkat disini (khusus penulis)

3. Pemeriksaan Hemoglobin (Hb)


Adapun hasil praktikum pemeriksaan hemoglobin (Hb) yang
dilakukan oleh kelompok 1 pada tanggal 26 Maret 2019 di laboratorium
ditunjukkan pada tabel 4.3 di bawah ini:

Tabel 4.3 Hasil Pemeriksaan Hemoglobin (Hb) pada Praktikan


Kelompok 1 pada Tahun 2019
Nama Hasil Keterangan
Syahrul 17,6 g/dL Tinggi
Nurul Fitriani Arfanti 12,8 g/dL Normal
Rini Damayanti 13,8 g/dL Normal
Rima Eka Juliarti 14,3 g/dL Tinggi
Suci Yanti 13,8 g/dL Normal
A. Nur Awalia Salshabila 14,5 g/dL Tinggi
A. Nur Batariola 12,8 g/dL Normal
Rifdah Wardani 13,3 g/dL Normal
Astari Rhey Amalia 15,8 g/dL Tinggi
Alifah Nurfadhilah Sari 14,9 g/dL Tinggi
Sumber: Data Primer, 2019
Penjelasan tentang hasil pemeriksaan singkat disini (khusus penulis)
B. Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, digunakan sampel darah untuk
mengetahui kadar glukosa, kolesterol, trigliserida, HDL, dan LDL dalam
tubuh. Sampel darah yang digunakan berasal dari darah saudari Dian Nurul
Pratiwi. Setelah didapatkan sampel darah, sampel kemudian disentrifus untuk
memisahkan antara plasma darah dan serum. Selain itu, juga dilakukan
pemeriksaan status seng dan kadar hemoglobin. Adapun hasil pemeriksaan
status seng dan hemoglobin dari praktikan yang akan dibahas pada pembahasan
berikut adalah salah satu anggota kelompok 1 yaitu Rima Eka Juliarti.
1. Glukosa, Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL
a. Glukosa
Pada pemeriksaan glukosa dalam darah yang telah dilakukan dengan
menggunakan fotometer analyzer diperoleh hasil yaitu kadar glukosa
dalam serum dari praktikan adalah 74 mg/dL. Dari hasil tersebut
dikatakan bahwa kadar glukosa praktikan tergolong dalam kategori
rendah, dengan kadar standar normal glukosa adalah 75-115 mg/dL.
Artinya, gaya hidup yang diterapkan oleh saudari Dian Nurul Pratiwi
masih perlu diperbaiki agar terhindar dari kelainan fungsi pada berbagai
sistem organ tubuh. Salah satu gangguan kesehatan yang terjadi ketika
kadar gula di dalam darah berada di bawah kadar normal yaitu
Hipoglikemia.
Menurut Indriyani (2007) bahwa untuk mengontrol kadar glukosa
tetap dalam batas dan dapat selalu terkendali, perlu mengupayakan gaya
hidup sehat yakni dengan mengatur cara makan supaya makan tidak
berlebihan serta meningkatkan aktivitas fisik sehingga tubuh tetap sehat
dan terhindar dari komplikasi yang mungkin terjadi. Pemeriksaan kadar
glukosa yang dilakukan merupakan pemeriksaan kadar glukosa sewaktu.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara pasien datang langsung untuk di
tes glukosanya. Selain pemeriksaan glukosa sewaktu, terdapat
pemeriksaan kadar glukosa lain, yaitu glukosa puasa dan glukosa 2 jam
pp. Glukosa puasa adalah kadar gula yang diukur setelah melakukan
puasa selama kurang lebih 10-12 jam. Sedangkan glukosa 2 jam pp sama
dengan gula darah puasa, hanya saja setelah puasa 2 jam sebelum tes
pasien dianjurkan untuk makan dulu dan kemudian baru dilakukan
pemeriksaan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan kadar gula pada saudari Dian Nurul
Pratiwi, bisa jadi penyebab dari rendahnya kadar glukosa praktikan yaitu
karena faktor diet maupun pengaruh obat-obatan. Seseorang yang
mengalami kadar gula di bawah normal dianjurkan untuk makan setiap 3
jam sekali. Selain itu, seseorang yang mengalami kadar gula di bawah
normal juga dianjurkan untuk mengonsumsi kacang-kacangan, buah, keju
dan roti gandum utuh dengan selai kacang. Hal tersebut dapat
menstabilkan kadar gula dalam tubuh.
b. Kolesterol
Pada pemeriksaan kolesterol dalam darah yang telah dilakukan
dengan menggunakan fotometer analyzer diperoleh hasil yaitu kadar
kolesterol dalam serum dari praktikan adalah 161 mg/dL. Dari hasil
tersebut dikatakan bahwa kadar kolesterol pada sampel serum pada
keadaan hampir rendah namun termasuk dalam keadaan normal, dengan
kadar standar normal kolesterol adalah < 200 mg/dL. Dewasa ini pola
makan modern sering dihubungkan dengan meningkatnya kadar
kolesterol di dalam darah. Tingginya kolesterol darah dapat memicu
munculnya penyakit degeneratif seperti stroke dan penyakit jantung
koroner. Jenis makanan yang diduga berpengaruh terhadap timbulnya
penyakit degeneratif yaitu makanan yang mengandung asam lemak jenuh
dan asam lemak trans. Asam lemak trans memiliki pengaruh hampir 2
kali lipat dalam meningkatkan rasio K-LDL/K-HDL dibandingkan
dengan asam lemak jenuh. Perubahan pada rasio kolesterol total/HDL-K
atau K-LDL/K-HDL merupakan prediktor CHD (Coronary Heart
Disease) (Sartika, 2008).
Dalam upaya untuk meningkatkan efektivitas diet dalam menurunkan
kolesterol serum, The National Cholesterol Education Program (NCEP)
Adult Treatment Panel III dan American Heart Association baru-baru ini
merekomendasikan penggunaan makanan fungsional atau makanan
tinggi komponen yang mengurangi kolesterol sebagai pilihan dalam
strategi diet. Bahan-bahan fungsional termasuk serat kental, protein
kedelai, sterol, dan kacang-kacangan. Selain itu, makanan yang
mengandung komponen ini semua diizinkan oleh US Food and Drug
Administration untuk membawa klaim kesehatan yang mereka
mengurangi risiko penyakit kardiovaskular. Secara individual, makanan
ini telah ditunjukkan untuk kolesterol serum lebih rendah 4-7%. Dalam
kombinasi, pengurangan kolesterol mendekati mereka diamati dengan
menggunakan lovastatin, generasi pertama statin, telah dilaporkan
(David, 2007).
Banyak faktor yang mempengaruhi perubahan kadar kolestrol,
terutama faktor genetik, umur, seks dan lingkungan. Pola makan sehari-
hari tidak bisa diabaikan begitu saja, sebab darah mengandung 80%
kolesterol yang di produksi oleh tubuh sendiri dan 20% berasal dari
makanan. Kolesterol berlebih akan menimbulkan masalah terutama pada
pembuluh darah jantung dan otak. Sehingga untuk mempertahankan
kadar kolestrol tetap normal kita harus memperhatikan hal-hal tersebut.

