Anda di halaman 1dari 69

HABIB ADJIE

08121652894
Habib Adjie
hb_adjie
Habib Adjie
tanyahabibadjie
A adjieku61@gmail.com
copyright@hba-inc 1
2
copyright@hba-inc 3
DIMANAKAH DASAR HUKUM
KEWENANGAN NOTARIS
UNTUK MEMBUAT AKTA
KETERANGAN HAK WARIS
(AKHW) UNTUK SELURUH
MASYARAKAT YANG
MEMBUTUHKANNYA ?
copyright@hba-inc 4
• SELAMA INI DALAM MASYARAKAT INDONESIA ADA PEMBEDAAN
PEMBUATAN KETERANGAN WARIS BERDASARKAN ETNIS ATAU
GOLONGAN PENDUDUK INDONESIA,YAITU :
• UNTUK PRIBUMI  DIBUAT DIBAWAH TANGAN –
DIKETAHUI/DIREGISTRASI DI KELURAHAN DAN KECAMATAN DI
TEMPAT PEWARIS MENINGGAL DUNIA.
• UNTUK DAN EROPA, CINA/TIONGHOA  DIBUAT OLEH NOTARIS
DALAM BENTUK SURAT PERNYATAAN KETERANGAN WARIS.
• UNTUK TIMUR ASING, ARAB, INDIA, PAKISTAN  DIBUAT OLEH BHP
(BALAI HARTA PENINGGALAN)
• BAHWA NEGARA KITA INDONESIA SUDAH TIDAK MENGENAL LAGI
GOLONGAN PENDUDUK TERSEBUT  UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN
REPUBLIK INDONESIA - PASAL 2 YANG MENJADI WARGA NEGARA
INDONESIA ADALAH ORANG-ORANG BANGSA INDONESIA ASLI DAN
ORANG-ORANG BANGSA LAIN YANG DISAHKAN DENGAN UNDANG-
UNDANG SEBAGAI WARGA NEGARA HANYA ADA WNI DAN WNA
5
copyright@hba-inc
• KEWENANGAN NOTARIS PASAL 15
AYAT (3) UUJN – P = (3) Selain
kewenangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2), NOTARIS MEMPUNYAI
KEWENANGAN LAIN YANG
DIATUR DALAM PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN.
copyright@hba-inc 6
• UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 7

TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN


PERUNDANG-UNDANGAN PASAL 8 AYAT (1) : Jenis
Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup
peraturan yang ditetapkan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah
Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa
Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, MENTERI,
badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang
dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah
atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota,
Kepala Desa atau yang setingkat.

copyright@hba-inc
•SEHINGGA NOTARIS
8
MEMPUNYAI KEWENANGAN
YANG LAHIR BERDASARKAN
PERATURAN PERUNDANGAN-
UNDANGAN YANG LAIN,
SEPERTI PERATURAN
“MENTERI”  PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
copyright@hba-inc
TENTANG KEWENANGAN NOTARIS UNTUK
MEMBUAT AKTA KETERANGAN WARIS
UNTUK SELURUH WARGA NEGARA
INDONESIA  LAHIR BERDASARKAN PASAL
111 PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN
TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN
NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR
16 TAHUN 2021 TENTANG PERUBAHAN
KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI
NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN
PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN
1997 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24
TAHUN 1997
TENTANG PENDAFTARAN TANAH
9
PASAL 111
• Ketentuan Pasal 111 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut : (1) Permohonan pendaftaran peralihan Hak
Atas Tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun
diajukan oleh AHLI WARIS atau kuasanya dengan
melampirkan:
a. sertipikat Hak AtasTanah atau Sertipikat Hak Milik
Atas Satuan Rumah Susun atas nama pewaris atau
alat bukti pemilikan tanah lainnya;
b. surat kematian atas nama pemegang hak yang
tercantum dalam Sertipikat yang bersangkutan dari
kepala desa/lurah tempat tinggal pewaris waktu
meninggal dunia, rumah sakit, petugas kesehatan,
atau instansi lain yang berwenang;
copyright@hba-inc 10
c. surat tanda bukti sebagai ahli waris dapat berupa:
1. wasiat dari pewaris;
2. putusan pengadilan;
3. penetapan hakim/ketua pengadilan;
4. surat pernyataan ahliwaris yang dibuat oleh para ahliwaris
dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi dan diketahui oleh
kepala desa/lurah dan camat tempa ttinggal pewaris pada
waktu meninggal dunia;
5. AKTA KETERANGAN HAK MEWARIS DARI NOTARIS YANG
BERKEDUDUKAN DI TEMPAT TINGGAL PEWARIS PADA WAKTU
MENINGGALDUNIA; atau
6. Surat keterangan waris dari Balai Harta Peninggalan.
d. Surat Kuasa Tertulis dari ahli waris apabila yang mengajukan
permohonan pendaftaran peralihan hak bukan ahli waris yang
bersangkutan; e. bukti identitas ahli waris

copyright@hba-inc 11
• KETENTUAN PASAL 111 TERSEBUT TELAH MENGHILANGKAN / MENIADAKAN
PEMBUATAN KETERANGAN WARIS YANG DIDASARKAN PADA
ETNIS/GOLONGAN PENDUDUK, TAPI BERLAKU UNTUK SELURUH WARGA
INDONESIA DALAM PEMBUATAN KETERANGAN WARIS BOLEH MEMILIH
BERDASARKAN :
1. PUTUSAN PENGADILAN;
2. PENETAPAN HAKIM/KETUA PENGADILAN;
3. SURAT PERNYATAAN AHLIWARIS YANG DIBUAT OLEH PARA AHLIWARIS
DENGAN DISAKSIKAN OLEH 2 (DUA) ORANG SAKSI DAN DIKETAHUI
OLEH KEPALA DESA/LURAH DAN CAMAT TEMPA TTINGGAL PEWARIS
PADA WAKTU MENINGGAL DUNIA;
4. AKTA KETERANGAN HAK MEWARIS DARI NOTARIS YANG BERKEDUDUKAN
DI TEMPAT TINGGAL PEWARIS PADA WAKTU MENINGGALDUNIA; ATAU
5. SURAT KETERANGAN WARIS DARI BALAI HARTA PENINGGALAN.
copyright@hba-inc 12
BERDASARKAN KETENTUAN TERSEBUT
NOTARIS BERWENANG (MEMPUNYAI
KEWENANGAN SECARA ATRIBUTIF)
UNTUK MEMBUAT AKTA KETERANGAN
HAK WARIS UNTUK SELURUH WARGA
NEGARA INDONESIA.
PERINTAHNYA DALAM BENTUK “AKTA”
NOTARIS  JIKA BENTUKNYA AKTA
HARUS MEMENUHI KETENTUAN PASAL
38 UUJN – P. (BUKAN SURAT
KETERANGAN HAK WARIS).
copyright@hba-inc 13
• NOTARIS MEMBUAT AKTA KETERANGAN NOTARIS
BENTUK AKTANYA BERDASARKAN PASAL 38 UUJN
– P BISA DALAM BENTUK AKTA PIHAK ATAU AKTA
RELAAS.
• AKTA KETERANGAN WARIS TERSEBUT BERSIFAT
DEKLARATOR  FAKTA PERNYATAAN DARI PARA
PIHAK YANG MENGHADAP NOTARIS.
• JIKA DIBUAT DALAM BENTUK RELAAS  NOTARIS
HARUS HADIR DALAM RAPAT PARA AHLI WARIS
UNTUK MENULISKANNYA.
• JIKA DIBUAT DALAM BENTUK AKTA PIHAK 
PARA PIHAK YANG MENYATAKAN DI HADAPAN
NOTARIS.
copyright@hba-inc 14
AKTA KETERANGAN HAK MEWARIS
(AKHW)
1. UNTUK MEMBUKTIKAN DAN SEBAGAI BUKTI SIAPA
SEBAGAI AHLI WARIS DARI SIAPA.
2. DIBUAT DI HADAPAN NOTARIS BERSIFAT UNIFIKASI,
BERLAKU UNTUK SEMUA WARGA NEGARA INDONESIA.
3. DIBUAT DI HADAPAN NOTARIS DALAM BENTUK AKTA
PIHAK DAN DEKLARATIF.
4. TIDAK PERLU MENYEBUTKAN HAK/BAGIAN PARA AHLI
WARIS, HAK DAN BAGIAN PARA AHLI WARIS DAPAT
DIBUAT DENGAN AKTA TERSENDIRI SESUAI HUKUM
WARIS BAGI YANG BERSANGKUTAN ATAU KARENA
KESEPAKATAN PARA AHLI WARIS - (HBA)

copyright@hba-inc 15
KETIKA NOTARIS MEMBUAT AKTA KETERANGAN HAK WARIS
PENUHI SYARATNYA SEPERTI :
a. Akta/Kutipan Kematian Pewaris Dari 16
Dukcapil/Kelurahan-Kecamatan.
b. Akta/Surat Nikah Pewaris.
c. Ganti (Beda Nama) Dari Pewaris.
d. Identitas Para Ahli waris (KTP – Akta
Kelahiran – Kartu Keluarga –
Putusan/Penetapan Pengadilan (Jika
Adopsi/Pengangkatan Anak).
e. Keterangan Tidak Ada Wasiat Daftar Pusat
Wasiat (Kemenkumham).
copyright@hba-inc
CONTOH PENERAPANNYA
KEDALAM AKTA NOTARIS
UNTUK KETERANGAN
WARIS YANG DIBUAT DI
HADAPAN NOTARIS
copyright@hba-inc 17
1. Contoh Akta Pernyataan Dari Para Penghadap/Ahli Waris.

