Anda di halaman 1dari 90

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU POST PARTUM PRIMIGRAVIDA


DENGAN POST SECIO SECARIA ATAS INDIKASI PREEKLAMSI
BERAT DI RUANG KEBIDANAN RSUD RADEN
MATTAHER JAMBI TAHUN 2021

DOSEN PEMBIMBING :
DEWI NOPISKA LILIS, S.SiT, M. Keb.

OLEH :
JUMAIRAH
PO.71242200027

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


JURUSAN KEBIDANAN POLTEKKES KEMENKES JAMBI
2021

LEMBAR PENGESAHAN

Telah disahkan “ Asuhan Kebidanan pada Ibu Post Partum Primigravida dengan
Post Secio Secario atas Indikasi Pre Eklamsia berat di Ruang Kebidanan RSUD.
Raden Mattaher “ , guna memenuhi tugas Asuhan Kebidanan kegawatdaruratan
Maternal dan Neonatal pada program studi profesi Bidan Poltekkes Kemenkes Jambi
tahun 2021.

Jambi, April 2021


Mahasiswa

Jumairah
PO.71242200027

Perseptor akademik Perseptor klinik

Dewi Nopiska Lilis, S.SiT, M.Keb. Nelliwati, S.ST.


KATA PENGANTAR

Alhamdulillahhirobbilalamin, segenap syukur penulis panjatkan kehadirat Allah


SWT yang telah melimpahkan nikmat iman, dan kesehatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus berjudul asuhan kebidanan pada asuhan kebidanan pada
ibu post partum primigravida dengan post secsio secaria atas indikasi preeklamsia berat
di ruang kebidanan RSUD Raden Mattaher Jambi tahun 2021.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan asuhan kasus ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu saran dan kritik penulis nantikan demi perbaikan dimasa yang
akan datang. Pada kesempatan ini, perkenankan penulis untuk menghaturkan
terimakasih atas bantuan dan bimbingannya selama penyusunan studi kasus ini kepada:
1. Bapak Rusmimpong, S.Pd., M.Kes Selaku Direktur Politeknik kemenkes Jambi.

2. Ibu Hj. Suryani, S.Pd., MPH Selaku Ketua Jurusan Kebidanan Politeknik

Kesehatan Jambi

3. Pembimbing dari pendidikan Kebidanan Politeknik Kesehatan Jambi Program

Studi Profesi.

4. Ibu Ns. Endah Pramukti, S.Kep selaku pembimbing lahan yang penuh kesabaran dan

keikhlasan hati memberikan bimbingan, arahan dan masukan selama penulisan

kasus ini.

5. Ibu Hj. Hanifah, SST, SKM, MM selaku pembimbing lahan yang penuh kesabaran

dan ketelitian memberikan bimbingan, arahan dan masukan selama penulisan

kasus ini.

6. Ibu Nelliwati, SST selaku pembimbing lahan yang penuh kesabaran dan

ketelitian memberikan bimbingan, arahan dan masukan selama penulisan kasus

ini.

7. Dosen - dosen Politeknik Kesehatan Jambi Jurusan Kebidanan yang telah

memberikan ilmu dan pengetahuan selama proses perkuliahan berlangsung.


8. Orang tua, suami dan anak anak tercinta yang sudah memberikan dukungan

selama penyusunan kasus ini.

9. Rekan- rekan mahasiswi, serta semua pihak yang sudah membantuan penyusunan

kasus ini.

Penulis menyadari bahwa kasus ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu

kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan kasusini.

Akhirnya penulis berharap semoga dengan selesainya kasus ini, hasilnya dapat

berguna bagi semua pihak yang memerlukan.

Jambi, April 2021

Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.......................................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... iii
DAFTAR ISI....................................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Tujuan .................................................................................................. 5
C. Manfaat ............................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Konsep Dasar Nifas ............................................................................ 7
B. Post Sectio Secarea............................................................................... 17
C. Pre Eklamsi Berat................................................................................. 21
D. Pathway Pre-Eklamsi ........................................................................... 33
E. Tahapan Manajemen Kebidanan........................................................... 34

BAB III TINJAUAN KASUS


A. Asuhan Kebidanan Persalinan.............................................................. 49

BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengumpulan Data................................................................................ 64
B. Interpretasi data..................................................................................... 64
C. Diagnosa Potensial ................................................................................ 66
D. Antisipasi / Tindakan Segera ............................................................. 66
E. Perencanaan......................................................................................... 67
F. Pelaksanaan.......................................................................................... 67
G. Evaluasi................................................................................................ 68
H. Evidence Based Kebidanan................................................................... 68

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................... 68
B. Saran..................................................................................................... 69

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Preeklampsia merupakan komplikasi kehamilan dan persalinan yang

ditandai dengan peningkatan tekanan darah, proteinuria dan oedema, yang

kadang-kadang disertai dengan komplikasi koma. Gejala dari preeklampsia

seperti hipertensi, oedema dan proteinuria sering tidak diperhatikan, sehingga

tanpa disadari dalam waktu singkat dapat timbul menjadi preeklampsi berat,

bahkan eklampsia (Prawihardjo S, 2014: 532).

Dampak preeklampsia pada ibu hamil dan bersalin yaitu terjadi

kerusakan organ-organ tubuh seperti, sistem saraf pusat, perdarahan

intrakranial, gagal jantung, gagal ginjal, gangguan fungsi hati dan edema paru,

sedangkan pada janin ialah intrauterine fetal growth restriction, solusio

plasenta, prematur, sindroma distress, kematian janin, perdarahan

intraventikular, kematian janin, dan kematian maternal (Sarwono, 2014:550).

Berdasarkan data dari WHO (2014), preeklamsia merupakan

salah satu penyebab dari kematian perinatal dan kehamilan dan banyak terjadi

diseluruh dunia. Insidensi preeklampsia diperkirakan sebesar 3-10% dari

seluruh kehamilan.

Insiden preeklampsia di Negara berkembang sekitar 1,8%-18%.

Preeklampsia dan eklampsia menempati urutan kedua sebagai penyebab

kematian di Indonesia dengan presentasi sebesar 26,9% pada tahun 2012 dan

meningkat kembali pada tahun 2013 yaitu sebanyak 27,1%. (Depkes RI,
2015).

Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) AKI tahun

2012 meningkatan yaitu sebesar 350/100.000 kelahiran hidup dari 288/100.000

kelahiran hidup. Salah satu penyebab kematian ibu di Indonesia adalaha

perdarahan, 39%, preeklampsia/eklampsia 24%, infeksi 7%, partus lama 5%,

abortus 5% dan lainnya 33% (SDKI, 2012). Sedangkan di Negara maju, angka

kejadian preeklampsia berkisar antara 6% - 7%. Kementerian Kesehatan

membuat rancangan Sustainable Development Goals (SDGs) pada 2030 yang

diharapkan dapat mengurangi angka kematian ibu hingga dibawah 70 per

100.000 kelahiran hidup. (Kemenkes, 2015)

Hasil laporan dari Seksi Kesga dan Gizi Bidang Kesehatan Masyarakat

terdapat jumlah kematian ibu (hamil, bersalin, dan nifas) di Provinsi Jambi

tahun 2018 adalah 46 kasus dengan jumlah kelahiran hidup 66.106. Jika

diproyeksikan angka kematian ibu di Provinsi Jambi tahun 2018 adalah 70 per

100.000 kelahiran hidup. Sedangkan tahun 2019 adalah 59 kasus dengan jumlah

kelahiran hidup 65.762. Jika diproyeksikan angka kematian ibu di Provinsi

Jambi tahun 2019 adalah 90 per 100.000 kelahiran hidup. Selama enam tahun

terakhir, konversi AKI mengalami kenaikan dan penurunan, walaupun angka

kematian ini jauh di bawah angka nasional yaitu 359/100.000KH. berdasarkan

hasil SDKI 2012, jumlah kematian ini tetap harus mendapat perhatian. Jumlah

kematian ibu terbanyak terdapat di Kabupaten Tebo (10 kasus), kota Jambi 5

kasus sedangkan Kota Sungai Penuh tidak terdapat kematian ibu.

Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi adalah rumah

sakit rujukan milik Pemerintah Provinsi Jambi yang terletak dikota Jambi.

Berdasarkan data yang diperoleh dari RSUD Raden Mattaher Jambi, diketahui

kasus preeklampsia berat pada tahun 2016 sebanyak 48 kasus dengan jumlah
ibu yang meninggal sebanyak 2 orang. Pada tahun 2017, kasus preeklampsia

sebanyak 4 kasus dengan jumlah ibu yang meninggal sebanyak 3 orang.

Sedangkan dari tahun 2018 terdapat 76 kasus preeklampsia berat dengan jumlah

ibu yang meninggal sebanyak 2 orang. Pada tahun 2019 menjadi 77 kasus dan

tahun 2020 meningkat sebanyak 110 kasus. Data tersebut menunjukkan bahwa

preeklampsia berat menjadi masalah bagi ibu hamil dan bersalin.(Rekam Medik

RSUD Raden Mattaher Jambi, 2021).

Dari data-data yang ada diatas kejadian preeklampsia pada ibu hamil

kadang meningkat dan kadang menurun namun dari angka kejadian tersebut

dapat menjadi acuan bagi kita sebagai petugas tenaga kesehatan khsusunya

seorang Bidan yang harus mampu mengurangi sepenuhnya angka kejadian

preeklampsia. Karena dapat kita ketahui bahwa seorang ibu hamil yang

mengalami preeklampsia berat akan beresiko mengalami kejang dan syok dan

kadang berujung pada kematian apabila tidak mendapatkan penanganan yang

cepat.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis termotivasi untuk membuat

laporan kasus asuhan kebidanan pada ibu post secsio secaria atas indikasi

preeklamsia berat di ruang kebidanan RSUD Raden Mattaher Jambi tahun

2021.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mampu melaksanakan manajemen asuhan kebidanan pada ibu post

secsio secaria dengan preeklamsia berat di ruang kebidanan RSUD

Raden Mattaher Jambi tahun 2021

2. Tujuan khusus
a. Dilaksanakannya pengkajian pada ibu post secsio secaria dengan

preeklamsia berat di ruang kebidanan RSUD Raden Mattaher Jambi

tahun 2021

b. Dirumuskannya diangnosa/ masalah aktual yang terjadi pada ibu

post secsio secaria dengan preeklamsia berat di ruang kebidanan

RSUD Raden Mattaher Jambi tahun 2021

c. Dirumuskannya diagnosa/masalah potensial ibu post secsio

secaria dengan preeklamsia berat di ruang kebidanan RSUD Raden

Mattaher Jambi tahun 2021

d. Dilakukannya identifikasi tindakan segera/ kolaborasi pada ibu

post secsio secaria dengan preeklamsia berat di ruang kebidanan

RSUD Raden Mattaher Jambi tahun 2021

e. Ditetapkannya rencana tindakan asuhan kebidanan pada ibu post

secsio secaria dengan preeklamsia berat di ruang kebidanan RSUD

Raden Mattaher Jambi tahun 2021

f. Dilaksanakannya tindakan asuhan yang telah disusun pada ibu ibu

post secsio secaria dengan preeklamsia berat di ruang kebidanan

RSUD Raden Mattaher Jambi tahun 2021

g. Diketahuinya hasil tindakan yang telah dilakukan pada ibu post

secsio secaria dengan preeklamsia berat di ruang kebidanan RSUD

Raden Mattaher Jambi tahun 2021

h. Didokumentasikan semua temuan dan tindakan yang telah

diberikan pada ibu post secsio secaria dengan preeklamsia berat di

ruang kebidanan RSUD Raden Mattaher Jambi tahun 2021


C. Manfaat Penulisan

1. Bagi RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi

Dapat menjadi sumber informasi bagi penentu kebijakan dan pengelola

program kesehatan serta sumber daya manusia terutama diruang

kebidanan dalam mencegah, penanganan dan perawatan serta edukasi

pada ibu post SC dengan preeklampsia berat khususnya

2. Bagi Poltekkes Kemenkes Jambi

a. Diharapkan laporan kasus ini dapat menjadi sumber informasi dan

bahan acuan bagi penulis laporan kasus berikutnya.

b. Pelaksanaan asuhan kebidanan ini merupakan pengalaman ilmiah

yang berharga yang dapat meningkatkan pengetahuan dan

menambah wawasan tentang post SC dengan preeklamsia berat


BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Tinjauan tentang Post Partum

a. Pengertian masa nifas

Masa Nifas adalah waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta

lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya

kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami

perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan saat melahirkan.

minggu-minggu berikutnya pada waktu saluran reproduktif kembali keadaan

tidak hamil yang normal. rencana untuk perawatan selanjutnya yang telah

umum dikerjakan oleh kebanyakan ahli obstetri, sampai saat ini, telah

menghasilkan kesepakatan bahwa umumnya 6 minggu dianggap sebagai

masa nifas. selama masa saluran reproduktif anatominya kembali keadaan

tidak hamil normal, yang meliputi perubahan struktur permanen serviks,

vagina dan perineum sebagai akibat persalinan dan kelahiran. Selain itu 6

minggu setelah kelahiran, pada sebagian besar ibu yang tidak menyusui

bayinya, sinkroni hipofisis-ovarium akan dikembalikan lagi untuk

mendukung terjadinya ovulasi. (Reni Heryani; 2015)

b. Tahapan Masa Nifas

Masa nifas terbagi menjadi tiga tahapan yaitu:

1) Puerperium Dini
Suatu masa kepulihan dimana ibu diperbolehkan untuk berdiri dan

berjalan-jalan.

2) Puerperium Intermedial

Suatu masa dimana kepulihan dari organ-organ reproduksi selama

kurang lebih enam minggu.

3) Remote puerperium

Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat kembali dalam

keadaan sempurna terutama bila ibu selama hamil atau waktu

persalinan mengalami komplikasi.

c. Program dan kebijakan teknis

Kebijakan program nasional masa nifas pemerintah melalui

departemen kesehatan, juga telah memberikan dalam hal ini, sesuai dengan

dasar kesehatan pada ibu pada masa nifas, yakni paling sedikit 4 kali

kunjungan pada masa nifas.

Tujuan kebijakan tersebut adalah:

1) Menilai kondisi kesehatan ibu dan kesehatan bayi baru lahir

2) Pencegahan terhadap kemungkinan adanya gangguan kesehatan ibu nifas

dan bayinya

3) Mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang terjadi pada masa nifas

4) Menangani beberapa masalah yang timbul dan mengganggu kesehatan

ibu maupun bayinya pada masa nifas (Sukarni, 2013)


d. Kunjungan Masa Nifas

Tabel 1.1

Menurut Walyani, dkk, 2015. Program dan kebijakan tehnik masa nifas.
Kunjungan Waktu Tujuan
a. mencegah perdarahan masa nifas karena atonia
1 6-8 jam setelah uteri
persalinan b. mendeteksi dan merawat penyebab lain
pendarahan, rujuk jika pendarahan berlanjut
c. memberikan konseling tentang pencegahan
pendarahan masa nifas yang disebabkan atonia
uteri
d. pemberian asi awal
e. mengajarkan cara mempercepat hubungan antara
ibu dan bayi baru lahir.
f. menjaga bayi tetap sehat agar terhindar hipotermi
g. setelah bidan melakukan pertolongan persalinan,
maka bidan harus menjaga ibu dan bayi untuk 2 jam
pertama setelah kelahiran atau sampai keadaan ibu
dan bayi baru lahir dalam keadaan baik.
a. memastikan involusi uterus berjalan normal,
2 6 hari uterus berkontraksi dengan baik tinggi fundus uteri
di bawah umbilikas tidak ada pendarahan
setelah persalinan abnormal.
b. menilai adanya tanda-tanda demam infeksi atau
pendarahan abnormal
c. memastikan ibu mneyusui dengan baik dan benar
serta tidak ada tanda-tanda kesulitan menyusui
d. memastikan ibu mendapat cukup makan cairan
dan istirahat
e. memberikan konseling pada ibu mengenal asuhan
pada bayi tali pusat menjaga bayi tetap hangat dan
perawatan bayi sehari-hari.
2 minggu Asuhan pada 2 minggu postpartum sama dengan
3 setelah persalinan asuhan yang duberikan pada kunjungan 6 hari post
partum.
a. menanyakan kesulitan-kesulitan yang dialami
6 minggu setelah ibu selama masa nifas
4 persalinan b. memberikan konseling KB secara dini.
f. Perubahan fisik masa Nifas

1) Uterus

Uterus akan menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali

seperti sebelum hamil. (Walyani, 2015). Menurut Saleha, 2016

tinggi fundus uteri dan berat uterus menurut masa involusi

Tabel 2.2
Tinggi fundus uteri dan berat uterus menurut masa involusi.