c. Trigliserida
Dari hasil percobaan yang dilakukan, didapatkan hasil pemeriksaan
trigliserida pada sampel serum yang diuji coba yaitu 64 mg/dL. Hal ini
menunjukkan bahwa kadar trigliserida dikategorikan dalam kelompok
yang tidak ada gangguan lipid atau normal. Kadar normal trigliserida
yaitu < 200 mg/dL. Komponen lipid dalam plasma adalah trigliserida,
kolesterol, dan fosfolipid. Trigliserida memiliki sebuah rangka gliserol
tempat 3 asam lemak diesterkan. Trigliserida adalah bentuk lemak yang
paling efisien untuk menyimpan kalor yang penting untuk proses-proses
yang membutuhkan energi dalam tubuh (Hardisari & Koiriyah, 2016).
Trigliserida merupakan komponen lipid utama dalam asupan
makanan, terdapat sekitar 98% dari total lipid dan 2% sisanya terdiri atas
fosfolipid dan kolesterol (bebas dan ester). Trigliserida dapat disimpan
dalam jumlah berlimpah untuk memasok kebutuhan energi tubuh selama
berbulan-bulan, seperti dalam kasus orang obesitas. Trigliserida disimpan
dalam jaringan adiposa, otot rangka, hati, paru-paru, dan usus untuk
menyediakan energi untuk proses metabolisme (Putri & Isti, 2015).
Trigliserida merupakan lemak darah yang cenderung naik seiring dengan
konsumsi alkohol, peningkatan berat badan dan diet tinggi gula atau
lemak. Peningkatan trigliserida (hipertrigliseridemia) merupakan faktor
risiko terjadinya penyakit jantung koroner dan stroke. Kadar trigliserida
tinggi juga cenderung menyebabkan gangguan tekanan darah dan risiko
diabetes mellitus (Hidayati, 2017).
Trigliserida adalah zat lemak dalam darah yang disimpan dalam sel
lemak tubuh, jika kadarnya berlebih bisa meningkatkan risiko berbagai
penyakit. Oleh karena itu, disarankan kepada praktikan untuk tetap
menjaga kadar trigliseridanya dengan mengonsumsi protein, lemak dan
karbohidrat yang cukup. Selain itu, mengonsumsi buah dan sayur juga
penting dalam menjaga kadar trigliserida agar tetap stabil. Aktivitas fisik
pun juga berpengaruh dalam menjaga kadar trigliserida. Olahraga yang
cukup dapat membantu dalam kestabilan kadar trigliserida.

d. High Density Lipoprotein (HDL)


Pada hasil percobaan yang dilakukan, diperoleh hasil yaitu kadar
HDL praktikan adalah 65 mg/dL. Dari hasil tersebut dikatakan bahwa
kadar HDL berada pada keadaan yang tinggi, dengan kadar standar
normal HDL pada perempuan adalah < 50 mg/dL (Sirajuddin dkk,
2019). High Density Lipoprotein (HDL) atau protein yang berdensitas
tinggi membantu mengeluarkan kelebihan kolesterol dari tubuh sehingga
memperlambat aterosklerosis. Kadar kolesterol HDL yang tinggi dalam
darah dapat melindungi kita dari penyakit kardiovaskular (Gopdianto
dkk, 2013). Rendahnya kadar kolesterol HDL darah merupakan faktor
risiko yang kuat terhadap penyakit kardiovaskuler serta sindrom
metabolik (Gani, 2013).
HDL dikenal sebagai lemak baik karena sifatnya yang dapat
mengambil kolesterol-kolesterol jahat yang beredar di dalam darah.
Selain itu, HDL juga anti peradangan, anti pembekuan darah,
antioksidan, anti kematian sel, dan memengaruhi sistem pertahanan
tubuh. Hal ini membuat ahli kesehatan setuju bahwa meningkatkan
kadar HDL di dalam darah dapat mencegah timbulnya penyakit jantung
dan pembuluh darah. Caranya mulai dari perubahan gaya hidup sampai
dengan penggunaan obat. Namun, belakangan ini sebuah ulasan
mengungkapkan fakta baru yang mengejutkan bahwa sifat HDL sebagai
lemak baik dapat berubah menjadi jahat karena faktor tertentu. Menurut
para peneliti, HDL bersifat jahat apabila terjadi kondisi peradangan.
Kondisi peradangan yang dimaksud di sini, misalnya pada pasien gagal
ginjal kronis dan artritis rheumatoid (Rampengan, 2015).
Kolesterol HDL memang dapat membantu mengurangi risiko
penyakit jantung karena bisa menyingkirkan kelebihan kolesterol dari
tubuh, sedangkan kadar kolesterol HDL yang rendah dapat
meningkatkan risiko penyakit jantung, Namun, kadar HDL yang tinggi
tidak memberikan manfaat dan bahkan bisa menyebabkan kematian dini.
Sebuah studi dari University of Pittsburg pada 225 wanita sehat di usia
40-an menyimpulkan bahwa peningkatan kadar kolesterol HDL bisa
menyebabkan plak yang lebih buruk, yang meningkatkan risiko terkena
stroke atau serangan jantung pada para wanita tersebut. Para peneliti
mengungkapkan bahwa baik kadar kolesterol HDL yang rendah kurang
dari 25 mg/dL dan kolesterol HDL yang tinggi di atas 50 mg/dL
berhubungan dengan meningkatnya risiko kematian prematur.
Sementara itu tingkat kolesterol HDL yang sedang antara 25-50 mg/dL
menurunkan risiko kematian prematur (Zheng & Aikawa, 2012).
Oleh karena itu, disarankan kepada praktikan untuk mengupayakan
agar kadar HDL dalam tubuhnya dapat tergolong dalam kategori normal.
Caranya adalah dengan teratur memeriksa kadar kolesterol, awasi
asupan dan pola makan, nikmati hidup tanpa rokok dan minuman
beralkohol, giat berolahraga, kendalikan berat badan dan hindari stres,
awasi tekanan darah, dan lengkapi dengan konsumsi plant stanol ester.

