Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

PENGANTAR TEKNIK LINGKUNGAN

MINI RISET
BANJARBARU

DOSEN PENGAMPU:
Rd. INDAH NIRTHA N.N.P., S.T., M.Si.
NIP. 197706192008012019

DIBUAT OLEH:
KAISA QORRINA
NIM. 2210815320022

PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
karya tulis ilmiah berupa laporan mini riset ini dapat tersusun sampai dengan selesai.
Tidak lupa saya mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga laporan mini riset ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan saya berharap lebih jauh lagi agar
laporan mini riset ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi saya sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan laporan mini riset ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman saya.
Untuk itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan laporan ini.

Banjarbaru, 19 Desember 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................... ..................................................ii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

A. Latar Belakang ................................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 3
C. Maksud dan Tujuan ........................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................. 4

A. Pencemaran Lingkungan Seiring dengan Bertambahnya Penduduk ................. 7


B. Pengolahan Limbah B3 ................................................................................... 8
C. Pengolahan Air Limbah .................................................................................. 9
D. Sistem Penyediaan Air Bersih ........................................................................ 10
E. Pengolahan Sampah ........................................................................................ 11
F. Pengelolaan Lingkungan Lahan Basah .......................................................... 12
G. Kualitas Udara .............................................................................................. 13
H. Permasalahan Lingkungan Akibat Penambangan Intan.................................... 13
BAB III KESIMPULAN ........................................................................................... 22

A. Kesimpulan................................................................................................... 21
B. Saran ............................................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 22

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. 1 Kantor Walikota Banjarbaru...................................................................... 5


Gambar 1. 2 Bundaran Banjarbaru ................................................................................ 5
Gambar 1. 3 Kantor Gubernur Kalimantan Selatan ........................................................ 5
Gambar 2. 1 Pencemaran Air Di Drainase ..................................................................... 7
Gambar 2. 2 Pabrik Pengolahan Limbah B3 ................................................................ 8

Gambar 2. 3 Pengolahan Air Limbah ............................................................................ 9


Gambar 2. 4 IPAL Pengolahan Air Limbah ................................................................... 10
Gambar 2. 5 Pengelolaan Air Bersih Di Bajnjarbaru...................................................... 11
Gambar 2. 6 Tempat Pembuangan Akhir ....................................................................... 12
Gambar 2. 7 Pengelolaan Limbah Basah ..................................................................... 13
Gambar 2. 6 Dampak Tambang Intan ............................................................................ 20
Gambar 2. 7 Sisa Tambang ......................................................................................... 20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kota Banjarbaru adalah salah satu kota di Provinsi Kalimantan Selatan,
Indonesia. Kota Banjarbaru dahulu merupakan sebuah kota administratif yang
pemekaran dari Kabupaten Banjar. Jauh di masa sebelumnya sebagian besar
wilayahnya merupakan Kawedanan Ulin di dalam Kabupaten Banjar.Kota
Banjarbaru berdiri pada tanggal 20 April 1999 berdasarkan Undang-Undang Nomor
9 Tahun 1999. Kota Banjarbaru memiliki luas wilayah 371,38 km² (37.130 ha) atau
3,8 x luas Banjarmasin atau ½ luas Jakarta.Wilayah Banjarbaru sekarang, dulunya
adalah perbukitan di pinggiran Kota Martapura yang dikenal dengan nama Gunung
Apam. Daerah Gunung Apam dikenal sebagai daerah peristirahatan buruh-buruh
penambang intan selepas menambang di Cempaka.Pada era tahun 1950-an,
Gubernur dr. Murdjani dibantu seorang perencana Van der Pijl merancang
Banjarbaru sebagai Ibukota Provinsi Kalimantan. Namun pada perjalanan
selanjutnya, perencanaan ini terhenti sampai pada perubahan status Kota
Banjarbaru menjadi Kota Administratif.
Nama banjarbaru sedianya hanyalah nama sementara yang diberikan
Gubernur dr. Murdjani, untuk membedakan dengan Kota Banjarmasin, yaitu kota
baru di Banjar. Namun akhirnya melekat nama Banjarbaru sampai
sekarang.Sebagai kota administratif, Kota Banjarbaru berada dalam lingkungan
Kabupaten Banjar, dengan ibukotanya Martapura. Jadi Kota Banjarbaru merupakan
pemekaran dari Kabupaten Banjar.Kota Banjarbaru berdiri berdasarkan Undang-
undang (UU) Nomor 9 Tahun 1999.Lahirnya UU tersebut menandai berpisahnya
Kota Banjarbaru dari Kabupaten Banjar yang selama ini merupakan daerah
administrasi induk. Kota Banjarbaru yang sebelumnya berstatus sebagai Kota
Administratif, sempat berpredikat sebagai kota administratif tertua di Indonesia.
Kini, jumlah penduduk di Kota Banjarbaru terus berkembang dengan adanya
perpindahan penduduk dari luar Kota Banjarbaru, baik dari Kalimantan sendiri
maupun dari luar Kalimantan. Perkembangan penduduk ini beriringan dengan
semakin terbukanya wilayah Kota Banjarbaru, baik untuk kawasan permukiman
serta Bandar Udara Syamsudin Noor maupun peruntukan yang lain.Kota
Banjarbaru berada di wilayah utara Provinsi Kalimantan Selatan, yang secara
geografis terletak antara 114°41’22” – 114°54’25’’ Bujur Timur dan 3°25’40″ –
3°28’37’’ Lintang Selatan dengan luas wilayah 328,83 Km², yang terbagi atas 5
kecamatan, dan 20 kelurahan.Wilayah Kota Banjarbaru berada pada ketinggian 0–
500 m dari permukaan laut, dengan ketinggian 0–7 m (36,96%), 7-25 m (33,23%),
25-100 m (26,30%), dan 100-500 m (3,51%).
Adapun kondisi fisik tanah yang dipergunakan untuk menggambarkan
kondisi efektif per tumbuhan tanaman adalah kelerengan, kedalaman efektif tanah,
drainase, keadaan erosi tanah, dapat dijelaskan sebagai berikut :Klasifikasi
kelerengan Kota Banjarbaru adalah kelerengan 0-2% mencakup 88,04% luas
wilayah, kelerengan 2-8 % mencakup 8,10 % wilayah, kelerengan 8-15%
4
mencakup 0,35% luas wilayah, sedangkan sisanya kelerengan >15% mencakup
3,51% luas wilayah.
Klasifikasi kedalaman efektif tanah terbagi dalam empat kelas yaitu
kedalaman <30 cm, 3060 cm, 60-90 cm dan >90 cm. Kota Banjarbaru secara umum
mempunyai kedalaman efektif lebih dari 90 cm dimana jenisjenis tanaman tahunan
akan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.Drainase di Kota Banjarbaru
tergolong baik, secara umum tidak terjadi penggenangan. Namun ada daerah yang
tergenang periodik yaitu tergenang kurang dari 6 (enam) bulan, terdapat di
Kecamatan Landasan Ulin yang merupakan peralihan daerah rawa (persawahan) di
Kecamatan Gambut dan Aluh-Aluh.
Empat dari lima kecamatan di Kota Banjarbaru mempunyai lahan pertanian
berupa sawah yang masih aktif ditanami padi. Satu-satunya kecamatan yang tidak
mempunyai lahan pertanian sawah yaitu kecamatan Banjarbaru Selatan. Total luas
panen padi (sawah dan ladang) di Kota Banjarbaru mencapai 1.753 Ha.
Luas lahan perkebunan yang paling luas di Kota Banjarbaru adalah tanaman
karet (1.123 ha) diikuti tanaman kelapa sawit (159 ha).Produksi perikanan di Kota
Banjarbaru meliputi penangkapan di sungai/rawa, kolam, jaring apung, karamba,
dan sawah. Produksi perikanan di Kota Banjarbaru sebagian besar berasal dari
budidaya kolam sebesar 1.985,50 ton.
Seiring dengan perpindahan pusat pemerintahan Provinsi Kalimantan Selatan
ke Kota Banjarbaru hal ini menarik investor untuk membuka usaha perhotelan di
Kota Banjarbaru. Tahun 2017 terdapat 45 buah fasilitas akomodasi di Kota
Banjarbaru. Fasilitas tersebut tersebar di kecamatan Banjarbaru Utara, Banjarbaru
Selatan dan Landasan Ulin, sedangkan di Kecamatan Cempaka belum ada usaha
jasa akomodasi.Fasilitas kesehatan di Kota Banjarbaru berupa 8 buah rumah sakit
dan 10 puskesmas yang didukung oleh 222 dokter yaitu 120 dokter umum, 24
dokter gigi, dan 78 dokter spesialis.

