Anda di halaman 1dari 36

ASUHAN KEBIDANAN BAYI.

M UMUR 0 BULAN DENGAN


IMUNISASI HB NEO DI POLIK KIA PUSKESMAS SERUI
KOTA KABUPATEN KEPULAUAN YAPEN

Oleh;

Nama : FRICE FERONIKA RAWAR


Nim : 202006090174

PROGRAM STUDY D IV KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS KADIRI
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEBIDANAN BAYI. M UMUR 0 BULAN DENGAN IMUNISASI HB


NEO DI POLIK KIA PUSKESMAS SERUI KOTA KABUPATEN KEPULAUAN
YAPEN, mahasiswi atas nama :

Nama : Frice Feronika Rawar


Nim : 202006090174

Telah disahkan pada tanggal :……………………….

Pembimbing Intitusi Pembimbing Lahan

WENI TRI P, SST, M.Kes …………………….


TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Pengertian Imunisasi Dasar Pada Bayi

a. Bayi

Masa bayi dimulai dari usia 0–12 bulan ditandai dengan

pertumbuhan dan perkembangan fisik yang cepat disertai dengan

perubahan dalam kebutuhan gizi (Notoatmodjo, 2011).

b. Pengertian imunisasi dasar

Imunisasi adalah cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang

terhadap suatu penyakit dengan memberikan “infeksi ringan” yang

tidak berbahaya namun cukup untuk menyiapkan respons imun,

sehingga apabila kelak terpajan pada penyakit tersebut ia tidak menjadi

sakit (Ranuh dkk, 2017).

Imunisasi dasar diberikan pada bayi sebelum berusia satu tahun.

Terdiri atas imunisasi terhadap penyakit hepatits B, poliomyelitis,

tuberkulosis, difteri, pertussis, tetanus, pneumonia dan meningitis, dan

campak (Kemenkes RI, 2017).

c. Tujuan imunisasi

Tujuan dalam pemberian imunisasi antara lain :

1) Meningkatkan kualitas hidup anak sehingga tidak terkena penyakit

2) Meningkatkan nilai kesehatan orang di sekitarnya

3) Menurunkan angka morbiditas, moralitas dan cacat serta bila

mungkin didapat eradikasi suatu penyakit dari suatu daerah atau

negeri (Ranuh dkk, 2017).


d. Manfaat imunisasi

Manfaat imunisasi bagi anak dapat mencegah penyakit cacat dan

kematian, sedangkan manfaat bagi keluarga adalah dapat

menghilangkan kecemasan dan mencegah biaya pengobatan yang

tinggi bila anak sakit. Bayi yang mendapat imunisasi dasar lengkap

akan meningkatkan kualitas hidup anak sehingga tidak terkena

penyakit dan peningkatan nilai kesehatan orang disekitarnya (Ranuh

dkk, 2017).

e. Macam-macam imunisasi

Imunitas atau kekebalan dibagi menjadi dua hal yaitu aktif dan

pasif. Aktif apabila tubuh anak ikut menyelenggarakan terbentuknya

imunitas, sedangkan pasif adalah apabila tubuh anak tidak bekerja

membentuk kekebalan, tetapi hanya menerimanya saja (Ranuh dkk,

2017).

1) Imunisasi aktif, adalah pemberian kuman atau racun kuman yang

sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang

tubuh memproduksi antibodi sendiri. Contohnya imunisasi polio

atau campak. Keuntungan imunisasi aktif yaitu pertahanan tubuh

yang terbentuk akan dibawa seumur hidup, murah dan efektif,

tidak berbahaya, reaksi yang serius jarang terjadi (Ranuh dkk,

2017).

2) Imunisasi pasif adalah pemberian antibodi kepada resipien,

dimaksudkan untuk memberikan imunitas secara langsung tanpa


harus memproduksi sendiri zat aktif tersebut untuk kekebalan

tubuhnya. (Ranuh dkk, 2017).

f. Waktu pemberian Imunisasi Dasar

Tabel 2. Jadwal Imunisasi Dasar sesuai Buku KIA DIY

Umur Pemberian Imunisasi (Bulan)


Jenis Vaksin 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

HB 1
BCG 1
Polio 1 2 3
Pentavalen 1 2 3
Campak 1
Kemenkes RI, 2016

Keterangan :

1) Hepatitis B

Imunisasi Hepatitis B dianjurkan pada umur <12 jam, namun

ditambahkan keterangan setelah penyuntikan vitamin K1. Hal

tersebut penting untuk mencegah terjadinya perdarahan akibat

defisiensi vitamin K. Vaksin HB monovalen pada usia satu bulan

tidak perlu diberikan apabila anak akan mendapat vaksin DTP-HB-

HiB pada umur dua bulan (Ranuh dkk, 2017).

2) BCG (Bacillus Calmette Guerin).

Imunisasi BCG pada bayi optimal diberika pada bayi usia

<3 bulan, namun sebaiknya diberikan sesegera mungkin karena di

Indonesia penyakit TBC masih sangat tinggi. Apabila bayi berusia

3 bulan belum diberikan imunisai BCG perlu dilakukan tes


tuberculin untuk mendeteksi bayi terinfeksi kuman TB atau belum

(Ranuh dkk, 2017).

3) Pentavalen

Imunisasi pentavalen diberikan tiga kali yaitu pada usia 2, 3,

dan 4 bulan. Vaksin pentavalen tidak diberikan pada anak kurang

dari usia 6 minggu, disebabkan respons terhadap pertussis

dianggap tidak optimal, sedang respons terhadap toksoid tetanus

dan difteria cukup baik tanpa memperdulikan adanya antibodi

maternal, disamping itu KIPI pada usia <6 minggu lebih tinggi

(Ranuh dkk, 2017). Jadwal pemberan imunisasi pentavalen yang

tidak diikuti akan memberikan tingkat kekebalan yang berbeda

(Kemenkes RI, 2014).

