Anda di halaman 1dari 5

NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK

Novel : Ronggeng Dukuh Paruk


Pengarang : Ahmad Tohari

UNSUR INTRINSIK
1. TEMA
Dalam novel “Ronggeng Dukuh Paruk” pengarang (Ahmad Tohari)
mengangkat cerita yang bertemakan tentang politik, sosial, dan ekonomi.
Cerita ini dibuat saat terjadinya Gerakan 30 September Tahun 1965, dimana
pengarang menjadi saksi hidup dan tersadar atas kejahatan yang dilakukan
oleh PKI pada saat itu. Oleh karena itu, Ahmad Tohari sering kali memuat
tentang nasib manusia (rakyat) yang menderita, dan secara garis besar
cerita dalam novel ini mengiisah tentang penderitaan, keterpinggiran atau
kenelangsaan masyarakat bawah.
2. TOKOH DAN PENOKOHAN
Di novel ini akan dibahas mengenai beberapa tokoh utama yang
terdapat dalam cerita, dan bagaimana saja penokohan yang mereka
perankan dalam jalannya cerita tersebut. Tokoh dan penokohan tersebut
meliputi berikut ini:
a) Srintil :
a. Merasa Takut. “masih merangkulku kuat-kuat, Srintil mengisak,…
kurasakan tubuhnya hangat dan gemetar”
b. Bersifat Kekanak-kanakan. “tetapi Srintil tidak malas melakukan
perbuatan yang lucu dimata orang-orang Dukh Paruk. Bercengkrama
dengan anak-anak gembala….”
c. Merasa Rindu “sementara Srintil yang tidak tahu menahu soal
malapetaka tempe bongkrek itu hanya teringat akan Rasus….”
d. Merasakan Sedih “Srintil masih menundukan kepala, kini matanya basah.
…”
e. Menjadi Senang / ceria “lihatlah Srintil yang mulai tertawa melihat Goder
gagal menangkap capung, dan wajah Sritil berseri-seri…..”
f. Menjadi Gila “…..sementara itu Srintil terus berlagu….lalu terdengar
Srintil terbahak-bahak…”.