e. Low Density Lipoprotein (LDL)


Dari hasil percobaan yang dilakukan pada saudari Dian Nurul
Pratiwi diperoleh hasil yaitu kadar LDL dalam serum praktikan adalah 44
mg/dL. Dari hasil tersebut dikatakan bahwa kadar LDL berada pada
keadaan normal. Kadar standar normal LDL dalam tubuh adalah < 150
mg/dL.
Low Density Lipoprotein (LDL) merupakan jenis lipoprotein yang
paling banyak mengangkut kolesterol di dalam tubuh. Kadar kolesterol
LDL yang berlebihan dalam darah akan meningkatkan risiko
penumpukan atau pengendapan kolesterol pada dinding pembuluh
darah arteri yang diikuti dengan terjadinya aterosklerosis. Sebagian
besar kolesterol di dalam darah terikat pada kolesterol LDL dan
kolesterol ini dapat dipakai berbagai jaringan tubuh. Kolesterol LDL
mengan-dung paling banyak kolesterol yaitu sekitar 45% dari semua
jenis lipoprotein sehingga dapat dikatakan bahwa kolesterol LDL
adalah pengangkut kolesterol utama dalam darah. Sel-sel jaringan
tubuh memerlukan kolesterol untuk tumbuh kembang. Sel-sel ini
menerima kolesterol dari kolesterol LDL, namun jumlah kolesterol
yang dapat diterima atau diserap sel ada batasnya. Mengkonsumsi
lemak jenuh atau bahan makanan yang kaya akan kolesterol dapat
menyebabkan peningkatan kadar kolesterol LDL dalam darah. Kadar
kolesterol LDL yang berlebihan dalam darah akan meningkatkan risiko
penumpukan atau pengendapan kolesterol pada dinding pembuluh
darah arteri yang diikuti dengan terjadinya aterosklerosis, oleh karena
itu kolesterol LDL biasa disebut kolesterol jahat dan menjadi sasaran
terapi pencegahan penyakit jantung koroner (PJK) dan stroke (Batjo
dkk, 2013).
Secara umum makanan yang berasal dari hewani (daging
berlemak, keju, mentega, dan krim susu) selain mengandung asam lemak
jenuh juga mengandung kolesterol. Dengan demikian mengurngi asupan
makanan produk hewani akan lebih menguntungkan berupa pembatasan
asupan kolesterol. Asam lemak jenuh dapat meningkatkan kadar
kolesterol. Hasil studi subklinik dan klinik menunjukkan bahwa
penggantian asam lemak jenuh dengan asam lemak tak jenuh dalam diet,
berhasil menurunkan kadar kolesterol total dan kolesterol LDL tanpa
menurunkan kolesterol HDL, sehingga dapat menurunkan risiko penyakit
jantung koroner (Sartika, 2008).
Oleh karena itu, berdasarkan hasil pemeriksaan kadar LDL dalam
tubuh, maka praktikan disarankan menjaga kadar LDL dalam tubuhnya
agar tetap berada pada kategori normal dengan diet tinggi kolesterol dan
memperbanyak melakukan aktivitas fisik. Asupan gizi khususnya protein
hewani serta kekerapan mengonsumsi daging sapi ada hubungannya
dengan prevalensi hiperkolesterolemia. Asupan protein nabati, kekerapan
mengonsumsi tempe, serta asupan serat serta kekerapan mengonsumsi
sayur dan buah dapat dipertimbangkan sebagai makanan yang protektif
atau dapat menurunkan kadar LDL kolesterol dalam darah (Djuwita,
2013).