4) Polio

Imunisasi IPV (inactivated poliovirus vaccine) diberikan mulai

dari umur 2-3 bulan dengan dosis tiga kali berturut-turut dengan

interval waktu 6-8 minggu. Imunisasi IPV dapat diberikan

bersamaan dengan suntikan vaksin pentavalen (Ranuh dkk, 2017).

5) MR (Measles dan Rubella)

Kementerian Kesehatan RI (2017) akan mengupayakan

penambahan vaksin untuk melengkapi Program Imunisasi Nasional

dasar, salah satu diantaranya yaitu vaksin Measles Rubella (MR).

Pemberian vaksin MR dilatarbelakangi oleh sindrom rubella

konginetal yang kejadiannya semakin meningkat. Vaksin ini


digunakan sebagai pengganti vaksin campak monovalen. Imunisasi

MR diberikan pada anak usia 9 bulan sampai dengan kurang dari

15 tahun mulai akhir tahun 2017 secara bertahap (Kemenkes RI,

2017).

g. Jenis imunisassi dasar

1) Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerin)

Vaksin BCG merupakan vaksin beku kering yang

mengandung Mycobacterium bovis hidup yang dilemahkan.

Vaksin BCG tidak mencegah infeksi tuberculosis tetapi

mengurangi resiko tuberculosis berat dan tuberkulosa primer.

Imunisasi BCG diberikan pada bayi <3 bulan, atau pada anak

dengan uji tuberkulin negatif. Vaksin BCG diberikan secara

intrakutan di daerah lengan kanan atas pada insersio M. Deltoideus

sesuai anjuran WHO dengan dosis 0,05 mL (Ranuh dkk, 2017).

Kontraindikasi imunisasi BCG antara lain bayi yang

mengalami defisiensi sistem kekebalan, reaksi uji tuberkulin >5

mm, demam tinggi, terinfeksi HIV asimtomastis maupun

simtomatis, adanya penyakit kulit yang berat/menahun, atau

sedang menderita TBC (Ranuh dkk, 2017).

KIPI yang terjadi yaitu reaksi lokal yang timbul setelah

imunisasi BCG adalah ulkus lokal yang superfisial pada 3 minggu

setelah penyuntikkan. Ulkus tertutup krusta, akan sembuh dalam 2-

3 bulan, dan meninggalkan parut bulat dengan diameter 4-8 mm.


Apabila dosis terlalu tinggi maka ulkus yang timbul lebih besar,

namun apabila penyuntikkan terlalu dalam maka parut yang terjadi

tertarik ke dalam (Ranuh dkk, 2017).

2) Imunisasi Hepatitis B

Vaksin Hepatitis B adalah vaksin virus rekombinan yang

telah dinonaktivasikan dan bersifat non-infecious. Pemberian

imunisasi ini bertujuan untuk mendapatkan kekebalan terhadap

penyakit hepatitis B. Vaksin disuntikkan dengan dosis 0,5 ml,

pemberian suntikan secara intramuskuler, sebaiknya anteroateral

paha. Pemberian sebanyak 3 dosis, dosis pertama diberikan pada

usia 0-7 hari, dosis berikutnya dengan interval minimum 4 minggu

(Ranuh dkk, 2017).

KIPI yang terjadi yaitu reaksi lokal seperti rasa sakit,

kemerahan dan pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan.

Reaksi yang terjadi ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari.

Kontraindikasi pemberian vaksin hepatitis B pada bayi yang

memiliki riwayat anafilaksis setelah vaksinasi hepatitis B

sebelumnya (Ranuh dkk, 2017).

3) Imunisasi Pentavalen

Vaksin Pentavalen (Difteri, Pertusis, Tetanus, Hepatitis B

Rekombinan, Haemophilus influen-zae tipe b) berupa suspensi

homogen yang mengandung toksoid tetanus dan difteri murni,

bakteri pertussis (batuk rejan) inaktif, antigen permukaan Hepatitis


B (HbsAg) murni yang tidak infeksius dan komponen HiB sebagai

vaksin bakteri sub unit berupa kapsul polisakarida Haemophilus

influenza tibe B tidak infeksius yang dikonjugasikan kepada

protein toksoid tetanus. Indikasi digunakan untuk pencegahan

terhadap difteri, pertussis, tetanus, hepatitis B, dan infeksi

Haemophilus influenza tibe b secara simultan (Ranuh dkk, 2017).

Vaksin ini harus disuntikkan secara intramuskular pada

anterolateral paha atas, dengan dosis anak 0,5 ml. kontraindikasi

pemberian vaksin ini adalah riwayat anafilaksis pada pemberian

vaksin sebelumnya, ensefalopati sesudah pemberian vaksin

pertusis sebelumnya, keadaan lain dapat dinyatakan sebagai

perhatian khusus (precaution). Riwayat kejang dalam keluarga dan

kejang yang tidak berhubungan dengan pemberian vaksin

sebelumnya bukanlah suatu kontraindikasi terhadap pemberian

vaksin ini (Ranuh dkk, 2017).

KIPI yang terjadi reaksi local kemerahan, bengkak, dan nyeri

pada lokasi injeksi, demam ringan, anak gelisah dan menangis

terus menerus, dan lemas (Ranuh dkk, 2017).

4) Imunisasi Polio

Imunisasi polio yaitu proses pembentukan kekebalan

terhadap penyakit polio. Vaksin yang digunakan yaitu IPV

(Inactivated Polio Vaccine) yang berisis virus polio virulen yang

sudah diinaktivasi/dimatikan dengan panas dan formaldehid.


