Anda di halaman 1dari 12

MENGAPA PUNGGUNG LUKA NAMUN KEMIH YANG BERDARAH?

Seorang laki-laki berumur 27 tahun dibawa keluarganya ke Instalasi Gawat Darurat


(IGD) karena nyeri pinggang kiri setelah kecelakaan. Dari anamnesis didapatkan
nyeri pinggang kiri setelah kecelakaan sejak 1 jam yang lalu. Dari kronologis
kecelakaan didapatkan informasi pasien mengendarai motor dengan kecepatan
tinggi dan akan menyalip mobil di depannya dari sisi kiri namun karena ada
kendaraan lain yang akan memotong jalan, pasien kemudian mengerem secara
mendadak dan terjatuh dari motor ke sisi kiri dan bagian punggung kiri terbentur
trotoar. Setelah kecelakaan, pasien tetap dalam kondisi sadar dan kemudian pulang
ke rumah. Setelah sampai di rumah pasien terkejut karena buang air kecil
berdarah. Keluhan disertai nyeri dan memar di bagian punggung kiri, serta tidak
ada nyeri buang air kecil.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien sadar dan tanda vital dalam batas
normal. Pemeriksaan status lokalis, didapatkan kontusio di bagian flank kiri
diameter sekitar 10 cm, nyeri tekan (+), tidak terdapat luka penetrasi. Pemeriksaan
kepala, thoraks dan abdomen dalam batas normal. Pemeriksaan urogenital tidak
tampak adanya luka atau perdarahan. Pasien kemudian direncanakan dirujuk untuk
pemeriksaan urinalisis untuk mengetahui adanya hematuria dan pemeriksaan
radiologi CT scan abdominal dengan kontras intravena. Dokter menjelaskan pada
pasien dan keluarganya bahwa pemeriksaan tersebut untuk pengambilan
keputusan operasi pada pasien.

Kata Sulit :

1. Kontusio: disebut dengan luka memar adalah jenis luka yang disebabkan
karena benda tumpul yang dapat merusak/merobek pembuluh darah
kapiler dalam jaringan subkutan sehingga darah meresap ke jaringan
sekitarnya, terjadi pengumpulan darah dalam jaringan karena pecahnya
pembuluh darah kapiler akibat benda tumpul.
2. Flank: daerah pinggang, bagian dari abdomen di bawah costa dan di atas
ilium,
3. Luka penetrasi: luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian
awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujungnya biasanya
luka akan melebar.
4. Pemeriksaan urogenital: pemeriksaan fisik yang dilakukan di daerah
urogenital, pemeriksaannya meliputi pemeriksaan rektum, kateterisasi,
pemeriksaan sekret urethra.
5. Pemeriksaan urinalisis: pemeriksaan yang dilakukan melalui analisis sample
urin di laboratorium, pemeriksaan ini bertujuan mendeteksi/mendiagnosis
penyakit serta memantau konsis kesehatan dan fungsi ginjal
Urinalisis adalah pemeriksaan sampel urin untuk tujuan skrining, diagnosis
evaluasi berbagai jenis penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, batu ginjal,
dan memantau perkembangan penyakit seperti diabetes melitus dan
tekanan darah tinggi (hipertensi), dan skrining terhadap status kesehatan
umum.
6. Hematuria: adanya darah dalam urine. Kondisi ini dapat mengindikasi
gangguan serius. Darah yang biasa dilihat disebut hematuria kotor. Darah
di dalam urine ini dapat disebabkan oleh berbagai penyakit,
mulai dari infeksi saluran kemih, penyakit ginjal, hingga kanker
prostat. Darah di dalam urine akan mengubah warna urine menjadi
kemerahan atau sedikit kecoklatan. Urine yang normal seharusnya tidak
mengandung darah sedikitpun, kecuali pada wanita yang sedang
menstruasi. Hematuria umumnya tidak terasa sakit, tapi jika darah yang
muncul berupa gumpalan, dapat menyumbat saluran kemih dan
menimbulkan rasa sakit.
