Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH PENGANTAR SOSIOLOGI

“PERILAKU MENYIMPANG DAN ANTI SOSIAL”

NAMA: ARIESTA THIERRY HENRI PULUMBARA


NIM: 2022350750001
FAKULTAS: ILMU SOSIAL DAN ILMU PEMERINTAHAN
PRODI: HUBUNGAN INTERNASIONAL
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perilaku menyimpang merupakan perilaku yang tidak sesuai dengan norma yang
berlaku dalam masyarakat ataupun tindakan yang berbeda dari kebiasaan atau gaya hidup
dalam suatu masyarakat. Namun, tidak semua penyimpangan bersifat negatif ataupun
merugikan, ada juga penyimpangan yang bersifat positif yang menimbulkan inovasi yang
baru dalam bermasyarakat. Penyimpangan disebabkan oleh banyak dorongan yang
ditimbulkan dari lingkungan maupun dari diri pelaku sendiri.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa Itu Perilaku Menyimpang dan Antisosial
2. Batasan Perilaku Menyimpang
3. Jenis Penyimpangan Beserta Contohnya
4. Ciri-Ciri Perilaku Menyimpang
5. Fungsi Perilaku Menyimpang
6. Penyebab Perilaku Menyimpang
7. Karakteristik Antisosial
8. Ciri Kepribadian Antisosial

1.3. Tujuan
Tujuan penulisan untuk makalah ini adalah :
1. Memenuhi salah satu tugas Mata Pelajaran Pengantar Sosiologi
2. Untuk mengetahui perilaku menyimpang dan antisosial
3. Untuk mengetahui jenis-jenis perilaku menyimpang
4. Untuk mengetahui karakteristik pelaku antisosial
BAB 2
PEMBAHASAN

1.
2.
2.1. Apa Itu Perilaku Menyimpang dan Antisosial
Perilaku menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma
yang berlaku dalam suatu sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang
berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku tersebut.
Komunitas antisosial dapat dikatakan sebagai bentuk kelompok anak-anak atau orang-
orang yang memiliki gaya hidup sesuai dengan selera mereka, tanpa disadari apakah
selera tersebut sejalan dengan nilai dan norma sosial atau tidak.

1.
2.
2.1.
2.2. Batasan Perilaku Menyimpang
1. James Vander Zander, membuat batasan perilaku menyimpang meliputi semua
tindakan yang dianggap sebagai hal yang tercela dan diluar batas-batas toleransi oleh
sejumlah besar orang.
2. Robert M. Z. Lawang, membatasi perilaku menyimpang meliputi semua tindakan
yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial dan
menimubulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk
memperbaiki perilaku tersebut.
3. Bruce J. Cohen, membatasi perilaku menyimpang sebagai setiap perilaku yang tidak
berhasil menyesuaikan diri dengan kehen dak masyarakat atau kelompok tertentu
dalam masyarakat.
4. Paul B. Horton, penyimpangan adalah setiap perilaku yang dinyatakan sebagai
pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat.

2.3. Jenis Penyimpangan Dan Contohnya


A. Penyimpangan Positif
Penyimpangan yang bersifat positif merupakan suatu bentuk penyimpangan
atau perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku,
tetapi mempunyai dampak positif terhadap dirinya maupun masya rakat.
Penyimpangan ini memberikan unsur inovatif dan kreatif sehingga dapat diterima
oleh masyarakat, meskipun caranya masih belum umum atau menyimpang dari
norma yang berlaku.
Misalnya, pada masyarakat yang masih tradisional, perempuan yang mela
kukan aktivitas atau menjalin profesi yang umum dilakukan oleh laki-laki seperti
berkarier di bidang politik, menjadi pembalap, sopir taksi, anggota militer, dan lain
lain oleh sebagian orang masih dianggap tabu. Namun, hal tersebut mempunyai
dampak positif, yaitu meningkatnya emansipasi wanita.