Vaksin IPV meningkatkan antibodi humoral dengan cepat. Namun,

Vaksin IPV sedikit memberikan kekebalan lokal pada dinding usus

sehingga virus polio masih dapat berkembang biak dalam usus

orang yang telah mendapat IPV saja. Hal ini memungkinkan

terjadinya penyebaran virus ke sekitarnya, yang membahayakan

orang-orang disekitarnya, sehingga vaksin ini tidak dapat

mencegah penyebaran virus polio liar. IPV tidak dipergunakan

untuk eradikasi polio, namun dapat mencegah kelumpuhan baik

akibat virus polio liar atau virus polio vaksin sabin (Ranuh dkk,

2017).

Kontraindikasi umumnya pada imunisasi : vaksinasi harus

ditunda pada mereka yang sedang menderita demam, penyakit atau

penyakit kronis progresif. Hipersensitif pada saat pemberian vaksin

ini sebelumnya. Penyakit demam akibat infeksi akut : tunggu

sampai sembuh (Ranuh dkk, 2017).

KIPI yang terjadi reaksi lokal pada tempat penyuntikan

antara lain nyeri, kemerahan, indurasi dan bengkak bisa terjadi

dalam waktu 48 jam setelah penyuntikan dan bisa bertahan selama

satu atau dua hari. Kejadian dan tingkat keparahan dari reaksi lokal

tergantung pada tempat dan cara penyuntikan serta jumlah dosis

yang sebelumnya diterima. Reaksi sistemik yang ditimbulkan

demam dengan atau tanpa disertai myalgia, sakit kepala atau

limfadenopati (Ranuh, 2017).


5) Imunisasi MR (Measles dan Rubella)

Campak dan Rubella adalah penyakit infeksi menular melalui

saluran nafas yang disebabkan oleh virus. Campak dapat

menyebabkan komplikasi yang serius seperti diare, radang paru

(pneumonia), radang otak (ensefalitis), kebutaan bahkan kematian.

Rubella biasanya berupa penyakit ringan pada anak, akan tetapi

bila menulari ibu hamil pada trimester pertama dapat menyebabkan

keguguran atau kececatn pada bayi yang dilahirkan. Kecacatan

tersebut dikenal segabai Sindroma Rubella Konginetal di antaranya

meliputi kelainan pada jantung dan mata, ketulian dan keterlambatan

perkembangan (Kemenkes RI, 2017).

Kontraindikasi pemberian vaksin MR adalah anak dengan

penyekit keganasan yang tidak diobati atau gangguan imunitas, yang

mendapat pengobatan dengan imunosupresif atau terapi sinar atau

mendapat steroid dosis tinggi. Anak dengan alergi berat gelatin atau

neomisin. Anak yang mendapat vaksin hidup yang lain harus di tunda

minimal 1 bulan setelah imunisasi yang terakhir. Vaksin MR tidak

boleh diberikan dalam waktu 3 bulan setelah pemberian

immunoglobulin atau transfusi darah (Ranuh dkk, 2017).

KIPI yang terjadi yaitu dapat terjadi malaise (lemas), demam

dan ruam yang berlangsung 7-12 hari setelah imunisasi dan pada

umumnya berlangsung selama 1-2 hari (Ranuh dkk, 2017).


h. Status Imunisasi

Kemenkes RI mengubah status imunisasi lengkap menjadi

imunisasi rutin lengkap. Kelengkapan imunisasi dasar diberikan pada

bayi <12 bulan. Imunisasi rutin lengkap terdiri dari imunisasi dasar

yaitu HB0, BCG, polio, DPT-HB-HiB, dan MR, pemberian imunisasi

disesuaikan dengan usia anak (Kemenkes RI, 2018). Menurut

penelitian yang dilakukan Nugroho (2012) status imunisasi dibagi

menjadi dua yaitu sesuai jadwal dan tidak sesuai jadwal.

2. Teori Manajemen Kebidanan

1. Pengertian

Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang

digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan

tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, keterampilan

dalam rangkaian atau tahapan yang logis untuk pengambilan suatu

keputusan yang berfokus pada klien (Maryunani, 2016).

2. Proses Asuhan Kebidanan

Adapun tujuh langkah proses manajemen menurut Rismalinda (2014) :

a. Langkah I : Pengkajian

Mengumpulkan data dasar yang menyeluruh untuk mengevaluasi

pasien. Data dasar ini meliputi pengkajian riwayat, pemeriksaan

fisik sesuai indikasi, meninjau kembali proses perkembangan

keperawatan saat ini atau catatan rumah sakit terdahulu, dan

meninjau kembali data hasil laboratorium dan laporan penelitian

terkait secara singkat, data dasar yang diperlukan adalah semua

data yanng berasal dari semua sumber informasi yang berkaitan

dengan kondisi pasien (Varney, 2007). Pengkajian balita dengan

Imunisasi BCG antara lain :


1) Identitas

Merupakan bagian yang paling penting untuk memastikan

bahwa yang diperiksa benar-benar anak yang dimaksud, dan

tidak keliru dengan anak lain (Matondang dkk, 2013). Identitas

tersebut meliputi :

a) Nama Bayi atau Balita

Identitas dimulai dengan nama pasien, yang harus jelas dan

lengkap ( nama depan, nama tengah (bila ada), nama

keluarga, dan nama panggilan akrabnya.