7. CT scan abdominal dengan kontras intravena: suatu modalitas imaging
diagnostic yang menggunakan gabungan dari sinar x dan komputer untuk
mendapatkan citra atau gambar berupa variasi irisan tubuh manausia. CT-
Scan dapat digunakan untuk mendiagnosa kelainan pada organ tubuh
mulai dari kepala, leher, rongga dada, rongga perut, tulang belakang, dan
anggota tubuh lainnya. Media kontras adalah sesuatu bahan atau media
yang dimasukan kedalam tubuh pasien untuk membantu pemeriksaan
sehingga patologi tumor tampak lebih enhancement dan tujuan dari
pengunaan media kontras adalah untuk meningkatkan visualisasi struktur
internal pada suatu pencitraan diagnostik. Media kontras yang dimasukkan
melalui intravena diberikan setelah scan Abdomen polos (pre kontras)
pasien selesai.

Rumusan Masalah:
1. Apa saja pembagian dan klasifikasi dari hematuria?
Klasisfikasi hematuria:
- Hematuria makroskopis (Hematuria gros)  keadaan urin bercampur
darah dan dapat dilihat dengan mata telanjang, keadaan ini dapat
terjadi bila 1 liter urin bercampur dengan 1 ml darah.
- Hematuria mikroskopik  dapat diketahui dengan tes kimiawi jumlah
eritrosit dalam urin. Diagnosis hematuria dapat ditegakkan bila dari 10
L urin yang disentrfuge dengan perbesaran 500 kali ditremukan kurang
lebih 5-10 eritrosit. Normal 3 eritrosit/lpb tetapi batas ini tidak berlaku
pada wanita dalam keadaan menstruasi.
Berdasarkan lama terjadinya hematuria:
- Hematruria persisten: hematuria yang timbul pada tiap miksi
- Hematuria rekuren: hematuria yang diselingi oleh urin normal
- Hematuria transien: hematuria sementara

Berdasarkan gejala yang menyertainya:


- Hematuria asimptomatik: terjadi tanpa rasa sakit
- Hematuria simptomatik: hematuria dengan rasa sakit saat miksi
2. Bagaimana proses terjadinya rasa nyeri pada pasien?
Mekanisme nyeri yang berasal dari ginjal terdiri dari dua tipe yaitu kolik
renal dan non kolik renal. Kolik renal terjadi oleh karena peningkatan
tekanan dinding dan peregangan dari sistem genitourinary. Non kolik renal
disebabkan oleh karena distensi dari kapsul renal. Secara klinis sulit untuk
membedakan kedua tipe ini. Peningkatan tekanan pelvis renal oleh karena
obstruksi berupa batu akan menstimulasi sintesis dan pelepasan
prostaglandin yang secara langsung menyebabkan spasme otot ureter.
Serta kontraksi otot polos ureter ini akan menyebabkan gangguan
peristaltik dan pembentukan laktat lokal. Akumulasi dari laktat ini akan
menyebabkan iritasi serabut syaraf tipe A dan C pada dinding ureter.
Serabut syaraf ini akan mengirimkan sinyal ke dorsal root ganglia T11 – L1
dari spinal cord dan akan diinterprestasikan sebagai nyeri pada korteks
serebri. Kolik renal terjadi karena obstruksi dari urinary flow oleh karena
BSK, dan diikuti dengan peningkatan tekanan dinding saluran kemih (ureter
dan pelvik), spasme otot polos ureter, edema dan inflamasi daerah dekat
BSK, meningkatnya peristaltik serta peningkatan tekanan BSK di daerah
proksimal. Peningkatan tekanan di saluran kemih ini serta peningkatan
tekanan aliran darah dan kontraksi otot polos uretra merupakan
mekanisme utama timbulnya nyeri atau kolik ini. Selain itu juga karena
terjadinya peningkatan sensitifitas terhadap nyeri. Peningkatan tekanan di
pelvik renal akan menstimulasi sintesis dan pelepasan prostaglandin
sehingga terjadi vasodilatasi dan diuresis dimana hal ini akan menyebabkan
peningkatan tekanan intrarenal. Prostaglandin berperan langsung pada
ureter untuk spasme otot polos ureteral. Permanen obstruksi saluran
kemih oleh karena BSK, menyebabkan lepasnya prostaglandin sebagai
respon terhadap inflamasi. Beberapa waktu pertama obstruksi ini
perbedaan tekanan antara glomerulus dan pelvik menjadi sama sehingga
berakibat GFR (Glomerular Filtration Rate) dan aliran darah ginjal
menurun. Jika obstruksi ini tidak diatasi maka dapat terjadi gagal ginjal akut
(acute renal failure).