PERNYATAAN35
Nomor :
-Pada hari ini,
tanggal
bulan
tahun
pukul
WI (Waktu Indonesia ).
-Menghadap36 kepada saya,
------------------------- .-------------------------
Notaris37 berkedudukan di ---------------------
Wilayah Jabatan Provinsi ------------------------
dengan dihadiri oleh para saksi yang saya, Notaris, kenal yang nama-namanya akan disebutkan
pada bagian akhir akta ini.
TUAN/NYONYA --------------------
dilahirkan di
tanggal
bulan
tahun
Warga Negara Indonesia, Swasta, bertempat tinggal di
Jalan
Rukun Tetangga

35Pernyataan ini dibuat oleh para ahli waris yang mempunyai hubungan darah dengan Pewaris
atau karena ada hubungan perkawinan, yang harus dibuat sebelum dibuat Akta Keterangan Hak
Waris/Akta Hak Mewaris.
36Penggunaan kalimat “Menghadap kepada saya…” atau “Berhadapan dengan saya….” Atau

“Telah hadir di hadapan saya….” mempunyai pengertian dan makna yang sama, yaitu para
pihak hadir secara nyata (fisik) di hadapan Notaris sesuai dengan tempat kedudukan atau
wilayah jabatan Notaris.
37Pada Jabatan Notaris tidak boleh dicantumkan/ditambahkan istilah lain (seperti Notaris

Sebagai Pejabat Pembuat Akta Koperasi), karena Notaris adalah Pejabat Umum yang diatur
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 (UUJN - P).
29
Rukun Warga
Kelurahan
Kecamatan
pemegang Kartu Tanda Penduduk (K.T.P./N.I.K.) nomor ---------------------
-penghadap saya, Notaris, telah kenal berdasarkan identitasnya yang diperlihatkan kepada saya,
Notaris.
-Bahwa dengan ini penghadap menerangkan terlebih dahulu :-----------------------------------------
-penghadap bermaksud untuk membuat Keterangan Ahli Waris/Hak Mewaris yang dibuat
dihadapan Notaris.
-untuk keperluan tersebut, dengan ini penghadap menyatakan :---------------------------------------
a. TUAN dan NYONYA adalah
38.

b. TUAN telah meninggal dunia di39. ------------------------------


c. selama hidupnya almarhum TUAN telah menikah dengan
40.
NYONYA , dan dikaruniai orang anak yaitu :-----
1.
2.
3.
4.
5.
-bahwa selanjutnya penghadap (-para penghadap) menerangkan pula, selama perkawinan
tersebut di atas41. :
1. tidak mempunyai anak diluar kawin, baik yang diakui maupun yang sah.-------------------------
2. tidak mengangkat/mengadopsi anak.
3. tidak mempunyai perjanjian kawin.
bahwa menurut Surat dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Direktur Perdata Seksi

38Jikayang bersangkutan suami-isteri, sebutkan dokumennya, misalnya Surat Nikah (dari


Kantor Urusan Agama/KUA) atau Akta Pernikahan (Kantor Catatan Sipil).
39Sebutkan/tuliskanSurat atau Akta Kematiannya.
40Sebutkan/tuliskan Surat atau Akta Kelahirannya.

30
Wasiat 42.:
 Nomor
almarhum tidak meninggalkan wasiat43.--------------------------
dengan demikian menurut keterangan penghadap dan penghadap menyatakan bahwa ahli waris
dari almarhum TUAN yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
-penghadap juga menyatakan bahwa :
-semua keterangan yang diberikan dihadapan saya, Notaris, dan dokumen yang diperlihatkan
kepada saya, Notaris, dan isinya yang dicantumkan dalam akta ini menjadi tanggungjawab
penghadap.
-tidak ada ahli waris lain, selain yang tersebut diatas.-------------------------------------------------
-pernyataan waris ini penghadap buat dengan sebenarnya tidak lain dari pada sebenarnya,
sehingga jika ternyata terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar, semuanya menjadi
tanggungjawab penghadap sendiri.
-Selanjutnya penghadap (-para penghadap) menyatakan bahwa :--------------------------
--Menjamin kebenaran dan bertanggungjawab sepenuhnya atas isi semua
identitas/surat/dokumen dan keterangan yang disampaikan kepada saya, Notaris, dan
isinya yang dicantumkan/disebutkan dalam akta ini.-----------------------------------------
-Telah mengerti dan memahami isi akta ini, serta menerima segala akibat hukum
apapun yang timbul, baik sekarang maupun dikemudian hari.-----------------------------
DEMIKIAN AKTA INI
-Dibuat dan diselesaikan di , dengan dihadiri oleh :------------------------------------------
1. .

41Substansi yang tersebut pada point ini sesuai fakta yang sebenarnya, misalnya apakah
menikah atau tidak menikah, punya anak atau tidak punya anak.
42Sebutkan/tuliskan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia,

Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Direktur Perdata Seksi Wasiat.


43Jika harus disebutkan/dituliskan akta wasiatnya.

31
2. .
keduanya pegawai kantor Notaris sebagai saksi-saksi.--------------------------------------------------
-setelah saya, Notaris membacakan akta ini kepada penghadap (-para penghadap) dan para
saksi, maka kemudian penghadap (-para penghadap), para saksi dan saya, Notaris
menandatangani akta ini.
-Dibuat dengan.

2. Contoh Akta Hak Mewaris.

HAK MEWARIS44
Nomor :
-Pada hari ini,
tanggal
bulan
tahun
pukul
WI (Waktu Indonesia ).
-Menghadap45 kepada saya,

44-Judul akta bisa, yang judul mencerminkan isi akta. Ada beberapa istilah/terminology yang
dipergunakan seperti : Akta Keterangan Waris/Akta Hak Mewaris (Pasal 111 Peraturan
Menteri Agraria nomor 3/1997); Surat Keterangan Hak Waris (Oe Siang Djie, Media
Notariat, Tahun VI Januari – April 1991, nomor 18 - 19); Keterangan Waris (Tan Thong Kie,
Studi Notariat, Serba – serbi Praktek Notaris, Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta, 1994, hal. 351);
Keterangan Hak Mewaris (I Gede Purwaka, Keterangan Hak Mewaris Yang Dibuat Oleh
Notaris, Program Spesialis Notariat dan Pertanahan Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
1999); Surat Keterangan Warisan (Surat Dirjen Agraria nomor Dpi/12/63/12/1969, tanggal
20 Desember 1969); Surat Keterangan Waris (Komar Andasasmita, Hukum Harta Perkawinan
dan Waris, Ikatan Notaris Indonesia, Komisariat Daerah Jawa Barat, 1987).
-Keterangan Ahli Waris ini dibuat oleh para ahli waris yang mempunyai hubungan darah
dengan Pewaris atau karena ada hubungan perkawinan.
-Keterangan yang menerangkan/membuktikan siapa yang meninggal dunia, bagaimana status
perkawinannya semasa hayatnya, siapa keluarga yang ditinggalkan atau ahli-waris yang
ditunjuknya, siapa sebagai ahli waris dari siapa, dan tidak perlu mencantumkan hak/bagian para
ahli waris. Mengenai hukum waris yang akan dipakai dan hak/bagiannya diserahkan kepada
para ahli waris yang bersangkutan.
-Keterangan Ahli Waris dibuat tanpa diskriminatif dan berlaku untuk semua Warga Negara
Indonesia dan penduduk Indonesia.
32
------------------------- .-------------------------
Notaris46 berkedudukan di ----------------------
Wilayah Jabatan Provinsi ------------------------
dengan dihadiri oleh para saksi yang saya, Notaris, kenal yang nama namanya akan disebutkan
pada bagian akhir akta ini47.
TUAN/NYONYA --------------------
dilahirkan di
tanggal
bulan
tahun
Warga Negara Indonesia, Swasta, bertempat tinggal di
Jalan
Rukun Tetangga
Rukun Warga
Kelurahan
Kecamatan

45Penggunaan kalimat “Menghadap kepada saya…” atau “Berhadapan dengan saya….” Atau
“Telah hadir di hadapan saya….” mempunyai pengertian dan makna yang sama, yaitu para
pihak hadir secara nyata (fisik) di hadapan Notaris sesuai dengan tempat kedudukan atau
wilayah jabatan Notaris.
46
Pada Jabatan Notaris tidak boleh dicantumkan/ditambahkan istilah lain (seperti Notaris
Sebagai Pejabat Pembuat Akta Koperasi), karena Notaris adalah Pejabat Umum yang diatur
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 (UUJN - P).
47Berdasarkan Pasal 15 ayat (1) UUJN – P ada 2 (dua) Jenis akta Notaris, yaitu:

1. Akta yang dibuat di hadapan Notaris disebut Akta Pihak.


2. Akta yang dibuat oleh Notaris disebut Akta Relaas (Berita Acara atau Risalah).
sehingga tidak ada jenis akta ketiga. Tapi ternyata dalam praktek setelah berlakunya UUJN dan
UUJN – P yang sebenarnya UUJN dan UUJN – P tidak mengenalnya, yaitu Notaris membuat
Surat Keterangan Ahli Waris atau Surat Keterangan Mewaris dalam bentuk Pernyaataan dari
Notaris sendiri berdasarkan Keterangan dan bukti-bukti dari penghadap. Bahwa Kewenangan
Notaris yaitu membuat Akta dengan syarat dan ketentuan yang ada dalam Pasal 38 UUJN – P,
sedangkan Surat Keterangan seperti itu tidak memenuhi syarat akta dan bukan kewenangan
Notaris. Agar sesuai dengan kewenangan Notaris, maka Keterangan Hak Waris tersebut dibuat
dalam Akta Pihak saja yang membuktikan siapa sebagai ahli waris dari siapa berdasarkan alat
bukti/data/dokumen dan keterangan dari penghadap sendiri. Dalam akta Keterangan Hak Waris
tersebut tidak perlu menyebutkan hak atau bagian para ahli waris, karena hal tersebut menjadi
tangungjawab penghadap sendiri mengenai hukum yang mengatur bagian dan hak waris para
33
pemegang Kartu Tanda Penduduk (K.T.P./N.I.K.) nomor ---------------------
-penghadap (-para penghadap) saya, Notaris, telah kenal berdasarkan identitasnya yang
diperlihatkan kepada saya, Notaris.
-penghadap (-para penghadap) menerangkan terlebih dahulu :----------------------------------------
-bahwa penghadap (-para penghadap) telah membuat akta Pernyataan48 nomor -
tanggal
bulan
tahun
yang dibuat dihadapan saya, Notaris.
-bahwa berdasarkan pernyataan tersebut penghadap (-para penghadap) bermaksud untuk
membuat Keterangan Ahli Waris/Hak Mewaris sebagai bukti untuk para Ahli Waris.-------------
-dengan demikan menurut keterangan penghadap (-para penghadap) bahwa ahli waris
dari :
almarhum dan almarhumah , yaitu :---------------------
1. 49.

2. .
3. .
50.
4.
5. .
-penghadap (-para penghadap) juga menyatakan bahwa :----------------------------------------------
-semua keterangan yang diberikan dihadapan saya, Notaris, dan-------------------------------------
dokumen/surat/akta yang diperlihatkan kepada saya, Notaris dan------------------------------------
keterangan serta dokumen/surat/akta yang isi dicantumkan dalam Akta ini menjadi
tanggungjawab penghadap (-para penghadap) sendiri.--------------------------------------------------
--tidak ada ahli waris lain, selain yang tersebut diatas.--------------------------------------------------
--Keterangan Ahli Waris ini penghadap (-para penghadap) buat dengan sebenarnya tidak lain
dari pada sebenarnya, sehingga jika ternyata terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar,
semuanya menjadi tanggungjawab penghadap (-para penghadap) sendiri.---------------------------

ahli waris. Keterangan Hak Waris ini dibuat untuk seluruh Warga Negara Indonesia dan
penduduk Indonesia dan tidak diskriminatif.
48Akta Pernyataan ini telah dibuat sebelumnya.

49Sebutkan nama-nama ahli waris sesuai KTP dan Akta Kelahiran.