b) Umur

Umur pasien sebaiknya didapat dari tanggal lahir, yang dapat

ditanyakan ataupun dilihat dari Kartu Menuju Sehat atau

kartu pemeriksaan kesehatan lainnya. Usia anak diperlukan

untuk menginterpretasi apakah data pemeriksaan klinis pada

anak tersebut normal sesuai dengan umurnya.

c) Jenis Kelamin

Jenis kelamin pasien sangat diperlukan, selain untuk identitas

juga untuk penilaian data pemeriksaan klinis, misalnya nilai-

nilai baku, insidens seks, penyakit-penyakit terangkai seks.

d) Anak ke

Dikaji untuk mengetahui jumlah saudara pasien.


e) Nama Orangtua

Nama ayah, ibu, atau wali pasien harus dituliskan dengan

jelas agar tidak keliru dengan orang lain, mengingat banyak

sekali nama yang sama. Bila ada, titel yang bersangkutan

harus disertakan.

f) Umur

Dikaji untuk mengetahui umur orang tua.

g) Suku Bangsa

Memantapkan identitas seseorang tentang kesehatan dan

penyakit.

h) Agama

Data tentang agama juga memantapkan identitas; di samping

itu perilaku seseorang tentang kesehatan dan penyakit sering

berhubungan dengan agama. Kebiasaan, kepercayaan dan

tradisi dapat menunjang namun tidak jarang dapat

menghambat perilaku hidup sehat.

i) Pendidikan orangtua

Tingkat pendidikan orangtua juga berperan dalam pendekatan

selanjutnya, misalnya dalam pemeriksaan penunjang dan

penentuan tata laksana pasien selanjutnya.

j) Pekerjaan orangtua

Menggambarkan keakurataan data yang akan diperoleh serta

dapat ditentukan pola pendekatan dalam anamnesis.


k) Alamat

Tempat tinggal pasien harus ditulikan dengan jelas dan

lengkap, dengan nomor rumah, nama jalan, RT,RW,

kelurahan dan kecamatannya, serta bila ada nomor

teleponnya. Kejelasan alamat keluarga ini amat diperlukan

agar sewaktu-waktu dapat dihubungi, misalnya bila pasien

menjadi sangat gawat, atau perlu tindakan operasi segera,

atau perlu pembelian obat/alat yang tidak tersedia di rumah

sakit, dan lain sebagainya.

2) Anamnesa (Data Subjekif)

Anamnesa adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan

wawancara (Matondang dkk, 2013).

a) Keluhan Utama

Keluhan utama yaitu keluhan atau gejala yang menyebabkan


pasien dibawa berobat. Perlu diperhatikan bahwa keluhan utama
tidak selalu merupakan keluhan yeng pertama disampaikan oleh
orangtua pasien, hal ini terutama pada orangtua yang
pendidikannya rendah, yang kurang dapat mengemukakan esensi
masalah (Matondang dkk, 2013).

b) Riwayat kesehatan yang lalu

Riwayat kesehatan yang lalu yang harus di periksa menurut

Matondang, dkk (2013) :


(1) Imunisasi

Status imunisasi pasien, baik imunisasi dasar maupun

imunisasi ulangan (booster) harus secara rutin di

tanyakan untuk mengetahui status perlindungan pediatrik

yang diperoleh mungkin dapat membantu diagnosis pada

beberapa keadaan tertentu.

(2) Riwayat kesehatan keluarga atau menurun

Data keluarga pasien perlu diketahui dengan akurat

untuk memperoleh gambaran keadaan sosial-ekonimi-

budaya dan kesehatan keluarga pasien.

(3) Riwayat penyakit yang lalu

Mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum

terdapat keluhan sampai ia di bawa berobat .

(4) Riwayat penyakit sekarang

Perlu diketahui keadaan atau penyakit yang berkaitan

dengan penyakit sekrang. Perlu ditanyakan dengan teliti

termasuk jenis keluhan, waktu keluhan,

perkembangannya, dan responnya terhadap pengobatan

yang diberikan.
c) Riwayat sosial

(1) Siapa yang mengasuh balita

(2) Hubungan pasien dengan anggota keluarga yaitu ibu,

ayah serta anggota keluarga yang lain.

(3) Hubungan dengan teman sebaya dilingkungan sekitar

rumah.

(4) Perlu di upayakan untuk mengetahui terdapatnya

masalah dalam keluarga, tetapi harus diingat bahwa

masalah ini sering menyangkut hal-hal sensitif, hingga di

perlukan kebijakan dan kearifan dalam pendekatannya.

(Matondang dkk, 2013).

d) Riwayat pertumbuhan

Status pertumbuhan anak terutama pada usia balita dapat

ditelaah dari kurva berat badan terhadap umur dan panjang

badan terhadap umur (Matondang dkk, 2013).

e) Riwayat perkembangan

Status perkembangan pasien perlu ditelaah secara rinci untuk

mengetahui apakah semua tahapan perkembangan dilalui

dengan mulus atau terdapat penyimpangan (Matondang dkk,

2013).
f) Pola kebiasaan sehari-hari

(1) Pola nutrisi

Pada anamnesis tentang riwayat makanan diharapkan

dapat diperoleh keterangan tentang makanan yang

dikonsumsi oleh anak, baik dalam jangka pendek

(beberapa waktu sebelum sakit), maupun jangka panjang

(sejak bayi). Kemudian dinilai apakah kualitas dan

kuantitasnya adekuat, yaitu memenuhi angka kecukupan

gizi (AKG) yang dianjurkan (Matondang dkk, 2013).

Pada kasus balita dengan febris anak susah makan dan

minum (Sudarmoko, 2013).

(2) Pola istirahat atau tidur

Untuk mengetahui berapa lama anak tidur siang dan tidur

malam (Walyani, 2015).