Gambar 1. 1 Kantor walikota banjarbaru Gambar 1. 2 Bundaran Banjarbaru

Gambar 1. 3 Kantor gubernur Kalsel

5
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi lingkungan hidup daerah tempat tinggal asal?
2. Bagaimana pengelolaan lingkungan hidup yang ada di daerah tempat tinggal
asal?

C. Maksud dan Tujuan


1. Mengenal lebih dalam kondisi lingkungan hidup daerah tempat tinggal asal.
2. Mengenal dan menganalisa pengelolaan lingkungan hidup yang ada di daerah
tempat tinggal asal.

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pencemaran lingkungan Seiring dengan Bertambahnya Penduduk


Pencemaran lingkungan adalah suatu kondisi yang telah berubah dari bentuk
asal pada kondisi yang lebih buruk. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia
No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bab
1 Pasal 1 Ayat 14, pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh
kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan yang telah
ditetapkan. Baku mutu lingkungan sendiri dinyatakan pada bab dan pasal yang
sama, dalam ayat 13 adalah ukuran batas atau kadar makhluk, zat, energi atau
komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.
Dengan penjelasan tentang apa itu pencemaran pada kalimat sebelumnya maka
dapat disimpulkan bahwa kerusakan atau berkurangnya kualitas lingkungan hidup
diluar dari aktivitas manusia bukan merupakan pencemaran lingkungan melainkan
fase alami yang terjadi di lingkungan.

Gambar 2. 1 Pencemaran air di drainase

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Banjarbaru mengungkapkan bahwa


saat ini kondisi Sungai di wilayah Kota Banjarbaru mulai mengalami
pencemaran.Hal itu diketahui setelah DLH Banjarbaru menguji sampel baku mutu
air di sungai-sungai tersebut.Melalui Kasi Pemantauan, Pengawasan dan Kajian
Dampak Lingkungan (PPKDL), Dr. Hafid mengatakan beberapa aliran sungai di
Banjarbaru kini mengalami pencemaran dengan kategori ringan.sungai Kemuning
yang mengalami pencemaran lingkungan ringan disebabkan oleh limbah domestik

7
rumah tangga. Sedangkan Sungai Basung Cempaka Banjarbaru yang tercemar,
Hafid menerangkan bahwa dampak dari beberapa limbah dari penambang batu
intan. Salah satu penyebabnya adanya kegiatan di daratan baik dilakukan
masyarakat dalam pengelolaan lingkungan, pola pembuangan limbah yang airnya
langsung masuk ke sungai atau pembuangan sampah ke sungai. Dari hasil ini
diharapkan bisa tetap menjaga kelestarian sungai, agar tidak naik ke level
pencemaran sedang, berat. Denga. memperbaiki kualitas hidup yang tinggal di
sekitar sungai agar tidak membuang limbah ke sungai. Mari tetap jaga kelestarian
untuk generasi yang akan datang.

