Anda di halaman 1dari 15

X

Kurikulum 2006/2013

s
Kela
sosiologi
PERILAKU MENYIMPANG

SEMESTER 1 KELAS X SMA/MA/SMK/MAK – Kurikulum KTSP 2006 & K13

Tujuan Pembelajaran
1. Memahami pengertian dan ciri-ciri perilaku menyimpang.
2. Memahami klasifikasi perilaku menyimpang.
3. Memahami teori terbentuknya perilaku menyimpang.
4. Memahami faktor yang menyebabkan perilaku menyimpang.
5. Memahami bentuk perilaku menyimpang.

A. Perilaku Menyimpang
1. Pengertian Perilaku Menyimpang
Berikut beberapa pengertian perilaku menyimpang menurut para ahli.
a. James Vander Zanden
Perilaku menyimpang merupakan perilaku yang dianggap sebagai hal tercela dan di
luar batas-batas toleransi oleh sejumlah besar orang.
b. M.Z. Lawang
Perilaku menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma
yang berlaku dalam suatu sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang
berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku tersebut.
c. Bruce J. Cohen
Perilaku menyimpang adalah setiap perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan
diri dengan kehendak-kehendak masyarakat atau kelompok tertentu dalam
masyarakat.
d. Paul B. Horton
Perilaku menyimpang adalah setiap perilaku yang dinyatakan sebagai pelanggaran
terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat.

Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli tersebut, pengertian perilaku


menyimpang dapat disederhanakan menjadi setiap perilaku yang tidak sesuai dengan
norma-norma yang ada di dalam masyarakat. Perilaku seperti ini terjadi karena seseorang
mengabaikan norma atau tidak mematuhi patokan baku dalam masyarakat sehingga
sering dikaitkan dengan istilah-istilah buruk atau negatif.

2. Ciri-Ciri Perilaku Menyimpang


Menurut Paul B. Horton perilaku menyimpang memiliki enam ciri sebagai berikut.
a. Penyimpangan harus dapat didefinisikan
Tidak ada perbuatan yang begitu saja dinilai atau dianggap menyimpang. Suatu
perbuatan dikatakan menyimpang jika memang didefinisikan sebagai penyimpangan.
Perilaku menyimpang bukanlah semata-mata ciri tindakan yang dilakukan orang,
melainkan akibat dari adanya peraturan dan penerapan sanksi yang dilakukan oleh
orang lain terhadap perilaku tersebut. Jadi, penilaian menyimpang atau tidaknya
suatu perilaku harus berdasarkan kriteria tertentu dan diketahui penyebabnya.

b. Penyimpangan bisa diterima atau bisa juga ditolak


Perilaku menyimpang tidak selalu merupakan hal yang negatif. Ada beberapa
penyimpangan yang diterima, bahkan dipuji dan dihormati, seperti orang genius
yang mengemukakan pendapat-pendapat baru yang kadang-kadang bertentangan
dengan pendapat umum atau pahlawan yang gagah berani dan sering terlibat dalam
peperangan. Sementara itu, perampokan pembunuhan terhadap seseorang atau
etnis tertentu, dan menyebarkan teror dengan bom termasuk dalam penyimpangan
yang ditolak oleh masyarakat.

c. Penyimpangan relatif dan penyimpangan mutlak


Di dalam suatu masyarakat tidak ada seorang pun yang termasuk kategori
sepenuhnya penurut (konformis) atau sepenuhnya penyimpang. Pada dasarnya
semua orang normal pasti pernah melakukan tindakan yang menyimpang dari
norma-norma yang berlaku namun pada batas-batas tertentu yang sifatnya relatif

2
untuk setiap orang. Perbedaannya hanya pada seberapa sering (frekuensi) dan
kadar penyimpangannya saja. Meskipun ada orang yang sering sekali melakukan
penyimpangan sosial (penyimpangan mutlak), lambat laun orang tersebut harus
berkompromi dengan lingkungannya.

d. Penyimpangan terhadap budaya nyata atau budaya ideal


Budaya ideal adalah segenap peraturan hukum yang berlaku dalam suatu kelompok
masyarakat. Namun dalam kenyataannya, tidak ada seorang pun yang patuh
terhadap segenap peraturan resmi tersebut. Antara budaya nyata dan ideal selalu
terjadi kesenjangan. Artinya, peraturan yang telah menjadi pengetahuan umum
dalam kenyataan kehidupan sehari-hari cenderung banyak dilanggar.