B. Penyimpangan Negatif
Penyimpangan yang bersifat negatif merupakan penyimpangan yang cende
rung mengarah pada tindakan yang dipandang rendah, berdampak buruk serta
merugikan bagi pelaku dan juga masyarakat. Bobot penyimpangan negatif dapat
dilihat dari norma-norma atau nilai-nilai yang telah dilanggar. Pelanggaran terhadap
norma-norma kesopanan dinilai lebih ringan dibanding pelanggaran terhadap norma
hukum. Contoh penyimpangan yang bersifat negatif adalah membolos,
pembunuhan, pencurian, korupsi, penyimpangan seksual dan sebagainya.

2.4. Ciri-Ciri Perilaku Menyimpang


Paul Horton mengemukakan ada enam ciri-ciri perilaku menyimpang di antaranya:
1. Penyimpangan harus dapat didefinisikan, yaitu perilaku tersebut memang benar-
benar telah dicap sebagai penyimpangan karena merugikan banyak orang atau
membikin keresahan masyarakat, walaupun kenyataannya tidak semua perilaku
menyimpang me rugikan orang lain. Dasar pedomannya adalah nilai dan norma yang
diakui oleh sebagian besar mayoritas, sehingga jika terdapat perilaku yang tidak
sejalan dengan nilai-nilai dan norma subjek tif mayoritas masyarakat, maka perilaku
tersebut dikatakan me nyimpang.
2. Penyimpangan bisa diterima bisa juga ditolak, artinya tidak se mua perilaku
menyimpang dianggap negatif, tetapi adakalanya perilaku menyimpang itu justru
mendapat pujian. Seseorang yang memiliki kelebihan paling genius di antara teman-
temannya ada lah penyimpangan, tetapi penyimpangan tersebut justru disukai. Di
dalam peristiwa peperangan seorang prajurit yang berkhianat memihak pada musuh
dianggap sebagai pembelot (menyimpang), tetapi di kalangan musuh ia adalah
pahlawan, sebab telah berjasa membeberkan kelemahan musuhnya.
3. Penyimpangan relatif dan penyimpangan muilak, artinya tidak ada satu pun
manusia yang sepenuhnya berperilaku selurus-lurusnya sesuai dengan nilai dan
norma sosial (konformis) atau sepenuh nya berperilaku menyimpang. Patokan yang
digunakan untuk menentukan apakah tindakan menyimpang dikategorikan seba gai
penyimpangan mutlak atau relatif adalah frekuensi penyim pangan yang dilakukan.
Jika pelaku penyimpangan masih dapat ditoleransi oleh banyak orang, maka perilaku
tersebut dianggap penyimpangan relatif, akan tetapi jika tindakan penyimpangan
tersebut frekuensinya lebih besar maka tindakan yang demikian ini digolongkan
sebagai penyimpangan mutlak.
4. Penyimpangan terhadap budaya nyata dan budaya ideal, artinya suatu tindakan
yang senyatanya jika dilihat dari budaya yang ber laku di dalam struktur masyarakat
tersebut dianggap konform, namun oleh peraturan hukum positif dianggap
penyimpangan. Misalnya adat masyarakat Jawa di hari-hari tertentu memiliki ke
biasaan membuang bunga atau sesaji di perempatan jalan umum, sedangkan menurut
peraturan daerah yang mengatur tentang kebersihan, maka perbuatan tersebut adalah
menyimpang sebab bunga dan sesaji yang dibuang oleh masyarakat tersebut dikate
sampah.
5. Terdapat norma-norma penghindaran dalam penyimpangan, maksudnya adalah
pola perbuatan yang dilakukan orang untuk memenuhi keinginannya tanpa harus
menentang nilai dan nor ma tetapi sebenarnya perbuatan itu menentang norma. Di
dalam norma agama Islam terdapat aturan bahwa bunga dari transaksi utang piutang
adalah riba. Agar tindakan membungakan uang dalam proses utang piutang tidak
dianggap haram, maka mereka menciptakan norma penghindaran, agar pelaku tidak
terjebak pada penyimpangan norma. Norma penghindarannya sering kali membuat
istilah bagi hasil, bukan bunga pinjaman. Terkadang banyak gejala suap di tubuh
birokrasi untuk memudahkan urusan administrasi. Akan tetapi, pelaku sering kali
menolak dikatakan menerima suap, mereka sering kali mengatakan itu adalah hibah,
ucapan terima kasih, dan hadiah.
6. Penyimpangan sosial bersifat adaptif (penyesuaian), artinya tin dakan ini tidak
menimbulkan ancaman disintegrasi sosial, tetapi justru diperlukan untuk memelihara
integritas sosial. Dinamika sosial merupakan salah satu produk dari proses sosial
yang ti dak bisa dihindari oleh siapa pun. Misalnya gerakan sosial politik pro
demokrasi yang menentang keberadaan pemerintahan yang otoriter semula dianggap
sebagai bentuk tindakan menyimpang, akan tetapi gerakan tersebut justru didukung
oleh banyak orang, sehingga keberadaan gerakan sosial politik anti-pemerintah justru
dianggap konform. Misalnya gerakan people power di Filipina yang menggulingkan
pemerintah rezim Ferdinand Marcos pimpinan Corazon Aquino.