2. Analisis Status Zinc (Zn) / Seng


Pada pengamatan analisis Seng, yaitu dengan menggunakan metode
Kecap Smith, ingin diketahui kepekaan dan ketajaman indera pengecap
responden yang tergolong atas 4 kategori sebagai:
1. Tidak merasakan apa-apa atau seperti merasakan air biasa walaupun
telah ditunggu 10 detik
2. Mula-mula tidak merasakan sesuatu dengan pasti, tetapi dalam
beberapa detik kemudian terasa kering, kesat, atau manis.
3. Segera merasakan sesuatu dengan pasti tetapi tidak sampai menyakitkan
atau mengganggu, rasa tersebut makin lama makin kuat.
4. Segera timbul rasa yang kuat dan mengganggu sehingga responden
langsung meringis.
Responden yang termasuk kategori 1 dan 2 adalah yang menderita
defisiensi Seng, sedangkan yang termasuk kategori 3 dan 4 adalah normal
(Sirajuddin dkk, 2019).
Pada Tabel 4.3 menunjukkan bahwa praktikan yang mengalami
defisiensi seng yaitu sebanyak 7 orang dari 10 orang. Artinya, hanya 3
praktikan yang memiliki status seng normal dalam tubuhnya, yaitu Suci
Yanti, A. Nur Awalia Salshabila, dan Alifah Nurfadhilah Sari. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar responden masih mengalami defisiensi
seng, dan masih kurang asupan vitamin serta mineral. Sementara praktikan
atas nama Rima Eka Juliarti juga mengalami defisiensi Zinc (Zn) atau kadar
seng dalam tubuhnya tidak normal karena tidak merasakan apa pun terhadap
cairan ZnSO4 yang disemprotkan ke indra pengecap. Berdasarkan kategori
yang ditentukan, praktikan dikategorikan defisiensi seng kategori pertama,
karena saat cairan ZnSO4 disemprotkan, praktikan tidak merasakan apa-apa.
Praktikan hanya seperti merasakan air biasa walaupun telah ditunggu 10
detik.
Zinc (Zn) merupakan salah satu mineral mikro yang memiliki fungsi
dan kegunaan penting bagi tubuh. Zn dibutuhkan oleh berbagai organ tubuh,
seperti kulit, mukosa saluran cerna dan hampir semua sel membutuhkan
mineral ini. Dampak yang ditimbulkan akibat kurangnya mineral ini adalah
terjadinya penurunan nafsu makan sampai pada gangguan sistem pertahanan
tubuh. Penurunan sistem tanggap kebal serta meningkatnya kejadian infeksi
dapat diakibatkan oleh rendahnya kadar Zn di dalam tubuh. Defisiensi Zn
yang parah dicirikan dengan menurunnya fungsi sel imun dalam
menghadapi agen infeksi. Zn mampu berperan di dalam meningkatkan
respon tanggap kebal secara nonspesifik maupun spesifik. Sel makrofag
yang berperan di dalam sistem tanggap kebal akan mengalami kendala
dalam membunuh agen infeksi intraseluler, menurunnya produksi sitokin
dan kendala dalam proses fagositosis. Respon imun yang terganggu
menyebabkan terjadinya perubahan resistensi terhadap infeksi (Widhyari,
2012).
Beberapa penelitian menyatakan pemberian seng selain berperan dalam
sistem imun nonspesifik dan spesifik, juga berperan penting dalam
metabolisme dan transpor vitamin A. Seng berperan dalam sintesis retinol
binding protein (RBP). Jika terjadi defisiensi seng maka akan menimbulkan
gangguan dalam proses sintesis RBP, sehingga vitamin A akan banyak
dalam hati dan rendah dalam sirkulasi darah, berakibat vitamin A tidak
dapat berfungsi secara optimal. Oleh karena seng berperan dalam
metabolisme vitamin A, berarti seng terkait dengan berbagai fungsi vitamin
A salah satunya sebagai sistem kekebalan tubuh. Sehingga jika terjadi
kekurangan seng maka metabolisme vitamin A juga akan terganggu dan
dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh sehingga tubuh lebih mudah
terserang penyakit infeksi salah satunya adalah diare (Arnisama dkk, 2013).
Defisiensi seng menyebabkan anoreksia, gangguan pertumbuhan,
dermatitis, gangguan pengecapan, dan hipogonadisme. Kandungan seng dari
makanan bervariasi, sumber yang sangat baik dari seng adalah daging merah
(terutama daging organ) dan makanan laut (terutama tiram dan moluska).
Produk hewani diperkirakan menyediakan antara 40% dan 70% seng
dikonsumsi oleh kebanyakan orang di Amerika Serikat. Biji-bijian dan
sayuran (berdaun dan akar) merupakan tanaman sumber yang baik dari
seng. Buah-buahan dan olahan sereal memiliki kandungan seng yang
sedikit. Sumber tanaman tidak hanya memiliki kandungan seng yang lebih
rendah, tetapi seng dari tanaman juga diserap pada tingkat lebih rendah dari
seng dari daging (Candra, 2018). Oleh karena itu, praktikan disarankan agar
memperbaiki asupan makanan dengan mempertimbangkan ha-hal yang telah
disebutkan di atas. Suplementasi seng berperan dalam pencegahan penyakit
infeksi.

3. Pemeriksaan kadar Hemoglobin (Hb)


Dari hasil percobaan yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa terdapat
lima praktikan yang memiliki kadar Hb yang tinggi karena melebihi kadar
normal Hb bagi masing-masing pria dan wanita, yaitu Syahrul 17,6 g/dL,
Rima Eka Juliarti 14,3 g/dL, A. Nur Awalia Salshabila 14,5 g/dL, Astari
Rhey Amalia 15,8 g/dL, dan Alifah Nurfadhilah Sari 14,9 g/dL. Adapun
praktikan lainnya memiliki kadar hemoglobin normal. Kadar hemoglobin
normal bagi wanita adalah 12-14 g/dL, sedangkan kadar hemoglobin
normal pria adalah 13-16 g/dL.
Hemoglobin (Hb) adalah parameter yang digunakan secara luas untuk
menetapkan prevalensi anemia. Hb merupakan senyawa pembawa oksigen
pada sel darah merah. Kandungan Hb yang rendah dengan demikian
mengindikasikan anemia (Pramodya dkk, 2015). Hemoglobin merupakan
senyawa pembawa oksigen pada sel darah merah. Asupan zat gizi berperan
dalam pembentukan sel darah merah. Terganggunya pembentukan sel darah
merah bisa disebabkan makanan yang dikonsumsi kurang mengandung zat
gizi penting seperti besi, asam folat, vitamin B12, protein, vitamin C dan zat
gizi penting lainnya (Matayane dkk, 2014).
Faktor yang mempengaruhi kadar hemoglobin yaitu asupan energi,
protein, besi, asam folat, vitamin A dan asupan vitamin C. Sedangkan
sebagai penghambat penyerapan zat besi adalah asupan tanin yaitu teh dan
kopi. Asupan energi, protein, asam folat, vitamin A dan vitamin C
mempunyai peranan penting dalam transportasi zat besi di dalam tubuh,
oleh sebab itu kurangnya asupan zat gizi tersebut dapat mengakibatkan
transportasi zat besi terhambat sehingga akan terjadi defisiensi besi
(Pangestika dkk, 2016).
WHO menyebutkan bahwa kurang lebih 50% penyebab dari kejadian
anemia adalah defisiensi zat besi. Pada kondisi ini, terjadi kekurangan
cadangan zat besi dalam tubuh atau yang disebut dengan iron depleted state.
Hal ini menyebabkan pembentukan sel darah merah tidak optimal sehingga
terbentuk sel-sel yang berukuran lebih kecil (mikrositik) dengan warna lebih
muda (hipokromik) ketika dilakukan pewarnaan. Pada kondisi ini, anemia
secara klinis belum terjadi dan kondisi ini disebut dengan iron deficient
erithropoesis. Selanjutnya, cadangan zat besi dalam tubuh yang juga
mencakup besi plasma akan semakin habis terpakai dan konsentrasi
transferin serum yang mengikat besi untuk transportasinya akan menurun,
sehingga mengakibatkan timbulnya anemia hipokromik mikrositer atau
yang disebut sebagai iron deficiency anemia (Aulia dkk, 2017).
Berdasarkan hasil pemeriksaan kadar hemoglobin pada praktikan yang
bernama Rima Eka Juliarti, diketahui bahwa kadar hemoglobin praktikan
tergolong dalam kategori tinggi karena melampaui kadar normal
hemoglobin pada wanita, yaitu 12-14 g/dL. Menurut Matayane dkk (2014
bahwa kondisi hemoglobin tinggi biasanya terjadi akibat reaksi tubuh saat
kadar oksigen turun. Tubuh berusaha untuk segera memasok oksigen
melalui Hb. Hal ini juga dipegaruhi beberapa kondisi kesehatan seperti
PPOK (penyakit paru obstruksi kronis) dan penyakit jantung bawaan yang
bisa menurunkan kadar oksigen dan menyebabkan kadar Hb tinggi. Untuk
mengatasi kadar Hb yang tinggi, praktikan diimbau agar bisa menurunkan
kadar hemoglobin yang tinggi dengan cukup mengonsumsi air mineral.
Pasalnya, dehidrasi bisa menjadi salah satu penyebab tubuh memiliki kadar
Hb tinggi.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Sesuai dengan tujuan praktikum, maka hasil dari pembahasan hasil
praktikum dapat ditarik kesimpulan:
1. Hasil pemeriksaan kadar Glukosa praktikan atas nama Dian Nurul Pratiwi
adalah rendah yaitu 74 mg/dL.
2. Hasil pemeriksaan kadar Kolesterol praktikan atas nama Dian Nurul
Pratiwi adalah normal yaitu 161 mg/dL.
3. Hasil pemeriksaan kadar Trigliserida praktikan atas nama Dian Nurul
Pratiwi adalah normal yaitu 64 mg/dL.
4. Hasil pemeriksaan kadar HDL praktikan atas nama Dian Nurul Pratiwi
adalah normal yaitu 65 mg/dL.
5. Hasil pemeriksaan kadar LDL praktikan atas nama Dian Nurul Pratiwi
adalah normal yaitu 44 mg/dL.
6. Hasil analisis status seng menunjukkan terdapat 7 praktikan yang
mengalami defisiensi seng sedangkan 3 praktikan lainnya tergolong
normal. Adapun praktikan atas nama Rima Eka Juliarti termasuk dalam
kategori 1 yang menderita defisiensi seng.
7. Hasil pemeriksaan kadar Hemoglobin menunjukkan terdapat 5 praktikan
yang memiliki kadar Hemoglobin tinggi sedangkan 5 praktikan lainnya
memiliki kadar Hemoglobin normal. Pemeriksaan Hemoglobin praktikan
atas nama Rima Eka Juliarti berada pada kategori tinggi dengan Hb
sebesar 14,3 g/dL.