Involui uteri Tinggi fundus Berat uterus Diameter


uteri uterus

Plasenta lahir Setinggi pusat 1000 gram 12,5 cm


7 Hari (1 minggu) Pertengahan pusat 500 gram 7,5 cm
dan simpisis
14 Hari (2 minggu ) Tidak teraba 350 gram 5 cm

2) Lochea

Lochea adalah cairan yang keluar dari liang vagina/senggama pada

masa nifas. cairan ini dapat berupa darah atau sisa lapisan rahim.

urutan pengeluaran lochea:

1-4: Rubra/krueta merah kehitaman

4-7: Sanguinolenta putih bercampur merah

7-14: Serosa kekuninagan

>14: alba putih. Jumlah total lochea yang diproduksi 150-450 ml

dengan jumlah rata-rata 225 ml. selama 2-3 hari pertama setelah

melahirkan,pengeluaran darah dari vagina tergantung pada


perubahan ambulasi seperti berdiri dan duduk.hal ini tidak perlu

dikhawatirkan karena masih di anggap normal. (Marmi, 2015)

3) Endometrium

Perubahan pada endometrium adalah timbulnya thrombosis

degenerase, dan nekrosis ditempat implantasi plasenta. Pada hari

pertama tebal endometrium 2,5 mm, mempunyai permukaan yang

kasar akibat pelepasan desidua, dan selaput janin. (Saleha, 2016)

4) Serviks

Segera setelah berakhirnya kala II, serviks menjadi sangat

lembek, dan kendor. Serviks tersebut bisa lecet, terutama dibagian

anterior. Serviks akan terlihat padat yang mencerminkan vaskular yang

tinggi, lubang serviks lambat mengecil, rongga leher serviks bagian

luar akan membentuk seperti keadaan sebelum hamil pada saat empat

minggu postpartum. (Saleha, 2016).

5) Perubahan Payudara

Perubahan pada payudara dapat meliputi :

a) Perubahan kadar progesteron secara tepat dengan peningkatan

hormon prolactin setelah persalinan.

b) Kolostrum sudah ada saat persalinan produksi ASI terjadi pada

hari kedua atau hari ketiga setelah persalinan.

c) Payudara menjadi besar dan keras sebagai tanda mulainya proses

laktasi. (Astutik, 2015)


6) Perubahan tanda vital

Menurut Nugroho, dkk, 2015 pada masa nifas tanda-tanda vital

harus dikaji antara lain :

a) Suhu Tubuh

Suhu badan wanita inpartu tidak lebih dari 37,2C pasca melahirkan,

suhu tubuh dapat naik kurang lebih 0,5C dari keadaan normal.

Kenaikan suhu badan ini akibat dari kerja keras sewaktu melahirkan,

kehilangan cairan maupun kelelahan.

b) Nadi

Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80x/i. Pasca melahirkan,

denyut nadi dapat menjdi bradikardi maupun lebih cepat. Denyut nadi

yang melebihi 100x/i harus waspada kemungkinan infeksi atau

perdarahan postpartum.

c) Tekanan Darah

Pasca melahirkan pada kasus normal, tekanan darah biasanya tidak

berubah. Perubahan tekanan darah menjadi lebih rendah pasca

melahirkan dapat diakibatkan oleh perdarahan, sedangkan tekanan

darah tinggi postpartum merupakan tanda terjadinya preeklampsi

postpartum.

d) Pernafasan

Pada ibu postpartum umumnya pernafasan lambat atau normal. Hal ini

dikarenakan karena ibu dalam keadaan pemulihan atau dalam kondisi

istirahat. Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu


dan denyut nadi.

g. Tanda-tanda Bahaya

Tanda-tanda bahaya yang perlu diperhatikan pada masa nifas adalah:

1) Demam tinggi melebihi

2) Perdarahan vagina luar biasa/tiba-tiba bertambah banyak (lebih

pembalut2x dalam setengah jam), disertai gumpalan darah yang besar-

besar dan berbau busuk.

3) Nyeri perut hebat/terus menerus dan pandangan kabur/masalah

penglihatan.

4) Sakit kepala parah/terus menerus dan pandangan kabur/masalah

penglihatan.

5) Pembengkakkan wajah, jari-jari atau tangan

6) Rasa sakit, merah atau bengkak dibagian betis dan kaki

7) Payudara membengkak, kemerahan, lunak disertai demam

8) Puting payudara berdarah atau merah sehingga sulit untuk menyusui

9) Tubuh lemas dan terasa seperti mau pingsan, merasa sangat letih atau

nafas terengah-engah

10) Kehilangan nafsu makan dalam waktu lama

11) Tidak bisa buang air besar selama tiga hari atau rasa sakit waktu buang

air kecil.

h. Kebutuhan Masa Nifas

Kebutuhan pada masa nifas itu sangat penting untuk diperhatikan

karena pada masa ini kebutuhan gizi tiga kali dari kebutuhan biasanya

apalagi pada ibu menyusui untuk memenuhi kebutuhan bayi. Makanan yang
dikonsumsi berguna untuk melakukan aktifitas metabolisme, cadangan

dalam tubuh, proses memproduksi ASI yang akan dikonsumsi bayi

untuk pertumbuhan dan perkembangan. Menu gizi seimbang yang harus

dikonsumsi adalah porsi cukup dan teratur, tidak terlalu asin, pedas atau

berlemak, tidak mengandung alkohol, nikotin serta bahan pengawet atau

pewarna.

1) Kebutuhan gizi pada ibu menyusui

Nutrisi atau gizi adalah zat yang diperlukan oleh tubuh untuk

keperluan metabolismenya. Kebutuhan gizi pada masa nifas terutama

pada ibu menyusui akan meningkat 25% karena berguna untuk proses

pemulihan dan memproduksi air susu yang cukup untuk menyehatkan

bayi.

a) Energi

Penambahan kalori sepanjang 3 bulan pertama pasca partum

mencapai 500 kkal.

b) Protein

Selama menyusui, ibu membutuhkan tambahan protein diatas

normal sebesar 20 gram/hari

2) Ambulasi

Adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing pasien

keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya untuk berjalan.

Ambulasi tidak dibenarkan pada pasien dengan penyakit tertentu

seperti anemia, jantung, paru-paru demam, dan keadaan lain yang

membutuhkan waktu istirahat.

Keuntungan ambulasi dini antara lain:


a) Klien merasa lebih baik, lebih sehat dan lebih kuat

b) Kandung kemih lebih baik

c) Memungkinkan bidan untuk memberikan bimbingan kepada ibu

guru mengenai cara merawat bayinya.

d) Ambulasi awal dilakukan dengan melakukan gerakan dan jalan-

jalan ringan sambil bidan melaksanakan observasi perkembangan

pasien dari jam demi jam sampai hitungan hari. Kegiatan ini

dilakukan secara meningkatsecara berangsur- angsur frekuensi dan

intensitas aktifitasnya sampai pasien dapat melakukan sendiri

tanpa pendamping sehingga tujuan memandirikan pasien dapat

terlaksana.

3) Eliminasi

a) Miksi

b) Miksi disebut normal bila dapat buang air kecil spontan setiap 3-

4 jam. Diusahakan dapat buang air kecil sendiri.

4) Defikasi

Biasanya 2-3 hari post partum masih sulit buang air besar. Jika klien

pada hari ketiga belum juga buang air besar maka diberikan laksan

supositoria dan minum air hangat. Agar dapat buang air besar secara

teratur dapat dilakukan dengan diet teratur. Pemberian cairan yang

banyak, makanan cukup serat, olah raga.

5) Kebersihan diri

Kebersihan adalah keadaan bebas dari kotoran. Pada masa nifas yang

berlangsung kurang lebih 40 hari, kebersihan vagina perlu mendapat

perhatian lebih. Kebersihan vagina yang tidak terjaga dengan baik

dapat menyebabkan infeksi pada vagina itu sendiri.


6) Istirahat

Kebutuhan istirahat sangat diperlukan ibu beberapa jam setelah

melahirkan. Proses persalinan yang lama dan melelahkan dapat

membuat ibu frustrasi bahkan depresi apabila kebutuhan istirahatnya

tidak terpenuhi.

7) Seksual

Secara fisk, aman untuk melakukan hubungan seksual begitu darah

merah berhenti dan ibu dapat memasukan satu atau dua jari kedalam

vagina tanpa rasa nyeri. Banyak budaya dan agama yang melarang

untuk melakukan hubungan seksual sampai masa waktu tertentu,

misalnya setelah 40 hari atau 6 minggu setelah melahirkan.

8) Senam nifas

Senam yang dilakukan sejak hari pertama melahirkan setiap hari

sampai hari kesepuluh, terdiri dari sederetan gerakan tubuh yang

dilakukan untuk mempercepat pemulihan keadaan ibu

B. Tinjauan tentang Post SC

1. Pengertian Sectio Sesarea

Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat

sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina: seksio

sesarea adalah suatu histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam Rahim.

(Mochtar, 2007).

Sectio caesarea adalah suaatu persalinan buatan, dimana janin

dilahirkn melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan

syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram

(Wiknjosastro, 2006).
Section caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin

dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan

syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram

(Wiknijosastro, 2010).

2. Indikasi

Indikasi ibu (Wiknjosastro, 2007).

a. Panggul sempit

b. Tumor –tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi

c. Stenosis serviks atau vagina

d. Plsenta previa

e. Disproporsi sefalopelvik

f. Rupture uteri membakat Indikasi janin (Wiknjosastro, 2007)

g. Kelainan letak

h. Gawat janin

i. Prolapsus tali pusat

j. Kegagalan persalinan vakum atau forceps ekstrasi.

3. Manifestasi Klinik

Menurut Prawirohardjo (2007) manifestasi klinis pada klien dengan

post sectio caesarea, antara lain:

a. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan 600-800 ml.

b. Terpasang kateter: urine jernih dan pucat.

c. Abdomen lunak dan tidak ada distensi.

d. Bising usus tidak ada.

e. Ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru.

f. Balutan abdomen tampak sedikit noda.

g. Aliran lokhia sedang dan bebas bekuan, berlebihan dan banyak.


4. Komplikasi

Menurut wiknjosastro (2006) kemungkinan yang timbul setelah

dilakukan operasi adalah sebagai berikut:

a. Infeksi puerpuralis (Nifas).

1) Ringan dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.

2) Sedang dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dehidrasi

dan perut kembung.

3) Berat dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik.

b. Perdarahan

1) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka,

2) Perdarahan pada plasenta

3) Luka kandung kemih, emboli paru, dan keluhan kandung kemih

bila reperitonealisasi terlalu tinggi

4) Kemungkinan rupture uteri spontan pada kehamilan mendatang.

1. Pemeriksaan Penunjang

a. Hitung darah lengkap, golongan darah (ABO), dan pencocokan silang,

tes Coombs.

b. Urinalisis : menentukan kadar albumin / glukosa.

c. Pelvimetri : menentukan CPD.

d. Kultur : mengidentifikasi adanya virus herpes simpleks tipe II.

e. Ultrasonografi : melokalisasi plasenta menentukan pertumbuhan,

kedudukan, dan presentasi janin.


f. Amniosintesis : mengkaji maturitas paru janin.

g. Tes stress kontraksi atau tes non-stres: mengkaji respons janin

terhadap gerakan / stress dari pola kontraksi uterus / pola abnormal.

h. Penentuan elektronik selanjutnya: memastikan status janin/ aktivitas

uterus. (Mochtar, 2007).

2. Nasihat Pasca Operasi Menurut Mochtar (2007)

a. Dianjurkan jangan hamil selama lebih kurang satu tahun, dengan

memakai kontrasepsi

b. Kehamilan berikutnya hendaknya diawasi dengan antenatal yang

baik

c. Dianjurkan untuk bersalin dirumah sakit yang besar

d. Apakah persalinan yang berikutnya harus dengan seksio sesarea

bergantung dari indikasi seksio sesarea dan keadaan pada kehamilan

berikutnya.

e. Hampir diseluruh institute di Indonesia tidak dianut dictum “once

a cesarean always a cesarean”

f. Yang dianut adalah “once a cesarean not always a cesarean” kecuali

pada panggul sempit atau disproporsi sefalo-pelvik. (Mochtar, 2007).

3. Penatalaksanaan Ibu Nifas Post Sectio Sesarea Meliputi:

a. Manajemen post operasi

1) Pasien di baringkan dalam kamar pulih dengan pemantaun ketat

tensi. nadi, napas tiap 15 menit dalam 1 jam pertama dan kemudian

30 menit pada 1 jam berikut

2) Pasien tidur dengan muka kesamping dan yakinkan kepalanya

agak menengadah agar jalan napas bebas.

3) Letakan tangan yang tidak infuse di samping agar cairan infuse


dapat mengalir dengan lancar.

b. Ambulasi dan aktifitas

Pasien boleh menggerakan kaki dan tangan serta tubuhnya secara

spontan dan tidak boleh dipaksakan akan mengakibtkan emboli dan

bias terjadi kematian sedikitnya 8-12 jam kemudin duduk, bila

mampu dalam 24 jam setelah sectio sesarea psien sudah dapat

berjalan.

c. Perawatan luka

Perawatan luka ibu nifas post sectio sesarea adalah merawat luka

mengganti balutan dengan cara mengganti balutan atau penutup yang

sudah kotor atau lama dengan penutup luka atau pembalut luka

yang baru. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinyaa luka infeksi

serta memberikan rasa aman dan nyaman pada pasien.persiapan alat

dan bahan yang dibutuhkan antara lain: bak instrument, gunting, kasa,

plester, lidibwetn, aantiseptic (betadine), pinset anatomis, pinset

cirurgis, bengkok, perlak pengalas, sarung tangaan steril, Nacl untuk

membersihkan luka, salep antiseptic, tempat sampah, laarutan clorin

0,5%.

C. Tinjauan Umum Tentang Preeklampsia Berat

1. Definisi Preeklampsia

Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil,

bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema, dan proteinuria yang

muncul pada kehamilan 20 minngu sampai akhir minggu pertama setelah

persalinan (Sukarni Icesmi dan Margaretha, 2013 :169).

Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang secara spesifik hanya


muncul selama kehamilan dengan usia lebih dari 20 minngu (kecuali pada

penyakit trofoblastik) dan dapat di diagnosis dengan kriteria sebagai berikut :

a. Ada peningkatan tekanan darah selama masa kehamilan sistolik ≥140

mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg), yang sebelumnya normal, disertai

proteinuria (≥ 0,3 gram protein selama 24 jam atau ≥ 30 mg/dl dengan

hasil reagen urine ≥ +1).

b. Apabila hipertensi selama kehamilan muncul tanpa proteinuria, perlu

dicurigai adanya preeklampsia seiring kemajuan kehamilan, jika muncul

gejala nyeri kepala, gangguan penglihatan, nyeri pada abdomen, nilai

trombosit rendah dan kadar enzim ginjal normal (Norma Nita dan

Mustika, 2013 : 59).

2. Definisi Preeklamsia Berat

Pre-Eklampsia Berat adalah tekanan darah 160/100 mmHg atau lebih,

Proteinuria 5 gram atau lebih per liter. Oliguria, yaitu jumlah urine kurang

dari 500cc/ 24 jam, Adanya gangguan serebral, gangguan visus dan rasa nyeri

pada epigastrium. Terdapat edema paru dan sianosis (Bobak, 2014).

3. Tanda Gejala Preeklamsia Berat

Berikut diagnosis preeklampsia berat :

1) Tekanan darah ≥160/110 mmHg pada usia kehamilan diatas 20

Minggu

2) Tes celup urine menunjukkan proteinuria 2+ atau pemeriksaan protein

kuantitatif menunjukkan hasil lebih dari 5 g/24 jam. (Buku Saku

Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan 2013,

111).

3) Menurut (prawiroharjo, 2008) terdapat edema paru dan sianosis Tekanan


darah lebih 160/110 mmHg pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu.

4) Tes celup urin menunjukkan proteinuria >2+ atau pemeriksaan protein

kuantitatif menunjukan hasil > 5 g/24 jam.

5) Atau disertai keterlibatan organ lain:

a) Trombositopenia (< 100.000 sel/ uL), atau

penurunan trombosit dengan cepat. Hemolisis mikroangipati

b) Peningkatan SOGT/ SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas

c) Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion.

6) Oliguria (< 500ml/24 jam), kenaikan kadar kreatinin plasma > 1,2 mg/dl.

7) Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala,

stokoma dan pandangan kabur.

8) Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat

teregangnya kapsula aglisson).

9) Oedema paru dan sianosis

10) Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatosuler) : peningkatan kadar

alanin dan aspartate aminotransferase

4. Faktor Resiko Preeklampsia

Ada beberapa faktor resiko tertentu yang berkaitan dengan perkembangan

penyakit:

a. Primigravida, kira-kira 85% preeklampsia terjadi pada kehamilan pertama

Berdasakan teori immunologik, preeklampsia pada primigravida terjadi

dikarenakan pada kehamilan pertama terjadi pembentukan blocking

antibodies terhadap antigen tidak sempurna. Selain itu pada kehamilan

pertama terjadi pembentukan Human Leucoyte Antigen (HLA-G) yang

berperan penting dalam modulasi respon imun sehingga ibu menolak


hasil konsepsi atau terjadi intoleransi ibu terhadap plasenta sehingga

menyebabkan preeklampsia (Norma Nita dan Mustika, 2013 : 67).

b. Grand multigravida

Pada ibu yang grand multigravida beresiko mengalami preeklampsia

dikarenakan terjadi perubahan pada alat-alat kandungan yang berkurang

elastisnya termasuk pembuluh darah sehingga lebih memudahkan

terjadinya vasokontriksi, terjadi peningkatan cairan, timbul hipertensi

yang disertai oedema dan proteinuria (Norma dan Mustika, 2013 :68).

c. Distensi rahim berlebihan: hidramnion, hamil ganda, dan mola hidatidosa.