(3) Pola hygiene

Untuk mengetahui berapa kali anak mandi dalam sehari

karena untuk mengetahui kebersihan anak tersebut

(Walyani, 2015).

(4) Pola aktivitas

Pengkajian mengenai bagaimana pola aktivitas pasien

(Walyani, 2015).
(5) Pola eliminasi

Untuk mengetahui berapa banyak anak BAB dan

BAK dalam sehari (Walyani, 2015).

3) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mendeteksi tiap tanda-tanda

keluhan balita (Walyani, 2015).

a) Status Generalis

(1) Keadaan umum bayi/balita meliputi :

Kesan keadaan sakit, kesadaran dan kesan status gizi

(Matondang dkk, 2013).

(2) Kesadaran

Penilaian kesadaran dinyatakan sebagai Composmentis,

apatik, delirium,somnolen, sopor, dan koma. Pada kasus

anak dengan febris kesadaran apatis (Matondang dkk,

2013).

(3) Tanda-tanda vital meliputi :

(a) Denyut Nadi

Pemeriksaan nadi harus dilakukan pada keempat

ekstermitas, penilaian nadi harus mancakup :

frekuensi atau laju nadi, irama, isi atau kualitas serta

ekualitas nadi. Pada kasus balita dengan febris

terjadi takikardia yaitu laju denyut nadi yang lebih

cepat dari normal (Matondang dkk, 2013).


(b) Pernafasan

Menilai laju pernafasan, irama atau keteraturan,

kedalaman dan tipe atau pola pernapasan. Pada

kasus balita dengan febris terjadi pernafasan yang

lebih cepat dari normal (Matondang dkk, 2013).

(c) Suhu

Suhu tubuh dapat sedikit meningkat apabila anak

menangis, setelah makan, setelah bermain, dan

ansietas (Matondang,dkk,2013). Pada kasus balita

febris adalah suhu tubuh di atas normal, yaitu diatas

380C (Riandita, 2012).

(4) Antropometri

(a) Lingkar Kepala

Pada anak berumur 1-5 tahun, LILA saja sudah

dapat menunjukkan status gizi (Matondang dkk,

2013).

(b) Lingkar Dada

Untuk menilai bentuk dan besar dada, kesimetrisan,

gerakan dada, deformitas penonjolan,

pembengkakan, dan kelainan lain (Muslihatun dkk,

2009).
(c) Panjang Badan

Untuk mengetahui status nutrisi dan pertumbuhan

fisik anak (Matondang dkk, 2013).

(d) Berat Badan

Untuk menilai apakah ada masalah dalam

pemenuhan nutrisi pada anak (Matondang dkk,

2013).

b) Pemeriksaan Sistematis

Menurut Muslihatun dkk (2009) meliputi :

(1) Kepala : Untuk menilai lingkar kepala dan

ubun-ubun.

(a) Muka : Untuk menilai kesimetrisan muka

dan pembengkakan.

(b) Mata : Untuk menilai conjungtiva, kornea

dan sklera.

(c) Telinga : Untuk menilai telinga bagian luar

yaitu bentuk, besar dan posisi daun

telinga.

(d) Hidung : Untuk menilai bentuk dan adanya

epistaksis.

(e) Mulut : Untuk menilai labioskisis, odema

dan keadaan guzi.


(2) Leher : Untuk menilai tekanan vena

jugularis, massa pada leher dan

pembesaran kelenjar tiroid.

(3) Dada : Untuk menilai bentuk, benjolan

dan kesimetrisan.

(4) Perut : Untuk ukuran, bentuk, peristaltik

usus dan suara bising.

(5) Ekstermitas : Kaji kesejajaran tubuh,

kesimetrisan, rentang gerak,

pembengkakan, kemerahan dan

nyeri tekan.

(6) Anogenital

(a) Perempuan : Kaji tahap perkembangan seksual

dan pengeluaran cairan.

(b) Laki-laki : Kaji ukuran, bentuk, peradangan

testis dan skrotum.

(c) Anus : Adakah haemoroid pada anus.

c) Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang atau pemeriksaan laboratorium

dalam arti luas adalah setiap pemeriksaan yang dilakukan di

luar pemeriksaan fisik (Matondang dkk, 2013). Pada kasus

febris pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah


pemeriksaan hematologi (pemeriksaan darah) diperlukan jika

demam pada anak lebih dari tiga hari (Sodikin, 2012).

b. Langakah II : Interpretasi Data

Bermula dari data dasar menginterpretasi data untuk kemudian

diproses menjadi masalah atau diagnosis serta kebutuhan

perawatan kesehatan yang identifikasi khusus (Varney, 2007).

1) Diagnosis kebidanan

Diagnosis kebidanan adalah diagnosis yang ditegakkan oleh

profesi (bidan) dalam lingkup praktek kebidanan dan

memenuhi standar nomenklatur (tata nama) diagnosis

kebidanan (Rismalinda, 2014).

Data dasar :

a) Data Subjektif

Pengkajian data yang diperoleh dengan anamnesis,

berhubungan dengan masalah dari sudut pandang pasien

(Rismalinda, 2014).

b) Data Objektif

Data berasal dari hasil observasi yang jujur dari

pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan laboratorium atau

pemeriksaan diagnostik lainnya (Rismalinda, 2014).

2) Masalah

Masalah digunakan karena masalah tidak dapat didefinisikan

seperti diagnosa tetapi tetap membutuhkan penanganan.


Masalah sering berkaitan dengan hasil pengkajian (Walyani,

2015). Kasus balita dengan febris masalah yang timbul adalah

balita susah minum dan nafsu makan berkurang (Sudarmoko,

2013).