B. Saran
1. Untuk Dosen
Sebaiknya dosen penanggung jawab pada praktikum dasar gizi masuk
untuk memberikan arahan terlebih dahulu kemudian mengawasi praktikan
pada saat proses praktikum berlangsung.
2. Untuk Asisten
Sebaiknya asisten lebih fokus memperhatikan praktikan dalam praktik
untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang dilakukan praktikan saat
praktikum dan menjelaskan kesimpulan praktikum di akhir praktikum.
3. Untuk Laboratorium
Sebaiknya sebelum memulai praktikum dilakukan persiapan agar
estimasi waktu yang dipakai praktikum lebih efisien. Selain itu, perlu
dilakukan penambahan alat pengukuran yang digunakan agar praktikan
tidak perlu mengantri dalam penggunaan alat sehingga praktikum tidak
memakan waktu terlalu lama.
4. Untuk Kegiatan Praktikum
Pada saat melakukan praktikum, hendaknya peraturan yang berlaku
dalam laboratorium harus dipatuhi. Ketertiban dalam melakukan
praktikum perlu dijaga, karena hal tersebut dapat mempengaruhi
konsentrasi praktikan lainnya yang sedang melakukan praktikum.
DAFTAR PUSTAKA

Adyani, K., Anita, D.A., & Enny, R., 2018. Peningkatan kadar hemoglobin
dengan pemberian ekstrak daun salam (Syzygium Polyanthum (Wight)
Walp) pada tikus model anemia defisiensi besi. Majalah Kedokteran
Bandung, [Online] 50 (3), hal. 167-172.
http://journal.fk.unpad.ac.id/index.php/mkb/article/view/1390 [diakses 01
April 2019]

Amir, S.M.J., Herlina, W., & Damajanty, P., 2015. Kadar glukosa darah sewaktu
pada pasien diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Bahu Kota Manado.
Jurnal e-Biomedik (eBm), [Online] 3 (1), hal. 32-40.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ebiomedik/article/view/6505
[diakses 01 April 2019]

Arnisama, Teuku, S., & Liana, S.L., 2013. Hubungan asupan mineral zinc (seng)
dan vitamin A dengan kejadian diare pada balita di Kecamatan
Seulimeum. Idea Nursing Journal, [Online] 4 (3), hal. 66-73.
http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/INJ/article/view/1680 [diakses 01 April
2019]

Arnold, D.L., et al., 2009. Maternal iron deficiency anaemia is associated with an
increased risk of abruption placentae: a retrospective case control study.
Journal of Obstetrics and Gynaecology Research, [Online] 35 (3), p. 446-
452. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19527381 [diakses 01 April
2019]

Aulia, G.Y., Ari, U., & Lintang, D.S., Muhammad, S.A., 2017. Gambaran status
anemia pada remaja putri di wilayah pegunungan dan pesisir pantai (studi
di SMP Negeri Kecamatan Getasan dan Semarang Barat). Jurnal
Kesehatan Masyarakat (e-Journal), [Online] 5 (1), hal. 193-200.
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm/article/view/15486 [diakses 03
April 2019]

Auliya, P., Fadil, O., & Zelly, D.R., 2016. Gambaran kadar gula darah pada
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Andalas yang memiliki berat
badan berlebih dan obesitas. Jurnal Kesehatan Andalas, [Online] 5 (3),
hal. 528-533. http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/571
[diakses 01 April 2019]

Batjo, R., Assa, Y. A., & Tiho, M., 2013. Gambaran kadar kolesterol low density
lipoprotein darah pada mahasiwa angkatan 2011 Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi Manado dengan indeks massa tubuh 18,5-22,9
kg/m². Jurnal e-Biomedik (eBm), [Online] 1 (2), hal. 843-848.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ebiomedik/article/view/5470
[diakses 01 April 2019].