Preeklampsia terjadi pada 14% sampai 20% kehamilan dengan janin lebih

dari satu.

Kehamilan ganda dan hidramnion sangan berkaitan dengan kejadian

preeklampsia. Ibu dengan hamil ganda dapat menyebabkan terjadinya

hidramnion akibat dua janin yang ada dalam rahim ibu sehingga tekanan

dalam rahim ibu berlebihan. Akibatnya cairan yang berlebihan dalam

rahim akan akan memudahkan terjadinya vasokontriksi dan peningkatan

pada tekanan darah ibu (Norma Nita dan Mustika, 2013 : 68).

d. Morbid obesitas atau kegemukan dan penyakit yang meyertai kehamilan

seperti diabetes mellitus

Kegemukan disamping menyebabkan kolesterol tinggi dalam darah juga

menyebabkan kerja jantung lebih berat. Semakin gemuk seseorang maka

semakin banyak pula jumlah darah yang terdapat di dalam tubuh yang

berarti makin berat pula fungsi pemompaan jantung sehingga dapat

meyebabkan terjadinya preeklampsia. Preeklampsia lebih cenderung juga

terjadi pada wanita yang menederita diabetes melitus karena pada saat
hamil plasenta berperan untuk memenuhi semua kebutuhan janin.

Pertumbuhan janin dibantu oleh hormon- hormon dari plasenta, namun

hormone-hormon plasenta ini juga mencegah kerja insulin dalam tubuh

ibu hamil. Hal ini disebut resistensi insulin atau kebal insulin. Resistensi

insulin membuat tubuh ibu hamil lebih sulit untuk mengatur kadar gula

darah sehingga glukosa tidak dapat diubah menjadi energi dan

menumpuk didalam darah sehingga keadaan ini menyebabkan kadar gula

dalam darah menjadi tinggi (Dyah Ayu Wulandari, 2016:17).

e. Pada ibu yang mengalami hipertensi kronis atau penyakit ginjal, insiden

dapat mencapai 25%.

Ibu hamil dengan hipertensi kronis lebih memudahkan terjadinya

preeklampsia berat dikarenakan pembuluh darah ibu sebelum mencapai

20 minggu sudah mengalami vasokontriksi. Hal ini akan menyebabkan

tekanan darah ibu tinggi dan kandungan dalam protein dalam urin selama

kehamilan semakin meningkat. Gagal ginjal juga menyebabkan terjadinya

preeklampsia akiba terjadi penurunan aliran darah ke ginjal sehingga

menyebabkan filtrasi glomelurus berkurang akibatnya terjadi proteinuria

(Dyah Ayu Wulandari, 2016:18).

f. Jumlah umur ibu diatas 35 tahun

Wanita pada usia lebih dari 35 tahun lebih mudah mengalami berbagai

masalah kesehatan salah satunya hipertensi dan preeklampsia. Hal ini

terjadi karena terjadinya perubahan pada jaringan alat-alat kandungan dan

jalan lahir tidak lentur lagi begitu pula dengan pembuluh darah, juga

diakibatkan tekanan darah yang meningkat seiring dengan pertambahan

usia sehingga memudahkan terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah

ibu, proteinuria dan oedema. Usia 35 tahun sebenarnya belum dianggap


rawan, hanya pada usia ini kemampuan reproduksi lebih menurun

sehingga usia diatas 35 tahun dianggap fase untuk menghentikan

kehamilan (Sukarni Icesmi dan Margaretha, 2013 : 169).

5. Patofisiologi Preeklampsia

a. Teori kelainan vaskularisasi plasenta

Pada kehamila normal, rahim dan plasenta mendapat aliran

darah dari cabang-cabang arteri uterine dan arteri ovarika. Kedua

pembuluh darah tersebut menembus meometrium berupa arteri

akuarta memberi cabang arteri radialis. Arteri radialis menembus

endometrium menjadi arteri basalis member cabang arteri spiralis.

Pada hamil normal, terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot

arteri spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut

sehingga terjadi dilatasi pada arteri spiralis. Invasi trofoblas juga

memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks

menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis

mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen

arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah,

penurunan resistensi vascular, dan peningkatan aliran darah pada

daerah utero plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup

banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat

menjamin pertumbuhan janin dengan baik.

Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel

trofoblas secara sempurna pada lapisan otot arteri spiralis menjadi

tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak

memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya,


arteri spiralis relative mengalami vasokontriksi sehingga aliran

darah uteroplasenta menurun, sehingga terjadilah hipoksia dan

iskemia plasenta.

b. Teori iskemia plasenta, Radikal bebas dan disfungsi endotel

Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada

preeklampsia terjadi kegagalan pada aliran pembuluh darah,

akibatnya palsenta mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami

iskemia plasenta dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (disebut

juga radikal bebas). Oksidan dan radikal bebas adalah senyawa

penerima electron atau atom/molekul yang mempunyai elektron

yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan

plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis,

khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Radikal

hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung banyak

asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak

selain akan merusak membran sel, juga akan merusak nukleus, dan

protein sel endotel. Produksi oksidan atau radikal bebas dalam

tubuh yang bersifat toksis, selalu diimbangi dengan produksi

antioksidan.

Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka

terjadi kerusakan sel ednotel, yang kerusakannya dimulai dari

membran sel endotel. Kerusakan membran sel endotel

mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya

seluruh struktur sel endotel atau disebut dengan disfungsi endotel.

Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel yang mengakibatkan

disfungsi endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka


akan terjadi :

1. Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi

sel endotel adalah memproduksi prostaglandin yaitu

menurunnya produksi prostaglandin (PGE2): suatu vasodilator

kuat.

2. Agregasi sel-sel trombosit pada daerah sel endotel yang

mengalami kerusakan. Agregasi sel trombosit ini adalah untuk

menutup tempat-tempat di lapisan sel endotel yang mengalami

kerusakan. Agregasi trombosit meproduksi tromboksan

(TXA2) : suatu vasokontriktor kuat. Dalam keadaan normal

perbandingan kadar prostasiklin/tromboksan lebih tinggi kadar

prostasiklin sehingga lebih tinggi vasodilator). Pada

preeklampsia kadar tromboksan lebih tinggi dari kadar

prostasiklin sehingga terjadi vasokontriksi, akibatnya tekanan

darah mengalami kenaikan.

3. Peningkatan permeabilitas kapilar

a. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin

Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak

menolak adanya hasil konsepsi yang bersifat asing. Hal ini

disebabkan adanya human leukocyte antigen protein G

(HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respon

imun, sehingga ibu tidak menolak hasil konsepsi (pkasenta).

Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas

janin dari lisis oleh sel Natura Killer (NK) ibu.

Selain itu adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel

trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu. Jadi HLA-G


merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi trofoblas

kedalam jaringan desidua ibu, disamping untuk menghadapi

sel Natural Killer. Pada plasenta hipertensi dalam

kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G.

Berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta,

menghambat invasi trofoblas kedalam desidua. Invasi

trofoblas sangat penting agar jaringan desidua menjadi

lunak, dan gembur sehingga memudahkan terjadinya

dilatasi arteri spiralis. HLA-G akan merangsang produksi

sitikon, sehingga memudahkan terjadinya reaksi inflamasi.

Kemungkinan terjadi immune-maladapatation pada

preeklampsia.

b. Teori adaptasi kardiovaskular

Pada hamil normal pembulu darah refrakter terhadap bahan-

bahan vaseproser. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka

terhadap rangsangan bahan vasepresor, atau dibutuhkan kadar

vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon

vasokontrinksi. Pada kehamilan normal terjadi refrakter pembuluh

darah terhadap bahan vasopresor adalah akibat dilindungi oleh

adanya sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah.

Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter

terhadap bahan vasokontriktor, dan ternyata terjadi peningkatan

kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor. Artinya, daya refrakter

pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang sehingga

pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor.


Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal.

Genotipe ibu lebih menentukan terjadinya preeklampsia dalam

kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotipe janin.

Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklampsia, 26%

anak perempuannya akan mengalami preeklampsia pula, sedangkan

hanya 8% anak menantu mengalami preeklampsia.

c. Teori defisiensi gizi

Beberapa peneliti juga menganggap bahwa defisiensi kalsium

pada diet perempuan hamil mengakibatkan resiko terjadinya

preeklampsia/eklamsia. Penelitian di Negara Equador Andes

dengan metode uji klinik, ganda tersamar, dengan membandingkan

pemberian kalsium dan placebo. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa ibu hamil yang diberi suplemen kalsium cukup, kasus yang

mengalami preeklampsia adalah 14% sedangkan yang diberi glukosa

17%.

d. Teori stimulus inflamasi

Teori ini bersdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di

dalam sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya

proses inflamasi. Pada kehamilan normal plasenta juga melepaskan

debris trofoblas sebagai sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik

trofoblas akibat reaksi stres oksidatif.

Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian

merangsang timbulnya proses inflamasi. Pada kehamilan normal,

jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga reaksi

inflamsi juga masih dalam batas normal. Berbeda dengan proses

apoptosis pada preeklampsia, di mana pada preeklampsia terjadi


peningkatan stress oksidatif, sehingga produksi debris apoptosis

dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas

plasenta misalnya pada plasenta besar, pada hamil ganda, maka

reaksi stress oksidatif kan meningkat, sehingga jumlah sisa debris

trofoblas makin meningkat. Keadan ini menimbulkan beban reaski

inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh lebih besar, disbanding

reaksi inflamasi pada kehamilan normal. Respon inflamasi ini

akan mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel granulosit, yang lebih

besar pula, sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang

menimbulkan gejala-gejala preeklampsia pada ibu.

5. Preeklamsia Berat pada Nifas

Ibu pernah mengalami episode hipertensi pada kehamilan

dapat terus mengalaminya hingga pascapartum. Ibu yang

mempunyai tanda-tanda klinis hipertensi akibat kehamilan masih

beresiko untuk mengalami eklamsia pada beberapa jam atau

beberapa hari setelah persalinan, meskipun hal ini jarang terjadi

pada populasi normal (Atterbury et al, 1998). Pemantauan tekanan

darah harus terus dilakukan pada ibu yang menderita hipertensi

antenatal dan penatalaksanaan pascapartum disesuaikan dengan

kondisi individu. Bagi para ibu ini, nasihat medis diberikan untuk

menentukan batas tekanan sistolik dan diastolik yang optimal,

disertai instruksi penanganan dengan menggunakan obat

antihipertensi jika tekanan darah melebihi batas yang telah

ditentukan. Kadang-kadang, ibu dapat mengalami pre-eklampsia

pascanatal meskipun tidak memiliki masalah antenatal yang terkait


dengan pre-eklampsia. Oleh karena itu, jika seorang ibu

pascapartum menunjukkan tanda yang berhubungan dengan pre-

eklampsia, bidan harus waspada terhadap kemungkinan tersebut

dan harus melakukan observasi tekanan darah dan urine dan

mencari bantuan medis (Fraser, 2009).

6. Penatalaksanaan Preeklamsia Berat

Tingkat permulaannya Preeklamsia tidak memberikan

gejala- gejala yang dapat dirasakan oleh pasien sendiri maka

diagnosa dini hanya dapat dibuat dengan antepartum care. Pasien

hamil hendaknya diperiksa sekali dua minggu setelah bulan

keenam dan sekali seminggu pada bulan terakhir. Pada

pemeriksaan ini secara rutin harus ditentukan tekanan darah,

tambat berat dan ada atau tidaknya proteinuria. Terutama pada

penderita yang mempunyai faktor predisposisi terhadap

preeklamsia kita harus waspadai (Prawiroharjo, 2008).

Pasien juga harus mengetahui tanda-tanda bahaya ialah

sakit kepala, gangguan penglihatan dan bengkak pada tangan

atau muka. Jika salah satu dari masalah ini timbul, ia harus segera

memeriksakan diri, jangan menunggu pemeriksaan rutin.

(Prawirohardjo, 2008).

Usaha pencegahan preeklamsia yang terpenting adalah

pembatasan pemakaian garam dan mengusahakan pembatasan

penambahan berat pada gravida. Pembatasan pemakaian garam

baiknya dianjurkan pada semua wanita triwulan yang terakhir dari

kehamilan, lebih-lebih pasien pada pasien dengan faktor


predisposisi diatas (Prawirohardjo,2008).

Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-

gejala preeklamsia berat selama perawatan maka perawatan

dibagi menjadi :

a. Perawatan aktif atau kehamilan segera akhiri atau

diterminasi ditambah pengobatan medicinal.

b. Perawatan aktif, sedapat mungkin sebelum perawatan aktif

pada setiap penderita dilakukan pemeriksaan fetal assesment

pemeriksaan nonstress test (NST) dan ultrasonografift

(USG), dengan indikasi ( salah satu atau lebih) yakni, ibu :

usia kehamilan 37 minggu atau lebih : adanya tanda-tanda

atau gejala impending eklamsia, kegagalan terapi

konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi

kenaikan desakan darah atau setelah 24 jam perawatan

medicinal, ada gejala-gejala atattus quq( tidak ada

perbaikan), janin : hasil fetal assesment jelek ( NST & USG)

: adanya tanda- tanda IUGR.

Hasil laboratorium : adanya “ HELLP Sydrome”

( hemolisis dan peningkatan fungsi hepar, trombositopenia).

Tujuan pengobatan preeklamsia ialah :

c. Mencegah terjadinya preeklamsia

d. Anak harus lahir dengan kemungkinan hidup yang besar

e. Mencegah terjadinya gangguan fungsi organ vital

f. Persalinan harus dengan trauma yang sedikit-sedikitnya dan

jangan sampai menyebabkan penyakit pada kehamilan dan

persalinan berikutnya.
g. Mencegah hipertensi yang menetap.

h. Mencegah terjadinya perdarahan intra cranial.

Pada dasarnya penanganan berat terdiri atas pengobatan

medik dan penanganan obstetrik. Penanganan obstetrik ditujukan

untuk melahirkan bayi pada saat optimal, yaitu sebelum janin

mati dalam kandungan. Akan tetapi sudah cukup matur untuk

bayi hidup diluar uterus. Waktu optimal tidak selalu dapat

dicapai pada penanganan preeklamsia, terutama bila janin masih

sangat prematur. Dalam hal ini diusahakan dengan tindakan

medis untuk dapat menunggu selama mungkin, agar janin lebih

matur. Penanganan preeklamsia dapat dilakukan dengan cara :

a. Dirawat dirumah sakit (rawat inap)

1) Banyak istirahat (berbaring/ tidur miring) yakni 1- 2

jam pada siang hari dan 7-8 jam pada malam hari.

2) Diet makanan yaitu cukup protein, rendah

karbohidrat, lemak dan garam.

3) Kalau tidak bisa istirahat berikan sedative ringan

yaitu tablet phenobabital 3x2 m/ oral atau tablet

diazepam 3x2 mg/oral selama 7 hari

4) Roborantia

5) Kunjungan ulang setia 1 minggu

b. Perawatan obstetrik ( terutama sikap terhadap kehamilan)

1) Pada kehamilan preterm (< 37 minggu), bila desakan

darah mencapai normotensif, selama perawatan,

persalinannya ditunggu sampai aterm.


2) Pada kehamilan aterm (> 37 minggu), persalinan

ditunggu sampai terjadi onset persalinan atau

dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan

pada “tafsiran tanggal persalinan”.

3) Bila pasien sudah inpartu, perjalanan persalinan

diikuti dengan grafik friedman ata partograf WHO.

4) Cara persalinan, persalinan dapat dilakukan secara

spontan, bila perlu memperpendek kala II.

c. Pengobatan medicinal

Menurut Prawirohardjo (2008) pengobatan

medicinal pasien preeklamsia berat yaitu :

1) Segera masuk rumah sakit

2) Tidur miring k satu sisi. Tanda vital diperiksa setiap

30 menit, reflek patella setiap jam

3) Infuse dextrose 5% dimana setiap satu liter diselingi

dengan infus RL (60-125 cc/jam) 500 cc.

4) Antasida

5) Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan

garam

6) Pemberian obat anti kejang magnesium sulfat

7) Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-

tanda edema paru, payah jantung kongestifatau edema

anasarka. Diberikan injeksi 40 mg/jam

8) Antihipertensi diberikan bila :

a) Desakan darah systolik lebih lebih 180 mmHg.


Dyastolik lebih 110 mmHg atau MAP lebih 125

mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan

dyastolik kurang 105 mmHg. (bukan kurang 90

mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta.

b) Dosis antihipertensi sama dengan dosis

antihipertensi pada umumnya.

c) Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah

secepatnya, dapat diberikan obat-obat antihipertensi

parenteral (tetesan kotinyu), catapres injeksi. Dosis

yang biasa dipakai 5 ampul dalam 500cc cairan

infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah.

d) Bila tidak tersedia antihipertensi parental dapat

diberikan tablet antihipertensi secara sublingual

diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali. Bersama

dengan awal pemberian secara oral.