B. Pengolahan Limbah B3
Menurut PP No. 18/1999 tentang Pengelolaan Limbah B3, limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun disingkat limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau
kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat
dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik, secara langsung maupun tidak
langsung dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, dan/atau
dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia
serta makhluk hidup lain. Sampah rumah tangga di perkotaan pada umumnya
dibuang tercampur dengan komponen sampah B3. Sampah B3 rumah tangga
merupakan sampah kegiatan rumah tangga yang mengandung bahan berbahaya dan
beracun, sehingga harus dikelola agar tidak menimbulkan dampak buruk terhadap
lingkungan dan kesehatan manusia. Saat ini belum ada alur pengelolaani sampah
B3 rumah tangga di kota Banjarbaru yangi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Dalam studi pengelolaan sampah B3 di kota Banjarbaru, dilakukan pengukuran
timbulan dan kompoisi sampah B3 dengan sampling sampah B3 dari masing-
masing sampel berdasarkan tingkat pendapatan tinggi, sedang, dan rendah.
Pengukuran meliputi berat dan volume sampah B3, sedangkan pengukuran
komposisi dilakukan dengan cara pemilahan sampah berdasarkan sumber dan
karakteristik sampah B3. Rata-rata timbulan sampah B3 rumah tangga Kota
Banjarbaru sebesar 0.029 kg/orang/hari dalam satuan berat atau 0.53
liter/orang/hari dalam satuan volume. Semakin tinggi tingkat pendapatan
masyarakat.

Gambar 2. 2 Pabrik pengolahan limbah B3

8
Maka timbullah sampah B3 untuk produk perawatan diri yang dihasilkan juga
semakin besar, sedangkan komposisi produk sampah B3 rumah tangga yang lain
tidak berpengaruh terhadap tingkat pendapatan masyarakat. Komposisi sampahi B3
rumah tangga Kota Banjarbaru berdasarkan jenis penggunaannya terbesar adalah
produk perawatan diri sebesar 76.13% dan produk eletronik sebesar 18.20%.

C. Pengolahan Air Limbah


Pengolahan limbah adalah usaha untuk mengurangi atau menstabilkan zat-zat
pencemar sehingga saat dibuang tidak membahayakan lingkungan dan kesehatan.
Tujuan utama pengolahan air limbah adalah untuk mengurangi kandungan bahan
pencemar terutama senyawa organik, padatan tersuspensi, mikroba patogen, dan
senyawa organik yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme alami. Tujuan
lain dari pengolahan limbah cair adalah mengurangi dan menghilangkan pengaruh
buruk limbah cair bagi kesehatan manusia dan lingkungannya dan meningkatkan
mutu lingkungan hidup melalui pengolahan, pembuangan dan atau pemanfaatan
limbah cair untuk kepentingan hidup manusia dan lingkungannya. Penanganan
limbah menjadi unsur penting dalam menjaga lingkungan di wilayah pasar.

gambar 2. 3 Pengolahan air limbah

Inilah yang dilakukan di Pasar Bauntung Banjarbaru.Air limbah yang


bersumber dari kegiatan pedagang di los basah di pasar ini tak turun begitu saja ke
tanah. Tapi mengalir ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).Pertama akan
masuk ke bangunan resapan. Kemudian diteruskan ke penampungan selanjutnya
untuk diberi oksigen lewat mesin blower,Setelah dua tahapan tersebut, air limbah
kembali mengalir ke penampungan resapan yang kedua. Sebelum akhirnya
dikeluarkan ke selokan.
Proses ini sangatlah penting untuk menjaga kebersihan lingkungan perairan,
ada parameter penentu seberapa bagusnya kualitas air limbah. Parameter berdasar
Permen LHK nomor P.68 tahun 2016 tentang baku mutu air limbah domestik.
Adapun yang dilihat adalah pH (keasaman). Biochemical Oxygen Demand (BOD).
Chemical Oxygen Demand (COD). Total Susppended Solid, minyak dan lemak,
amoniak, total coliform serta debit.
9
gambar 2. 4 IPAL Pengolahan air limbah

D. Sistem Penyediaan Air Bersih


Air merupakan kebutuhan penting dalam kehidupan sehari-hari, Semua
aktivitas yang dilakukan memerlukan air, khususnya air bersih seperti untuk
minum, memasak, mandi dan lain sebagainya. sehingga untuk memenuhi
kebutuhan tersebut sumber air pun harus selalu terpenuhi, air bersih sangat
bergantung pada ketersediaan sumber air bersih yang diantaranya dapat diperoleh
dari tanah dan air permukaan yaitu dapat di sediakan dari sungai, mata air, Bendung
dan embung/waduk.
Semakin meningkatnya populasi disuatu daerah, maka semakin meningkat
pula kebutuhan akan air yang berdampak pada semakin bertambahnya jumlah
sumber air bersih yang tersedia. Pasokan air dari Perusahaan Daerah Air Minum
sebagai pengelola sumber air bersih disuatu daerah pun terkadang masih belum
mampu memenuhi semua kebutuhan penduduk didaerah tersebut akan air bersih
secara kualitas dan kuantitas. Hal tersebut masih terjadi dibeberapa daerah di
Kalimantan Selatan, salah satunya di Kota Banjarbaru, Kecamatan Cempaka.
Prediksi pertumbuhan penduduk pada tahun 2031 sebesar 52.805 jiwa. Sehingga
prediksi besarnya kebutuhan air domestik pada tahun 2031 sebesar 3.295 lter/detik,
kebutuhan air non domestik pada tahun 2031 sebesar 0,659 liter/detik, besarnya air
maksimum yaitu sebesar 5,22 liter/detik. Ketersediaan air sumber sungai Irigasi
masih mampu mencukupi kebutuhan air bersih daerah layanan hingga tahun 2031.
Hal ini dibuktikan dengan debit sumber (Qs = 170 lt/dt) > Debit Kebutuhan Qb =
4,745 lt/dt).
Proyek pembuatan instalasi pengolahan air (IPA) di Pinus II dan reservoir atau
penampungan air bersih di Kota Banjarbaru, pengerjaannya kini mencapai 60
persen. Dari yang tadinya hanya kapasitas 250 liter per detik, jika sudah selesai
akan ditambah lagi menjadi 500 liter per detik. Proyek instalasi pengolahan air
(IPA) di Pinus II berada di lokasi arel hutan Pinus Banjarbaru, dan penyedia jasa
proyek SPAM Banjarbakula 500 liter per detik. Kontraknya senilai Rp 94 miliar,
dirancang sampai November 2021.
10
gambar 2. 5 pegelolaan air bersih di banjarbaru