Beard, J.L., 2008. Why iron deficiency is important in infant development.


Journal of Nutrition, [Online] 138 (12), p. 2534-2536.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19022985 [diakses 01 April 2019]

Budoff, M., 2016. Triglycerides and triglyceride-rich lipoproteins in the causal


pathway of cardiovascular disease. American Journal Cardiology,
[Online] 118 (1), p. 138-145.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/27184174 [diakses 01 April 2019]

Candra, A., 2018. Suplementasi seng untuk pencegahan penyakit infeksi. Journal
of Nutrition and Health, [Online] 6 (1), hal. 31-36.
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/actanutrica/article/download/17953/
13708 [diakses 05 April 2019]

Diyah, N.W., dkk., 2016. Evaluasi kandungan glukosa dan indeks glikemik
beberapa sumber karbohidrat dalam upaya penggalian pangan ber-indeks
glikemik rendah. Jurnal Farmasi dan Ilmu Kefarmasian Indonesia,
[Online] 3 (2), hal. 67-73. https://e-
journal.unair.ac.id/JFIKI/article/view/7040 [diakses 01 April 2019]

Djuwita, R., 2013. Asupan gizi dan kadar low density lipoprotein kolesterol darah
pada kalangan eksekutif. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, [Online]
8 (2), hal. 72-78.
http://journal.fkm.ui.ac.id/index.php/kesmas/article/view/346 [diakses 01
April 2019]

Faradhita, A., Dian, H., & Inggita, K., 2014. Hubungan asupan magnesium dan
kadar glukosa darah puasa pasien rawat jalan diabetes melitus tipe 2.
Indonesian Journal of Human Nutrition, [Online] 1 (2), hal. 71-88.
https://ijhn.ub.ac.id/index.php/ijhn/article/view/104 [diakses 01 April
2019]

Gani, H.B.S., Djon, W., & Shane, H.R.T., 2013. Perbandingan kadar kolesterol
high density lipoprotein darah pada wanita obes dan non obes. Jurnal e-
Biomedik (eBm), [Online] 1 (2), hal. 879-883.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ebiomedik/article/view/5473
[diakses 01 April 2019]
Gardjito, F.B., 2009. Korelasi kolesterol-HDL dengan IMT pada penderita
penyakit jantung koroner di RSUD Moewardi Surakarta. Skripsi sarjana.
Fakultas Kedokteran. Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Gopdianto, D.A., Djon, W., & Shane, H.R.T., 2013. Perbandingan kadar
kolesterol high density lipoprotein darah pada pria perokok dan bukan
perokok. Jurnal e-Biomedik (eBm), [Online] 1 (2), hal. 997-1001.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ebiomedik/article/view/3253
[diakses 01 April 2019]

Hardisari, R., & Binti, K., 2016. Gambaran kadar trigliserida (metode GPO-PAP)
pada sampel serum dan plasma EDTA. Jurnal Teknologi Laboratorium,
[Online] 5 (1), hal. 27-31.
https://www.teknolabjournal.com/index.php/Jtl/article/view/73 [diakses 01
April 2019]

Hartriyanti, Y., & Triyanti, 2013. Gizi dan kesehatan masyarakat. Jakarta:
Rajawali Pers.

Hidayati, D.R., 2017. Hubungan asupan lemak dengan kadar trigliserida dan
indeks massa tubuh sivitas akademika UNY. Jurnal Prodi Biologi,
[Online] 6 (1), hal. 25-33.
http://journal.student.uny.ac.id/ojs/ojs/index.php/biologi/article/viewFile/6
055/5784 [diakses 01 April 2019]

Indriyani, P., 2007. Pengaruh latihan fisik: senam aerobik terhadap penurunan
kadar gula darah pada penderita DM tipe 2 di wilayah Puskesmas Bukateja
Purbalingga. Media Ners. Vol. 1 (2): 49-99.
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/medianers/article/view/717 [diakses
03 April 2019]

Jafar, N., Saifuddin, S., Rahayu, I., & Siti, K.H., 2018. Penilaian status gizi.
Makassar: Program Studi Ilmu Gizi Universitas Hasanuddin.

Jenkins, D.J.A., et al., 2007. Direct comparison of a dietary portfolio of


cholesterol-lowering foods with a statin in hypercholesterolemic
participants. American Journal of Clinical Nutrition, [Online] 81 (2), p.
380-387. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15699225 [diakses 01
April 2019]

Kemenkes RI, 2013. Riset kesehatan dasar. Jakarta: Balitbang Kemenkes RI.
Kosasi, L., Fadil, O., & Amel, Y., 2014. Hubungan aktivitas fisik terhadap kadar
hemoglobin pada mahasiswa anggota UKM Pandekar Universitas Andalas.
Jurnal Kesehatan Andalas, [Online] 3 (2), hal 178-181.
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/79 [diakses 03 April
2019]

Kusudaryati, D.P.D., Siti, F.M., & Laksmi, W., 2017. Pengaruh suplementasi Zn
terhadap perubahan indeks TB/U anak stunted usia 24-36 bulan. Jurnal
Gizi Indonesia, [Online] 5 (2), hal. 98-104.
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/jgi/article/view/16586 [diakses 03
April 2019]

Liana, P., 2014. Peran small dense low density lipoprotein terhadap penyakit
kardiovaskular. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, [Online] 1 (1), hal. 67-
72. https://ejournal.unsri.ac.id/index.php/jkk/article/view/2570 [diakses 29
Maret 2019]

Listiyana, A.D., Mardiana, & Galuh, N.P., 2013. Obesitas sentral dan kadar
kolesterol darah total. Jurnal Kesehatan Masyarakat, [Online] 9 (1), hal.
37-43. https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas/article/view/2828
[diakses 03 April 2019]

Ma, H., & Kuan-Jiunn, S., 2006. Cholesterol and human health. The Journal of
American Science, [Online] 2 (1), p. 46-50.
http://www.jofamericanscience.org/journals/am-sci/0201/05-mahongbao-
0105.pdf [diakses 01 April 2019]