Nyeri panggul (flank pain) adalah gejala yang muncul dari banyak penyakit
signifikan pada sistem saluran kemih. Obstruksi ureter harus segera
dikenali, terutama jika berhubungan dengan infeksi, untuk mencegah
kerusakan ginjal. Perkembangan kerusakan ginjal ireversibel akibat
obstruksi ureter berhubungan dengan banyak faktor termasuk durasi
obstruksi, derajat obstruksi, ada tidaknya infeksi di atas obstruksi, fungsi
ginjal yang sudah ada sebelumnya, status ginjal kontralateral, dan usia
pasien. Ginjal yang tersumbat memiliki potensi pemulihan yang lebih besar
jika ginjal kontralateral mengalami penurunan fungsi; pasien yang lebih
muda memiliki peluang pemulihan fungsi yang lebih besar daripada pasien
yang lebih tua.
3. Kapan dokter mengambil keputusan operasi pada pasien?
Sembilan puluh persen penderita trauma tumpul ginjal mengalami
kontusio ringan atau laserasi superficial, sehingga tidak memerlukan
pembedahan. Penderita ini memerlukan observasi hematuria serta faal
ginjal secara berkala. Termasuk dalam kategori ini adalah trauma ginjal
grade I dan sebagian besar grade II. Penderita trauma ginjal grade II dapat
diterapi secara konservatif apabila tidak ada trauma pada organ yang lain
dan penderita stabil selama observasi. Tindakan konservatif pada
penderita tersebut pada umunya memberikan hasil yang memuaskan,
dengan gambaran ginjal normal pada evaluasi dengan IVP. Secara umum
indikasi pembedahan eksplorasi pada penderita trauma tumpul ginjal
adalah sebagai berikut:
1. Indikasi absolut:
Saat laporotomi eksplorasi dadapatkan hematoma perirenal yang
meluas dan pulsatil
o Perdarahan terus menerus yang diyakini berasal dari ginjal
o Trauma pembuluh darah besar ginjal
2. Indikasi relatif:
o Ekstravasasi urine yang nyata.
o Laserasi ginjal multiple dengan jaringan non-viable yang
banyak
o Gradasi trauma ginjal tak dapatkan ditentukan dengan jelas
o Ada kelainan lain di ginjal yang perlu pembedahan dan
ditentukan secara kebetulan.
Penderita dengan trauma tajam ginjal, 70% memerlukan tindakan
pembedahan eksplorasi ginjal. Pembedahan dilakukan apabila trauma
tajam ginjal tersebut menyebabkan cedera ginjal berat. Dengan
pemeriksaan IVP dan CT scan yang diteliti, 30% penderita mengalami
cedera ginjal ringan sehingga tidak memerlukan pembedahan. Insisi
transabdominal merupakan teknik yang paling disukai karena
memungkinkan eksplorasi pada organ intraabdominal yang lain serta dapat
mencapai kedua ginjal. Perawatan paska bedah merupakan hal yang harus
diperhatikan pula. Dengan perawatan yang baik, komplikasi dapat dihindari
dan kalau terjadi komplikasi dapat segera diketahui dan dilakukan tindakan
segera.
4. Mengapa dilakukan pemeriksaan radiologi CT scan dengan kontras pada
pasien?
Karakteristik suatu hematuria dapat dipakai sebagai pedoman
untukmemperkirakan lokasi lokasi penyakit primernya, yaitu apakah terjadi
pada awalmiksi,semua proses miksi, atau pada akhir miksi. Sering kali,
diagnosis dibuatberdasarkan sejarah medis dan beberapa tes darah,
terutama pada anak muda dengan risiko keganasan rendah atau diabaikan,
dan umumnya gejalanya terbatas. Penyelidikan USG saluran ginjal sering
digunakan untuk membedakan antara berbagai sumber pendarahan. Sinar-
X dapat digunakan untuk mengidentifikasi batu ginjal, walaupun CT scan
lebih tepat. Pada pasien yang lebih tua, sistoskopi dengan biopsi dari lesi
yang diduga sering digunakan untuk menyelidiki kanker kandung kemih.