E. Pengolahan Sampah
Bertambahnya jumlah penduduk akan mengakibatkan bertambahnya volume
timbulan sampah. Oleh karena itu, pengelolaan sampah di TPA perlu ditata dengan
baik, memiliki fasilitas dan teknologi pengolahan yang modern, serta sistem
manajemen yang baik. adanya TPA Regional Banjarbakula yang melibatkan
beberapa kabupaten dan kota di Provinsi Kalimantan Selatan ini. TPA ini memiliki
luas lahan kurang lebih 15 Hektare yang melayani masyarakat di Kota Banjarmasin,
Kabupaten Banjarbaru, Banjar, Barito Kuala, dan Tanah Laut. TPA ini dapat
mengolah sampah sebesar 790 ton perhari. Teknologi yang digunakan adalah
sanitary landfill dilengkapi dengan pengolahan air lindi 1,5 liter perdetik, sehingga
lingkungan sekitar tidak tercemar timbulan sampah dan bau.
Pembangunan TPA dengan teknologi dan pengelolaan sanitary landfill ini
seirama dengan revitalisasi Program Adipura dari KLHK. Undang-undang Nomor
18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah telah mengamanatkan bahwa pemerintah
daerah tidak diperkenankan pengelolaan sampahnya dengan TPA yang open
dumping. Pemerintah Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, menyiapkan tempat
pengolahan sampah terpadu (TPST) yang tersebar pada lima kecamatan di kota itu.
Keberadaan TPST merupakan solusi untuk mengurangi banyaknya sampah yang
dibuang ke TPA dengan jumlah sampah setiap hari mencapai 100 meter kubik dan
diperhitungkan berkurang separuhnya berkat TPST. Melalui TPST, setiap sampah
yang berasal dari TPS di lingkungan masyarakat dipilah dan diolah mesin khusus
sehingga sampah yang masih berguna seperti plastik bisa dimanfaatkan. Setiap
sampah yang masuk ke TPST akan dipilah dan diolah, seperti sampah plastik yang
akan dipilah untuk dijadikan bibit plastik maupun sampah yang bisa diolah menjadi
pupuk melalui komposting. sampah yang diolah TPST akan dikirim kepada pihak
lain yang siap mengolahnya kembali menjadi barang yang lebih berguna, sedangkan
sampah yang dijadikan pupuk komposting akan dibeli pemkot.

11
gambar 2. 6 Tempat pembuangan akhir

F. Pengelolaan Lingkungan Lahan Basah


Eksistensi objek wisata sangat dipengaruhi oleh fenomena, kondisi alam, dan
kultur di suatu daerah. Menurut Balai Pengelolaan Daerah Air Sungai (BPDAS)
Barito Tahun 2014, terdapat sekitar 640.709 hektare lahan kritis di Kalimantan
Selatan (Dishut Provinsi Kalsel 2016). Luas lahan kritis mencapai 17,07% dari
3.753.052 hektare luas Provinsi Kalimantan Selatan. Tingginya angka lahan kritis
disebabkan oleh berbagai faktor mulai dari eks area penambangan yang tercemar
hingga alih fungsi lahan yang membahayakan kelangsungan hutan dan kehidupan
masyarakat. Penanggulangan lahan kritis ini dapat dilakukan dengan cara mengelola
lahan kritis terbengkalaimenjadi area wisata alam tanpa berdampak buruk
padalingkungan. Salah satu wujud dari pengelolaan lahan terbengkalai adalah
pengoptimalan potensi sumber daya alam sesuai dengan nuansa khas daerah setempat
sehingga lahan tersebut dapat menjadi destinasi wisata rekreatif bagi masyarakat,
sekaligus menjaga kelestarian lingkungan hidup.Berkembangnya potensi objek
wisata terlihat dari aktivitas warga dan perekonomian yang menunjang objek wisata
tersebut. Sebagai suatu kota yang berkembang, Banjarbaru memiliki potensi sangat
strategis dalam pengembangan sektor pariwisata di Provinsi Kalimantan Selatan.
Dalam hal ini, Pemerintah Kota Banjarbaru mempunyai agenda pengembangan
potensi pariwisata yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) Banjarbaru. Berdasarkan potensi geografis dan isu lahan kritis
terbengkalai, jenis wisata yang paling menarik untuk dikembangkan di Banjarbaru
adalah wisata alam. Salah satu lokasi lahan kritis terbengkalai Banjarbaru terdapat
pada eks lahan tambang intan PT Galuh Cempaka yang sudah berhenti operasi sejak
tahun 2009 (Gambar 1). Perancangankawasan wisata alam dapat mengatasi isu lahan
terbengkalai dan mengoptimalkan potensi sumber daya alam setempat melalui
aktivitas wisata lingkungan dengan masyarakat sekitar. Masyarakat di sekitar
Kelurahan Palam Kota Banjarbaru secara swadaya mengelola kegiatan wisata Danau
Seran sejak tahun 2014 di lahan eks penambangan intan PT Galuh Cempaka.
Aktivitas tersebut tentu saja telah memunculkan aktivitas ekonomi baru di wilayah
tersebut. Banyak kegiatan wisata lainnya yang dapat dilakukan di sana, namun sarana
dan prasarana penunjang kegiatan pariwisata masih belum lengkap.

12
gambar 2. 7 Pengelolaan lahan basah

G. Kualitas Udara
Udara bersih adalah hak bagi seluruh masyarakat. Dengan udara bersih, kita
bisa bernapas dengan bebas, menghirup udara dengan leluasa, dan mendapatkan
oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh. Namun udara yang bersih mempunyai standar
mutu dan untuk mengetahui mutu udara di suatu wilayah diperlukan alat untuk
memantau kualitas udara agar kita bisa mendapatkan udara yang layak, bersih dan
nyaman.
Stasiun Pemantauan Kualitas Udara Ambien (SPKUA) Otomatis merupakan
sistem pemantauan kualitas udara ambien otomatis kontinyu yang terintegrasi di
dalam suatu jaringan untuk mengetahui kualitas udara ambien di suatu daerah/kota
pada waktu tertentu. Parameter yang terukur adalah PM10, PM2,5, NO2, SO2, CO,
O3, dan HC, serta peralatan meteorologi yang mengukur parameter arah angin,
kelembaban, radiasi matahari, curah hujan, dan temperatur. Kota Banjarbaru
memiliki Stasiun Pemantauan Kualitas Udara Ambien (SPKUA) Otomatis yang
berlokasi di RTH Al Munawarah, merupakan kerjasama antara Pemerintah Kota
Banjarbaru dengan Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan
Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia dan dikelola oleh
Dinas Lingkungan Hidup Kota Banjarbaru pada Bidang Tata Lingkungan. Video ini
merupakan visualisasi mengenai pengenalan SPKUA serta tata cara untuk mengakses
kualitas udara dan ISPU di wilayah Kota Banjarbaru.