34
-Selanjutnya penghadap (-para penghadap) menyatakan bahwa :-------------------------------------
--Menjamin kebenaran dan bertanggungjawab sepenuhnya atas isi semua
identitas/surat/dokumen dan keterangan yang disampaikan kepada saya, Notaris, dan isinya
yang dicantumkan/disebutkan dalam akta ini.
--Telah mengerti dan memahami isi akta ini, serta menerima segala akibat hukum apapun yang
timbul, baik sekarang maupun dikemudian hari.---------------------------------------------------------
DEMIKIAN AKTA INI
-Dibuat dan diselesaikan di , dengan dihadiri oleh :------------------------------------------
1. .
2. .
keduanya pegawai kantor Notaris sebagai saksi-saksi.--------------------------------------------------
-setelah saya, Notaris membacakan akta ini kepada penghadap (-para penghadap) dan para
saksi, maka kemudian penghadap (-para penghadap), para saksi dan saya, Notaris
menandatangani akta ini.
-Dibuat dengan.

50Sebutkan nama-nama ahli waris sesuai KTP dan Akta Kelahiran.


35
PENEGASAN KETERANGAN AHLI WARIS21

Nomor :

–Pada hari ini,

tanggal

bulan

tahun

pukul

WIB (empat belas Waktu Indonesia Barat). -----------------------------------------

–Menghadap dihadapan saya, _________________, Sarjana Hukum,

Notaris di Kota Semarang, Wilayah Jabatan Propinsi Jawa Tengah,

dengan dihadiri oleh saksi-saksi yang akan disebut pada bagian akhir

dari akta ini, dan telah dikenal oleh saya, Notaris yaitu : -------------------

1. Tuan AHMAD, lahir di Semarang, tanggal dua puluh satu Juni

seribu Sembilan-- ratus sembilan puluh lima (21-06-1995), Warga

Negara Indonesia, Karyawan Swasta, bertempat tinggal di Kota

Semarang, Jalan Anggraini Raya nomor ________, Rukun Tetangga

007, Rukun Warga 002, Kelurahan Bulu Lor, Kecamatan Semarang

Utara, pemegang Kartu Tanda Penduduk nomor :_____________--------

2. Tuan BUDI WARDANI, lahir di Semarang, pada tangga Sebelas

Pebruari seribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan (11-02-

1999), Warga Negara Indonesia, Pelajar, bertempat tinggal di

Kota Semarang, Jalan Anggraini, Rukun Tetangga 007, Rukun

Akta Penegasan ini dibuat ketika para penghadap sudah membuat


21

Surat Keterangan Waris dibawah tangan yang sudah diregister di


kelurahan dan kecamatan, tapi karena yang diminta harus dalam bentuk
akta Notaris, maka Surat Keterangan Waris tersebut ditegaskan ke
dalam bentuk akta Notaris.
Warga 002, Kelurahan Bulu Lor, Kecamatan Semarang Utara,

pemegang Kartu Tanda Penduduk nomor :________________________.-

– Para penghadap telah dikenal oleh saya, Notaris. --------------------------

– Para penghadap menerangkan terlebih dahulu dalam akta ini :-------

a. Bahwa Almarhumah ENDANG WARDANI pada tanggal tujuh April

dua ribu delapan belas (07-04-2018) telah meninggal dunia

demikian berdasarkan Kutipan Akta Kematian tertanggal dua

puluh april dua ribu delapan belas (20-04-2018), nomor : _______,

dari Kantor Pencatatan Sipil Kota Semarang dan Almarhum

MUHAMMAD AHMANUDIN pada tanggal satu Juni dua ribu lima

belas (01-06-2015) telah meninggal dunia, demikian berdasarkan

Kutipan Akta kematian tertanggal delapan belas Juni dua ribu

lima belas (18-06-2015), nomor : _________ dari Kantor Pencatatan

Sipil Kota Semarang ----------------------------------------------------------------------

b. Bahwa selama hidupnya Almarhumah ENDANG WARDHANI telah

melangsungkan perkawinan dengan Almarhum MUHAMMAD-------

AHMANUDIN pada tanggal 17 Oktober 1999 di Semarang dengan

Kutipan Akta Nikah Nomor : 374/30/X/1999, tertanggal tujuh

belas Oktober seribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan

(17-10-1999).------------------------------------------------------------------------------------

c. Bahwa selama perkawinan Almarhumah ENDANG WARDANI dan

Almarhum MUHAMMAD AHMANUDIN telah dikaruniai 2 (dua)

orang anak kandung, yaitu :------------------------------------------------------------

1. Penghadap Tuan AHMAD, tersebut di atas;-------------------------------

2. Penghadap Tuan BUDI WARDANI, tersebut di atas;------------------


–Bahwa para penghadap dengan ini menyatakan kehendaknya untuk

membuat bukti sebagai ahli waris dari pewaris tersebut di atas dalam

bentuk Penegasan Keterangan Ahli Waris.--------------------------------------------

–Bahwa sesuai dengan Surat Keterangan Waris yang dibuat dibawah

tangan tertanggal sepuluh April dua ribu delapan belas (10-04-2018),

dan telah dicatat di buku Register Kelurahan Bulu Lor oleh Lurah

Bulu Lor tertanggal dua puluh satu- Mei dua ribu delapan belas (21-

05-2018) dengan Nomor ___________________, serta telah dicatat dalam

buku Register Kecamatan Semarang Utara oleh Camat Semarang----

Utara tertanggal dua puluh satu Mei dua ribu delapan belas (21-05-

2018) dengan Nomor ______________________:, Ahli Waris dari

Almarhumah ENDANG WARDANI dan Almarhum MUHAMMAD-------------

AHMANUDIN adalah:-------------------------------------------------------------------------------

1. Penghadap Tuan AHMAD, tersebut di atas; ------------------------------------

2. Penghadap Tuan BUDI WARDANI, tersebut di atas; ------------------------

Dan untuk keperluan ini, copy dari Surat Keterangan Waris tersebut

dilekatkan pada minuta akta ini.------------------------------------------------------------

–Bahwa dengan demikian menurut keterangan para penghadap

bahwa ahli waris dari Almarhumah ENDANG WARDANI dan Almarhum

MUHAMMAD AHMANUDIN, yaitu :----------------------------------------------------------

1. Penghadap Tuan AHMAD, tersebut di atas; ----------------------------------

2. Penghadap Tuan BUDI WARDANI, tersebut di atas; ---------------------

– Para penghadap juga menyatakan bahwa Almarhumah ENDANG

WARDANI dan Almarhum MUHAMMAD AHMANUDIN ketika

hidupnya:----------------------------------------------------------------------------------------------

a. Tidak pernah membuat dan/atau dibuat akta Perjanjian Kawin,

dengan demikian terjadi percampuran harta perkawinan;-------------


b. Tidak mempunyai anak luar kawin, selain tersebut di atas;--------

c. Tidak pernah mengadopsi atau mengangkat anak; ------------- ---------

d. Tidak ada perkawinan lain setelah perkawinan Almarhumah

ENDANG WARDANI dengan Almarhum MUHAMMAD AHMANUDIN,

dengan demikian menurut keterangan para penghadap bahwa

ahli waris dari Almarhumah ENDANG WARDANI dan Almarhum

MUHAMMAD AHMANUDIN yaitu :----------------------------------------------------

1. Penghadap Tuan AHMAD, tersebut di atas; ---------- -------------------

2. Penghadap Tuan BUDI WARDANI, tersebut di atas; ----------------

– Para Penghadap juga menyatakan tidak ada ahli waris lain, selain

yang -----------------------------------------------------------------------------------------------------

tersebut diatas. -----------------------------------------------------------------------------------

– Penegasan Keterangan Ahli Waris ini oleh para penghadap dibuat

dengan sebenarnya tidak lain daripada yang sebenarnya, sehingga

jika ternyata terbukti bahwa Penegasan Keterangan Ahli Waris ini

tidak benar, semuanya menjadi tanggung jawab para penghadap

sendiri. -------------------------------------------------------------------------------------------------

–Para Penghadap menyatakan dengan ini menjamin kebenaran

identitas/ surat/dokumen para penghadap sesuai dengan tanda

pengenal yang ---------------------------------------------------------------- ---------------------

disampaikan kepada saya, Notaris dan dan bertanggung jawab

sepenuhnya atas hal tersebut dan selanjutnya para penghadap juga

menyatakan tela mengerti dan memahami isi akta ini.----------------------

– Dari segala sesuatu yang tersebut di atas, dibuatlah : --------------------

------------------------------------------- A K T A – I N I -------------------------------------------
–Dibuat sebagai minit dan diresmikan di Semarang, pada hari,

tanggal, bulan dan tahun tersebut dalam kepala akta ini, dengan

dihadiri oleh : -----------------------------------------------------------------------------------------

1. Tuan MIFTAHUDIN, Sarjana Hukum, lahir di Pekalongan, pada

tanggal sepuluh Juli seribu sembilan ratus tujuh puluh dua (10-07-

1972), Warga Negara Indonesia, Swasta, bertempat tinggal di

Kota Semarang, Perum Klipang PGRI Blok L 124, Rukun Tetangga

012, Rukun Warga 016, Kelurahan Sendangmulyo, Kecamatan

Tembalang, pemegang Kartu Tanda Penduduk nomor :-------------------

33.7410.100772.0007; -----------------------------------------------------------------------

2. Tuan SRI NIDYANA INDRASAKTI, lahir di Semarang, pada tanggal

dua puluh September seribu sembilanratus lima puluh tujuh (20-

09-1957), Warga- Negara Indonesia, Karyawan Swasta, bertempat

tinggal di Selomulyo Mukti- Barat IX/44, Rukun Tetangga 001,

Rukun Warga 009, Kelurahan Tlogomulyo, Kecamatan

Pedurungan, Pemegang Kartu Tanda Penduduk nomor:------------

33.7414.480465.0001.------------------------------------------------------------------------

– Kedua-duanya karyawan saya, Notaris, sebagai saksi-saksi.------------

-Segera setelah akta ini dibacakan oleh saya, Notaris, kepada para

penghadap dan saksi-saksi, pada saat itu juga (para) penghadap

membubuhkan sidik jari tangan kanan pada lembaran tersendiri yang

dilekatkan pada minuta akta ini dan akta ini ditandatangani oleh para

penghadap, saksi-saksi, dan saya, Notaris. -------------------------- ---------------

–Dilangsungkan dengan ………………………………………………………………


KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/
BADAN PERTANAHAN NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL
PENETAPAN HAK DAN PENDAFTARAN TANAH
Jalan Sisingamangaraja Nomor 2 Jakarta Selatan 12014 Kotak Pos 1403 Telp. 021-7393939, 7228901 email : surat@atrbpn.go.id

Nomor : B/HR.02/1012/IV/2023 Jakarta, 13 April 2023


Sifat : Segera
Lampiran : -
Hal : Petunjuk Pendaftaran Peralihan
Hak Karena Pewarisan, Hibah
Wasiat dan Pembagian Hak
Bersama