Makawekes, M.T., Sonny, R.J.K., & Taufiq, F.P., 2016. Perbandingan kadar
hemoglobin darah pada pria perokok dan bukan perokok. Jurnal e-
Biomedik (eBm), [Online] 4 (1), hal. 1-5.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ebiomedik/article/view/11250
[diakses 01 April 2019]

Malhotra, A., Grant, S., & Robert, H.L., 2018. The science against sugar, alone, is
insufficient in tackling the obesity and type 2 diabetes crises: we must also
overcome opposition from vested interests. Journal of Insulin Resistance,
[Online] 3 (1), p. 1-6.
https://insulinresistance.org/index.php/jir/article/view/39/111 [diakses 01
April 2019]

Mamat, & Sudikno, 2010. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kadar


kolesterol HDL. Gizi Indonesia, [Online] 33 (2), hal. 143-149.
https://ejournal.persagi.org/index.php/Gizi_Indon/article/view/90 [diakses
01 April 2019]

Marlia, D.L., Pramita, G.D., & Najib, A., 2015. Defisiensi zinc sebagai salah satu
faktor risiko diare akut menjadi diare melanjut. Sari Pediatri, [Online] 16
(5), hal. 299-306. https://saripediatri.org/index.php/sari-
pediatri/article/view/142 [diakses 01 April 2019]

Masthalina, H., Yuli, L., & Yuliana, P.D., 2015. Pola konsumsi (faktor inhibitor
dan enhancer Fe) terhadap status anemia remaja putri. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, [Online] 11 (1), hal. 80-86.
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas/article/view/3516 [diakses
03 April 2019]

Mastuti, D.N.R., 2015. Kajian gizi mikro seng (Zn) pada kejadian filariasis (studi
kasus di Kota Pekalongan). Jurnal Pena Medika, [Online] 5 (1), hal. 78-
83. http://jurnal.unikal.ac.id/index.php/medika/article/view/348 [diakses
01 April 2019]

Matayane, S.G., Alexander, S.L.B., & Shirley, E.S.K., 2014. Hubungan antara
asupan protein dan zat besi dengan kadar hemoglobin mahasiswa program
studi pendidikan dokter angkatan 2013 Fakultas Kedokteran Universitas
Sam Ratulangi. Jurnal e-Biomedik (eBm), [Online] 2 (3), hal. 1-6.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ebiomedik/article/view/5742
[diakses 01 April 2019]

Meneng, P., 2009. Perbedaan lama diare pada penderita diare akut yang diterapi
dengan zink dan probiotik dibanding probiotik di RSUD dr. Moewardi
Surakarta. Jurnal Kedokteran Indonesia, [Online] 1(1), hal 49-55.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=256991&val=6970&t
itle=Bukti%20Baru%20dari%20Indonesia:%20Perbedaan%20Lama%20D
iare%20Pada%20Penderita%20Diare%20Akut%20yang%20Diterapi%20d
engan%20Zink%20dan%20Probiotik%20Dibanding%20Probiotik%20di%
20RSUD%20Dr.%20Moewardi%20Surakarta [diakses 01 April 2019]

Nugrahani, S.S., 2012. Ekstrak akar, batang, dan daun herba meniran dalam
menurunkan kadar glukosa darah. Jurnal Kesehatan Masyarakat, [Online]
8 (1), hal. 51-59.
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas/article/view/2259 [diakses
01 April 2019]

Olokoba, A.B., Olusegun, A.O., & Lateefat, B.O., 2012. Type 2 diabetes mellitus:
a review of current trends. Oman Medical Journal, [Online] 27 (4), p. 269-
273. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3464757/ [diakses 01
April 2019]

Oway, I.A.H., Sonny, J.R.K., & Taufik, P., 2013. Perbandingan kadar trigliserida
pada obes 1 dan obes 2. Jurnal e-Biomedik (eBm), [Online] 1 (1), hal. 357-
363. https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ebiomedik/article/view/4563
[diakses 01 April 2019]

Pangestika, P.S., Martha, I.K., & Suyatno, 2016. Hubungan tingkat kecukupan
besi dengan kadar hemoglobin pada remaja hamil usia 15-19 tahun (studi
di Kelurahan Rowosari Kota Semarang tahun 2016). Jurnal Kesehatan
Masyarakat (e-Journal), [Online] 4 (3), hal. 218-232.
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm/article/view/12886 [diakses 01
April 2019]

Par’i, H.M., Sugeng, W., & Titus, P. H., 2017. Penilaian status gizi. [e-book].
Jakarta: Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan [diakses 31
Maret 2019]

Parekh, N., et al., 2010. Longitudinal associations of blood markers of insulin and
glucose concentrations and cancer mortality in the third national health and
nutrition examination survey. University of Medicine and Dentistry of New
Jersey, [Online] 21 (4), p. 1-20.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20094767 [diakses 01 April 2019]

Plaisance, E.P., et al., 2008. Postprandial triglyceride responses to aerobic


exercise and extended-release niacin. American Journal of Clinical
Nutrition, [Online] 88 (1), p. 30-37.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18614721 [diakses 03 April 2019]

Plum, L.M., Lothar, R., & Hajo, H., 2010. The essential toxin: impact of zinc on
human health. International Journal of Environmental Research and
Public Health, [Online] 7 (), p. 1342-1365.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2872358/ [diakses 01
April 2019]

Pramodya, J., Zen, R., & Siti, F.P., 2015. Perbedaan aktivitas fisik, kadar Hb, dan
kesegaran jasmani (studi pada siswi KEK dan tidak KEK di SMA N 1
Grogol Kabupaten Kediri). Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal),
[Online] 3 (3), hal. 205-212.
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm/article/view/12147 [diakses 03
April 2019]
Putri, S.R., & Dian, I.A., 2015. Obesitas sebagai faktor risiko peningkatan kadar
trigliserida. Majority, [Online] 4 (9), hal. 78-82.
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/1413
[diakses 01 April 2019]

Rachmat, C., Shane, H.R.T., & Djon, W., 2015. Pengaruh senam poco-poco
terhadap kadar trigliserida darah. Jurnal e-Biomedik (eBm), [Online] 3 (1),
hal. 205-210.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ebiomedik/article/view/6639
[diakses 01 April 2019]