2.5. Fungsi Perilaku Menyimpang


Pada umumnya, perilaku menyimpang dinilai negatif oleh masyarakat. Demikian
pula, menurut pandangan umum perilaku itu dianggap merugikan masyarakat. Namun,
ternyata menurut salah seorang pendiri scsiologi, Emile Durkheim (1895-1982), perilaku
menyimpang bukanlah perilaku yang semata-mata tak normal dan melulu bersifat
negatif. Menurutnya, perilaku menyimpang memiliki kontribusi positif bagi
kelangsungan masyarakat secara keseluruhan. Durkheim berpendapat, bahwa ada empat
kontribusi penting dari perilaku menyimpang, yaitu sebagai:
A. Perilaku menyimpang memperkukuh nilai-nilai dan norma dalam masyarakat.
Setiap konsep kebajikan merupakan lawan dari ketidakbaikan. Dengan demikian,
tidak akan ada kebaikan tanpa ada ketidakbaikan. Karena itu, perilaku menyimpang
memiliki guna untuk semakin meneguhkan moralitas masyarakat.
B. Tangapan terhadap perilaku menyimpang akan memperjelas batas moral. Dengan
menyatakan beberapa orang sebagai pelaku perilaku menyimpang, masyarakat
memiliki kejelasan batas mengenai apa yang benar dan apa yang salah. Contoh,
tindakan kekerasan dan kebrutalan yang dilakukan oleh anggota geng motor di
beberapa kota besar di Jawa Barat justru mempertegas mana kelompok asosiasi yang
benar dan kelompok asosiasi yang salah. Batasan yang tegas tersebut semakin
mempertegas identitas kelompok anggota geng motor yang dahulunya kurang
dipedulikan keberadaannya oleh masyarakat, maka semenjak anggota kelompok geng
motor melakukan tindakan kebrutalan dan kekerasan, maka banyak anggota
masyarakat yang semakin mem bencinya.
C. Tanggapan terhadap perilaku menyimpang akan menumbuhkan kesatuan
masyarakat. Masyarakat umumnya menindak perilaku menyimpang yang serius
dengan tindakan tegas secara bersama sama. Dengan demikian, masyarakat
menegaskan kembali ikatan moral yang mempersatukan mereka. Contoh, ketika
kelompok geng motor melakukan aksi kebrutalan di jalanan dan di toko-toko
swalayan, maka banyak di antara anggota masyarakat bersatu mengutuk tindakan
para anggota geng motor dan bersama-sama menuntut kepada aparat keamanan untuk
membasmi keberadaan kelompok geng motor di mana pun mereka berada.
D. Perilaku menyimpang mendorong terjadinya perubahan sosial. Para pelaku
perilaku menyimpang akan menekan batas moral masyarakat, memberikan alternatif
baru terhadap kondisi masyarakat dan mendorong berlangsungnya perubahan.
Menurut Durkheim, perilaku menyimpang yang terjadi saat ini akan menjadi
moralitas baru bagi masyarakat di masa depan. Sebagai contoh, pada zaman Orde
Baru seseorang yang menyatakan ketidaksetujuan secara terbuka kepada pemerintah
dianggap berperilaku menyimpang. Namun, sejak jatuhnya pemerintahan Orde Baru,
keterbukaan merupakan salah satu perilaku yang dianggap penting dalam
masyarakat.