Yth. 1. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional


2. Kepala Kantor Pertanahan
di seluruh Indonesia

Sehubungan dengan adanya ketidakseragaman penafsiran


mengenai ketentuan peralihan hak karena pewarisan, hibah wasiat dan
pembagian hak bersama termasuk ketentuan mengenai perpajakan, perlu dibuat
petunjuk bagi pelaksana di Kantor Pertanahan agar terwujud keseragaman dalam
pelaksanaannya, sebagai berikut:
1. Peralihan Hak Karena Pewarisan
Beberapa pengaturan terkait peralihan hak karena pewarisan mempedomani
ketentuan:
a. Pasal 42 ayat (4) dan ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang berbunyi:
(4) Jika penerima warisan lebih dari satu orang dan waktu peralihan hak
tersebut didaftarkan disertai dengan akta pembagian waris yang
memuat keterangan bahwa Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas
Satuan Rumah Susun tertentu jatuh kepada seorang penerima
warisan tertentu, pendaftaran peralihan Hak Atas Tanah atau Hak
Milik Atas Satuan Rumah Susun itu dilakukan kepada penerima
warisan yang bersangkutan berdasarkan surat tanda bukti sebagai
ahli waris dan akta pembagian waris tersebut.
(5) Warisan berupa Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah
Susun yang menurut akta pembagian waris harus dibagi bersama
antara beberapa penerima warisan atau waktu didaftarkan belum
ada akta pembagian warisnya, didaftar peralihan haknya kepada
para penerima waris yang berhak sebagai hak bersama mereka
berdasarkan surat tanda bukti sebagai ahli waris dan/atau akta
pembagian waris tersebut.

b. Pasal …
-2-

b. Pasal 111 ayat (1), ayat (4) dan ayat (5) Peraturan Menteri Agraria dan
Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 16 Tahun 2021
tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah, yang berbunyi:
(1) Surat tanda bukti sebagai ahli waris dapat berupa:
a. wasiat dari pewaris;
b. putusan pengadilan;
c. penetapan hakim/ketua pengadilan;
d. surat pernyataan ahli waris yang dibuat oleh para ahli waris
dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi dan diketahui oleh
kepala desa/lurah dan camat tempat tinggal pewaris pada waktu
meninggal dunia;
e. akta keterangan hak mewaris dari Notaris yang berkedudukan di
tempat tinggal pewaris pada waktu meninggal dunia; atau
f. surat keterangan waris dari Balai Harta Peninggalan.
(4) Apabila ahli waris lebih dari 1 (satu) orang dan belum ada pembagian
warisan, maka pendaftaran peralihan haknya dilakukan kepada para
ahli waris sebagai pemilikan bersama, dan pembagian hak
selanjutnya dapat dilakukan melalui pembagian hak bersama sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Apabila ahli waris lebih dari 1 (satu) orang dan pada waktu
pendaftaran peralihan haknya disertai dengan akta waris yang
memuat keterangan bahwa Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas
Satuan Rumah Susun tertentu jatuh kepada 1 (satu) orang penerima
warisan, maka pencatatan peralihan haknya dilakukan kepada
penerima warisan yang bersangkutan berdasarkan akta waris
tersebut.

2. Peralihan Hak Karena Pewarisan yang disertai Hibah Wasiat


Pengaturan terkait peralihan hak karena pewarisan yang disertai hibah
wasiat mempedomani ketentuan Pasal 112 ayat (1) Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang
Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah, antara lain:
a. apabila harta warisan yang dihibahkan sudah ditentukan berdasarkan
wasiat, maka pendaftaran peralihan haknya dilakukan atas permohonan
penerima hibah wasiat; dan
b. apabila harta warisan yang dihibahkan belum ditentukan, maka
pendaftaran peralihan haknya dilakukan kepada seluruh ahli waris
termasuk penerima hibah wasiat sebagai harta bersama.

3. Pembagian …
-3-

3. Pembagian Hak Bersama


Beberapa pengaturan terkait pembagian hak bersama mempedomani
ketentuan:
a. Pasal 51 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah, yang berbunyi:
“Pembagian hak bersama atas tanah atau milik atas satuan rumah
susun menjadi hak masing-masing pemegang hak bersama didaftar
berdasarkan akta yang dibuat PPAT yang berwenang menurut peraturan
yang berlaku yang membuktikan kesepakatan antara para pemegang
hak bersama mengenai pembagian hak bersama tersebut”.
b. Pasal 136 ayat (1) Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah, antara lain disebutkan jika suatu Hak Atas Tanah
atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang semula dimiliki secara
bersama oleh beberapa orang, dijadikan milik salah satu pemegang hak
bersama dalam rangka pembagian hak bersama, permohonan
pendaftarannya diajukan oleh pemegang hak tunggal yang bersangkutan
atau kuasanya.

4. Dalam rangka menyamakan persepsi atas ketentuan mengenai pendaftaran


peralihan hak karena pewarisan, hibah wasiat dan pembagian hak bersama
sebagaimana tersebut di atas, maka pencatatan peralihan hak dilakukan
sebagai berikut:
a. Pencatatan peralihan hak karena pewarisan dan hibah wasiat:
1) Belum ada pembagian waris:
Apabila ahli waris lebih dari 1 (satu) orang dan belum dilakukan
pembagian harta warisan, maka pencatatan peralihan haknya
dilakukan kepada seluruh ahli waris sebagai pemilikan
bersama/harta bersama, dan pembagian hak selanjutnya dapat
dilakukan berdasarkan Akta Pembagian Hak Bersama yang dibuat
oleh PPAT.
2) Sudah ada pembagian waris:
a) Apabila ahli waris lebih dari 1 (satu) orang dan telah dilakukan
pembagian harta warisan yang dituangkan dalam akta
pembagian waris/surat pembagian waris yang menyatakan
bahwa harta warisan jatuh kepada 1 (satu) orang penerima
warisan maka pencatatan peralihan haknya dilakukan kepada
penerima warisan yang bersangkutan.
b) Apabila akta pembagian waris/surat pembagian waris
sebagaimana dimaksud dalam huruf a) menyatakan bahwa
pembagian harta warisan dibagi kepada seluruh ahli waris atau
beberapa orang penerima warisan, maka:
a. pencatatan peralihan haknya dilakukan kepada penerima
warisan tersebut sesuai pembagian warisan; dan

b. apabila …
-4-

b. apabila harta warisan berupa 1 (satu) bidang tanah maka


dilakukan pemecahan/pemisahan terlebih dahulu menjadi
atas nama masing-masing penerima warisan sesuai
bagiannya.

3) Disertai hibah wasiat:


a) peralihan hak karena pewarisan yang belum menyebutkan secara
tertentu objek hibah wasiat maka pencatatan peralihan haknya
dilakukan kepada seluruh ahli waris dan penerima hibah wasiat
sebagai pemilikan bersama/harta bersama, dan pembagian hak
selanjutnya dapat dilakukan melalui pembagian hak bersama
berdasarkan Akta Pembagian Hak Bersama yang dibuat oleh
PPAT.
b) peralihan hak karena pewarisan yang sudah menyebutkan secara
tertentu objek hibah wasiat maka pencatatan peralihan haknya
dilakukan kepada pihak yang memperoleh wasiat tersebut.

c. Pencatatan pembagian hak bersama:


1) Pemilikan bersama/harta bersama yang didaftar secara bersama,
baik yang diperoleh dari pewarisan atau dengan cara lain, dapat
dicatat menjadi atas nama:
a. salah satu pemegang hak bersama; atau
b. seluruh atau beberapa pemegang hak bersama sesuai bagian
masing-masing;
yang disepakati oleh seluruh pemegang hak bersama dan dituangkan
dalam Akta Pembagian Hak Bersama yang dibuat oleh PPAT.
2) Apabila pemilikan bersama/harta bersama akan dicatat atas nama
seluruh atau beberapa pemegang hak bersama sebagaimana
dimaksud pada angka 1) huruf b berupa 1 (satu) bidang tanah maka
dilakukan pemecahan/pemisahan terlebih dahulu menjadi atas
nama masing-masing pemegang hak bersama.

d. Ketentuan perpajakan
1) Berdasarkan Pasal 44 sampai dengan Pasal 49 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, yang merupakan objek
BPHTB antara lain pemindahan hak karena hibah, hibah wasiat dan
waris.
2) Berdasarkan Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016
tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak
Atas Tanah dan/atau Bangunan, dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli
Atas Tanah dan/atau Bangunan Beserta Perubahannya, pengalihan
harta berupa tanah dan/ atau bangunan karena waris dikecualikan
dari kewajiban pembayaran atau pemungutan PPh.

3) Berdasarkan …
1. Akta Kesepakatan Pembagian Hak/Bagian Para Ahli Waris

KESEPAKATAN PEMBAGIAN HAK/BAGIAN PARA AHLI WARIS


Nomor :
Pada hari ini,
tanggal
bulan
tahun
pukul
WI (Waktu Indonesia ).
-Menghadap51 kepada saya,
------------------------- .-------------------------
Notaris52 berkedudukan di ---------------------
Wilayah Jabatan Provinsi ------------------------
dengan dihadiri oleh para saksi yang saya, Notaris, kenal yang nama namanya akan disebutkan
pada bagian akhir akta ini.
1. TUAN/NYONYA --------------------
dilahirkan di
tanggal
bulan
tahun
Warga Negara Indonesia, Swasta, bertempat tinggal di

51Penggunaan kalimat “Menghadap kepada saya…” atau “Berhadapan dengan saya….” Atau
“Telah hadir di hadapan saya….” mempunyai pengertian dan makna yang sama, yaitu para
pihak hadir secara nyata (fisik) di hadapan Notaris sesuai dengan tempat kedudukan atau
wilayah jabatan Notaris.
52Pada Jabatan Notaris tidak boleh dicantumkan/ditambahkan istilah lain (seperti Notaris

Sebagai Pejabat Pembuat Akta Koperasi), karena Notaris adalah Pejabat Umum yang diatur
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 (UUJN - P).