H. Permasalahan Lingkungan Akibat Aktivitas Penambangan Intan


Kalimantan Selatan merupakan salah satu provinsi di Indonesia dengan
lingkungan alam yang memiliki potensi pertambangan cukup menjanjikan. Provinsi
Kalimantan Selatan memiliki berbagai potensi sumberdaya alam yang terbagi
menjadi bahan galian energi, bahan galian logam dan bahan galian industri yang salah
satunya adalah intan dan tegolong dalam bahan galian industri yang hanya terdapat
di Kota Banjarbaru (Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu,
2018). Salah satu kota di Kalimantan Selatan dengan potensi pertambangan yang
13
cukup menjanjikan yaitu Kota Banjarbaru. Banjarbaru merupakan wilayah kaya
sumber daya alam yang dijadikan tempat pertambangan seperti tambang batubara,
emas, tembaga. Kota Banjarbaru merupakan salah satu wilayah di Kalimantan
Selatan yang dikenal masyarakat luas sebagai daerah penghasil intan. Banyak
wilayah di kota Banjarbaru yang dijadikan sebagai lokasi penambangan, PT Galuh
Cempaka salah satunya (Saud & Khairani, 2021)
Salah satu hasil tambang yang terkenal di Banjarbaru adalah intan. Intan
merupakan batu permata yang berkilauan berasal dari karbon murni dalam bentuk
kristal. Intan terbentuk bersamaan dengan pembekuan batuan ultrabasa misal periodit
dan kimberlit. Kristalisasi intan pada kimberlite pipe terbentuk pada kedalaman 60
mil (kurang lebih 95 km) atau lebih dalam di bawah permukaan bumi dan pada
temperatur 1.500 2.000°C dan mempunyai hablur dengan sistem kubus, umumnya
berwarna bening tetapi kadang-kadang berwarna kebiruan, kehijauan kemerahan atau
kuning, berat jenis 3.52 dengan kilap adamantin dengan garis tengah atom 1.54° A
dengan tingkat kekerasan pada skala Mohs mencapai angka 10 atau 8.000-8.500 knop
(Sukandarrumidi. 1998; Nasution dkk.. 2021).
Potensi intan yang ada di Kalimantan Selatan terbentuk karena dilatarbelakangi
oleh berbagai proses. Spekulasi mengenai proses pembentukan intan di Pulau
Kalimantan, termasuk Provinsi Kalimantan Selatan dibagi menjadi empat
berdasarkan pemodelan geologi Spekulasi pertama terjadi karena intan berasosiasi
dengan batuan ultramafic yang hancur sebagai ophiolite. Kedua, intan terbentuk
karena proses yang terdapat pada zona subduksi dan terbawa ke permukaan melalui
proses yang tidak termasuk dalam kimberlite pipe atau lamproite. Ketiga, intan di
Kalimantan telah tertransportasi dalam jarak yang sangat jauh oleh sistem- sistem
perairan sungai besar yang terdrainase dari Subimasu Terrane sebelum Kalimantan
terpisah dengan Indocina. Keempat, intan terbentuk melalui sungai besar dari bagian
barat laut Australia dan mengalami transportasi sebelum bagian Kalimantan terpisah
pada kurun waktu Jurra (White et al., 2016; Nasution dkk., 2021). Penambangan yang
populer di Kalimantan selatan khususnya di Banjarbaru yaitu tambang intan di
Cempaka. Penambangan intan yang ada di Kota Banjarbaru yang terletak di
Kecamatan Cempaka dan tergolong dalam penambangan skala kecil karena
merupakan tambang rakyat. Pertambangan rakyat adalah jenis pertambangan tertua
yang pernah ada dan biasanya umum ditemukan pada daerah dengan karakteristik
masyarakat yang miskin (Owusu et al, 2019; Nasution dkk., 2021).
14
Perusahaan yang mengelola pertambangan yang ada di Banjarbaru yaitu PT.
Galuh Cempaka yang berlokasi di Desa Tambak Jariyah Kelurahan Palam
Kecamatan Cempaka. Penambangan Intan Alluvial sendiri dilakukan oleh PT. Galuh
Cempaka di Kelurahan Palam Kecamatan Cempaka dan Guntung Manggis Kota
Banjarbaru Provinsi Kalimantan Selatan. Dari hasil kegiatan penambangan intan
tersebut terjadilah 3 (tiga) buah danau bekas galian tambang (void). Beberapa tahun
lamanya penambangan intan oleh PT. Galuh Cempaka tidak dioperasikan, namun
sejak tahun 2018 kemarin hingga sekarang penambangan intan tersebut kembali
dioperasikan. Dengan keadaan perairan alam yang memiliki kadar asam yang tinggi.
perusahaan tambang banyak dirugikan akibat rusaknya alat-alat penambangan yang
korosi akibat kadar pH perairan yang rendah (suasana asam) (Permatasari dkk.,
2022). Kegiatan tambang intan di cempaka biasanya dilakukan dengan cara
tradisional dan modern. Tambang intan tradisional merupakan warisan turun temurun
di Kecamatan Cempaka. Sistem yang sering digunakan yaitu dengan cara modern
karena sudah di mudahkan dengan adanya teknologi yang mendukung dalam
penambangan.
Penambang biasanya berkelompok hingga belasan orang disuatu lubang galian
dengan kedalaman hingga belasan meter memakai alat sederhana seperti tangga kayu,
selang air, mesin sedot, cangkul, karpet, dulang dan sluice box tradisional.
Meningkatnya permintaan intan menjadikan semakin banyaknya kegiatan
penambangan, banyak lahan berubah menjadi tambang (Ramadhani dkk., 2022).
Aktivitas pertambangan mempunyai relevansi nyata terhadap kondisi perubahan
lingkungan dan akan berdampak terhadap sumberdaya perairan maupun lingkungan
yang disebabkan oleh kegiatan/aktivitas panambangan tersebut (Iriadenta dkk..
2019). Pada umumnya, kegiatan pertambangan memunculkan dua sisi yang sangat
berlawanan, yakni dapat bersifat menguntungkan ketika pertambangan menghasilkan
income dan pertumbuhan ekonomi dan menjadi sangat merugikan ketika
pertambangan membahayakan kesehatan, keselamatan dan memunculkan kerusakan
pada lingkungan (Mancini & Serenella, 2018; Nasution dkk., 2021). Hal lain yang
ditimbulkan dari adanya kegiatan pertambangan yaitu permasalahan lingkungan.
Masalah lingkungan disebabkan karena ketidak mampuan mengembangkan sistem
sosial, gaya hidup yang tidak mampu membuat hidup kita selaras dengan lingkungan
(Agung Suprihatin, 2013). Dapat disimpulkan bahwa kegiatan pertambangan
memang menguntungkan dari aspek ekonomi yaitu sebagai mata pencaharian bagi
15
penduduk yang tinggal di daerah sekitar tambang tersebut, namun konsekuensi dari
adanya kegiatan tambang tak ter-elakkan adanya aktivitas pertambangan dapat
merugikan baik dari segi kesehatan maupun permasalahan lingkungan. Masalah
lingkungan adalah kondisi- kondisi dalam lingkungan biofisik yang menghalangi
peruasan atau pemenuhan kebutuhan manusia untuk kesehatan dan kebahagiaan
(Agung Suprihatin, 2013).
Menurut (Nasution dkk.. 2021) Semakin tahun, jumlah penambang semakin
berkurang dikarenakan intan yang ditambang sudah semakin sulit ditemukan.
Berkurangnya jumlah penambang ini terjadi karena mereka mendapat pekerjaan lain
seperti menggali sumur maupun membantu menggarap kebun dan sawah orang.
Selain itu, keberadaan intan yang semakin sedikit, menyebabkan penambang juga
beralih menjual kerikil dan pasir dari hasil menambang sehingga komoditas Bahan
Galian Golongan C menjadi alternatif lain ketika intan sangat jarang dijumpai.
Gambaran kondisi ekonomi para penambang juga tidak pernah mengalami
peningkatan sejak akhir tahun 1980 ketika penambangan intan sedang gencar
gencamya dilakukan, sehingga dapat dikatakan bahwa penambang masih belum
sejahtera. Padahal kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dari kegiatan
pertambangan ini sudah sangat mengkhawatirkan, namun ternyata tinggi intensitas
pertambangan yang menyebabkan kerusakan lingkungan tidak berjalan seiringan
dengan kenaikan pada sisi ekonomi. (Nasution dkk., 2021).
Berdasarkan identifikasi dan pengalaman dampak lingkungan yang disebabkan
oleh adanya aktivitas industri pertambangan antara lain: berubahnya morfologi alam,
ekologi hidrologi pencemaran air, udara dan tanah. Perubahan morfologi atau
bentang alam misalnya kegiatan eksploitasi yang dilakukan pada morfologi
perbukitan, kemudian adanya aktivitas penggalian maka akan berubah menjadi
dataran, kubangan atau kolam kolam besar. Perubahan morfologi menjadi lubang
besar dan dalam tentu saja akan menyebabkan terjadinya perubahan sistem ekologi
dan hidrologi di daerah tersebut. Pencemaran air, udara dan tanah dapat disebabkan