1.
2.
2.1.
2.2.
2.3.
2.4.
2.5.
2.6. Penyebab Perilaku Menyimpang
A. Sikap mental yang tidak sehat. Ada beberapa perilaku seseorang atau sekelompok
orang yang dikategorikan sebagai kelompok orang yang tidak sehat mentalnya.
Beberapa perilaku tersebut dilatarbelakangi oleh depresi, deprivasi social, dan
psikopati. Sehingga orang atau sekelompok orang ini melakukan perilaku
menyimpang sebagai dampak dari mental yang tidak sehat
B. Ketidakharmonisan dalam keluarga. Hal ini muncul ketika keluarga tidak dapat
menjaga kebutuhannya, sehingga keluarga yang bersangkutan akan mengalami
broken home. Dalam keluarga yang broken home, dimana sering terjadi percekcokan
di antara anggota keluarga yang disertai dengan tindakan yang agresif, sehingga
banyak anggota keluarga yang mengalami broken home mengekspresikan
kekesalannya atau kesedihannya dengan melakukan perilaku yang menyimpang.
C. Pelampiasan rasa kecewa. Kekecewaan biasanya muncul karna keinginan atau
harapan kita ridak terpenuhi. Bentuk kekecewaan sering kali dilampiaskan melalui
tindakan menyimpang, contohnya adalah tindakan anarkis para supporter suatu klub
bola yang justru merusak fasilitas umum yang tersedia di stadion dimana klubnya
kalah saat bertanding.
D. Dorongan kebutuhan ekonomi. Ekonomi seringkali menjadi alasan bagi para
palaku prilaku menyimpang untuk membenarkan tindakannya, contohnya seperti
orang yang membegal pengendara motor untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
E. Pengaruh lingkungan. Hal ini sering terjadi jika seseorang lahir dilingkungan
masyarakat yang buruk, yang dimana banyak masyarakatnya melakukan perjudian,
mabuk-mabukan, dan lain sebagainya. Sehingga hal tersebut akan menjadi budaya
yang normal bagi seseorang, dan ketika orang tersebut keluar ke lingkungan yang
lebih baik, dia masih melakukan kebudayaan yang buruk dari tempat asalnya.
F. Keinginan untuk dipuji. Keinginan dipuji terutaman dikalangan anak-anak
ataupun remaja adalah hal yang wajar. Akan tetapi, banyak anak yang bukannya
melakukan tindakan yang berprestasi, justru melakukan tindakan yang menyimpang
agar mendapat pujian. Seperti, remaja yang melakukan tawuran, merokok, ataupun
kenakalan remaja lainya untuk mendapatkan pujian dari teman-temannya.
G. Proses belajar yang menyimpang. Yang dimaksud dengan proses belajar yang
menyimpang adalah proses di mana anak-anak mengidentifikasi perilaku di
lingkungannya yang menyimpang, terutama dari kelompok seusia dan sepermainan
mereka. Ketika seorang remaja berkumpul dengan teman sepermainan mereka yang
memiliki kebiasaan menyimpang sementara orang tua tidak mengetahui dengan siapa
anaknya bergaul, atau tidak memperdulikan pergaulan anak, maka keadaan demikian
berarti anak telah mempelajari perilaku yang menyimpang. Seorang anak bisa saja
memiliki kecenderungan perilaku seks menyimpang walaupun secara kejiwaan anak
tersebut sebenarnya normal hanya dikarenakan bergaul dengan teman-teman yang
memiliki orientasi seks menyimpang. Demikian juga seorang anak yang menjadi
anggota geng motor dan melakukan kejahatan ataupun vandalisme.
H. Ketidaksanggupan menyerap norma. Seseorang memiliki kebiasaan berjudi,
menjadi wanita penghibur, mengonsumsi narkoba, minuman keras, merampok,
masuk dalam kelompok gengster tertentu merupakan akibat dari kelompok orang
tersebut yang tidak sanggup menyerap norma-norma yang bersifat konformis.
I. Proses sosialisasi nilai-nilai subkultur menyimpang. Perilaku menyimpang tidak
saja dilakukan secara perorangan, tap tak jarang juga dilakukan secara berkelompok.
Penyimpangan yang dilakukan oleh kelompok disebut dengan subkultur
menyimpang. Subkultur adalah sekumpulan norma, nilai, kepercayaan, kebiasaan,
atau gaya hidup yang berbeda dari kultur dominan.
J. Kegagalan dalam proses sosialisasi. Seorang tokoh agama, atau anak-anak yang
terdidik menjadi kelompok yang antisosial dan melakukan penyimpangan. Anak
seorang tokoh agama tidak akan mungkin mendidik keturunannya dengan materi
pendidikan menyimpang. Didalam dunia pendidikan, tidak mungkin memberikan
pembelajaran tentang perilaku antisosial. Anak-anak menerima pendidikan tentang
nilai dan norma yang konformis, dan berapa waktu anak didik bergaul dengan
lingkungan sepermainan yang memiliki kebiasaan menyimpang. Dengan demikian
intensitas pergaulan sangat berpengaruh pada berhasil atau gagalnya proses
sosialisasi.
K. Adanya ikatan sosial yang berlainan. Perbedaan ikatan sosial antar kelompok
dengan perbedaan nilai dan norma yang ada akan menimbulkan perbedaan
penilaian tentang perilaku masing-masing anggota masyarakatnya. Suatu kelompok
yang terikat oleh nilai-nilai sosial yang konform tentu menganggap kelompok yang
terikat oleh nilai-nilai sosial yang delinkuen melakukan pelanggaran stas nilai-nilai.
Akan tetapi, pihak yang mengikuti ikatan sosial yang menyimpang justru
menganggap kelompok yang mengikuti nilai-nilai konfrorm dianggapnya sebagai
penyimpangan.