3) Kebutuhan

Kebutuhan adalah hal-hal yang dibutuhkan pasien dan belum

teridentifikasi dalam diagnosa dan masalah yang didapat

dengan melakukan analisa data (Varney, 2007). Kebutuhan

pada balita dengan febris adalah memberikan cairan oral yang

adekuat serta peningkatan pemenuhan kebutuhan nutrisi untuk

balita (Suriadi dan Yuliani, 2006).

c. Langkah III : Diagnosa Potensial

Mengidentifikasi masalah atau diagnosis potensial berdasarkan

masalah dan diagnosis saat ini berkenan dengan tindakan antisipasi,

pencegahan jika memungkinkan, menunggu dengan waspada

penuh, dan persiapan terhadap semua keadaan yang mungkin

muncul (Varney, 2007). Pada kasus balita dengan febris diagnosa

potensial terjadi kejang demam (Sodikin, 2012).

d. Langkah IV : Antisipasi atau Tindakan Segera

Mencerminkan sifat kesinambungan proses penatalaksanaan, yang

tidak hanya dilakukan selama perawatan primer atau kunjungan

prenatal periodik (Varney, 2007). Pada kasus balita dengan kejang

demamkolaborasi dengan Dokter Spesialis Anak dalam pemberian


diazepam intervena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg BB, dengan dosis

maksimal 20 mg dan diazepam per rektal dengan dosis 5 mg

(<10kg), dosis 10 mg (>10 kg) diberikan perlahan-lahan dengan

kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit (Sihaloho,

2015).

e. Langkah V : Rencana Tindakan

Mengembangkan sebuah rencana keperawatan yang menyeluruh

ditentukan dengan mengacu pada hasil langkah sebelumnya

(Varney, 2007). Perencanaan febris menurut Suriadi dan Yuliani

(2006) dan Sodikin (2012) sebagai berikut :

1) Pemberian terapi antipiretik dan antibiotik sesuai program.

2) Berikan minuman lebih banyak dari biasanya.

3) Pakaian yang di gunakan anak baiknya dengan pakaian yang

tipis.

4) Monitor temperatur secara ketat.

5) Hindari kompres alkohol dan air es.

6) Kompres hangat ( Tepid Water Sponge ) dengan cara :

a) Menyiapkan air hangat

b) Mencelupkan waslap atau handuk kecil ke waskom dan

mengkompresnya di daerah dahi, dada, dan ketiak.

c) Melakukan tindakan di atas beberapa kali (setelah kulit

kering ).

7) Menghentikan prosedur bila suhu tubuh mendekati normal


Penatalaksanaan Febris menurut Kemenkes RI (2015) dalam buku

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) sebagai berikut :

6) Beri satu dosis paracetamol setiap 6 jam sampai demam hilang

untuk demam ≥ 38,5 0C

7) Obati penyebab lain dari demam

8) Nasihati kapan kembali segera

9) Kunjungan ulang 2 hari jika tetap demam

10) Jika demam berlanjut lebih dari 7 hari, RUJUK untuk penilaian

lebih lanjut

f. Langkah VI : Pelaksanaan

Melaksanakan rencana perawatan secara menyeluruh. Langkah ini

dapat dilakukan secara keseluruhan oleh bidan atau tim anggota

kesehatan yang lain. Apabila tidak dapat melakukannya sendiri,

bidan bertanggung jawab untuk memastikan bahwa implementasi

benar-benar dilakukan. Penatalaksanaan febris menurut Suriadi dan

Yuliani (2006) dan Sodikin (2012) sebagai berikut :

1) Pemberian terapi antipiretik dan antibiotik sesuai program.

2) Berikan minuman lebih banyak dari biasanya.

3) Pakaian yang di gunakan anak baiknya dengan pakaian yang

tipis.

4) Monitor temperatur secara ketat.

5) Hindari kompres alkohol dan air es.

6) Kompres hangat ( Tepid Water Sponge ) dengan cara :


a) Menyiapkan air hangat

b) Mencelupkan waslap atau handuk kecil ke waskom dan

mengkompresnya di daerah dahi, dada, dan ketiak.

c) Melakukan tindakan di atas beberapa kali (setelah kulit

kering ).

7) Menghentikan prosedur bila suhu tubuh mendekati normal

Penatalaksanaan Febris menurut Kemenkes RI (2015) dalam buku

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) sebagai berikut :

1) Memberi satu dosis paracetamol setiap 6 jam sampai demam

hilang untuk demam ≥ 38,5 0C

2) Mengobati penyebab lain dari demam

3) Menasihati kapan kembali segera

4) Menganjurkan kunjungan ulang 2 hari jika tetap demam

5) Menganjurkan jika demam berlanjut lebih dari 7 hari, RUJUK

untuk penilaian lebih lanjut

g. Laksana VII : Evaluasi

Merupakan tindakan untuk memeriksa apakah perawatan yang

dilakukan benar-benar telah mencapai tujuan, yaitu memenuhi

kebutuhan ibu, seperti yang diidentifikasi pada langkah kedua

tentang masalah, diagnosis maupun kebutuhan perawatan

kesehatan (Varney, 2007).


Hasil evaluasi yang diharapkan menurut Suriadi dan Yuliani (2006)

sebagai berikut :

1) Keadaan umum baik


2) Panas turun
3) Tidak terjadi kejang
Menurut Yulifah dan Surachmindari (2014) data perkembangan digunakan untuk
mengetahui apa yang telah dilakukan oleh seorang bidan melalui proses berpikir sistematis,
di dokumentasikan dalam bentuk SOAP.
Subjektif : Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data

klien melalui anamnesis (Langkah I Varney).