9) Kardiotonika

Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah

jantung, diberikan digitalisasi cepat dengan cedilannid

D.

10) Lain-lain

a) Konsul bagian dalam jantung, mata.

b) Obat-obat antipiretik berikan bila suhu rektal lebih

38,5cc dapat dibantu dengan pemberian kompres

dingin atau alkohol atau xylomidin 2cc im.

c) Antibiotic diberikan atas indikasi (4) diberikan

ampicillin 1 gr/6 jam/IV/hari


d) Anti nyeri bila penderita kesakitan atau gelisah

karena kontraksi uterus. Dapat diberikan petidin

HCL 50-75 mg sekali saja, selambat-lambatnya 2

jam sebelum janin lahir.

e) Pemberian Magnesium Sulfat Pemberian MgSo4 :

Magnesium Sulfat untuk Pre-Eklamsia dan

Eklamsia :

Tabel 2.1 Pemberian MgSo4

Alternative 1 dosis awal MgSo4 4g IV sebagai larutan 40% selama 5


menit
Segera dilanjutkan dengan 15 ml MgSo4
(40%) 6 g dalam larutan ringer r
asetat/ringer laktat selama 6 jam.
Jika kejang berulang setelah menit,berikan
Dosis pemeliharaan MgSo4 (40%) 2 g IV
selama 5 menit.
MgSo4 1 g/ jam melalui infus ringer asetat/
ringer laktat yang diberikan sampai 24 jam
postpartum.
Alternative II dosis awal MgSo4 4 g IV sebagai larutan 40% selama
5 menit

Dosis pemeliharaan Diikuti dengan MgSo4 (40%) 5 g IM


dengan 1 ml lognikain ( dalam semprit
yang sama)
Pasien akan merasa agak panas pada saat
pembeian MgSo4, frekuensi minimal
16x/menit.
Sebelum pemberian MgSo4 Refleks patella (+)
ulangan, lakukan pemeriksaan : Urine minimal 30 ml/jam dalam 4 jam
terakhir
Hentikan pemberian MgSo4, jika: Frekuensi pernapasam < 16x/menit Refleks
patella(-), bradipnea
(<16x/menit)
Siapkan antidotum Jika terjadi henti napas:
Bantu pernapasan dengan ventilator
Berikan kalsium glukonat 1 g (20 ml dalam
larutan 10%) IV perlahan- lahan sampai
pernapasan mulai lagi.

Syarat-syarat pemberian MgSo4 (Ratna Dewi Pudiastuti, 2012)

1) Tersedia antidotum MgSo4 yaitu calsium glukonas 10%, 1 gram (10%

dalam 10cc) diberikan intravenosus dalam 3 menit.

2) Refleks patella positif kuat

3) Frekuensi pernapasan lebih 16x/menit

4) Produksi urine lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc kg bb/jam).

MgSo4 dihentikan bila :

1) Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi, refleks

fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP.

2) Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat

3) Hentikan pemberian magnesium sulfat

4) Berikan calsium glukonase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc) secara IV


dalam waktu 3 menit

5) Berikan oksigen

6) Lakukan pernapasan buatan.

7) Magnesium sulfat dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca persalinan

sudah terjadi perbaikan (normatif).

7. Pathway Pre-Eklampsia

Gambar 2.1
Pathway Pre-Eklampsia Berat

Pathway preeklamsia ringan

Penyakit ginjal primigravida Kehamilan ganda hidramnion Mola hidatidosa

Perubahan pada ginjal


Psikologis karena Mual-muntah,nyeri ulu
wanita dengan
hamil dan
jantung karena kesulitan
melahirkan
untuk bernafas

Tekanan darah Hipertensi


Meningkat

Metabolisme Protein urin edeme


hamil (karbohidrat,
lemak
protein)

Pre eklamsi berat

Rawat inap:
Absorbsi
(glomerolus (-)
• Kehamilan < 37 minggu: bila desakan
darah mencapai normotensif selama
perawatan, persalinan ditunggu sampai
Penanganan aterm, bila desakan darah turun tetapi
Rawat jalan: belum mencapai normotensif selama
• Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan perawatan maka kehamilannya dapat
diakhiri pada umur kehamilan 37
ambulasi sesuai keinginannya.
minggu atau lebih
• Diet reguler : tidak perlu diet khusus Vitamin
Kehamilan aterm >37 minggu atau lebih:
• prenatal
persalinan ditunggu sampai aterm
• Tidak perlu retriksi konsumsi garam sampai onset persalinan
• Tidak perlu pemberia diuretic, • Cara persalinan: persalinan dapat
antihipertensi dan sedativum
n dilakukan secara spontan bila perlu
Kunjugan ke rumah sakit setiap seminggu memperpendek kala II
49

Induksi persalinan

komplikasi

Pada janin:
Pada
ibu: • Terhambatnya pertumbuhan dalam
• Eklamsia uterus
• Solutio plasenta • Prematur
• Kelainan pembekuan darah • Asfiksia neonatorium
• Perdarahan subkapsula • Kematian dalam uterus
• Sindrom HELLP • Peningkatan angka kematian dan
• Ablasio retina kesakitan perinatal
• Gagal jantung hingga syok

Sumber: Prawirorahardjo 2007, Bothamely Judy 2012, Mitayani 2009, Prawirorahardjo 2009,
Anonimous, 2005, Rukiyah dan Yulianti, 2013

e. Tahapan Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Ibu Post SC

dengan Preeklamsia Berat (Varney, 2007)

1. Pengertian Manajemen Kebidanan

Adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan

metode pemecahan masalah secara sistematis, mulai dari pengkajian,

analisa data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

Proses manajemen ini terdiri dari 7 langkah berurutan dimana disetiap

langkah disempurnakan secara periodik, proses ini dimulai dari

pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Dengan adanya

proses manajemen asuhan kebidanan ini maka mudah kita dapat

mengenali dan mengidentifikasi masalah selanjutnya, merencanakan

dan melaksanakan suatu asuhan yang aman dan efektif.


50

2. Tahapan dalam Manajemen Asuhan Kebidanan

Manajemen kebidanan terdiri dari dari beberapa langkah yang

berurutan yang dimulai dengan pengumpulan data dasar dan berakhir

dengan evaluasi.Langkah-langkah tersebut membentuk kerangka yang

lengkap yang bisa diaplikasikan dalam semua situasi. Akan tetapi, setiap

langkah tersebut bisa dipecah-pecah kedalam tugas-tugas tertentu dan

semuanya bervariasi sesuai dengan kondisi klien. Berikut langkah-langkah

dalam proses penatalaksanaan menurut langkah varney. Adapun tahapan

manajemen asuhan kebidanan menurut langkah varney adalah sebagai

berikut:

a) Langkah I (Pengumpulan Data Dasar)

Adapun pengumpulan data dasar yang lengkap untuk menilai

yang menyangkut atau keadaan klien, data ini termasuk riwayat

kesehatan klien, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium serta

laporan keterangan tambahan lain hubungan dengan kondisi klien

yang didapatkan melalui wawancara pada klien ataupun keluarganya.

Dalam manajemen kolaborasi, bila klien mengalami

komplikasi yang perlu dikonsultasikan pada dokter, bidan akan

melakukan upaya konsultasi. Tahap ini merupakan langkah awal yang

akan menentukan langkah berikutnya sehingga kelengkapan data

sesuai dengan kasus yang dihadapi akan menentukan benar tidaknya

proses interpretasi pada tahap selanjutnya. Oleh karena itu, pendekatan

ini harus komprehensif meliputi data subjektif, objektif, dan hasil

pemeriksaan sehingga dapat menggambarkan kondisi klien yang

sebenarnya dan valid. Kaji ulang data yang sudah dikumpulkan apakah
51

sudah tepat, lengkap dan akurat.

1) Data Subyektif

(a) Usia merupakan resiko terjadinya preeklampsia meningkat

seiring dengan peningkatan usia (peningkatan resiko 1,3 per 5

tahun peningkatan usia). Resiko terjadinya Preeklampsia pada

wanita usia belasan terutama adalah karena lebih singkatnya

lama paparan sperma. Sedang pada wanita usia lanjut

terutama karena makin tua usia endothel makin berkurang

kemampuannya dalam mengatasi terjadinya respon inflamasi

sistemik dan stress regangan hemodinamik (Manuaba, ,2013).

(b) Pekerjaan Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh

kesehatan pasien dalam aktifitasnya dan pada pasien post

operasi dapat mulai beraktivitas normal kembali didalam

waktu 7 hari (Ambarwati, 2010).

(c) Suku bangsa untuk mengetahui asal daerah dan juga adat

kebiasaan yang dilakukan (Ambarwati, 2010).

(d) Keluhan utama: Melahirkan dengan cara SC, pada ibu post

operasi keluhan yang biasa timbul yaitu rasa nyeri pada perut,

badan terasa lemah, demam, sulit mobilisasi,mual muntah.

Pada Preeklampsia didapatkan sakit kepala didaerah

frontal,skotoma, diplopia, penglihatan kabur, nyeri didaerah

epigastrium, mual atau muntah-muntah karena perdarahan

subkapsuer spasme areriol. Gejala-gejala ini sering ditemukan

pada preeklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk

bahwa eklampsia akan timbul. Tekanan darah pun akan

meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria bertambah


52

meningkat. (Ambarwati, 2010)

(e) Status Perkawinan : Kemungkinan psikologi pasien sebagai

penyebab terjadinya preeklampsia berat, meskipun

merupakan penyebab yang belum jelas, gangguan psikologi

pada ibu dapat memicu timbulnya preeklampsia berat pada

kehamilan (Ambarwati, 2010).

(f) Riwayat kehamilan dan persalinan lalu: Riwayat

preeklampsia pada kehamilan dan persalinan sebelumnya

memberikan resiko sebesar 13.1% untuk terjadinya

preeklampsia pada kehamilan dan persalinan berikutnya

(Ambarwati, 2010).

(g) Riwayat keluarga preeklampsia dan eklampsia memiliki

kecenderungan untuk diturunkan secara familiar (keturunan).

hasil studi Norwegia menunjukan bahwa mereka yang

saudara kandungnya pernah alami preeklampsia, estimasi OR

(Odds Ratio) adalah sebesar 2,2. Sedangkan bagi mereka

yang satu ibu lain ayah Odds Ratio sebesar 1,6. Bagi mereka

yang satu ayah lain ibu Odds Ratio adalah 1,8. Sementara

ituhasil studi lain menunjukan bahwa riwayat keluarga

dengan preeklampsia menunjukan resiko 3 kali lipat untuk

mengalami preeklampsia (Rukiah, 2004)

(h) Latar belakang sosial budaya

Mempengaruhi ibu nifas dalam aktifitas sehari-hari. Pasien

dengan preeklampsia berat harus memeriksakan diri secara

teratur dan rutin, dan sebagian besar klien belum mengerti

penyakitnya oleh karena iu perlu penjelasan dan nasehat dari


53

petugas kesehatan (Saifudin, 2002).

(i) Status Gizi

Tidak ada hubungan bermakna antara menu/pola diet tertentu

(WHO). Penelitian lain yaitu kekurangan kalsium

berhubungan dengan angka kejadian yang tinggi. Angka

kejadian juga lebih tinggi pada ibu hamil yang

obesitas/overwight. Pasien dengan preeklampsia berat yang

habis mengalami post SC puasa 1x24 jam. Nutrisi untuk

mengetahui pola makan dan minum, frekwensi/ banyaknya,

dan jenis makanan dan pantangan. Selama ibu dapat

mengonsumsi sesuai dengan tahap-tahap yang berlaku bagi

pasien post operasi.

(j) Pola eliminasi

Pada ibu post SC dengan preeklamsia mengalami oliguria

yaitu produksi urin kurang dari 500cc/24 jam. Pasien dengan

post SC tidak mengalami perubahan pada eliminasi,

sebaliknya eliminasi urin kadang-kadang produksi urin

berkurang. Produksi urin diukur tiap 3 jam BAK melalui

kateterisasi, karena ibu masih berbaring di tempat tidur

beberapa hari sedangkaan BAB menggunakan pispot

(k) Pola istirahat

Untuk mengetahui pola istirahat dan tidur pasien. pada

istirahat sangat penting bagi ibu masa post operasi karena

dengan istirahat cukup dapat mempercepat proses pemulihan.

ibu beristirahat dengan cukup.


54

(l) Aktivitas

Pasien dengan perawatan post SC mengalami bedrest dan

aktivitasnya tergantung karena adanya oedema pada anggota

geraknya (kaki) selain itu juga karena pemberian cairan

parenteral (infus).

2) Data Obyektif

(a) Pemeriksaan Umum

1) Keadaan Umum : Lemah

2) Kesadaran Samnolen : ibu dalam keadaan setengah sadar

3) Tanda-tanda vital PEB => TD : 160/110 mmHg, S : 36,5-

37,5◦c, RR : 12-24 x / menit, Nadi : 60-100x/menit

(b) Pemeriksaan fisik

Fokus pemeriksaan fisik diantaranya :

(1) Observasi Oedema, oedema dinilai dari distribusi, derajat,

dan pitting. jika periobital atau wajah tidak jelas, tanyakan

ibu apakah edemanya lebih jelas saat ia bangun tidur.

edema digambarkan sebagai dependen pitting.

(2) Edema dependen: adalah edema pada bagian bawah tubuh

yang dependen,dimana tekanan hidrostatiknya paling

besar. Apabila sedang berjalan, edema ini paling jelas

terlihat dikaki dan pergelangan kaki. Apabila berbaring,

edema lebih sering timbul dibagian sakrum

(3) Edema pitting, meninggalkan lekukan kecil setelah bagian

yang bengkak ditekan dengan jari. lekukan ini disebabkan

pergeseran cairan ke jaringan sekitar, menjauh dari tempat


55

yang mendapat tekanan. Pertahatikan derajat relative

edema.

(4) Abdomen

Apakah ada bekas SC atau tidak, linea ada atau tidak,

strie ada atau tidak, bagaiamana involusio uteri dan

kontraksi uterus.

(5) Ekstremitas

Ada oedema atau tidak, oedema pada tungkai adalah

patologis pada usia kehamilan di atas 20 minggu karena

berhubungan dengan preeclampsia. Melakukan

pengukuran refleks patella, apakah reflek positif atau

negatif.

(6) Genitalia

Vulva/vagina ada pengeluaran lendir darah atau tidak, ada

oedema atau tidak, ada varises atau tidak, anus ada

haemoroid atau tidak.

Pemeriksaan penunjang Laboratorium : Urin lengkap

(pemeriksaan glukosa urin, protein urin, albumin) Darah

lengkap (haemoglobulin, trombosit, leokosit). Selain itu,

data objektif pun termasuk ke dalam asuhan kebidanan

pada post SC dengan preeklampsia berat terdiri dari

pemeriksaan fisik lengkap yang di lakukan khususnya

terfokus pada penampilan umum (tanda- tanda dan gejala

seperti bengkak pada wajah maupun bagian tungkai

bawah) dan pemeriksaan tanda- tanda vital sistolik ≥160

mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg.


56

Terakhir pemeriksaan penunjang yaitu tes laboratorium.

Dalam tes laboratortium adanya preeklampsia ringan

umumnya ditentukan melalui pengukuran kadar

proteinuria (≥ 0,3 gram protein selama 24 jam atau ≥ 30

mg/dl dengan hasil reagen urine ≥ +1).

b) Langkah II (Identifikasi Diagnosia/Masalah Aktual)

Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau

masalah berdasarkan interpensi yang benar atas data yang dikumpulkan.

Diagnosa adalah hasil analisa dan perumusan masalah yang diputuskan

dalam menegakkan diagnosa bidan dengan menggunakan pengetahuan

professional sebagai dasar/arahan untuk mengambil tindakan.

Untuk mendiagnosa preeklamsi ringan yaitu simpulkan dari data

subyektif dan obyektif : tekanan darah ≥160/110 mmHg pada usia

kehamilan diatas 20 minggu, tes celup urine menunjukkan proteinuria 1+

atau pemeriksaan protein kuantitatif menunjukkan hasil lebih dari 300

mg/24 jam. Sehingga dapat di diagnosa : post SC hari ke-0 dengan

preeklamsia berat. (Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas

Kesehatan Dasar dan Rujukan 2013, 111).

c) Langkah III (Merumuskan Diagnosis/Masalah Potensial Yang

Membutuhkan Antisipasi Masalah Potensial)

Identifikasi adanya diagnosa atau masalah potensial lain dilakukan

antisipasi atau pencegahan bila memungkinkan serta waspada dan bersiap

untuk segala sesuatu yang dapat terjadi. Pada step ini sangat vital untuk

perawatan yang aman. Pada kasus preeklampsia, seorang Bidan atau tenaga

kesehatan lain dapat mengantisipasi kelainan yang akan terjadi pada saat

rawat jalan atau rawat inap karena pada kasus preeklampsia berat
57

kemungkinan ibu akan mengalami kejang, dapat terjadi kematian ibu.