b) Rasus :
a. Merasa senang “Srintil didandani dengan pakaian kebesaran seorang
roonggeng. Aku melihat keris kecil yang kuberikan kepada Srintil terselip di
pingggang ronggeng itu”.
b. Berani “….ketika perampok itu membelakangiku, aku maju dengan hati-
hati. Pembunuhan kulakukan untuk pertama kali….”
c. Membayangkan “,,,penampilan Srintil membantuku mewjudkan anganku
tentang pribadi perempuan yang telah melahirkanku”.
d. Mengingat Masa Kecil “Ketika masih kecil aku sering keluar dari Dukuh
Paruk malam hari bersama teman-teman untuk melihat pagelaran wayang
kulit”.
e. Tabah/ tenang “aneh, Rasus justru berada dalam ketenangan sempurna.
Takzim dan khidmat ketika dia mengisap wajah nenek agar matanya
tertutup….”
f. Berserah diri “Aku bersembahyang, aku berdoa untuk Dukuh Paruk agar
dia sadar…”
c) Sakarya :
a. Marah dan menuduh “apa sampean tidak mengerti semua ini terjadi
karena ada sesuatu antara cucuku dan Rasus? kata Sakarya, nadanya
menuduh….”
b. Risau “perasaan kakek Srintil itu lebih dirisaukan oleh peristiwa-peristiwa
kecil namun baginya penuh makna…..”
c. Terkejut/ kaget “Sakarya terperanjat. Kata-kata bakar tak diduganya
sama sekali. Kata-kata itu mengandung penghinaan….”
d) Kartareja :
a. Bingung “kesulitan pertama yang dihadapi Kartareja bukan masalah
bagaimana memperbaiki alat musiknya, melainkan bagaimana dia
mendapat para penabuh…”
b. Senang “siapa yang akan menyalahkan Kartareja bila dukun ronggeng itu
merasa telah menang secara gemilang….”
c. Licik “jangan keliru yang asli buat Sulam. Lainya buat Dower, kata
Kartareja….”
e) Nyai Kartareja :
a. Resah “di rumahnya Nyai Kartareja mulai merasa was-was karena
ternyata Srintil tidak segera mengikutinya pulang…..”
b. Berusaha Menjauhkan “maka Ntyai Kartareja harus berbuat sesuatu. Tali
asmara yang mengikat Srintil dan Rasus harus diputuskan…..”
c. Kecewa ”namun Nyai Kartareja memendam kekecawaan, mengapa yang
memberikan motivasi kegairahan Srintil adalah Bajus….”
3. SUDUT PANDANG
Sudut pandang yang digunakan oleh Pengarang dalam penulisan
novel “Ronggeng Dukuh Paruk” ini adalah menggunakan sudut pandang
orang pertama sebagai pelaku utama seperti adanya kata “aku” dan sudut
pandang pengganti orang ketiga baik dalam cerita maupun diluar cerita.
Bukti pengarang menggunakan kata ganti orang ketiga adalah seperti
adanya kata “ dia dan –nya” dan menyebutkan nama tokoh secara
langsung.
4. LATAR
Latar atau tempat terjadinya cerita yang terdapat dalam novel
“Ronggeng Dukuh Paruk” ini adalah sebagai berikut:
a) Dukuh Paruk. “dua puluh tiga rumah berada di pedukuhan itu, dihuni oleh
orang-orang seketurunan…”.
b) Ladang/ Kebun “ditepi kampung, tiga anak sedang bersusah payah
mencabut sebatang singkong. Yakni Rasus, Darsun dan Warta…”.
c) Dibawah pohon nangka. “dipelataran yang membatu dibawah pohon
nangka,...Srintil menari dan bertembang. Gendang, gong dan calung mulut
mengiringinya..”.
d) Rumah Nyai Kartareja. “di dalam rumah. Nyai Kartareja sedang merias
Srintil. Tubuhnya yang kecil dan masih lurus tertutup kain sampai ke dada
…”.
e) Perkuburan. “rombongan bergerak menuju perkuburan dukuh paruk.
Kartareja berjalan paling depan membawa pedupan….”.
f) Pasar Dawuan. “Perkenalanku dengan pedagang singkong di pasar
memungkinkan aku mendapat upah…”.
g) Di Markas Tentara. “pada hari pertama menjadi tobang, banyak hal baru
yang kurasakan…”
h) Di Hutan. “Sampai di hutan, perburuan langsung dimulai. Dalam hal ini
aku kecewa karena tiga orang tentara yang kuiringkan sama sekali tak
berpengalaman dalam hal berburu…”.
i) Rumah Sakarya.”kulihat dua orang perampok tetap tinggal diluar rumah,
satu dibelakang dan lainya dihalaman…..Sakarya yang terkejut langsung
mengerti…”.
j) Rumah Nenek “selagi orang-orang Dukuh Paruk mengerumuni rumah
Kartareja, aku duduk berdekatan dengan Srintil di beranda rumah neneku
sendiri”
k) Rumah Sakum “Sakum tak terusik oleh hiruk pikuk anak-anaknya,
jemarinya terus bekerja..…Sakum berhenti mendadak ketika Srintil
melangkah mendekatinya ”.
l) Rumah Tarim “panas udara mulai reda ketika Marsusi diterima oleh
Kakek Tarim….”.
m) Lapangan bola deka kantor Kecamatan.” Malam itu semangat kota kecil
dawuan berpusat dilapangan sepak bola dekat kantor Kecamatan. Sebuah
panggung lebar…..”
n) Di Alaswangkal “hampir setengah hari ketika rombonhan dari Dukuh
Paruk memasuki kampung Alaswangkal. Pemukiman penduduk…”.
o) Kantor Polisi “dikantor itu ternyata bukan hanya polisi, melainkan tentara
juga ada disana mereka segera mengenal siapa yang sedang
melangkah…”
p) Di Penjara/ Tahanan “ Saya Prajurit Dua Rasus. Saya ingin berjumpa
Komandan kompleks tahanan ini secara pribadi…”.
q) Di Sawah “di tengah sawah, seratus meter diSebelah barat dukuh
paruk.Bajus memimpin..”
r) Di Pantai “sampai dipantai Bajus memilih tempat yang agak terpencil buat
memarkir jipnya…”
s) Di Vila “...Bajus membelokan mobilnya ke halaman sebuah vila mungil
yang ternyata kemudian sudah disewanya….”
t) Rumah Sakit “…ketegangan yang meliputi hatiku hanpir berakhir ketika
becak berhenti di gerbang rumah sakit tentara….”

5. ALUR
Alur atau jalanya cerita dalam novel “Ronggeng Dukuh Paruk”
menggunakan alur maju yang disertai dengan “flash back” atau kembali
( mundur ) kemasa lalu, baik yang dialami oleh tokoh utama atau pemeran
lainya. Dalam cerita ini yakni ditengah-tengah cerita pengarang
menceritakan kembali masa lalu yang sempat dialami oleh pemeran cerita.
Seperti menceritakan kembali terjadinya peristiwa tempe bongrek sebelas
tahun yang lalu atau semasa bayinya Srintil, yakni :
“ Orang-orang Dukuh Paruk pulang kerumah masing-masing. Mereka, baik
lelaki maupun perempuan, membawa kenangan yang dalam. Malam itu
kenangan atas Srintil meliputi semua orang Dukuh Paruk. Penampilan
Srintil malam itu mengingatkan kembali bencana yang menimpa Dukuh
Paruk sebelas tahun yang lalu........Sebelas tahun yang lalu ketika Srintil
masih bayi. Dukuh Paruk yang kecil basah kuyup tersiram hujab lebat…”.