oleh debu dari aktivitas penggalian. debu dari aktivitas penghancuran atau pengecilan
ukuran bijih dan limbah logam berat dan bahan beracun lainnya dari buangan proses
pengolahan dan pemurnian (Sudrajat, 2010; Iriadenta dkk., 2019). Menurut (Nasution
dkk., 2021) mengatakan bahwa jenis kerusakan lingkungan yang terjadi akibat
aktivitas pertambangan intan merupakan kerusakan yang mencakup seluruh aspek
abiotik biotik dan kultural. Analisis tingkat kerusakan menunjukkan bahwa titik
16
pengamatan 4 di Kelurahan Sungai Tiung menjadi titik dengan tingkat kerusakan
yang berat. Kerusakan terberat terjadi pada aspek abiotik yang terdiri dari beberapa
unsur parameter seperti kerusakan tanah berupa bekas lubang galian, lahan terbuka.
tidak ada perlindungan tanah pucuk dan reklamasi. Upaya pengelolaan berupa
penutupan lahan tambang, melakukan reklamasi menerapkan konsep good mining
practice, dan mengalih fungsikan lokasi pertambangan menjadi tujuan wisata
merupakan strategi yang sesuai untuk kerusakan lingkungan yang ada. Potensi
kerusakan lingkungan pada lokasi pertambangan akan selalu ada, bahkan pada jenis
pertambangan skala kecil. Kegiatan pertambangan yang memerhatikan pada
keberlanjutan dapat meminimalisir kerusakan yang akan terjadi. Koordinasi yang
baik antara pemerintah dan masyarakat serta penerapan kebijakan dan regulasi yang
tepat dapat menjadi langkah utama dalam mengatasi permasalahan kerusakan
lingkungan karena kegiatan pertambangan (Nasution dkk., 2021). Dalam eksploitasi
atau pemanfaatan lingkungan juga perlu diadakan pelestarian lingkungan. Oleh
karena itu dalam prosesnya tidak hanya lingkungan alam yang harus dipertimbangkan
namun manusianya juga harus di perhatikan.(Agustin & Brata, 2019).
Menurut (Bansah et.al. 2018; Nasution dkk. 2021) menjelaskan dalam
penelitiannya bahwa munculnya tambang-tambang ilegal yang berskala kecil dapat
disebabkan oleh faktor regulasi dan susahnya mengurus izin tambang sehingga bagi
penambang dengan kompetensi pendidikan yang rendah cenderung merasa malas
untuk mengurusnya dan lebih memilih tetap bertahan pada status ilegal di tambang
tersebut. Kondisi serupa juga terjadi pada tambang intan di Kecamatan Cempaka
kendala -kendala tersebut juga turut menjadi faktor mengapa sampai sekarang
kerusakan lingkungan pada area penambangan intan terus terjadi. Penambangan intan
yang tergolong sebagai pertambangan rakyat merupakan jenis pertambangan yang
tidak pasti dan keberlanjutannya patut dipertanyakan. Di sisi lain jenis tambang
seperti ini memang dijadikan sebagai tempat mata pencaharian pokok oleh
masyarakat sekitar, namun seiring berjalannya kerusakan lingkungan yang ada juga
akan semakin diperparah oleh adanya aktivitas tersebut (Nasution dkk., 2021).
Hasil pengharkatan menunjukkan bahwa aspek abiotik adalah aspek yang
paling mengalami kerusakan karena penambangan intan dengan skor 3 atau
dinyatakan "rusak" pada tiap parameternya. Perolehan hasil pada tiap kelas di
masing-masing aspek memiliki perbedaan terkait seberapa besar kerusakan yang
terjadi sehingga dilakukan perhitungan kembali untuk memeroleh persentase yang
17
menunjukkan aspek mana yang mengalami kerusakan paling besar di tiap kelasnya.
Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan bahwa aspek abiotik adalah aspek
dengan persentase kerusakan tertinggi.
Potensi kerusakan lahan & rawan banjir di daerah sekitar tambang intan
• Potensi kerusakan lahan
Eksploitasi Pertambangan menyebabkan kerusakan lahan dan kehilangan
vegetasi serta merubah ekosistem sehingga keseimbangan alam menjadi
terganggu. Masyarakat yang berada di sekitar kegiatan penambangan merasakan
dampaknya.(Muis, 2020). Identifikasi jenis kerusakan lingkungan dibagi
menjadi tiga aspek yakni abiotik, biotik dan kultural dengan variabel atau
parameter yang telah disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Aspek abiotik
mewakili kondisi fisik, aspek biotik mewakili kondisi hewan dan tumbuhan dan
aspek kultural merepresentasikan kondisi sosial ekonomi masyarakat (Nasution
dkk., 2021). Penambangan intan di Kecamatan Cempaka telah ada sejak dulu dan
dikelola langsung oleh masyarakat serta tergolong sebagai tambang rakyat yang
berskala kecil. Keberadaan tambang intan memunculkan permasalahan pada
lingkungan berupa kerusakan. Kerusakan yang ditimbulkan mencakup seluruh
aspek seperti abiotik, biotik dan kultural (Nasution dkk., 2021). Menurut
(Nasution dkk., 2021) Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan, pada tahap
identifikasi jenis kerusakan lingkungan dapat diketahui bahwa terdapat
kesesuaian antara acuan dari parameter yang digunakan dengan jenis kerusakan
yang ada di lokasi penambangan intan. Selain itu, aspek abiotik adalah aspek
yang teridentifikasi mengalami kerusakan paling tinggi den gan jumlah skor 3
atau "Rusak" pada empat dari lima parameter yang ada. Dengan kata lain dapat
dikatakan bahwa identifikasi kerusakan lingkungan akibat dari adanya aktivitas
tambang intan dapat berpengaruh pada kerusakan lingkungan jika dilihat dari
berbagai aspek. salah satunya aspek abiotik yang dimana dengan tingkat
kerusakan lahan bekas tambang intan paling tertinggi.
Penambangan intan yang berlokasi di Kecamatan Cempaka ini terletak di
dua Kelurahan, yakni Kelurahan Cempaka dan Kelurahan Sungai Tiung. Proses
kegiatan pertambangan intan dilakukan secara bertahap, mulai dari persiapan
hingga tahap akhir. Pada proses tahapan penambangan umumnya dilakukan
secara tradisional.. namun seiring berjalannya waktu proses penambangan secara
tradisional beralih menjadi semi-mekanik (Nasution dkk., 2021). Aktivitas
18
penambangan intan yang dilakukan secara semi-mekanik menggunakan beberpa
peralatan seperti mesin pompa. Penggunaan mesin pompa dalam tahapan semi-
mekanik menjadi dominan digunakan dengan tujuan hasil intan yang didapat
lebih banyak secara efektif dan efisien. Seiring berjalannya waktu penggunaan
dan pengembangan teknologi pada proses output penambangan berubah menjadi
sebuah ketergantungan antara masyarakat terhadap sumber daya alam (Reed
dalam Kahhat et al. 2019; Nasution dkk., 2021).
Penambangan intan yang bersifat semi mekanik menggunakan mesin
pompa untuk menyedot dan menyemprot air agar proses membuat lubang galian
dalam mencari intern menjadi lebih cepat akan tetapi perubahan ini membawa
kerusakan terhadap lingkungan. Seperti kegiatan tambang-tambang rakyat
lainnya, Nasution dkk., 2021). Penggunaan mesin ketika menambang sangat
tidak ramah lingkungan dan cepat merusak tanah, sehingga potensi kerusakan
yang dihasilkan akan lebih besar dibandingkan dengan menambang tanpa
menggunakan mesin (Nasution dkk., 2021). Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa aktivitas pertambangan intan dengan menggunakan mesin berpotensi
pada kerusakan lahan bekas tambang.
• Potensi rawan banjir
Selain memberikan dapak negatif terhadap keruskan lahan, keberadaan
tambang intan di Kampung Pumpung Kecamatan Cempaka berpotensi
menyebabkan terjadinya banjir (Ramadhani dkk., 2022). Meningkatnya
permintaan intan menjadikan semakin banyaknya kegiatan penambangan,
banyak lahan berubah menjadi tambang. Perubahan tutupan lahan tidak
terbangun menjadi terbangun berefek kenaikan debit banjir (Nurhamidah, dkk.,
2018; Ramadhani dkk., 2022). Pemakaian suatu lahan yang tidak cocok dengan
kemampuan serta peruntukannya bisa menambah resiko banjir (Kadir, dkk.,
2016; Ramadhani dkk.. 2022) kegiatan pertambangan intan juga dapat
mempengaruhi karakteristik hidrologi. Menurut (Ramadhani dkk.. 2022)
Karakteristik hidrologi yang terganggu dapat memicu kerawanan bencana alam
yang berdampak pada lingkungan sekitarnya. Dampak lain dari Kegiatan
penambangan intan mengakibatkan adanya sedimentasi di sekitaran sungai
akibat material yang dibuang oleh mesin sedot ke sungai yang memicu terjadinya
sedimentasi (Ramadhani dkk., 2022).