Jika dihubungkan dengan rasa sakit, mungkin hematuria ditandai dengan
sindrom nyeri pinggang. Berdasarkan pedoman AUA (Urologic American
Association), hal-hal berikut ini harus dilakukan untuk pasien berisiko tinggi
dengan hematuria mikroskopis yang signifikan (lebih dari 3 sel darah merah
per bidang berdaya tinggi)
5. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan status lokalis pada pasien?
6. Bagaimana prosedur urinalisis dan apa saja indikasi dilakukannya
urinalisis?
Urin dipstik dapat digunakan untu menegakkan suatu diagnosa kolik renal
dan untuk mengeksklusi infeksi. Biasanya ditemukan hematuria yaitu
terdapatnya eritrosit pada urinalisa yang mendukung suatu diagnosa akut
kolik renal. Jika tidak ditemukan hematuria bukan berarti diagnosa ini
dapat dieksklusi. Sedangkan adanya nitrit dan leukosit esterase pada urin
menandakan suatu infeksi.
Urinalisis mungkin merupakan praktik laboratorium klinis yng paling tua
dan biasaya berupa pengamatan makroskopik dan penilaian terhadap
penampakan umum, analisis dipstick, dan penilaian mikroskopik. Urinalisis
masih merupakan uji laboratorium yang paling sering dilakukan, baik di
laboratorium klinik maupun di kamar praktik. Sampel urine mudah
diperoleh dan pada situasi klinis tertentu dapat memberi informasi yang
sangat bermanfaat (Sacher Ronald & McPherson Richard, 2012). Urinalisis
adalah pengujian urin untuk melihat zat-zat yang terkandung dalam urin.
Pengujian ini membantu mendiagnosis, memantau perkembangan
penyakit, dan efektifitas terapi. Urinalisis dilakukan dengan cepat, akurat,
aman, dan hemat biaya (Girsang, Rambert and Wowor, 2016). Urinalisis
juga digunakan sebagai pemeriksaan penapisan untuk status kesehatan
umum, suatu praktik yang manfaatnya kurang jelas pada orang berusia
muda yang sehat dan asimtomatik. Namun, perlu disadari bahwa apabila
dilakukan urinalisis, pengamblan pesimen haruslah dilakukan dengan
benar. Urinalisis modern sekarang juga mencakup uji kuantitatif analit
dalam urine dengan menggunakan kimia cair yang dilakukan pada analyzer
otomatis.
1. Pemeriksaan makroskopis:
o Kejernihan dan warna, normal jernih atau sedikit keruh dan
berwarna kuning muda.
o Derajat keasaman atau pH, penetapan pH urine dilakukan
dengan memakai indicator strip
o Bau, bau normal yang karakteristik disebabkan oleh asam
organik yang mudah menguap
o Pengukuran volume, pada orang dewasa normal produksi urine
kurang lebih 1.500ml/24 jam. Pengukuran volume juga
berguna untuk menentukan gangguan faal ginjal serta kelainan
keseimbangan cairan tubuh.
o Berat jenis (Bj), memberikan kesan tentang kepekatan urine.
Urine pekat dengan Bj >1,030 mengindikasikan kemungkinan
glucosuria. Tes Bj secara makroskopis dengan alat urinometer
ataupun efraktometer tidak dilakukan. Untuk penetapan Bj
dipakai reagen strip dengan batas rujukan urine berkisar antara
1,003-1,030.