1.
2.
2.1.
2.2.
2.3.
2.4.
2.5.
2.6.
2.7. Karakteristik Antisosial
1. Asosial
Seseorang yang asosial juga disebut individualis atau penyendiri, sering merasa
mereka tidak punya kaitan dengan masyarakat dan budaya umum, atau justru
merasa bahwa masyarakat atau budaya umum yang menjauhi mereka.
2. Introvert
Introvert adalah pribadi yang bersifat menyendiri dan biasanya lebih pendiam
dan tertutup, sedikit bicara dan lebih suka menjadi pendengar yang baik didalam
suatu kelompok.

1.
2.
2.1.
2.2.
2.3.
2.4.
2.5.
2.6.
2.7.
2.8. Kepribadian Antisosial
Kepribadian antisosial setidaknya menunjukkan lima ciri kepribadian, yaitu:
1. Ketidakmampuan belajar atau mengambil manfaat dari pengalaman.
2. Emosi bersifat superficial, tidak alami.
3. Irresponsibility/tidak bertanggung jawab.
4. Tidak memiliki hati nurani, bersikap tegaan.
5. Impulsiveness.

BAB 3
PEMBAHASAN
1.
2.
3.
3.1. Kesimpulan
Perilaku menyimpang adalah tindakan yang tidak sesuai dengan norma-norma dan
nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Penyebab perilaku menyimpang, yaitu,
Ketidaksanggupan menyerap nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat, Proses
belajar yang menyimpang, Ketegangan antara kebudayaan dan struktur sosial, Akibat
proses sosialisasi nilai-nilai subkebudayaan menyimpang, Akibat proses sosialisasi yang
tidak sempurna, Desakan faktor ekonomi, dan sebagainya.
Perilaku menyimpang ada yang bersifat positif (yang dapat di terima masyarakat) dan
bersifat negatif (Yang tidak dapat diterima masyarakat) Terdapat berbagai jenis perilaku
menyimpang yang terjadi selama ini. Perilaku menyimpang harus segera ditangani
dengan cara Penanganan di Lingkungan Sekolah, Penanganan di lingkungan keluarga,
dan Penanganan Di Lingkungan Masyarakat (Bidang Sosial).

Anda mungkin juga menyukai