e. Terdapat norma-norma penghindaran dalam penyimpangan sosial


Apabila pada suatu masyarakat terdapat nilai atau norma yang melarang suatu
perbuatan yang ingin sekali diperbuat oleh banyak orang, akan muncul “norma-
norma penghindaran”. Norma penghindaran adalah bentuk perbuatan yang
dilakukan orang untuk memenuhi keinginan mereka tanpa harus menentang nilai-
nilai tata kelakuan secara terbuka. Jadi, norma penghindaran merupakan suatu
bentuk penyimpangan perilaku yang bersifat setengah melembaga.

f. Penyimpangan sosial yang bersifat adaptif (menyesuaikan)


Penyimpangan sosial tidak selalu merupakan ancaman karena kadang-kadang
dapat dianggap sebagai alat pemelihara ketenangan atau ketentraman sosial. Di
satu pihak, masyarakat memerlukan keteraturan dan kepastian dalam kehidupan.
Di lain pihak, perilaku menyimpang merupakan salah satu cara untuk menyesuaikan
kebudayaan dengan perubahan sosial. Tanpa perilaku menyimpang, penyesuaian
budaya terhadap perubahan kebutuhan dan keadaan akan menjadi sulit. Tidak ada
masyarakat yang mampu bertahan dalam kondisi tetap dalam jangka waktu lama.
Masyarakat yang terisolasi sekali pun akan mengalami perubahan. Perubahan ini
mengharuskan banyak orang untuk menerapkan norma-norma baru.

B. Klasifikasi Perilaku Menyimpang


1. Berdasarkan jenisnya, perilaku menyimpang dibedakan menjadi dua bagian sebagai
berikut.
a. Penyimpangan sosial primer
Penyimpangan sosial primer adalah penyimpangan yang bersifat sementara
(temporer). Orang yang melakukan penyimpangan masih dapat diterima oleh
kelompok sosialnya karena tidak terus-menerus melanggar aturan.

3
b. Penyimpangan sosial sekunder
Penyimpangan sosial sekunder adalah penyimpangan sosial yang dilakukan
oleh pelakunya secara terus-menerus meskipun telah diberikan sanksi-sanksi.
Seseorang yang dikategorikan sebagai berperilaku menyimpang sekunder
tidak diinginkan kehadirannya di tengah-tengah masyarakat.

2. Berdasarkan jumlah orang yang terlibat, dibedakan menjadi tiga bagian sebagai
berikut.
a. Penyimpangan individu
Penyimpangan yang dilakukan sendiri tanpa orang lain. Hanya satu individu yang
melakukan sesuatu yang bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.

b. Penyimpangan kelompok
Penyimpangan yang dilakukan bersama-sama dalam suatu kelompok tertentu.
Perilaku menyimpang kelompok ini memiliki nilai, norma, dan sikap serta
tradisi sendiri yang tidak mau menerima norma-norma umum yang berlaku
dalam masyarakat sekitarnya. Fanatisme anggota terhadap kelompoknya
menyebabkan mereka merasa tidak melakukan suatu perilaku menyimpang.
Kejadian inilah yang menyebabkan perilaku menyimpang kelompok lebih
berbahaya apabila dibandingkan dengan perilaku menyimpang individu.
Contohnya:
1.) Kelompok geng kejahatan terorganisasi yang melakukan penyeludupan
dan perampokan.
2.) Kelompok pengacau keamanan dengan tujuan-tujuan tertentu (teroris).
3.) Kelompok yang ingin memisahkan diri dari suatu negara (separatis).

c. Penyimpangan campuran
Penyimpangan yang dilakukan oleh suatu golongan sosial yang memiliki
organisasi yang rapi sehingga individu atau kelompok di dalamnya taat dan
tunduk kepada norma golongan yang secara keseluruhan mengabaikan norma
masyarakat yang berlaku.

3. Berdasarkan sifatnya, penyimpangan sosial dibedakan menjadi dua jenis berikut.


a. Penyimpangan sosial yang bersifat positif
Penyimpangan sosial yang bersifat positif adalah penyimpangan yang tidak
sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku, tetapi mempunyai dampak
positif terhadap sistem sosial.

4
b. Penyimpangan sosial yang bersifat negatif
Dalam penyimpangan sosial yang bersifat negatif pelaku bertindak ke arah
yang dipandang buruk atau tidak baik karena mengganggu sistem sosial.