2. Pemeriksaan mikroskopis urin  Tes sedimen urine (mikroskopik)
digunakan untuk mengidentifikasi jenis atau unsur sedimen urinee,
yaitu eritrosit, leukosit, dan sel epitel,.
o Sel :
 Eritrosit, nilai rujukannya <4/LPT. Hematuria
mikroskopis menunjukkan perdarahan pada saluran
kemih
 Leukosit, nilai rujukan <4/LPT. Glitter cell adalah
leukosit yang berukuran lebih besar dari ginjal, dapat
dikenali dengan meneteskan 2-3 tetes pewarna
Sternheimer-Malbin. Pyuria menunjukkan infeksi pada
saluran kemih
 Epitel adalah sel berinti satu dnegan ukuran lebih
besar daripada leukosit
o Silinder  menunjukkan keadaan abnormal pada parenkim
ginjal yang biasanya berhubungan dengan proteinuria. Tetapi
pada urine yang normal mungkin saja ditemui sejumlah kecil
silinder hialin. Macam-macam silinder yang dapat dijumpai
adalah:
 Silinder hialin, tidak berwarna, homogen dan
transparan dengan ujung mebulat. Meningkat pada
sesudah latihan fisik dan keadaan dehidrasi.
 Silinder sel, yang dapat berupa silinder eritrosit,
silinder leukosit dan silinder epitel
 Silinder berbutir/granula, berisi sel-sel yang mengalami
degenerasi, mula-mula terbentuk granula kasar
kemudian menjadi halus
 Silinder lemak, berhubungan dengan proses yang
kronik misalnya pada sindrom nefrotik dan
glomerulonephritis kronik
 Silinder lilin, merupakan degenerasi yang lebih lanjut
dari silinder granular. Terbentuk karena stasis urine
yang lama.
o Oval fat bodies  sel epitel tubulus berbentuk bulat yang
mengalami degenerasi lemak. Nilai rujukan negatif.
7. Bagaimana tatalaksana awal yang dapat dilakukan?
- Trauma ginjal  Penatalaksanaan trauma ginjal diawali dengan airway,
breathing, dan sirkulasi menejemen dipastikan aman, jika belum aman
harus diselesaikan dengan baik. Selanjutnya adalah stabilisasi
hemodinamik. Jika hemodinamik stabil maka dilakukan tindakan
konservatif (non operatif menejemen) berupa: observasi, bed rest
total, serial hematocrit, injeksi antibiotic jika didapatkan ekstravasasi
urine diluar pelvic calyc system. Pada keadaan hemodinamik yang tidak
stabil, terdapat expanding atau pulsating perirenal hematom selama
laparotomy, trauma grade 5 dengan cidera vaskuler maka dilakukan
tindakan operatif berupa eksplorasi ginjal (rekonstruksi atau
nephrectomy). Pada fasilitas kesehatan tingkat 1 kasus kecurigaan
trauma ginjal dapat diketahui dari anamnesis terkait trauma disekitar
flank (pinggang) dan pemeriksaan fisik yang memperlihatkan jejas.
Selain itu terkadang dijumpai hematuria setelah trauma.
Penatalaksanaan yang dapat dikerjakan adalah bantuan hidup dasar
terkait stabilisasi airway dengan manuver jaw trust, pemasangan
orofaringeal tube. Pemasangan collar brest juga masih memungkinkan
jika alat tersedia di fasilitas kesehatan tingkat 1. Stabilisasi breathing
merupakan tahap selanjutnya yang harus dikerjakan pemberian
oksigenasi dengan canule, masker atau ambubag dapat diberikan
sesuai dengan problem yang dihadapi sampai kondisi pernafasan
normal. Stabilisasi sirkulasi merupakan hal yang paling penting karena
kasus trauma ginjal yang berat sering berkomplikasi pada
ketidakstabilan hemodinamik dan sirkulasi. Tatalaksana yang dapat
dilakukan pada faskes 1 adalah pemasangan infus atau transfuse set
untuk resusitasi cairan dan darah. Memberikan cairan isoosmolar
adalah pilihan pertama untuk memberikan resusitasi ketidak
seimbangan hemodinamik. Berikutnya adalah cairan koloid maupun
darah untuk menstabilkan sirkulasi. Tatalaksana definitive untuk ginjal
yang mengalami trauma faskes tingkat 1 tidak dapat dikerjakan karena
untuk menegakkan diagnosis dan menentukan grading trauma ginjal
membutuhkan pemeriksaan CT Scan Abdomen yang adannya difasilitas
kesehatan yang lebih tinggi. Sehingga kasus ini harus dirujuk ke fasilitas
yang lebih tinggi.