1
Jalan
Rukun Tetangga
Rukun Warga
Kelurahan

Kecamatan
pemegang Kartu Tanda Penduduk (K.T.P./N.I.K.) nomor ----------------------
2. TUAN/NYONYA --------------------
dilahirkan di
tanggal
bulan
tahun
Warga Negara Indonesia, Swasta, bertempat tinggal di
Jalan
Rukun Tetangga
Rukun Warga
Kelurahan
Kecamatan
pemegang Kartu Tanda Penduduk (K.T.P./N.I.K.) nomor ---------------------
3. TUAN/NYONYA --------------------
dilahirkan di
tanggal
bulan
tahun
Warga Negara Indonesia, Swasta, bertempat tinggal di
Jalan
Rukun Tetangga
Rukun Warga
Kelurahan
Kecamatan
pemegang Kartu Tanda Penduduk (K.T.P./N.I.K.) nomor ---------------------
-menurut keterangan para penghadap, dalam hal ini sebagai ahli waris dari almarhum
TUAN , demikian berdasarkan Akta Hak Mewaris nomor
2
, tanggal ( ), bulan , tahun
( ) yang dibuat di hadapan saya, Notaris.------------

-Penghadap (-para penghadap) saya, Notaris, telah kenal berdasarkan identitasnya yang
diperlihatkan kepada saya, Notaris
-bahwa penghadap (-para penghadap) tersebut telah sepakat untuk membagi harta peninggalan
(warisan) almarhum TUAN tersebut secara damai dengan tidak melakukan
pembagian harta warisan sesuai hukum yang berlaku - para penghadap telah sepakat untuk
membaginya berdasarkan kesepakatan para penghadap sendiri 53.------------------------------------
-berhubung dengan hal-hal yang diuraikan diatas maka dengan ini para penghadap menyatakan
telah sepakat untuk mengadakan perjanjian pembagian warisan secara damai atas tanah dan
bangunan atau harta tersebut yang merupakan harta peninggalan almarhum TUAN
, sebagai berikut :
1. TUAN/NYONYA mendapat bagian
berupa :
a. 1 (satu) bidang tanah (dan bangunan yang di atasnya) dengan Sertifikat Hak Milik
(SHM) nomor , luas M2, yang terletak di Jalan
, tertulis pemegang Hak .--------------
b. 1 (buah) mobil merk/Jenis .----------------------------------------
c. dstnya… ...
2. TUAN/NYONYA mendapat bagian
berupa :
a. 1 (satu) bidang tanah (dan bangunan yang di atasnya) dengan Sertifikat Hak Milik
(SHM) nomor , luas M2, yang terletak di Jalan
, tertulis pemegang Hak .--------------
b. 1 (buah) mobil merk/jenis .------------------------------
c. dstnya… .......

53
-Para penghadap juga dapat menyepakati bahwa akan mempergunakan Hukum Waris
tertentu, misalnya Hukum Waris KUHPerdata, Hukum Waris Islam atau Hukum Waris Adat.
-Sebelum dibuat akta tersebut, lebih baik terlebih dahulu dibuat Akta Inventarisasi Harta
Peninggalan Pewaris.

3
3. TUAN/NYONYA mendapat bagian
berupa :
a. 1 (satu) bidang tanah (dan bangunan yang di atasnya) dengan Sertifikat Hak Milik
(SHM) nomor , luas M2, yang terletak di Jalan
, tertulis pemegang Hak .--------------
b. 1 (buah) mobil merk/jenis .---------------------------
c. dstnya… ......................
-Dengan telah disepakatinya pembagian harta warisan almarhum TUAN
tersebut diatas ahli waris, menyatakan telah saling-memberikan
pembebasan dan pemberesan sehingga yang satu terhadap yang lain tidak akan mengadakan
tuntutan dan/atau gugatan dalam bentuk apapun berkenaan dengan pembagian tersebut diatas.--
-Selanjutnya penghadap (-para penghadap) menyatakan pula bahwa :--------------------------------
--Menjamin kebenaran dan bertanggungjawab sepenuhnya atas isi semua
identitas/surat/dokumen dan keterangan yang disampaikan kepada saya, Notaris, dan isinya
yang dicantumkan/disebutkan dalam akta ini.
--Telah mengerti dan memahami isi akta ini, serta menerima segala akibat hukum apapun yang
timbul, baik sekarang maupun di kemudian hari.--------------------------------------------------------
DEMIKIAN AKTA INI
-Dibuat dan diselesaikan di , dengan dihadiri oleh :------------------------------------------
1. .
2. .
keduanya pegawai kantor Notaris sebagai saksi-saksi.--------------------------------------------------
-setelah saya, Notaris membacakan akta ini kepada penghadap (-para penghadap) dan para
saksi, maka kemudian penghadap (-para penghadap), para saksi dan saya, Notaris
menandatangani akta ini.
-Dibuat dengan.

4
• DALAM PEMBUATAN AKTA KETERANGAN HAK MEWARIS
(AKHW) TERSEBUT NOTARIS WAJIB MENGETAHUI DAN
MEMAHAMI GOLONGAN AHLI WARIS :

• GOLONGAN AHLI WARIS BERDASARKAN KUH


PERDATA :

1. Golongan I : suami/isteri yang hidup terlama dan


anak/keturunannya (Pasal 852 KUHPerdata).
2. Golongan II : orang tua dan saudara kandung Pewaris
3.Golongan III : Keluarga dalam garis lurus ke atas
sesudah bapak dan ibu pewaris
4. Golongan IV : Paman dan bibi pewaris baik dari pihak
bapak maupun dari pihak ibu, keturunan paman dan
bibi sampai derajat keenam dihitung dari pewaris,
saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya,
sampai derajat keenam dihitung dari pewaris.

• GOLONGAN AHLI WARIS BERDASARKAN HUKUM


ADAT :

• Sistem keturunan : sistem ini dibedakan menjadi


tiga macam yaitu sistem PATRILINEAL yaitu
berdasarkan garis keturunan bapak, sistem
MATRILINEAL berdasarkan garis keturunan ibu, dan
sistem BILATERAL/PARENTAL yaitu sistem
berdasarkan garis keturunan kedua orang tua.

• Sistem Individual : berdasarkan sistem ini, setiap


ahli waris mendapatkan atau memiliki harta
warisan menurut bagiannya masing-masing. Pada
umumnya sistem ini diterapkan pada masyarakat
yang menganut sistem kemasyarakatan bilateral.
• Sistem Kolektif : ahli waris menerima harta warisan
sebagai satu kesatuan yang tidak terbagi-bagi
penguasaan ataupun kepemilikannya dan tiap ahli
waris hanya mempunyai hak untuk menggunakan
atau mendapat hasil dari harta tersebut.

• Sistem Mayorat : dalam sistem mayorat, harta


warisan dialihkan sebagai satu kesatuan yang tidak
terbagi dengan hak penguasaan yang dilimpahkan
kepada anak tertentu. Misalnya kepada anak tertua
yang bertugas sebagai pemimpin keluarga
menggantikan kedudukan ayah atau ibu sebagai
kepala keluarga.

• GOLONGAN AHLI WARIS BERDASARKAN HUKUM


WARIS ISLAM :

• Menurut hukum Islam hak waris itu diberikan baik kepada


keluarga wanita (anak-anak perempuan, cucu-cucu perempuan,
ibu dan nenek pihak perempuan, saudara perempuan sebapak
seibu, sebapak atau seibu saja). Para ahli waris berjumlah 25
orang, yang terdiri dari 15 orang dari pihak laki-laki dan 10 dari
pihak perempuan.
• Ahli waris dari pihak laki-laki ialah:
a. Anak laki-laki (al ibn).
b. Cucu laki-laki, yaitu anak laki-laki dan seterusnya kebawah
(ibnul ibn) .
c. Bapak (al ab).
d. Datuk, yaitu bapak dari bapak (al jad).
e. Saudara laki-laki seibu sebapak (al akh as syqiq).
f. Saudara laki-laki sebapak (al akh liab).
g. Saudara laki-laki seibu (al akh lium).
h. Keponakan laki-laki seibu sebapak (ibnul akh as syaqiq).
i. Keponakan laki-laki sebapak (ibnul akh liab).
j. Paman seibu sebapak.
k. Paman sebapak (al ammu liab).
l. Sepupu laki-laki seibu sebapak (ibnul ammy as syaqiq).
m. Sepupu laki-laki sebapak (ibnul ammy
liab).
n. Suami (az zauj).
o. Laki-laki yang memerdekakan,
maksudnya adalah orang yang
memerdekakan seorang hamba apabila
sihamba tidak mempunyai ahli waris.
• Sedangkan ahli waris dari pihak
perempuan adalah:
a. Anak perempuan (al bint).

b. Cucu perempuan (bintul ibn).

c. Ibu (al um).

d. Nenek, yaitu ibunya ibu (al jaddatun).

e. Nenek dari pihak bapak (al jaddah

minal ab).
f. Saudara perempuan seibu sebapak (al
ukhtus syaqiq).
g. Saudara perempuan sebapak (al ukhtu

liab).
h. Saudara perempuan seibu (al ukhtu

lium).
i. Isteri (az zaujah).
j. Perempuan yang memerdekakan (al
mu’tiqah).
DALAM PEMBUATAN AKTA
KETERANGAN WARIS NOTARIS
(DALAM KASUS-KASUS
TERTENTU) PERLU JUGA
MEMPERHATIKAN 2 (DUA)
PUTUSAN PENGADILAN YANG
MENJADI “LANDMARK
DECISION” DALAM HUBUNGAN
HUKUM KELUARGA
KHUSUSNYA KEWARISAN,
YAITU :
copyright@hba-inc 1
• PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46/PUU-
VIII/2010  PUTUSAN MACHICHA MOCHTAR –
MOERDIONO.
• PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK
INDONESIA MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1055
K/PDT/2023 TANGGAL 23 MEI 2023 JUNCTO
PUTUSAN PT BANTEN NOMOR
109/PDT/2022/PT BTN TANGGAL 20 MEI
2022 JUNCTO PN TANGERANG NOMOR
746/PDT.G/2021/PN TNG TANGGAL 3
FEBRUARI 2022  REZKY ADHITYA
DRADJAMOKO - WENNY ARIANI
KUSUMAWARDANI

copyright@hba-inc 2
PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46/PUU-
VIII/2010  PUTUSAN MACHICHA MOCHTAR –
MOERDIONO.
Putusannya, MKRI menyatakan Pasal 43
ayat (1) UU No 1/1974 tentang
Perkawinan diubah dan menjadi 
Anak yang dilahirkan di luar perkawinan
mempunyai hubungan perdata dengan
ibunya dan keluarga ibunya serta dengan
laki-laki sebagai ayahnya yang dapat
dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan
dan teknologi dan/atau alat bukti lain
menurut hukum mempunyai hubungan darah,
termasuk hubungan perdata dengan
keluarga ayahnya.
copyright@hba-inc 3
PERTIMBANGAN HUKUMNYA
• Secara alamiah, tidaklah mungkin seorang
perempuan hamil tanpa terjadinya pertemuan
antara ovum dan spermatozoa baik melalui
hubungan seksual (coitus) maupun melalui cara
lain berdasarkan perkembangan teknologi yang
menyebabkan terjadinya pembuahan. Oleh karena
itu, tidak tepat dan tidak adil manakala hukum
menetapkan bahwa anak yang lahir dari suatu
kehamilan karena hubungan seksual di luar
perkawinan hanya memiliki hubungan dengan
perempuan tersebut sebagai ibunya.

copyright@hba-inc 4
•Adalah tidak tepat dan tidak adil pula jika
hukum membebaskan laki-laki yang
melakukan hubungan seksual yang
menyebabkan terjadinya kehamilan dan
kelahiran anak tersebut dari tanggung
jawabnya sebagai seorang bapak dan
bersamaan dengan itu hukum meniadakan
hak-hak anak terhadap lelaki tersebut
sebagai bapaknya. Lebih-lebih manakala
berdasarkan perkembangan teknologi
yang ada memungkinkan dapat dibuktikan
bahwa seorang anak itu merupakan anak
dari laki-laki tertentu.

copyright@hba-inc 5
• Berdasarkan uraian di atas, hubungan anak
dengan seorang laki-laki sebagai bapak
tidak semata-mata karena adanya ikatan
perkawinan, akan tetapi dapat juga
didasarkan pada pembuktian adanya
hubungan darah antara anak dengan laki-laki
tersebut sebagai bapak. Dengan demikian,
terlepas dari soal prosedur/administrasi
perkawinannya, anak yang dilahirkan harus
mendapatkan perlindungan hukum. Jika
tidak demikian, maka yang dirugikan adalah
anak yang dilahirkan di luar perkawinan,
padahal anak tersebut tidak berdosa karena
kelahirannya di luar kehendaknya.

copyright@hba-inc 6
KESIMPULAN
1. Anak yang dilahirkan dari bapak dan ibunya yang memenuhi ketentuan
Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
dan keabsahan perkawinannya tidak dipersengketakan, maka tetap sebagai
anak sah sebagai akibat dari perkawinan yang sah.