Menurut Emile Durkheim, penyimpangan merupakan kejahatan yang melanggar


Kitab Undang-Undang Hukum pidana (KUHP), seperti pembunuhan, perampokan,
penganiyaan, pencurian, dan lain sebagainya, serta berbagai kejahatan yang disebut
sebagai violent offenses (kejahatan yang disertai kekerasan pada orang lain) dan property
offenses (kejahatan yang menyangkut hak milik orang).
Light, Keller, dan Calhoun membedakan kejahatan menjadi beberapa tipe berikut.
1. Kejahatan tanpa korban (crime without victim). Tipe ini merupakan kejahatan yang
tidak mengakibatkan penderitaan pada korban akibat tindak pidana orang lain.
2. Kejahatan terorganisasi (organized crime)
Pelaku kejahatan merupakan komplotan yang secara berkesinambungan melakukan
berbagai cara untuk mendapatkan uang dan kekuasaan dengan jalan menghindari
hukuman.
3. Kejahatan kerah putih (white collar crime)
Tipe kejahatan yang dilakukan oleh orang terpandang atau orang yang berstatus
sosial tinggi dalam rangka pekerjaannya.
4. Kejahatan kerah biru (blue collar crime)
Kejahatan ini dilakukan secara konvensional. Pelakunya adalah orang-orang dari
kelas rata-rata.
5. Kejahatan korporat (corporate crime)
Kejahatan yang dilakukan atas nama organisasi dengan tujuan menaikkan
keuntungan atau menekan kerugian.

C. Teori Perilaku Menyimpang


Dalam sosiologi, dikenal beberapa teori yang mencoba menjelaskan terjadinya
penyimpangan. Teori tersebut tentunya terdapat kekurangan yang tidak dapat dilepaskan
dari situasi zamannya.
1. Teori Asosiasi Diferensial Edwin H. Sutherland
Menurut Sutherland, penyimpangan bersumber pada pergaulan yang berbeda.
Penyimpangan dipelajari melalui proses alih budaya (cultural transmission). Melalui
proses alih budaya ini seseorang belajar subkebudayaan menyimpang.

5
2. Teori Labelling Edwin M. Lemert
Menurut Lemert, seseorang berperilaku menyimpang karena proses labelling, yaitu
pemberian julukan, cap, merek yang diberikan masyarakat kepada seseorang.
Mula-mula seseorang melakukan penyimpangan primer. Akibat penyimpangan
primer tersebut pelaku mendapat cap atau stigma tertentu. Sebagai tanggapan
terhadap pemberian cap oleh orang lain, pelaku penyimpangan primer kemudian
mendefinisikan dirinya sebagai penyimpang dan mengulangi lagi perbuatan
menyimpangnya. Selanjutnya, ia menganut gaya hidup menyimpang yang
menghasilkan karier menyimpang.

3. Teori Penyimpangan Robet K. Merton


Menurut Merton, penyimpangan terjadi melalui struktur sosial. struktur sosial
tidak hanya menghasilkan perilaku konformis, tetapi juga menghasilkan perilaku
menyimpang. Struktur sosial menghasilkan tekanan ke arah memudarnya kaidah
(anomi) dan perilaku menyimpang. Merton membagi 5 tipe cara adaptasi individu
terhadap situasi tertentu.
a. Konformitas (conformity), yaitu perilaku yang mengikuti tujuan dan cara yang
ditentukan masyarakat.
b. Inovasi (innovation), yaitu perilaku yang mengikuti tujuan yang ditentukan
masyarakat, namun cara yang dipakai adalah tindakan kriminal. Misalnya
mencuri untuk menafkahi keluarga.
c. Ritualisme (ritualism), yaitu perilaku seseorang yang telah meninggalkan
tujuan budaya tetapi masih berpegang pada cara-cara yang telah digariskan
masyarakat. Misalnya upacara dan perayaan yang tetap dijalankan, tetapi
makna dan fungsinya telah hilang.
d. Pengunduran/pengasingan diri (retreatism), yaitu perilaku yang meninggalkan
baik tujuan maupun cara pencapaian konvensional. Misalnya pecandu obat
bius, pemabuk, pencuri, dan sebagainya.
e. Pemberontakan (rebellion), yaitu perilaku yang menarik diri dari tujuan dan
cara-cara konvensional yang disertai dengan upaya untuk melembagakan
tujuan dan cara baru tersebut. Misalnya reformasi dalam agama.