Pada langkah ketiga ini bidan dituntut mampu mengantisipasi

masalah potensial, tidak hanya merumuskan masalah potensial yang akan

terajdi, tetapi juga merumuskan tindakan antisipasi agar masalah atau

diagnosis tersebut tidak terjadi. Langkah ini bersifat antisipasi yang rasional

atau logis. Diagnosa potensial yang mungkin terjadi pada preeklampsia

berat adalah eklampsia.

Antisipasi terjadinya eklampsia dilihat dari beberapa faktor yang

meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia dan elampsia diantaranya

adalah sebagai berikut: resiko yang berhubungan dengan partner laki-laki

berupa primigravida (resiko primigravida 2 kali lebih besar aripada

multigravida), umur yang terlalu ekstrim terlalu muda atau terlalu tua untuk

kehamilan, partner laki- laki yang pernah menikahi wanita kemudian hamil

dan mengalami preeklampsia, inseminasi donor dan donor oocyte, resiko

yang berhubungan dengan riwayat penyakit dahulu dan riwayat penyakit

keluarga berupa riwayat penyakit preeklampsia, hipertensi kronis,

penyakit ginjal, obesitas, diabetes gestasional, dan resiko yang

berhubungan dengan kehamilan berupa mola hidatidosa, kehamilan

multiple, dan hydrops fetals (Yulia Fauziyah 2012, 18).

d) Langkah IV (Penetapan Kebutuhan Tindakan Segera)

Pada langkah ini bidan menetapkan kebutuhan terhadap tindakan

segera, melakukan konsultasi, kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain

berdasarkan kondisi klien. Pada langkah ini, mengindentifikasi perlunya

tindakan segera oleh bidan atau dokter untuk dikonsultasikan atau ditangani

bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi

klien.
58

Berdasarkan pendokumentasian kebidanan yang dilakukan dengan

manajemen varney pada antisipasi masalah potensial ibu nifas dengan post

SC atas indikasi PreEklamsia Berat beresiko terjadinya eklamsia, sehingga

tindakan segera yang perlu dilakukan dalam penanganan preeklamsia berat

yaitu dengan kolaborasi dengan dokter SpOG dalam pemberian terapi obat-

obatan yaitu pemasangan infuse dengan pemberian MgSo4 40% 6 gram

dalam larutan RL 500 ml dengan kecepatan 28 tetes/ menit sehingga tidak

terjadi komplikasi pada ibu.

Situasi lainnya bisa saja merupakan kegawatan pada preeklampsia

berat sehingga dilakukannya kolaborasi dengan petugas kesehatan lainnya

seperti petugas laboratorium untuk pemeriksaan proteinuria. Dalam kondisi

tertentu seorang wanita mungkin juga akan memerlukan konsultasi atau

kolaborasi dengan tim kesehatan lain seperti pekerja social dan ahli gizi.

e) Langkah V (Penyusunan Rencana)

Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh berdasarkan

langkah sebelumya dan semua perencanaan yang dibuatkan harus berdasarkan

pertimbangan yang tepat meliputi pengetahuan, teori up to date, perawatan

berdasarkan bukti (evidence based care).Dalam menyusun rencana sebaiknya

pasien dilibatkan karena pada akhirnya pengambilan keputusan dalam

melaksanakan suatu rencana asuhan harus disetujui oleh pasien. Pada langkah

ini direncanakan asuhan yang menyeluruh yang ditentukan berdasarkan

langkah- langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen

terhadap masalah atau diagnosis yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Pada

langkah ini informasi data yang tidak lengkap dapat dilengkapi.

Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah
59

terindentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan tetapi

juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut, apa yang

diperkirakan akan terjadi berikutnya apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling,

dan apakah perlu merujuk klien bila ada masalah-masalah yang berkaitan

dengan sosial ekonomi, kultur atau masalah psikologis. Rencana asuhan pada

ibu nifas dengan preeklampsia ringan yaitu:

Rencana asuhan pada ibu nifas post SC dengan preeclampsia berat,


antara lain :
1) Jelaskan pada ibu nifas tentang hasil pemeriksaan
2) Pantau tekanan darah
3) Nutrisi masa nifas
4) Jelaskan tanda-tanda bahaya pada ibu nifas
5) Anjurkan ibu untuk mobilisasi
6) Anjurkan ibu untuk menjaga personal hygiene
7) Jelaskan dan menganjurkan ibu untuk BAK bila ingin berkemih dan
BAB
8) Perawatan luka post SC.
9) Lakukan kolaborasi dengan petugas laboratorium untuk mengecek

protein urinaria

10) Berikan dukungan moral kepada ibu dan keluarga untuk tetap berdoa

dan bertawakkal kepada Allah SWT untuk kesembuhan ibu

f) Langkah VI (Pelaksanaan Asuhan)

Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah

diuraikan pada langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan aman.

Implementasi merupakan pelaksanaan dari asuhan yang telah direncanakan

secara efisien dan aman. Pada kasus ini dimana bidan harus berkolaborasi

dengan dokter, maka keterlibatan bidan dalam manajemen asuhan pasien

adalah tetap bertanggung jawab terhadap pelaksanaan asuhan bersama yang

menyeluruh (Mangkuji dkk, 2012:6).


60

Menurut Sulistiawati, (2010) pelaksanaan asuhan pada ibu


nifas post SC PreEklamsia Berat antara lain:
1) Menjelaskan pada ibu tentang hasil pemeriksaan
2) Menjelaskan pada ibu tentang tanda-tanda bahaya ibu nifas
3) Menganjurkan ibu untuk mobilisasi
4) Melakukan kolaborasi terapi dengan dokter untuk pemberian MgSo4
5) Menganjurkan ibu untuk menjaga personal hygene
6) Memantau Tekanan Darah
7) Jelaskan kepada ibu dan suami tentang macam-macam alat
kontrasepsi keuntungan dan efek samping dari setiap alat
kontrasepsi
8) Memberi dukungan mental pada ibu
9) Melakukan perawatan luka SC

g) Langkah VII (Evaluasi Asuhan Kebidanan)

Evaluasi ini dilakukan secara siklus dan dengan mengkaji ulang aspek

asuhan yang tidak efektif untuk mengetahui faktor mana yang menguntungkan

atau menghambat keberhasilan asuhan yang diberikan. Pada langkah ini

meliputi evaluasi keefektifan asuhan yang sudah diberikan. Rencana tersebut

dapat diaggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaannya.

Pada kasus preeklampsia berat pada ibu post SC evaluasi yang

diharapkan yaitu, preeklampsia berat sudah teratasi sehingga tidak terjadi

eklamsia, tanda-tanda vital terdiri dari tekanan darah, nadi, suhu dan

pernapasan kembali dalam batas normal, pemeriksaan laboratorium berupa

proteinuria kembali dalam batas normal serta keadaan umum ibu sudah

membaik dan kesadaran komposmentis, penyembuhan luka dengan perawatan

luka dan mobilisasi dini


61

3. Manajemen Asuhan Kebidanan dalam Bentuk SOAP

Metode 4 langkah pendokumentasian yang disebut SOAP ini dijadikan

proses pemikiran penatalaksanaan kebidanan dipakai untuk

mendokumentasikan hasil pemeriksaan klien dalam rekaman medis sebagai

catatan perkembangan kemajuan yaitu:

a) Data Subjektif (S) dalam data perkembangan

Merupakan ringkasan dari langkah I dalam proses manajemen asuhan

kebidanan yang diperoleh dari apa yang dikatakan, disampaikan dan

dikeluhkan oleh klien melalui anamnese dengan klien. Analis data subjektif

yang didapatkan pada klien ibu post SC didapatkan keluhan selama post SC

nya, riwayat pemenuhan kebutuhan dasar dan data psikologis.

b) Data Objektif (O)

1) keadaan umum ibu baik dan tampak pusing.

2) Tanda – tanda vital mulai berangsur menurun mendekati batas normal

yaitu misalnya 120/80 mmHg.

3) Pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan proteinuria akan

didapatkan hasil negatif

4) Luka post SC tidak ada tanda-tanda infeksi

5) Ibu sudah dapat melakukan mobilisasi dini secara bertahap

c) Assesment (A)

Merupakan ringkasan dari langkah II, III dan IV dalam proses

manajemen asuhan kebidanan dimana dibuat kesimpulan berdasarkan dari

data subjektif dan objektif sebagai hasil pengambilan keputusan klinis

terhadap klien. Diagnosa : Post SC hari ke sekian dengan preeklamsia

ringan
62

d) Planning (P)

Merupakan ringkasan dari langkah V, VI dan VII dalam proses

manajemen asuhan kebidanan dimana planning ini dilakukan berdasarkan

hasil kesimpulan dan evaluasi terhadap keputusan klien yang diambil dalam

rangka mengatasi masalah klien dan memenuhi kebutuhan klien SOAP ini

dilakukan pada asuhan terhadap ibu post SC dengan preeklampsia berat

pada tahap berikutnya.

Pada kasus preeklampsia berat evaluasi yang diharapkan adalah

preeklamsia berat sudah teratasi sehingga tidak terjadi eklamsia, tanda-

tanda vital terdiri dari tekanan darah, nadi, suhu dan pernapasan kembali

dalam batas normal, pemeriksaan laboratorium berupa protein urinaria

kembali dalam batas normal serta keadaan umum ibu sudah membaik dan

kesadaran komposmentis, klien sudah dapat miring kanan kiri, duduk

hingga berjalan dan luka post SC tidak terdapat infeksi.

f. Discharge Planning

Discharge planning (perencanaan pulang) adalah serangkaian keputusan dan

aktivitas-aktivitasnya yang terlibat dalam pemberian asuhan keperawatan yang kontinu

dan terkoordinasi ketika pasien dipulangkan dari lembaga pelayanan kesehatan (Potter

& Perry, 2005:1106).

Persalinan Sectio Caesarea (SC) dapat dilakukan meskipun tanpa indikasi yang

mendesak untuk dilakukan SC. Akan tetapi perlu banyak pertimbangan dampak positif

dan negatifnya dalam memilih metode persalinan ini, karena risiko kecacatan sampai

kematian bisa terjadi, baik pada ibu maupun janin yang akan dilahirkan. Penelitian

Palasama1 menjelaskan bahwa tingkat keparahan komplikasi maternal post SC lebih


63

besar 1,8-1,9% dibandingkan vaginal delivery (VD). Pada 27% orang yang melakukan

SC memiliki satu atau lebih komplikasi dan 10% di antaranya komplikasi berat. Upaya

pencegahan komplikasi, penanganan nyeri, dan pengkajian psikologis ibu postoperatif

penting diperhatikan karena dapat berpengaruh pada proses pemulihan. Penelitian Mok

dan Wong menyebutkan keadaan psikologis yang negatif dan juga kecemasan akan

memperlambat penyembuhan. Manifestasi psikologis yang negatif dapat memengaruhi

peningkatan tekanan darah dan detak jantung, penyembuhan luka menjadi lambat,

respons imun berkurang, dan meningkatkan risiko infeksi.

The Newborns’ and Mothers’ Health Protection Act tahun 1996 menjelaskan

bahwa lama rawat inap untuk post persalinan pervaginam adalah 48 jam dan untuk post

SC adalah 96 jam.3 Waktu perawatan yang singkat tersebut tidak akan mencakup

keseluruhan perawatan sampai pasien sembuh. Perawatan lanjutan di rumah akan

diserahkan kepada keluarga atau caregiver yang lain. Oleh karena itu perlu ada

persiapan untuk pasien dan keluarga untuk dapat melakukan perawatan di rumah.

Discharge planning merupakan proses mempersiapkan klien untuk meninggalkan satu

tingkat perawatan ke tingkat perawatan yang lebih baik di dalam atau di luar lembaga

perawatan kesehatan saat ini. Tujuan dari discharge planning tersebut adalah agar pasien

dan keluarga dapat melakukan manajemen perawatan secara mandiri pasca-rawat inap.

Pasien menjadi lebih percaya diri dalam hal pengetahuan mengenai diet, manajemen

pengobatan dan penyakit, batasan aktivitas, sumber-sumber layanan kesehatan setelah

kepulangan, dan kontak dari sumber informasi, yang berdampak terhadap nilai kesiapan

adaptasi pulang dan koping terhadap stres.

Ancaman utama bagi wanita yang menjalani sectio caesarea berasal dari

tindakan anastesi, keadaan sepsis yang berat, serangan tromboemboli dan perlukaan

pada traktus urinarius, infeksi pada luka (Bobak, 2004). Menurut Boyle (2005) hal-hal

yang dapat mengurangi resiko infeksi adalah pendidikan, penghilang nyeri, gizi yang
64

cukup, perawatan luka yang baik, mengidentifikasi infeksi, mengoptimalkan

kemungkinan rawat inap di rumah sakit, mengurangi stres dan meningkatkan harga diri.

Peran bidan sangat dibutuhkan dalam memberikan edukasi kepada pasien dengan tujuan

untuk memandirikan pasien, sehingga pasien mampu untuk melakukan perawatan luka

post sectio caesarea, terutama ketika pasien berada di rumah.

Rencana pulang terdiri dari informasi :

a. Tentang diet,

b. Latihan fisik,

c. Pembatasan aktifitas,

d. Perawatan payudara,

e. Aktifitas seksual

f. Medikasi dan tanda-tanda komplikasi serta perawatan bayi

g. Tanda-tanda komplikasi pasca operasi setelah pemulangan

1) Laporkan tanda-tanda berikut kepada petugas kesehatan :

a) Demam lebih dari 38oC

b) Nyeri saat buang air kecil

c) Lokea lebih banyak daripada periode menstruasi

d) Luka terbuka

e) Kemerahan dan berdarah pada tempat insisi serta nyeri abdomen yg parah

h. Ibu dianjurakn kontrol untuk melihat jahitan pada luka operasi 3 hari setelah

pulang dari Rumah Sakit

i. Memberikan edukasi tentang perawatan luka post operasi

j. Memberikan edukasi tentang teknik menyusui yang benar

k. Menjelaskan tentang therapy komplenter kepada ibu dan bisa diaplikasikan di

rumah misalnya merawat pijat oksitosin, hypnobreasfeeding

l. Memberikan edukasi tentang imunisasi bayi


65

m. Memberikan edukasi tentang ASI eksklusif

g. Evidence Based Asuhan Kebidanan pada Pre Eklamsia

Preeklampsia ialah sindroma spesifik kehamilan berupa berkurangnya

perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Penyakit ini umumnya

terjadi dalam triwulan ke-3 kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya. Untuk

menegakkan diagnosis preeklampsia, kenaikan tekanan sistolik harus 30 mmHg

atau tekanan sistolik diatas atau sama dengan 140 mmHg atau lebih. Atau apabila

kenaikan tekanan darah diastolik naik 15 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik

di atas atau sama dengan 90 Hg atau lebih serta adanya proteinuria.

Preeklampia menurut tingkat keparahannya dibagi menjadi dua yaitu:

1) Preeklampsia ringan, preeklampsia ringan dapat ditegakkan bila ditemukan

hipertensi dengan tekanan darah lebih 140/90 mmHg, proteinuria lebih dari

sama engan 300 mg/24 jam atau > +1 dipstik serta terdapat edema tetapi

edema lokal tidak dimasukkan kedalam kriteria kecuali edema lengan, muka

dan perut, edema generalisata.

2) Preeklampsia berat, preeklampsia dengan tekanan darah sistolik lebih dari

sama dengan 160 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari atau sama

dengan 110 mmHg disertai proteinuria lebih dari 2 g/24 jam atau > +2 pada

dipstick.

Preeklampsia berat juga dapat dibagi menjadi preeklampsia tanpa

impending eclampsia dan preeklampsia dengan impending eclampsia.

Preeklampsia disebut dengan impending eclampsiajika disertai gejala

subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri

epigastrium dan kenaikan progresif tekanan darah. Walaupun mekanisme

patofisiologi yang jelas tidak dimengerti, preeklampsia merupakan suatu

kelainan pada fungsi endotel yaitu vasospasme. Pada beberapa kasus,


66

mikroskop cahaya menunjukkan bukti insufisiensi plasenta akibat kelainan

tersebut, seperti trombosis plasenta difus, inflamasi vaskulopati desidua

plasenta, dan invasi abnormal trofoblastik pada endometrium. Hal-hal ini

menjelaskan bahwa pertumbuhan plasenta yang abnormal atau kerusakan

plasenta akibat mikrotrombosis difus merupakan pusat perkembangan

kelainan ini. Ada bukti yang menunjukkan bahwa adanya respon imun

maternal yang terganggu terhadap jaringan plasenta atau janin memiliki

kontribusi terhadap perkembangan preeklampsia.

Obesitas adalah peningkatan berat badan melebihi batas kebutuhan

skeletal dan fisik sebagai akibat dari akumulasi lemak berlebihan dalam

tubuh. Sedangkan WHO (2014) mengemukakan bahwa obesitas merupakan

penimbunan lemak yang berlebihan di seluruh jaringan tubuh secara merata

yang mengakibatkan gangguan kesehatan dan menimbulkan berbagai

penyakit seperti diabetes, tekanan darah tinggi, serangan jantung yang dapat

menyebabkan kematian.