Rahayu, K.B., Lintang, D.S., & Henry, S., 2018. Faktor-faktor yang berhubungan
dengan kadar gula darah pada penderita diabetes melitus tipe 2 (studi di
wilayah kerja Puskesmas Kedungmundu Kota Semarang. Jurnal
Kesehatan Masyarakat (e-Journal), [Online] 6 (2), hal. 19-28.
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm/article/download/20782/19487
[diakses 03 April 2019]

Rahmawati, F.C., & Hesti, M.R., 2014. Pengaruh pemberian sup jamur tiram
putih (pleurotus ostreatus) terhadap kadar trigliserida pada subjek obesitas.
Journal Of Nutrition College, [Online] 3 (4), hal 943-950.
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jnc/article/view/6914 [diakses 01
April 2019]

Rampengan, S.H., 2015. Meningkatkan kolesterol HDL: paradigma baru dalam


pencegahan penyakit kardiovaskular. Jurnal Biomedik (JBM), [Online] 7
(2), hal. 89-98.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/biomedik/article/view/9324 [diakses
03 April 2019]

Rosyid, F.N., 2009. Peranan Lipoprotein terhadap terjadinya Ateroklerosis pada


Arterikoronaria. Health Science Jurnal Ilmu Kesehatan, [Online] 2 (4),
hal. 22-33. http://fik.um-surabaya.ac.id/en/node/457 [diakses 01 April
2019]

Rudi, A., & Hendrikus, N.K., 2017. Faktor risiko yang mempengaruhi kadar gula
darah puasa pada pengguna layanan laboratorium. Wawasan Kesehatan,
[Online] 3 (2), hal. 33-39. http://journal.stikes-
kapuasraya.ac.id/index.php/JIIK-WK/article/view/21/20 [diakses 01 April
2019]

Sanhia, A.M., Damajanty, H.C.P., & Joice, N.A.E., 2015. Gambaran kadar
kolesterol Low Density Lipoprotein (LDL) pada masyarakat perokok di
pesisir pantai. Jurnal e-Biomedik (eBm), [Online] 3 (1), hal. 460-465.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ebiomedik/article/view/7425
[diakses 03 April 2019]

Saputra, A.D., Shane, H.R.T., & Djon, W., 2015. Pengaruh senam poco-poco
terhadap kadar kolesterol low density lipoprotein darah. Jurnal e-Biomedik
(eBm), [Online] 3 (1), hal. 14-19.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ebiomedik/article/view/6503
[diakses 01 April 2019]

Sartika, R.A.D., 2008. Pengaruh asam lemak jenuh, tidak jenuh dan lemak trans
bagi kesehatan. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, [Online] 2 (4),
hal. 154-160. http://jurnalkesmas.ui.ac.id/kesmas/article/view/258 [diakses
01 April 2019]

Silvia, B., et al., 2012. Improving total-cholesterol/HDL-cholesterol ratio results


in an endothelial dysfunction recovery in peripheral artery disease patients.
Hindawi Publishing Corporation,[Online] 2012 (1), p. 1-6.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23050131 [diakses 01 April 2019]

Sinaga, Y.O., Murniati, T., & Yanti, M.M., 2013. Gambaran kadar kolesterol high
density lipoprotein darah pada mahasiswa angkatan 2011 Fakultas
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi dengan indeks massa tubuh ≥23,0
kg/m2. Jurnal e-Biomedik (eBm), [Online] 1 (3), hal.1096-1100.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ebiomedik/article/view/3275/2819
[diakses 03 April 2019]

Sirajuddin, S., dkk., 2019. Penuntun praktikum dasar kesehatan masyarakat.


Makassar: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.

Sondakh, R., Damajanty, P., & Sylvia, M., 2013. Pengaruh senam bugar lansia
terhadap kadar trigliserida. Jurnal e-Biomedik Universitas Sam Ratulangi,
[Online] 1 (1), hal 755-759.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ebiomedik/article/view/4631
[diakses 03 April 2019]

Sugeha, S., Rampengan, & Wungouw, 2013. Pengaruh senam bugar lansia
terhadap kadar HDL dan LDL di BPLU Manado. Jurnal e-Biomedik
(eBm), [Online] 1 (2), hal. 907-913.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ebiomedik/article/view/5477
[diakses 01 April 2019]
Supariasa, N., Bakri, B. dan Fajar, I., 2016. Penilaian status gizi edisi 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Syahrullah, R.R., Youla, A., & Murniati, T., 2013. Gambaran kadar high density
lipoprotein darah pada laki-laki berusia 40-59 tahun dengan indeks massa
tubuh ≥23 kg/m². Jurnal e-Biomedik (eBm),[Online] 1 (1), hal 50-52.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ebiomedik/article/view/1161
[diakses 01 April 2019]

Togelang, L., Fatimawali, & Aaltje, E.M., 2013. Gambaran kadar high density
lipoprotein pada remaja obes di Kabupaten Minahasa. Jurnal e-Biomedik
(eBm), [Online] 1 (1), hal. 445-450.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ebiomedik/article/view/4578
[diakses 03 April 2019]

Widhyari, S.D., 2012. Peran dan dampak defisiensi zinc (Zn) terhadap sistem
tanggap kebal. Wartazoa, [Online] 22 (3), hal. 141-148.
http://medpub.litbang.pertanian.go.id/index.php/wartazoa/article/viewFile/
848/857 [diakses 01 April 2019]

Tao, X., et al., 2012. Antiatherogenic and anti-ischemic properties of traditional


Chinese medicine Xinkeshu via endothelial protecting Function: evidence-
based complementary and alternative medicine. Hindawi Publishing
Corporation, [Online] 2012, p. 1-9.
https://www.hindawi.com/journals/ecam/2012/302137/ [diakses 04 April
2019]

Yanagisawa, H., 2004. Zinc deficiency and clinical practice. Journal of the Japan
Medical Association, [Online] 47 (8), p. 359-364.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18311051 [diakses 01 April 2019]

Zheng, C., & Masanori, A., 2012. High density lipoproteins: from function to
therapy. Journal of the American College of Cardiology, [Online] 60 (23),
p. 2380-2383. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23141492 [diakses
01 April 2019]

Anda mungkin juga menyukai