4. Teori Fungsi Emile Durkheim


Emile Durkheim berpendapat bahwa dalam struktur masyarakat akan selalu ada
individu-individu yang berwatak penjahat atau orang yang memberontak terhadap
nilai dan norma sosial. Menurut Durkheim keseragaman dalam kesadaran moral

6
bagi semua warga masyarakat tidaklah mungkin dicapai karena indvidu dalam
kelompok sosial tersebut berbeda satu sama lain. Perbedaan disebabkan karena
mereka dipengaruhi oleh faktor keturunan, lingkungan fisik, lingkungan sosial yang
berbeda. Bagi Durkheim, penyimpangan sosial selalu ada dalam kehidupan sosial.

5. Teori Konflik
Teori ini dirumuskan berdasarkan pemikiran Karl Marx. Marx melihat bahwa
kepentingan kapitalis sering bergandengan dengan kepentingan penguasa dan ini
tercermin dari bagaimana norma dan perangkat hukum diciptakan dengan maksud
untuk mendukung kepentingan mereka.

D. Penyebab Perilaku Menyimpang


Terdapat empat sudut pandang dalam membahas penyebab perilaku menyimpang.
1. Sudut Pandang Sosiologi
Proses interaksi sosial, internalisasi nilai, dan pengendalian sosial tidak selalu sempurna
dalam penerapannya sehingga terjadilah perilaku menyimpang. Berikut penyebab
perilaku menyimpang dari sudut pandang sosiologi.
a. Perilaku menyimpang karena sosialisasi
Seseorang mempelajari atau menyerap nilai dan norma melalui sosialisasi, jika proses
penyerapan berjalan tidak sempurna, maka akan terjadi perilaku menyimpang.
Seseorang biasanya menyerap nilai dan norma dari beberapa orang yang cocok
dengan dirinya saja. Akibatnya jika banyak menyerap nilai dan norma yang tidak
berlaku secara umum, dia akan cenderung berperilaku menyimpang.

b. Perilaku menyimpang karena anomi


Secara sederhana, anomi diartikan sebagai suatu keadaan di masyarakat tanpa
norma yang disepakati bersama.

Menurut Emile Durkheim, anomi adalah situasi tanpa norma dan tanpa
arah sehingga tidak tercipta keselarasan antara kenyataan yang diharapkan dan
kenyataan sosial yang ada. Robert K. Merton menganggap anomi disebabkan
adanya ketidakharmonisan antara tujuan budaya dan cara-cara legal yang disepakati
masyarakat untuk mencapai tujuan budaya tersebut. Penyimpangan sosial terjadi
ketika orang melakukan cara tak legal untuk mencapai tujuan budaya. Selain itu,
Merton juga membagi lima tipe cara adaptasi dalam situasi tertentu di antaranya
konformitas, inovasi, ritualisme, pengunduran diri, dan pemberontakan.

7
c. Perilaku menyimpang karena asosiasi diferensial (differential association)
Menurut Edwin H. Sutherland, penyimpangan terjadi akibat adanya asosiasi
yang berbeda terhadap kejahatan. Semakin tinggi derajat interaksi dengan orang
yang berperilaku menyimpang, semakin tinggi kemungkinan seseorang belajar
bertingkah laku yang menyimpang. Derajat interaksi ini bergantung pada frekuensi,
prioritas, durasi, dan intensitas.

d. Perilaku menyimpang karena pemberian julukan (labelling)


Teori ini dikemukakan oleh Edwin H. Lemert. Perilaku menyimpang lahir karena
adanya batasan (cap, julukan, sebutan) terhadap suatu perbuatan yang dilakukan
seseorang.

2. Sudut Pandang Biologi


Sebagian besar ilmuan abad XIX berpandangan bahwa kebanyakan perilaku menyimpang
disebabkan oleh faktor-faktor biologis, seperti tipe sel-sel tubuh. Sejumlah ilmuan seperti
Lombroso, Kretschmer, Hooton, Von Hentig, dan Sheldon melakukan berbagai studi
yang menyatakan bahwa orang yang mempunyai tipe tubuh tertentu lebih cenderung
melakukan perbuatan menyimpang. Sheldon mengidentifikasikan tipe tubuh menjadi
tiga tipe dasar, yaitu:
1.) endomorf (bundar, halus, gemuk);
2.) mesomorf (berotot, atletis);
3.) ektomorf (tipis, kurus).