Prinsip dasar obesitas adalah ketidakseimbangan antara intake dengan

output. Dalam suatu keadaan dimana energi yang masuk lebih banyak

dibandingkan energi yang keluar, kelebihan dari energi akan disimpan

menjadi lemak, yang pada akhirnya akan meningkatkan berat badan. Jika hal

ini berlangsung terus menerus, akan terjadi obesitas.

Obesitas merupakan faktor risiko yang telah banyak diteliti terhadap

terjadinya preeklampsia. Obesitas memicu kejadian preeklampsia melalui

beberapa mekanisme, yaitu berupa superimposed preeclampsia, maupun

melalui pemicu-pemicu metabolit maupun molekul-molekul mikro lainnya.

Risiko preeklampsia meningkat sebesar 2 kali lipat setiap peningkatan berat

badan sebesar 5-7 kg/m2 selain itu ditemukan adanya peningkatan risiko
67

preeklampsia dengan adanya peningkatan BMI. Wanita dengan BMI > 35

sebelum kehamilan memiliki risiko empat kali lipat mengalami preeklampsia

dibandingkan dengan wanita dengan BMI 19-27.

Beberapa studi juga menemukan bahwa pada wanita dengan BMI < 20

risiko preeklampsianya berkurang. Risiko terjadinya preeklampsia karena

tingginya BMI kemungkinan disebabkan oleh hubungannya dengan

peningkatan risiko terjadinya hipertensi. Pada seseorang baik dengan

kehamilan maupun tidak, terjadi disfungsi endotel yang dipicu oleh adanya

obesitas, dimana hal ini akan menyebabkan kerusakan dari endotel dan

semakin mempresipitasi terjadinya preeklampsia. Obesitas dapat

meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia dengan beberapa mekanisme.

Pada wanita dengan preeklampsia dapat ditemukan adanya lesi pada arteri

uteroplasentalnya. Karakteristik lesinya adalah adanya daerah dengan

nekrosis fibrinoid yang diliputi oleh sel makrofag yang memfagosit lipid.

Lesi mikroskopis ini mirip dengan lesi yang ada pada atheroskeloris.

Penumpukan lemak juga dapat ditemukan pada glomerulus dari pasien

dengan preeklampsia dan biasa disebut glomerular endotheliosis. Adanya lesi

pada glomerular ini berhubungan dengan terjadinya proteinuria. Pada kadar

LDL dan trigliserida yang tinggi juga berhubungan dengan kerusakan ginjal

diatas.

Perubahan pada metabolisme lemak dapat berperan terhadap lesi

endotel yang ditemukan pada pasien preeklampsia. Keparahan dari hipertensi

dan proteinuria mencerminkan keparahan dari kerusakan endotel yang terjadi.

Hasil penelitian (Ummiyati, 2020) yang berjudul Hipertensi Effect Of

Warm Water and Deep Breath Relaxation Therapy To Blood Pressure

Decrease on Pregnant Induce Hypertension menunjukkan nilai p-value


68

sebesar 0,000 dengan α (0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

pemberian terapi air hangat dan relaksasi nafas dalam mempengaruhi

penurunan tekanan darah pada ibu hamil hipertensi setelah 2 minggu terapi.

Merendam kaki dengan air hangat mempunyai efek fisik panas/hangat

yang dapat menyebabkan zat cair, padat, dan gas mengalami pemuaian ke

segala arah dan dapat meningkatkan reaksi kimia. Pada jaringan akan terjadi

metabolisme seiring dengan peningkatan pertukaran antara zat kimia tubuh

dengan cairan tubuh. Efek biologis panas/hangat dapat menyebabkan dilatasi

pembuluh darah yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi darah. Secara

fisiologis respon tubuh terhadap panas yaitu menyebabkan pelebaran pembuluh

darah, menurunkan kekentalan darah, menurunkan ketegangan otot,

meningkatkan metabolisme jaringan dan meningkatkan permeabilitas kapile.

Sehingga efek panas/ hangat pada terapi rendam kaki dengan air hangat

akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah yang dapat meningkatkan sirkulasi

darah, sehingga efektif menurunkan tekanan darah ibu hamil hipertensi bila

dilakukan secara rutin Terapi relaksasi nafas dalam dapat meningkatkan

saturasi oksigen, memperbaiki keadaan oksgenasi dalam darah, dan membuat

suatu keadaan rileks dalam tubuh (Ayumi, 2014)


69

BAB III
TINJAUAN KASUS

RS/PUSKESMAS/RB/BPS: Rd.Mattaher Tanggal/Pukul masuk ke IGD : 11-03-2021/ 09.00 WIB


Jambi
Tanggal/Pukul masuk ke VK : 11-03-2021/ 12.00 WIB
NOMOR RM : 968xxx
Tanggal/Pukul masuk ke R. Keb : 13-03-2021/ 10.30 WIB
Tanggal/Pukul pengkajian di R. Keb. : 13-03-2021/ 15.00 WIB
Mahasiswa : Jumairah Sumber Informasi tempat pelayanan
Prodi : Profesi Bidan Poltekkes Jambi Teman √ Orang tua/keluarga
Nakes : …..  Sendiri
A BIODATA
1.
Nama klien/Ibu : Ny. I Nama suami : Tn. S
Umur : 39 Tahun Umur : 40 Tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMU
Pekerjaan : Swasta Pekerjaan : Swasta
Alamat : Kel. Tanjung Pasir, RT 04 Alamat : Kel. Tanjung Pasir, RT 04

Penanggung jawab
Nama : Tn. S Pekerjaan : Swasta
Umur : 40 Tahun Alamat : Kel. Tanjung Pasir, RT 04
Hubungan dengan klien: Suami

ALASAN KUNJUNGAN/KELUHAN :
Ibu mengatakan telah melahirkan anak pertamanya dengan cara operasi tanggal 13-03-2021.
Ibu merasa pusing. Ibu mengatakan cemas dengan tensi tingginya dan bayinya yang barat badannya
kecil.
3 Riwayat perkawinan :
Perkawinan ke : 1
Tahun ke : 4 tahun
Usia saat kawin : 36 tahun

4 Riwayat kehamilan persalinan dan nifas yang lalu

No Tgl Tempat Umur Jenis Penolong Anak Keadaan


Tahun Partus Hamil Persalinan Persalinan Penyulit Kel/BB Anak
Partus /Sek
1 2021 RS 35-36 SC Dokter Hipertensi 2000 Baik
mg

Berat badan sebelum hamil = 61


Berat badan setelah hamil = 74
Kenaikan badan selama hamil = 13 kg
70

Riwayat persalinan sekarang


Tempat melahirkan :  RS - Puskesmas BPM - Polindes - Rumah
5 sendiri
Penolong persalinan :  SpOG - Dokter umum √- Bidan - non-nakes :
Jenis persalinan : Spontan, blk, kepala lain-lain :  sectio secaria.
-

Selaput ketuban : √- Pecah spontan - KPD : jam
 Dipecahkan indikasi
Air ketuban :
√ jernih - keruh - mekanium
Lamanya persalinan : 1 jam observasi 2 jam

Komplikasi persalinan
- - -
- Perdarahan > 500 cc Retensio plasenta Sisa plasenta Antonia
uteri -
- Robekan jalan lahir.... lain-lain : tidak ada
Riwayat kelahiran bayi :
Tanggal 13 maret 2021 Pukul : 08.45 WIB Jenis kelamin : perempuan
BB : 2000 gram PB : 47 cm,
Masa gestasi : 35-36 minggu lain-lain : HPHT 26 Juni 2020 TP 04-04-2021
6 Riwayat penyakit/operasi yang lalu:
ibu mengatakan mempunyai riwayat hipertensi sejak sebelum hamil

7 Riwayat penyakit keluarga (Ayah, ibu, adik, paman, bibi) yang pernah menderita sakit
- Kanker - Penyakit hati - Hipertensi - DM - Penyakit
ginjal
- TBC - Epilepsi - Kelainan bawaan - Alergi - Hamil
kembar
- Penyakit jiwa Lain-lain : tidak ada.
8 Riwayat yang berhubungan dengan masalah kesehatan reproduksi
- Infentilitas - infeksi virus - PMS - Servisitis kronis -
Endrometriosis
- Myoma - Polip servix - Kanker kandungan - Operasi kandungan -
Perkosaan
 Lain-lain : tidak ad

9 Genogram (bila memungkinkan)


Tn. S Ny.I Ket: Laki-laki
S
Perempuan
71

10 Riwayat Keluarga Berencana


Metode KB yang pernah dipakai : ibu menggunakan belum pernah menggunakan alat kontrasepsi
apapun
11 Pola Makan / Minum / Eliminasi / Istirahat
Makan : 4 kali/hari ;
Minum : 8 gelas/hari ;
Jenis makanan/minuman yang sering dikonsumsi : nasi, sayur, lauk, buah, air putih, susu
Jenis pantangan : tidak ada (bila terdapat gangguan pada pola ma-mi, hitung secara
kuantitas/kualitas di lembar lain)
Pola Eliminasi : BAK : kateter kali/hari
BAB : belum kali/hari

Kelainan/masalah yang ditemukan pada pola eliminasi : Tidak ada

Pola istirahat : Tidur : 8-9 jam/hari : Tidur terakhir jam : 22.00WIB


Psikososial : Penerimaan klien terhadap kehamilan ini : diharapkan

Social support dari :  Suami;  Orang tua;  Mertua;  Keluarga lain


Masalah/gangguan yang ditemukan pada pola istirahat & Psikososial tidak ada

12 Data Riwayat Rekam Medik


a. Pasien masuk IGD RSUD Raden Mattaher Jambi tanggal 11-03-2021 pukul 09.00 WIB
dengan keluhan nyeri kepala. Hasil pemeriksaan keadaan umum sedang, skala nyeri 5, TD
150/70 mmHg.
Hasil pemeriksaan labor 11 Maret 2021 :
- HB 12.2 gr %,
- Protein urine +3
- Creatinin 0.38
- Ureum 14 mg/dl
- SGOT 12 ul
- SGPT 14 ul
- Glukosa darah sewaktu 107
- Eosinofil 4.39
- Hematokrit 35.3
Telah dilakukan kolaborasi dengan SpOG dalam pemberian therapi :
- MgSO4 40% 1 gram/ jam
- Nifedipine 3x10 mg
- Dopamet 3x1
- Dexamethasone 2 x 2 ampul
b. Pada tanggal 11-04-2021 pukul 12.00 WIB Pasien dipindahkan ke ruang VK
c. Pada tanggal 12-04-2021 pukul 21.00 WIB Pasien dipindahkan ke ruang kebidanan
d. Pada tanggal 13-04-2021 pukul 08.30 WIB pasien SC di OKE. Bayi lahir pukul 09.10 WIB.
Pukul 10.05 WIB tekanan darah 187/95 mmHg.
e. Pada tanggal 13-04-2021 pukul 10.30 WIB pasien kembali masuk ke ruangan kebidanan.

B DATA OBYEKTIF
1 PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum :
Tanda-tanda vital :  TD 180/90 mmHg  P 24 x/mnt  N 88 x/mnt  S
o
36,7 C 
Turgor :  Baik - Kurang - Jelek
Mata : Seklera : √- Ikterus  Tidak Ikterus
72

Konjungtiva : - Pucat  merah muda


Penghilatan :  Jelas - Kabur - Lain-lain
Alat bantu : - Kacamata - Kontak-lens
Muka : - Hiperpigmentasi - Edema  Tdk. Tampak kelainan
- Lain-lain:
Payudara :  Simetris - Asimetris - Kemerahan - Bengkak -
Benjolan
Puting susu : - Datar  Menonjol - Ke dalam - Lecet - Kotor
Areola mammae  : Bersih - Kotor - Hiperpigmentasi
Pengeluaran asi :  Kolostrum - Tidak tampak

Jantung :  Bunyi jelas teratur - Lain-lain


Paru-paru :  Bunyi nafas bersih - Lain-lain

Ekstremitas : - tidak tampak cacat - cacat - varises  edema kedua


tungkai
Refleks patella : +/+ kanan/kiri
Akral : - Dingin - Pucat - Kebiruan  Hangat /normal

Abdomen
- Hepar/lien : tidak teraba - lain-lain Tidak ada kelainan
- Luka operasi : ada - bersih - kotor - tanda infeksi 
- Fundus uteri : - tidak teraba  teraba, tinggi 2 jrb/pst  kontraksi baik
- Lain- lain : tidak ada 

Ano-genetalia
- Perdarahan : - mengalir √- merembes Jumlah ±50 cc
- Vulva : - edema - hematoma
- Perineum :  utuh - ruptur - jahitan belum merapat  bersih
- kotor - tanda-tanda infeksi - jahitan menyatu
- lokhia :  rubra - sanguinolenta - serosa purulenta

√- bau amis - bau menyengat - lain-lain
- Hemorroid :  tidak ada - ada jelaskan
- Fistel :  tidak ada - ada jelaskan
Lain-lain :tidak ada
73

Pemeriksa Penunjang
Nilai Rujukan
Lab 13 Maret 2021 1. HB 13.4-15.5 g/dl
- HB 12.5 gr %, 2. Gula darah sewaktu < 200 mg/dl
- Protein urine +2 Faal hati
- Creatinin 0.38 3. SGPT 14-63 ul
- Ureum 14 mg/dl 4. SGOT 15-37 ul
- SGOT 12 ul Faal ginjal
- SGPT 14 ul 5. Ureum 15-39 mg/dl
6. Creatinin0.55-1.3 mg/dl
- Glukosa darah sewaktu 107
7. Urine rutin negatif
- Eosinofil 4.39 8. Lymposit 18-42 x103/ul
- PDW 21.1 9. Neutrofil 50-70 x103/ul
- Eritrosit 3.07 10. Leukosit 4.0-10.0 x103/ul
- Leukosit 37.5 11. Eritrosit 4.0 – 5.0 x103/ul
- Hematokrit 27.8 12. PDW 9-13 IL

3 Hal-hal lain yang masih perlu dikaji, tetapi tidak tercantum pada format
1. Nyeri luka bekas seksio sesarea (SC) severe pada skala 4

C Diagnosis/masalah
Ny. I P1 A0 AH1 Post partum SC atas indikasi Preeklamsia Berat

Masalah :
1. Nyeri kepala pada skala 4
2. Cemas dengan berat badan bayinya dan tekanan darah tinggi yang dialaminya

D Diagnosa potensial :
1. Eklamsia

Tindakan Segera
E 1. Kolaborasi SpOG dalam pemberian therapi antihipertensi, analgetik dan antibiotik
2. Pendampingan dan dukungan emosional
74

PERENCANAAN
NAMA &
TANGGAL/ DIAGNOSA/
NO PERENCANAAN PARAF
Pkl. MASALAH
13 Maret 2021 Ny. I P1 A0 AH1 1) Informed Consent
15.00 WIB Post partum SC 2) Ucapkan selamat dan
hari-1 dengan beritahu ibu seluruh hasil
pemeriksaan
Preeklamsia Berat
3) Observasi keadaan umum
ibu
Masalah : 4) Observasi involusi uterus
1. Nyeri kepala (TFU, kontraksi dan
pada skala 4 pengeluaran lochea)
2. Cemas dengan 5) Jelaskan pada ibu tentang
fisiologi nifas
berat badan
6) Jelaskan pada ibu penyebab
bayinya dan nyeri dan ajarkan tehnik
tekanan darah relaksasi dalam mengurangi
tinggi yang cemas dan nyeri
dialaminya 7) Anjurkan ibu untuk istirahat
yang cukup
8) Anjurkan suami dan
keluarga beri dukungan
moral kepada ibu
9) Beritahu ibu tentang tanda
dan gejala bahaya nifas
10) Ajarkan ibu untuk
mobilisasi
11) Berikan penjelasan tentang
personal hygiene
12) Jelaskan tentang ASI
eksklusif
13) Lakukan kolaborasi dengan
SpOG dalam pemberian
therapi
14) Dokumentasikan semua
asuhan
75

CATATAN PELAKSANAAN
NAMA : Ny. I NO. RM : 968xxx RUANG : Kebidanan
UMUR : 39 Tahun TANGGAL : 13-03-2021 KELAS : III
Diagnosis/masalah
Ny. I P1 A0 AH1 Post partum SC hari-1 atas indikasi Preeklamsia Berat
TANGGAL / NAMA &
Pkl. CATATAN PELAKSANAAN PARAF
76