2. Anak yang dilahirkan dari bapak dan ibunya tidak terikat perkawinan atau
tidak memenuhi ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan atau terlepas dari soal prosedur
administrasi perkawinannya, juga keabsahan perkawinannya masih
dipersengketakan, maka anak tersebut sebagai anak yang dilahirkan diluar
perkawinan. Dan agar anak tersebut mempunyai hubungan perdata dengan
bapaknya dan keluarga bapaknya, terlebih dahulu harus dibuktikan
berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain
menurut hukum.

copyright@hba-inc 7
CATATAN :
Secara normatif, Machica Mochtar, yang mengajukan legal standing,
dengan Moerdiono merupakan pasangan suami isteri yang menikah
secara sah menurut agama Islam dan sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) UU
RI/1/1974, dan Pasal 4 Inpres Nomor 1 tahun 1991 tentang Kompilasi
Hukum Islam. Demikian juga anak yang dihasilkan, bukanlah anak hasil
zina. Oleh karena itu, Putusan tersebut berlaku untuk semua orang
Indonesia dengan kasus yang sama dengan yang dialami Machica
Mochtar dan Muhammad Iqbal Ramadhan, dan tidak dapat
diberlakukan untuk anak hasil zina, karena kasusnya berbeda.
Menurut hukum Islam, Putusan MK sudah tepat untuk diterapkan Nasab
Anak Luar Kawin Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-
VIII/2010 terhadap anak yang dilahirkan dari perkawinan yang sah
secara agama tetapi tidak dicatatkan. Sedangkan jika diterapkan
terhadap anak hasil zina, Putusan MK tersebut bertentangan dengan
hukum. Anak hasil zina menurut hukum Islam hanya memiliki hubungan
nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya. Sebaiknya terhadap anak
hasil zina Putusan MK tersebut hanya sebatas berkaitan dengan hak
pemeliharan dan pendidikan.

copyright@hba-inc 8
PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA
MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1055 K/PDT/2023 TANGGAL 23
MEI 2023  REZKY ADHITYA DRADJAMOKO - WENNY
ARIANI KUSUMAWARDANI
1. MENERIMA GUGATAN PENGGUGAT/PEMBANDING UNTUK
SEBAGIAN;
2. MENYATAKAN TERGUGAT/TERBANDING TELAH MELAKUKAN
PERBUATAN MELAWAN HUKUM;
3. MENYATAKAN SEORANG ANAK PEREMPUAN BERNAMA NAIRA
TAREKAT, LAHIR DI JAKARTA TANGGAL 03 MARET 2013
KUTIPAN AKTA KELAHIRAN DARI SUKU DINAS KEPENDUDUKAN
CATATAN SIPIL JAKARTA SELATAN NO.3174 LT-15032016-0133
6 DESEMBER 2016 ADALAH ANAK BIOLOGIS DARI
TERGUGAT/TERBANDING SELAMA IA TERGUGAT/TERBANDING
DAPAT MEMBUKTIKAN SEBALIKNYA;
4. MENOLAK GUGATAN PENGGUGAT/PEMBANDING SELEBIHNYA;
5. MENGHUKUM TERBANDING/TERGUGAT UNTUK MEMBAYAR BIAYA
PERKARA UNTUK TINGKAT BANDING SEBESAR RP150.000,00
(SERATUS LIMA PULUH RIBU RUPIAH)

copyright@hba-inc 9
KESIMPULAN MA DARI DARI
LAMAN WEBSITE MA
" MENYATAKAN SEORANG ANAK
PEREMPUAN ADALAH ANAK
BIOLOGIS DARI
TERGUGAT/TERBANDING SELAMA
TERGUGAT/TERBANDING TIDAK
DAPAT MENGGUGAT SEBALIKNYA
DAN MENOLAK UNTUK
SELEBIHNYA,"
copyright@hba-inc 10
PERSPEKTIF KENOTARIATAN TERHADAP :
PENGANGKATAN, PENGAKUAN ANAK
DAN PENGESAHAN ANAK
DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006
TENTANG
ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

1. PENGANGKATAN ANAK
Dalam Penjelasan Pasal 47 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006
Tentang Administrasi Kependudukan, bahwa yang dimaksud dengan Pengangkatan
Anak adalah :
perbuatan hukum untuk mengalihkan hak anak dari lingkungan
kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang
bertanggungjawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak
tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan
putusan atau penetapan pengadilan1.

Berpijak pada pengertian atau batasan Pengangkatan Anak tersebut, bahwa


Pengangkatan anak merupakan suatu perbuatan hukum dengan maksud dan tujuan
tertentu yang diatur oleh hukum dan mempunyai akibat hukum tertentu, misalnya
orang yang mengangkat anak akan bertanggungjawab sepenuhnya lahir – batin
terhadap anak yang diangkatnya.
Disamping Pengangkatan Anak yang merupakan suatu perbuatan hukum, ada
juga Adopsi. Dalam hubungan ini menimbulkan pertanyaan apakah Pengangkatan
Anak dengan Adopsi merupakan suatu perbuatan hukum yang sama ? Akhir dari
maksud dan tujuan Pengangkatan Anak dan Adopsi adalah sama, yaitu untuk
kesejahteraan lahir – batin anak yang diangkat atau diadopsi tersebut, tapi dari segi

1
Pengertian atau Batasan Pengangkatan Anak tersebut sama dengan pengertian atau batasan Anak
Angkat yang diatur dalam Pasal 1 angka 9 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak, bahwa Anak Angkat ialah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan
kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggungjawab atas
perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang
tua angkatnya berdasarkan keputusan atau penetapan pengadilan.
persyaratan berbeda. Pengertian Pengangkatan Anak seperti tersebut mensyaratkan
semua orang dapat melakukan Pengangkatan Anak setelah memenuhi syarat yang
ditentukan, sedangkan Adopsi sebagaimana yang diatur dalam Staatsblad 1917 :
129, dan dapat disimpulkan bahwa Adopsi hanya boleh dilakukan oleh2 :
- sepasang suami – isteri yang tidak mempunyai anak laki.
- seorang duda yang tidak mempunyai anak laki-laki.
- seorang janda yang tidak mempunyai anak laki-laki sepanjang almarhum
suaminya tidak meninggalkan surat wasiat yang isinya tidak menghendaki
jandanya melakukan pengangkatan anak.
- orang Tionghoa laki-laki yang tidak beristeri dan tidak beranak dan belum
diangkat anak oleh orang lain3.
Pada Adopsi maka putuslah hubungan keperdataan yang berasal dari
keturunan karena kelahiran, antara kedua orang tua atau keluarga mereka sedarah
dan semenda dengan anak yang diadopsi4, dan kepada anak yang diadopsi karena

2
Lihat Djaja S. Meliala, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Orang dan Hukum Keluarga,
Nuansa Alam, Bandung, 2007, hal. 115 – 116.
3
-Dalam perkembangan yurisprudensi di Indonesia, telah diperkenankan untuk mengadopsi anak
laki-laki dan perempuan. Demikian pula seorang perempuan yang belum menikah dapat
mengadopsi anak laki-laki atau anak perempuan. Djaja S. Meliala, ibid.
-Putusan Pengadilan Negeri Jakarta, tanggal 29 Mei 1963, nomor 907/1963 P, yang telah
memperkenankan ketentuan yang tersebut dalam Stbl. 1917 : 129 mengalami perubahan, yang
dalam pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa pengaturan Adopsi yang tersebut dalam Pasal
5 dan seterusnya Stbl. 1917 : 129 sudah tidak mempunyai hak hidup lagi, karena bertentangan
dengan Undang-undang Dasar 1945. Selanjutnya ditegaskan pula bahwa Warga Negara Indonesia
keturunan di Indonesia telah lama meninggalkan Hukum Adat Tionghoa yang menarik garis
keturunan secara patrilineal serta penghormatan kepada nenek moyangnya, sehingga sekarang
lebih bercorak parental. Putusan ini merupakan suatu terobosan terhadap Hukum Adat Tionghoa
yang disesuaikan dengan Hukum Positif Indonesia, M. Budiarto, Pengangkatan Anak Ditinjau
Dari segi Hukum, Akademika Pressindo, Jakarta, 1985. hal. 7.
4
Putusnya hubungan keperdataan antara kedua orang tua atau keluarga sedarah dan semenda
dengan anak yang diadosi, ada perkecualian (Pasal 14 Staatsblad 1917 : 129), yaitu :
1. derajat kekeluargaan sedarah dan semenda yang dilarang untuk perkawinan.
2. ketentuan-ketentuan pidana yang didasarkan atas keturunan karena kelahiran.
3. kompensasi biaya-biaya perkara dan penyanderaan.
4. pembuktian dengan saksi.
5. penampilan sebagai saksi pada akta-akta otentik.
hukum dapat memakai nama keluarga orang tua yang mengadopsinya5.
Dengan demikian Adopsi dapat dilakukan, jika memenuhi persyaratan yang
sudah ditentukan dalam Staatsblad 1917 : 129, dengan kata lain tidak semua orang
dapat melakukan Adopsi, tapi untuk Pengangkatan Anak dapat dilakukan tanpa
melihat ketentuan yang sama atau hampir sama seperti tersebut dalam Adopsi.
Pengangkatan anak ini mempunyai batasan atau pengertian yang berbeda,
jika dikaitkan dengan Pengangkatan Anak dalam atau menurut Hukum Adat dan
Hukum Islam. Dalam Pengangkatan Anak pada Hukum Adat berkaitan dengan
sistem kekeluargaan yang ada pada masyarakat Indonesia, yaitu Patrilineal,
Matrilineal atau Parental. Meskipun demikian Pengangkatan Anak yang berdasarkan
pada sistim kekeluargaan tersebut tidak muktlak harus seperti itu, dan selaras
dengan perkembangan jaman, telah banyak yurisprudensi yang telah menempatkan
hubungan hukum dalam Pengangkatan Anak tersebut, misalnya : bahwa menurut
Hukum Adat (di daerah Jawa Barat), seseorang dianggap sebagai anak angkat bila
telah memenuhi syarat-syarat :diurus, dikhitan, disekolahkan, dan dikawinkan,
dimana anak angkat tersebut berasal dari keluarga ibu angkatnya, maka anak
tersebut berhak mewarisi harta gono-gini orang tua angkatnya. (Putusan
Mahkamah Agung No. 1074 K/Pdt/1995 Tanggal putusan : 18 Maret 1996).
Pada Hukum Islam mengenai persyaratan Pengangkatan Anak berbeda,
dengan ketentuan Adopsi, Hukum Adat atau aturan hukum positif lainnya yang
berkaitan dengan Pengangkatan Anak. Dalam Hukum Islam Pengangkatan Anak
yang dimaksudkan hanya sebatas pemeliharaan anak saja, sehingga dalam Hukum
Islam seorang anak yang diangkat oleh orang tua angkatnya :