Misalnya para pecandu alkohol dan penjahat umumnya mempunyai tipe tubuh
mesomorf. Kriminolog Italia, Cesare Lombroso, berpendapat bahwa orang jahat dicirikan
dengan ukuran rahang dan tulang pipi panjang, kelainan pada mata yang khas, tangan-
tangan, jari-jari kaki, serta tangan relatif besar, dan susunan gigi yang abnormal. Para
ahli ilmu sosial sangat meragukan kebenaran teori tipe tubuh. Meskipun ditunjang oleh
berbagai bukti empiris, para kritikus menemukan sejumlah kesalahan metode penelitian
sehingga meragukan kebenarannya.

3. Sudut Pandang Kriminologi


a. Teori konflik
Dalam teori ini terdapat dua macam konflik.
1.) Konflik budaya
Terjadi apabila dalam suatu masyarakat terdapat sejumlah kebudayaan khusus
yang masing-masing cenderung tertutup sehingga mengurangi kemungkinan

8
timbulnya kesepakatan nilai. Tipe kelompok menjadikan norma kebudayaannya
sebagai peraturan resmi. Akibatnya orang-orang yang menganut budaya
berbeda dianggap sebagai penyimpangan. Pada masyarakat seperti ini,
kelompok minoritas harus bertentangan (berkonflik) dengan kelompok
mayoritas karena mereka dipaksa meninggalkan kebudayaan yang telah
mereka anut sebelumnya.
2.) Konflik kelas sosial
Terjadi akibat suatu kelompok menciptakan peraturan sendiri untuk melindungi
kepentingannya. Pada kondisi ini, terjadi eksploitasi kelas atas terhadap
kelas bawah. Mereka yang menentang hak-hak istimewa kelas atas dianggap
mempunyai perilaku menyimpang sehingga dicap sebagai penjahat.

b. Teori pengendalian
Kebanyakan orang menyesuaikan diri dengan nilai dominan karena adanya
pengendalian dari dalam maupun dari luar, pengendalian dari dalam berupa norma
yang dihayati dan nilai yang dipelajari seseorang. Pengendalian dari luar berupa
imbalan sosial terhadap konformitas dan sanksi hukuman terhadap tindakan
penyimpangan.

4. Sudut Pandang Psikologi


Teori psikologi berpandangan bahwa penyakit mental dan gangguan kepribadian
berkaitan erat dengan beberapa bentuk perilaku menyimpang. Perilaku menyimpang
sering kali dianggap sebagai suatu gejala penyakit mental. Ilmuan yang terkenal di bidang
ini adalah Sigmund Freud. Dia membagi diri manusia dalam tiga bagian penting sebagai
berikut.
a. Id, yaitu bagian diri yang bersifat tidak sadar, naluriah, dan impulsif (mudah
terpengaruh oleh gerak hati).
b. Ego, yaitu bagian diri yang bersifat sadar dan rasional (penjaga pintu kepribadian).
c. Superego, yaitu bagian diri yang telah menyerap nilai-nilai kultural dan berfungsi
sebagai suara hati.

E. Bentuk Perilaku Menyimpang


1. Sosialisasi Sebagai Pembentuk Perilaku Menyimpang
Perilaku menyimpang terbentuk karena proses sosialisasi. Berkaitan dengan proses
sosialisasi, perilaku menyimpang dapat terbentuk karena proses sosialisasi yang tidak
sempurna dan akibat sosialisasi subkebudayaan menyimpang.

9
a. Akibat sosialisasi yang tidak sempurna
Ada beberapa agen sosialisasi yakni keluarga, teman bermain, sekolah, lingkungan
sekitar, dan media massa. Tidak selamanya pesan-pesan yang disampaikan oleh
agen sosialisasi sesuai antara yang satu dengan yang lainnya. Apa yang diajarkan
dalam keluarga, bisa jadi berbeda dengan yang diajarkan oleh sekolah. Walaupun
pada umumnya apa yang diajarkan dan dilarang oleh keluarga dan sekolah sama.
Proses sosialiasasi yang tidak sempurna antara lain disebabkan oleh:
1.) disorganisasi keluarga, yaitu perpecahan dalam keluarga sebagai satu unit
karena masing-masing anggota keluarga gagal dalam memenuhi kewajiban-
kewajibannya sesuai dengan perannya;
2.) peperangan yang mengakibatkan disorganisasi dalam berbagai aspek
kemasyarakatan. Nilai dan norma sering kali tidak berfungsi dalam keadaan
masyarakat yang kacau sehingga banyak sekali terjadi penyimpangan-
penyimpangan.

b. Sosialisasi subkebudayaan menyimpang


Apabila dalam proses sosialisasi seseorang menerima atau dipengaruhi oleh nilai-
nilai subkebudayaan yang menyimpang, akan terbentuk pula perilaku menyimpang.
Pada zaman modern timbul perubahan-perubahan yang mendasar di masyarakat,
khususnya dalam hal prestasi dan ambisi materi. Pergeseran nilai dan norma akan
memunculkan bentuk mentalitas baru, yaitu mentalitas menempuh jalan pintas,
menyerempet bahaya, melanggar peraturan dan hak orang lain yang akhirnya
mengembangkan praktek korupsi dan tindak manipulatif lainnya.