13-03-2021/ 1) Melakukan informed consent


15.00 WIB Memberikan ucapan selamat dan menginformasikan
hasil pemeriksaan yang telah dilakukan yaitu bahwa
keadaan umum ibu sedang dan tekanan darah ibu masih
diatas batas normal yaitu 180/90 mmHg
2) Mengobservasi keadaaan umum ibu
3) Mengobservasi involusi uterus (TFU, kontraksi dan
pengeluaran lochea)
4) Memberitahu ibu tentang perubahan fisiologis masa
nifas yaitu rasa mules sebagai proses yang normal
karena otot rahim mengalami sedikit kontraksi untuk
proses pengecilan yang di pengaruhi hormon produk
ASI yaitu oksitosin.Untuk itu bila ibu menyusui dapat
membantu proses pengecilan uterus.
5) Memberitahu ibu bahwa nyeri ibu disebabkan oleh
tekanan darah ibu yang tinggi, mengajarkan ibu untuk
relaksasi napas untuk mengurangi cemas dan nyeri
6) Menganjurkan ibu untuk isirahat yang cukup dan selalu
berfikir positif
7) Memberitahu ibu tanda bahaya nifas yaitu
perdarahan,demam lebih dari 2 hari, keluar cairan yang
berbau, oedema, sakit kepala hebat, kejang, payudara
merah dan bengkak
8) Memberitahu ibu untuk mobilisasi secara bertahap yaitu
6 jam post SC dengan menggerakkan tangan dan kaki
12) Menjelaskan tentang ASI Eksklusif dan menganjurkan
ibu untuk menyusui sesering mungkin yaitu minimal
setiap 2 jam sekali atau setiap bayi menangis di kedua
payudara secara bergantian. Menganjurkan ibu untuk
memompa ASI nya karena bayi masih diruang PRT
13) Memberikan penjelasan tentang personal hygiene
dengan menjaga kebersihan diri dan mengganti pakaian
dalam dan pembalut sesering mungkin minimal 3x
sehari.
14) Melakukan kolaborasi dengan SpOG dalam pemberian
therapi :
RL + oxytocin 20 tpm
Inj. Ceftriaxon 1x 2 gr (pukul 10.00 pagi dan malam)
Inf. Metronidazole 3x1 (pukul 21.00, 05.00 dan 13.00)
Inj. Ketorolax 2amp/kolf 3x1 (21.00, 05.00 dan 13.00)
Oral : Nifedipine 3x10mg (pukul 21.00, 05.00 dan 13.00)
Advis dokter hari ke-2 ganti Per Oral.
15) Mendokumentasikan semua asuhan yang di berikan

NAMA : Ny. I NO. RM : 968xxx RUANG : Kebidanan


UMUR : 39 Tahun TANGGAL : 15-03-2021 KELAS : III
Diagnosis/masalah
Ny. I P1 A0 AH1 Post partum hari-1 SC atas indikasi Preeklamsia Berat
TANGGAL / NAMA &
Pkl. CATATAN EVALUASI PARAF
77

13-03-2021/ 1. Ibu tahu penjelasan hasil pemeriksaan yang telah


17.00 WIB dilakukan
2. Keadaan umum dalam observasi
3. Proses involusio uteri berjalan normal
TFU ; 2 jr bwh pusat, lochea rubra dan kontraksi keras.
4. Ibu memahami penjelasan yang telah diberikan tentang
fisiologi
5. Ibu memahami penyebab nyeri dan dapat melakukan
relaksasi napas, cemas berkurang, nyeri berkurang, ibu
dapat beradaptasi dengan nyeri
6. Ibu dapat beristirahat dengan tenang
7. Ibu paham dengan tanda bahaya nifas, sehingga akan
segera meminta pertolongan pada tenaga kesehatan
terdekat
8. Ibu bersedia dan mampu menggerakkan tangan dan kaki
9. Ibu bersedia untuk menjaga kesehetan dan kebersihan,
ibu sudah mengganti pakaian dan pembalut dibantu oleh
keluarga dan petugas kesehatan
10. Ibu dapat mengulang kembali tentang ASI eksklusif dan
bersedia untuk menyusui sesering mungkin jika bayi
sudah rawat gabung. Ibu akan memompa ASI nya.
11. Telah dilakukan kolaborasi dan diberikan therapi sesuai
dosis dan cara pemberian yang benar :
RL + oxytocin 20 tpm
Inj. Ceftriaxon 1x 2 gr (diberikan pukul 10.00)
Inf. Metronidazole 3x1 (diberikan pukul 13.00)
Inj. Ketorolax 2 ampul/kolf 3x1 (diberikan pukul 13.00)
Per oral : Nifedipine 3x10 mg (diberikan pukul 13.00)
12. Asuhan telah didokumentasikan
79

NAMA : Ny. I NO. RM : 968xxx RUANG : Kebidanan


UMUR : 39 Tahun TANGGAL : 14-03-2021 KELAS : III
PUKUL : 08.00 WIB
Diagnosis/masalah
Ny. I P1 A0 AH1 Post partum SC hari ke-2 atas indikasi Preeklamsia Berat
Subjek Objek Assassement Planning
1. Ibu mengatakan cemas dan 1. Keadaan umum ibu baik Ny. I P1 A0 AH1 Post SC hari ke-2 1. Mengobservasi tanda-tanda vital
pusing sudah berkurang Tekanan darah : 170/90 mmHg dengan Preeklamsia Berat Hasil : Pukul 18.00 WIB TD 130/70
Nadi : 84×/ menit mmHg, N : 82, P : 22, S : 36,6 oC
Pernafasan : 22×/ menit Suhu: 36,7˚ C Diagnosa potensial : Eklamsia 2. Mengobservasi involusi uterus
Kontraksi Uterus Baik ( teraba keras dan Hasil : TFU : 2 Jari bawah pusat,
bundar ), Tampak pengeluaran lochia rubra Masalah : Kontraksi uterus : Baik, teraba keras
tidak berbau, TFU 2 Jari bawah pusat - Nyeri kepala dan bundar, lochea rubra tidak berbau
- Nyeri luka operasi skala 4 3. Melakukan perawatan payudara
Hasil : terlaksana dengan baik dan
ibu merasa lebih nyaman
2. Ibu mengatakan ASI nya sudah 2. ASI (+) 4. Menganjurkan ibu untuk diit tinggi
ada tapi masih sedikit protein rendah garam dan minum
banyak
3. Ibu mengatakan merasa nyeri 3. Tampak luka bekas operasi pada abdomen Hasil : ibu bersedia untuk memenuhi
pada daerah luka operasi bila bagian bawah, ekspresi wajah tampak 5. Melakukan ganti perban pada luka
bergerak meringis bila bergerak, skala nyeri 4 post SC
Hasil : luka operasi kering, tidak ada
tanda tanda infeksi
4. Ibu mengatakan sudah bisa 4. Mobilisasi berjalan dengan baik, ibu dapat 6. Melepas infus dan kateter
duduk dan sudah platus tapi duduk mandiri dengan hati-hati Hasil : Setelah dilakukan kateter ibu
belum BAB leluasa untuk bergerak dan berjalan
7. Menganjurkan ibu untuk mobilisasi
secara bertahap dan teratur (duduk
dan berjalan)
Hasil : ibu sudah melakukan gerakan
disekitar tempat tidur dengan miring
ke kiri dan ke kanan
8. Memberikan therapi oral :
As. Mefenamat 3x500 mg,
metronidazole 3x500 mg, Nifedipine
3x10 mg, Cipro 2x500 mg

NAMA : Ny. I NO. RM : 968xxx RUANG : Kebidanan


80

1. Ibu mengatakan sudah tidak 1. Keadaan umum ibu baik Ny. I P1 A0 Post SC hari ke-3 atas indikasi 1. Mengobservasi tanda-tanda vital
pusing lagi Tanda-tanda vital Preeklamsia berat Hasil :TD : 120/80 mmHg, N : 80, P : 18, S :
Tekanan darah: 120/60 mmHg 36,6 oC
Nadi : 82×/menit Masalah actual : tidak ada 2. Membersihkan luka dengan NACL dan
Pernafasan: 22×/menit mengganti verban dengan kassa steril
Suhu : 36,5˚ C Diagnosa potencial : tidak ada Hasil : telah dilakukan penggantian verban,
Skala nyeri 2 luka post SC kering dan tidak ada tanda-
tanda infeksi
2. Ibu mengatakan nyeri bekas 2. Luka operasi mulai kering, tidak ada tanda 3. Memberikan penjelasan tentang pentingnya
operasi berkurang infeksi pergerakan (mobilisasi dini) dalam proses
penyembuhan ( sering berjalan dengan hati-
hati)
Hasil : Ibu mengerti dan bersedia
melaksanakan nya
3. Mobilisasi berjalan baik 4. Menganjurkan ibu untuk mobilisasi secara
3. Ibu sudah duduk dan berjalan 4. Kontraksi baik bertahap dan teratur (duduk dan berjalan)
kekamar mandi 5. Masih ada pengeluaran lochea rubra Hasil : ibu sudah berjalan kekamar mandi
5. Memberikan motivasi kepada ibu untuk
memenuhi sendiri kebutuhan nya
Hasil : ibu semangat dan mau melakukan nya
sendiri
6. Memberikan pendidikan tentang cara
menyusui yang benar
Hasil : ibu dapat mengulang kembali cara
menyusui yang benar dgn baik
7. Memberikan therapi oral :
As. Mefenamat 3x500mg (jam 21,05,13)
metronidazole 3x500mg (jam 21,05,13)
nifedipine 3x10mg (jam 21.00,05.00,13.00)
cipro 2x500mg (jam 10)
8. Persiapan pasien pulang

NAMA : Ny. I NO. RM : 968xxx RUANG : Kebidanan


UMUR : 39 Tahun TANGGAL : 16-03-2021 KELAS : III
PUKUL : 11.30 WIB
Diagnosis/masalah :
Ny. I P1 A0 AH 1 Post partum SC hari ke-4
Subjek Objek Assassement Planning
81

1. Ibu mengatakan sudah tidak 1. Keadaan umum ibu baik Ny. I P1 A0 Post SC hari ke-4 atas indikasi 1. Melakukan persiapan pasien pulang
pusing dan nyeri luka operasi Kesadaran compomentis preeklamsia berat 2. Memberikan edukasi tentang perawatan luka
sangat jarang Skala nyeri 1 opersai dirumah dengan membersihkan luka
2. Ibu merasa senang akan segera 2. Pasien sudah dapat berjalan mandiri dengan NACL dan mengganti verban dengan
pulang Tekanan darah: 120/60 mmHg kassa steril
Nadi : 82×/menit Hasil : ibu memahami penjelasan yang
Pernafasan: 22×/menit diberikan
Suhu : 36,5˚ C 3. Memberikan penjelasan tentang pentingnya
pergerakan (mobilisasi dini) dirumah dalam
proses penyembuhan ( sering berjalan dengan
hati-hati)
Hasil : Ibu mengerti dan bersedia
melaksanakan nya dirumah
4. Memberikan motivasi kepada ibu untuk
memenuhi sendiri kebutuhan nya
Hasil : ibu semangat dan mau melakukan nya
sendiri
5. Menganjurkan ibu untuk melakukan semua
edukasi yg telah diberikan selama perawatan
diRS seperti perawatan payudara, tehnik
menyusui yang benar dan ASI Eksklusif
Hasil : ibu bersedia melakukannya
6. Menganjurkan ibu untuk control ulang pada
tanggal 20-03-2021 di poli kebidanan
7. Memberikan therapi oral dan mengajarkan
ibu cara mengkonsumsi nya :
As. Mefenamat 3x500mg (jam 21,05,13)
metronidazole 3x500mg, (jam 21,05,13)
cipro 2x500mg (jam 10 pagi dan malam)
8. Keadaan pasien pulih, semua masalah teratasi
dan pulang pukul 13.00 WIB
82
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas tentang kesenjangan antara teori dan hasil

tinjauan kasus pada pelaksanaan Manajemen Asuhan Kebidanan pada Ny. I Post

Seksio Sesarea (SC) dengan Preeklamsia Berat di Ruang Kebidanan RSUD Raden

Mattaher Provinsi Jambi, Pada tanggal 13 sampai 15 Maret 2021. Untuk

memudahkan pembahasan, maka penulis akan membahas berdasarkan pendekatan

Manajemen Asuhan Kebidanan dengan 7 langkah Varney dengan uraian sebagai

berikut :

A. Manajemen Kebidanan pada Post SC dengan Preeklamsia Berat

1. Identifikasi Data Dasar

Identifikasi data dasar merupakan proses manajemen asuhan

kebidanan yang ditujuhkan untuk pengumpulan informasi baik fisik, psokososial

dan spiritual. Pengumpulan data dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik

dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi serta pemeriksaan penunjang

yaitu laboratorium dan pemeriksaan diagnostik. Pada tahap ini disebabkan karena

respon ibu dalam memberikan informasi begitu pula dengan keluarga, bidan da

dokter yang merawat sehingga penulis dengan mudah memperoleh data yang

diinginkan. Data diperoleh secara terfokus pada masalah klien sehingga

intervensinya juga lebih terfokus sesuai keadaan klien.

Hasil data subjektif yaitu ibu mengatakan telah melahirkan anak

pertama, tidak pernah keguguran, ibu mengeluh pusing, serta nyeri luka bekas

operasi. Dari riwayat kesehatan sebelumnya, ibu mempunyai riwayat hipertensi

sebelum hamil dan mengalami kenaikan tekanan darah kembali pada usia

kehamilan 35-36 minggu dengan keluhan sakit kepala dan langsung dirujuk ke

rumah sakit.
83

Data obyektif menunjukkan keadaan umum sedang, tanda-tanda vital

yaitu tekanan darah 180/90 mmhg, suhu 36,7oC, frekuensi nadi 88x/menit,

frekuensi napas 24x/menit. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan penglihatan

tidak kabur, conjungtiva merah muda, sclera putih pada payudara simetris, areola

mamae mengalami hiperpigmentasi pada payudara kiri dan kanan, putting susu

menonjol, ada colostrum tapi jumlahnya masih sedikit, ibu belum menyusui

karena bayi masih di ruang perinatologi, involusi normal, kontraksi uterus baik,

TFU 1 jari dibawah pusat, pada ekstremitas atas terlihat simetris, tidak ada

oedema, terpasang infus di tangan kiri, reflek patella + kanan dan kiri, terdapat

oedema pada kaki kanan dan kiri. Pada pemeriksaan laboratorium diketahui

protein urine +3.

Hal ini sesuai dengan teori Prawirohardjo (2013 ) yang menyatakan

bahwa preeklamsi berat adalah preeklamsia dengan tekanan darah sistolik > 160

mmHg dan tekanan darah diastolik >110 mmHg disertai Proteinuria 5g / 24 jam.

Pada primigravida mempunyai risiko lebih tinggi menderita preeklamsi.

Preekalmsi lebih sering dijumpai pada primigravida karena keadaan patologis

telah terjadi sejak impantasi, sehingga timbul iskemia plasenta yang kemudian

dengan sindrom inflamasi (Sukaesih, 2012)

2. Identifikasi Diagnosa/Masalah aktual

Pada langkah kedua bidan melakukan identifikasi diagnosis atau

masalah berdasarkan interprestasi yang akurat terhadap data-data yang telah

dikumpulkan. Data dasar yang telah dikumpulkan diinterprestasikan sehingga

dapat merumuskan diagnosa dan masalah yang spesifik. Rumusan masalah dan

masalah keduanya digunakan karena masalah tidak dapat didefinisikan seperti


84
diagnosa tetapi tetap membutuhkan penangan. Masalah sering berkaitan dengan

hal-hal yang sedang dialami klien yang diidentifikasi oleh bidan sesuai dengan

hasil pengkajian.

Berdasarkan hasil pengkajian data subyektif dan data obyektif, maka

ditegakkan sebuah diagnosa kebidanan yaitu Ny. I P1 A0 AH1 post SC dengan

preeklamsia berat. Pada analisa data dan diagnose tidak terdapat kesenjangan

antara teori dan kasus.

Menurut (prawiroharjo, 2013) preeklamsia berat ditandai dengan

tekanan darah lebih 160/110 mmHg pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu.

Kemungkinan juga kondisi ini dimulai selama kehamilan tetapi tidak

menunjukkan tanda atau gejala sampai setelah bayi lahir. Menurut ACOG (2013).

Preeklamsi pasca partum terjadi paling sering terjadi 7 hari pertama setelah

melahirkan bisa juga terjadi hingga 6 hari post partum Post partum bisa

didapatkan tanpa preeklamsi selama kehamilan, resiko lebih tinggi jika tidak

mengalami preeklamsi selama kehamilan.

Pada studi kasus pada Ny.”I” ditemukan terdapat luka bekas operasi,

dan ibu mengeluh nyeri pada daerah abdomen saat bergerak dan ibu merasa

cemas. Pada tinjauan pustaka Sogo Paulinus dalam Umi Salamah (2013),

dikatakan bahwa adanya luka operasi menyebabkan terputusnya kontinuitas

jaringan sehingga rangsangan pada saraf meningkat, impuls nyeri disebabkan ke

korteks cerebri sehingga nyeri dipersepsikan. Secara subjektif penderita

kecemasan selalu mengeluh adanya gelisah, tangan selalu dikepal atau

digosokkan, jalan mondar-mandir. Kecemasan dapat menyebabkan fungsi tidur

penderita terganggu, sukar konsentrasi, hilangnya daya ingat, tiadanya minat

terhadap lingkungan, tiada kegembiraan, mudah marah dan tidur.


85

3. Identifikasi Diagnosa/Masalah Potensial

Pada langkah ini bidan mengidentifikasi masalah potensial atau

diagnosa potensial berdasarkan diagnosa atau masalah yang sudah diidentifikasi.