5
Pasal 11 Staatsblad 1917 : 129 menegaskan Adopsi karena hukum mengakibatkan, bahwa yang
diadopsi apabila ia mempunyai nama keluarga yang lain daripada nama keluarga dari suami
yang telah mengadopsinya sebagai anak, memperoleh nama keluarga dari yang terakhir ini
menggantikan namanya yang semula.
a. untuk tetap menjaga hubungan silaturrahmi dengan orang tua kandungnya,
artinya anak angkat tersebut harus tetap mengetahui siapa orang tua kandungnya
dan saudara kandung yang lainnya, hal ini harus dilakukan untuk tetap menjaga
nasab atau sisilah keturunan anak yang bersangkutan.
b. tidak diperbolehkan memakai nama atau nama tambahan atau nama marga orang
tua angkatnya.
c. tetap berkedudukan sebagai ahli waris dari orang tua kandungnya.
d. tetap mendapat harta warisan dari orang tua kandungnya6.
e. anak angkat akan mendapat harta warisan dari orang tua angkatnya dalam bentuk
Wasiat Wajibah7 yang tidak lebih dari 1/3 (satu pertiga) harta kekayaan orang tua
angkatnya.
Meskipun dalam praktek ditemukan kenyataan di masyarakat, bahkan di
kalangan praktek hukum, yang telah mempersamakan pengertian Pengangkatan
Anak, (baik menurut ketentuan Pasal 1 angka 9 Undang-undang Nomor 23 Tahun
2002 Tentang Perlindungan Anak, dan Penjelasan Pasal 47 ayat (1) Undang-
undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, serta Hukum

6
Menurut Hukum Islam, anak angkat tidak berhak mewarisi harta pusaka ayah angkatnya,
demikian pula sebaliknya, yakni ayah angkat tidak dapat mewarisi (harta warisan) anak
angkatnya, sebagaimana tersebut dalam Al-Qur’an Surat Al-Ahzab :
-ayat 4 : “….dan Dia (Alloh) tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu
(sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataan di mulutmu saja. Dan Alloh mengatakan yang
sebenarnya, dan Dia menunjukkan jalan (yang benar)”.
-ayat 5 : “Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak
mereka: itulah yang lebih adil pada sisi Alloh…….”
-ayat 40 : “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi
dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Alloh Maha Mengetahui segala sesuatu.”
7
-Pasal 209 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam (KHI) – Keputusan Menteri Agama Republik
Indonesia Nomor 154 Tahun 1991 Tentang Pelaksanaan Intruksi Presiden Republik Indonesia
Nomor 1 tahun 1991, Tanggal 10 Juni 1991.
-Wasiat Wajibah – di kalangan ulama fiqih dikenal istilah al-wasiyyah al-wajibah (wasiat wajib),
yaitu suatu wasiat yang diperuntukkan kepada para ahli waris atau kerabat yang tidak memperoleh
bagian harta warisan dari orang yang wafat, karena adanya suatu halangan syarak. Misalnya,
berwasiat kepada ayah atau ibu yang beragama bukan Islam, karena berbeda agama menjadi
penghalang bagi seseorang untuk menerima warisan, atau cucu yang tidak mendapatkan harta
warisan disebabkan terhalang oleh keberadaan paman mereka. Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid
6, Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta, 2003, hal. 1930.
Adat, Hukum Islam) dengan Adopsi, padahal sebenarnya perbuatan hukum yang
berbeda, meskipun pada akhirnya keduanya bertujuan untuk kesejahteraan lahir –
batin anak yang diangkat atau diadopsi oleh orang yang bersangkutan.
Untuk lebih praktisnya persyaratan tersebut lebih baik mutatis-mutandis
untuk Pengangkatan Anak maupun untuk Adopsi, artinya jika ada syarat yang tidak
sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat tidak perlu dipakai, misalnya
ketentuan Pasal 14 Staatsblad 1917 : 129, yang menegaskan putusnya hubungan
keperdataan antara anak yang diadopsi dengan kedua orang tua atau keluarga
sedarah dan semenda dengan anak yang diadopsi, karena jika hal ini terbukti akan
dikenakan ketentuan Pasal 79 Undang-undang Nomor 23 Tahun
2003 Tentang Perlindungan Anak8, bahwa Pengangkatan Anak yang dilakukan
bertentangan dengan Pasal 39 ayat (1) 9, dan (4) akan dapat dipidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 100.000.000.- (seratus juta)
rupiah.
Pasal 47 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi
Kependudukan mengatur mengenai Pencatatan Pengangkatan Anak, yaitu :
1) Pencatatan pengangkatan anak dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan
di tempat tinggal pemohon.
2) Pencatatan pengangkatan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
dilaporkan oleh penduduk kepada Instansi Pelaksana yang menerbitkan Kutipan
Akta Kelahiran paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya salinan
penetapan pengadilan oleh penduduk.

8
Pasal 39 ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yang
menegaskan bahwa Pengangkatan Anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang
diangkat dengan orang tua kandungnya.
9
Pasal 39 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002, yang menegaskan bahwa
Pengangkatan Anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan
dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Dan dalam Pasal 12 ayat (1) Undang-undang Nomor 12 Tahun 1979 Tentang
Kesejahteraan Anak menegaskan Pengangkatan Anak menurut adat dan kebiasaan dilaksanakan
dengan mengutamakan kepentingan kesejahteraan anak.
3) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pejabat Pencatatan
Sipil membuat catatan pinggir10, pada Register Akta Kelahiran dan Kutipan
Akta Kelahiran.

2. PENGAKUAN ANAK
Dalam Penjelasan Pasal 49 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006
Tentang Administrasi Kependudukan, bahwa yang dimaksud dengan Pengakuan
Anak adalah :
pengakuan seorang ayah terhadap anaknya yang lahir di luar perkawinan
sah atas persetujuan ibu kandung anak tersebut..

Agama dan juga pemerintah melalui undang-undang menciptakan lembaga


perkawinan, untuk dapat melaksanakan perkawinan yang sah, maka segala
persyaratan yang berkaitan dengan perkawinan harus dipenuhi11, sehingga dalam
Pasal 2 ayat (1) dan (2) undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,
ditegaskan bahwa Perkawinan sah jika dilakukan menurut agama dan kepercayaan
mereka yang akan menikah dan dicatatkan pada instansi yang berwenang12

10
Dalam Penjelasan Pasal 47 ayat (3) undang-undang tersebut, bahwa yang dimaksud dengan
Catatan Pinggir adalah catatan mengenai perubahan status atas terjadinya Peristiwa Penting dalam
bentuk catatan yang diletakkan pada bagian pinggir akta atau bagian akta yang memungkinkan (di
halaman/bagian muka atau belakang akta) oleh Pejabat Pencatatan Sipil.
11
R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Hukum Orang dan Keluarga (Personen
en Familierecht), Airlangga University Press, Surabaya, 1995, hal. 163.
12
Ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Perkawinan untuk menegaskan bahwa perkawinan
yang dilakukan oleh mereka yang berbeda agama tidak ada peluang untuk dilakukan, tapi
berdasarkan Penjelasan Pasal 35 huruf a Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang
Administrasi Kependudukan, ada Perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan adalah
perkawinan yang dilakukan antar-ummat yang berbeda agama. Artinya mereka (calon mempelai)
yang berbeda agama dapat melangsungkan perkawinan setelah memperoleh Penetapan dari
Pengadilan. Substansi Penjelasan Pasal 35 huruf a tersebut bertentangan dan mencederai
ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Perkawinan.
maka dari itu anak yang sah, adalah anak yang dilahirkan dari perkawinan yang
sah13.
Dalam keadaan tertentu, ada juga yang disebut dengan istilah anak yang lahir
diluar perkawinan yang sah, artinya orang tuanya tidak melakukan perkawinan
sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-undang Perkawinan14,
dengan demikian anak yang dilahirkan memiliki kedudukan hukum sebagai anak
yang tidak sah, dalam arti anak yang dilahirkan diluar perkawinan yang sah orang
tuanya15..
Pengakuan Anak seperti dimaksudkan agar anak tersebut mempunyai
bapak/ayah biologis, juga secara hukum akan timbul hubungan keperdataan.
Ketentuan yang tersebut dalam Penjelasan Pasal 49 ayat (1) Undang-undang Nomor
23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan merupakan Pengakuan
yang hanya dapat dilakukan oleh ayah/bapak, dalam hal ini tidak ada pengakuan