2. Bentuk-Bentuk Perilaku Menyimpang


a. Penyalahgunaan narkotika
Pada awalnya, sebagian narkotika dan obat-obat terlarang dipergunakan oleh
kalangan dokter untuk mengurangi rasa sakit berlebihan yang dialami oleh
pasiennya. Akan tetapi, obat-obat tersebut akhirnya menjadi “obat terlarang” karena
digunakan oleh orang-orang yang sehat secara jasmani untuk mengurangi tingkat
kesadaran dan memperoleh perasaan nikmat meskipun sesaat.
Kelompok remaja adalah kelompok masyarakat yang sangat rentan terhadap
bahaya penyalahgunaan obat-obat tersebut, sebab kaum remaja memiliki rasa ingin
tahu yang besar sedangkan kendali dirinya masih lemah karena jiwanya belum
matang. Hal ini membuat remaja lebih tergoda untuk mencoba-coba.
Penyalahgunaan narkotika tidak hanya membahayakan pengguna narkotika,
namun juga dapat berdampak negatif bagi lingkungan masyarakat karena saat

10
ini peredaran narkotika telah dilakukan secara masif dan terorganisir oleh bandar-
bandar narkotika untuk mencari “korban” pengguna narkotika baru. Jaringan bandar
narkotika ini bahkan makin membahayakan dengan semakin luasnya peredaran
tidak hanya skala nasional, tetapi juga internasional.

b. Perkelahian pelajar
Perkelahian antarpelajar sering pula disebut tawuran pelajar. Pada mulanya hanya
merupakan fenomena yang terjadi di perkotaan. Sekarang ini tawuran turut menjadi
mode bagi pelajar-pelajar di luar perkotaan.
Pada awalnya tawuran diawali oleh konflik yang terjadi antara siswa di dalam
satu sekolah atau antarsekolah. Oleh karena adanya perasaan solidaritas antarsiswa,
perkelahian akan meluas dan menghasilkan konflik antarsiswa dari sekolah yang
berlainan.
Tawuran adalah suatu fenomena yang tergolong “patologis” dan memiliki
kompleksitas yang jauh lebih tinggi. Tawuran mengandung sifat-sifat sebagai
berikut.
1.) Tawuran merupakan hasil adanya solidaritas yang tinggi dari suatu kelompok
dan mengandung suatu gejala konflik sosial yang tidak nyata (laten) dan
agresivitas negatif pada pribadi yang bersangkutan.
2.) Sasaran tawuran tidak begitu jelas bagi si pelaku. Oleh karena itu biasanya
sasaran tawuran bersifat membabi buta dan akhirnya merugikan kelompok
lain.
3.) Kebrutalan peserta tawuran ditandai hilangnya kesadaran mereka yang kadang
disebabkan oleh minuman keras, aktivitas massa, dan histeris.
4.) Tawuran dapat mengembangkan sifat keberanian yang semu pada diri remaja
karena mereka bersembunyi dalam kelompok dan dalam suasana yang kacau.
5.) Tawuran merusak sportivitas karena tidak adanya aturan.

Akibat dari tawuran adalah memunculkan masalah sosial seperti kekacauan,


kerusakan, kematian, dan sebagainya.

c. Kenakalan remaja
Kenakalan remaja adalah suatu perbuatan yang melanggar norma, aturan, atau
hukum dalam masyarakat yang dilakukan pada usia remaja atau transisi masa
anak-anak ke dewasa. Kenakalan remaja meliputi semua perilaku menyimpang dari
norma-norma hukum pidana yang dilakukan oleh remaja. Penyebab kenakalan
remaja antara lain sebagai berikut.