Berdasaran temuan tersebut, bidan dapat melakukan antisipasi diagnosis atau

masalah tersebut tidak terjadi. Selain itu bidan harus bersiap-siap apabila

diagnosis atau masalah tersebut benar-benar terjadi. Menurut komplikasi yang

dapat terjadi pada masa nifas antara lain bisa terjadi perdarahan, eklampsia atau

kejang, syok dan mengarah ke kematian ibu. (Wiknjosastro,2008)

Berdasarkan diagnosa dan masalah yang telah ditegakkan pada kasus

Ny. I maka potensial yang akan terjadi pada ibu adalah eklampsia apabila

manajemen pada preekelamsia berat tidak dilaksanakan dengan benar. Sedangkan

masalah potensial yang dapat terjadi dari nyeri luka post SC dan kecemasan ibu

adalah post partum blues jika masalah tidak tertangani dengan baik.

4. Tindakan Segera/Kolaborasi

Pada langkah ini menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera

untuk melakukan konsultasi, kolaborasi dan tenaga kesehatan lain berdasarkan

kondisi klien. Pada kasus Ny. I tindakan segera yang dilakukan untuk menangani

preeklamsia berat yaitu kolaborasi dengan SpOG dalam pemberian therapi

diantaranya obat anti kejang Magnesium Sulfat (diberikan sebelum persalinan),

RL + oxytocin 20 tpm, Nifedipine 3x10 mg, Ceftriaxon 1x 2 gr, Metronidazole

3x1 dan Ketorolax 2 ampul/kolf 3x1.

Berdasarkan Maternity et all (2016) menjelaskan bahwa

penatalaksanaan pasien dengan preeklamsi atau preeklamsi berat dilakukan

pemberian MgSo4 40% dalam infus RL 28 tpm selama 24 jam post partum dan
86
pemberian obat antihipertensi Nifedipine untuk menurunkan tekanan darah

menjadi normal.

5. Rencana Tindakan Asuhan

Pada manajemen asuhan kebidanan suatu rencana tindakan yang

komprehensif dilakukan termasuk atas indikasi apa yang timbul berdasarkan

kondisi klien, rencana tindakan harus disetujui klien dan semua tindakan yang

diambil harus berdasarkan rasional yang relevan dan diakui kebenaranya.

Pada studi kasus Ny”I” dengan Post Seksio Sesarea (SC) dengan

preeklamsia berat, penulis merencanakan asuhan kebidanan berdasarkan

diagnosa/masalah aktual dan masalah potensial yaitu observasi tanda-tanda vital,

anjurkan ibu istirahat yang cukup, anjurkan ibu makan-makaan yang bergizi,

anjurkan ibu untuk mobilisasi dini, berikan penjelasan tentang personal hygiene

yaitu mengganti pembalut dan pakaian bila basah/kotor, jelaskan penyebab nyeri,

anjurkan ibu untuk sering menyusui bayinya, lakukan perawatan payudara,

observasi keadaan luka, observasi pemberian infus, observasi kandung kemih dan

penatalaksanaan pemberian antibiotik, analgetik dan antihipertensi.

Berdasarkan Maternity et all (2016) menjelaskan bahwa

penatalaksanaan pasien dengan preeklamsi atau preeklamsi berat dilakukan

pemberian MgSo4 40% dalam infus RL 28 tpm selama 24 jam post partum dan

pemberian obat antihipertensi Nifedipine untuk menurunkan tekanan darah

menjadi normal. Hal ini sudah sesuai dengan penatalaksanaan yang ada di lahan

sehingga tidak ada kesenjangan antara teori dan penatalaksanaan yang diberikan.

Berdasarkan teori Rubin (2013) menjelaskan bahwa ibu masa nifas

harus istirahat yang cukup 1-2 jam pada siang hari 7-8 jam pada malam hari,

menjaga kebersihan diri, makan-makanan yang bergizi, antara teori dan


87
penatalaksanaan sudah sesuai dengan penatalaksanaan yang telah dilakukan pada

kasussehingga tidak ditemukan kesenjangan antara teori dan lahan praktik.

6. Implementasi Asuhan Kebidanan

Berdasarkan tinjauan manajemen asuhan kebidanan bahwa

melaksanakan rencana tindakan harus efisien dan menjamin rasa aman pada

klien. Implementasi dapat dilaksanakan seluruhnya oleh bidan ataupun sebagian

dilaksanakan ibu serta kerjasama dengan tim kesehatan lainnya sesuai dengan

tindakan yang telah direncanakan.

Pada studi kasus Ny”I” dengan Post Seksio Sesarea (SC) dengan

preeklamsia berat, tindakan yang dilaksanakan yaitu mengobservasi tanda-tanda

vital, menganjurkan ibu istirahat yang cukup, menganjurkan ibu makan-makaan

yang bergizi, menganjurkan ibu untuk mobilisasi dini, memberikan penjelasan

tentang personal hygiene yaitu mengganti pembalut dan pakaian bila basah/kotor,

menjelaskan penyebab nyeri, menganjurkan ibu untuk sering menyusui bayinya,

melakukan perawatan payudara, mengobservasi keadaan luka, mengobservasi

pemberian infus, mengobservasi kandung kemih dan penatalaksanaan pemberian

antibiotik, analgetik dan antihipertensi.

Untuk mengurangi kecemasan dan nyeri ibu, bidan memberikan

informasi tentang keadaan yang dialami ibu dan motivasi ibu untuk tidak terlalu

cemas atau khawatir dengan keadaannya. Karena kecemasan/ kekhawatiran akan

membuat ibu semakin nyeri. Ibu dianjurkan untuk lebih rileks dengan mengatur

nafas saat nyeri timbul. Memberitahu suami dan keluarga agar memberikan

dukungan kepada ibu dalam merawat bayi maupun menghadapimasa nifas ini.
88
7. Evaluasi Asuhan Kebidanan

Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses manajemen asuhan

kebidanan dalam mengevaluasi pencapaian tujuan, membandingkan data yang

dikumpulkan dengan kriteria yang diidentifikasikan, memutuskan apakah tujuan

telah dicapai atau tidak dengan tindakan yang sudah diimplementasikan.

Hasil evaluasi menunjukkan tekanan darah klien yang pada hari

pertama adalah 180/90 mmHg menjadi berangsur menurun hingga batas normal

yaitu 120/80 mmHg pada hari ketiga. Luka insisi/operasi kering, nyeri pada

daerah bekas operasi berkurang, tidak ditemukan adanya tanda-tanda infeksi

seperti merah, bengkak, nyeri, dan panas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

masalah teratasi yaitu preeklamsia berat tidak menjadi eklamsia dan nyeri luka

operasi tidak menjadi infeksi dengan adanya penatalaksanaan yang baik dari

petugas di ruang kebidanan RSUD Raden Mattaher Jambi.

Pada hari ketiga ini KU pasien baik, pasien diperbolehkan pulang

dengan diberikan pendidikan tentang kunjungan ulang/ control, pembatasam

aktifitas fisik, cara perawatan payudara dan menyusui yang benar serta ASI

eksklusif, tanda bahaya masa nifas dan cara konsumsi obat yang benar sesuai

dosis.

Berdasarkan studi kasus Ny”I” Post Seksio Sesarea (SC) dengan

preeklamsia berat, seluruh manajemenn kebidanan telah dilaksanakan dengan baik

sehingga masalah teratasi dan tidak ada terjadi kesenjangan dengan teori.
89

B. Teori Evidence Based Kebidanan pada Post Partum dengan Preeklamsia

Berat

Pre eklampsia adalah suatu kondisi yang spesifik pada kehamilan, terjadi

setelah minggu ke-20 gestasia, ditandai dengan hipertensi dan proteinuria, edema

juga terjadi (WHO, 2012).

Pre eklampsia Berat adalah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥

160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria > 5gr/24

jam (Saifuddin A, 2012).

Biasanya tanda-tanda pre-eklampsia timbul dalam urutan: pertambahan

berat badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria.

Pada pre - eklampsia ringan tidak ditemukan gejala-gejala subyektif. Pada pre-

eklampsia berat didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia,

penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah

(Wiknjosastro,2007).

Berdasarkan Maternity et all (2016) menjelaskan bahwa penatalaksanaan

pasien dengan preeklamsi atau preeklamsi berat dilakukan pemberian MgSo4 40%

dalam infus RL 28 tpm selama 24 jam post partum dan pemberian obat

antihipertensi Nifedipine untuk menurunkan tekanan darah menjadi normal.

Pemberian MgSO4 pada ibu post partum dengan PEB harus memenuhi

syarat yaitu reflek patella (+), frekuesnsi pernapasan >16 x/menit, tidak ada tanda

distress nafas, pengeluaran urin minimal 100 cc/ 4 jam, harus tersedia antidotum

MgSO4 bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium glukonas 10% = 1 gram (10% dalam

10 cc) diberikan intravena 3 menit.

Pada ibu post partum dengan PEB yang diberikan MgSO4 akan mengalami

gangguan kontraksi uterus yang menyebabkan TFU tidak sesuai serta berakibat
90
terjadi perdarahan karena kotraksi uterus melemah. Hal ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh Moh. Wildan (2013) tentang Hubungan Pemberian

MgSO4 pada ibu PEB terhadap kontraksi uterus di RSD Kalisat Jember Tahun

2013 yang menyatakan bahwa MgSO4 dapat mempengaruhi kontraksi uterus.

MgSO4 menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan

serat saraf dengan menghambat transisi neuromuscular dan akan menggeser

kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibition

antara ion kalsium dan ion magnesium. Sehingga bidan maupun petugas kehatan

harus mampu memberikan penanganan atau antisipasi dari penggunaan MgSO4.

Berdasarkan hasil data objektif di dapatkan kontraksi uterus baik TFU 1

jari bawah pusat. Bidan melakukan antisipasi dengan mengobservasi involusi

uterus. Untuk melakukan perawatan payudara dan menganjurkan kepada ibu untuk

menyusui bayi nya meningkatkan kontraksi uterus sehingga involusi juga akan

berjalan dengan baik.

Hasil penelitian (Ummiyati, 2020) yang berjudul Hipertensi Effect Of

Warm Water and Deep Breath Relaxation Therapy To Blood Pressure Decrease

on Pregnant Induce Hypertension menunjukkan nilai p-value sebesar 0,000

dengan α (0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemberian terapi air

hangat dan relaksasi nafas dalam mempengaruhi penurunan tekanan darah pada

ibu hamil hipertensi setelah 2 minggu terapi.

Merendam kaki dengan air hangat mempunyai efek fisik panas/hangat

yang dapat menyebabkan zat cair, padat, dan gas mengalami pemuaian ke segala

arah dan dapat meningkatkan reaksi kimia. Efek biologis panas/hangat dapat

menyebabkan dilatasi pembuluh darah yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi

darah. Secara fisiologis respon tubuh terhadap panas yaitu menyebabkan

pelebaran pembuluh darah, menurunkan kekentalan darah, menurunkan


91
ketegangan otot, meningkatkan metabolisme jaringan.

Sehingga efek panas/ hangat pada terapi rendam kaki dengan air hangat

akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah yang dapat meningkatkan sirkulasi

darah, sehingga efektif menurunkan tekanan darah ibu hamil hipertensi bila

dilakukan secara rutin Terapi relaksasi nafas dalam dapat meningkatkan saturasi

oksigen, memperbaiki keadaan oksgenasi dalam darah, dan membuat suatu

keadaan rileks dalam tubuh (Ayumi, 2014)


92
BAB V

PENUTUP

Setelah penulis mempelajari teori dan pengalam langsung dilahan

praktek melalui studi kasus tentang manajemen asuhan kebidanan pada Ny”I” Post

seksio caessar (SC) dengan preeklamsia berat di Ruang Kebidanan RSUD Raden

Mattaher Jambi, maka bab ini penulis menarik kesimpulan dan saran.

A. Kesimpulan

1. Melaksanakan pengkajian dan analisis data Ibu Post Partum Pada Ny”I”

Post SC dengan Preeklamsia Berat di Ruang Kebidanan RSUD Raden

Mattaher Jambi dengan hasil ditemukan data bahwa ibu telah melahirkan

anak pertamanya dengan SC pada tanggal 13-03-2021, ibu merasa pusing,

TD 180/90 mmHg, oedem pada ekstremitas bawah, protein urine +3, Hb

12.2 gr/dl

2. Merumuskan diagnosa/masalah actual Ibu Post Partum Pada Ny”I” Post SC

dengan Preeklamsia Berat di Ruang Kebidanan RSUD Raden Mattaher

Jambi dengan hasil yaitu P1A0H1 Post SC dengan Preeklamsia Berat,

dengan masalah pusing, cemas dengan tekanan darah tinggi nya dan berat

bayi nya

3. Merumuskan diagnosa/masalah potensial Ibu Post Partum Pada Ny”I” Post

SC dengan Preeklamsia Berat di Ruang Kebidanan RSUD Raden Mattaher

Jambi dengan hasil yaitu preeklamsia berat akan menjadi eklamsia

4. Mengidentifikasi perlunya tindakan segera dan kolaborasi Ibu Post Partum

Pada Ny”I” Post SC dengan Preeklamsia Berat di Ruang Kebidanan RSUD

Raden Mattaher Jambi dengan hasil yaitu perlunya kolaborasi dengan SpOG

dalam pemberian therapi


93
5. Menetapkan rencana tindakan asuhan kebidanan Ibu Post Partum Pada

Ny”I” Post SC dengan Preeklamsia Berat di Ruang Kebidanan RSUD

Raden Mattaher Jambi dengan hasil penulis merencanakan asuhan berupa :

observasi KU, TTV, involusi uterus, dukungan moral, mobilisasi dini,

perawatan luka dan pemberian therapi dengan kolaborasi SpOG.

6. Melaksanakan tindakan asuhan kebidanan yang telah disusun pada Ibu Post

Partum Pada Ny”I” Post SC dengan Preeklamsia Berat di Ruang Kebidanan

RSUD Raden Mattaher Jambi sesuai dengan rencana yaitu mengobservasi

KU, TTV, involusi uterus, memberikan dukungan moral, mengajarkan

mobilisasi dini, melakukan perawatan luka dan melakukan kolaborasi SpOG

dalam pemberian therapi (MgSO4 telah diberikan sebelum persalinan di

IGD dan VK), antihipertensi (nifedipine), analgetik (asam mefenamat) dan

antibiotic (cefadroxil)

7. Mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilaksanakan pada Ibu Post Partum

Pada Ny”I” Post SC dengan Preeklamsia Berat di Ruang Kebidanan RSUD

Raden Mattaher Jambi dengan hasil yaitu preeklamsia berat teratasi dengan

baik sehingga tidak menjadi eklamsia, tekanan darah kembali normal yaitu

120/70 mmHg, ibu tidak pusing lagi, cemas teratasi dan nyeri luka operasi

jauh berkurang skala 2. Pasien pulang dalam keadaan sehat.

B. Saran

1. Bagi Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Jambi

Diharapkan laporan kasus ini dapat menjadi sumber informasi dan bahan

acuan dalam meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan tentang

kasus ibu post SC dengan preekalmsia berat

2. Untuk RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi

Studi kasus ini dapat dijadikan suatu tolak ukur serta upaya Rumah Sakit
94
dalam mempertahankan dan meningatkan kualitas pelayanan terutama pada

kasus ibu post SC dengan preeklamsia berat (khususnya petugas kesehatan

di ruang kebidanan dalam hal pemberian edukasi-edukasi kepada pasien)


95
DAFTAR PUSTAKA

Bothamley, J., Boyhel, M. 2013 . Patofisiologi Dalam Kebidanan. Jakarta:


EGC

Dinkes Jambi. 2016. Profil Kesehatan Provinsi Jambi 2015. Pemerintah


Provinsi Jambi

Dyah, dkk. 2016. Hubungan Antara Status Gizi dan Kecemasan Ibu hamil
dengan Kejadian Preeklmasia Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Geyer I
Kabupaten Grobogan. Jurnal Kesehatan vol.4 No.3 Mei 2016

Hutahean, Serri. 2013.Perawatan Antenatal. Jakarta: Penerbit Salemba Medika,

Kemenkes RI, 2015. Profil Kesehatan Indonesia 2015. www.depkes.go.id

Kementrian Kesehatan RI. 2013.Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di


Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan, Jakarta: Unicef

Norma, Nita dan Mustika. 2013. Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta:


Nuha Medika

Patricia, dkk. Karakteristik Preeklamsia di RSUP Prof.Dr.R.D.Kandou Manado.


Jurnal e-Clinic, vol.4 No. 1, Juni 2016.

Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Pt Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo

Setiawati, Dewi. 2013. Kehamilan dan pemeriksaan Kehamilan. Makassar-


Samata Gowa: UIN

Ummiyati, M. (2020) ‘Pengaruh Pemberian Terapi Air Hangat Dan Relaksasi


Nafas Dalam Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Ibu Hamil
Hipertensi’, Jurnal Kebidanan, 9(1), pp. 24–29. doi:
10.35890/jkdh.v9i1.138.

WHO, 2014. Angka Kematian Ibu dan Anak.


96

Anda mungkin juga menyukai