Objektif : Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik

klien, hasil laboratorium dan uji diagnosis lain yang dirumuskan

dalam data fokus untuk mendukung asuhan (Langkah I Varney).

Assessment : Menggambarkan pendokumentasian hasil analisis dan

interpretasi data subjektif dan objektif dalam suatu

identifikasi :

h. Diagnosis/masalah

i. Antisipasis diagnosis/masalah potensial.

j. Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter/konsultasi/kolaborasi

dan atau rujukan (Langkah II, III, dan IV Varney).

Planing : Menggambarkan pendokumentasian tindakan dan evaluasi dan perencanaan

berdasarkan hasil assessment (Langkah V, VI dan VII Varney).


ASUHAN KEBIDANAN BAYI. M UMUR 0 BULAN DENGAN IMUNISASI
HB NEO DI POLIK KIA PUSKESMAS SERUI KOTA
KABUPATEN KEPULAUAN YAPEN

Tanggal masuk : 26 April 2021 Jam : 09:00 Wit


No Register : 00 33 50

I. PENGKAJIAN

A. DATA SUBJEKTIF
1. Biodata

Nama Klien : By. JR


Umur : 1 Bulan

Nama Ayah : Ny. S Nama Ibu : Tn. E


Umur : 35 Umur : 42
Agama : Kristen Agama : Kristen
Pendidikan : S1 Pendidikan : S1
Pekerjaan : PNS Pekerjaan : PNS
Penghasilan : Rp. 3.200.000,- Penghasilan : 3.200.000,-,-
Alamat : Jln. Sam Ratulangi - Alamat : Jln. Sam Ratulangi
Serui - Serui

2. Alasan datang
Ibu mengatakan ingin mengimunisasikan bayinya dan pada saat ini bayinya dalam
keadaan sehat.

3. Riwayat Kesehatan
a. Penyakit yang lalu
Tidak Ada.
b. Penyakit sekarang
Ibu mengatakan bayi dalam keadaan sehat
c. Penyakit Keluarga
Ibu mengatakan kelurga tidak memiliki penyakit menular dan kronis
seperti TBC, Asma, Diabetes dan HIV.
d. Riwayat Kehamilan, persalinan dan Nifas yang lalu
Tempat Jenis Anak
Tgl/Bln/Th Penyulit Usia
No Persalin Persalina Penolong J BB PB Nifas
Persalinan kehamilan Anak
an n K
1. Tidak
13/07/2011 RSUD SC Dokter P 2900 49 Normal 10 Thn
Ada
2. Tidak
23/4/2021 RSUD SC Dokter L 2500 48 Normal 3 Hari
Ada

4. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


a. Pertumbuhan
Berat badan Bayi meningkat

b. Perkembangan
Motorik : Bisa memegang jari ibu
Adaptif : Belum bisa melakukan aktifitas sendiri
Bahasa : Sudah mengdengar suara ibu
Social personal : Merasakan senang dan sedih

5. Riwayat Psikososial
Hubungan bayi dengan keluarga baik

6. Riwayat Imunisasi
Imunisasi yang didapat :
HB◦ : 26-4-2021
BCG : .............. Polio1 : 26-4-2021
Reaksi setelah pemberian imunisasi : Tidak ada
7. Pola kebiasaan sehari-hari
Nutrisi : Ibu mengatakan bayinya minum asi dan diberikan sesuai
kebutuhan bayi.
Eliminasi : BAB : Ibu mengatakan bayinya BAB 1 kali sehari, lembek, warna
kuning
BAK : Ibu mengatakan bayinya BAK 5 sampai 6 kali sehari, cair,
warna kuning, lancar dan bau pesing.

Istirahat : Ibu mengatkan bayinya tidur 19 jam.


Aktivitas : Ibu mengatakan bayinya kebanyakan tidur terbangun bila lapar dan
pakaian basah.

B. Data Objektif
a. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Keadaan Umum :
TTV :
Nadi : 140 x/menit
RR : 32x / Menit
Suhu : 36 °C
BB : 2900 gram
PB : 51 Cm
Lila : 13 Cm
Lika : 30 Cm
b. Pemeriksaan Khusus
1. Inspeksi
Kepala : Bersih
Rambut : Rambut keriting berwarna hitam
Wajah : tidak pucat
Mata : Kelopak mata tidak cekung, simetris, conjungtiva
Berwarna merah muda dan skelera sedikit merah
Hidung : Simetris dan tidak ada benjolan
Telinga : Simetris dan tidak ada serumen
Mulut : Lidah bersih dan lembab
Leher : Tidak ada benjolan dan tidak ada kelainan
Dada : Simetris, bunyi nafas teratur dan tidak ada retraksi
Abdomen : Tidak ada benjolan dan sedikit kembung
Genitalia : Normal
Ekstremitas : Simetris, tidak oedema, tidak ada kelainan baik tangan
dan kaki bisa digerakkan
c. Palpasi
UUK : Normal
UUB : Normal
Turgor : Normal
d. Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada

II. INTERPRETASI DATA

Tanggal : 26 April 2021 Pukul : 10:00 Wit

A. DIAGNOSA KEBIDANAN

Bayi JR dengan imunisasi HB NEO

Data Dasar DS:

1. Ibu mengatakan anaknya berumur 1 bulan

2. Ibu mengatakan ingin memgimunisasikan bayi yang lahir 4 minggu

yang lalu pada tangal 23 April 2021 dan pada saat ini bayinya dalam

keadaan sehat.