11
1.) Krisis identitas, perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja
memungkinkan terjadi dua integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan
konsistensi dalam kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas peran. Kenakalan
remaja terjadi karena kegagalan pada integrasi kedua.
2.) Kontrol diri yang lemah, remaja yang tidak dapat mempelajari dan
membedakan tingkah laku yang bisa diterima dengan yang tidak bisa diterima
akan membawa remaja pada perilaku yang menyimpang, demikian pula
remaja yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut, tetapi
tidak dapat mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah sesuai dengan
pengetahuannya.
3.) Keluarga dan perceraian orang tua, tidak adanya komunikasi antaranggota
keluarga dapat memicu perilaku negatif pada remaja.
4.) Teman sebaya yang kurang baik.
5.) Komunitas atau lingkungan tempat tinggal yang kurang baik.

d. Korupsi
Korupsi merupakan tindakan seseorang/kelompok yang dengan sengaja
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung atau
tidak langsung merugikan keuangan negara/daerah. Korupsi merupakan salah satu
jenis kriminalitas yang sedang diberantas di Indonesia. KPK adalah lembaga yang
aktif dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) merupakan tindak kejahatan yang
meresahkan dan merugikan masyarakat. Secara normatif, masyarakat menginginkan
KKN hilang, tetapi kenyataannya masyarakat sering tidak menyadari bahwa tindakan
mereka termasuk kategori KKN. Tindakan memberi buah tangan terhadap seseorang
dengan tujuan tertentu merupakan awal tindak KKN. Tindakan peserta didik, seperti
menyontek, membolos, dan sering meninggalkan jam pelajaran merupakan bagian
dari KKN. Oleh karena itu, kita hendaknya membiasakan diri untuk menghindari
perilaku yang termasuk KKN.

e. Kejahatan dunia maya (cyber crime)


Kejahatan dunia maya dapat diartikan sebagai tindak pidana yang dilakukan dengan
memanfaatkan teknologi informasi.

f. Perampokan
Perampokan merupakan tindak kriminal dengan cara merampas harta benda orang
lain. Tindakan menyimpang ini sering disertai dengan penganiayaan, intimidasi, dan
paksaan terhadap korban, bahkan tidak segan-segan melukai korban. Ada banyak
faktor yang melatarbelakangi seseorang melakukan tindakan perampokan antara

12
lain karena alasan ekonomi, perilaku menyimpang, dan kecemburuan sosial karena
ekonomi hanya dikuasai oleh golongan kelas atas saja.

3. Sikap Antisosial
a. Pengertian
Menurut Kathleen Stassen Berger, sikap antisosial adalah sikap dan perilaku yang
tidak mempertimbangkan penilaian dan keberadaan orang lain atau masyarakat
di sekitarnya. Seseorang yang memiliki sikap antisosial menunjukkan sikap yang
tidak bertanggung jawab serta kurangnya penyesalan atas kesalahan-kesalahan
yang mereka lakukan. Orang dengan gangguan kepribadian antisosial secara terus-
menerus melakukan pelanggaran terhadap hak-hak orang lain dan sering melanggar
norma. Mereka mengabaikan norma dan konvensi sosial, mengabaikan sikap impulsif
(cepat bertindak menurut hati), serta gagal dalam membina hubungan interpersonal
dan pekerjaan. Tindakan antisosial sering mendatangkan kerugian bagi masyarakat
sebab pelaku tidak menyukai keteraturan sosial yang diinginkan oleh masyarakat.
Sikap antisosial dipengaruhi oleh faktor berikut.
1.) Terdapat norma dan nilai sosial yang tidak sesuai keinginan masyarakat
sehingga terjadi kesenjangan budaya dan pola pikir masyarakat.
2.) Masyarakat kurang siap dalam menerima perubahan dalam tatanan masyarakat.
Dalam perubahan ada komponen yang tidak sepakat dalam perubahan,
misalnya perusakan terhadap fasilitas umum.
3.) Ketidakmampuan seseorang untuk memahami bentuk perbedaan sosial
sehingga muncul kecemburuan sosial.
4.) Adanya ideologi yang dipaksakan masuk ke dalam lingkungan masyarakat. Hal
ini akan menimbulkan kegoncangan budaya bagi masyarakat.
5.) Pemimpin yang kurang sigap dan tanggap atas fenomena sosial dalam
masyarakat serta tidak mampu menerjemahkan keinginan masyarakat secara
keseluruhan.

b. Bentuk-bentuk perilaku antisosial


1.) Berdasarkan penyebabnya
• Sikap antisosial yang muncul karena penyimpangan (deviasi)
- Pembandel, orang yang tidak mau tunduk pada peringatan orang-
orang yang berwenang di lingkungan tersebut.
- Pembangkang, orang yang tidak mau tunduk kepada nasihat-nasihat
orang yang ada di lingkungan tersebut.