19
Peningkatan Potensi banjir yang terjadi di daerah kawasan tambang intan
akan meningkat ketika memasuki musim penghujan. Daerah galian sekitar
tambang akan berubah menjadi danau yang tergenang oleh air hujan. Menurut
(Nasution dkk, 2021) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa ketika memasuki
musim hujan, lubang galian ini akan berubah drastis seperti danau yang dipenuhi
oleh air sampai permukaan atas lubang galian. Kedalaman lubang galian yang
mencapai 20 meter memperlihatkan kondisi perubahan yang sangat drastis pada
lubang galian ketika musim kemarau dan musim hujan. Kualitas air limbah cair
bekas galian tambang intan berpengaruh terhadap tahan tahan beberapa jenis
ikan budidaya. Ikan yang paling banyak mengalami kematian secara berturut-
turut adalah ikan Nila (Oreochromis Niloticus) dan diikuti dengan kematian Ikan
Mas (Cyprinus carpio). Lingkungan habitat ikan yang sudah tercemar atau
mengalami perubahan pada kualitas air baik secara ringan ataupun berat maka
dapat mempengaruhi kehidupan organisme air hingga mengalami kematian
(Permatasari dkk., 2022)
Mortalitas ikan uji yang banyak mengalami kematian di akibatkan oleh
limbah cair bekas galian tambang intan yang sudah tercemar dan banyak
mengandung zat berbahaya seperti besi (Fe), merkuri (Hg), asam florida (Hen)
dan masih banyak kandungan yang berbahaya lainnya bagi daya tahan hidup
ikan. Hal inilah yang menyebabkan tingkat mortalitas ikan menjadi tinggi dan
daya tahan tubuh ikan menjadi rendah, selain parameter fisika dan kimia yang
tidak mencakup standar baku mutu yang diperolehkan, kandungan logam
beratnya yang bersifat toksik lah yang menjadi penyebab utama kematian ikan
(Permatasari dkk., 2022).