- Trauma kandung kemih  Penatalaksanaan trauma kandung kemih
antara lain adalah: pemasangan kateter pada cidera kandung kemih
derajad ringan, eksplorasi dilakukan pada rupture intraperitoneal atau
ekstraperitoneal dengan derajad berat. Pemakaian sistostomi hanya
dilakukan jika diperlukan pada perforasi yang luas. Pada fasilitas
kesehatan tingkat 1 trauma kandung kemih hampir sama dengan
trauma ginjal, primary survey dan memastikan stabilisasi primary
survey dapat dikerjakan difasilitas 1 sembari menyiapkan rujukan dan
transportasi menuju ke fasilitas yang lebih tinggi baik untuk
penegakkan diagnosis maupun penatalaksanaan yang sesuai. Diagnosis
trauma buli-buli ditegakkan dari Anamnesis: trauma langsung, tumpul
atau tajam / penetrasi, iatrogenic ataupun deselerasi mendadak. Dari
pemeriksaan fisis didapatkan gross hematuria, distended abdomen,
retensi urin, udem perineum, skrotum, Tes buli-buli (+). Dari
pemeriksaan imaging: retrograde sistografi, CT cystography, Sistoskopi
(post op).
- Trauma ureter  Penatalaksanaan trauma ureter antara lain tindakan
operative dengan repair ureter, pemasangan Double J stent, re-
anastomose ureter, menyambung ureter secara end to end
anastomose, sampai dengan neoimplantasi ureter. Pada fasilitas
kesehatan tingkat 1 hampir sama dengan trauma kandung kemih dan
ginjal penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan yang dapat
dilakukan hanyalah seputar anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Anamnesis riwayat trauma area flank yang biasanya karena tindakan
medis (iatrogenic) ataupun trauma tajam. Pada trauma ureter pasien
biasanya relative stabil terkait primary surveynya. Namun jika terdapat
kelainan pada primary survey maka penatalaksanaan segera untuk
memberikan bantuan hidup dasar dapatlah dikerjakan di fasilitas
kesehatan tingkat 1.
- Trauma urethra  Penatalaksanaan pasien dengan cidera urethra
dibedakan menjadi dua yaitu Ruptur uretra posterior dan uptur uretra
anterior. Pada rupture uretra posterior dilakukan pemasangan kateter
urethra: pada ruptur uretra minimal; melakukan primary realignment
(< 2 minggu): Primary open realignment dan Primary endoscopic
realignment (PER); sistostomi; urethroplasty; serta urethrotomy. Pada
ruptur uretra anterior dilakukan repair urethra secara primer atau
melakukan tindakan sistostomi. Gambar 9. Contoh tindakan primary
endoscopy realignment (PER) Pada fasilitas kesehatan tingkat 1 cidera
urehra biasanya datang dengan tidak bisa kencing (retensi urine) yang
didahului dengan riwayat trauma sebelumnya, tindakan yang dapat
dilakukan pada trauma urethra laki-laki terutama grade 1 yang
merupakan kontusio urethra masih mungkin untuk dilakukan observasi
pada grade yang lebih tinggi dan berat fasilitas kesehatan tingkat 1
dapat melakukan perawatan pasca tindakan definitive di fasilitas
kesehatan yang lebih tinggi. Bentuk perawatan yang dapat dilakukan
antara lain tetap mempertahankan kateter yang dipakai sampai 4-6
minggu dan memberikan antibiotic pada pasien pasca tindakan.
8. Apakah kondisi pasien termasuk kegawatdaruratan medis?
9. Apa itu luka kontusio dan apa saja jenis luka?
8. Luka kontusio disebut dengan luka memar adalah jenis luka yang
disebabkan karena benda tumpul yang dapat merusak/merobek pembuluh
darah kapiler dalam jaringan subkutan sehingga darah meresap ke jaringan
sekitarnya, terjadi pengumpulan darah dalam jaringan karena pecahnya
pembuluh darah kapiler akibat benda tumpul.
1. Berdasarkan tingkat kontaminasi:
o Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi
yang mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan
infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari
tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang
tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal;
Jackson – Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar
1% - 5%.
o Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi),
merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi,
pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol,
kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya
infeksi luka adalah 3% - 11%.
o Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka
terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan
kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari
saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut,
inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
o Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu
terdapatnya mikroorganisme pada luka.
2. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka
o Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu
luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.
o Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan
kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis.
Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti
abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
o Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit
keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan
subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak
melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada
lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot.
Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam
dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
o Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan
otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan
yang luas.
3. Berdasarkan waktu penyembuhan luka
o Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai
dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati.
o Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses
penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.
10. Apa kemungkinan yang bisa menyebabkan BAK berdarah berdasarkan
skenario?
Etiologi hematuria berdasarkan lokasi kelainan:
Hematuria dapat disebabkan oleh kelainan-kelainan yang berada di dalam
sistemurogenitalia atau kelianan yang berada di luar urogenitalia. Kelainan
yang berasal darisistem urogenitalia antara lain :
- Infeksi/inflamasi, antara lain pielonefritis, glomerulonefritis, ureteritis,
sistitis, dan uretritis
- Tumor jinak/tumor ganas, antara lain tumor Wilm, tumor Grawitz,
tumor pielum, tumor ureter, tumor buli-buli, tumor prostat, dan
hiperplasia prostat jinak.
- Kelainan bawaan sistem urogenitalia, antara lain kista ginjal dan ren
mobilis.
- Trauma yang mencederai sistem urogenitaliae.
- Batu saluran kemih
11. Bagaimana mekanisme kencing berdarah?
Hematuria dapat disebabkan karena inflamasi, trauma, keganasan, batu,
atau diatesishemoragik. Hematuria dapat pula menandakan adanya
glomerulonefritis, tumor ginjal,tumor ureter, atau tumor buli, tumor
prostat, dan hiperplasia prostat jinak. Mungkin jugadisebabkan kelainan
bawaan seperti kista ginjal dan ren mobilis. Kelainan lain yangcukup jarang
adalah akibat kelainan pembekuan darah, pemakaian obat
antikoagulan,SLE, dan kelainan hematologik lainnya. Beberapa penyebab
hematuria makroskopik (darah terlihat dalam urin) meliputi:
- Benign Familial Hematuria, nefropati akibat membran basal glomerulus
ginjalyang merenggang
- Urinary Schistosomiasis (yang disebabkan oleh Schistosoma
haematobium) –penyebab utama hematuria di berbagai negara Afrika
dan Timur Tengah
- IgA nefropathy ( “penyakit Berger”) – terjadi selama infeksi virus pada
pasienyang terpengaruh
- Batu ginjal (atau kencing batu)
- Kanker kandung kemih
- Karsinoma sel ginjal, kadang-kadang disertai perdarahan
- Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria – penyakit langka dimana
hemoglobin darisel-sel hemolysed dilewatkan ke dalam urin.
- Infeksi saluran kemih dengan beberapa spesies termasuk bakteri strain
EPECdan Staphylococcus saprophyticus
- Sifat sel sabit dapat memicu kerusakan sejumlah besar sel darah
merah, tetapihanya sejumlah kecil individu menanggung masalah ini
- Malformasi arteriovenosa ginjal (jarang, tapi mungkin terkesan seperti
karsinomasel ginjal pada pencitraan, karena keduanya sangat vaskular)
- Sindrom nefritis (suatu kondisi yang terkait dengan pasca infeksi
streptokokusdan berkembang cepat menjadi glomerulonefritis).
- Fibrinoid nekrosis dari glomeruli (akibat dari hipertensi ganas atau
hipertensimaligna)
- Varises kandung kemih, yang mungkin jarang mengembangkan
obstruksisekunder dari ven kava inferior.
- Hipertensi vena ginjal kiri, juga disebut “pemecah kacang fenomena”
atau“sindrom alat pemecah buah keras,” adalah kelainan vaskular yang
jarangterjadi, yang bertanggung jawab atas gross hematuria.
- Pelvic Junction Ureteral Sumbatan (UPJ) adalah kondisi langka mulai
darikelahiran di mana ureter diblokir antara ginjal dan kandung kemih.
Kondisi inidapat menyebabkan darah dalam urin.
- March hematuria- Seperti berkuda dan bersepeda jarak jauh
12. Bagaimana pengaruh kontusio pada flank kiri pasien pada ginjal?

Anda mungkin juga menyukai