13
- Pelanggar, orang yang melanggar norma-norma umum atau
masyarakat yang berlaku.
- Penjahat, orang-orang yang mengabaikan norma-norma umum
atau masyarakat. Berbuat sekehendak hati yang dapat menimbulkan
kerugian-kerugian harta atau jiwa lingkungan di sekitar.
• Sikap antisosial yang muncul karena penyimpangan situasional
Penyimpangan situasional adalah penyimpangan yang dipengaruhi
oleh situasi tertentu. Penyimpangan situasional akan selalu kembali
apabila situasinya berulang. Dalam hal ini penyimpangan dapat menjadi
kumulatif. Bentuk sikap antisosial yang muncul adalah sebagai berikut.
- Degradasi moral atau demoralisasi karena kata-kata keras dan
radikal yang keluar dari mulut pekerja yang di-PHK secara sepihak
oleh perusahaan tempatnya bekerja.
- Tingkah laku kasar pada golongan remaja.
• Sikap antisosial yang muncul karena penyimpangan biologis
Penyimpangan biologis merupakan faktor pembatas yang tidak
memungkinkan memberikan respons tertentu. Gangguan akan terjadi
apabila individu tidak dapat melakukan peranan sosial tertentu yang
sangat perlu.
• Sikap antisosial yang bersifat sosiokultural
Bentuk antisosial yang bersifat sosiokultural antara lain sebagai berikut.
- Primodialisme, pandangan yang berpegang teguh pada hal-hal
yang didapat sejak lahir.
- Etnosentrisme atau fanatisme suku bangsa, suatu sikap yang menilai
kebudayaan masyarakat lain dengan ukuran masyarakat sendiri.
- Sekularisme, sikap yang mengedepankan hal yang bersifat
nonagamawi, seperti teknologi dan ilmu pengetahuan.
- Hedonisme, sikap yang mendasarkan diri kepada pola kehidupan
yang serba mewah, glamor, dan menempatkan kesenangan materiil
di atas segalanya.
- Fanatisme, sikap yang menyukai suatu hal secara berlebihan.
Fanatisme yang berlebihan dapat menyebabkan konflik dan
perpecahan.
- Diskriminasi, sikap yang membeda-bedakan secara sengaja
golongan-golongan yang berkaitan dengan kepentingan-
kepentingan tertentu.

14
2.) Berdasarkan sifatnya
• Tindakan antisosial yang dilakukan secara sengaja
Tindakan ini dilakukan secara sadar oleh pelaku, namun tetap tidak
mempertimbangkan penilaian orang lain terhadap tindakannya tersebut.
Contohnya, vandalisme atau aksi corat coret pada tembok rumah orang
lain.
• Tindakan antisosial karena tidak peduli
Tindakan ini dilakukan karena ketidakpedulian si pelaku terhadap
keberadaan masyarakat di sekitarnya. Contohnya, membuang sampah di
sembarang tempat atau mengebut ketika berkendara di jalan raya.

Sikap antisosial yang dimiliki seseorang bukanlah suatu sikap yang tetap, artinya
pada suatu saat bisa berubah menjadi sikap konformitas. Faktor yang memengaruhi sikap
antisosial adalah usia dan pendidikan. Umumnya sikap antisosial akan berkurang seiring
dengan bertambahnya usia seseorang. Menurut Soerjono Soekanto, ada tiga istilah yang
berkaitan dengan istilah sikap antisosial.
a. Antikonformitas (rebellion)
Suatu pelanggaran terhadap norma-norma dan nilai-nilai sosial yang disengaja
oleh individu atau sekelompok orang. Contohnya, mencuri, membuat keributan,
membunuh, dan mengisolasi diri dari pergaulan masyarakat.

b. Aksi antisosial
Suatu aksi yang menempatkan kepentingan pribadi atau kepentingan kelompok
tertentu di atas kepentingan umum. Contohnya, menutup jalan umum untuk acara
tertentu sehingga mengganggu kelancaran lalu lintas dan tidak mau ikut gotong
royong bersama warga sekitar.

c. Antisosial grudge
Rasa sakit hati atau dendam terhadap masyarakat atau terhadap aturan sosial
tertentu sehingga menimbulkan perilaku menyeleweng, sikap ini disebut dendam
antisosial. Contohnya, melakukan kekerasan dalam rumah tangga karena merasa
frustasi dan kecewa pada norma-norma sosial yang mengatur upaya pemenuhan
kebutuhan.

15

Anda mungkin juga menyukai