6. GAYA CERITA
Gaya cerita atau penceritaan yang digunakan oleh pengarang dalam
penulisan novel “ Ronggeng Dukuh Paruk “ ini adalah klimaks yakni
permasalahan yang dihadapi oleh pemeran utama semakin memuncak dan
tidak mengalami suatu “happy ending” atau penyelesaian yang
bahagia pada akhir cerita tersebut. Atau bagaimana kepastian mengenai
nasib yang di alami oleh tokoh utama masih belum dapat diketahui dengan
jelas, dan pembaca hanya bisa menebak-nebak nasib yang dialami oleh
para tokoh tersebut.

7. AMANAT
Amanat atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada
pembaca melalui novel “Ronggeng Dukuh Paruk” ini adalah: agar kita
semua mau dan mampu melihat seseorang itu tidak hanya dari luarnya saja
melainkan juga dari hatinya. Dan agar kita mau berpikir mengenai tragedi-
tragedi kemanusiaan yang terjadi disekeliling kita. Pesan lain mungkin lebih
cenderung kepada ketidak senangan atau kebencian pengarang terhadap
pengkhianatanyang dilakukan oleh PKI di akhir September 1965. sehingga
novel ini muncul dan menjadi penyuara kegetiran hati pengarang yang
menggambarkan keadaan di masa itu.

UNSUR EKSTRINSIK
1. Unsur Keagamaan (relegius)
Dalam novel ini, unsur keagamaan tidak terlalu diperlihatkan karema
warga Dukuh Paruk lebih mempercayai adanya nenek moyang dan hal-hal
animisme lainnya

2. Unsur Politik .
Unsur ini merupakan unsur yang paling utama terlintas dari benak
pengarang, karena pengarang merasa sangat prihatin terhadap
kesewenang-wenangan kekuasaan yang telah menindas orang-orang kecil
yang kebanyakan dari mereka tidak tahu menahu mengenai berbagai
persoalan tentang politik, khususnya persoalan mengenai pengkhianatan
yang dilakukan oleh PKI yang terjadi di akhir September 1965.
3. Unsur Sosial.
Unsur ini kemungkinan besar mengangkat tentang kenyataan hidup
yang pernah terekam dibenak pengarang, yang terjadi saat pengkhianatan
PKI. Tumbuhnya kesadaran setiap orang Indonesia terhadap nilai-nilai
kemanusiaan masih menjadi persoalan yang penting dalam perjalanan
sejarah bangsanya. Banyak orang yang menyuarakan tentang demokrasi
dan hak asasi manusia , itu merupakan bukti bahwa masalah kemanusiaan
sangat sering terusik/ terjadi. Gambaran nyata terdapat dinovel ini yang
terwakili oleh sosok Srintil, Rasus dll, yang berbicara tentang pentingnya
kesadaran terhadap masalah kemanusiaan.

4. Unsur Ekonomi.
Masalah yang ingin diangakat oleh pengarang diantaranya adalah
mengenai masalah ekonomi yang dialami oleh masyarakat, dalam hal ini
adalah “Dukuh Paruk”. Ini sering terlihat dalam pergantian judul maupun
pergantian bab, yang mana mengggambarkan kemiskinan masyarakat
“Dukuh Paruk” yang terletak ditengah-tengah pematang sawah.
Penggambaran ini tampak jelas terlihat seperti : digambarkan luasnya
ribuan hektar sawah yang mengelilingi desa telah tujuh bulan kering
kerontang,…. Sampai anak-anak kecil rela bersusah payah mencabut
singkong yang terpendam dalam ditanah kapur,,, itulah sedikit gambaran
keadaan ekonmi yang sedang dialami oleh masyarakat “Dukuh Paruk”, dan
keadaan itulah yang sebenarnya ingin ditunjukan oleh pengarang kepada
pembaca.

5. Unsur Kebudayaan
Dalam novel ini, banyak terdapat unsur kebudayaan seperti: menari,
menyanyi sambil nyawer, memberikan sesaji kepada nenek moyang

6. Latar belakang pengarang


Ahmad Tohari adalah sebuah nama besar dan langka di dalam
khasanah kesusastraan Indonesia. Dari karya sastra yang saya baca, nama
Ahmad Tohari langgeng dan cepat nempel di kalangan pembaca. Ketika
mendengar namanya, maka asosiasi yang muncul dari pengarang ini adalah
lokalitas, tema keislaman, dan nilai kehidupan kesederhanaan. Ronggeng
Dukuh Paruk adalah salah satu bibel Ahmad Tohari. Dengan hadirnya
serangkaian karya Ahmad sebagai juru bicara kesusastraan bertema lokal.
Pengetahuan Ahmad Tohari mengenai dunia ronggeng dan filosofinya
menegaskan bahwa Ahmad Tohari adalah wakil dari suara orang-orang
yang satu daerah asalnya.

Anda mungkin juga menyukai