gambar 2. 8 Dampak tambang intan gambar 2. 9 Sisa tambang

20
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Pengelolaan terhadap lingkungan perlu dilakukan agar lingkungan masih bisa
berfungsi dengan baik sehingga dapat menopang kehidupan manusia dimasa yang
akan mendatang, menuju generasi seterusnya. Pengelolaan terhadap sampah, limbah,
limbah B3, kesehatan atau sanitasi lingkungan, air, lahan basah, tambang, dan energi
dilakukan agar manusia bisa mengeksploitasi atau menggunakan dengan maksimal
kekayaan alam yang ada di lingkungan namun tetap bertanggung jawab atas efek
samping yang akan terjadi. Pengelolaan lingkungan yang ada di daerah Kota
Banjarbaru terbilang masih terkebelakang dibandingkan dengan daerah lain yang ada
di Kalimantan Selatan. Wilayahnya yang berupa banyak sungai serta sangat luas
mungkin mengakibatkan sulitnya dilakukan pengelolaan lingkungan dengan baik.
B. Saran
Agar kedepannya kita bisa menjaga lingkungan kita, khususnya kita selaku
masyarakat kota banjarbaru demi terciptanya banjarbaru yang indah dan lestari
lingkungannya. Mari bersama-sama mulai dari hal yang kecil hinnga menjadi dampak yang
besar dan marilah kita lestarikan lingkungan kita.

21
DAFTAR PUSTAKA
Adefitri, W. (2016). Pemetaan Kondisi Sanitasi Masyarakat di Sekitar TPA Piyungan,
Bantul, Yogyakarta. Yogyakarta : Universitas Islam Indonesia
Ari, S. P. (2016). Tanggung Jawab PT. Perkebunan Glenmore dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Jember : Universitas Muhammadiyah Jember.
Ciptaningayu, T. N. (2017). Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3)
Laboratorium Di Kampus ITS. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Repository, 127.
Danhas, Y. H., Dewata, I. (2018). Pencemaran Lingkungan. Depok : Penerbit RajaGrafindo
Persada.
Harianto, S. P., Dewi, S. P. (2017). Biodiversitas Fauna di Kawasan Budidaya Lahan
Basah. Lampung : Universitas Lampung.
Hendra, Y. (2016). Perbandingan Sistem Pengelolaan Sampah di Indonesia dan Korea
Selatan: Kajian 5 Aspek Pengelolaan Sampah. Aspirasi, 7, 77–91.
Manik. K, E, S. (2016). Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta : Penerbit Kencana.
Samudro, G. (2016). Konservasi Energi Berbasis Renewable Energy Technology Dengan
Pemanfaatan Teknologi Microbial. Jurnal Presipitasi : Media Komunikasi Dan
Pengembangan Teknik Lingkungan, 13(2), 57.
Sidik, F. (2016). Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Distribusi PDAM Unit
Operasional Kecamatan Mlati Kabupaten Sleman. Yogyakarta : Universitas Atma
Jaya Yogyakarta
Amran, Sungai di BanjarBaru Tercemar, DLH:Mari Tetap Jaga Kelestarian Untuk
Generasi Akan Datang, https://klikkalsel.com/sungai-di-banjarbaru-tercemar-dlh-
mari-tetap-jaga-kelestarian-untuk-generasi-akan-datang, (19/12/2022).
Barokah Anisa Syarifah, Analisis Permasalahan Lingkungan Akibat Aktivitas
Penambangan Intan Kecamatan Cempaka Kalimantan Selatan,
https://osf.io/hstfk, (19/12/2022).

22

Anda mungkin juga menyukai