DO:
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Keadaan Umum :
TTV :
Nadi : 140 x/menit
RR : 32x / Menit
Suhu : 36 °C
BB : 2900 gram
PB : 51 Cm
Lila : 13 Cm
Lika : 30 Cm

Analisas Data : Bayi dengan imunisasi HB NEO

III. ANTISIPASI MASALAH POTENSIAL


Tidak ada
IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SEGERA

Tidak ada

V. INTERVENSI

Diagnosa : Bayi dengan imunisasi HB NEO

Tujuan : Setelah dilakukan imunisasi 10 menit diharapkan tidak terjdi


komplikasi pada bayi.

Kriteria hasil :
1. Timbul benjolan dengan diameter tidak lebih dari 0,5 cm
2. KU baik
3. TTV batas normal
Suhu : 36 0C
BB : 2900 gram
Nadi : 140 x/Menit
RR : 32 x/Menit

Intervensi :

1. Lakukan pendekatan terapiotik pada klien dan ibu.

R : Dengan melakukan pendekatan pada ibu dan klien diharapkan terjalin


kerja sama dengan petugas.
2. Siapkan imunisasi HB NEO

R : Agar proses imunisasi berjalan lancar.


3. Lakukan imunisasi HB NEO dengan teknik yang benar

R : Tidak terjadi kesalahan penyuntikan.


4. Berikan KIE tentang :
Perawatan bekas suntikan
Fisiologis Imunisasi HB NEO
Komplikasi

R : Agar ibu tahu tentang keberhasilan imunisasi HB NEO.


5. Jelaskan kepada ibu untuk kembali mendapatkan imunisasi selanjutnya.

R : Ibu mengetahui bayi masih memerlukan imunisasi yang lain.


6. Ingatkan ibu bayi untuk segera mengikuti KB
R : Untuk menjaga jarak kehamilan sehingga memberikan perhatian dan
mengasuh bayi secara optimal.

VI. IMPLEMENTASI

Diagnosa : Bayi dengan imunisasi HB NEO


1. Melakukan pendekatan terapiutik pada klien dengan cara menyapa pasien
dengan ramah.
2. Mempersiapkan imunisasi HB NEO
Mempersiapkan Vaksin BCG, Spuit 1 cc, kapas air DTT.
3. Melakukan imunisasi HB NEO dengan teknik yang benar.
Tekniknya :
a. Mencuci tangan
b. Mengendong bayi dengan lengan kanan atas dibuka
c. Melakukan desinfeksin pada 1/3 lengan kanan atas dengan
kapas air DTT
d. Melaukan penyuntikan secara IM ( Intra Mucular )
e. Masukan vaksin dengan dosis 0,05 ml.
4. Memeberikan KIE tentang :
a. Luka bekas imunisasi jangan ditekan
b. Kadang terjadi peradangan ditempat yang agak berat atau abses
yang lebih dalam
5. Menjelaskan untuk kembali ketika bayi berusia 2 bulan untuk mendapatkan
imunisasi BCG dan Polio.
6. Memngingatkan ibu untuk segera mengikuti KB.
VII. EVALUASI
Diagnosa : Bayi dengan imunisasi HB NEO
Tanggal, 26 April 2021 Jam : 10:15 Wit
S : Ibu mengatakan bayinya sudah dilakukan imunisasi
O : Keadaan bayi baik
Suhu : 36 0C
BB : 2900 gram
Nadi : 140 x/Menit
RR : 32 x/Menit
Terdapat gelumbung bekas imunisasi pada lengan kanan bayi

A : Bayi dengan imunisasi HB NEO

P : 1. Mengingatkan ibu KIE tentang :


a. Luka bekas imunisasi jangan ditekan
b. 1 minggu timbul seperti jerawat dibiarkan saja
c. Kadang terjadi peradangan setempat yang agak berat atau abses
yang lebih dalam.

2. Mengingatkan untuk kembali ketika bayi berusia 2 bulan untuk


mendapatkan kembali BCG dan Polio.
3. Mengingatkan ibu untuk segera mengikuti KB untuk menjaga jarak
kelahiran.
DAFTAR PUSTAKA

Ardinasari E, 2016. Buku Pintar Mencegah & Mengobati Penyakit Bayi & Anak.
Jakarta : Penerbit Bestari
Arikunto, 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT Rineka
Cipta
Atika, Dyah P.D. 2015. Asuhan Kebidanan Pada Balita Sakit An. A Umur 3 Tahun
dengan Febris di BPM Al-Firdaus Kismoyoso Ngemplak Boyolali. KTI DIII
Kebidanan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Dinkes Kabupaten Karanganyar, 2014. Profil Kesehatan Kabupaten Karanganyar
Tahun 2014. Karanganyar : Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar
Dinkes Provinsi Jawa Tengah, 2014. Profil Kesehatan Profinsi Jawa Tengah
Tahun 2014. Semarang : Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
Hidayat, 2007. Metode Penelitian Kebidanan Teknik Anallisis Data. Jakarta :
Salemba Medika
Kemenkes RI. 2015. Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
.Profil Kesehatan Indonesia 2015. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI.
Manggiasih V.A, Jaya P, 2016. Buku ajarAsuhan Kebidanan Pada Neonatus, Bayi,
Balita Dan Anak Pra Sekolah. Jakarta : CV. Trans Info Media
Maryunani, 2016. Manajemen Kebidanan. Jakarta : CV. Trans Info Medika
Matondang C.S, Wahidiyat I, Sastroasmoro S, 2013. Diagnosis Fisis Pada Anak,
Edisi 5. Jakarta : PT Sagung Seto
Muslihatun W.N, Mufdlilah, Setiyawati N, 2009. Dokumentasi Kebidanan.
Yogyakarta : Fitramaya
Notoatmodjo S, 2010. Metode Penelitian Kesehatan, Edisi Revisi. Jakarta : Rineka Cipta

Anda mungkin juga menyukai