13
-Pasal 42 Undang-undang Perkawinan, menegaskan anak yang sah adalah anak yang dilahirkan
dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.
-Dalam Pasal 99 Kompilasi Hukum Islam ditegaskan pula, bahwa anak yang sah adalah :
a. anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah.
b. hasil pembuahan suami-isteri yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh isteri tersebut.
14
Dalam masyarakat Indonesia banyak ditemui pasangan suami – isteri menikah telah memenuhi
syarat berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Perkawinan dan belum atau tidak
dicatatkan pada instansi yang berwenang sesuai ketentuan Pasal 2 ayat (2) Undang-undang
Perkawinan. Secara hukum perkawinan ini sah, karena semua ketentuan yang ditentukan oleh
pasangan suami-isteri tersebut telah dipenuhi, dan jika mereka punya anak, maka anak sah karena
dilahirkan dari perkawinan yang sah. Untuk mereka yang beragama Islam perkawinan yang
menikah hanya berdasarkan pada Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Perkawinan, maka
perkawinannya sah (Pasal 4 Kompilasi Hukum Islma). Mengenai pencatatan sesuai ketentuan
Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Perkawinan merupakan administrasi pencatatan saja, karena jika
belum atau terlambat untuk dicatatkan undang-undang telah memberikan jalan keluar, misalnya
untuk mereka yang beragama Islam, maka dapat mengajukan Itsbat Nikah (Penetapan Nikah) di
pengadilan agama setempat berdasarkan ketentuan Pasal 7 Kompilasi Hukum Islam. Dan secara
umum untuk mereka yang telah menikah, dan telah memenuhi ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-
undang Perkawinan belum atau terlambat dicatakan atau dalam perkawinan tidak dapat dibuktikan
dengan akta perkawinan, maka perkawinan dapat dicatatkan setelah adanya Penetapan dari
Pengadilan (Pasal 36 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi
Kependudukan).
15
Bahwa dalam Pasal 4 huruf g Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 Tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia menegaskan, anak yang lahir di luar perkawinan yang sah
dari seorang wanita/ibu Warga Negara Indonesia dikategorikan sebagai Warga Negara Indonesia.
oleh ibu, dengan kata lain secara otomatis tidak perlu dibuktikan bahwa anak
tersebut tidak dilahirkan oleh ibu yang bersangkutan16. Substansi ini dapat
dimengeri karena anak yang dilahirkan diluar perkawinan yang sah hanya
mempunyai hubungan keperdataan dengan ibu kandungnya dan keluarga ibu
kandungnya17.
Pengakuan Anak tersebut harus dengan persetujuan ibu kandungnya, tanpa
ada persetujuan dari ibu kandungnya, maka Pengakuan Anak tersebut tidak dapat
dilakukan oleh ayah atau bapaknya18..
Pasal 49 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang
Administrasi Kependudukan menentukan bahwa Pengakuan Anak tersebut wajib
dilaporkan oleh orang tua pada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari
sejak tanggal Surat Pengakuan Anak oleh ayahnya dan disetujui oleh ibu dari anak
yang bersangkutan19,.
Dalam kaitan ini mengenai Surat Pengakuan Anak oleh ayahnya yang
disetujui oleh ibu kandung anak yang bersangkutan, lebih baik dibuat dalam bentuk
akta Notaris, untuk kesempurnaan Pengakuan Anak tersebut, dan dapat menjadi

16
Hal ini berbeda dengan ketentuan Pasal 288 KUHPerdata, bahwa anak luar kawin dapat
mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri untuk memperoleh keputusan siapakah ibu
kandungnya, dalam hal ini anak tersebut wajib membuktikan bahwa ia adalah anak yang
dilahirkan oleh ibu kandungnya.
17
-Pasal 43 ayat (1) Undang-undang Perkawinan. Dalam ayat (2) pasal tersebut diegaskan bahwa
kedudukan anak yang dilahirkan diluar perkawinan yang sah selanjutnya akan diatur dalam
Peraturan Pemerintah, tapi ternyata sampai hari ini Peraturan Pemerintah yang dimaksud belum
pernah ada.
-Pasal 100 Kompilasi Hukum Islam menegaskan pula anak yang dilahirkan diluar perkawinan
hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya.
18
Pengakuan oleh ayah atau bapaknya ini dapat menentukan seorang anak menjadi Warga Negara
Indonesia, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 huruf h Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003
Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, yaitu : Anak yang lahir di luar perkawinan yang
sah dari seorang ibu warga Negara asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara
Indonesia sebagai anaknya, dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18
(delapan belas) tahun atau belum kawin.
19
Berdasarkan Pasal 49 ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi
Kependudukan, bahwa ketentuan Pasal 49 ayat (1), yaitu kewajiban melaporkan tersebut
dikecualikan bagi orang tua yang agamanya tidak membenarkan Pengakuan Anak yang lahir di
luar hubungan perkawinan yang sah.
bukti yang kuat bagi para pihak. Disamping itu, sebelum pengakuan tersebut
dinyatakan di hadapan Notaris, untuk memperoleh bukti yang akurat, maka
sebaiknya terlebih dahulu harus dilakukan pemeriksaan DNA (deoxyribose Nucleic
20
Acid) , antara ayah yang akan mengakui anak tersebut, ibu kandungnya dan
anaknya, karena kalaun tidak dilakukan seperti ini, khawatir demi menyelamatkan
nama baik seseorang atau keluarga, ada laki-laki atau seorang bapak yang rela
untuk mengakui seorang anak yang sebenarnya bukan anak kandungnya sendiri

3. PENGESAHAN ANAK.
Dalam Penjelasan Pasal 50 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006
Tentang Administrasi Kependudukan, bahwa yang dimaksud dengan Pengesahan
Anak adalah :
pengesahan status seorang anak yang lahir di luar ikatan perkawinan sah
pada saat pencatatan perkawinan kedua orang tua anak tersebut.

Pasal 50 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang


Administrasi Kependudukan menentukan bahwa Pengesahan Anak tersebut wajib
dilaporkan oleh orang tua pada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari
sejak ayah dan ibu dari anak yang bersangkutan melakukan perkawinan dan
mendapatkan akta perkawinan21.
Terhadap anak yang dilahirkan diluar perkawinan yang sah, dapat dilakukan
Pengakuan Anak atau Pengesahan Anak. Kalau Pengakuan anak hanya sebatas

20
DNA (Deoxyribose Nucleic Acid) adalah asam nukleotida, biasanya dalam bentuk heliks ganda
yang mengandung instruksi genetic yang menentukan perkembangan biologis dari seluruh bentuk
kehidupan sel. Dan DNA seringkali dirujuk sebagai molekul hereditas, karena ia
bertanggungjawab untuk penurunan sifat genetika dari kebanyakan cirri yang diwariskan. Pada
manusia, cirri-ciri ini misalnya dari warna rambut hingga kerentanan terhadap penyakit. Selama
pembelahan sel, DNA direplikasi dan dapat diteruskan ke keturunan selama reproduksi. Sumber :
Soliton dan DNA – http://www.nano.lipi.go.id.
21
Berdasarkan Pasal 50 ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi
Kependudukan, bahwa ketentuan Pasal 49 ayat (1), yaitu kewajiban melaporkan tersebut
dikecualikan bagi orang tua yang agamanya tidak membenarkan Pengesahan Anak yang lahir di
luar hubungan perkawinan yang sah.
pengakuan dari ayah kandungnya yang disetujui oleh ibu kandungnya, tanpa diikuti
dengan perkawinan ibu-bapaknya, tapi dalam Pengesahan Anak ibu dan bapak si
anak tersebut melangsungkan pernikahan dan pada saat pencatatan perkawinan si
anak diakui sebagai anak kandung mereka. Dan Pengesahan Anak ini merupakan
suatu upaya hukum (rechtsmiddel) untuk memberikan suatu kedudukan sebagai
anak sah melalui perkawinan yang dilakukan oleh orang tuanya22, .

D. PENUTUP

1. Dalam perkembangan Hukum Keluarga di Indonesia sekarang ini, terutama yang


berkaitan dengan anak, telah disederhanakan, baik yang tersebut dalam Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Undang-undang Nomor 23
Tahun 2006, hanya mengenal23 :
a. Anak sah, yaitu anak yang dilahirkan sebagai akibat atau dalam atau selama
perkawinan yang sah (Pasal 42 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan).
b. Anak yang dilahirkan di luar perkawinan yang sah atau ibu-bapaknya tidak
terikat dalam perkawinan yang sah dan hanya mempunyai hubungan
keperdataan dengan ibunya dan kerabat atau keluarga ibunya (Pasal 43 ayat (1)
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan).
c. Untuk anak yang dilahirkan di luarkan perkawinan yang sah, dapat diakui
(Pengakuan Anak) oleh bapak/ayahnya (Penjelasan Pasal 49 ayat (1) Undang-

22
R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, op cit., hal. 189.
23
Hal ini berbeda dengan kedudukan hukum anak dalam KUHPerdata (lihat title XII, XIV, XV
dan XVI yang memuat ketentuan-ketentuan hokum tentang anak), disamping mengenal anak yang
sebagai anak yang dilahirkan dari perkawinan yang sah atau wettige atau echte kindren (Pasal 250
KUPerdata), ada juga anak yang dilahirkan di luar perkawinan yang yang disebut anak-anak tidak
sah atau anak-anak luar kawin atau anak-anak alami (onwettige, onechte, natuurlijke jkideren)
atau disebut juga anak wajar. Kemudian pengertian anak-anak wajar ini dipakai dalam 2 (dua)
pengertian, yaitu :
1. dalam arti luas : semua anak luar kawin yang tidak disahkan.
2. dalam arti sempit : hanya anak luar kawin yang tidak diperoleh dari overspel atan incest.
undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan) atau
disahkan (Pengesahan Anak) dengan perkawinan ibu-bapaknya (Penjelasan
Pasal 50 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi
Kependudukan).
2. Pengetahuan mengenai kedudukan hukum anak seperti tersebut di atas sangat
berguna untuk para Notaris, misalnya ketika Notaris atas pemintaan para pihak
(penghadap) untuk membuatkan akta Keterangan Ahli Waris dan pembagian hak
waris untuk para ahli waris.

Daftar Bacaan.

Djaja S. Meliala, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Orang dan Hukum


Keluarga, Nuansa Alam, Bandung, 2007.

Ensikolopedi Hukum Islam, Jilid 6, Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta, 2003.

Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat
Publik, Refika Aditama, Bandung, 2008.

---------------, Pembuktian Sebagai Ahli Waris Dengan Akta Notaris (Dalam


Bentuk Akta Keterangan Ahli Waris), Mandar Maju, Bandung, 2008.

--------------, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30


Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris), Refika Aditama, Bandung, 2008.

Harry Tjan Silalahi, Masalah pada UU Adminduk, Kompas, Rabu, 4 April 2007.

Jalan Panjang Menjadi WNI – Catatan Pengalaman dan Tinjauan Kritis,


Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2007.

M. Budiarto, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari segi Hukum, Akademika


Pressindo, Jakarta, 1985.

R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Hukum Orang dan Keluarga


(Personen en Familierecht), Airlangga University Press, Surabaya, 1995,

Wahyu Effendi, Adminduk dan Kriminalisasi Penduduk, Kompas 19 Desember


2006.
INDONESIA NOTARY COMMUNITY (INC) 1
DISCLAIMER
SUBSTANSI/MATERI MAKALAH INI
DISIAPKAN/DISEDIAKAN DENGAN MAKSUD
SEBAGAI PENGANTAR UNTUK SUBSTANSI/MATERI
YANG BERSANGKUTAN/BERKAITAN, DAN TIDAK
BOLEH DIPERLAKUKAN SEBAGAI NASIHAT HUKUM.
NARASUMBER TIDAK BERTANGGUNGJAWAB DAN
BERTANGGUNGGUGAT ATAS KEPUTUSAN YANG
ANDA BUAT SETELAH MEMBACA/MENDENGARKAN
PRESENTASI INI (HBA).

copyright@hba-inc 2
copyright@hba-inc 3
copyright@hba-inc 4

Anda mungkin juga menyukai